• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA MI (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA MI (1)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)

Dosen :

Prof. Dr. H Rukmana Amanwinata, S.H., M.H. Dr. Hernadi Affandi, S.H., L.L.M

Disusun Oleh :

Heni Sulastri NPM : 110620170014

Fakultas Hukum

Program Studi Magister Kenotariatan

Universitas Padjadjaran

(2)

2

Daftar Isi

Daftar Isi ... 2

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang... 1

2. Identifikasi Masalah ... 6

BAB II PEMBAHASAN ... 7

1. Politik Strategi Kebijakan Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)... 7

2. Perlindungan Hukum Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menenggah (UMKM) terhadap Dampak Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ... 17

BAB III PENUTUP ... 23

1. Kesimpulan ... 23

2. Saran ... 25

(3)

3

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia sebagai sebuah negara dengan pertumbuhan penduduk yang besar, negara yang kaya akan sumber daya alam, dan negara yang sangat menjunjung tinggi keadilan sosial, sebagaimana yang tercantum dalam sila ke

lima yakni “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia”. Keadilan sosial

dalam artian keadilan dalam berbagai hal, termasuk salah satunya peningkatan dan pemerataan pendapatan. Maka untuk mewujudkan hal tersebut kita perlu melakukan suatu pembangunan ekonomi. Melalui pembangunan kita bermaksud untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat secara bertahap dan berkesinambungan, yaitu dengan cara meningkatkan konsumsinya. Pembangunan ekonomi yang terfokus pada masyarakat ekonomi menengah kebawah, salah satunya dengan memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan pelaku bisnis yang bergerak pada berbagai bidang usaha, yang menyentuh kepentingan masyarakat. Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan yang sangat strategis dan penting yang dapat ditinjau dari berbagai aspek, diantaranya jumlah industri yang dibangun besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi serta besarnya penyerapan tenaga kerja. Investasi pada sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja apabila dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar.

(4)

4

rendahnya nilai tambah dan rendahnya kualitas produk. Kendala lain yang dihadapi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah keterkaitan dengan prospek usaha yang kurang jelas serta perencanaan, visi dan misi yang belum mantap. Hal ini terjadi karena umumnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) bersifat income gathering yaitu menaikkan pendapatan, dengan ciri-ciri sebagai berikut: merupakan usaha milik keluarga, menggunakan teknologi yang masih relatif sederhana, kurang memiliki akses permodalan (bankable), dan tidak ada pemisahan modal usaha dengan kebutuhan pribadi.

Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di tengah arus globalisasi dan tingginya persaingan membuat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) harus mampu menghadapi tantangan global, seperti meningkatkan inovasi produk dan jasa, pengembangan sumber daya manusia dan teknologi, serta perluasan area pemasaran. Hal ini perlu dilakukan untuk menambah nilai jual Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) itu sendiri, terutama agar dapat bersaing dengan produk-produk asing yang semakin membanjiri sentra industri dan manufaktur di Indonesia, mengingat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia.

(5)

5

seperti masalah upah buruh, ketenaga kerjaan dan pungutan liar, korupsi dan lain-lain.

Permasalahan lain yang dihadapi UMKM, yaitu adanya liberalisasi perdagangan, seperti pemberlakuan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) yang secara efektif telah berlaku tahun 2010 dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) secara formal diimplementasikan pada akhir tahun 2015 meskipun prosesnya telah dimulai sejak ditandatanganinya The ASEAN Framework Agreement on Economic Cooperation oleh para pemimpin ASEAN pada tahun 1992. Dengan demikian, perdagangan bebas telah mulai diterapkan secara bertahap dan progresif oleh negara anggota ASEAN melalui regional trade a greement (RTA) berbentuk ASEAN Free Trade Area (AFTA). Berbeda dengan ASEAN Free Trade Area

(AFTA), Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) lebih bersifat komprehensif yang mencakup empat pilar dengan tujuan untuk mentransformasi ASEAN menjadi pasar tunggal dengan basis produksi yang terintegrasi, dalam suatu kawasan ekonomi yang berdaya saing, dengan tingkat pembangunan ekonomi yang semakin merata, dan terhubung dengan jaringan produksi global.

Komitmen negara–negara ASEAN di Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tidak hanya terdiri atas liberalisasi, tetapi juga meliputi reformasi ekonomi, fasilitasi, dan harmonisasi regulasi. Secara substansial penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sebenarnya sebagian besar telah tercapai, misalnya, melalui penghapusan tarif, fasilitasi perdagangan, agenda integrasi pasar jasa, fasilitasi investasi, simplifikasi dan harmonisasi

(6)

6

lainnya, selain memberikan kesempatan/peluang pasar yang lebih luas, juga mengandung sejumlah tantangan/permasalahan yang kompleks.

