1
Pengaruh Waktu Aging pada Sintesis Zeolit Linde Type-A (LTA)
dari Zeolit Alam Lampung (ZAL) dengan Metode Step Change
Temperature of Hydrothermal
Effect of Aging Time in Synthesis of Zeolite Linde Type-A (LTA) from
Lampung Natural Zeolite (ZAL) with Step Change Temperature of
Hydrothermal Method
Simparmin Br. Ginting1*, Guntur Arya Perdana1 , Darmansyah1,
Dewi Agustina Iryani1, Herry Wardono2
1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, 35145
2 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, 35145
*E-mail: simparmin@gmail.com
Terima draft: 12 Oktober 2018; Terima draft revisi: 30 Januari 2019; Disetujui: 25 Februari 2019
Abstrak
Zeolit Lynde Type-A (LTA) merupakan zeolit yang tergolong dalam kadar Si/Al rendah. Zeolit LTA memiliki berbagai kegunaan, antara lain sebagai adsorben, katalis, membran, penukar ion, maupun molecular sieve. Zeolit LTA sebagai molecular sieve memiliki kemampuan dehidrasi yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk dehidrasi air pada campuran bioetanol-air agar diperoleh bioetanol yang sesuai dengan FGE (Fuel Grade Ethanol), yaitu kemurnian mencapai >99%. Zeolit LTA dapat menyerap air di dalam bioetanol dikarenakan sifat Zeolit LTA yang hidrofilik. Sifat hidrofilik ini didapatkan karena Zeolit LTA memiliki kadar Si yang rendah sehingga Zeolit LTA memiliki afinitas tinggi terhadap molekul air. Sumber Silika dan Alumina yang digunakan berasal dari Zeolit Alam Lampung (ZAL) yang berasal dari Lampung Selatan. Penelitian ini mengkaji pengaruh waktu aging agar diperoleh persen kristalinitas relatif zeolit LTA yang tinggi. Variasi waktu aging pada penelitian ini adalah 0 jam, 15 jam, 30 jam, dan 45 jam. Tahapan sintesis zeolit dilakukan pada sebuah water bath secara hidrotermal dengan metode Step Change Temperature, yaitu pada suhu 90oC selama 1,5 jam dan 95oC selama 2,5 jam. Hasil sintesis dianalisis menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy), FTIR (Fourier Transmission Infra Red), BET (Brunaur, Emmet And Teller), dan XRD (X-Ray Diffracton). Berdasarkan analisis FTIR, hasil sintesis mempunyai ciri khas Zeolit LTA yaitu double rings pada bilangan gelombang 550-600 cm-1, persen kristalinitas relatif tertinggi yang didapatkan dari hasil analisis XRD adalah sebesar 66,15%, hasil analisis SEM menunjukkan morfologi Zeolit LTA masih didominasi oleh amorf, dan berdasarkan analisis BET didapatkan isotherm adsorpsi tipe ketiga. Hasil uji performa zeolite LTA aging 45 jam pada proses adsorpsi-dehidrasi campuran etanol-air, kadar akhir etanol yang diperoleh sebesar 99,64%.
Kata kunci: Fuel Grade Ethanol, metode Step change temperature, molecular sieve, waktua aging, Zeolit Lynde Type A (LTA), zeolite alam Lampung
Abstract
Lynde Type-A Zeolite (LTA) is a zeolite classified as low Si/Al ratio zeolite. Zeolite LTA has various uses, including adsorbents, catalysts, membranes, ion exchangers, and molecular sieves. Zeolite LTA as molecular sieve has a high dehydration ability that can be used to dehydrate water in a bioethanol-water mixture to obtain bioethanol which is fill the criteria of FGE (Fuel Grade Ethanol), which is > 99% purity. Zeolite LTA can adsorb water in bioethanol due to the hydrophilic nature of Zeolite LTA. This hydrophilic property is obtained because Zeolite LTA has a low Si content so that the Zeolite LTA has high affinity for water molecules. The sources of Silica and Alumina used are from Natural Lampung Zeolite (ZAL) from South Lampung. This research examines the effect of aging time in order to obtain a high relative percentage of crystallinity of Zeolite LTA. The variation of aging time in this research is 0 hours, 15 hours, 30 hours, and 45 hours. The zeolite synthesis stage was carried out in a water bath using the hydrothermal step change temperature method, which was at 90oC for 1.5 hours and 95oC for 2.5 hours. Synthesis results were analyzed using SEM (Scanning Electron Microscopy), FTIR (Fourier Transmission Infra Red), BET (Brunaur, Emmet And Teller), and XRD (X-Ray Diffracton). Based on FTIR analysis, the synthesis has the characteristic of Zeolite LTA, that is double rings at wave number 550-600 cm-1, the highest relative percentage of crystallinity obtained from XRD analysis results is 66.15%, the results of SEM analysis show the
2
morphology of Zeolite LTA is dominated by amorf form and based on BET analysis, the third form of adsorption isotherm is obtained. The results of zeolite LTA aging 45 hours performance’s test in the adsorption-dehydration process of ethanol-water mixture, the final purity of ethanol obtained is 99.64%.
