• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH UMUR SIMPAN MARMALADE JERUK KEPROK (Citrus nobilis) DALAM KEMASAN BOTOL KACA MENGGUNAKAN METODE ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) PENDEKATAN ARRHENIUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH UMUR SIMPAN MARMALADE JERUK KEPROK (Citrus nobilis) DALAM KEMASAN BOTOL KACA MENGGUNAKAN METODE ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) PENDEKATAN ARRHENIUS"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian.

1.1. Latar Belakang

Tanaman jeruk keprok mempunyai pohon yang rendah, antara 2m - 8m. Ciri khas buah jeruk keprok adalah buahnya tidak bulat benar, tetapi agak papak di ujungnya, warna kulit kuning cerah kemerahan, lebih tebal dan agak kasar, namun justru mudah dikupas. Daging buah banyak mengandung air, berbau enak, rasanya manis atau asam manis, dan tiap-tiap ruang berisi biji. Biji berbetuk bulat telur terbalik, keping bijinya berwarna hijau kuning atau hijau muda mengkilap (Rukmana dkk, 2003).

Buah jeruk keprok kaya akan vitamin C dan mineral zat besi, kalium, gula serta asam sitrat. Makan jeruk secara teratur akan terhindar dari serangan influenza, pendarahan, serata berfungsi sebagai diuretic dan tonikum bagi jantung. Buah jeruk keprok juga bermanfaat menurunkan tekanan darah, menghentikan pendarahan, memperkuat dan mengaktifkan permeabilitas kapiler darah, menurunkan suhu badan dan menenangkan pikiran, melawan penyakit kangker serta membantu mematikan bakteri atau jamur (Rukmana dkk, 2003).

Jeruk merupakan salah satu tanaman buah-buahan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Sifat yang tidak menguntungkan dari jeruk adalah buah tidak tahan simpan dan mudah sekali rusak dalam trasportasi. Penanganan dengan cara

(2)

pengolahan dapat memperpanjang umur simpan, memperluas jangkauan pemasaran serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Hal ini memungkinkan pada saat bukan musimnya kita dapat menikmati cita rasa buah segarnya. Salah satu cara pengawetan pengolahan buah jeruk yaitu dengan cara diolah menjadi marmalade (Rukmana dkk, 2003).

Menurut Desrosier (1988) dalam Jariyah dkk, marmalade merupakan produk yang menyerupai selai dibuat dari sari buah beserta kulitnya dengan gula. Sama seperti halnya selai, campuran daging buah, albedo, gula dan pektin ini dikentalkan hingga membentuk struktur gel, dengan standar yang sama tetapi dengan penambahan irisan kulit jeruk. Menurut Sarwono (1999) dalam Jariyah dkk, marmalade adalah makanan semi padat yang dibuat dari sari buah jeruk ditambah dengan cincangan kulit buah jeruk. Makanan semi padat ini bisa kental karena mengandung gel dan pektin.

Menurut SNI 01-4467-1998 marmalade adalah produk makan semi basah. Dibuat dari campuran sari buah jeruk, cacahan kulit jeruk dan gula dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan.

Keseimbanagan komposisi antara pektin, asam dan gula pada pembuatan marmalade perlu diperhatika agar terbentuk marmalade dengan konsentrasi seperti jelly. Buah-buahan dengan kandungan pektin dan asam yang cukup tinggi seperti buah jeruk, tidak memerlukan penambahan pektin atau asam dari luar (Tranggono, 1989).

Pengemasan produk untuk memberikan perlindungan yang aman hingga penyajian. Beberapa sifat fisika-kimia produk dipastikan akan sangat erat

(3)

berkaitan dengan penyimpanan dan masa simpan. Aspek keamanan pangan yang mungkin terjadi berkaitan dengan pengemasan adalah bahan kimia pengawet, kebocoran, kegagalan pengawetan, kontaminasi container, pengaruh atmosfer bebas, dan kemungkinan respirasi produk (Syarief, 1989).