Dalam hal ini, pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) selain meningkatkan perdagangan intra regional ASEAN, juga akan meningkatkan persaingan untuk mendapatkan investasi, produksi, dan perdagangan di kawasan. Dengan perdagangan yang akan semakin meningkat, surplus atau defisit perdagangan yang terjadi bagi suatu negara cenderung akan semakin dinamis dan multidimensi. Struktur ekspor Indonesia saat ini didominasi oleh industri pengolahan berbasis sumber daya alam (SDA) yang kinerjanya bergantung pada harga komoditas. Berakhirnya commodity super cycle dan perlambatan ekonomi dunia menyebabkan turunnya harga komoditas yang berdampak negatif.

Oleh karena itu, dalam upaya memperkuat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai fundamental ekonomi nasional, perlu kiranya diciptakan iklim investasi domestik yang kondusif dalam upaya penguatan pasar dalam negeri agar Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dapat menjadi penyangga (buffer) perekonomian nasional. Masalah lain yang dihadapi dan sekaligus menjadi kelemahan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah kurangnya akses informasi, khususnya informasi pasar. Hal tersebut menjadi kendala dalam hal memasarkan produk-produknya, karena dengan terbatasnya akses informasi pasar yang mengakibatkan rendahnya orientasi pasar dan lemahnya daya saing di tingkat global. Miskinnya informasi mengenai pasar tersebut, menjadikan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tidak dapat mengarahkan pengembangan usahanya secara jelas dan fokus, sehingga perkembangannya mengalami stagnasi.

(7)

7

yang mampu mengalokasikan sumber daya secara optimal1 dan dapat bersaing dengan baik tanpa menjatuhkan sesama pelaku ekonomi

Kecenderungan liberalisme ekonomi di satu pihak ingin menciptakan pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi di lain pihak membawa pada kecenderungan meningkatnya ketimpangan pendapatan. Bagi golongan ekonomi kuat, liberalisasi ekonomi berarti kesempatan untuk tumbuh dengan cepat, sedangkan bagi ekonomi lemah berbagai hambatan permodalan, sumber daya manusia, ketrampilan dan kelembagaan (manajemen) tidak memungkinkan mereka mendapatkan kesempatan yang sama.

Perkembangan ekonomi indonesia yang ada dapat kita simpulkan bahwa minimnya kesiapan indonesia dalam menghadapi pasar bebas dalam hal ini Masyarakat Ekonomi ASEA (MEA). Oleh karena itu dibutuhkannya peran perlindungan pemerintah dalam melindungi usaha-usaha kecil agar dapat bersaing dengan negara-negara lain dalam era globalisasi pasar bebas dan perdagangan internasional sehingga kesejahteraan dalam bidang ekonomi dapat terjamin. Eksistensi usaha kecil masih belum bisa terlepas dari berbagai masalah klasik yang menyertainya. Terutama masalah akses modal dan kesempatan mendapat peluang usaha, masalah produksi, pemasaran, jaringan dan teknologi.2

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan membuat masyarakat yang mempunyai Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mau tidak mau bersaing untuk mendapatkan pasar. Hal ini akan berdampak pada kemampuan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk bersaing dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masalah daya saing dalam pasar dunia yang semakin terbuka merupakan tantangan yang tidak ringan bagi usaha mikro kecil.3 Karena tanpa terkecuali hampir semua perekonomian terlibat perdagangan Internasional.4Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Penulis berminat menulis Paper dengan judul “Strategi Kebijakan Terhadap

1 T. Sunaryo,Ph.D, Ekonomi Manajerial Aplikasi Teori Mikro, Jakarta: Erlangga, 2001, hlm.201. 2 Ina Primiana, SE.,MT, Menggerakkan sector Riil UKM dan Industri, Bandung:Alfabeta,2009,hlm.3.

3

Ibid, hlm. 37.

(8)

8

Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Dalam

Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).”

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas penulis dapat mengidentifikasi permasalahan terkait dengan judul karya ilmiah penulis, sebagai berikut: 1. Bagaimana politik hukum strategi kebijakan pengembangan Usaha Mikro

Kecil dan Menengah (UMKM) dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ?

