• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Gangguan Kulit Dalam Penggunaan Asam Formiat Pada Pekerja Bagian Produksi Pabrik Pengolahan Karet PTPN III Kebun Sei Silau Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Gangguan Kulit Dalam Penggunaan Asam Formiat Pada Pekerja Bagian Produksi Pabrik Pengolahan Karet PTPN III Kebun Sei Silau Tahun 2016"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Penyakit Akibat Kerja (PAK)

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang timbul oleh atau didapat pada

waktu melakukan pekerjaan (Irianto, 2013). Menurut Peraturan Menteri Tenaga

Kerja RI Nomor: PER-01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit

Akibat Kerja bahwa yang dimaksud dengan penyakit akibat kerja (PAK) adalah

setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.

Dalam Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 terdapat 31 jenis penyakit

akibat kerja, 29 dari 31 jenis penyakit akibat kerja adalah penyakit akibat kerja

yang bersifat internasional; penyakit demikian mengikuti standar Organisasi

Perburuhan Internasional (Suma’mur, 2009).

Di tempat kerja terdapat faktor-faktor yang menjadi penyebab penyakit

akibat kerja sebagai berikut (Suma’mur, 2009).

1. Faktor fisis , seperti:

a. Suara yang dapat mengakibatkan tuli akibat kerja;

b. Radiasi sinar rontgen atau sinar radioaktif, yang menyebabkan antara lain

penyakit susunan darah dan kelainan kulit. Radiasi sinar infra merah

dapat mengakibatkan katarak (cataract) pada lensa mata, sedangkan

sinar ultra violet menjadi sebab konjungtivitis fotoelektrika

(2)

c. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke (pukulan panas),

kejang panas (heat cramps) atau hiperpireksia (hyperpyrexia ), sedangkan

suhu terlalu rendah antara lain menimbulkan frostbite;

d. Tekanan udara tinggi menyebabkan penyakit kaison (caisson disease);

e. Penerangan lampu yang buruk dapat menyebabkan kelainan pada indera

penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.

2. Faktor kimiawi, yaitu antara lain:

a. Debu yang menyebabkan pnemokoniosis (pneumoconiosis), diantaranya

silikosis, asbestosis dan lainnya;

b. Uap yang diantaranya menyebabkan demam uap logam (metal fume

fever), dermatosis (penyakit kulit) akibat kerja, atau keracunan oleh zat

toksis uap formaldehida;

c. Gas, misalnya keracunan oleh CO, H2S dan lainnya;

d. Larutan zat kimia yang misalnya menyebabkan iritasi pada kulit;

e. Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insecticides), racun jamur

dan lainnya yang menimbulkan keracunan.

3. Faktor biologis, misalnya bibit penyakit antraks atau brusella (brucella) yang

menyebabkan penyakit akibat kerja pada pekerja penyamak kulit;

4. Faktor fisiologis/ergonomis, yaitu antara lain kesalahan konstruksi mesin,

sikap badan yang tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain yang

dapat menimbulkan kelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat

(3)

5. Faktor mental-psikologis yang terlihat misalnya pada hubungan kerja atau

hubungan industrial yang tidak baik, misalnya dengan timbulnya depresi atau

penyakit psikosomatis.

2.2Penyakit Kulit Akibat Kerja

Kulit merupakan bagian tubuh manusia yang cukup sensitif terhapat

berbagai macam penyakit. Penyakit kulit akibat kerja atau dermatosis akibat kerja

adalah semua kelainan kulit yang disebabkan oleh pekerjaan. Penyakit tersebut

terjadi pada saat atau setelah tenaga kerja bekerja melakukan pekerjaan atau

disebabkan oleh faktor-faktor yang ada pada lingkungan kerja. Penyakit ini

merupakan 50-60% dari seluruh penyakit akibat kerja, sebagian besar disebabkan

karena pekerja kontak dengan bahan-bahan yang dipergunakan, diolah, atau

dihasilkan oleh pekerjaan itu.