Menurut Indayati (2013) pengemasan adalah proses pembungkusan, pewadahan atau pengepakan suatu produk dengan menggunakan bahan tertentu sehingga produk yang ada di dalamnya bisa tertampung dan terlindungi. Sedangkan kemasan porduk adalah bagian pembungkus dari suatu produk yang ada di dalamnya. Pengemasan ini merupakan salah satu cara untuk mengawetkan atau memperpanjang umur simpan dari produk-produk pangan atau makanan yang terdapat di dalamnya.

Kemasan produk dan labelnya selain berfungsi seagai pengaman produk yang terdapat di dalamnya juga berfungsi sebagai media promosi dan informasi dari produk yang bersangkutan. Kemasan produk yang baik dan menarik akan memberikan nilai tersendiri sebagai daya tarik bagi konnsumen (Indayati, 2013).

Menurut Setiawan (2005) dalam Fitria M, Informasi umur simpan merupakan salah satu informasi yang wajib dicantumkan oleh produsen pada kemasan produk pangan. Pencantuman informasi umur simpan menjadi sangat penting karena terkait dengan keamanan produk pangan tersebut dan untuk menghindari pengkonsumsian pada saat kondisi produk sudah tidak layak dikonsumsi. Kewajiban produsen untuk mencantumkan informasi umur simpan ini telah diatur oleh pemerintah dalam UU Pangan tahun 1996 serta PP Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dimana setiap industri pangan wajib

(4)

mencantumkan tanggal kadaluarsa (umur simpan) pada setiap kemasan produk pangan.

Menurut Bucil (2012), umur simpan adalah periode waktu dimana makanan atau minuman yang diproduksi masih dapat dikonsumsi. Kadaluarsa adalah waktu dimana makanan atau minuman yang diproduksi sudah tidak boleh dikonsumsi lagi. Parameter dari umur simpan dan kadaluarsa terdiri dari banyak faktor, seperti bahan pengemas, bahan pangan itu sendiri dan lingkungan.

Menurut Syarif R dan H. Halid (1993), umur simpan dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu secara empiris dan pemodelan matematika. Cara empiris dilakukan secara konvensional, yaitu disimpan pada kondisi normal hingga terjadi kerusakan produk. Permodelan matematika dilakukan penyimpanan denagan kondisi dipercepat dan diperhatikan titik kritis produk. Contoh permodelan matematika adalah Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) dan Accelerated

Storage Studies (ASS). Metode ASLT dapat dilakukan menggunakan model

Arrhenius.

Oleh karena itu penelitian ini ditujukan untuk menduga umur simpan dari produk marmalade jeruk keprok, dalam kemasan botol kaca menggunakan model

Arrhenius.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasi yaitu berapa lama umur simpan dari produk marmalade jeruk keprok dalam kemasan botol kaca pada suhu penyimpanan yang berbeda-beda menggunakan model Arrhenius.

(5)

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memprediksi umur simpan produk marmalade jeruk keprok dalam kemasan botol kaca, melalui evaluasi perubahan kimia, biologi dan fisika dengan perlakuan suhu penyimpanan yang berbeda menggunakan model Arrhenius.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terutama untuk memberikan informasi dan referensi mengenai penentuan umur simpan produk marmalade jeruk keprok yang dikemas dengan menggunakan kemasan botol kaca. 1.5. Kerangka Pemikiran

Untuk membuat marmalade menurut Desrosier (1988) dalam Jariyah dkk, terdapat 4 substansi penting untuk membuat suatu gel yaitu, sari buah jeruk, pektin, asam, gula dan air. Kondisi optimal untuk pembentukan gel adalah kadar pektin 0,75% - 1,5%, kadar gula 65% - 70% dan kisaran pH 3,2 - 3,5. Menurut Anonymus (2004) dalam Jariyah dkk, pembentukan gel terjadi hanya dalam satu rentang pH yang sempit. Kondisi pH yang optimum untuk pembentukan gel berada dekat dengan pH 3,2. Bila pH lebih rendah maka kekuatan gel menurun, di atas pH 3,5 tidak ada kesempatan pembentukan gel.