(9)

9

BAB II

PEMBAHASAN

1. Politik Hukum Strategi Kebijakan Pengembangan Usaha Mikro Kecil

dan Menengah (UMKM) Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi

ASEAN (MEA).

Politik hukum secara singkat berarti kebijakan hukum. Politik hukum adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan dan cara bertindak dalam bidang hukum. 5 Beberapa pakar hukum mengemukakan pandangannya mengenai Politik Hukum. Mochtar Kusumaatmadja6mengemukakan bahwa politik hukum merupakan kebijakan hukum dan perundang-undangan dalam pembaharuan hukum. Selengkapanya Mochtar Kusumaatmajda mengatakan bahwa politik hukum di Indonesia :

“ Di Indonesia dimana undang-undang merupakan cara pengaturan

hukum yang utama pembaharuan hukum terutama melalui perundang-undangan. Proses pembentukan undang-undang harus dapat menampung semua hal yang erat hubungannya (relevan) dengan bidang atau masalah hendak diatur dalam undang-undang itu, apabila perundang-undangan hendak merupakan pengaturan hukum yang efektif. Efektifitas suatu peraturan perundang-undangan dalam penerapannya memerlukan perhatian akan lembaga dan prosedur-prosedur yang diperlukan dalam

pelaksanaanya”

Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan pula bahwa pembaharuan hukum yang dilakukan melalui instrumen perundang-undangan akan mengalami kesulitan dalam dua hal : Pertama; Kesulitan untuk secara rasional dan pasti menetapkan prioritas yang sesuai dengan kebutuhan

5 Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2004,hlm.22

(10)

10

masyarakat, dan; Kedua; Untuk membuat hukum yang sesuai dengan kebutuhan dan kesadaran hukum masyarakat Intisari pemikiran politik hukum yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja adalah berkaitan dengan hukum mana yang perlu dibentuk (diperbaharui, dirubah, atau diganti) dan hukum mana yang perlu dipertahankan agar secara bertahap dapat diwujudkan tujuan negara.

Sunaryati Hartono7 mengemukakan bahwa politik hukum nasional tidak dapat melepaskan diri dari perkembangan hukum internasional dan hukum Negara lain sebagai bahan perbandingan maupun rujukan dalam memperkaya khasanah hukum nasional.

“cukup banyak peraturan dan kebijakan hukum kita bukanlah

semata-mata ditentukan oleh kehendak bangsa kita sendiri, akan tetapi terjadi akibat pengaruh kaidah hukum atau kebijakan yang ditentukan dalam forum internasional atau oleh negara asing. Itulah sebabnya mengapa untuk menghindari pengaruh ini atau untuk menekannya sehingga menjadi sedikit mungkin, maka pembentukan hukum baru kita perlu lebih banya memperhatikan perkembangan hukum internasional atau negara asing. Itulah sebabnya mengapa untuk menghindari pengaruh ini atau untuk menekannya sehingga menjadi sedikit mungkin, maka pembentukan baru hukum kita perlu lebih banyak memperhatikan perkembangan hukum internasional dan perkembangan hukum negara lain-lain negara (baik negara maju maupun negara berkembang lainnya).”

Moh. Mahfud M.D.8 mengartikan politik hukum adalah legal policy atau arah hukum yang akan diberlakukan oleh Negara untuk mencapai tujuan Negara yang bentuknya dapat berupa pembuatan hukum baru dan penggantian hukum lama. Definisi politik hukum tersebut kemudian diperluas lagi dengan memasukkan aspek latar belakang dan lingkungan yang mempengaruhi serta berbagai persoalan yang dihadapi dalam upaya menegakkannya.

(11)

11

Terkait dengan fokus kajian politik hukum, Mahfud M.D. membagi tiga kelompok dari politik hukum, yaitu: pertama; arah resmi tentang hukum yang akan diberlakukan (legal policy) guna mencapai tujuan Negara yang mencakup penggantian hukum lama dan pembentukkan hukum-hukum yang baru sama sekali, kedua; latar belakang politik dan subsistem kemasyarakatan lainnya dibalik lahirnya hukum, termasuk arah resmi tentang hukum yang akan atau tidak akan diberlakukan, ketiga; persoalan-persoalan disekitar penegakkan hukum, terutama implementasi atas politik hukum yang telah digariskan. Mahfud juga berpendapat bahwa pijakan yang menjadi landasan dari politik hukum adalah mewujudkan tujuan Negara dan sistem hukum dari Negara yang bersangkutan yang dalam konteks Indonesia tujuan dan sistem hukum itu terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945, khususnya Pancasila yang melahirkan kaedah-kaedah penuntun hukum.

