• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar SGOT pada Penderita Sindroma Koroner Akut di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode 2014 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kadar SGOT pada Penderita Sindroma Koroner Akut di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode 2014 2015"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SINDROMA KORONER AKUT

2.1.1 DEFENISI

Sindrom koroner akut (SKA) adalah sebuah kondisi yang melibatkan ketidaknyamanan dada atau gejala lain yang disebabkan oleh kurangnya oksigen ke otot jantung (miokardium). Sindrom koroner akut ini merupakan sekumpulan manifestasi atau gejala akibat gangguan pada arteri koronariax.Sindrom koroner akut mencakup penyakit jantung koroner yang bervariasi mulai dari angina pektoris tidak stabil dan infark miokard tanpa ST-elevasi sampai infark miokard dengan ST-elevasixi. Ketiga gangguan ini disebut sindrom koroner akut karena gejala awal serta manajemen awal sering serupa. Bentuk sindrom koroner akut tergantung pada derajat obstruksi koroner dan berkaitan dengan iskemia10.

Sebagian oklusi trombus adalah khas penyebab sindrom yang terkait dengan angina tidak stabil daninfark miokard tanpa elevasi ST, dengan kemudian menjadi berbeda dengan sebelumnya akibat adanya nekrosis miokard. Selanjutnya, jika trombus menutup sempurna, hasilnya iskemia akan lebih parah dan nekrosis akan lebih besar jumlahnya, gejala yang terjadi adalah infark miokard dengan elevasi ST10.

2.1.2. EPIDEMIOLOGI

Menurut laporan WHO,pada tahun 2004,penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung sebanyak 7,2 juta (12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia. Infark miokard akut adalah penyebab kematian nomor dua pada negara berpenghasilan rendah, dengan angka mortalitas 2,47 juta (9,4%). Di Indonesia pada tahun 2002, penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian pertama, dengan angka mortalitas 220.000 (14%)6

(2)

2.1.3.FAKTOR RESIKO

Tabel 1 Faktor Resiko Sindroma Koroner Akutxii

Faktor Resiko yang Dapat Dirubah Faktor Resiko yang Tidak Dapat Dirubah

(3)

Lapisan endotel pembuluh darah yang normal akan mengalami kerusakan oleh adanya faktor risiko antara lain,faktor hemodinamik seperti hipertensi, zat-zat vasokonstriktor, mediator (sitokin) dari sel darah, asap rokok, peningkatan gula darah dan oksidasi oleh Low Density Lipoprotein-C (LDL-C)xiv.Kerusakan ini akan menyebabkan sel endotel menghasilkan cell molecule adhesion seperti sitokin (interleukin-1),tumor nekrosis faktor (TNF-α),kemokin (monocyte chemoatractant factor-I),dan platelet derived growth factor.Sel inflamasi seperti monosit dan T-limfosit masuk ke permukaan endotel dan bermigrasi dari endotelium ke subendotel. Monosit kemudian berproliferasi menjadi makrofag dan mengambil LDL teroksidasi yang bersifat lebih aterogenik. Makrofag ini terus membentuk sel busaxv.LDL yang teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan menghasilkan respon inflamasi. Sebagai tambahan terjadi respon dari angiotensin II yang menyebabkan gangguan vasodilatasi dan mengaktifkan efek protrombin dengan melibatkan platelet dan faktor koagulasi. Akibat kerusakan endotel terjadi respon protektif yang dipicu oleh inflamasi dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous. Plak yang stabil bisa menjadi tidak stabil (vulnerable) dan mengalami rupture12.

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa aterosklerosis adalah penyebab dari beberapa penyakit cardiovascular.Aterosklerosis merupakan gejala inflammatory yang kronik.Lesi aterosklerotik pada arteri merupakan bagian dari disfungsi endotel yang dipicu oleh pemaparan oleh beberapa zat berikut :

a. Partikel LDL yang teroksidasi b. Radikal bebas

c. Peningkatan Plasma homocysteine

d. Local genetic alteration

e. Infeksi Sistemik Kronik ( Herpes virus, Chlamydia , Pneumoniae , helicobater pylori)

(4)

Memicu T-lymphocytes, monocytes dan platelet pada injured site.Pada saat proses perbaikan gagal,endothelium menjadi permeable dan limfosit dan monosit bermigrasi ke bagian dalam dari intima dimana akan terjadi berbagai reaksi yang akan memicu partikel LDL pada lokasi tersebut. Partikel ini akan dihancurkan oleh monosit,yang akan berubah menjadi makrofag (foam cells).Otot polos mulai berpindah dari media,dan fatty streak terbentuk. Proses yang terjadi bersifat

reversiblexvi .

