ANALISIS MAXIMUM ALLOWABLE OPERATING
PRESSURE PIPELINE 16” MOL BPRO - JUNCTION
PT. PHE ONWJ
LAPORAN KERJA PRAKTIK
Oleh:
Muhammad Irsyad Hawari
102216023
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PERTAMINA
2019
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktik di PT. PHE ONWJ tepat pada waktunya. Laporan ini disusun berdasarkan hasil kerja praktek pada tanggal 1 Juli 2019 sampai dengan 31 Agustus 2019. Penyusunan laporan ini sebagai salah satu syarat memenuhi kewajiban mata kuliah Kerja Praktik Program Studi S1 Teknik Mesin Universitas Pertamina
Pada pelaksanaan kerja praktek hingga penyusunan laporan, penulis banyak menerima bantuan, dukungan, dan doa dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Allah atas kenikmatan-Nya, yakni ilmu, kesehatan, dan keberkahanya
sehingga mampu menyelesaikan kerja praktik dan laporan ini dengan baik
dan lancar.
2. Kedua orang tua, dan saudara-saudara saying yang telah memberikan support sampai saat ini kepada penulis.
3. Bapak Yudi Rahmawan, S.T, M.Sc, Ph.D, selaku Dosen pembimbing kerja praktik penulis di Program Studi S1 Teknik Mesin Universitas Pertamina
4. Bapak Koko Komar, selaku training services officer di PT. PHE yang telah menerima kami untuk melakukan kerja praktik
5. Bapak Hermanto Sutjipto, selaku Manager Facility Integrity di PT. PHE ONWJ yang telah memfasilitasi penulis saat kerja praktik di Facility Integrity
6. Bapak Dedy Iskandar, selaku pembimbing kerja praktik di pipeline integrity yang telah membantu dan membimbing dari awal hingga akhir
7. Seluruh staff di Departemen Facility Integrity yang turut membantu dan membimbing dalam kegiatan kerja praktik, khususnya team Pipeline Integrity. Penulis juga ingin meminta maaf apabila ada beberapa nama yang tidak tersebut di atas dan apabila selama keberlangsungan kerja praktik, penulis melakukan tindakan yang kurang berkenan atau menyinggung. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Jakarta, 5 September2019
Muhammad Irsyad Hawari
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN KERJA PRAKTIK ... 1
KATA PENGANTAR ... 2 DAFTAR ISI ... 3 BAB I ... 7 PENDAHULUAN ... 8 1.1. Latar Belakang ... 8 1.2. Rumusan Masalah ... 9 1.3. Tujuan ... 9 1.3.1. Tujuan Umum... 9 1.3.2. Tujuan Khusus ... 10 1.4. Manfaat ... 10 1.4.1. Bagi Mahasiswa ... 10
1.4.2. Bagi Institusi Perguruan Tinggi ... 10
1.4.3. Bagi Instansi ... 11
1.5. Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 11
1.5.1. Waktu Pelaksanaan ... 11 1.5.2. Tempat Pelaksanaan ... 11 1.6. Ruang Lingkup ... 11 1.7. Metode Penulisan ... 12 BAB II ... 13 PROFIL PERUSAHAAN ... 14
2.1. Profil PT. PHE ONWJ ... 14
2.1.1. Logo Perusahaan ... 14 2.1.2. Informasi Perusahaan ... 14 2.1.3. Struktur Organisasi ... 14 2.1.4. Sejarah Perusahaan ... 15 2.2. Manajemen Perusahaan ... 17 2.2.1. Visi ... 17 2.2.2. Misi ... 17
2.2.3. Tata Nilai Perusahaan ... 18
2.2.4. Proyek Perusahaan ... 18
2.2.5. Fasilitas, Lokasi, dan Tata Letak ... 19
4
KEGIATAN KERJA PRAKTIK ... 23
3.1. Kegiatan Office ... 23
3.1.1. Daily routine ... 23
3.1.2. Bi-Weekly meeting & Sharing Session ... 24
3.2. Kegiatan Site Visit... 24
3.2.1. Pendahuluan ... 24
3.2.2. Unit pada ORF Muara Karang ... 25
3.2.3. Proses pada ORF Muara Karang ... 26
BAB IV ... 28
HASIL KERJA PRAKTIK ... 29
4.1. Data Pipeline 2019 ... 29
4.2. Perhitungan MAOP pada ... 32
4.2.1. Perhitungan dengan menggunakan standar ASME B 31.4 & B 31.8 (2016) 32 4.2.2. Perhitungan dengan standar ASME B 31G (1991) ... 32
4.3. Pemilihan MAOP ... 34
BAB V ... 35
TINJAUAN TEORITIS ... 36
5.1. Pipeline... 36
5.1.1. Pengenalan pipeline ... 36
5.1.2. Material / jenis pipa ... 36
5.1.3. Komponen ... 36 5.2. PIMS ... 39 5.2.1. Pengenalan PIMS ... 39 5.2.2. Scope ... 40 5.3. Inspeksi ... 41 5.3.1. Pengenalan inspeksi ... 41 5.3.2. Jenis ... 42 BAB VI ... 44
KESIMPULAN DAN SARAN ... 45
6.1. Kesimpulan ... 45
6.2. Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
5
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.1. Logo PT. PHE ONWJ ... 14
Gambar 2.1.2. Struktur Organisasi PT. PHE ONWJ ... 15
Gambar 2.2.1. Pipeline map ... 21
Gambar 3.2.1. Lokasi ORF Muara Karang ... 255
Gambar 4.1.1. Bravo Flow Station Area Map ... 3030
Gambar 4.1.2. Central Plant & NGL Flow Statin Area Map ... 3030
Gambar 4.1.3. Hasil Inspeksi menggunakan ILI MFL ... 3131
Gambar 4.1.4. Informasi tambahan mengenai spot korosi terdalam ... 3131
Gambar 5.1.1. Material dan jenis pipa ... 366
Gambar 5.1.2. Tipe valve pada pipa ... 377
Gambar 5.1.3. Horizontal subsea tie-in ... 377
Gambar 5.1.4. Tee ... 388
Gambar 5.1.5. Piggable Wye ... 388
Gambar 5.1.6. Flanges ... 399
Gambar 5.2.1. Pipeline Integrity Management System Scope ... 4141
Gambar 5.3.1. Smart Pigs ILI MFL ... 4242
6
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.1. Sejarah Perusahaan ... 15 Tabel 2.2.1. Koordinat Lokasi Flow Station ... 19 Tabel 4.1.1. Hasil Inspeksi ... 3131
8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang industri membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki nilai-nilai profesionalitas dan kualitas yang baik. Kebutuhan sumber daya manusia tersebut tidak terlepas dari adanya hubungan yang baik antara instansi dan institusi pendidikan tingkat perguruan tinggi sesuai dengan bidang yang dipelajari. Institusi pendidikan tingkat perguruan tinggi berperan mencetak sumber daya manusia yang siap untuk terjun ke dalam dunia industri dengan pengetahuan yang sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sedangkan instansi merupakan sarana yang mengelola dan mengembangkan sumber daya manusia berkualitas tersebut untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama pembelajaran di kelas pada dunia kerja yang sesungguhnya. Kedua lembaga ini memiliki keterkaitan dan saling berkesinambungan dalam mewujudkan berbagai program pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat yang merata.
Kerja praktik atau KP adalah salah satu mata kuliah yang ada pada kurikulum program sarjana Universitas Pertamina dimana mahasiswa melakukan praktik bekerja pada dunia nyata dalam bidang ilmu masing-masing. KP berbobot 2 sks yang merupakan mata kuliah wajib pada 13 program studi (salah satunya Program Studi Teknik Mesin) dan mata kuliah pilihan pada 2 program studi di Universitas Pertamina. Penulis merupakan mahasiswa Program Studi Teknik Mesin Universitas Pertamina sehingga wajib untuk melakukan kerja praktik. Penulis melakukan kerja praktek di PT. Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PT. PHE ONWJ).