2.2.1 Penyebab penyakit kulit akibat kerja

Penyakit kulit akibat kerja disebabkan oleh kontak langsung kulit dengan

agen penyebab. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan penyakit kulit akibat

kerja pada saat melakukan pekerjaan. Agen penyebab penyakit kulit tersebut

antara lain berupa agen-agen fisik, kimia, maupun biologis (Anies, 2014).

Penyebab dermatosis akibat kerja digolongkan sebagai berikut (Sum’mur,

2009) :

1. Faktor fisis, yaitu tekanan, tegangan, gesekan, kelembaban, panas, suhu

(4)

2. Bahan yang berasal dari tanaman atau tumbuhan, yaitu daun, ranting, kayu,

akar, umbi, bunga, getah, debu dan lainnya;

3. Makhluk hidup, yaitu bakteri, virus, jamur, cacing, serangga, kutu dan

sejenisnya, serta hewan lainnya dan bahan yang berasal dari padanya;

4. Zat atau bahan kimia, yaitu asam dan garan zat kimia anorganis,

persenyawaan kimia organis hidrokarbon, oli, ter, zat pewarna dan lainnya.

Dari semua penyebab tersebut, faktor kimiawi merupakan faktor bahaya

yang paling penting, karena zat atau bahan kimia banyak digunakan berbagai

industri dalam proses produksinya. Dermatosis akibat kerja ditimbulkan oleh 2

mekanisme, yaitu iritasi atau perangangan primer yang penyebabnya disebut

dengan iritan primer, dan melalui sensitisasi atau perentanan kulit yang

penyebabnya disebut pemeka (sentisitizer).

Perangsang primer adalah zat atau bahan kimia yang menimbulkan

dermatosis oleh efeknya yang langsung pada kulit normal dilokasi terjadinya

kontak bahan tersebut dengan kulit dalam jumlah dan kekuatan yang cukup lama.

Iritan primer memberikan rangsangan kepada kulit, dengan jalan melarutkan

lemak kulit, mengambil air dari lapisan kulit, mengoksidasi dan atau mereduksi

susunan kimia kulit, sehingga keseimbangan kulit terganggu dan akibatnya timbul

dermatosis.

Sensitisizer atau perentan kulit adalah senyawa kimia yang tidak

menimbukan perubahan-perubahan pada kulit saat pertama kontak, tetapi

kemudian mengakibatkan perubahan khas di lokasi kontak atau lokasi lain di

(5)

disebabkan oleh zat kimia organis dengan struktur molekul lebih sederhana yang

bergabung dengan zat putih telur untuk membentuk antigen.

2.2.2 Jenis Penyakit Kulit Akibat Kerja

Sebagaimana penyakit akibat kerja pada umumnya, dermatosis akibat

kerja pun sering sangat khas menurut jenis pekerjaan dan lingkungan kerja.

Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, terdapat 2 (dua) jenis

kelompok penyakit kulit akibat kerja, yaitu: 1. Penyakit kulit (dermatosis) yang

disebabkan oleh penyebab fisis, kimiawi dan biologis, dan 2. Penyakit kulit

epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral,

antrasen atau persenyawaannya, produk atau residu dari zat tersebut (Suma’mur,

2009).

Menurut Waldron (1990) dan Anies (2006) yang dikutip oleh Anies

(2014), Penyakit kulit akibat kerja yang ditimbulkan oleh penyebab fisis, kimiawi

dan biologis, antara lain sebagai berikut:

1. Dermatitis kontak iritan primer, adalah dermatosis akibat kerja yang paling

sering ditemukan. Bentuk akut ditandai dengan eritema, edema, papula,

vesikel, atau bula, yang biasanya terdapat pada tangan, lengan bawah, dan

wajah. Bentuk kronik tidak khas, mrip dengan kebanyakan dermatosis yang

lain dan penyebabnya tidak mudah dikenali.

2. Dermatitis (ekzema) kontak alergi, baik akut maupun kronis mempunyai

cirri-ciri klinis yang sama dengan ekzema bukan akibat kerja.

3. Akne (jerawat) akibat kerja. Mirip dengan jerawat pada umumnya, tetapi

(6)

4. Dermatosis solaris akut. Penyakit kulit ini dianggap sebagai penyakit kulit

akibat kerja, jika sangat dipermudah oleh zat-zat fotodinamik yang digunakan

dalam pekerjaan tersebut.