Menurut Satjipto Rahardjo9 politik hukum adalah aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat. Untuk mempertajam definisi politik hukum Satjipto Rahardjo mengemukakan beberapa pertanyaan mendasar yang harus dijawab dalam politik hukum : (1) tujuan apa yang hendak dicapai dengan sistem hukum yang ada; (2) cara-cara apa dan yang mana yang dirasa paling baik untuk bias dipakai mencapai tujuan tersebut;(3) kapan waktunya hukum itu perlu dirubah dan melalaui cara-cara bagaimana perubahan itu sebaiknya diakukan dan (4) dapatkah dirumuskan suatu pola yang baku dan mapan yang bisa membantu kita membantu kita melakukan proses pemilihan tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut secara baik.

Abdul Hakim garuda Nusantara memberikan definisi bahwa politik hukum adalah kebijakan hukum (legal policy) yang hendak diterapkan atau dilaksanakan secara nasional oleh suatu pemerintahan Negara tertentu.10 Secara terperinci Abdul Hakim Garuda Nusantara mengemukakan beberapa aspek dari politik hukum, yakni : 1. Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah

(12)

12

ada secara konsisten; 2. Pembangunan hukum yang intinya adalah pembaharuan terhadapa ketentuan hukum yang telah ada dan yang dianggap usang, dan menciptakan ketentuan hukum baru yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan perkembangan yang terjadi didalam masyarakat; 3. Penegasan fungsi lembaga penegak atau pelaksana hukum dan pembinaan anggotanya; dan 4. Meningkatkan kesadaran hukum masyarakat menurut persepsi kelompok elit pengambil kebijakan.

Membahas politik hukum Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam menghadapi perdagangan internasional salah satunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) maka tidak terlepas dari landasan konstitusi politik ekonomi nasional. Dalam konteks Indonesia pembahasan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan konstitusi dalam pembangunan ekonomi nasional. Dengan berdasarkan pada Pasal 33 UUD 1945 tersirat bahwa pembangunan ekonomi nasional yang hendak dicapai haruslah berdasarkan pada demokrasi ekonomi yang bersifat kerakyatan yaitu terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di samping itu Pasal 33 UUD 1945 tersebut memberikan petunjuk bahwa roda perekonomian nasional tidak dibiarkan begitu saja kepada pasar tetapi harus ada intervensi pemerintah yang mengatur aturan main (rule of the game) dalam menjalankan perekonomian nasional dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 mengandung pengertian imperatif, artinya bahwa perekonomian nasional tidak dibiarkan berjalan sendiri atau mengikuti kekuatan-kekuatan yang ada atau kekuatan pasar

bebas. Perkataan “disusun” mengisyaratkan adanya upaya membangun secara

(13)

13

Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa globalisasi dunia yang dimotori oleh liberaliralisasi perdagangan merupakan suatu hal yang tidak dapat kita hindari. Sebagai bagian dari masyarakat internasional yang melakukan interaksi dengan masyarakat internasional maka interaksi ekonomi tidak dapat kita elakkan. Instrumen hukum pendukung liberalisasi antara lain adalah perjanjian pembentukan World Trade Organization (WTO) dan perjanjian-perjanjian lainnya. Landasan politik hukum pengesahan perjanjian internasional yang patut kita rujuk dalam proses pengesahan perjanjian internasional adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Ketentuan Pasal 3 menyatakan bahwa prinsip dasar dalam setiap pengesahan perjanjian internasional adalah memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan hukum internasional. Ketentuan ini terlihat ada kontradiksi yang terkandung di dalamnya karena menyandingkan kepentingan nasional dan kepentingan internasional merupakan suatu hal yang tidak logis. Namun ketentuan ini dapat dijadikan landasan bagi politik hukum yang diambil pemerintah dan parlemen dalam setiap kebijakan untuk mengesahkan perjanjian internasional. Perjanjian internasional mempunyai pengaruh terhadap pembentukan hukum nasional.

