• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pemberdayaan Masyarakat Dan Transfer Intergenerasi Terhadap Kualitas Penduduk Lanjut Usia (Lansia) Sebagai Sumber Daya Manusia Di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pemberdayaan Masyarakat Dan Transfer Intergenerasi Terhadap Kualitas Penduduk Lanjut Usia (Lansia) Sebagai Sumber Daya Manusia Di Kota Medan"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

129 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

Perencanaan menurut Friedman dalam Tarigan (2008) mengartikan perencanaan cara pikir dalam mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi sehingga akan menghasilkan sesuatu di masa yang akan datang yang melibatkan banyak pihak sehingga dapat diterima oleh masyarakat. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mendefinisikan perencanaan sebagai “suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia”.

Perencanaan dapat dilihat dari dua sisi yaitu perencanaan yang membutuhkan suatu teknik dan profesi tertentu sedangkan yang kedua perencanaan adalah kegiatan yang melibatkan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung (Tarigan, 2008). Perencanaan mengandung dua unsur penting, yaitu hal yang ingin dicapai dan cara untuk mencapainya (Rustiadi et al., 2009).

(2)

130 Perencanaan wilayah berkaitan dengan kajian yang sistematis atas aspek fisik, sosial-budaya, ekonomi, dan lingkungan untuk mengarahkan pemanfaatannya dengan cara terbaik untuk meningkatkan produktivitas guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Sasaran perencanaan wilayah adalah efisiensi dan produktivitas, pemerataan dan akseptabilitas masyarakat, serta keberlanjutan (Sirojuzilam, 2011).

(3)

131 Tabel 2.1

Indikator Pembangunan Wilayah Berdasarkan Pendekatan Pengelompokan Basis Kelompok Indikator-indikator operasional Tujuan

pembangunan

1. Produktivitas, efisiensi, dan

pertumbuhan (growth)

a. Pendapatan wilayah (PDRB, PDRB per kapita, pertumbuhan

PDRB)

b. Kelayakan finansial/ekonomi c. Spesialisasi, Keunggulan komparatif/kompetitif (Location

Quotient, Shift- Share Analysis)

d. Produk utama (produktivitas) 2.

Pemerataan,keberimbang an,

dan keadilan (equity)

a. Distribusi pendapatan (Gini ratio, struktural)

b.Ketenagakerjaan/penganggur an (terbuka, terselubung, setengah)

c. Kemiskinan (Good-service ratio, garis kemiskinan,

a. Dimensi lingkungan b. Dimensi ekonomi c. Dimensi sosial Sumberdaya 1. Sumberdaya manusia a. Pengetahuan

b. Keterampilan c. Kompetensi d. Etos kerja/sosial

(4)

132

b. Organisasi sosial (network) c. Rasa percaya (trust)

Proses

b. Input antara, transparansi, efisiensi

manajemen, tingkat partisipasi

masyarakat/stakeholders c. Total volume produksi Sumber : Rustiadi, 2009

Dari Tabel 2.1 dapat diketahui bahwa salah satu dasar melihat pembangunan wilayah adalah sumber daya manusia yang mempunyai indikator terdiri dari pengetahuan, keterampilan, kompetensi, etos kerja/sosial, pendapatan/produktivitas, kesehatan dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Sumber daya manusia memegang peranan strategis dalam pengembangan wilayah. Budiharsono dalam Sirojuzilam mengemukakan bahwa ada enam pilar dalam pengembangan wilayah sebagaimana Gambar 2.1.

Gambar 2.1

Aspek Pengembangan Wilayah

(5)

133 Pengembangan wilayah dapat menganalisis dari aspek biogeofisika, geografi, lokasi, sosial, ekonomi dan kelembagaan. Aspek biogeofisik meliputi kandungan sumber daya hayati, sumber daya non hayati, jasa-jasa maupun sarana dan prasarana yang ada pada wilayah tersebut; aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi disekitar wilayah; aspek sosial meliputi budaya, pembinaan kualitas sumber daya manusia; aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif atau tidak serta peraturan dan perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga sosial ekonomi yang ada di wilayah tersebut; aspek lokasi menunjukkan keterkaitan antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya yang berhubungan dengan sarana produksi, pengelolaan maupun pemasaran dan aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana proses produksi mengambil input apakah merusak atau tidak. Tujuan pengembangan wilayah adalah untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat atau kualitas hidup di suatu wilayah, atau memajukan dan memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada (Jayadinata ,1992; Zen, 2001; Soetomo, 2008).

(6)

134 Pembangunan dan sumber daya manusia mempunyai kaitan dimana pembangunan adalah kemampuan yang ditentukan oleh apa yang dapat mereka lakukan dengan apa yang mereka miliki untuk meningkatkan kualitas manusia. Sumber daya mengacu kepada suatu fungsi atau substansi yang dapat berbuat dalam suatu kegiatan atau suatu operasi dan muncul dari interaksi antara manusia dan alam. Manusia mencari alat atau cara-cara untuk memenuhi kebutuhannya sehingga mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan untuk keluar dari kesukaran-kesukaran yang dihadapinya. Fokus utama pengembangan wilayah adalah manusia. Pengembangan wilayah wilayah harus disertai pembangunan masyarakat selain memanfaatkan sumber daya alam melalui teknologi, manusianya pun harus dikembangkan (Zen, 2001).