Keywords: Fuel Grade Ethanol, Step Change Temperature Method, molecular sieve, aging time, Zeolit Lynde Type A (LTA), Natural Lampung Zeolite
1. Pendahuluan
Krisis bahan bakar di dunia semakin lama menjadi salah satu aspek yang perlu mendapatkan perhatian khusus, dikarenakan bahan bakar yang bersumber dari fosil semakin lama semakin berkurang kapasitasnya, jadi diperlukan subtitusi dari bahan bakar fosil menjadi bahan bakar terbarukan. Salah satu jenis bahan bakar terbarukan adalah bioetanol. Bioetanol merupakan salah satu bentuk energi alternatif yang perlu terus dikaji, baik dari segi sumber bahan baku, proses fermentasi dari singkong, serta proses pemurniannya. Bioetanol murni yang memiliki kadar diatas 95%, tidak bisa dihasilkan dengan proses pemurnian biasa, bioetanol Fuel Grade (kemurnian >95%). Titik azeotrop dari campuran etanol-air umumnya berada pada 95%, hal inilah mengakibatkan pemisahannya tidak dapat dilakukan dengan distilasi sederhana (Taufany dkk., 2015). Bioetanol murni didapatkan melalui proses pemisahan khusus, salah satu teknik pemisahan yang dapat dilakuakan adalah dengan proses dehidrasi-adsorptif dengan bertumpu pada prinsip molecular sieve (penyaringan molekul). Pemurnian dengan menggunakan molecular sieve relatif murah dan sederhana. Selain itu, molecular sieve dapat digunakan berulang kali dan memiliki keuntungan, antara lain penggunaan energi yang rendah, kemampuan dehidrasi yang tinggi, dan ramah lingkungan (Chopade dkk., 2015).
Zeolit sintetik LTA memiliki harga yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan Zeolit alam karena disintesis dari bahan kimia komersial, belum diproduksi di Indonesia, dan harus diimpor dari luar negeri. Zeolit sintetik LTA dapat disintesis dari bahan yang mengandung silika dan alumina. Beberapa jenis bahan alam yang dapat dipakai sebagai sumber silika alumina pada sintesis zeolit antara lain : sekam padi, CFA (Coal Fly Ash), CBA (Coal
Bottom Ash), Zeolit alam bermutu rendah,
dan lainnya.
Provinsi Lampung memiliki sumber Zeolit alam yang melimpah. Data yang bersumber dari Direktorat Pengembangan Potensi Daerah saat tahun 2012 menyatakan bahwa potensi sumber daya alam Zeolit yang ada di Lampung berkisar 31.173.505 ton. Zeolit Alam Lampung (ZAL) memiliki kandungan silika (SiO2)
sebesar 79,106 % berat dan alumina (Al2O3)
sebesar 15,824% berat sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pengganti silika dan alumina komersial pada sintesis zeolit tipe LTA. (Ginting dkk., 2017)
Pada penelitian ini digunakan metode step
change temperature hydrothermal dimana
suhu optimum yang didapat untuk pembentukan kristal zeolit LTA didapatkan pada Temperature 1 (T1) = 90oC dalam waktu
1,5 jam dan Temperature 2 (T2) = 95oC dalam
waktu 2,5 jam. Pembentukan kristal zeolit LTA akan semakin bagus jika suhu dinaikkan, akan tetapi jika melewati suhu 95oC mengakibatkan
pembentukan kristal zeolit lainnya yaitu kristal zeolit hydroxy-sodalite. Selain itu, laju pembentukan kristal dan nukleasi juga akan semakin meningkat seiring dengan waktu yang bertambah, hal ini mengakibatkan pertumbuhan kristal akan semakin cepat. Waktu sintesis yang terlalu lama cenderung akan membuat laju pertumbuhan kristal zeolit menjadi kristal zeolit hydroxy-sodalite (Hui and Chao, 2005).
Menurut penelitian Hui and Chao (2005), untuk menghasilkan kemurnian kristalinitas yang tinggi dalam sintesis Zeolit 4A
dibutuhkan pengaplikasian metode ‘step
change of synthesis temperature’ selama
proses kristalinitas zeolite 4A menggunakan bahan baku alami yaitu Coal Fly Ash. Waktu dan suhu step change yang divariasikan adalah : T1 = 80oC (1,5 jam) & T2 = 95oC (6,5
jam); T1 = 85oC (1,5 jam) & T2 = 95oC (4 jam);
T1 = 90oC (1,5 jam) & T2 = 95oC (3,5 jam); T1 = 90oC (1,5 jam) & T2 = 90oC (3,5 jam); T1 =
95oC (1,5 jam) & T2 = 95oC (3,5 jam). Hasil
yang diperoleh menunjukkan bahwa untuk memperoleh kristalinitas zeolit 4A yang tinggi, diperlukan pengaplikasian step-change of
synthesis temperature dibandingkan dengan
temperature konstan. Sampel dengan variasi T1 = 90oC (1,5 jam) & T2 = 95oC (3,5 jam)
menunjukkan kenaikan persen kristalinitas sebanyak 15-16% dari sampel lain.