Dalam sistem pembangunan nasional Indonesia kebijakan dan politik pembangunan nasional dituangkan dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang. Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang diuraikan bahwa RPJP dalam politik pembangunan nasional adalah :

“RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya

Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam bentuk rumusan visi, misi

(14)

14

Merujuk pada ketentuan di atas dapat dikatakan bahwa RPJP merupakan cerminan dari politik pembangunan yang hendak mewujudkan tujuan kehidupan berbangsa dan berbangsa dan negara yang tertuang dalam pembukaan undang-undang dasar 1945. Dari RPJP kita juga dapat melihat bagaimana politik hukum dan sebuah program pembanguan yang akan ditempuh dalam jangka waktu 20 tahun kedepan. Dalam konteks politik pembagunan hukum nasional RPJP telah meletakan landasan dasar politik hukum nasional yang diarahkan pada program reformasi hukum dan birokrasi. Secara lengkap RPJP menetapkan politik pembangunan hukum kita pada dua hal, yaitu :

1. Pembangunan hukum diarahkan untuk mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan; mengatur permasalahan yang berkaitan dengan ekonomi, terutama dunia usaha dan dunia industri; serta menciptakan kepastian investasi, terutama penegakan dan perlindungan hukum. Pembangunan hukum juga diarahkan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya tindak pidana korupsi serta mampu menangani dan menyelesaikan secara tuntas permasalahan yang terkait kolusi, korupsi, nepotisme (KKN). Pembangunan hukum dilaksanakan melalui pembaruan materi hukum dengan tetap memerhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku dan pengaruh globalisasi sebagai upaya untuk meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum, penegakan hukum dan hak-hak asasi manusia (HAM), kesadaran hukum, serta pelayanan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran, ketertiban dan kesejahteraan dalam rangka penyelenggaraan negara yang makin tertib, teratur, lancar, serta berdaya saing global.

2. Pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, di pusat maupun di daerah agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang-bidang lainnya.

(15)

15

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk meraih pangsa pasar dan peluang investasi. Guna memanfaatkan peluang tersebut, maka tantangan yang terbesar bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia menghadapi Pasar Bebas Asean adalah bagaimana mampu menentukan strategi yang tepat guna memenangkan persaingan. Saat ini, struktur ekspor produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia banyak berasal dari industri pengolahan seperti furniture, makanan dan minuman, pakaian jadi atau garmen, industri kayu dan rotan, hasil pertanian terutama perkebunan dan perikanan, sedangkan di sektor pertambangan masih sangat kecil (hanya yang berhubungan dengan yang batu-batuan, tanah liat dan pasir). Secara rinci barang ekspor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) antara lain alat-alat rumah tangga, pakaian jadi atau garmen, batik, barang jadi lainnya dari kulit, kerajinan dari kayu, perhiasan emas atau perak, mainan anak, anyaman, barang dari rotan, pengolahan ikan, mebel, sepatu atau alas kaki kulit, arang kayu/tempurung, makanan ringan dan produk bordir. Sedangkan bahan baku produksi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang digunakan adalah bahan baku lokal sisanya dari impor seperti plastik, kulit dan beberapa zat kimia.

(16)

16

tersebut, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah usaha produktif yang memenuhi kriteria usaha dengan batasan tertentu kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan.

Keberhasilan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia juga tidak terlepas dari dukungan dan peran pemerintah dalam mendorong penyaluran kredit kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Berbagai bantuan Kredit/pembiayaan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) diluncurkan oleh pemerintah dikaitkan dengan tugas dan program pembangunan ekonomi pada sektor-sektor usaha tertentu. Selain itu pemerintah berperan dalam menetapkan kebijakan dan prioritas usaha yang akan menerima kredit, melakukan pembinaan dan pendampingan selama masa kredit, dan memfasilitasi hubungan antara Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan pihak lain.

Dengan diberlakukannya UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2004, kebijakan Bank Indonesia dalam membantu pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengalami perubahan paradigma yang cukup mendasar karena BI tidak dapat lagi memberikan bantuan keuangan atau Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) sehingga peranan Bank Indonesia dalam pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berubah menjadi tidak langsung. Pendekatan yang digunakan kepada UMKM bergeser dari development role menjadi promotional role.

(17)

17

1. Implementasi program-program pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Tujuan program ini adalah untuk memfasilitasi terselenggaranya lingkungan usaha yang efisien secara ekonomi, sehat dalam persaingan, dan nondiskriminatif bagi kelangsungan dan peningkatan kinerja usaha kecil menengah.

2. Pengembangan sistem pendukung usaha bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Program ini bertujuan untuk mempemudah, memperlancar, dan memperluas akses UKM kepada sumberdaya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumberdaya lokal serta menyesuaikan skala usahanya sesuai dengan tuntutan efisiensi.

3. Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Program ini ditujukan untuk mengembangkan jiwa dan semanga kewirausahaan dan meningkatkan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), sehingga pengetahuan serta sikap wirausaha semakin berkembang dan produktivitas meningkat;

4. Pemberdayaan Usaha Skala Kecil. Program ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro.

5. Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi agar koperasi mampu tumbuh dan berkembang secara sehat.