Tiga indikator keberhasilan pengembangan wilayah yang dapat dilihat sebagai kesuksesan pembangunan daerah yaitu produktivitas yang dapat diukur dari perkembangan kinerja suatu institusi beserta aparatnya, efisiensi, yang terkait dengan meningkatnya kemampuan teknologi/sistem dan kualitas sumber daya manusia dalam pelaksanaan pembangunan dan partisipasi masyarakat, yang dapat menjamin kesinambungan pelaksanaan suatu program di suatu wilayah serta Ketiga indikator keberhasilan tersebut terkait erat dengan faktor-faktor yang menjadi ciri suatu wilayah dan membedakannya dengan wilayah lainnya seperti kondisi politik dan sosial, struktur kelembagaan, komitmen aparat dan masyarakat, dan tingkat kemampuan/pendidikan aparat dan masyarakat.

(7)

135 penduduk yang ada di wilayah tersebut. Penduduk yang ada di wilayah termasuk penduduk yang sudah tua atau yang disebut dengan lansia. Lansia juga termasuk subjek dan objek pembangunan pada suatu wilayah. Oleh sebab itu dengan jumlah lansia yang semakin banyak diharapkan lansia menjadi sumber daya manusia mempunyai kualitas yang baik sehingga tidak menjadi beban pembangunan.

2.2 Penduduk Lanjut Usia Sebagai Sumber Daya Manusia 2.2.1 Pengertian Lanjut Usia

Lanjut usia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang (Azizah, 2011). Laslett (Caselli dan Lopez, 1996) mengutarakan bahwa menjadi tua (aging) yaitu proses perubahan biologis secara terus menerus yang dialami manusia pada semua tingkatan umur dan waktu, sedangkan usia lanjut (old age) merupakan istilah untuk tahap akhir dari proses penuaan tersebut (Suardiman, 2011).

Birren dan Schroots membedakan tiga proses sentral, yaitu penuaan sebagai proses biologis (senescing), menjadi senior dalam masyarakat (elderling) atau penuaan sosial (elderling) dan penuaan psikologis subjektif (geronting) (Monks, 2002). Terdapat berbagai macam sudut pandang yang dapat mendefinisikan secara khusus mengenai arti lanjut usia. Azizah (2011) menuliskan bahwa Stanley dan Beare (2007) menganalisis kriteria lanjut usia dari 57 negara didunia dan menemukan bahwa kriteria lanjut usia yang paling umum adalah gabungan antara usia kronologis, dengan perubahan peran dalam peran sosial, dan diikuti status fungsional seseorang.

(8)

136 yang dapat dilihat perubahannya dalam tiga proses yaitu biologis, sosial dan psikologis, mengalami perubahan peran dalam status sosial dan fungsionalnya.

2.2.2 Pendekatan-Pendekatan Sebagai Batasan Lanjut usia a. Pendekatan Kronologis

Masa tua atau masa dewasa akhir, merupakan masa yang usianya dimulai dari 60 tahun. Para ilmuan sosial yang mengkhususkan diri mempelajari penuaan merujuk kepada tiga kelompok lanjut usia, yaitu:

1) Lanjut usia muda (young old), yang memiliki usia 65 sampai 74 tahun, yang biasanya masih aktif, vital, dan bugar.

2) Lanjut usia tua (old old), yang memiliki usia 75 sampai 84 tahun.

3) Lanjut usia tertua (oldest old), dengan rentang usia 85 tahun keatas, cendrung lebih lemah dan tidak bugar serta memiliki kesulitan dalam aktifitas sehari-hari (Papalia, 2008).

Standar permulaan umur seseorang lanjut usia di Indonesia adalah 60 tahun. Hal ini sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pada pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas.

b. Pendekatan Peran dan Fungsi Sosial

(9)

137 daripada kuantitas dan aktifitas yang dilakukan. Penjabaran lebih lanjut bahwa dari satu sisi, aktifitas lanjut usia dapat menurun, namun dari sisi lain dapat dikembangkan seperti peran baru lanjut usia sebagai relawan, ketua RT atau RW, kakek atau nenek serta janda atau duda (Maryam, et.al., 2008).

Teori ini memberikan kesempatan pada lanjut usia untuk terus terlibat dalam berbagai kegiatan, terus bekerja memberikan kontribusi bagi kepuasan dan kebahagiaan hidup secara berarti bagi usia lanjut (Suardiman, 2011).

c. Tugas Perkembangan Lanjut Usia

Sebagaimana individu yang memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda pada setiap tahapan perkembangannya, lanjut usia memiliki tugas perkembangan yang berbeda dengan tahapan perkembangan sebelumnya. Tugas perkembangan di lanjut usia adalah tercapainya integritas seseorang, yang bermakna bahwa individu tersebut berhasil memenuhi komitmen dalam hubungannya sendiri dengan orang lain (Prawitasari, 1994). Menurut Hurlock (2004), tugas perkembangan usia lanjut adalah menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan, menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan (income) keluarga, menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup, membentuk hubungan dengan orang-orang seusia, membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan dan menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.

2.3 Kualitas Sumber Daya Manusia Penduduk Lanjut Usia

(10)

138 dengan standard hidup. Pendekatan yang dilakukan dalam mengukur kualitas hidup adalah :

a. Pendekatan kesejahteraan subjektif. Pendekatan ini berkaitan dengan tradisi utilitarian.

b. Pendekatan kapabilitas yaitu dengan melihat hidup seseorang sebagai kombinasi antara berbagai kegiatan dan kemandirian (functionings) dan kebebasan untuk memilih antara fungsi-fungsi tersebut (capabilities). c. Pendekatan alokasi yang adil yaitu menimbang berbagai dimensi non

moneter kualitas hidup (melampaui barang dan jasa yang diperdagangkan di pasar) dengan suatu cara yang menghargai preferensi seseorang (Stiglitz,et.al, 2011).

Pendekatan kapabilitas dan alokasi menekankan pada kondisi objektif masyarakat dan kesempatan yang tersedia bagi masyarakat. Ciri-ciri yang berkaitan dengan objektif pada kualitas hidup adalah kesehatan, pendidikan, aktivitas personal, hubungan dan kekerabatan sosial, lingkungan hidup dan ketidakamanan (bersifat ekonomi dan fisik).