Menurut Desrosier (1988), beberapa jenis buah-buahan secara alami memiliki kandungan pektin yang cukup tingggi. Buah-buahan yang akan matang

(ripe) mengandung pektin yang cukup banyak. Kandungan pektin akan menurun

seiring dengan semakin matangnya buah karena adanya enzim yang memecah pektin menjadi asam pektat dan alkohol. Oleh karena itu, untuk memperoleh

(6)

pektin yang cukup sebaiknya buah yang digunakan dikombinasikan antara yang setengah matang dengan matang penuh. Pembuatan marmalade yang menggunakan buah dengan kandungan pektin yang tinggi tidak memerlukan tambahan pektin dari luar.

Syarief dan Halid (1993), menyatakan bahwa perubahan mutu makanan terutama dapat diketahui dari perubahan faktor mutu tersebut, oleh karenanya dalam menentukan daya simpan suatu produk perlu dilakukan pengukuran terhadap atribut mutu produk tersebut.

Kerusakan bahan pangan selain akibat kerusakan fisik-mekanik dan kerusakan kimiawi, dapat juga akibat kerusakan biologi, terutama mikrobiologi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme antara lain sifat- sifat dari bahan pangan itu sendiri, faktor pengolahan, kondisi lingkungan dari penanganan dan penyimpanan bahan pangan, serta sifat-sifat dari organisme itu sendiri (Buckle, 1987).

Floros dan Ganansekharam (1993) dalam Herawaty (2008), menyatakan terdapat enam faktor utama yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan mutu atau kerusakan pada produk pangan yaitu massa oksigen, uap air, cahaya, mikroorganisme, kompresi atau bantingan, dan bahan kimia toksik atau off-flavor.

Arpah (2010), menyatakan bahwa pertumbuhan mikroba pada produk pangan dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinstik mencangkup kasaman (pH), aktivitas air (aw), aquilibrium humidity (Eh),

(7)

ekstrinsik meliputi suhu penyimpanan, kelembaban relatif, serta jenis dan jumlah gas pada lingkungan.

Stabilitas produk pangan dihubungkan dengan mudah tidaknya produk mengalami perubahan. Produk pangan mengalami penurunan mutu apabila terjadi perubahan fisik, kimia, mikrobiologi, enzimatis, maupun organoleptik yang berpotensi menurunkan mutu. Tingkat penurunan mutu dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan sedangkan kecepatan penurunan mutu dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan seperti suhu, intensitas cahaya, konsentrasi O2 dan CO2, kelembaban relatif, dan tekanan (Arpah, 2001).

Kemasan juga memiliki peran dalam mempertahankan mutu dari produk marmalade jeruk keprok. Buckle (1987), menyatakan kemasan yang dapat digunakan sebagai wadah penyimpanan harus memenuhi beberapa persyaratan, yakni dapat mempertahankan mutu produk supaya tetap bersih serta dapat memberikan perlindungan terhadap kotoran, pencemaran, kerusakan fisik serta dapat mencegah atau menahan perpindahan gas dan uap air.

Menurut penelitian Novi dkk (2014), menyatakan bahwa produk manisan kolang kaling basah yang merupakan produk pangan berkadar gula tinggi dan memiliki kadar air tinggi, memiliki umur simpan yang lebih lama bila dikemas dalam kemasan botol kaca dibandingkan dengan yang dikemas menggunakan plastik PP dan cup plastik. Selain itu juga jenis kemasan botol kaca dapat mempengaruhi nilai organoleptik aroma dari produk manisan kolang kaling basah. Menurut Pradiksa (2012), kelebihan kemasan berbahan dasar kaca antara lain:

(8)

1. Kedap terhadap air , gas, bau-bauan, dan mikroorganisme.

2. Inert dan tidak dapat bereaksi atau bermigrasi ke dalam bahan pangan. 3. Kecepatan pengisian hampir sama dengan kemasan kaleng.