5. Kanker kulit akibat kerja. Biasanya berupa kanker sel skuamosa atau sel

basal. Kanker akibat kerja cenderung terjadi pada permukaan kulit yang

paling banyak terpapar terhadap karsinogen.

6. Penyakit kulit menular akibat kerja. Paling sering adalah penyakit zoonotik,

kandidiasis, tuberkolosis verukosa.

2.3Keluhan Gangguan Kulit Akibat Kerja

Keluhan gangguan kulit akibat kerja merupakan kelainan pada kulit yang

dirasakan oleh pekerja pada saat bekerja ataupun selesai bekerja. Keluhan

gangguan kulit ini merupakan gejala dari suatu penyakit akibat kerja. Keluhan

gangguan kulit yang dirasakan oleh pekerja dapat memberi gambaran tentang

jenis penyakit kulit apa yang berisiko diderita oleh pekerja. Keluhan gangguan

kulit ini dapat berupa rasa gatal, rasa terbakar, kemerahan, bengkak, lepuh kecil

pada kulit, kulit mengelupas, kulit kering, kulit bersisik, penebalan pada kulit dan

lain sebagainya.

Menurut Chowdhug dan Maibach (2004) yang dikutip oleh Bangun

(2012), kelainan kulit yang terjadi, ditentukan oleh tiga faktor. Faktor yang

pertama adalah faktor yang berasal dari bahan iritannya, berupa ukuran molekul,

daya larut, konsentrasi bahan tersebut, serta pH. Faktor yang kedua adalah faktor

yang berasal dari lingkungan berupa lama kontak, kekerapan (terus-menerus

(7)

adalah faktor yang berasal dari masing-masing individu berupa usia, jenis

kelamin, ras, penyakit kulit yang sedang/pernah diderita, dan daerah kulit yang

terpapar.

Menurut Gilles, et.al., (1990) yang dikutip oleh Suryani (2011),

Faktor-faktor yang berpegaruh terhadap timbulnya penyakit kulit akibat kerja antara lain,

ras, keringat, terdapat penyakit kulit lain, Personal Hygiene, dan tindakan

menggunakan APD.

Berdasarkan sumber yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya penyakit kulit di atas, maka dapat disimpulkan

faktor-faktor yang dominan menyebabkan terjadinya penyakit kulit yaitu bahan kimia,

lama kontak, masa kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwaya penyakit kulit

sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD.

2.4Pengolahan Getah Karet (Lateks)

Getah karet (Lateks) dapat diolah menjadi sheet dan crepe. Pabrik

pengolahan karet PTPN III Kebun Sei Silau mengolah hasil karetnya menjadi

Sheet. Sheet adalah produk karet alam berupa lembran-lembaran yang telah

diasap, bersih dan liat, bebas dari buluk (jamur), tidak saling melekat, warnanya

jernih, tidak bergelembung udara, dan bebas dari akibat pengolahan yang kurang

(8)

2.4.1 Proses Pengolahan

Gambar 2.1 Bagan Proses Pengolahan Lateks

1) Penerimaan lateks

Lateks hasil penyadapan diangkut dengan tangki yang ditarik truk pabrik.

Di pabrik, lateks diterima dan dicampur dalam bak penerimaan.

2) Pengenceran lateks

Pengenceran lateks atau memperlemah kadar karet adalah menurunkan

kadar karet yang terkandung dalam lateks sampai diperoleh kadar karet baku

sesuai dengan yang diperlukan dalam pembuatan sheet, yaitu sebesar 13%, 15%,

16% atau 20% sesuai dengan kondisi dan peralatan setempat.