Salah satu upaya yang dilakukan oleh dinas sosial dengan memperkenalkan Pelembagaan Lanjut Usia dalam kehidupan bangsa yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, organisasi sosial, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha maupun pemerintah pusat dan daerah pada tahun 1996. Program-program pokok yang dilaksanakan adalah :

1. Kesejahteraan.

(11)

139

Fisik

yaitu yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan uang, serta lanjut usia yang tidak potensial yaitu lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

Kualitas lansia dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu kesehatan, ekonomi , sosial. Dalam hal kesehatan WHO menyatakan dalam penanganan kesehatan lansia adalah Add life to years as well as years to life. Konsep kesehatan penduduk lansia berbeda dengan penduduk lainnya, ada tiga hal yang menyangkut kesehatan lansia yaitu status fungsional, masalah kesehatan utama dan penyakit. Status fungsional merupakan interaksi dari gangguan fisik, psikis dan sosial ekonomi (Darmojo, 2009). Perbedaan status fungsional lansia dan populasi lain dapat terlihat pada Gambar 2.2.

Status fungsional pada lansia :

Pada populasi lain :

Gambar 2.2

Perbedaan Status Fungsional Pada Lansia dan Populasi Lain

Aspek ekonomi yang menyangkut penduduk lansia dilakukan rekomendasi

Fisik Psikis

Sosek

Psikis

(12)

140 yang diberikan Word Assembly on Ageing (WAA) pada tahun 1982 untuk lanjut usia yaitu bahwa masalah lanjut usia merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kondisi sosial ekonomi masyarakat. Oleh karena itu para lansia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kependudukan dan merupakan unsur penting dalam proses pembangunan ekonomi.

Jones dan Rose (2005) dalam bukunya mengenai “Physical Activity Instruction For Older Adults” menyatakan bahwa successful aging menurut teori psikologi dapat dijelaskan melalui tiga teori besar, yaitu :

a. Teori Maslow, dengan hierarki kebutuhannya (hierarchy of needs). Maslow menjelaskan bahwa hierarki kebutuhan dengan mewajibkan kepuasan bagi kebutuhan level terendah sebelum mencapai kebutuhan selanjutnya yang lebih tinggi. Berdasarkan teori tersebut, seseorang akan menjadi semakin bijak apabila menjadi lebih beraktualisasi diri dan transenden. Aktualisasi diri merupakan jika menemukan pemenuhan diri dan memahami potensi seseorang. Sedangkan transenden adalah membantu orang lain menemukan pemenuhan dirinya dan memahami potensi yang mereka miliki (Friedman & Schustack, 2012).

b. Teori perkembangan psikososial dari Erikson (psychosocial stages of development). Teori tersebut mengungkapkan bahwa proses perkembangan kepribadian melewati delapan tingkatan, yang setiap tingkatannya memiliki ciri beberapa tipe dari krisis-krisis psikososial yang harus diselesaikan agar successful aging dapat terjadi.

(13)

141 (2) menjadi produktif dengan membangun keluarga atau melalui beberapa bentuk pekerjaan dan (3) melihat kembali kepada kehidupan seseorang dengan kebanggaan dan kepuasan. Ditambahkan lagi, salah satunya yaitu dengan pendekatan kematian dengan martabat dan penerimaan.

c. Teori Baltes dan Baltes mengenai strategi optimisasi secara selektif dengan kompensasi (theory of selective optimization with compensation). Dijelaskan berfokus kepada tiga strategi yaitu manajemen perilaku hidup untuk mempertahankan kemerdekaan fungsional di kemudian hari (1) memfokuskan kepada bidang prioritas hidup yang tinggi, bidang yang menghasilkan perasaan kepuasan dan kontrol pribadi, (2) mengoptimalkan keterampilan pribadi yang tersisa dan bakat yang memperkaya dan meningkatkan kehidupan serta (3) kompensasi kehilangan fungsi fisik dan mental dengan menggunakan berbagai macam strategi pribadi dan sumber daya teknologi, baik milik salah seorang atau orang lain, untuk mencapai tujuan.

Berdasarkan ketiga teori di atas, dapat disimpulkan bahwa successful aging dapat diartikan sebagai seorang lanjut usia yang berada di puncak dan telah mengalami tahapan-tahapan dalam perkembangan psikososial, serta mampu memenuhi beberapa tahapan dalam hierarki Maslow, dan menghadapi tantangan dalam usianya dengan strategi optimisasi secara selektif dengan kompensasi.

Jones dan Rose (2005), menyebutkan lansia yang sukses atau berkualitas dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu kemandirian, keuangan dan status sosial, kebermaknaan hidup dan aktualisasi diri.

a. Kemandirian

(14)

142 lanjut usia, mandiri mengandung arti bahwa dalam menjalani kesehariannya seorang lanjut usia tidak bergantung kepada orang lain.

Mandiri dapat dilihat dari berbagai macam sudut, antara lain:

1) Mandiri dalam arti ekonomi, merupakan kemandirian dari segi ekonomi, dimana lanjut usia tidak memiliki ketergantungan keuangan pada orang lain, sekaligus memiliki pendapatan yang dapat menjamin kehidupannya. Misalnya, pensiun, tabungan hari tua, dan lain sebagainya.

2) Mandiri ditinjau dari kemampuannya untuk melakukan kegiatan sehari-hari (Actifities of Daily Life-ADL), meliputi; lanjut usia mandiri sepenuhnya, mandiri dengan bantuan langsung keluarganya, dengan bantuan tidak langsung, lanjut usia dengan bantuan badan sosial, lanjut usia di panti wredha, lanjut usia yang di rawat di rumah sakit, dan lanjut usia dengan gangguan mental.