Mirfendereski and Mohammadi (2016), telah mensintesis Zeolit NaA dengan memvariasikan rasio molar gel silika-alumina berbahan baku kimia komersil untuk memperoleh persen kristalinitas zeolit NaA yang tinggi. Variasi rasio molar untuk komposisi gel silika-alumina secara berturut-turut adalah :
3 1,92SiO2/Al2O3:3,16Na2O/Al2O3:128H2O/Al2O3 ; 3,5SiO2/Al2O:26,5Na2O/Al2O3:300H2O/Al2O3;
5,0SiO2/Al2O3:50Na2O/Al2O3:1000H2O/Al2O3
dengan waktu sintesis 3 jam dan waktu aging 3 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah diperoleh persen kristalinitas zeolit NaA sebesar 100% dengan ukuran kristal 19,89 nm pada variasi komposisi molar gel alumina-silika yaitu: 1,92 SiO2/Al2O3:3,16 Na2O/Al2O3:-
128H2O/Al2O3.
Menurut Donėlienė, dkk., (2010), untuk mendapatkan persen kritalinitas yang tinggi pada sintesis zeolite NaX bergantung pada lamanya waktu aging gel sintesis. Komposisi gel yang dipakai adalah 10SiO2/Al2O3:
1,2Na2O/ SiO2: 23H2O/Na2O dengan variasi
waktu aging 0, 24, 48, dan 72 jam. Hasil yang diperoleh adalah gel yang diaging dengan waktu aging 24 jam memiliki persen kristalinitas tertinggi yaitu 40%.
Mengacu pada penelitian terdahulu, maka penelitian ini mengkaji pengaruh waktu aging pada sintesis zeolit LTA dari bahan baku Zeolit Alam Lampung (ZAL) dengan menerapkan metode step change temperature of
hydrothermal dengan variasi waktu aging 0,
15, 30, dan 45 jam yang belum pernah dikaji oleh peneliti lain. Uji performa pada proses adsorpsi-dehidrasi campuran etanol-air (yang akan dipublish dalam paper terpisah). Penelitian ini mengacu dari hasil penelitian Hui and Chao (2005), dengan bahan baku Coal Fly Ash dengan mengadopsi metode step change pada suhu dan waktu hydrothermal yang terbaik yaitu Temperature 1 (T1) = 90oC
selama 1,5 jam dan Temperature 2 (T2) =
95oC selama waktu 2,5 jam menggunakan
bahan baku ZAL dengan variasi waktu aging . Selain itu, untuk komposisi molar gel Alumina-Silika diadopsi dari jurnal Mirfendereski and Mohammadi (2016), menggunakana bahan baku Silika-Alumina komersial.
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada pemilihan bahan baku alami yaitu ZAL dengan pengaplikasian metode step change
temperature of hydrothermal dan adanya
modifikasi waktu aging pada gel Silika-Alumina berdasarkan dari jurnal Donėlienė, dkk., (2010). Aging gel zeolit berpengaruh tidak hanya dalam periode induksi, proses kristalisasi, dan kemurnian produk akhir, tetapi juga jenis dan ukuran zeolit yang terbentuk. Menaikkan waktu aging gel akan mempersingkat periode induksi, mempercepat proses kristalisasi, meningkatkan kemurnian produk, dan menurunkan ukuran akhir dari kristal produk. Semakin lama waktu aging yang dilakukan, maka akan diperoleh kristal
zeolit yang ukurannya lebih kecil. Proses aging gel zeolit secara efektif tidak hanya mempersingkat waktu hidrotermal, tetapi juga
mengontrol ukuran kristal zeolit (Donėlienė
dkk., 2010).
2. Metode Penelitian
2.1.
Alat dan BahanAlat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
water bath, magnetic stirrer, botol poly
propylen, pH indikator, desikator, termometer,
neraca digital, gelas kimia, oven, erlenmeyer, mortar, kertas saring, ayakan mesh, dan corong gelas. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Zeolit alam Lampung (ZAL) yang diperoleh dari CV. Minatama, Bandar Lampung dengan rasio SiO2
/ Al2O3 = 79,106 / 15,824 (%berat), atau rasio
mol Si/Al = 1,3/0,15 mol/mol (Ginting dkk., 2017). NaOH (Pro Analysis) UNI-CHEM CNA 43/500, serbuk Al2O3 (Pro Analysis) UNI-CHEM
CAS 169/1000, dan akuades didapatkan dari PT. Bratachem, Bandar Lampung.
2.2. Proses Pembuatan Larutan Sintesis
Dalam penelitian ini, dilakukan sintesis Zeolit LTA dengan variasi waktu aging 0, 15, 30, dan 45 jam dengan komposisi molar gel silika alumina = 1,92SiO2 : Al2O3 : 3,16Na2O :
128H2O (Mirfendereski and Mohammadi,
2016).
1) Pretreament ZAL
ZAL sebanyak 11,377 gram dihaluskan menggunakan mortar dan setelah itu diayak menggunakan ayakan 200 mesh. Lalu aduk ZAL dengan menggunakan
magnetic stirrer.