Maksud dari pengenceran lateks adalah:

1. Untuk melunakkan bekuan, sehingga tenaga gilingan tidak terlalu berat,

2. Memudahkan penghilangan gelembung udara atau gas yang terdapat dalam

lateks,

3. Memudahkan meratanya koagulan (asam pembeku) yang dibubuhkan untuk

(9)

3) Pembekuan Lateks

Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan (merapatkan)

butir-butir karet yang terdapat dalam cairan lateks, supaya menjadi satu gumpalan

atau koagulum. Untuk membuat koagulum ini, lateks perlu dibubuhkan obat

pembeku (koagulan) seperti asam semut atau asam cuka. Menurut penelitian,

terjadinya proses koagulasi adalah karena terjadinya penurunan pH. Lateks segar

mempunya pH 6,5. Supaya dapat terjadi penggumpalan, pH harus diturunkan

sampai 4,7. Penurunan pH ini terjadi dengan membubuhkan asam semut (asam

formiat) 1% atau asam cuka 2% kedalam lateks yang telah diencerkan.

Cara pembekuan dalam bak pembekuan adalah sebagai berikut:

1. Tangki yang telah diisi lateks yang telah diencerkan diaduk beberapa kali.

Buanglah busa-busa yang timbul dengan alat pembuang busa. Pengadukan

pertama cukup 4 kali bolak-balik.

2. Bubuhkan kedalam lateks yang telah diencerkan tersebut asam semut (asam

formiat) atau sam cuka sesuai dengan yang diperlukan. Tiap liter lateks Kadar

Karet Baku 16% memerlukan 60 cc asam semut 1% atau asam cuka 2%.

Adukklah agar asam tersebut merata di dalam larutan lateks. Pengadukan

dilakukan 6-10 kali bolak-balik.

3. Buanglah busa yang timbul dengan segera.

4. Pasanglah sekat-sekat dengan cepat tetapi teratur mulai dari bagian tengah

menuju pinggir sedemikian rupa, sehingga tiap ruang di antara sekat terisi

(10)

5. Biarkan lateks membeku selama 2-3 jam. Bila telah membeku, tambahkan air

bersih kedalam tangki sampai permukaan bekuan sedikit terendam.

6. Setelah sekat-sekat diangkat, akan diperoleh lembaran-lembaran koagulum

yang siap untuk digiling.

4) Penggilingan

Koagulum dari bak pembekuan diangkat, dan melalui talang didorong

menuju sebuah meja yang terletak di muka gilingan pertama. Dari meja ini

koagulum meluncur ke gilingan pertama, kemudian menuju gilingan kedua, dan

seterusnya serta berakhir setelah keluar dari gilingan gambar.

Lembar-lembar yang keluar dari gilingan gambar dimasukkan kedalam

bak pencucian untuk membersihkan serum yang masih melekat pada lembaran.

Setelah dicuci bersih, lembaran-lembaran karet basah digantungkan pada rak-rak

penggantung untuk dibiarkan agar air yang masih ada pada lembaran menetes.

Lama penggantungan kira-kira 1-2 jam.

Proses ini berguna untuk:

a. Menggiling lembaran-lembaran koagulum menjadi lembaran-lembaran karet

yang mempunyai ukuran panjang, lebar dan tebalnya tertentu.

b. Untuk mengeluarkan serum yang terdapat didalam koagulum.

c. Untuk membuang busa yang teringgal.

d. Untuk memberi gambaran (print, batikan kembang) pada permukaan lembar

karet.

(11)

Proses ini berguna untuk mendapatkan lembaran karet yang

sungguh-sungguh kering. Di samping itu, lembaran juga perlu diawetkan agar tahan

terhadap kerusakan. Proses ini juga untuk memberi warna coklat terang yang

diinginkan. Untuk Pengasapan dan pengeringan digunakan kamar asap dengan

suhu tidak boleh kurang dari 40ºC.

Setelah lembaran karet mencapai kekeringan sesuai dengan yang

ditentukan, dapur dimatikan dan kamar dibiarkan dingin. Lembaran-lembaran

karet yang berwarna coklat, yang disebut Ribbed Smoked Sheet, dikeluarkan dan

diangkut ke ruang sortasi.

6) Sortasi

Pelaksanaan sortasi ini dimaksudkan untuk memisahkan

lembaran-lembaran karet berdasarkan tingkat (grade) kualitasnya.

