• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Pemerintah Dalam Menyelaraskan Huk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Pemerintah Dalam Menyelaraskan Huk"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Peran Pemerintah Dalam Menyelaraskan Hukum dan

Pembangunan Ekonomi di Indonesia

Pemerintah, hukum dan pembangunan ekonomi adalah tiga hal yang sangat berbeda satu sama lainnya. Akan tetapi kalau dilihat lebih seksama maka akan terlihat benang merah diantara ketiganya. Dalam berbagai studi mengenai hubungan hukum dan pembangunan ekonomi terlihat bahwa pembangunan ekonomi tidak akan berhasil tanpa adanya pembaruan hukum. Dikatakan bahwa memperkuat institusi-institusi hukum adalah “precondition for economic change”, “crucial to the viability of new political systems’, and “en agent of social change”. Para ahli ilmu sosial di Barat pada umumnya melihat bahwa bangsa-bangsa di dunia menjalani tiga tahap pembangunan satu demi satu, yaitu ‘unification’ atau unifikasi, ‘industrialization’ atau industrialisasi, dan ‘social welfare’ atau kesejahteraan sosial. Negara-negara berkembang ingin mencapai tiga tahap tersebut sekaligus atau dicapai dalam waktu yang sama. Hal yang sama juga dihadapi oleh Indonesia dewasa ini, bagaimana menghindari disintegrasi bangsa, dalam waktu yang sama memulihkan ekonomi dari krisis yang berat, dan memperluas kesejahteraan sosial sampai mencapai masyarakal yang paling bawah.1

Menurut studi yang dilakukan oleh Burg’s mengenai hukum dan pembangunan terdapat 5 (lima) unsur yang harus dikembangkan supaya tidak menghambat ekonomi dan memiliki peran dalam mendorong pembangunan, yaitu ‘stability’, ‘predictability’, ‘fairness’, ‘education’, dan ‘the

(2)

special development abilities of the lawyer’.2Selanjutnya Burg’s

mengemukakan bahwa unsur pertama dan kedua di atas ini merupakan persyaratan supaya sistem ekonomi berfungsi. Di sini “stabilitas” berfungsi untuk mengakomodasi dan menghindari kepentingan-kepentingan yang saling bersaing. Sedangkan “prediksi” merupakan kebutuhan untuk bisa memprediksi ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan ekonomi suatu negara. Aspek keadilan (fairness) seperti persamaan didepan hukum, standar sikap pemerintah, adalah perlu untuk memelihara mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berkelebihan. Tidak adanya standar tentang apa yang adil dan apa yang tidak adil adalah masalah besar dihadapi oleh negara-negara berkembang. Dalam jangka panjang ketiadaan standar tersebut menjadi sebab utama hilangnya legitimasi pemerintah.3

Pemikiran yang konvensional mengatakan bahwa persatuan nasional, terciptanya stabilitas disertai dinamika masyarakat dan pasar, adalah prasyarat untuk membangun prasarana industri, dan pertumbuhan industri adalah prasyarat untuk berhasilnya usaha mengatasi kemiskinan, kebodohan dan berbagai macam penyakit.4

Hukum di Indonesia

Berbicara mengenai peran hukum dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, tentu harus berbicara terlebih dahulu mengenai hukum di Indonesia. Dapat dikatakan hampir sebagian besar hukum di Indonesia merupakan peninggalan jaman kolonial terdahulu, terutama hukum-hukum

2 Leonard J. Theberg, Law and Economic Development, Journal of the international law and policy, vol. 9:231, 1980, hal 232

3 Ibid.

(3)

yang menjadi dasar dari tata cara hidup bernegara seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sehingga dapat dikatakan bahwa hukum di Indonesia banyak yang sudah tertinggal dan sebenarnya tidak layak untuk diterapkan.