3) Mandiri berdasarkan aspek kepribadian, yaitu kemampuan mengatasi masalah, penuh ketekunan, memperoleh kepuasan dari usahanya serta berkeinginan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain.

4) Mandiri menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 pasal 1 dan 3. Kemampuan untuk mandiri hanya dilakukan oleh lanjut usia yang potensial, yaitu lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan menghasilkan barang atau jasa.

(15)

143 Nasional Lanjut Usia, 2010).

b. Finansial dan Status Sosial

Finansial bagi lanjut usia bukanlah salah satu kewajiban di dalam masanya. Namun, ideal dari masa usia lanjut terhadap keuangan adalah suatu masa dimana masa tersebut tidak direpotkan oleh urusan mencari uang, tetapi masa menikmati jerih payahnya bekerja pada waktu muda, sehingga hidup tenang, sejahtera dan bahagia (Suardiman, 2011).

Keuangan hanya sebagai penjaga agar mereka tetap mandiri (Hurlock, 2004). Status sosial bagi lanjut usia terutama lanjut usia pada masyarakat Jawa adalah lanjut usia yang menjadi pepundhen dan sesepuh. Pepundhen merupakan julukan untuk lanjut usia sebagai seseorang yang dipundhipundhi, ditempatkan pada tempat yang tinggi, dihormati. Budaya Jawa juga memberi status yang tinggi pada orang tua atau usia lanjut yang berperan aktif dan biasa disebut dengan sesepuh. Diharapkan lanjut usia dapat berperan sebagai penasihat yang arif bijaksana, pemandu kegiatan keagamaan, pemelihara tradisi serta menjadi teladan bagi generasi muda (Suardiman, 2011).

c. Kebermaknaan Hidup

Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Bila hal itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (happiness) (Bastaman, 2007).

(16)

144 menjalaninya dengan tenang. Dia selalu berusaha meningkatkan iman dan takwanya kepada Tuhan. Ia mampu hidup mandiri dan tidak terlalu tergantung pada keluarga, apalagi membebaninya. Hubungan dengan pasangan tetap rukun, demikan juga terhadap anak-anak dan kerabat dekatnya. Ia juga memiliki teman dan sahabat serta lingkungan di luar keluarga tempat berkomunikasi dan bergaul. Kondisi kesehatan terjaga dengan baik, sama halnya dengan kesejahteraannya. Lanjut usia bermakna juga dihormati dan menjadi panutan dalam keluarga dan lingkungannya, ia berusaha membagi pengalamannya yang bermanfaat. Lanjut usia juga memiliki harapan dirinya akan menjadi lebih baik dan bersedia memperbaiki diri. Hasratnya adalah menjadi orang yang berguna dan memberikan manfaat sebanyak-banyaknya pada lingkungan sekitarnya (Bastaman, 2007). d. Aktualisasi Diri

Pencetus dari teori aktualisasi diri ini adalah Maslow. Disebutkan bahwa aktualisasi diri hanyalah terdapat pada orang-orang dengan usia lanjut dan cenderung dipandang sebagai suatu keadaan puncak atau keadaan akhir.

Aktualisasi diri merupakan suatu tujuan jangka panjang, bukan sebagai suatu proses dinamis yang terus aktif sepanjang hidup, serta lebih sebagai Ada daripada Menjadi. Hal itu dikarenakan proses aktualisasi merupakan perkembangan atau penemuan jati diri dan mekarnya potensi yang ada atau yang terpendam (Goble, 2010). Ciri-ciri umum individu dengan manusia yang mengaktualisasikan dirinya antara lain :

(17)

145 2) Memiliki ketegasan mengenai yang benar dan yang salah di dalam berbagai macam aspek kehidupan, sehingga mampu menembus dan melihat realitas yang tersembunyi.

3) Memiliki sifat rendah hati, mampu mendengarkan orang lain dengan sabar, mau mengakui bahwa mereka tidak tahu segalanya dan bahwa orang lain akan mengajari mereka sesuatu.

4) Memiliki persepsi yang jauh dari hasrat-hasrat, kecemasan, ketakutan, harapan, optimisme palsu atau pesimisme yang diiringi dengan penuh keyakinan.

5) Membaktikan diri pada tugas atau kewajiban tertentu.

6) Memiliki kreatifitas yaitu fleksibilitas, spontanitas, keberanian, berani berbuat kesalahan, keterbukaan dan kerendahan hati (terbuka terhadap gagasan baru). 7) Kadar konflik dalam diri yang rendah, tidak berperang melawan dirinya

sendiri, pribadi menyatu. Artinya memiliki lebih banyak energi untuk hal-hal yang lebih produktif. Jika melakukan kesalahan, maka kesalahan itu diterimanya dengan lapang hati.

8) Mandiri yaitu tidak terlalu merisaukan kehormatan, prestise, maupun hadiah penghargaan (kemerdekaan psikologis), tegas dalam menegakkan prinsip dasar (Goble, 2010).

Menurut World Health Organization Quality of Life (WHOQOL), 1997 membagi kualitas hidup dalam enam domain yaitu fisik, psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, lingkungan dan spritual/agama.

a. Domain fisik yang terdiri dari 3 bagian yaitu ketidaknyamanan, kelelahan serta istirahat.