7) Pengepakan

Sebelum dibungkus, lembar karet dilipat untuk memudahkan mengaturnya

dalam peti waktu pengepakan. Setelah itu, dilakukan pengepresan. Setelah

pengepresan, peti tidak boleh dibuka terlebih dahulu agar bentuk kubus yang

diharapkan dari tumpukan sheet dapat dipertahankan. Peti baru bisa dibuka

keesokan harinya.

Sebagai pembungkus, bandela digunakan lembaran-lembaran karet yang

sama jenis (grade)-nya. Setelah sheet dibungkus, bandela kemudian dilabur

dengan memakai campuran talk dan perekat, kemudian diberi merk/tanda sesuai

(12)

2.5Asam Formiat

Asam formiat atau sering juga disebut asam semut dengan rumus molekul

HCOOH memiliki berat molekul 46,03, titik didih 101°C, titik nyala 69ºC, titik

lebur 8ºC, berat jenis (air=1) 1,19. Asam formiat berupa cairan yang jernih dan

tidak berwarna, mudah larut dalam air, berbau merangsang, dam masih bereaksi

asam pada pengenceran.

Konsumen asam formiat terbesar adalah industri karet, dalam industri ini

asam formiat digunakan sebagai koagulan getah karet. Selain industri karet, asam

fomiat juga digunakan pada industri tekstil dalam hal proses dyeing dan finishing

sebagai conditioner. Sedangkan dalam industri kulit, asam formiat digunakan

untuk menetralisir kapur. Dalam jumlah yang sedikit, asam formiat juga

digunakan sebagai intermediat bahan-bahan farmasi dan bahan kimia lainnya.

2.5.1 Efek Pada Kesehatan

Asam formiat merupakan bahan iritan cair organik. Bahan iritan adalah

bahan yang karena reaksi kimia dapat menimbulkan kerusakan, peradangan atau

sensitisasi bila kontak dengan permukaan tubuh yang lembab seperti kulit, mata,

dan saluran pernafasan. Kerusakan yang terjadi dapat berupa luka, peradangan,

iritasi (gatal-gatal), dan sensitisasi (Cahyono, 2004).

Menurut SIKer Nas (2011) bahaya utama asam formiat terhadap kesehatan

yaitu iritasi jika kontak dengan kulit, bersifat iritan dan korosif jika terkena mata,

dan mengiritasi jika tertelan. Organ sasarannya yaitu sistem pernafasan,

(13)

1. Paparan jangka pendek

a. Terhirup

Menghirup kabut bahan dapat menimbulkan iritasi ringan pada saluran

napas, yang ditandai dengan batuk, tersedak, dan napas pendek.

Menghirup cairan atau semprotan bahan ini dapat menyebabkan

kerusakan membran mukosa saluran napas dan iritasi saluran napas.

b. Kontak dengan kulit

Dapat mengiritasi kulit, menyebabkan luka bakar. Peradangan kulit

ditandai dengan rasa gatal, kulit bersisik, kemerahan, dan kadang-kadang

melepuh.

c. Kontak dengan mata

Bersifat iritan dan korosif jika terkena mata. Peradangan pada mata

ditandai dengan kemerahan, mata berair, dan gatal. Cairan atau

semprotan bahan ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan membran

mukosa mata. Dapat menyebabkan penglihatan menjadi kabur.

d. Tertelan

Menyebabkan luka korosif lokal, nyeri kerongkongan, rasa seperti

terbakar, nyeri perut, kram perut, muntah, diare. Menelan cairan bahan

ini dapat menyebabkan kerusakan membran mukosa mulut .

2. Paparan jangka panjang

a. Terhirup

Paparan berulang atau jangka panjang dapat menyebabkan iritasi saluran

(14)

b. Kontak dengan kulit

Paparan berulang atau jangka panjang dapat menyebabkan iritasi kulit

berat (dermatitis).

c. Kontak dengan mata

Paparan berulang atau jangka panjang dapat menyebabkan iritasi mata

kronis.

d. Tertelan

Kerusakan ginjal yang ditandai dengan adanya albumin dan darah pada

urin.