4. Sesuai untuk produk yang mengalami pemanasan dan penutupan secara hermetis.

5. Dapat didaur ulang.

6. Dapat ditutup kembali setelah dibuka.

7. Trasparan sehingga isinya dapat diperlihatkan dan dapat dihias. 8. Dapat dibentuk menjadi berbagai bentuk warna.

9. Memberikan nilai tambah bagi produk.

10.Rigid (kaku), kuat dan dapat ditumpuk tanpa mengalami kerusakan.

Menurut Winarno dan Jenie (1983) dalam Pitasari dkk, tujuan makanan dikemas adalah untuk mengawetkan makanan, yaitu mempertahankan mutu kesegaran, warnanya yang tetap, untuk menarik konsumen, memberikan kemudahan penyimpanan dan distribusi, serta yang lebih penting lagi dapat menekan peluang terjadinya kontaminasi dari udara, air, dan tanah baik oleh mikroorganisme pembusuk, mikroorganisme yang dapat membahayakan kesehatan manusia, maupun bahan kimia yang bersifat merusak atau racun

Ellis (1994) dalam Novita D (2011), untuk mempercepat waktu penentuan umur simpan suatu produk digunakan metode ASLT (Accelerated Shelf Life

Testing) atau metode akselerasi. Pada metode ini kondisi penyimpanan diatur di

luar kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan umur simpan dapat lebih cepat dilakukan. Penggunaan metode akselerasi harus

(9)

disesuaikan dengan keadaan dan faktor yang mempercepat kerusakan produk yang bersangkutan.

Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Untuk jenis makanan kering dan semi basah, suhu percobaan penyimpanan yang dianjurkan untuk menguji masa kadaluarsa makanan adalah 0˚C (kontrol), suhu kamar, 30˚C, 35˚C, 40˚C, 45˚C jika diperlukan, sedangkan untuk makanan yang diolah secara thermal adalah 5˚C (kontrol), suhu kamar, 30˚C, 35˚C, 40˚C. Untuk jenis makan beku dapat menggunakan suhu -40˚C (kontrol), -15˚C, -10˚C, atau -5˚C (Syarief, R dan H, Halid, 1993).

1.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas, maka dapat diambil hipotesis bahwa suhu penyimpanan yang berbeda-beda dapat mempengaruhi umur simpan produk marmalade jeruk keprok dalam kemasan botol kaca, berdasarakan model Arrhenius.

1.7. Tempat dan Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Agustus 2017 hingga selesai dan penelitian dilakukan di Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia, Jl.KS Tubun No.5 Cigadung, Subang.

Referensi

Dokumen terkait

Psikologi Universitas Indonesia Parenting, Sibling Psikologi UI/Jakarta Hubungan Antara Persepsi terhadap Perlakuan Orangtua dengan Agresivitas Saudara Kandung 8..

anava memberikan informasi bahwa siswa yang memiliki kreativitas tinggi dan rendah memberikan pengaruh yang sama. 3) Siswa yang mempunyai sikap ilmiah tinggi

informasi bahwa tidak menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif baik siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan rendah prestasi

Hasil penelitian menunjukan bahwa edible film yang dibuat dari campuran komposit karagenan dan lilin lebah mempunyai karakteristik terbaik, yaitu kuat tarik tertinggi sebesar

Untuk 40 petani sampel lainnya belum efisien dalam penggunaan input produksi tetapi masih memiliki kesempatan untuk memperoleh hasil maksimal seperti petani yang sudah

Sesuai dengan jenis analisis yang akan menguji hipotesis melalui alat statistik, maka hipotesis penelitian bahwa efisiensi biaya produksi memberikan kontribusi positif

2236 ARIKA WIJAYA KUSUMA KALIGAWE WETAN SUSUKAN LEBAK. 2237 ARIS KALIGAWE WETAN

Advance Promo SimplePay 0% hingga 12 bulan di seluruh outlet Advance Berlaku dengan minimum transaksi Rp1.000.000,- Berlaku untuk seluruh PermataKartuKredit Berlaku hingga 10