(18)

146 harga diri, penampilan serta perasaan negatif.

c. Domain tingkat kebebasan, yang terdiri dari 4 bagian yaitu pergerakan, aktivitas kehidupan sehari-hari, ketergantungan pada pengobatan atau perlakuan, kapasitas pekerjaan.

d. Domain hubungan sosial, terbagi atas 3 bagian yaitu hubungan perorangan, dukungan sosial, serta aktivitas sosial.

e. Domain lingkungan yang terdiri dari 8 bagian yaitu keamanan fisik, lingkungan rumah, sumber penghasilan, kesehatan dan perhatian sosial, kesempatan untuk mendapatkan informasi baru dan ketrampilan, berekreasi dan waktu luang, lingkungan fisik serta transportasi.

f. Domain spritual/agama

Berdasarkan teori-teori tentang kualitas di atas untuk penelitian ini diambil berkaitan dengan kualitas lansia sebagai sumber daya manusia yang menyangkut berdaya guna, status kesehatan, aktivitas pekerjaan, hubungan sosial, kemampuan pemenuhan ekonomi dan ketrampilan.

(19)

147 dilakukan oleh Setiti (2005) juga menemukan bahwa lansia yang potensial ingin berkunjung ke teman/kerabat.

Kaitan dengan produktifitas lansia dari penelitian Jaziroh pada tahun 2008 menyatakan bahwa pekerja lansia dapat juga mengerjakan pekerjaan-pekerjaan tertentu sama baiknya dengan mereka yang masih muda, karena pekerja lansia memiliki pengalaman dan keterampilan. Penelitian Suttipong dan Pintipa (2011) menemukan bahwa orang tua masih perlu bekerja untuk mendapatkan penghasilan sendiri dan pada umumnya mereka tidak ingin membebani keluarga mereka.

Amol dan Pradeep di India pada tahun 2012 mengukur kualitas lansia menemukan bahwa faktor penentu untuk dukungan psikologis (asuransi

kesehatan, dan status kerja lansia), faktor penentu untuk hubungan sosial (keanggotaan dalam kelompok sosial dan status kerja), faktor penentu untuk

lingkungan (keanggotaan dalam kelompok sosial dan hubungan dengan anggota keluarga seperti hidup aktif, kegiatan sosial, spiritualitas, kesehatan, keterlibatan dalam pengambilan keputusan), dan kesejahteraan yang dilakukan pemerintah untuk mendukung kualitas hidup yang lebih baik lansia. Masalah atau konflik di lingkungan keluarga, kurangnya tempat tinggal dan keamanan finansial, sumber daya overtapped, dan bias gender menambah perasaan negatif dalam kehidupan usia tua. Ada kebutuhan untuk intervensi di tingkat sosial dan keluarga untuk ramah lingkungan lansia untuk lokasi di rumah dan tingkat masyarakat.

2.4 Pemberdayaan Masyarakat Untuk Penduduk Lansia 2.4.1 Teori Pemberdayaan Masyarakat

(20)

148 yang merangkum nilai-nilai sosial yang mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat people centred, participatory, empowering, and sustainable. Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu (Ginanjar, 1997).

Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan, dalam arti juga untuk memandirikan masyarakat. Friedman (1992) menyatakan “The empowerment approach, which is fundamental to an altenative development, places the emphasis an autonomy in the decesion marking of territorially organized communities, local self-reliance (but not autachy), direct (participatory) democracy, and experiential social learning”.

(21)

149 diskursus serta menghargai subyektivitas dalam pemahaman realitas sosial (Ife dan Tesoreiro, 2008). Menurut Subejo dan Supriyanto (2004) bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumber daya lokal yang dimiliki melalui aktivitas kolektif dan jejaring sehingga memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi dan sosial.

Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan objek, tetapi merupakan subjek dari upaya pembangunan. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang pertama yaitu terarah ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhannya, Kedua, program ini harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu, sekaligus meningkatkan kemampuan masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan, mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. Ketiga, menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Juga lingkup bantuan menjadi terlalu luas jika penanganannya dilakukan secara individu. Pendekatan kelompok ini paling efektif dan dilihat dari penggunaan sumber daya juga lebih efisien.

(22)

150 kemandirian. Berbagai pandangan yang berkembang dalam teori pembangunan, baik dibidang ekonomi maupun administrasi, menempatkan masyarakat sebagai pusat perhatian dan sasaran sekaligus pelaku utama pembangunan, atau dengan kata lain masyarakat tidak hanya merupakan obyek, tetapi sebagai subyek pembangunan. Pandangan ini muncul sebagai tanggapan atas terjadinya kesenjangan seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat. Lima ciri khas dalam penerapan pemberdayaan masyarakat adalah stimulus modal, pendampingan, bantuan sarana dan prasarana, pengembangan kelembagaan serta pemantauan dan pelaporan.

Pemberdayaan masyarakat ditujukan kepada kemampuan orang khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuasaan atau kemampuan dalam a) memenuhi kebutuhan dasar sehingga memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat, kebebasan memilih, bebas dari kelaparan, kebodohan dan penyakit, b) menjangkau sumber sumber produksi dan pelayanan jasa yang memungkinkan dapat meningkatkan pendapatan dan memperoleh barang-barang dan jasa yangdiperlukan dan c) berpartisipasi dalam pembangunan dan pengambilan keputusan.

2.4.2 Determinan Pemberdayaan Masyarakat

(23)

151 1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Titik tolak dari pemikiran ini adalah pemahaman bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Pemberdayaan dalam konteks ini diartikan sebagai upaya untuk membangun potensi itu dengan mendorong, memberikan motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki oleh masyarakat serta berupaya untuk mengembangkannya.

2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering), sehingga diperlukan langkah-langkah yang lebih positif dan nyata, penyesuaian berbagai masukkan serta pembukaan berbagai akses kepada berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya dalam memanfaatkan peluang.

