PEMUTUAN DAN PENGHITUNGAN BIBIT IKAN LELE DENGAN METODE IMAGE PROCESSING
MENGGUNAKAN PARAMETER LUAS DAN PANJANG TUBUH IKAN
Oleh
RENATO SAKSANNI F14102074
2008
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PEMUTUAN DAN PENGHITUNGAN BIBIT IKAN LELE DENGAN METODE IMAGE PROCESSING
MENGGUNAKAN PARAMETER LUAS DAN PANJANG TUBUH IKAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
RENATO SAKSANNI F14102074
2008
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
PEMUTUAN DAN PENGHITUNGAN BIBIT IKAN LELE DENGAN METODE IMAGE PROCESSING
MENGGUNAKAN PARAMETER LUAS DAN PANJANG TUBUH IKAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
RENATO SAKSANNI F14102074
Dilahirkan pada tanggal 19 Juli 1984 di Surabaya
Tanggal Lulus : September 2008 Menyetujui,
Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Si Dosen Pembimbing Skripsi
Mengetahui,
Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanian
RENATO SAKSANNI. F14102074. Pemutuan dan Penghitungan Bibit Ikan Lele Dengan Metode Image Processing Menggunakan Parameter Luas Dan Panjang Tubuh Ikan. Di bawah bimbingan : I Wayan Astika. 2008.
RINGKASAN
Penghitungan bibit ikan yang dilakukan dengan cara manual memiliki banyak kelemahan, antara lain: subyektifitas penghitungan, waktu yang lambat, kelelahan dalam penghitungan, dan akurasi yang tidak memadai khususnya untuk menghitung bibit ikan dalam jumlah yang besar. Salah satu metode penghitungan dan pemutuan bibit ikan lele untuk menggantikan cara manual adalah metode image processing. Image processing dapat dijadikan sebuah alternatif karena metode ini bersifat tidak merusak objek (non destructive). Metode ini berkembang seiring dengan peningkatan kecepatan komputer dalam mengolah data, sehingga metode ini diharapkan mampu membantu penghitungan dan pemutuan bibit lele dengan akurat dan murah.
Tujuan penelitian ini adalah membangun perangkat lunak untuk mengenali dan membedakan ikan lele dari warna latar pengambilan gambar. Selain itu juga bertujuan membangun perangkat lunak untuk melakukan penentuan mutu (grade) dan melakukan penghitungan bibit ikan lele menggunakan parameter luas dan panjang tubuh ikan.
Penelitian ini dirancang untuk dapat melakukan pemutuan di 3 lokasi berbeda yaitu (a) pada tempat terbuka dan terkena cahaya matahari langsung, (b) pada tempat naungan dari cahaya matahari, (c) pada tempat tertutup dengan intensitas cahaya tetap. Saat pengambilan citra ikan lele diposisikan secara acak dalam wadah plastik berdimensi 31.5 cm x 24 cm x 12.5 cm, dengan warna latar putih (R = 255, G = 255, B = 255) pada dasar wadah plastik. Pengambilan citra dilakukan bertahap pada masing-masing tingkat mutu sejumlah 30 ekor, dengan jumlah sampel 3 - 10 buah untuk setiap kali pengambilan data citra. Bibit ikan lele diupayakan tidak saling bertumpuk dan berdekatan satu dengan yang lain agar memudahkan komputer mengenali bibit satu demi satu. Warna putih (255, 255, 255) dipilih karena merupakan warna yang paling optimum digunakan pada tahap pengolahan citra.
Pada tahap pengolahan citra, citra digital hasil pengambilan oleh kamera digital diolah menggunakan perangkat lunak pengembang aplikasi Gambas. Gambas digunakan untuk mendapatkan nilai color value dari citra yang sedang diolah. Nilai ini yang akan menghasilkan nilai intensitas R, G dan B untuk setiap piksel yang dianalisis. Nilai R, G dan B dari citra digunakan untuk memisahkan objek terhadap latar dengan konfigurasi algoritma penentuan parameter thresholding berdasarkan lokasi pengambilan citra digital yaitu di ruang terbuka, di bawah naungan, atau di ruang terkondisi (laboratorium). Algoritma penentuan parameter thresholding ini disusun menggunakan empat buah parameter yaitu nilai intensitas R, intensitas B , abs(R – G), dan abs(G – B), jika sebuah piksel memenuhi algoritma tersebut maka akan diubah menjadi citra biner hitam dan piksel dianggap sebagai piksel objek. Piksel yang tidak memenuhi algoritma akan diubah menjadi citra biner putih dan piksel dianggap sebagai piksel latar. Citra hasil pemisahan objek terhadap latar digunakan untuk mendapatkan nilai-nilai parameter pengolahan citra berupa luas objek (A) dan panjang objek (P).