Universitas Pertamina merupakan salah satu institusi perguruan tinggi yang fokus pada pengembangan energi. Institusi tingkat perguruan tinggi ini berperan dalam pengembangan energi yang ada di Indonesia. Program studi Teknik Mesin memfokuskan diri dalam konversi energi, manufaktur, dan rekayasa material baru untuk mengoptimalkan pengembangan energi baru dan terbarukan. Program studi ini berperan penting dalam penelitian, penemuan, dan pengembangan ilmu tersebut. Hal itu menunjukkan adanya keselarasan tujuan antara institusi Pendidikan dan instansi dalam bidang energi. Salah satu poin penting yang harus dipersiapkan oleh Universitas Pertamina adalah pengenalan nilai-nilai instansi yang harus dimiliki oleh mahasiswa sebelum memasuki dunia kerja, seperti budaya organisai, sistem yang berlaku, standar kerja, dan profesionalitas. Pengenalan dunia kerja secara nyata ini diwujukan melalui kurikulum Kerja Praktik. Mata kuliah ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas mahasiswa dalam berpikir, berkomunikasi, etika, dan keefektifan dalam bekerja. Selain itu, mahasiswa dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama pembelajaran di kelas dalam industri.
PT. Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PT. PHE ONWJ) merupakan anak perusahaan dari PT. Pertamina Hulu Energi (PT. PHE) yang memiliki
9 dan mengoperasikan aset berupa blok migas yang terletak di utara laut jawa. Terdapat beberapa area atau anjungan produksi yang masih dioperasikan hingga sekarang. Salah satunya adalah Bravo area, Bravo merupakan Flow Station yang dimiliki oleh Pertamina yang berada pada daerah central dari wilayah kerja ONWJ yang melakukan produksi pada Ardjuna Field.
Untuk menyalurkan crude, oil, dan gas yang telah didapat, maka dibutuhkan pipeline sebagai jaringan distribusi utama. Pipeline merupakan aset penting yang harus dijaga kondisinya dan dirawat agar produksi selalu lancer. Jika terhambat, maka akan terjadi kerugian dari pihak perusahaan ataupun konsumen. Kita sebagai engineer memiliki kewajiban untuk menjaga integritas pipeline agar selalu beroperasi pada keadaan yang aman untuk dioperasikan. PT. PHE ONWJ memiliki aset pipeline yang aktif sebanyak 195, dari total 426 yang ada.
Pipeline MOL (Main Oil Line) BPRO - Junction merupakan pipeline yang masih aktif mengalirkan minyak dari tahun 1976 hingga sekarang. Karena sudah memasuki umur 43 tahun, maka harus diberi perhatian lebih mengenai keamanan operasinya. Salah satu caranya adalah dengan melakukan inspeksi pipeline untuk mengetahui kondisi pipeline sebenarnya. Dengan melakukan inspeksi, engineer dapat mengetahui beberapa hal seperti ketebalan dinding, tingkat korosi, maupun anomali yang terjadi pada pipeline tersebut. Jika dinding terlalu tipis, makan pipeline tidak akan mampu menahan tekanan operasi yang telah ditentukan.
Maka dari itu, engineer perlu memperhitungkan Max Allowable Operating Pressure (MAOP) pipeline tersebut dengan Operating Pressure (OP) dan Max Operating Pressure (MOP) yang berlaku. Jika tekanan saat operasi diatas batas yang telah ditentukan, maka dapat dikatakan pipeline tersebut tidak aman untuk dioperasikan dan membutuhkan perbaikan ataupun penggantian. Untuk menghitung MAOP, membutuhkan data dari hasil inspeksi dan database yang ada.
1.2.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian kerja praktik ini adalah:
1. Standar apa yang digunakan untuk menghitung maximum allowable operating pressure?
2. Bagaimana cara untuk menentukan maximum allowable operating pressure?
3. Apa faktor yang mempengaruhi menurunnya maximum allowable operating pressure?
1.3.
Tujuan
1.3.1.
Tujuan UmumTujuan kerja praktik secara umum yang ingin dicapai adalah:
10 2. Meningkatkan kemampuan untuk mengkomunikasikan informasi, ide,
permasalahan, dan solusi secara efektif,
3. Meningkatkan kemampuan untuk menerapkan etika, norma-norma ilmu pengetahuan, rekayasa, dan praktik sosial dalam bidang kimia, dan
4. Meningkatkan kemampuan untuk menjalankan tugas secara efektif secara individu atau kelompok.
1.3.2.
Tujuan KhususTujuan khusus yang ingin dicapai pada penelitian kerja praktik ini adalah: 1. Menentukan standar yang digunakan untuk menghitung maximum allowable
operating pressure
2. Mengetahui cara atau rumus yang digunakan saat menghitung maximum allowable operating pressure
3. Mengetahui faktor penyebab menurunnya maximum allowable operating pressure
1.4.
Manfaat
1.4.1.
Bagi MahasiswaManfaat yang dapat diperoleh oleh mahasiswa dalam pelaksanaan kerja praktik ini adalah:
1. Mahasiswa dapat mengetahui kondisi lapangan dalam dunia industri, 2. Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan yang tidak diperoleh saat
pembelajaran di kelas,
3. Mahasiswa dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama pembelajaran dikelas pada dunia industri,
4. Mahasiswa memiliki pengalaman untuk memasuki dunia kerja, dan 5. Mahasiswa dapat meningkatkan softskill dan hardskill yang dimiliki.
1.4.2.
Bagi Institusi Perguruan TinggiManfaat yang dapat diperoleh oleh Universitas Pertamina dalam pelaksanaan kerja praktik ini adalah:
1. Dapat menjalin kerja sama antara Universitas Pertamina dengan PT. PHE ONWJ.
2. Dapat menjadi evaluasi untuk peningkatan kurikulum dalam persiapan memasuki dunia kerja, khususnya industri di bidang energi.
11
1.4.3.
Bagi InstansiManfaat yang dapat diperoleh oleh Pertamina PT. PHE ONWJ dalam pelaksanaan kerja praktik ini adalah:
1. Mendapatkan masukan dan informasi dari peserta kerja praktik,
2. Peserta kerja praktik membantu dalam menyelesaikan masalah yang ada (Problem Solving).
1.5.
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
1.5.1.
Waktu PelaksanaanDurasi kerja praktik yang dilaksanakan di PT Pertamina Hulu Energi ONWJ adalah selama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal 1 Juli 2018 sampai dengan 30 Agustus 2019. Kerja praktik berlangsung selama 45 hari kerja, di mana kerja praktik ini dilaksanakan pada hari Senin hingga Jumat setiap pekannya.
Setiap harinya, kerja berlangsung selama 9 (sembilan) jam, mulai pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. Konsultasi dengan pembimbing lapangan tidak secara terjadwal. Konsultasi tidak hanya dilakukan dengan pembimbing saja, namun juga dengan beberapa individu di perusahaan sesuai dengan ruang lingkup pekerjaannya. Konsultasi ini dilakukan apabila penulis memiliki materi seputar laporan yang ingin ditanyakan, atau ketika ingin melaporkan progress. Setiap dua minggu sekali, yakni hari Jumat, diadakan presentasi untuk memberikan laporan hasil kerja dalam bentuk MS-Excel atau MS-Powerpoint.
1.5.2.
Tempat PelaksanaanKerja praktik dilaksanakan di PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ). Aktivitas kerja praktik sehari-hari dilaksanakan di Perkantoran Hijau Arkadia, Tower F, Lantai 11. Selain itu, penulis juga mengunjungi salah satu Onshore Receiving Facility (ORF) milik PT PHE ONWJ, yakni adalah ORF Muara Karang. Kunjungan ini dilaksanakan pada tanggal 22 Agustus 2019.