2) Pembuatan Larutan Sodium Hidroksida (Konsentrasi 1,374 M)
Larutkan 10 gram NaOH ke dalam 182,48 gram H2O. Kemudian larutan NaOH dibagi
menjadi 2 dengan jumlah volume yang sama yaitu 91,24 mL. Beri nama larutan A dan B.
3) Pembuatan Larutan Sodium Silikat (Larutan C)
Larutkan sebanyak 11,377 gram ZAL ke dalam larutan A yaitu 91,24 mL NaOH 1,374 M diaduk hingga homogen pada suhu 60℃ selama 1 jam menggunakan
magnetic stirrer.
4) Pembuatan Larutan Sodium Aluminat (Larutan D)
Larutkan Al2O3 sebanyak 6,783 gram ke
dalam larutan B yaitu 91,24 mL NaOH 1,374 M, kemudian aduk hingga homogen pada suhu 60℃ selama 1 jam
4 5) Pembuatan Larutan Silika Alumina
(Larutan E)
Larutan C ditambahkan ke dalam larutan D dan dicampur hingga terbentuk gel silika alumina yang homogen. Selanjutnya gel didiamkan selama 1 jam.
2.3. Proses Sintesis Zeolit
Tahapan Sintesis Zeolit LTA adalah sebagai berikut :
1) Tahapan Aging
Waktu aging yang divariasikan, yaitu 0 jam, 15 jam, 30 jam, 45 jam.
2) Tahapan Sintesis
Gel silika alumina yang telah melalui tahapan aging dimasukkan ke dalam botol polipropilen (PP) dan direaksikan secara hidrotermal pada water bath. Proses kristalisasi menggunakan aplikasi metode
step change, yaitu dengan suhu step
change T1 = 90℃ dan T2 = 95℃ dan waktu
step change t1 = 1,5 jam dan t2 = 2,5 jam.
3) Setelah selesai proses hidrotermal, sampel dikeluarkan dari water bath dan selanjutnya disaring menggunakan kertas saring untuk memisahkan padatan dengan
mother liquor. Mother liquor ditampung dan
disimpan di dalam botol. Padatan yang merupakan produk dari sintesis ini dicuci beberapa kali menggunakan akuades sampai pH netral dan selanjutnya padatan dikeringkan dalam oven selama 2 jam pada suhu 100℃. Padatan didinginkan di dalam
desikator, setelah itu padatan siap untuk dianalisis.
2.4. Karakterisasi Zeolit
Zeolit LTA dilakukan karakterisasi meliputi:
1) X-Ray Diffraction (XRD) menggunakan alat
PHILIPS-binary (scan) dengan nilai rentang 2Ɵ = 5 – 50.
2) Scanning Electron Microscopy (SEM)
menggunakan alat ZEISS Electron
Microscopy perbesaran 2000 – 10.000x.
3) Brunaur, Emmet, and Teller (BET) menggunakan alat Quanthachrome Instrument.
4) Fourier Transmission Infra Red (FTIR)
menggunakan alat Shimadzu, Type : IRPrestige 21 dengan bilangan gelombang antara 400-2000 cm-1.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Bilangan Gelombang Zeolit LTA
Hasil FTIR pada kisaran gelombang 400 - 2000 cm-1 untuk Zeolit LTA dapat digunakan
untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang
terdapat dalam sampel Zeolit LTA. Secara umum, zeolit memiliki karakteristik daerah serapan infra merah di sekitar panjang gelombang antara 300-1200 cm-1 (Saraswati,
2015). Hasil Karakterisasi FTIR dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1.FTIR Zeolit A Aging (a) 0 jam, (b) 15 jam, (c) 30 jam , dan (d) 45 jam Berdasarkan Gambar 1 maka dapat dibuat perbandingan antara bilangan gelombang FTIR dari Zeolit LTA aging 0, 15, 30, dan 45 jam untuk disajikan dalam bentuk Tabel 1 dengan acuan bilangan gelombang Zeolit LTA standar (Saraswati, 2015). Daerah serapan sekitar 1500-1000 cm-1 menunjukkan adanya
vibrasi ulur asimetri O―Si―O dan O―Al―O
dari kerangka alumino silikat. Serapan pada daerah ini ditunjukkan oleh semua zeolit hasil sintesis. Vibrasi ulur simetri Si―O dan Al―O
muncul pada daerah serapan sekitar 600-700cm-1. Salah satu karakter Zeolit LTA adalah
memiliki double rings yang ditunjukkan dengan munculnya serapan pada daerah 550-600 cm-1, vibrasi tekuk dari Si—O dan Al—O
pada kerangka aluminosilikat Zeolit LTA muncul pada daerah serapan sekitar 500 - 400 cm-1.