3. Melindungi, yakni dalam proses pemberdayaan harus dapat dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah.

Friedman (1992) mengemukakan bahwa masyarakat menempatkan (3) tiga kekuatan sebagai sumber utama pemberdayaan, yakni sosial, politik dan psikologis. Kekuatan sosial menyangkut akses terhadap dasar-dasar produksi tertentu suatu masyarakat, misalnya informasi, pengetahuan dan keterampilan, partisipasi dalam organisasi sosial, dan sumber-sumber keuangan. Apabila ekonomi masyarakat tersebut meningkat aksesnya pada dasar-dasar produksi diatas, maka kemampuannya dalam menentukan dan mencapai tujuannya juga meningkat. Peningkatan kekuatan sosial dapat dimengerti sebagai suatu peningkatan akses masyarakat terhadap dasar-dasar kekayaan produktif mereka.

(24)

152 pembuatan keputusan, terutama keputusan yang mempengaruhi masa depan mereka sendiri. Kekuatan politik bukan hanya kekuatan untuk memberikan suara, tetapi juga kekuatan untuk menjadi vokal dan bertindak secara kolektif. Pengaruh politik pada yang efektif akan tampak tidak hanya pada waktu suara-suara individu “meninggi” sebagai pengaruh dari partisipasi individu terhadap basis lokal maupun personal, melainkan juga pada saat suara tersebut didengungkan bersama-sama dengan suara-suara asosiasi-asosiasi politik yang lebih luas, misalnya partai, gerakan sosial, atau kelompok yang berkepentingan.

Kekuatan psikologis digambarkan sebagai rasa potensi individu (individual sense of potency) yang menunjukkan perilaku percaya diri. Pemberdayaan psikologis seringkali tampak sebagai suatu keberhasilan dalam komponen sosial politik. Rasa potensi pribadi yang semakin tinggi akan memberikan pengaruh positif dan kursif terhadap perjuangan masyarakat yang secara terus menerus berusaha untuk meningkatkan kekuatan sosial politiknya.

(25)

153 hidup masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat adalah menjadi kewajiban pada masyarakat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Lansia) dijelaskan bahwa pemberdayaan adalah setiap upaya meningkatkan kemampuan fisik, mental spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan agar para lansia siap didayagunakan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Sesuai dengan kondisi dan kemampuan baik secara fisik maupun non fisik. Maka dalam hal ini perlu dilakukan pengkajian sehingga mendapatkan model yang tepat mengenai pemberdayaan masyarakat untuk penduduk lansia agar masyarakat menjadi peduli kepada orang tua yang berada di lingkungannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Boonphadung dan Seubsang (2011) pemberdayaan masyarakat dengan kualitas hidup lansia di Bangkok bahwa sebagian besar lansia mendapatkan penerimaan dan rasa hormat dari orang – orang di dalam masyarakat dan mengembangkan sistem Sufficiency Economy-Based Schooling. Selain itu, masyarakat setempat, seperti pimpinan dunia pendidikan dan masyarakat, dapat menganalisis masalah lansia dan menetapkan pedoman yang efektif untuk mengembangkan kualitas hidup usia lanjut.

(26)

154 bentuk dukungan sosial ekonomi seperti proses interaksi dengan keluarga maupun memberikan kesempatan sesama lanjut usia.

Penelitian yang dilakukan oleh Setiti tahun 2005 tentang pelayanan lansia berbasiskan kekerabatan pada lima wilayah (Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat) menemui bahwa Pelayanan Lansia oleh kekerabatan memiliki nilai budaya. Kebutuhan lansia meliputi pelayanan kesehatan, kebutuhan rohani, kebutuhan makan.

Penelitian Suwaryo pada tahun 2009 tentang pemberdayaan masyarakat sekitar bagi lansia miskin di daerah Yogyakarta bahwa sikap masyarakat positif terhadap penduduk lansia dengan memberikan pekerjaan ringan kepada lansia dan peluang sehingga mendapatkan penghasilan.

Penelitian ini menggunakan aspek pemberdayaan masyarakat untuk kualitas penduduk lansia sebagai sumber daya manusia yang terdiri dari pemberian informasi, bantuan keuangan, pelayanan kesehatan, menyediakan lapangan pekerjaan, dukungan sarana prasarana dan dukungan kelembagaan.

2.5 Transfer Intergenerasi Untuk Penduduk Lansia

Soldo dan Hill (1993) mendefinisikan transfer intergenerasi merupakan pendistribusian sumber daya dalam struktur keluarga, menggabungkan pertukaran baik antar dan intrahousehold. Transfer intergenerasi dapat berupa dukungan yang diberikan dari anak kepada orangtua.

(27)

155 usia (Lee, 1994; Soldo dan Freedman, 1994). Bantuan dengan aktivitas-aktivitas lansia, sekitar satu dari setiap lima anak dewasa membantu lanjut usia dengan tugas-tugas rumah tangga (Freedman, Soldo,& Stephen,1991).

Peningkatan jumlah lansia memiliki konsekuensi yang luas baik secara mikro maupun makro ekonomi. Drissen dan Winden (1992) menyatakan:

... the economic effects of this type of demographic change, namely, that: (a) it will lead to a substantial increase in expenditure on social security benefits, and thus cause premiums to sky rocket; (b) the concomitant rise individual tax/premium burden negatively affect (crowd out) the expenditure on public goods and services, given the budget constraint; (c) private output will be negatively affected as well, because of negative incentive effects; (d) the social benefit level (replacement ratio) will decrease, leading to an impoverishment of the aged; and (e) the intergenerational conflict will be exacerbated.

Perubahan secara ekonomi akibat perubahan demografi (bertambahnya usia lanjut) dapat menyebabkan peningkatan yang substansial dalam pengeluaran untuk manfaat jaminan sosial, permasalahan individu, swasta dan semakin bertambahnya kemiskinan pada lansia serta konflik antar generasi. Jadi penduduk lansia mempunyai kaitannya dengan generasi berikutnya.

(28)

156 individu yang bersangkutan (Smet,1994).