1.6.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup kerja praktik yang dilakukan penulis dalam rangka
mengumpulkan data serta pembuatan laporan selama kerja praktik adalah sebagai berikut:
• Mengumpulkan informasi dan data yang berkaitan dengan pipeline integrity, khususnya mengenai Maximum Allowable Operating Pressure.
12 • Diskusi dengan pembimbing lapangan serta dosen pembimbing kerja praktik. • Mengerjakan tugas yang diberikan selama pelaksanaan kerja praktik.
1.7.
Metode Penulisan
Penulisan laporan kerja praktik ini tersusun dari beberapa bab, antara lain: • Bab 1: Pendahuluan
• Bab 2: Profil Perusahaan • Bab 3: Kegiatan Kerja Praktik • Bab 4: Hasil Kerja Praktik • Bab 5: Tinjauan Teoritis • Bab 6: Penutup
14
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
2.1.
Profil PT. PHE ONWJ
2.1.1.
Logo PerusahaanGambar 2.1.1. Logo PT. PHE ONWJ
2.1.2.
Informasi PerusahaanPT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java atau disingkat PHE ONWJ merupakan anak perusahaan dari PT Pertamina (Persero). PT PHE ONWJ beroperasi sejak 1971 dan dikenal keandalannya dalam mengoperasikan lapangan minyak dan gas bumi lepas pantai. Area operasi PT PHE ONWJ membentang dari Kepulauan Seribu sampai utara Cirebon, seluas 8.300 km2 dengan fasilitas meliputi 670 sumur, 170 platform air dangkal, 1.600 kilometer pipa subsea, dan 40 tempat pengolahan dan fasilitas pelayanan. Pada 2016, target produksi PT PHE ONWJ adalah 38.000 BOPD dan 165 MMSCFD.
Memiliki standar operasional dengan standar internasional, PT PHE ONWJ beroperasi dengan komitmen yang mendasari untuk pengembangan kelangsungan produksi dan bisnis yang akan memperkuat pilar perekonomian nasonal. Tujuan strategis PT PHE ONWJ adalah menjalankan operasi yang aman dan andal, meningkatkan produksi dengan efisien dan komersial, berfokus pada kegiatan penambahan cadangan, dan pengembangan teknologi. Dengan tujuan tersebut, didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten dan teknologi modern, PT PHE ONWJ terus melakukan aktivitas untuk mengoptimisasi produksi minyak dan gas bumi demi mendukung visi Pertamina untuk menjadi perusahaan energi nasional yang berkelas dunia
15 Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Pertamina Hulu Energi ONWJ memiliki struktur organisasi manajemen yang sangat kompleks, tidak hanya terkoordinasi secara lokal, tetapi juga secara regional. Setiap posisi di perusahaan harus memiliki tujuan yang menguntungkan, yang akan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Meskipun PHE ONWJ merupakan perusahaan yang berkonsentrasi untuk menghasilkan produk minyak dan gas yang baik, tapi tidak lupa dalam hal keuntungan bagi perusahaan. Maka dari itu, untuk mencapai hasil yang maksimal, direksi PT Pertamina Persero telah menetapkan uraian tugas-tugas untuk PHE ONWJ.
Dalam struktur organisasi manajemen PHE ONWJ, terdapat beberapa uraian tugas yang perlu diperhatikan, berupa rangkaian kegiatan dan kewajiban serta wewenang dan tanggung jawab untuk masing-masing posisi, sehingga setiap individu yang mengelola dapat mengetahui tugas masing-masing dan tanggung jawab terhadap pemimpin tertentu dengan pasti. Dalam kegiatannya, PHE ONWJ dipimpin oleh seorang President atau General Manager, yang dibantu oleh 4 orang Senior Manager.
Gambar 2.1.2. Struktur Organisasi PT. PHE ONWJ
2.1.4.
Sejarah PerusahaanBerikut merupakan tuntutan sejarah dari PT Pertamina Hulu Energi ONWJ:
Tabel 2.1.1. Sejarah Perusahaan Tahun Keterangan
1966
IIAPCO dan Pertamina menandatangani Kerjasama Produksi (PSC) untuk konsesi area Lepas pantai Utara Jawa Barat (ONWJ). Izin pemerintah menyusul setahun kemudian.
16 1967
Sinclair Exploration Company mendapatkan hak beroperasi untuk ONWJ dari IIAPCO. PSC ONWJ antara IIAPCO dan Pertamina disetujui oleh pemerintah Indonesia.
1968 Kapal pengebor R&BE Thornton, unit pengeboran lepas pantai pertama yang memasuki perairan Indonesia, mengebor sumur eksplorasi E-1. 1969 Penemuan lapangan APN di dekat sumur A-1.
1971
Perusahaan Eksplorasi Sinclair secara resmi berubah menjadi Atlantic Richfield Indonesia Inc. Presiden Indonesia Soeharto meresmikan lapangan Ardjuna dari Echo flow Station pada tanggal 1 September. 1972 Lapangan Bravo mulai beroperasi dari anjungan BD.
1973 Lapanga Kilo mulai produksi minyak mentah dari anjungan KA.
1974 Anjungan LA mulai memproduksi minyak mentah Lima. Lima Flow Station selesai mengakumulasi minyak mentah Lima.
1975 Lapangan Uniform memulai produksi minyak mentah Ardjuna.
1976
Perayaan 100 juta barel produksi minyak mentah Ardjuna. Produksi pertama minyak mentah Arimbi, di produksi dari lapanan X-Ray. Pembangkit NGL, pembangkit lepas pantai pertama mulai beroperasi. 1977 Pengisian LPG Ardjuna Sakti pertama, terobosan penyimpanan LPG. 1980 Perayaan 300 juta barel produksi minyak mentah Ardjuna dan
pengangkatan ke-1000 minyak mentah Bima dari lapangan Zulu.
1985 Perayaan 500 juta barel minyak mentah Ardjuna, ZUD-4 dibor. Sumur horizontal pertama yang dibor di Indonesia.
1986 Pengangkatan ke-2000 minyak mentah Ardjuna dimuat ke penyulingan Cilacap. Produksi pertama minyak mentah Bima dari lapangan Zulu. 1987 Menteri Pertambangan dan Energi Indonesia, Prof. Dr. Soebroto,
menyaksikan pemuatan minyak mentah Bima ke Jepang. 1992 Perjanjian jual beli untuk pasokan gas ke Muara Karang. 1993 Pengiriman gas pertama ke PLN Tanjung Priok.
1994 Perayaan 25 tahun ONWJ beroperasi di Indonesia.
1995 ONWJ mencapai satu juta barel produksi minyak pada bulan Mei.
1996 ONWJ menerima penghargaan Lingkungan dari Pertamina dan pengiriman gas pertama ke Perusahaan Gas Negara (PGN).
1997 Terminal ARCO Ardjuna merayakan satu milyar barel pengangkatan minyak mentah Ardjuna.
2000 Gabungan antara BP, Arco, Amoco, dan Burmah Castrol.
2001 Perayaan 30 tahun ONWJ beroperasi di Indonesia, dihadiri oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bapak Purnomo Yusgiantoro, serta dimulainya pengembangan proyek APN.
17 2002 Pada tanggal 7 November, menerima ISO-14001 pertama untuk fasilitas
lepas pantai pertama di Bravo dan kompleks pembangkit, serta untuk Gudang Marunda.
2004 Pada tanggal 1 Juni, menerima ISO-14001 di area Mike-Mike.
2009 Juli 2009, divestasi BP West Java ltd. Dari BP menjadi Pertamina, diikuti dengan perubahan nama perusahaan menjadi Pertamina Hulu Energi ONWJ Ltd.