Menurut Occupational Safety & Health Administration (2006) jalur masuk

asam formiat yaitu inhalasi, oral, kulit dan/atau kontak mata dengan organ sasaran

mata, kulit, dan saluran pernafasan. Gejala yang timbul bila kontak dengan bagian

tersebut berupa kulit terasa seperti terbakar, dermatitis, lakrimasi (keluarnya air

mata), rhinorrhea ( keluarnya lendir tipis dari hidung), batuk, dyspnea (kesulitan

bernafas), dan mual.

Menurut NIOS Pocket Guide to Chemical Hazards (2011) bila asam

formiat kontak dengan mata, kulit, dan saluran pernafasan dapat menimbulkan

efek pada kesehatan berupa iritasi mata, iritasi kulit, iritasi hidung dan

tenggorokan. Gejala yang timbul yaitu kulit terasa seperti terbakar, lecet,

lakrimasi (keluarnya air mata), penglihatan kabur, kemerahan pada mata,

rhinorrhea (keluarnya lendir tipis dari hidung), dyspnea (kesulitan bernafas),

mual, edema paru, asidosis metabolik, dan ketidaksadaran. sakit tenggorokan,

(15)

2.6 Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Timbulnya Keluhan Gangguan Kulit Akibat Asam Formiat

Berdasarkan teori yang ada, faktor-faktor yang dapat menyebabkan

terjadinya keluhan gangguan kulit yaitu bahan kimia, lama kontak, masa kerja,

umur, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan

penggunaan APD. Pada penelitian ini, faktor-faktor yang dominan berpengaruh

terhadap keluhan gangguan kulit pada pekerja yaitu umur, masa kerja, unit kerja,

riwayat penyakit kulit, dan penggunaan APD.

a. Umur

Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya keluhan

gangguan gangguan kulit pada seseorang. Pekerja dengan umur usia lanjut

memiliki kulit yang sudah berubah strukturnya. Kulit mereka kurang elastis, dan

sudah kehilangan lapisan lemak di atasnya sehingga kulit mereka menjadi kering

dan terlihat tipis. Hal ini menyebabkan kulit mereka lebih rentan mengalami

gangguan kulit.

Akan tetapi sebaliknya, hasil penelitian yang dilakukan suryani (2011)

menunjukkan bahwa rata-rata umur pekerja yang mengalami dermatitis kontak

yaitu 23 tahun yang mana masih tergolong masih muda. Menurut NIOSH (2006)

yang dikutip oleh Suryani (2011) pekerja umur 15-24 tahun merupakan umur

dengan insiden penyakit kulit akibat kerja tertinggi. Salah satu faktor

penyebabnya yaitu bahwa pekerja yang lebih muda mempunyai pengalaman yang

lebih sedikit dibandingkan pekerja yang lebih tua, sehingga kontak bahan kimia

(16)

b. Masa Kerja

Masa kerja adalah lamanya seseorang terpajan dengan kemungkinan

sumber yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan gangguan kulit. Menurut

Suma’mur (2009) semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak

dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut.

c. Unit Kerja

Berdasarkan penelitian Adillah (2012), spesifikasi pekerjaan yang

dilakukan pekerja terbukti memiliki hubungan dengan kejadian dermatitis kontak.

Pekerja yang pekerjaannya berhubungan langsung dengan bahan kimia akan lebih

rentan terkena penyakit kulit.

d. Riwayat Penyakit Kulit/ Riwayat Alergi

Alergi yaitu suatu reaksi atau perubahan tubuh yang berlebihan terhadap

suatu bahan tertentu. Pekerja yang mempunyai riwayat alergi pada kulit

cenderung terkena dermatosis daripada yang tidak mempunyai riwayat alergi

karena fungsi perlindungan kulit sudah berkurang akibat penyakit kulit yang

pernah diderita sebelumnya.

3. Penggunaan alat pelindung diri (APD)

Penggunaan alat pelindung diri sangat penting bagi pekerja untuk

melindungi dirinya dari risiko bahaya yang dapat timbul di tempat kerja baik itu

penyakit akibat kerja (PAK) maupun kecelakaan kerja. perlindungan tubuh atau

permukaan kulit berupa baju kerja, sarung tangan kerja dan sepatu kerja dapat

digunakan untuk mencegah:

(17)

2) Penyebaran zat kimia melalui kulit.