Selain itu dalam melihat hukum di Indonesia harus disadari bahwa hampir tidak mungkin untuk diciptakan atau disusun satu ilmu hukum Indonesia yang seragam dikarenakan alasan sejarah, pluralisme masyarakat Indonesia dan Indonesia bagian dari masyarakat global. Pertama, sejarah Indonesia tidak terlepas dari perkembangan globalisasi ekonomi dan globalisasi hukum pada masa yang lampau dan sekarang. Globalisasi ekonomi dimulai dari perdagangan rempah-rempah sampai masa kolonialisme: perdagangan dan penjajahan tidak hanya membawa komoditi Indonesia kepasar dunia, tetapi juga membawa hukum baru ke negeri ini. Sekarang globalisasi ekonomi yang berujung pula pada globalisasi hukum berlangsung dengan damai, antara lain melalui perjanjian. Oleh karenanya setidak-tidaknya empat sistim hukum hidup berdamping-dampingan secara damai di Indonesia dewasa ini: Hukum Adat, Hukum Islam, “Civil Law” dan

“CommonLaw.”5

Dalam keaneka ragaman sistim hukum tersebut sulit untuk menciptakan suatu unifikasi hukum di Indonesia secara keseluruhan. Unifikasi bisa dilakukan pada bidangbidang hukum yang netral, seperti ekonomi, perdagangan; perburuhan, pidana. Sebaliknya Unifikasi tidak dapat dilakukan pada bidang-bidang yang bersangkutan dengan agama dan adat, seperti perkawinan dan warisan, hak untuk mati, hak untuk menggugurkan kandungan dan perkawinan sesama sex. Oleh karena itulah dalam

(4)

menggagas ilmu hukum Indonesia kita perlu mengingat keanekaragaman agama, adat, masyarakat dan sistim hukum yang hidup itu.6

Peran Pemerintah

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa pada dasarnya antara hukum dan pembangunan ekonomi saling terkait satu sama lain, yang mana dengan kata lain hukum dan pembangunan ekonomi haruslah selaras. Walaupun terlihat mudah secara teori, hanya harus menyelaraskan hukum dan pembangunan ekonomi, pada praktiknya hal tersebut sangatlah sulit. Hal ini dikarenakan hukum yang ada seringkali tidak sejalan dengan kebutuhan yang dibutuhkan dalam menciptakan pembangunan ekonomi yang baik. Oleh karena itulah dibutuhkan pengawas dari proses berjalannya hukum dan juga sekaligus memastikan bahwa hukum yang ada sesuai kebutuhan agar tidak menghambat proses pembangunan, dalam bentuk Pemerintah.

Pemerintah memegang peranan penting dalam menyelaraskan pembanguan ekonomi dan hukum. Hal ini dikarekanakan pemerintah sebagai regulator dan juga pihak yang bertugas dan berwenang mengatur dan memandu jalannya sebuah Negara. Dalam proses pembangunan pemerintahlah yang memegang peranan paling vital, yang mana seharusnya pembangunan dilandaskan pada keinginan dan tujuan untuk mensejahterakan rakyat. Akan tetapi pada kenyataannya seringkali berbagai aktivitas yang mengatasnamakan pembangunan menjadi salah arah dan tidak sesuai dengan keinginan dan tujuan untuk mensejahterakan rakyat, hal ini dikarenakan seringkali pembangunan ekonomi dilaksanakan dengan mengesampingkan aspek-aspek hukum.

Pemerintah seringkali terperangkap formalitas dan sikap-sikap pragmatis, sekadar untuk mengembalikan, mempertahankan dan mengakumulasi modal ekonomi, sosial, kultural dan simbolisme. Dalam

(5)

mewujudkan pembangunan ekonomi, norma-norma hukum tidak boleh dilupakan, jika norma-norma hukum dilupakan maka pembangunan yang menghadirkan kesejahteraan rakyat pada akhirnya hanya akan menjadi ilusi semata. Selama ini dapat dikatakan bahwa peningkatan kesejahteraan masyarakat lebih berorientasi produksi daripada mendistribusikan kesejahteraan. Yang mana ironisnya, dengan mengatasnamakan pembangunan, program pemerintah tidak memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakat, tetapi justru mereduksi kemampuan swadaya lokal.7