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa Zeolit LTA
aging 0, 15, 30, dan 45 jam semuanya
memiliki ciri vibrasi ulur asimetri O-Si-O dan O-Al-O serta ciri khas dari Zeolit tipe LTA me-
5
Tabel 1.Karakteristik FTIR Zeolit LTA Sintesis
Zeolit LTA Aging (jam) Panjang Gelombang
(cm-1)*
Type of IR Bond
0 15 30 45
1003,08 1025,53 1007,70 1005,26 1000-1500 Vibrasi O-Si-O dan O-Al-O
559,5 593,06 562,0 566,66 550-600 Double ring
*Sumber: Saraswati, 2015
miliki double rings dengan panjang gelombang yang tidak terlalu berbeda secara signifikan. Umumnya pada struktur zeolit mempunyai dua jalinan yaitu internal dan eksternal. Karakteristik double rings merupakan jalinan eksternal antara lapisan zeolit satu dengan yang lain (Saraswati, 2015).
3.2. Jenis Zeolit berdasarkan Nilai 2Ɵ Hasil analisis XRD ditampailkan pada Gambar 2. Analisis padatan menggunakan XRD dapat memberikan informasi mengenai kekristalan suatu mineral tertentu dan senyawa yang ada dalam suatu sampel. Hal ini dikarenakan setiap mineral mempunyai pola difraktogram yang spesifik. (Saraswati, 2015). Dari hasil analisis XRD Zeolit LTA aging 0 jam menunjukkan bahwa mineral penyusun terbesar adalah calcium alluminate silicate, anorthite dan mullite yang ditunjukkan dengan intensitas tajam pada daerah 2Ɵ = 9,438;
22,479; 25,978; 26,235; dan 31,821 . Sedangkan dari analisis XRD Zeolit LTA aging 15, 30 dan 45 jam menunjukkan bahwa mineral penyusun terbesar adalah Zeolit LTA yang ditunjukkan pada nilai 2Ɵ yang berada di
intensitas gelombang kategori Zeolit LTA standar. Nilai intensitas Zeolit LTA hasil sintesis berada pada daerah 2Ɵ = 10,2; 16,1;
17,7; 24,05; 26,2; 27,2; 29,1; 30,02; 32,6; 35,8; 36,6; 37,3; 39,5; 43,6; 47,4; 48,6; dan 49,8.
Dapat terlihat bahwa dari keempat grafik XRD pada Gambar 2, dari interval range 0-22 pos 2Ɵ dan range 36-50 pos 2Ɵ tidak ada
pertumbuhan zeolit yang signifikan. Hal ini dikarenakan pada nilai daerah 2Ɵ = 10,1945;
11,1379; 13,1979; 17,297; 19,0080; 19,8101; 22,3719, dan nilai 2Ɵ = 36,9184;
44,8314; 46,1908 menunjukkan sampel masih dalam bentuk ZAL, (Ginting dkk., 2017). Grafik mulai menunjukkan lonjakan nilai yang intens di kisaran nilai 2Ɵ = 22-36,
hal ini dapat disimpulkan bahwa pada saat Zeolit LTA tidak diaging (0 jam) kristal zeolit belum terbentuk atau terbentuk namun
dengan intensitas yang rendah. Zeolit sintesis yang diaging 15, 30, dan 45 jam menunjukkan bahwa telah terbentuk Zeolit LTA sebagai produk utama. Hal tersebut menandakan bahan baku ZAL dapat meluruh menjadi produk Zeolit LTA. Intensitas puncak difraksi XRD dari Zeolit LTA yang tidak diaging lebih lemah dibandingkan dengan yang telah mengalami proses aging. Hal ini disebabkan karena zeolit yang tidak diaging, produknya masih berupa amorf (Tong dkk, 2014). Selanjutnya dilakukan perhitungan persen kristalinitas relatif terhadap keempat produk Zeolit LTA hasil sintesis. (Rayalu dkk., 2005).
Tabel 2.Persen Kristalinitas Relatif Zeolit LTA Waktu Aging % Kristanillitas
0 jam 19,84
15 jam 22,75
30 jam 34,79
45 jam 66,15
Dari hasil perhitungan persen kristalinitas Zeolit LTA dapat terlihat jelas bahwa terdapat kenaikan persen kristalinitas dari Zeolit LTA dengan peningkatan waktu aging. Hal ini disebabkan karena peningkatan waktu aging akan mendorong percepatan proses kristali-sasi zeolit, peningkatan pesat pada laju kristalisasi, dan menaikkan jumlah inti kristal yang terbentuk. Aging yang dilakukan pada suhu lingkungan akan meningkatkan interaksi antar spesies, yang kemudian akan menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi spesies prekursor pada proses nukleasi, selanjutnya akan mempercepat nukleasi. Benih dari kristal zeolit terbentuk dalam gel selama proses aging. Inti kristal secara dominan terbentuk selama proses pengendapan hidrogel dan selama aging hidrogel, hal ini terjadi karena adanya reaksi dari spesies yang reaktif pada area permukaan dan daerah dibawah permukaan partikel gel. Inti dapat tumbuh dalam kontak dengan larutan, sehingga harus dilepaskan dari matriks gel pada awal proses kristalisasi. Dengan adanya peningkatan waktu aging maka akan memungkinkan terbentuknya lebih banyak inti dekat dengan permukaan.