2010 Menerima penghargaan di bidang HSE untuk 2010 Zero Accident Award untuk pencapaian 12 Juta Jam Kerja tanpa Kecelakaan dari Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
2011 Proper Kementerian Lingkungan Hidup – Peringkat Hijau Sertifikasi ISO 14001 untuk 16 fasilitas MURI Award – Sertifikasi ISO untuk fasilitas offshore Pertamina HSSE Award – Patra Adikriya Bhumi Utama
2012 Menakertrans Award – Penghargaan K3 untuk Marunda Shorebase Proper Kementrian Lingkungan Hidup – Peringkat Hijau
2013 127 Anjungan PHE ONWJ Tersertifikat Kelayakan Konstruksi (April 2013)
Proyek Lima Subsidence, proyek pertama kali di dunia, sukses dilaksanakan
2014 Proyek GG yang meliputi pembangunan OPF Balongan, Anjungan Lepas Pantai tak berpenghuni GGA dan penggelaran pipa bawah laut
2.2.
Manajemen Perusahaan
2.2.1.
VisiMenjadi perusahaan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi lepas pantai dengan kinerja operasi unggul berkelas dunia yang memberikan laba kompetitif, berperan dalam peningkatan kualitas lingkungan hidup serta memberi manfaat terhadap perikehidupan masyarakat.
2.2.2.
Misi1. Menjalankan operasi eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi secara aman dan handal berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.
2. Meningkatkan efisiensi operasi dan secara konsisten berupaya menurunkan jejak lingkungan perusahaan melalui pengelolaan lingkungan hidup secara berkelanjutan.
3. Memfasilitasi para pemangku kepentingan untuk mendorong terwujudnya pembangunan berkelanjutan masyarakat di sekitar wilayah operasi perusahaan.
18
2.2.3.
Tata Nilai Perusahaan1. Clean (Bersih)
Dikelola secara professional, menghindari benturan kepentingan, tidak menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas, serta berpedoman pada asas-asas tata kelola Korporasi yang baik.
2. Competitive (Kompetitif)
Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar biaya, dan menghargai kinerja.
3. Confident (Percaya Diri)
Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam reformasi BUMN dan membangun kebanggaan bangsa.
4. Costumer Focus (Fokus pada Pelanggan)
Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.
5. Commercial (Komersial)
Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial dan mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.
6. Capable (Berkemampuan)
Dikelola oleh Pemimpin dan Pekerja yang profesional, memiliki talenta, memiliki penguasaan teknis tinggi serta berkomitmen dalam membangun kemampuan tiset dan pengembangan.
2.2.4.
Proyek Perusahaan2.2.4.1. Lima Subsidence Remediation
Memaksimalkan cadangan yang tersisa di Lapangan LIMA dengan melakukan proyek pengangkatan anjungan yang tersinkronasi menggunakan Sistem Synchronized Hydraulic Jacking setinggi 4 meter (LCOM, LSER, LPRO, Flare tripods danjembatan).
2.2.4.2. UL Field Development
Proyek ini bertujuan untuk mengambil potensial cadangan minyak sebesar 2,200 BOPD dan gas sebesar 9.5 MMSCFD dari Lapangan UL, guna memenuhi kebutuhan gas pasar domestik dan menambah produksi minyak dan gas Pertamina Hulu Energi ONWJ.
19 Lingkup kerja proyek ini adalah pemasangan 1 (satu) unit anjungan tripod (ULA) termasuk fasilitas produksi pendukungnya, pemasangan pipa penyalur bawah laut ukuran 12” sepanjang 6.1 kilometer dari anjungan ULA ke anjungan terpasang UWJ, modifikasi anjungan yang sudah ada yaitu anjungan UWJ, UWA dan UPRO.
2.2.4.3. GG Field Development
Bertujuan untuk memenuhi kebutuhan gas sekarang dan kedepannya untuk daerah Jawa Barat. Outcome jumlah produksi yang ditargetkan sebesar 80 BSCF dengan durasi produksi sekitar 10 tahun. Lingkup kerja proyek ini adalah membangun 1 (satu) NUI GGA 4 kaki, menggelar 35 km 12” Jalur Pipa Export Pipeline dari NUI GGA ke OPF, membangun Onshore Processing Facility di Balongan, dan menggelar jalur pipa ekspor dari OPF ke PEP.
2.2.4.4. KL Gas Lift Compressor
Proyek ini bertujuan mempertahankan laju produksi minyak di area KL (1,600 BOPD), terkait dengan menurunnya tekanan gas lift dari sumur existing yang ada dan kesempatan untuk menambah laju produksi di area KL sebesar s/d 1,400 BOPD dan 9 MMSCFD dengan program optimasi sumur dan pemasangan Gas Lift Compressor. Ruang lingkup pekerjaannya adalah pemasangan paket Gas Turbine Compressor (2 x 50%) dengan kapasitas 4.5 MMSCFD di anjungan KLB, modifikasi anjungan KLA, KLB dan KLC di akibatkan oleh adanya penambahan sistem gas lift ini, dan pemasangan 2 pipeline baru berdiameter 4” dan 10” antara anjungan KLA – KLB sejauh 1.0 mil.
2.2.5.
Fasilitas, Lokasi, dan Tata LetakArea operasi PT PHE ONWJ membentang dari Kepulauan Seribu sampai utara Cirebon, selua 8.300 km2 dengan fasilitas meliputi sekitar 700 sumur aktif, 170
platform air dangkal, 375 pipa subsea dengan total sepanjang 1.600 kilometer, dan 40 tempat pengolahan dan fasilitas pelayanan. Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java memiliki tiga Onshore Processing Facility (ORF), yaitu ORF Muara Karang, ORF Tanjung Priok, dan ORF Cilamaya, dengan satu Onshore Processing Facility (OPF) yang terdapat di Balongan. Terdapat pula satu floating production and storage unit yaitu Ardjuna FPSO (Floating Production Storage and Offloading).
Pertamina Hulu Energi ONWJ memusatkan proses produksinya di lapangan-lapangan lepas pantai, dengan 10 flow station, 37 platform dan lebih dari 150 NUI (Normally Unmanned Installation) yang berada di blok ONWJ. Tabel 2.2 menunjukkan koordinat dari beberapa flow station Offshore North West Java sedangkan Gambar 2.3 merupakan peta yang memberikan gambaran alur produksi PHE ONWJ saat periode kerja praktik berlangsung
Tabel 2.2.1. Koordinat Lokasi Flow Station
No. Lokasi
Koordinat
Deskripsi
20 1 Zulu 05 0 22’ 30” 1070 01’ 30” West Section 2 Papa 05 0 46’ 00” 1070 01’ 30” West Section 3 Mike-Mike 05 0 52’ 20” 1070 01’ 30” West Section 4 Bravo 05 0 54’ 51” 1070 01’ 30” East Section 5 Lima 05 0 53’ 45” 1070 01’ 30” West Section 6 KLA 06 0 02’ 49” 1070 01’ 30” West Section 7 Central Plant 05 0 54’ 50” 1070 01’ 30” East Section 8 Echo 05 0 54’ 42” 1070 01’ 30” East Section 9 Foxtrot 06 0 01’ 20” 1070 01’ 30” East Section 10 Uniform 06 0 06’ 16” 1070 01’ 30” East Section
Aliran minyak dari beberapa flow station akan dialirkan melalui pipa bawah tanah dan akan berpusat di Central Plant. Minyak akan diolah di Central Plant dan dialirkan ke FPSO (Floating Production Storage Offloading) Arco Ardjuna yang dilengkapi dengan dua SPM (Single Point Mooring) untuk penjualan minyak ke pihak ketiga.