Strategi pembangunan bagi kesejahteraan harus dengan tegas didasarkan pada hubungan yang erat antara strategi dan proses pembangunan dengan usaha-usaha untuk memajukan penghargaan terhadap hukum. Pembangunan haruslah berpusat pada rakyat dan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat untuk turut berpartisipasi dan berkontribusi. Pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk terciptanya kesejahteraan rakyat tidak relevan lagi jika masih menggunakan pendekatan pemenuhan kebutuhan (need based approach). Pendekatan kebutuhan sifatnya terbatas, bahkan dipandang telah gagal memerangi kemiskinan dan penyalahgunaan kekuasaan. Masyarakat hanya ditempatkan sebagai ”objek pembangunan”, bukan menjadi ”subjek pembangunan”. Dapat dikatakan yang paling ideal saat ini adalah pembangunan berbasis hak (right based approach) yang harus menjadi pijakan semua aparatur pemerintah. Tujuannya untuk memberi pengaruh bagi akuntabilitas dan keseimbangan dalam proses pembangunan.

7 Peran Pemerintah Dalam Menegakkan Hak Asasi Manusia,

(6)

Akuntabilitas pembuat kebijakan adalah salah satu indikator penting dalam pendekatan pembangunan berbasis hukum.8

Dalam pendekatan pembangunan berbasis hukum, strategi pembangunan akan terfokus pada penggalian akar masalah sehingga intervensi lebih menyeluruh dan terintegrasi. Akar persoalan seperti terciptanya kepastian hukum akan memperoleh perhatian lebih, termasuk pada gejala ketidakberdayaan dan ketersingkiran kaum tidak lemah terhadap terciptanya kepastian hukum. Sementara berbicara dalam konteks pembangunan ekonomi, pendekatan hukum juga menjadi penting karena berpotensi memberdayakan masyarakat. Pembangunan harus bisa dipenuhi dan dinikmati oleh seluruh masyarakat, utamanya kaum lemah atau kelompok rentan. Disadari atau tidak, mereka kerap terpinggirkan dari menikmati hak-hak mereka dalam proses pembangunan. Yang mana dalam hal ini pemerintah memegang peranan penting agar terciptanya keselarasan dalam hukum dan pembangunan.

Kesimpulan

Pada intinya pembangunan ekonomi dengan berlandaskan hukum atau pembangunan ekonomi yang selaras dengan hukum merupakan sebuah upaya untuk melakukan perubahan yang bertujuan untuk melakukan perubahan untuk melaksanakan hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya dalam masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena pembangunan dengan berlandaskan hukum menuntut adanya perubahan terkait soal kebijakan sosial dan ekonomi, hukum, alokasi sumber daya, partisipasi, kontribusi dan pemberdayaan masyarakat yang berujung pada kesejahteraan.

Dapat dikatakan bahwa pembangunan ekonomi yang berlandaskan hukum atau pembangunan ekonomi yang selaras dengan hukum adalah satu

8 The Human Rights Based Approach,

(7)

Referensi

Dokumen terkait

penelitian ini adalah pertanyaan yang dirancang untuk mengukur tingkat pemahaman siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini

Hasil ini juga didukung oleh wawancara dari guru pengampu mata pelajaran ekonomi peminatan yang menyatakan bahwa sebagian besar siswa tidak terlihat malu jika dalam satu

Hubungan Pola Makan dengan Keluhan Gangguan Sistem Pencernaan Mahasiswa di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang ..... Keterbatasan

Pada tahun 1888 didirikan Chemis Pharmacologisch Laboratorium sebagai bagian dari Kebun Raya Bogor dengan tujuan menyelidiki bahan-bahan atau zat-zat yang terdapat

Berdasarkan hasil analisis statistika menunjukkan bahwa pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya) 10% dalam ransum ternak babi tidak mempengaruhi terhadap

Kondisi inilah yang memerlukan perhatian dari berbagai pihak, pemerintah sebagai regulator, dan masyarakat petani sebagai pelaksana, serta masyarakat industri harus

pendedahan kepada individu atau masyarakat yang tidak mempunyai pengetahuan tentang. seni atau yang meminati bidang seni untuk lebih memahami dan mendalami suatu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sarana prasarana belajar dan kesulitan belajar terhadap prestasi belajat siswa pada mata pelajaran akuntansi