6
Gambar 2. Hasil XRD Zeolit LTA Aging 0, 15, 30, dan 45 jam
Keterangan Gambar :
A = Zeolit LTA (Al12Na12O48Si12) M = Mullite (Al2,34O4,83Si0,66) C = Corondum (Al2O3)
Ca = Calcium Aluminum Silicate Ca (Al2O8Si2) N = Anorthite (Al2CaO8Si2)
Q = Quartz (SiO2)
Oleh karena itu, keseluruhan reaksi menjadi lebih cepat, ukuran produk kristal yang terbentuk menjadi lebih kecil, dan jumlah
spesifiknya meningkat. (Donėlienė dkk., 2010; Chen dkk., 2007; Palcic dkk., 2012). Dapat disimpulkan bahwa gel sodium alumina silika dapat memproduksi lebih banyak kristal pada waktu aging yang lebih lama.
3.3. Morfologi Zeolit LTA
Meskipun dari hasil katakterisasi XRD telah terbentuk Zeolit LTA, namun hasil karakterisasi morfologi menggunakan SEM belum terlihat
dengan jelas bentuk kristal Zeolit LTA (Gambar 3). Pada Zeolit LTA aging 30 dan 45 jam sebagian besar produk yang terbentuk adalah kristal dengan sebagian kecil terdiri dari amorf. Hal ini dapat dijelaskan dari hasil XRD dan perhitungan persen kristalinitas produk Zeolit LTA. Pada Zeolit LTA aging 30 dan 45 jam diperoleh persen kristalinitas produk Zeolit LTA yang relatif tinggi dibandingkan dengan zeolit LTA aging 0 dan 15 jam. Hal ini mengindikasikan bahwa saat proses aging gel zeolit pada suhu ruang, telah terbentuk inti kristal zeolit. Dari hasil analisis SEM menunjukkan ukuran dari produk semakin mengecil seiring dengan menaikkan waktu aging.
7
Gambar 3. Hasil SEM Zeolit A Aging (a) 0 jam, (b) 15 jam, (c) 30 jam, dan (d) 45 jam
Diperoleh dari hasil SEM ukuran produk Zeolit LTA aging 0 jam adalah 10,58 𝜇m. Untuk ukuran
produk Zeolit LTA aging 15, 30 dan 45 jam berturut-turut adalah 7,349 𝜇m; 4,179 𝜇m; dan
2,268 𝜇m. Hal ini disebabkan karena saat
menaikkan waktu aging dapat menyebabkan penyisipan silika tambahan menjadi padatan aluminosilikat dan akan meningkatkan jumlah inti yang lebih kecil sehingga memberi hasil zeolit lebih baik dan lebih tinggi (Kovo and Holmes, 2010). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu aging akan mendorong pembentukan kristal Zeolit LTA dengan ukuran yang lebih kecil.
3.4. Isotherm Adsorpsi & Pori Zeolit LTA
Hasil analisis BET ditampailkan pada Tabel 3, Gambar 4, dan Gambar 5. Analisis BET dilakukan untuk mengetahui luas permukaan spesifik, volume pori, dan diameter pori dari produk yang dihasilkan.
Tabel 3. Hasil Analisis BET Zeolit LTA sintesis
Run Variasi Waktu Aging (jam) Luas Permukaan Total (m2/g) Total Volume Pori (cc/g) 1 0 8,617 0,06989 2 15 34,82 0,1645 3 30 14,784 0,04643 4 45 12,913 0,03417
Berdasarkan data pada Tabel 3. dapat dilihat
bahwa semakin lama waktu aging maka
cenderung semakin besar luas permukaan. Luas permukaan terbesar diperoleh pada variasi waktu aging 15 jam yaitu 34,82 m2/g.
Sedangkan luas permukaan terkecil diperoleh pada waktu aging 0 jam yaitu 8,617m2/g.
Semakin besar luas permukaan zeolit maka akan semakin besar kemampuannya untuk berinteraksi dan berikatan dengan molekul – molekul air dalam etanol. Kemudian volume pori terbesar diperoleh pada Zeolit LTA dengan variasi waktu aging 15 jam yaitu sebesar 0,1645 cc/g. sedangkan volume pori terkecil diperoleh pada variasi waktu aging 45 jam yaitu sebesar 0,03417 cc/g. Semakin besar volume pori maka daya tampung senyawa yang terjerap dalam pori-pori Zeolit LTA akan semakin besar juga (Khaidir, 2011).
Diameter pori rata – rata terbesar dimiliki oleh sampel pada variasi waktu aging 0 jam yaitu sebesar 162,224 Å. Sedangkan diameter pori terkecil dimiliki oleh sampel dengan variasi waktu aging 45 jam yaitu sebesar 52,9207 Å. Hal tersebut menunjukkan Zeolit LTA yang terbentuk merupakan Zeolit LTA yang memiliki kisaran diameter mesopori (2-50 nm) atau (20 Ǻ-500 Ǻ) (Gregg & Sing 1982).