Untuk aliran gas dari beberapa flow station akan dialirkan dan berpusat di dua flow station, yaitu Central Plant dan di Papa F/S. Aliran gas dari olahan Central Plant akan dialirkan menuju ORF Cilamaya, sedangkan aliran gas dari Papa F/S akan dialirkan ke ORF Muara Karang lalu menuju ke ORF Tanjung Priok. OPF Balongan mendapatkan pasokan gas dari NUI-NUI di area GG F/S.
21 Gambar 2.2.1. Pipeline map
23
BAB III
KEGIATAN KERJA PRAKTIK
3.1.
Kegiatan Office
PT. PERTAMINA (Persero) merupakan perusahaan yang sangat mengutamakan keselamatan para pekerjanya sehingga pada awal kedatangan penulis diberikan briefing singkat terkait standar operasi K3 dan peraturan-peraturan tata tertib di lingkungan komplek perusahaan. Setelah itu, penulis melakukan verifikasi berkas lalu diarahkan untuk membuat ID Card sebagai tanda pengenal resmi di lingkungan komplek perusahaan. Kemudian setelah semua prosedur selesai dilakukan, penulis ditempatkan sesuai dengan kebijakan pihak PT. PERTAMINA (Persero) berdasarkan tema kerja praktik dan kebutuhan perusahaan bertempat di bagian Facility and Integrity di divisi pipeline yang berlokasi di gedung F Arkadia.
Facility and Integrity pada PT PHE ONWJ memiliki adil dalam melakukan inspeksi pada berbagai komponen yang bermasalah dan melakukan perbaikan pada komponen yang menghambat proses operasi produksi baik secara keseluruhan maupun pada beberapa bagian operasi. Salah satu komponen penting yang berpengaruh pada proses produksi adalah pipeline. Pipeline adalah komponen yang cukup rentan terhadap berbagai macam gangguan, melihat posisi keberadaan pipeline yang bedada di bawah laut sehingga mengakibatkan sulitnya untuk melihat kondisi dan keadaan pipeline itu sendiri. Pipeline merupakan bagian utama dari proses produksi karna berfungsi untuk menyalurkan fluida dari satu tempat ke tempat lain sehingga jika mengalami kerusakan akan berdampak besar pada proses produksi.
Permasalahan yang terjadi pada pipeline tentunya akan mengakibatkan penurunan kekuatan dari pipeline tersebut yang dapat menyebabkan kebocoran pada pipeline itu sendiri, sehingga dapat mengalami penurunan proses produksi yang dihasilkan oleh pipeline tersebut. Sehingga pada masalah ini penulis bertujuan untuk mencari nilai MAOP (Maximum Allowable Operating Pressure) untuk mengetahui kekuatan dari pipeline yang sudah beroperasi puluhan tahun.
3.1.1.
Daily routineSelama melakukan program Kerja Praktik di PT. PHE ONWJ, penulis melakukan rutinitas sehari-hari di office untuk melakukan pembelajaran dan pengerjaan tugas yang telah diberikan oleh pembimbing institusi.
Kegiatan kerja praktik banyak memberikan banyak ilmu baru bagi penulis, diantaranya adalah:
24 2. Ilmu tentang pipeline bawah laut
3. Pipeline inspection 4. Pipeline maintenance 5. Pipeline repair 6. Flow Assurance
7. Maximum Allowable Pressure pada pipa
Selain banyak ilmu baru yang didapatkan selama kegiatan sehari-hari, ada juga kegiatan lain yang dilakukan di office yaitu Biweekly meeting & Sharing Session
3.1.2.
Bi-Weekly meeting & Sharing SessionKegiatan ini rutin dilakukan setiap minggunya, dilakukan bergantian setiap hari selasa. Topik bahasan dalam BiWeekly meliputi tentang laporan dan perkembangan program yang ada dalam perusahaan. Lalu sharing session topik pembahasannya adalah tentang ilmu atau informasi khusus mengenai hal-hal yang terdapat dalam industri migas seperti korosi, cara memindahkan minyak, maupun hal menarik lainnya.
3.2.
Kegiatan Site Visit
3.2.1.
PendahuluanPT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java memiliki berbagai fasilitas untuk mengolah minyak dan gas. Meskipun PT PHE ONWJ memusatkan produksi minyak dan gas pada Offshore Production Facility, fasilitas onshore juga dibutuhkan untuk menyalurkan hasil produksinya kepada pembeli, yang disebut dengan Onshore Receiving Facility. PT PHE ONWJ memiliki tiga Onshore Receiving Facility, antara lain ORF Muara Karang, ORF Tanjung Priok, dan ORF Cilamaya. Pada kesempatan kerja praktik ini, penulis bersama rekan-rekan kerja praktik melakukan site visit ke salah satu fasilitas milik PT PHE ONWJ, yaitu ORF Muara Karang.
ORF Muara Karang merupakan fasilitas penerima produksi gas alam, yang berfungsi untuk meneruskan gas alam untuk dijual kepada konsumen, yaitu PT PJB (Pembangkit Jawa Bali) Muara Karang. PT PJB Muara Karang merupakan anak perusahaan dari PT PLN (Perusahaan Listrik Negara). ORF Muara Karang terletak pada kawasan PT PJB Muara Karang di Pluit, Jakarta Utara. ORF Muara Karang menerima gas alam dari Offshore Production Facility Papa Flow Station, tepatnya dari platform PCP (Papa Central Process), yang didistribusikan dengan menggunakan pipa PCP-MK dengan diameter 26” sepanjang 31 mil. Laju alir gas yang diterima di ORF Muara Karang kini sekitar 17-20 MMSCFD, setara dengan energi sekitar 20 MMBtu dengan tekanan 350 psig. ORF Muara Karang ini telah mendapatkan sertifikasi ISO
25 14001 sejak Oktober 2008, sertifikasi ISO 50001 sejak Agustus 2014, dan sertifikasi OHSAS 18001 sejak Januari 2015.
PT PHE ONWJ juga memiliki ORF Tanjung Priok, yang berfungsi sebagai fasilitas penerima produksi gas untuk dijual kepada PT PJB Tanjung Priok. ORF Tanjung Priok seharusnya menerima suplai gas dari ORF Muara Karang, tapi saat ini ORF Muara Karang sudah tidak mensuplai gas ke ORF Tanjung Priok karena laju alir gas yang tersedia sudah tidak cukup untuk mensuplai PT PJB Tanjung Priok, sehingga kebutuhan gas disuplai dari perusahaan lain.
Gambar 3.2.1. Lokasi ORF Muara Karang
3.2.2.
Unit pada ORF Muara KarangPig Receiver (MK-R-50-01)
Pig Receiver pada ORF Muara Karang berfungsi untuk menerima pig dari platform PCP ketika sedang dilakukan maintenance pada pipeline PCP-MK.
Inlet Slug Catcher (MK-V-51-01)
Unit ini berfungsi untuk memisahkan kandungan kondensat dari gas alam yang mungkin terbentuk selama proses pendistribusian dari platform PCP. Produk gas dari slug catcher kemudian dialirkan menuju filter separator, sedangkan produk liquid yang berupa kondensat dialirkan menuju liquid holding tank.
Filter Separator (MK-V-54-01)
Filter Separator berfungsi untuk menyaring komponen pengotor berupa padatan yang terkandung di dalam produk gas alam. Filter separator memiliki 6 lapisan filter
26 untuk menyaring komponen pengotor sampai pada ukuran 0,1 μm. Filter separator juga berfungsi untuk memisahkan sisa kondensat yang mungkin masih terkandung dalam produk gas alam, dimana kondensat tersebut juga akan dialirkan menuju liquid holding tank.
Pig Launcher (MK-L-56-01)
Pig Launcher pada ORF Muara Karang berfungsi untuk meluncurkan pig menuju ORF Tanjung Priok ketika sedang melakukan maintenance pada pipeline MK-TP. Pipeline ini juga digunakan untuk mengirim produk gas dari unit inlet slug catcher ketika unit filter separator pada ORF Muara Karang sedang dalam kondisi shut-down untuk maintenance.