Pada penelitian ini jumlah ikan lele akan dihasilkan dengan menjumlahkan objek ikan yang telah dipisahkan dari citra latar dan telah diberi label objek, sedangkan grade ikan lele dihasilkan melalui penjumlahan piksel panjang objek untuk parameter panjang dan dihasilkan melalui penjumlahan piksel luas objek untuk parameter luas.
Luas objek dihasilkan dengan membedakan citra objek dengan warna latar melalui proses analisa objek yang memiliki nilai intensitas warna hitam. Setiap objek diberikan label dan dikelompokan berdasarkan nilai labelnya melalui iterasi berulang hingga semua piksel objek memiliki label. Luas tiap objek dihitung melalui penghitungan jumlah piksel yang sama nilai labelnya. Label diberikan dengan merubah nilai R piksel, secara iteratif nilai objek pertama memiliki nilai R sebesar 254 kemudian dikurangkan 1 untuk objek berikutnya sehingga nilai label objek kedua sebesar 253 dan seterusnya hingga objek terakhir.
Panjang objek diperoleh melalui proses analisa piksel per piksel untuk menentukan apakah piksel objek dipertahankan atau dihapus. Proses ini menggunakan operasi thinning. Operasi thinning bekerja mengeliminasi piksel-piksel yang memenuhi kriteria algoritma thinning untuk dihilangkan sehingga dihasilkan kumpulan piksel yang terangkai pada garis tengah objek ikan lele. Kumpulan piksel yang membentuk garis tengah inilah yang dijadikan nilai parameter panjang objek ikan. Panjang objek ikan akan dihitung berdasarkan jumlah piksel yang memiliki nilai label yang sama yaitu piksel yang memiliki nilai RGB(255-i, 0, 0).
Metode pengolahan citra yang dikembangkan mampu menduga grade bibit ikan lele dengan akurasi pada pengujian di ruang terbuka menggunakan parameter luas sebesar 77.78 % dan menggunakan parameter panjang sebesar 61.79 %, pengujian di naungan sinar matahari menggunakan parameter luas sebesar 86.67 % dan menggunakan parameter panjang sebesar 83.33 %, serta pengujian di ruang terkondisi menggunakan parameter luas sebesar 87.78 % dan menggunakan parameter panjang sebesar 64.44 %. Perangkat lunak pengolahan citra belum mampu mengenali dan memisahkan objek ikan lele yang bersinggungan. Pengujian citra ikan lele yang bersinggungan di ruang terbuka menggunakan parameter luas sebesar 11.11 % dan menggunakan parameter panjang sebesar 14.44 %, pengujian di bawah naungan sinar matahari menggunakan parameter luas sebesar 11.11 % dan menggunakan parameter panjang sebesar 12.22 %, serta pengujian di ruang terkondisi menggunakan parameter luas sebesar 22.22 % dan menggunakan parameter panjang sebesar 25.56 %.
Pada penelitian selanjutnya perlu menentukan parameter pengolahan citra yang mampu mengabaikan kumis ikan lele, serta perlu menambahkan logika kecerdasan buatan berupa jaringan saraf tiruan atau logika fuzzy untuk menduga grade bibit ikan lele sehingga lebih akurat.
RIWAYAT HIDUP
Renato Saksanni, lahir di Surabaya pada tanggal 19 Juli 1984 dan
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari ayah bernama Tony Suhardinoto dan ibu bernama Masrifah Enny. Penulis memulai pendidikan
formal pada tahun 1990 di SD Negeri Petemon XIII Surabaya. Penulis melanjutkan studi di SLTP Negeri 25 Surabaya pada tahun 1996, kemudian dilanjutkan di SMU Negeri 2 Surabaya pada tahun 1999. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan studi di Departemen Teknik Pertanian IPB melalui jalur USMI.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif mengikuti beberapa organisasi yaitu Himpunan Mahasiswa Keteknikan Pertanian IPB (HIMATETA IPB), Himpunan Mahasiswa Surabaya Plus (HIMASURYA+), Bidang Kreasi Inovasi Multimedia Badan Kerohanian Islam Mahasiswa IPB (BKIMEDIA), dan Dewan Keluarga Mushalla Al – Fath FATETA IPB. Penulis juga tergabung dalam klub robot Departemen Teknik Pertanian IPB. Pada tahun 2005 dan 2006 penulis mengikuti Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) yang dilaksanakan di Kampus Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat. Penulis melakukan Praktek Lapangan (PL) pada tahun 2005 di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya di Batu, Jawa Timur.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan berkah dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Pemutuan dan Penghitungan Bibit Ikan Lele Dengan Metode Image Processing Menggunakan Parameter Luas Dan Panjang Tubuh Ikan”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu dan perhatian kepada penulis selama melakukan studi,
2. Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr dan Ir. Mohamad Solahudin, M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan koreksi, 3. Ayah, Ibu, adik Nadya, adik Masya, dan Langit yang selalu mendoakan
dan memberikan semangat kepada penulis,
4. Mas Aji Wijaya, Mas Dian Wahyu, Kang Asep Supriatna, Mas Elvin, Mas Husein Assa’di, Mas Fibri Aris, Rikza Saifullah, Hikmat Maulana, Mas Harun, Kang Obo, Kang Ucuy yang memberi banyak ilmu pada penulis, 5. Basuki, Ridwan, Slamet W, Ichsan Nur, Deni Aki, Rahmat Ale,
Rayadeyaka, Siska di klub robot TEP, rekan – rekan di BKIM / BKIMEDIA (Molid, Ari Fahmi, Sigit, Emil, Bdul, Kafi), HIMATETA, dan HIMASURYA+.