(a) (d) X 2000 10,58 𝜇m X 2000 7,349 𝜇m (b) X 2000 4,179 𝜇m X 2000 2,268 𝜇m (c)
8 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 V o lu m e @S T P ( cc /g)
Relative Pressure, P/Po Aging 0 jam
Aging 15 jam Aging 30 jam
Aging 45 jam
Gambar 4. Grafik Isoterm Adsorpsi-Desorpsi Zeolit A Aging 0 jam, 15 jam, 30 jam, dan 45 jam
Keterangan Gambar: = Adsorpsi = Desorpsi
Berdasarkan Gambar 4., dapat dilihat bahwa isotherm adsorpsi pada penelitian ini mengikuti tipe ketiga, dimana pada titik awal grafik tidak ada lonjakan drastis untuk kenaikan interval seperti pada isotherm tipe kedua dan karenanya tidak ada formasi monolayer yang dapat diidentifikasi. Adsorpsi Isotherm tipe ketiga ini interaksi adsorben-adsorbat untuk kondisi ini relatif lemah dan molekul yang teradsorpsi mengelompok di sekitar lokasi yang paling cocok pada permukaan padat tidak berpori atau berpori. Pada isotherm tipe ketiga jumlah teradsorpsi tetap terbatas pada tekanan saturasi (Thommes dkk., 2015). Karakteristik dari Hysteresis loops pada penelitian ini mengikuti jenis H3 loop. Ada dua ciri khas dari tipe H3 loop, yaitu: cabang adsorpsi menyerupai isoterm Tipe II, batas bawah cabang desorpsi biasanya terletak pada rongga yang diinduksi oleh P / P0 (Thommes dkk., 2015).
Berdasarkan Gambar 4, menunjukkan bahwa isoterm adsorpsi nitrogen di semua sampel Zeolit LTA memperlihatkan pola yang sejenis
dimana ada lonjakan kenaikan secara cepat pada tekanan relatif (P/P0) rendah, lalu
melambat pada pertengahan dan adanya lonjakan kenaikan dengan cepat pada P/P0
mendekati satu. Kenaikan pertama
diakibatkan oleh molekul gas yang teradsorp berkontak dengan daerah berenergi pada permukaan padatan. Proses pengisian ini
membentuk lapisan tunggal, dimana
pertambahan molekul gas terjadi saat permukaan diisi oleh molekul gas dan membentuk lapisan tunggal pada daerah P/P0
lebih tinggi. Pertambahan ini berdampak terbentuknya lapisan berlapis (multilayer) saat akhir pengisian, terjadi kondensasi melekul gas yang teradsorp, selain itu juga terlihat adanya loop histerisis pada daerah pertengahan (Hartanto, 2011). Percabangan antara garis desorpsi dan adsorpsi disebut histerisis, percabangan ini dapat terjadi dikarenakan adanya kondensasi yang tertunda
sehingga mengakibatkan fasa adsorpsi
menjadi metastabil, umumnya peristiwa ini
dikaitkan dengan kondensasi kapiler.
Kondensasi yang tertunda mengakibatkan
9
adsorpsi yang bercabang dan membuat loop histerisis. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya kesetimbangan termodinamika yang tercapai selama proses adsorpsi berlangsung (Thommes dkk., 2015).
Karakteristik padatan berpori meso juga dapat dilihat dari data grafik distribusi ukuran pori dengan menggunakan metode BJH (Barret, Joiner, Halenda) adsorpsi dan desorpsi pada Gambar 5.
Berdasarkan Gambar 5. dapat dilihat bahwa semua sampel waktu aging 0 jam, 15 jam, 30 jam, dan 45 jam menunjukkan pori berukuran mesopori yang teramati pada grafik distribusi ukuran pori (a) adsorpsi dan (b) desorpsi dengan terus menunjukkan kenaikan pada
diameter pori sekitar 15 – 19,7 nm. Pada variasi waktu aging 0 jam terjadi kenaikan perubahan volume pori per gram sampel pada diameter pori 15,6 – 19,7 nm. Kemudian pada variasi waktu aging 15 jam terjadi kenaikan perubahan volume pori per gram sampel pada diameter pori 15,4 – 19,2 nm, sedangkan pada waktu aging 30 jam terjadi kenaikan perubahan volume pori per gram sampel pada diameter pori 15,4 sampai 17,68 nm dan 15,5 sampai 17,38 nm pada waktu aging 45 jam. Hasil Sintesis Zeolit LTA Aging 30 dan 45 jam menunjukkan range distribusi ukuran pori yang lebih sempit dibandingkan dengan aging 0 jam dan 15 jam, yang berarti pori bersifat lebih selektif dalam adsorpsi larutan etanol-air.