Liquid Holding Tank (MK-T-57-01)
Liquid Holding Tank berfungsi untuk menampung kondensat yang didapat dari hasil proses pemisahan pada slug catcher dan filter separator. Kondensat akan di-storage terlebih dahulu sebelum dipompa menuju truk pengangkut kondensat.
Slop Pump (MK-P-58-01)
Slop pump digunakan untuk memompa kondensat dari liquid holding tank menuju truk pengangkut kondensat untuk dibawa ke PT PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri) untuk dilakukan proses pengolahan limbah.
3.2.3.
Proses pada ORF Muara KarangGas alam dikirim dari platform PCP dengan menggunakan pipeline MGL degan ukuran 26” sepanjang 31 mil. Gas alam yang diterima di ORF Muara Karang langsung masuk menuju ke unit Slug Catcher (M-V-51-1) untuk memisahkan kondensat yang mungkin terbentuk selama proses pendistribusian dari produk gas. Slug catcher juga berfungsi untuk memisahkan fluida liquid berupa air yang terkadang masih sering didapatkan pada aliran produk gas.
Setelah gas alam diseparasi pada slug catcher, gas alam dialirkan menuju Filter Separator (MK-V-54-01) untuk dilakukan proses penyaringan gas dari zat pengotor berupa padatan yang tersisa sampai dengan ukuran 0,1 μm. Filter separator juga berfungsi untuk memastikan bahwa tidak terdapat kondensat yang mungkin masih tersisa pada produk gas alam. Setelah gas alam disaring pada filter separator, kemudian gas alam dilakukan metering untuk mengukur berapa banyak gas alam yang dijual kepada konsumen.
Sebelum di-metering, terdapat alat control valve yang biasa disebut dengan Harp Valve, yang berfungsi untuk mengontrol laju alir gas yang dijual kepada konsumen. Harp valve juga berfungsi untuk memastikan aliran gas tidak turbulen sebelum dilakukan metering
Metering dilakukan untuk mengukur berapa banyak gas alam yang dijual kepada konsumen, dengan cara mengonversi aliran gas alam dari satuan laju alir ke dalam satuan energi, yaitu BTU. Untuk mengonversi menjadi satuan energi, gas alam dikalikan dengan nilai heating value-nya. Heating value dari produk gas alam dapat berubah-ubah, bergantung pada komposisinya. Nilai heating value dari suatu senyawa
27 hidrokarbon berbeda-beda, dimana semakin panjang rantai senyawa hidrokarbon, semakin besar pula nilai heating value-nya. Maka dari itu, tahapan metering juga dilengkapi oleh gas chromatogram yang berfungsi untuk mengetahui komposisi gas alam yang akan dijual. Komposisi gas alam yang dikirim pun juga disesuaikan antara gas ringan dan gas berat, sehingga harga jual gas tersebut tidak mengalami fluktuasi. Setelah dilakukan metering, produk gas komersial langsung dikirim ke konsumen, yaitu PT PJB Muara Karang dengan menggunakan pipeline. Namun untuk kondisi sekarang, produk gas yang dikirim dari platform PCP sudah tidak banyak seperti dulu, sehingga sebelum dikirimkan kepada konsumen, produk gas alam miliki PT PHE ONWJ dicampur atau di-commingle terlebih dahulu dengan produk gas alam milik PT Nusantara Regas agar dapat memenuhi kebutuhan konsumen, yaitu PT PJB.
29
BAB IV
HASIL KERJA PRAKTIK
4.1.
Data Pipeline MOL BPRO – Junction 2019
Sebelum melakukan inspeksi, sebaiknya mengetahui informasi
dasarnya.Data Pipeline MOL BPRO – Junction ini diambil dari database
milik perusahaan.
Status : Active
Content : MOL (Oil) Diamater : 16 Inch
Grade : API 5L X-52
OP : 70 Psig
MOP : 91 Psig
PL Delivery : 9888 BOPD
Water Depth : 39,78 Meter – 41,15 Meter Year Built : 1976
Age : 43 Years
Design Life : 25 Years
Type : ERW/SAWL
Corrosion Coat. : 3/16" D&W Corrosion Rate : 0,20053 mm/yr Most Corrosion : Internal Corrosion Regular pigging : Yes
Chem. Injection : Yes Chem. Type : WCI
30 Gambar 4.1.1. Bravo Flow Station Area Map
Gambar 4.1.2. Central Plant & NGL Flow Statin Area Map
Pada tahun 2014, pipeline ini telah di inspeksi menggunakan metode ILI ( In-Line Inspection) dengan Smart Pig MFL (Magnetic Flux Leakage). Dari hasil inspeksi yang telah dilakukan, terdapat beberapa spot yang terkena internal maupun eksternal corrosion. Dari beberapa titik yang ada, didapatkan spot terparah dengan korosi sebesar 50% dari NWT (nominal wall thickness). Oleh karena itu, spot tersebut merupakan weak point dari pipeline ini dan dijadikan acuan untuk penghitungan dan penentuan MAOP.
31 Gambar 4.1.3. Hasil Inspeksi menggunakan ILI MFL
Gambar 4.1.4. Informasi tambahan mengenai spot korosi terdalam
Dari hasil inspeksi menggunakan ILI MFL didapatkan internal korosi sebesar 50%, namun demi menjaga keamanan pipeline maka penulis menambahkan faktor tool correction sebesar 10%. Jadi dalam perhitungan laporan ini penulis menentukan bahwa pada tahun 2014, korosi yang paling parah adalah sebesar 60% dari NWT.
Tabel 4.1.1. Hasil Inspeksi
Metal loss 60%
Corrosion Length 61 mm ≈ 2,4016 inch Actual Wall Thickness 0.20 inch
32
4.2.
Perhitungan MAOP pada Pipeline MOL BPRO – Junction 2019
4.2.1.
Perhitungan dengan menggunakan standar ASME B 31.4 & B 31.8 (2016)• Current wall thicknes pada tahun 2019
𝑇𝑜 = 𝑁𝑊𝑃 − ((2019 − 1976) × 𝐶𝑜𝑟𝑟𝑜𝑠𝑖𝑜𝑛 𝑅𝑎𝑡𝑒)
𝑇𝑜= 0,5 𝑖𝑛𝑐ℎ − ((2019 − 1976) × 0,007895 in/yr)
𝑇𝑜= 𝟎, 𝟏𝟔𝟎𝟓 𝒊𝒏𝒄𝒉 (32,11% dari NWT)
• Maximum Allowable Operating Pressure pada tahun 2019 𝑃 = (2 × 𝑆𝑀𝑌𝑆 × 𝑡 × F × E × T
D )
P = Design Pressure
SMYS = Specified Minimum Yield Strength To = Current Wall Thickness
F = Design Factor E = Joint Factor
t = Temperature Derating Factor
P = (2 × 52000 × 0,1605 × 0,6 × 1 × 1
16 )
𝑃 = 𝟔𝟐𝟓, 𝟗𝟓 𝑷𝒔𝒊𝒈
Dari hasil perhitungan dengan dengan menggunakan standar ASME B 31.4 & B 31.8 (2016) diatas, didapatkan bahwa MAOP pipeline BPRO-Junction pada tahun 2019 sebesar 625,95 Psig.
4.2.2.