Dukungan sosial menurut Pierce sebagai sumber emosional, informasi atau pendampingan yang diberikan oleh orang- orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari- hari dalam kehidupan (Kail dan Cavanaugh, 2007). Gottlieb dalam Smet (1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapatkan karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, timbul rasa percaya diri dan kompeten (Smet,1994).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa transfer intergenerasi pada penduduk lansia adalah dukungan atau pemberian yang berasal dari keluarga terdekat kepada lansia . Bentuk dukungan ini dapat berupa informasi, tingkah laku tertentu, ataupun materi yang dapat menjadikan individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan dan bernilai.

Bentuk-bentuk dukungan dapat dibagi atas 4 yaitu : A. Dukungan Emosional

Aspek ini melibatkan kekuatan jasmani dan keinginan untuk percaya kepada orang lain sehingga individu yang bersangkutan menjadi yakin bahwa orang lain mampu memberikan cinta dan kasih sayang. Dukungan yang termasuk interaksi adalah mendengarkan, menawarkan simpati membagi pengalaman dan dukungan ini mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap individu.

(29)

157 Aspek ini menyediakan sarana untuk mempermudah atau menolong orang lain sebagian contoh peralatan, perlengkapan dan sarana pendukung lain dan termasuk didalamnya memberikan peluang waktu untuk memberikan bantuan langsung. Dukungan ini terkenal dengan pertolongan, dukungan nyata atau dukungan materi.

Semakin meningkatnya jumlah penduduk lansia berarti beban biaya yang ditanggung oleh negara (yang menganut pandangan welfare state) bagi kehidupan lansia menjadi makin besar. Jika semua beban biaya harus ditanggung oleh negara maka tentu saja hal itu akan amat memberatkan beban keuangan negara. Itulah sebabnya perlu dirintis mekanisme pembiayaan lain yang tumbuh dari masyarakat langsung ke penduduk lansia. Salah satu mekanisme itu adalah melalui kajian terhadap transfer ekonomi antar generasi (intergenerational transfer). Dengan terbatasnya dukungan institusi (institutional support) terhadap keberadaan lansia seperti melalui mekanisme panti jompo, sistem pensiun, sistem asuransi dan sejenisnya membawa implikasi pada pentingnya peranan dukungan keluarga (familia support) terhadap keberadaan lansia. Dukungan keluarga itu ada jika transfer ekonomi antar generasi (dari generasi yang lebih muda ke generasi yang tua) masih tetap berjalan.

(30)

158 hal yang berhubungan dengan keterbatasan lansia dalam aktivitasnya.

Banyak dari anak yang memiliki orang tua lansia yang membutuhkan perhatian dan memberikan perawatan dengan membayar pengasuh lansia, karena keterbatasan waktu anak untuk merawat orang tua lansia. Umumnya semua bentuk perubahan fungsi dan tugas seorang anak untuk merawat orangtua lansianya diganti dalam bentuk uang untuk memperkerjakan pengurus, yang memberikan lansia perawatan dan waktu untuk berbagi.

Bantuan keuangan kepada orang tua lanjut usia sehingga bisa membayar perawat adalah salah satu bentuk perubahan bantuan anak ke orang tua. Selain uang, bentuk perubahan bantuan lainnya adalah perhatian dan motivasi yang juga didapat dari perawat. Selain itu pengasuh pun tidak dapat memberikan motivasi dan tukar pikiran yang baik jika dibandingkan jika lansia di rawat oleh anaknya sendiri.

C. Dukungan Informatif

Aspek ini memberikan informasi untuk mengatasi masalah yang terdiri dari nasehat, pengarahan dan keterangan lain yang dibutuhkan individu sehingga individu dapat mengatasi masalahnya dan mencari jalan keluar.

D. Dukungan Penilaian

(31)

159 Yogyakarta menyatakan dukungan sosial merupakan faktor yang bepengaruh terhadap kepuasan hidup lansia.

Penelitian tentang transfer intergenerasi yang dilakukan di Indonesia antara lain yang dilakukan Sukamdi et.al (2000) menyatakan bahwa dengan kondisi ekonomi lansia 40 % aktif dalam pasar kerja, sepertiga pendapatan lansia berasal dari santunan dimana pendapatan belum mencukupi kebutuhan hidup dan menyatakan bahwa dengan peran keluarga yang besar menyebabkan lansia tidak menyukai panti jompo namun kondisi ini tidak akan bertahan jika keadaan masyarakat terjadi penurunan. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Risdianto (2009) yang menyatakan dukungan sosial mempunyai pengaruh terhadap kualitas hidup maupun kepuasan hidup penduduk lansia.

Penelitian Gunhild dan Khatarina (Eropah) pada tahun 2005 tentang perspektif mikro dan makro mengenai hubungan antargenerasi dan perubahannya di Eropa. Menunjukkan kedekatan hubungan antara anak dan lansia. Hubungan yang tidak terlalu dekat di Skandinavia dan Belanda, Negara-negara Mediterania dan Austria memiliki hubungan yang cukup dekat dan ditandai dengan banyaknya lansia dan anak tinggal bersama. Sementara 40 % atau lebih dari orang-orang di atas usia 65 tinggal sendirian di Denmark, Belanda dan Swedia, hanya 17% di Spanyol, Yunani dan Italia memiliki masing-masing 22% dan 26% yang tinggal dalam satu rumah tangga. Perbedaan budaya dan kebijakan negara, di negara sosial demokratis, negara yang menyediakan banyak bantuan kepada lansia, terutama melalui dana pensiun, dan beberapa fasilitas layanan.