10
4. Kesimpulan
Dari hasil karakterisasi terhadap produk sintesis, menunjukkan bahwa telah terbentuk produk utama yaitu Zeolit LTA pada semua variasi waktu aging. Hasil analisis FTIR menunjukkan semua hasil sintesis memiliki struktur double rings yang merupakan ciri khas Zeolit LTA dengan bilangan gelombang inframerah di rentang 550-600 cm-1. Hasil
analisis SEM menunjukkan adanya morfologi Zeolit LTA dengan ukuran kristal yang kecil sebesar 2,268 𝜇m. Hasil analisis BET
menunjukkan ukuran pori Zeolit LTA yang dihasilkan tergolong kedalam daerah mesopori
(20Ǻ - 500Ǻ) yang diidentifikasi dengan
menggunakan metode BJH (Barret, Joiner,
Halenda). Persen kristalinitas relative produk
Zeolit LTA tertinggi diperoleh pada waktu aging 45 jam adalah sebesar 66,15%, hasil uji performa terhadap adsorpsi dehidrasi campuran etanol-air, kadar akhir etanol yang diperoleh sebesar 99,64%.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Universitas Lampung yang telah memberi dukungan finansial terhadap penelitian ini melalui program Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (PUPT) Unila 2018 dengan kontrak No. 1480/UN26.21/PN/2018.
Daftar Pustaka
Chen, Hongliang, Chunshan Song, Weishen Yang. (2007). Effect of aging on the synthesis and performance of silicate membranes on silica tubes without seeding, Microporous and Mesoporous
Materials, 102, 249–257.
Chopade, V. J., Khandetod, Y. P., and Mohod, A. G. (2015). Dehydration of Ethanol-Water Mixture Using 3a Zeolit Adsorbent,
International Journal of Emerging
Technology and Advanced Engineering, 5
(11), 152-155.
Donėlienė, Jolanta., Vaiciukynienė, Danutė.,
and Kantautas, Aras. (2010). The Influence of Alumosilicate Gel Aging on the Synthesis of NaX Zeolite, Scientific Journal of Riga Technical University
Material Scxience and Applied Chemistry,
22, 30-34.
Ginting, Simparmin Br, Sebastian Djoni Syukur, dan Yeni Yulia. (2017). Kombinasi Adsorben Biji Kelor – Zeolit Alam Lampung untuk Meningkatkan
Efektivitas Penjerapan Logam Pb dalam Air secara Kontinu pada Kolom Fixed Bed Adsorber, Jurnal Rekaya Proses, 11 (1), 1-11.
Gregg SJ & Sing KSW. (1982). Adsorption, Surface Area and Porosity.2nd Edition,
London: Academic Press, 86 (10),
957-962.
Hartanto, Djoko., Tri Esti Purbaningtias, Hamzah Fansuri, Didik Prasetyoko. (2011). Karakterisasi Struktur Pori dan Morfologi ZSM-2 Mesopori yang Disintesis dengan Variasi Waktu Aging, Jurnal ILMU
DASAR, 12 (1), 80-90.
Hui, K. S., and Chao, C. Y. H. (2005). Effects of step-change of synthesis temperature on synthesis of zeolite 4A from coal fly ash, Microporous and Mesoporous
Materials, 88, 145–151.
Khaidir. (2011). Modifikasi Zeolit Alam Sebagai Material Molecular Sieve dan Aplikasinya pada Proses Dehidrasi Bioetanol, Thesis, Institut Pertanian Bogor, Indonesia.
Kovo, A.S. and S.M. Holmes. (2010). Effect of aging on the synthesis of kaolin-based zeolite Y from ahoko Nigeria using a novel metakaolinization technique, Journal
Dispersion Science Technology, 31,
442-448.
Mirfendereski, Mojtaba., and Mohammadi, Toraj. (2016). Effects of Synthesis Parameters on the Characteristics of NaA Type Zeolite Nanoparticles, Proceedings of the World Congress on Recent
Advances in Nanotechnology (RAN’16),
Prague, Czech Republic, April 1-2, 2016, No. 113.
Palcic, Ana, Lavoslav Sekovanic, Boris Subotic, and Josip Bronic. (2012). Zeolite A Synthesis under Dynamic Conditions, after Hydrogel Aging. Croatia Chemica ACTA, 85 (3), 297-301.
Rayalu, S.S., J.S. Udhoji, S. U. Meshram, R. R. Naidu, and S. Devotta. (2005). Estimation of Cristalinity in Flyash-based Zeolite-A using XRD and IR Spectroscopy, Environment Materials Unit, National
Environmental Engineering Research
11 Saraswati, Indah. (2015). Zeolite-A
Synthesis from Glass, Jurnal Sains dan
Matematika, 23 (4), 112-115.
Taufany, Fadlilatul, Nonoet Soewarno, Koko Yuwono, Dimas Ardiyanta, Melvina Eliana, dan Indi Raisa Girsang. (2015). Feed Plate and Feed Adsorbent Temperature Optimisation of Distillation
– Adsorption Process to Produce Absolute Ethanol. Modern Applied Science, 9 (7), 140-147.
Thommes, Matthias., Katsumi Kaneko, Alexander V. Neimark, James P. Olivier,
Francisco Rodriguez-Reinoso, Jean Rouquerol, and Kenneth S.W. Sing. (2015). Physisorption of Gases, with Special Reference to the Evaluation of Surface Area and Pore Size Distribution (IUPAC Technical Report), Pure Applied
Chemistry, 87 (9-10), 1051-1069.
Tong, Fei, Weiwei Ji, Ming Li, Changfeng Zeng, and Lixiong Zhang. (2014). Investigation of the crystallization of zeolite A from hydrogels aged under high pressure,
Royal Society of Chemistry, 16,