Perhitungan dengan standar ASME B 31G (1991)• A Value
𝐴 = 0,893 ( 𝐿𝑚 √𝐷 𝑇)
33 Dimana:
𝐿𝑚 = Length of corroded area
D = Pipe Outside diameter 𝑡 = Pipe current wall thickness
𝐴 = 0,893 × ( 2,4016 √16 × 0,1605 ) 𝐴 = 1,3433
• Maximum Allowable Operating Pressure pada tahun 2019 Jika A < 4 𝑃′ = 1.1 𝑃 [ 1 − 2 3 ( 𝑑 𝑡 ) 1 −23 ( 𝑑 𝑡√𝐴2+ 1) ] Jika A > 4 𝑃′= 1.1 𝑃 (1 −𝑑 𝑡) Dimana :
P’ = Maximum Pressure On Corroded Area P = Design Pressure
d = Corrosion Depth
𝑡 = Pipe Current Wall Thickness
𝐴 = A Value
Berdasarkan perhitungan A value, diapatkan A sebesar 1,3433. Maka untuk menghitung MAOP, penulis menggunakan rumus untuk A < 4.
𝑃′= 1.1 × 625,95 × [ 1 − (23 × (0,33950,1605)) 1 − (23 × ( 0,3395 0,1605 × √1,34332+ 1)) ] 𝑃′= 𝟓𝟖𝟗, 𝟔𝟏 Psig
34 Dari hasil perhitungan dengan dengan menggunakan standar ASME B 31.G (1991), didapatkan bahwa MAOP pipeline BPRO-Junction pada tahun 2019 sebesar 589,61 Psig.
4.3.
Pemilihan MAOP
Setelah menghitung MAOP menggunakan dua standar yang berbeda, didapatkan pula hasil yang berbeda dan memiliki selisih yang cukup signifikan
Pada Tahun 2019:
• Wall thickness = 0,1605 𝑖𝑛𝑐ℎ (32,11% dari NWT) • ASME B 31.4 & ASME B 31.8 = 625,95 Psig
• ASME B 31G = 589,61 Psig
Dari kedua hasil perhitungan tersebut, penulis memilih hasil perhitungan dengan standar ASME B 31G sebesar 589,61 Psig sebagai MAOP yang digunakan pada tahun 2019. Karena hal ini menyangkut keamanan & keselamatan, maka MAOP terkecil lah yang harus dipilih sebagai langkah yang tepat untuk mengedepankan keamanan &
36
BAB V
TINJAUAN TEORITIS
5.1.
Pipeline
5.1.1.
Pengenalan pipelineKadang kala antara sumber dengan unit pengolahan tidak berada satu tempat. Misalnya, unit pengolahan (refinery) berada sangat jauh dari tempat dimana sumber fluidanya berada, oleh karenanya perlu di buat jalur pemipaan yang menghubungkan dua fasilitas tersebut, hal tersebut di kenal dengan pipeline.
Terminology pipeline diartikan sebagai jaringan dari pipa air, limbah (sewage), gas atau hidrokarbon fluida dari sumber (contohnya reservoirs, steam plant, oil and gas wells, refineries) yang dialirakan ke distributor. Dengan system pipeline, biasanya pipa akan melalui jarak ratusan hingga ribuan meter, ia menghubungkan satu fasilitas ke fasilitas lainya yang tidak jarang juga menghubungkan antar Negara. Pipa tersebut dapat di letakan di atas tanah (above ground), di dalam tanah (under ground) atau bahkan di dalam laut (subsea)
5.1.2.
Material / jenis pipaDalam penggunaan suatu pipa, material dasar & jenis pipa ditentukan oleh kebutuhan operasi suatu system pipa / pipeline. Hal ini dilakukan agar spesifikasi suatu pipa sesuai dengan kebutuhan dan memenuhi standar.
Gambar 5.1.1. Material dan jenis pipa
37 Dalam suatu sistem pipeline terdapat komponen lain yang terhubung / terpasang pada pipa.
• Valve
Valve berfungsi untuk mengatur, mengarahkan, atau mengontrol aliran pada pipa
Gambar 5.1.2. Tipe valve pada pipa
• Subsea tie-in
Subsea Tie-in adalah komponen penting dalam instalasi pipeline bawah laut. Mereka menyediakan koneksi yang aman dan anti bocor antara infrastruktur bawah laut dengan flowlines, umbilicals, moduls, dan jaringan pipa baik vertical maupun horizontal.
Gambar 5.1.3. Horizontal subsea tie-in
Setiap Tie-in dan connection point memerlukan beberapa bentuk base structure bawah laut. Base ini dapat berada pada struktur sumur tunggal, manifold, atau struktur individual lainnya seperti Riser Base, Pipeline
38 End Manifold (PLEM), Pipeline End Termination (PLET), atau In-line Tee. Struktur individual ini juga dapat berisi komponen seperti isolation valves, gas-lift valves, wyes, pig-launchers and sensors.
• Tee
Tujuan utama dari Tee adalah untuk membuat cabang 90 ° dari pipa utama.
Equal Tee (atau tee lurus) antara head dengan branch nya memiliki dimensi diameter yang sama. Untuk Reducing Tee antara head dengan branchnya memiliki diameter yg berbeda, (lebih kecil pada branchnya)
Gambar 5.1.4. Tee • Pigabble Wye
Tujuan utama dari pigabble wye adalah untuk menyediakan pipeline konektor yang memungkinkan melakukan pekerjaan pigging kompoen tersebut.
Gambar 5.1.5. Piggable Wye
39 Flanges adalah sambungan pipa yang berfungsi untuk menyambungkan pipa dengan pipa, pipa dengan valves, dan pipa dengan fittings.
Gambar 5.1.6. Flanges
5.2.
PIMS
5.2.1.
Pengenalan PIMSYang dimaksud dengan PIMS (Pipeline Integrity Management System) adalah suatu sistem yang mengatur tentang integritas pipeline.
PHE ONWJ memiliki 195 pipeline bawah laut yang masih aktif dari total sekitar 426 pipa bawah laut, dan sebagian telah dioperasikan selama lebih dari 20 tahun. Untuk memastikan integritas jaringan pipa dan juga keamanan produksi MIGAS, sebuah Integritas Pipeline haruslah tetap dijaga.
Sistem Manajemen harus dikembangkan dan diimplementasikan dengan benar. Dengan implementasi PIMS, risiko pipa dapat dipertahankan dengan baik hingga tingkat yang dapat diterima dalam hal keamanan, lingkungan, dan ekonomi.
Program Manajemen Risiko dan Integritas Pipa dimaksudkan untuk manajemen, staf, pengawas, dan operator lapangan. Oleh karena itu, mengelola integritas pipa menjadi sangat penting dan membutuhkan sistem terintegrasi yang efektif.
Sistem manajemen integritas pipa (PIMS) terdiri dari: 1. Perencanaan
2. Pengorganisasian 3. Pelaksanakan
40 Melalui inspeksi & pemantauan, program pemeliharaan, dan perbaikan, pipeline dapat dioperasikan dengan aman dan andal untuk digunakan dengan normal.
Sejalan dengan tujuan perusahaan. PIMS diintegrasikan melalui peran yang ditentukan dan tanggung jawab ke dalam operasi sehari-hari, pemeliharaan, manajemen teknik dan keputusan operator.
Prioritas dan manajemen risiko menjadi elemen kunci dalam mengelola integritas pipeline. Risiko harus dikelola dan dikurangi ke tingkat yang dapat diterima dan integritas mekanik harus dipertahankan dengan menyiapkan rencana inspeksi yang sesuai dan strategi perawatan yang tepat
Tujuan utama dari PIMS:
1. Untuk menyediakan strategi inspeksi, pemeliharaan dan perbaikan (IMR) sebagai skema untuk mengelola risiko dan integritas komponen pipeline
2. Sebagai bagian dari kebutuhan perusahaan untuk meningkatkan efisiensi produksi 3. Untuk memberikan kejelasan tentang status integritas pipeline
5.2.2.
ScopePIMS memiliki scope tertentu dalam implementasinya, yaitu sebagai berikut:
1. Pipeline Top Side Component (Pig Trap) adalah bagian yang terletak dari Pig Barrel (dan komponen lain yang terpasang) hingga Riser AWL (diatas permuakaan air).