Penetapan arah dan kebijakan Bank Indonesia dalam rangka pemberian bantuan teknis dan juga dalam rangka penyediaan informasi yang berguna dalam rangka pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Bank Indonesia melakukan kajian identifikasi peraturan di pusat dan daerah dalam rangka pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

(18)

18

Masyarat Ekonomi ASEAN (MEA) . Dalam kerangka tersebut, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan komponen utama dalam mencapai pertumbuhan inklusif dan pengurangan kemiskinan. Dalam rangka pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di ASEAN beberapa panduan dan kerangka kerja telah disepakati. ASEAN Policy Blueprint for SMEs Development (APBSD) yang merupakan panduan untuk pengembangan kebijakan untuk membangun Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) ASEAN yang berdaya saing, dinamis dan inovatif.

Dalam pertemuan ASEAN Small and Medium Enterprise Agencies Working Group (SMEWG) yang diadakan di Yogyakarta 4-5 November 2015 lalu, disusun ASEAN Strategic Action Plan for SME Development (SAP-SMED) 2016-2025 yang memuat lima (5) strategic goals yang menjadi pedoman dalam pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di ASEAN, yaitu :

1) Peningkatan produktivitas, pemanfatan teknologi dan inovasi; 2) Peningkatan akses pembiayaan;

3) Peningkatan akses pasar dan proses memasuki pasar internasional; 4) Perbaikan proses penyusunan kebijakan dan peraturan yang lebih

kondusif; serta

5) Pengembangan kewirausahaan dan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia.

Sejak di KTT di bali pada tahun 1976, para menteri ekonomi ASEAN telah meningkatkan kegiatan mereka. Dalam Deklarasi Kesepakatan ASEAN dinyatakan dalam rangka kerja sama di bidang ekonomi beberapa program kegiatan yang telah disetujui, antara lain 11:

1) Komoditas utama, terutama pangan dan energi; 2) Kerjasama dibidang perdagangan;

3) Pendekatan bersama atas persoalan komoditas internasional dan persoalan ekonomi diluar kawasan ASEAN;

4) Mekanisme kerjasama ekonomi ASEAN.

(19)

19

2. Perlindungan hukum bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

terhadap Dampak Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Perlindungan adalah segala upaya yang dilakukan untuk melindungi subyek tertentu, dapat juga diartikan sebagai tempat berlindung dari segala sesuatu yang mengancam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perlindungan hukum adalah segala upaya yang dilakukan untuk melindungi subyek itu melalui pengaturan-pengaturan dalam bentuk hukum, baik berupa peraturan perundang-undangan atau peraturan lain, maupun putusan-putusan dari pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Putusan-putusan pengadilan yang mempunyai tiga macam kekuatan eksekutorial atau kekuatan untuk dilaksanakan. Suatu putusan dimaksudkan untuk menyelesaikan suatu persoalan/sengketa dan menetapkan hak/hukumnya. Ini tidak berarti semata-mata hanya menetapkan hak dan hukumnya saja, melainkan juga realisasi/pelaksanaannya (eksekusinya) secara paksa.

Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat dinikmati hak-hak yang diberikan oleh hakim. Menurut Adnan Buyung Nasution, perlindungan hukum adalah melindungi harkat dan martabat manusia dari pemerkosaan yang pada dasarnya serangan hak pada orang lain telah melanggar aturan norma hukum dan undang-undang.

(20)

20

penunjang dari pembangunan di sektor-sektor lainnya, pembangunan nasional pada akhirnya diidentikkan dengan pembangunan ekonomi.12

Dalam perekonomian Indonesia Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar karena sebagian anggota masyarakat untuk mendapatkan penghasilan dengan jalan membuat usaha secara perorangan tersebut, sebab ini memang hal yang paling mudah. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang ini juga sudah ada cukup lama sekitar tahun 1995 yaitu UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Usaha ini sudah dilindungi mengingat dalam Pembangunan Nasional, Usaha Kecil sebagai bagian integral dunia usaha yang merupakan kegiatan ekonomi rakyat mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi. Perkembangan lingkungan perekonomian yang semakin dinamis dan global, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yang hanya mengatur Usaha Kecil perlu diganti, agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia dapat memperoleh jaminan kepastian dan keadilan .