(Gambar 1 Endothelial Repair)

(5)

(Gambar 2 Fatty streak formation.)

(Gambar 3 Fibrous cap formation and the necrotic core)

Plak atheromatous tidak dapat dideteksi oleh angiography sampai plak telah menutupi lebih dari 45% dinding pembuluh darah.Ketika proses terus berlanjut, akan terjadi penjarangan dari fibrous cap yang bersamaan dengan keretakan(fissuring) dari endothelial surface.Fissures berkontribusi pada terjadinya rupture plak,pada saat kejadian dari fissure lebih besar dari masa

(6)

thrombus formation,jika thrombus terbentuk semakin besar,oklusi luminal akan

menyebabkan―hard event‖(myocardial infarction)15 .

(Gambar 4 Ruptur Plak )

2.1.5 ANGIN PEKTORIS TAK STABIL

(Unstable Angina)

Di Amerika Serikat setiap tahun 1 juta psien dirawat di rumah sakit karena angina pectoris tak stabil ; dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung yang tak fatal . Yang termasuk ke dalam kategori angina tak stabil yaituxvii :

1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari .

2. Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil , lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya.

3. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat

(7)

Beratnya angina :

a. Kelas I : Angina yang berat untuk pertama kali , atau makin bertambah beratnya nyeri dada

b. Kelas II : Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan, tapi taka da serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir

c. Kelas III : Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.

Keadaan Klinis :

a. Kelas A. Angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris

b. Kelas B . Angina tak stabil yang primer, tak ada factor ekstra kardiak. c. Kelas C. Angina yang timbul setelah serangan infark jantung .

Ruptur plak aterosklerosis dianggap penyebab terpenting UA , sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh darah coroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal.Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotic ( fibrotic cap) . Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya rupture terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plakxviii.

(8)

peran penting pada angina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan thrombus17.

Pada gambaran EKG untuk penderita UA didapati adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan adanya iskemia akut . Gelombang T negative juga salah satu tanda iskemia atau NSTEMI . Perubahan gelombang ST dan T yang non spesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T negative kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemia .Perubahan EKG pada UA bersifat sementara dan masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun bersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat serangan angina dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhan angina hilang dalam waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau terjadi evolusi gelombang Q, maka disebut sebagai IMA17.

2.1.6 INFARK MIOKARD AKUT TANPA ELEVASI ST

(NSTEMI)

Unstable Angina ( Angina Pektoris tak Stabil) dan Infark Miokard akut Tanpa elevasi ST (Non ST Elevation myocardial infarction / NSTEMI ) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripin patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda . Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan adanya bukti nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung17.

(9)

arteri coroner diawali dengan adanya rupture plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah,fibrous cap yang tipis dan konsentrasi factor jaringan yang tinggi.Inti lemak yang cenderung rupture mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi . Pada lokasi rupture plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi . Sel –sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α, dan IL -6 . Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran hsCRP di hati17 .

Manifestasi klinis pada NSTEMI didapati nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri – ciri seperti diperas, perasaan diikat, perasaan terbakar,nyeri tumpul , rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat.

Gambaran elektrokardiogram (EKG),secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menentukan resiko pada pasien. Menururt TIMI III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupakan predictor outcome yang buruk . Kaul et al menunjukkan peningkatan resiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST, dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponinT keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien dengan NSTEMI17 .

2.1.7 INFARK MIOKARD AKUT DENGAN ELEVASI ST

(STEMI)

(10)

terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskularm dimana injuri ini dicetuskan oleh factor-faktor seperti merokok , hipertensi, dan akumulasi lipid17.

Pada sebagian besar kasus , infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehningga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri coroner. Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMi memberikan respons terhadap terpai trombolitik. Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit ,yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2(vasokonstrikstor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti factor von Willebrand dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simulltan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi .

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri coroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri dari agregat rombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang,STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri coroner yang disebabkan oleh emboli coroner, abnormalitas kongenital, spasme coroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

(11)

Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis .

Peningkatan nilai enzim diatas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung ( infark miokard)

a. CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam

b. cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10 – 24 jam , dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5 - 10 hari

Pemeriksaan enzim Jantung yang lain yaitu :

a. Mioglobin : dideteksi setelah 1 jam terjadi infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam

b. Creatinin Kinase : Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10- 36 jam dan kembali normal dalam 3- 4 hari

c. Lactic dehydrogenase (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari .

2.2 SGOT

Aminotransferase aspartate / transaminase oksaloasetat glutamate

serum (AST/SGOT) adalah enzim mitokondria yang mengkatalisis reaksi

transamninasi, merupakan enzim intrasel yang terdapat di jantung, hati ,

dan jaringan skelet konsentrasi sedang terdapat pada otot rangka, ginjal

dan pankreasxix. Konsentrasi rendah terdapat dalam darah, kecuali terjadi

cedera seluler , kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam

sirkulasi. Enzim ini mengkatalisis reaksi reversible dari :

(12)

Apabila terjadi gangguan fungsi hati, enzim aminotransferase di dalam sel akan masuk ke dalam peredaran darah karena terjadi perubahan permeabilitas membran sel sehingga kadar enzim aminotransferase dalam darah akan meningkat. Dua macam enzim aminotransferase yang paling sering dihubungkan dengan kerusakan sel hati adalah aspartat aminotransferase (AST) yang juga disebut SGOT dan alanin aminotransferase (ALT) yang juga disebut SGPTxxi . SGOT juga merupakan enzim yang terlibat dalam glukoneogenesis

Nilai kadar SGOT normal yang dianut oleh laboratorium Patologi

Klinik RSUP Haji Adam Malik Medan adalah 5-34 U/L .Kadar SGOT

biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya, seperti CK

(creatin kinase), LDH (lactat dehydrogenase). Dalam kondisi normal

enzim yang dihasilkan oleh sel hepar konsentrasinya rendah. Fungsi dari

enzim -enzim hepar tersebut hanya sedikit yang diketahui .Kadar SGOT

pada kejadian infark miokard akut meningkat mulai 8-12 jam setelah

serangan nyeri dada, lalu mencapai puncak paling tinggi yaitu 2-10 kali

dari nilai normal pada 18-36 jam setelah nyeri dada, dan menurun sampai

nilai normal pada hari ke-3 sampai hari ke-4 . Pada penyakit hati, kadar

serum akan meningkat 10 kali atau lebih, dan tetap demikian dalam waktu

yang lamaxxii. Pemeriksaan kadar SGOT di RSUP Haji Adam Malik Medan

menggunakan chemistry analyzer secara automation

2.2.2 Metode Pemeriksaan SGOT

Metode pemeriksaan SGOT berdasarkan IFCC (International

Federation of Clinical Chemistry and Laboratory Medicine)

1. Alat dan Bahan

Reagen yang digunakan terdiri dari reagen ASATdan ALAT. Reagen ASAT berisi antara lain:

(13)

L-aspartat 240 mmol/l MDH ( Malate dehyill'ogenase ) ≥ 600 u/l LDH (lactate dehyrogenase) ≥ 900u/l

reagen 2 : 2-oxoglutarate 12 mmol/l

NADH 0,8 mmol/l

Reagen ALAT yang berisi antara lain:

reagen 1 TRIS pH 7,15 100 mmol/l

L-alanine 500 mmol/l

LDH (lactate dehyrogenase ) ≥ 1700 u/l

reagen 2 2-oxoglutaI1e 15 mmol/l

NADH 0,18 mmol/l

2. Cara Kerja

a. Dicampurkan empat bagian reagen I dengan satu bagian reagen 2 (monoreagen).

b. Diambil 1 ml monoreagen, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, inkubasi pada suhu 37°C minimal 1jam.

c. Ditambahkan serum/ sampel / serum normal sebanyak 0,1 ml.

d. Dikocok dan inkubasi dalam waterbath pada suhu 37°C selama 1 menit. e. Dibaca absorban sampel dengan photometer pada panjang gelombang 340

nm, swicth Filter K20 dan factor 1745.

f. Photometer secara otomatis mengulangi pembacaan kedua, ketiga, dan terakhir, hasil pembacaan yang digunakan adalah yang terakhir.Nilai absorb an serum normal yang diuji harus sesuai dengan kontrol kualitas internal yang direkomendasikan.

g. Pada saat pemeriksaan, suhu reagen dalam kuvet harns sesuai dengan yang dikehendaki, suhu harus dijagakonstan (±0,5°C) selama pemeriksaan. h. Hitung kadar SGOT dengan rumus :

Gambar

Tabel 1 Faktor Resiko Sindroma Koroner Akutxii

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang, dan semangat untuk

[r]

Tipologi modernis lebih menonjolkan wawasan kependidikan Islam masa sekarang, dalam arti bagaimana pendidikan Islam mampu menyiapkan peserta didik yang mampu

[r]

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sekolah Islam atau madrasah unggulan adalah lembaga pendidikan Islam yang memiliki komponen, budaya dan iklim unggul dan

Metode yang dilakukan adalah dengan merancang dan membuat sebuah program sistem kontrol yang dibuat untuk menjalankan gerakan-gerakan secara otomatis, kontrol menggunakan