2. Riser AWL adalah bagian yang terletak dari katup isolasi pertama setelah Pig Trap hingga ke garis permukaan air.
3. Riser BWL (dibawah permukaan air) adalah bagian yang terletak dari permukaan air hingga Flange terakhir Riser bottom bend.
4. Subsea Pipeline adalah bagian yang terletak dari Flange terakhir Outgoing Riser bottom bend hingga Flange pertama Incoming Riser bottom bend.
5. Subsea Tie-in adalah sistem koneksi mekanikal untuk menghubungkan pipeline dengan pipeline yang lainnya.
41 Gambar 5.2.1. Pipeline Integrity Management System Scope
5.3.
Inspeksi
5.3.1.
Pengenalan inspeksiPenilaian risiko & perencanaan IMR adalah kegiatan utama untuk memberikan strategi jangka panjang dan fundamental pada atasan tingkat dan harus normatif untuk kontrol integritas dan integritas kegiatan perbaikan.
Selain itu, ini memberikan keduanya rencana inspeksi dan rencana tahunan sebagaimana dijelaskan pada kriteria penerimaan yang ditetapkan, dan evaluasi seluruh proses untuk tujuan perbaikan berkelanjutan.
Selain itu daftar kerusakan / anomali khas terkait dengan ancaman berbeda. Bahwa kerusakan primer dapat berkembang menjadi kerusakan sekunder. Misalnya. kerusakan pihak ketiga dapat menyebabkan degradasi dari lapisan yang dapat menyebabkan korosi internal
42
5.3.2.
Jenis• ILI (In-Line Inspection)
Pada metode ILI alat yang digunakan adalah smart pigs, yaitu alat yang dirancang untuk memeriksa kondisi dinding pipa tanpa mengganggu pengoperasian pipa.
ILI adalah metode pemeriksaan yang lebih disukai yang mudah dilakukan untuk semua pipa yang piggable, karena alat-alat ILI mampu mendeteksi anomali untuk seluruh panjang pipa.
Alat ILI dapat digunakan untuk mendeteksi:
1. Metal loss, seperti area korosi (permukaan pipa internal /eksternal) dan kerusakan mekanis pada saluran.
2. Pipe deformation, seperti dents, wrinkles, or ovality issues Magnetic Flux Leakage (MFL)
Ini adalah teknik pengujian nondestruktif yang menggunakan sensor sensitif magnetik untuk mendeteksi medan kebocoran magnetik pada permukaan internal dan eksternal pipa dengan menggunakan pigs.
Gambar 5.3.1. Smart Pigs ILI MFL Ultrasonic Testing (UT)
Ultrasonic Technology (UT) adalah tipe nondestructive examination (NDE) yang menggunakan gelombang ultrasonik pendek dan frekuensi tinggi untuk mengidentifikasi cacat pada suatu bahan.
Umumnya bekerja dengan memancarkan gelombang ke material. Dengan mengukur gelombang ini, sifat-sifat material dan kelemahan internal dapat diidentifikasi
UT harus dijalankan dalam cairan. Beberapa alat UT dapat dioperasikan dalam slug di saluran gas, tetapi pada dasarnya alat ini paling cocok untuk saluran cairan. UT pig memiliki akurasi 1mm dari kedalaman cacat dan 3-8mm untuk ukuran cacat.
43 Gambar 5.3.2. Smart Pigs ILI UT
• GVI (General Visual Inspection)
GVI tidak akan mencakup pembersihan tetapi akan menunjukan sebagian besar ancaman kondisi eksternal ke pipa termasuk kerusakan lapisan / isolasi, kondisi anoda, kebocoran, dll.
Tujuannya adalah untuk mengungkapkan kerusakan parah pada sistem. Anomali yang ditemukan dapat dikenakan pemeriksaan yang lebih rinci.
General Visual Inspection dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: 1. Inspeksi yang dilakukan oleh ROV.
2. Inspeksi yang dilakukan oleh penyelam.
• GVI XTD (Extended Visual Pipeline survey)
Metode GVI XTD akan menggambarkan jenis anomali yang sama seperti GVI, tetapi dengan penambahan memberikan profil rentang yang terperinci dan kedalaman.
GVI XTD memiliki tingkat presisi yang lebih tinggi sehubungan dengan penentuan posisi yang berkaitan dengan sistem kerja pipa.
General Visual Inspection dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: 1. Side-Scan Sonar
2. Electromagnetic Acoustic Transducer (EMAT) 3. Magnetic Tomography (MTM)
45
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan
Kesimpulan yang telah didapat selama kegiatan Kerja Praktik dan pembuatan laporan Kerja Praktik ini adalah, dengan bertambahnya usia, ketebalan awal dinding pipa (NWT) semakin berkurang dan sekarang hanya tersisa 0,1605 inch (32,11%), hal ini dikarenakan adanya korosi baik internal maupun eksternal. Ketebalan dinding pipa mempengaruhi kekuatan sistem pipeline. Berdasakan perhitungan dengan menggunakan standar ASME B 31G (1991), pada tahun 2019 Maximum Allowable Operating Pressure yang ditetapkan sebesar 589,61 Psig.
6.2.
Saran
Berdasarkan kegiatan Kerja Praktik dan pembuatan laporan, penulis memiliki beberapa saran atau masukan.
1. Sebaiknya inspeksi lebih sering dilakukan, mengingat umur pipeline sudah 43 tahun.
2. Jika Maximum Allowable Operating Pressure lebih kecil dari Maximum Operating Pressure, makan harus dilakukan perbaikan pada spot yang menjadi weak point. Bisa dengan pemasangan clamp ataupun penggatian sectional. 3. Jika perbaikan atau penggatian belum memungkinkan untuk dilakukan,
langkah yang harus diambil yaitu menurukan Maximum Operating Pressure dengan melakukan penyesuaian di sisi ingoing dan outgoing.
46
DAFTAR PUSTAKA
PHE ONWJ. 2012. Bravo Operating Envelope. Operating Envelope, No. BRAVO-U-SOP-1037. Jakarta Selatan: PT PHE ONWJ.
PHE ONWJ. 2019. Pipeline Database. Database. Database Risk integrity status Prod Update 310719. Jakarta Selatan: PT PHE ONWJ
PHE ONWJ. 2010. Piping Material Specification. Guidelines. PHEONWJ-X-SPE-0005. Jakarta Selatan: PT PHE ONWJ
PHE ONWJ. 2010. Valve Specification. Guidelines. PHEONWJ-X-SPE-0003. Jakarta Selatan: PT PHE ONWJ
PHE ONWJ. 2010. BPRO Riser UT Inspection. Inspection Report. 1-UT-BPRO-R200-0219_Rev.01. Jakarta Selatan: PT PHE ONWJ
PHE ONWJ. 201. Jaringan pipa bawah laut. Map, ONWJ MAP. Jakarta Selatan: PT PHE ONWJ.
T.D.Williamson. 2014. BPRO to JUNCTION 0.77 km, 16" Crude Oil Pipeline. Inspection Report. PHE 24/25. Jakarta Selatan: PT TDW INDONESIA
American Petroleum Institute. 2007. Specification for Line Pipe. API-5L 2007. United States of America
American Society of Mechanical Engineers. 2016. Pipeline Transportation for Liquids
and Slurries. Standard. ASME B 31.4. United States of America.
American Society of Mechanical Engineers. 2014. Gas Transmission and Distribution
Piping Systems. Standard. ASME B 31.8. United States of America.
American Society of Mechanical Engineers. 1991. Manual for Determining the
Remaining Strength of Corroded Pipelines. Standard. ASME B 31G. United States of
America.
Det Norske Veritas. 2010. Corroded pipelines. Recommended Practice. DNV-RP-F101. Norway
47