Klausula menimbang Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil usaha. Oleh karena alasan inilah Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dibentuk supaya lebih dapat menjawab dan melindungi usaha skala kecil yang bermacam-macam jenisnya tidak hanya usaha kecil saja. Undang-Undang ini mengatur kriteria usaha yang dapat dikatakan sebagai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, pemberdayaan dan pengembangan usaha, pembiayaan, kemitraan. Pengaturan mengenai hal-hal tersebut menunjukkan adanya perlindungan hukum terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Perlindungan ini didukung dengan peraturan perundangan-undangan lain yang lebih spesifik baik yang setara Undang-Undang atau aturan dibawahnya. Undang-Undang

12 Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat Pada Tanah

(21)

21

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) ini sendiri memiliki aturan pelaksanaan juga tetapi tahun pembuatannya sebelum 2008 sehingga bisa dikatakan hal ini dibuat mengikuti UU No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil yang bisa jadi belum disesuaikan dengan kondisi saat ini. Pengaturan mengenai pemberdayaan dan pengembangan usaha, pembiayaan dan penjaminan, kemitraan dan koordinasi diuraikan sebagai berikut :

1) Pemberdayaan dan Pengembangan usaha Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.

2) Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan, dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Menurut Pasal 5 UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Menengah tujuan dari pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah :

(a) Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan;

(b) Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri;

(c) Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

(22)

22

Pengembangan Usaha Kecil, ini merupakan peraturan pelaksanaan dari UU No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut dalam Pasal 15 mengatur tentang peran pemerintah, dunia usaha dan masyarakat dalam pemberdayaan dan pengembangan usaha untuk perkuatan bagi usaha kecil untuk kelancaran pelaksanaan pembinaan dan pengembangan usaha kecil, melalui lembaga pendukung. Peran serta Pemerintah khususnya Pemerintah Daerah dalam pemberdayaan dan pengembangan usaha UMKM ini juga didukung oleh UU No. 34 Tahun 2004

Tentang Pemerintahan Daerah yaitu Pasal 14 huruf i yang berbunyi “Urusan

wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota.

Pemberdayaan dan pengembangan usaha ini merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum UMKM sebab dengan pemberdayaan dan pengembangan usaha ini maka dapat menjaga eksistensi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam sistem ekonomi Indonesia khususnya dalam menghadapi dinamika ekonomi salah satunya dengan adanya pasar bebas, termasuk MEA yang merupakan pasar bebas di ASEAN. Pemerintah memiliki kewajiban untuk meningkatkan pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Pembiayaan untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) didukung oleh beberapa peraturan perundang-undangan yang lebih spesifik yaitu :

(a) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Undang-Undang ini juga mengatur tentang pemberian modal untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di atur dalam pasal 13. (b) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah diatur dalam Pasal 1 angka 11, Pasal 21, Pasal 22.

(23)

23

Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), justru membuat pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) lebih susah memperoleh pembiayaan.

Perlindungan hukum untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sudah diberikan hukum nasional baik sebelum atau sesudah Perjanjian internasional diantaranya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berlaku, tetapi ternyata ini belum dapat maksimal memberikan perlindungan hukumnya yang ditinjau dari substansinya dikarenakan beberapa hal diantaranya :

1) Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan perjanjian internasional yang sistem hukum Indonesia tidak memiliki sikap yang jelas dalam menentukan politik hukum ratifikasi.

2) Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sudah memiliki Undang-Undang khusus untuk memberikan perlindungan, tetapi aturan pelaksanaannya masih mengikuti Undang-Undang yang lama sehingga tidak bisa mengikuti dinamisasi perkembangan ekonomi Indonesia. 3) Peraturan perundang-undangan yang mengatur permodalan Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah (UMKM) kurang dapat memberikan kepastian hukum sehingga Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) susah mendapatkan kredit/pembiayaan dari perbankan padahal modal merupakan salah satu faktor penting untuk bersaing pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

4) Perjanjian dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)sudah mengatur tahapan penurunan tariff dengan mengelompokkan produk pertanian, produk sensitif, dan produk normal yaitu produk di luar produk pertanian dan produk sensitif. Produk sensitif ini yang menjadi sisi perlindungan hukumnya sebab jangka waktu tahap penurunan dan prosentase tariff juga berbeda dengan produk lain.

(24)

24

6) Adanya Peraturan Gubernur dan Peraturan Menteri yang membatasi impor produk pertanian tertentu yang tujuannya memberikan perlindungan pada petani lokal yang termasuk usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) namun bertentangan dengan perjanjian internasional yang disahkan oleh pemerintah.