3) Penyebaran panas atau dingin atau sinar radiasi.

APD yang digunakan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan sebagai

berikut:

1) Alat pelindung diri harus dapat melindungi terhadap bahaya-bahaya dimana

pekerja terpajan.

2) Alat atau pakaian pelindung diri harus ringan dan efisien dalam

memberiperlindungan.

3) Sebagai pelengkap terhadap tubuh harus fleksibel namun efektif.

4) Pekerja yang memakai alat pelindung diri harus tidak terhalang gerakannya

maupun tanggapan panca indranya.

5) Alat pelindung diri harus tahan lama.

6) Alat pelindung diri harus tidak memiliki efek samping (bahaya tambahan

karena pemakaian) baik oleh karena bentuknya, konstruksi, bahan atau

mungkin penyalahgunaan.

Jenis APD yang biasa digunakan antara lain: sarung tangan, masker,

pelindung mata, pakaian kerja, topi pengaman, dan sepatu kerja. APD standar

untuk bahan kimia berbahaya adalah:

1. Pelindung kepala dikenal sebagai safety helmet yang bertujuan untuk

melindungi kepala dari benda jatuh dan melindungi dari arus listrik serta

melindungi kepala dari benturan.

2. Pelindung mata dikenal sebagai safety glasses. Safety glasses berbeda dengan

(18)

pelindung dan jenis kacanya yang dapat menahan sinar ultraviolet sampai

persentase tertentu.

3. Pelindung wajah yang dikenal adalah face shield melindungi wajah dari

situasi yang mungkin terjadi percikan bahan kimia, uap, serbuk, debu dank

abut. Jenis pelindung wajah yang lain adalah welding helmets (topeng las).

4. Pelindung tangan diperkirakan hamper 20% dari seluruh kecelakaan yang

menyebabkan cacat adalah tangan, kemampuan kerja akan sangat berkurang.

Kontak dengan bahan kimia kaustik beracun, bahan-bahan biologis, sumber

listrik, benda yang suhunya sangat dingin atau sangat panas dapat

menyebabkan iritasi atau membakar tangan. APD tangan dikenal sebagai

safety gloves dengan berbagai jenis penggunaannya. Untuk melindungi

tangan dari bahan kimia adalah sarung tangan vinyl dan neoprene.

5. Pelindung kaki. Sepatu yang dapat melindungi kaki dari bahan asam, basa,

(19)

2.7Kerangka Konsep

Gambar 2.2

Kerangka Konsep

Keluhan Gangguan Kulit

1. Umur

2. Masa Kerja 3. Unit Kerja 4. Riwayat Penyakit

Kulit

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Proses Pengolahan Lateks

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Pemenang Nomor : 11/PBJ-Kons-SS/KP-2/IV.40/2013 tanggal 3 April 2013 Panitia Pengadaan Jasa Konsultansi Dinas Pendidikan Kota Bandar Bandar

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Pemenang Nomor : 11/PBJ-Kons-SU/KS-1/IV.40/2013 tanggal 8 April 2013 Panitia Pengadaan Jasa Konsultansi Dinas Pendidikan Kota Bandar

Pada hari ini Senin tanggal pukul 07.00 s.d 09.00 WIB melalui telah dilaksanakan acara penjelasan Pembangunan Gedung KPPN 01/ULPD/WII.5/KPPN.SMD /2016 sebagai

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Pemenang Nomor : 11/PBJ-Kons-SU/KP-1/IV.40/2013 tanggal 8 April 2013 Panitia Pengadaan Jasa Konsultansi Dinas Pendidikan Kota Bandar Bandar

PUSAT PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK UNIT LAYANAN PENGADAAN DAERAH KELOMPOK KERJA PROVINSI KEPULAUAN RIAU.. KPKNL

Sanggahan ditujukan kepada Panitia Pengadaan Barang/Jasa Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kota Bandar Lampung paling lambat hari

[r]