(32)

160 memberikan bantuan publik dan pelayanan kepada lansia yang sangat membutuhkan. Negara demokrasi sosial, melakukan perawatan lansia sebagai tanggung jawab negara, termasuk perawatan jangka panjang. Salah satu tujuan dari kebijakan sosial dalam paham ini adalah untuk memaksimalkan kemandirian ekonomi dengan membebaskan mereka dari kewajiban merawat yang membutuhkan dana besar. Sedangkan masyarakat dengan rezim konservatif, kebijakan sosialnya, lansia menjadi tanggung jawab utama masyarakatnya, bukan negara. Beberapa negara, seperti Italia, dukungan keuangan dalam bentuk pensiun merupakan dukungan utama negara kepada anggota lansia. Masyarakat yang memiliki tingkat pelayanan sosial yang lebih tinggi, fasilitas bantuan untuk lansia telah berkembang, seperti penyediaan rumah pantai jompo untuk merawat lansia. Fasilitas yang diberikan diantara negara dan keluarga di Uni Eropa, Denmark dan Belanda, 60-80% mendapatkan bantuan fasilitias pelayanan dari negara dan dibandingkan dengan 40-60% dari keluarga. Perawatan yang dilakukan oleh keluarga banyak di Jerman dan Yunani, bantuan layanan keluarga sangat bervariasi di seluruh negara, lansia yang berusia 75 tahun atau lebih, 42 % yang menerima fasilitas pelayanan di Norwegia, di Inggris hanya 25%, 16% di Jerman, 7% di Spanyol.

(33)

161 berhubungan dengan kepuasan hidup, serta mampu memberikan saling dukungan antara keluarga dan lansia. Selain itu, rendahnya tingkat konflik juga memberikan kontribusi terhadap kepuasan hidup responden.

Pada tahun 2009 Lou melakukan penelitian pada lansia Hongkong (usia 64 – 101 tahun), hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial

dari cucu baik berusia remaja maupun dewasa mempunyai peran penting dalam memberikan kontribusi bagi kenyamanan hidup lansia. Dibandingkan lansia yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah, lansia yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, mempunyai kecendrungan mendapatkan kehidupan sosial yang lebih baik, baik dari segi kesehatan, keuangan dan kenyamanan hidup di kehidupan masyarakat Cina. Sedangkan pengaruh dukungan emosional dan dukungan penilaian dari cucu untuk kenyamanan hidup lansia banyak memberikan dampak positif. Penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan emosional dan penilaian dari cucu memainkan peran positif dalam mencapai kepuasan hidup, maka peran positif tersebut harus disosialisasikan. Secara khusus, dukungan emosional dan penilaian bisa menjadi sumber kekuatan bagi orang-orang lanjut usia walaupun banyak keterbatasan dalam berbagai aspek lain, seperti hidup dalam keluarga yang kurang unsur kebudayaan untuk menghormati lansia, rendah diri, kesehatan, kecukupan keuangan, dan dukungan sosial yang tidak di dapat dari keluarga dan teman-teman.

(34)

162 tua di Nong Chok mampu membangun hubungan baik dengan anggota keluarga mereka, kerabat dan teman-teman. Keterlibatan lansia di kegiatan sosial masyarakat sangat baik. Menurut temuan studi, sebagian besar lansia mendapatkan penerimaan dan rasa hormat dari orang-orang di dalam masyarakat.

Pham dan Lindholm (Vietnam) tahun 2011 menemukan hasil dari penelitiannya bahwa sebagian besar lansia membutuhkan bantuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Anak dan cucu adalah sumber utama untuk memberikan dukungan kehidupan lansia. Proporsi lansia yang membutuhkan perawatan dan bantuan yaitu lansia yang tidak memiliki intelektual. Selain itu, ada tradisi di daerah pedesaan Vietnam bahwa perawatan lansia yang mengalami gangguan kesehatan lebih sering dirawat dirumah daripada dibawa ke rumah sakit dan pengembangan kesehatan berbasis sosial dan masyarakat masih sangat kurang di pedesaan Vietnam. Anak-anak dan cucu adalah pengasuh utama lansia sementara pasangan yang biasanya juga lansia, tidak memiliki peran yang penting dalam mengasuh pasangannya.

Geoff et.al (2011) berfokus pada perhatian anak perempuan yang tinggal

Gambar

Gambar 2.1  Aspek Pengembangan Wilayah
Gambar 2.2 Perbedaan Status Fungsional Pada Lansia dan Populasi Lain

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang bangun sistem freezer yang digunakan untuk mengkaji perbandingan kinerja mesin freezer 1/5 PK dengan fluida kerja R-134a dan

Hasil: Penambahan klonidin 75 µgr dan 150 µgr pada blok subarakhnoid dengan lidokain 5% 100 mg hiperbarik menimbulkan perbedaan tekanan darah sistolik yang tidak

perubahan-perubahan dengan mengetahui informasi dari pengakuan konsumen perihal kualitas produk, harga, promosi dan kinerja, sehingga diharapkan kepuasan pelanggan akan terus

Beberapa kearifan lokal yang terdapat dalam masyarakat Indonesia antara lain sebagai berikut. Kearifan lokal dalam karya-karya masyarakat, misalnya pada seni tekstil

Nilai Produksi, Nilai Bahan Baku, dan Nilai Tambah Bidang Usaha Berbahan Baku Pertanian Dalam Subsektor Industri Makanan di Kabupaten Limapuluh Kota Tahun 2010 Atas

variabel yaitu minat menjadi nasabah, brand image dan religiusitas dapat.

Ribnikar 1994,11 deli tveganja bančnega poslovanja na: - poslovna tveganja, kamor sodijo: kreditno tveganje, tveganje spremembe obrestne mere; - tveganje spremembe deviznega tečaja

Penerapan pembangkit listrik pada mobil listrik tidak dapat diterapkan pada mobil listrik karena kecilnya arus pengisian, dibandingkan dengan besar tegangan yang digunakan untuk