Untuk memaksimalkan perlindungan hukum nasional terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dari dampak adanya Perjanjian Internasional diperlukan adanya gagasan konsep perlindungan hukum yang ideal sehingga perlindungan hukum yang ada tidak lagi bertentangan dengan Perjanjian Internasional itu sendiri yang mana apabila bertentangan dapat menimbulkan pertentangan dengan negara lain. Untuk mewujudkan perlindungan hukum yang ideal ini perlu memperhatikan 5 syarat hukum kondusif bagi pembangunan ekonomi yaitu

1) Stability,bahwa hukum menjaga keseimbangan dan berlaku sama di hadapan kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan.

2) Predictability, yaitu akibat suatu hukum dapat diprediksi ke depanya. Hal ini penting bagi semua pelaku ekonomi.

3) Fairness atau yang dapat disamakan dengan keadilan yaitu persamaan di depan hukum dan standar sikap pemerintah diperlukan untuk memelihara mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan, adil untuk semua pihak dalam pembangunan ekonomi.

4) Educative, artinya bermuatan pendidikan.

(25)

25

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Terkait dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan serta uraian pada bab selanjutnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya :

(26)

26

Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Aplikasi teknologi informasi pada usaha mikro, kecil dan menengah akan mempermudah UMKM dalam memperluas pasar baik di dalam negeri maupun pasar luar negeri dengan efisien. Pembentukan Pusat Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berbasis Informasi Teknologi dianggap mampu mendorong pertumbuhan dan perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah di era teknologi informasi saat ini.

(27)

27

B. Saran

1. Untuk meningkatkan daya saing diperlukan sinergi antara peran pemerintah selaku pembuat kebijakan serta lembaga pendamping, khususnya lembaga keuangan mikro untuk mempermudah akses perkreditan dan perluasan jaringan informasi pemasaran. Selain itu, budaya mencintai produk sendiri dalam negeri perlu ditanamkan agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berkembang dan perkenomian nasional menjadi lebih kuat. Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) perlu aktif untuk bekerjasama dan berkoordinasi dengan pemerintah maupun pemerintah daerah untuk terus melakukan pembinaan dan pelatihan melalui peningkatan capacity building dan penerapan aplikasi Information Technology (IT), termasuk mengefektifkan web Pemda-Pemda saat ini yang tidak optimah sebagai basis komunikasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di daerah.

(28)

28

DAFTAR PUSTAKA

Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat Pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas pemisahan Horisontal, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996.

Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2004.

Ina Primiana, SE.,MT, Menggerakkan sector Riil UKM dan Industri,

Bandung:Alfabeta,2009.

Mochtar Kusumaatmadja,Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional, Bandung:Bina Cipta,1986.

Moh.Mahfud M.D, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi,Jakarta:Pustaka LP3ES,2006.

Norman Gemmel, Ilmu Ekonomi Pembangunan, Jakarta:PT PustakaLP3S Indonesia,1994.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum,cet.III, Bandung:Citra Aditya Bhakti,1991.

Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional,Bandung:Alumni,1991.

T. Sunaryo,Ph.D, Ekonomi Manajerial Aplikasi Teori Mikro, Jakarta: Erlangga, 2001.

Referensi

Dokumen terkait

64 Diagram Hasil Kuisioner Post Test Pertanyaan “Apakah dengan adanya Aplikasi Manajemen Keuangan KKL responden mendapatkan informasi yang akurat (informasi

Our previous report noted that ethanolic extract of ficus leaves and sappan wood performed cytotoxic effect on T47D breast cancer cells through cell cycle arrest and apoptosis

...,Penerapan Metode Group Investigation Untuk Meningkatkan Standar Kompetensi Mahasiswa Dalam Mata Kuliah Metode Penelitian I, Disampaikan dalam Seminar Hibah Pengajaran Due

Saat ini proses perencanaan pembuatan sistem pengelolaan air terpadu akan dilaksanakan mulai semester kedua, tetapi karena kondisi curah hujan mulai menunjukkan

Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan

Keputusan Bapak Abdul Khodir untuk membuat grup tersendiri m Grup Kenthongan Dalan Laras adalah salah satu grup kesenian kenthongan yang ada di desa Kaesugihan,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak dari krisis keuangan global dalam mempengaruhi faktor internal dan faktor eksternal dari bank syariah di

yang menyatakan bahwa relevansi laba akan menurun dan sebaliknya relevansi nilai buku ekuitas akan meningkat ketika perusahaan melakukan manajemen laba melalui short-term