6. Leo dan Kiki sebagai rekan seperjuangan penulis,
7. Rekan-rekan Teknik Pertanian Angkatan 39 atas kebersamaan selama studi.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi pihak yang memerlukan di kemudian hari.
Bogor, Agustus 2008
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL...v
DAFTAR GAMBAR ...vi
DAFTAR LAMPIRAN... viii
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG...1
B. TUJUAN ...2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. IKAN LELE ...3
B. CITRA DIGITAL ...4
C. PENGOLAHAN CITRA ( IMAGE PROCESSING) ...4
D. OPERASI THINNING ...6
E. AREA ( JUMLAH PIKSEL OBJEK ) ...8
F. WARNA ...8
G. GAMBAS ...9
H. PENELITIAN TERDAHULU ...10
III.METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ...14
B. BAHAN DAN ALAT ...14
C. METODE PENELITIAN ...15
1. Pengambilan citra ...15
2. Pengolahan citra ...16
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGOLAHAN CITRA BIBIT IKAN LELE ...21
B. PENGUJIAN PERANGKAT LUNAK ...26
1. Pengujian pada ruang terbuka (langsung terkena sinar matahari) ...27
2. Pengujian di bawah naungan sinar matahari ...31
3. Pengujian di ruang terkondisi ...34
C. BEBERAPA KONDISI YANG MENYEBABKAN KESALAHAN PENDUGAAN PADA PERANGKAT LUNAK . ...37 V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN ...48
B. SARAN ...49
DAFTAR PUSTAKA ...50
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Nilai sinyal RGB pada algoritma penentuan parameter thresholding... 23 Tabel 2. Batasan nilai piksel untuk penentuan grade ikan lele berdasarkan
parameter luas ... 25 Tabel 3. Batasan nilai piksel untuk penentuan grade ikan lele berdasarkan
parameter panjang ... 25 Tabel 4. Hasil pengujian perangkat lunak pada ruang terbuka menggunakan
parameter luas ... 29 Tabel 5. Hasil pengujian perangkat lunak pada ruang terbuka menggunakan
parameter panjang ... 30 Tabel 6. Hasil pengujian perangkat lunak di bawah naungan sinar matahari
menggunakan parameter luas ... 33 Tabel 7. Hasil pengujian perangkat lunak di bawah naungan sinar matahari
menggunakan parameter panjang ... 33 Tabel 8. Hasil pengujian perangkat lunak pada ruang terkondisi menggunakan
parameter luas ... 36 Tabel 9. Hasil pengujian perangkat lunak pada ruang terkondisi menggunakan
parameter panjang ... 37 Tabel 10. Hasil pengujian citra ikan lele yang bersinggungan pada ruang terbuka
menggunakan parameter luas ... 45 Tabel 11. Hasil pengujian citra ikan lele yang bersinggungan pada ruang terbuka
menggunakan parameter panjang ... 45 Tabel 12. Hasil pengujian citra ikan lele yang bersinggungan di bawah naungan
sinar matahari menggunakan parameter luas... 46 Tabel 13. Hasil pengujian citra ikan lele yang bersinggungan di bawah naungan
sinar matahari menggunakan parameter panjang ... 46 Tabel 14. Hasil pengujian citra ikan lele yang bersinggungan pada ruang
terkondisi menggunakan parameter luas ... 47 Tabel 15. Hasil pengujian citra ikan lele yang bersinggungan pada ruang
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Proses digitasi (Arymurty dan Suryana, 1992) ... 4
Gambar 2. Elemen-elemen dari sistem pengolahan citra (Arymurty dan Suryana, 1992) ... 5
Gambar 3. Proses operasi thinning dari objek asal menjadi skeleton (Arymurty dan Suryana, 1992) ... 6
Gambar 4. Contoh operasi thinning... 8
Gambar 5. Halaman pembuka Gambas ... 10
Gambar 6. Lingkungan pengembangan Gambas... 10
Gambar 7. Citra bibit lele lokal setelah proses threshold ... 14
Gambar 8. Illuminance meter ... 15
Gambar 9. Algoritma pemisahan objek dengan latar (threshold)... 17
Gambar 10. Algoritma penghitungan luas dan pelabelan ... 18
Gambar 11. Algoritma thinning... 19
Gambar 12. Citra hasil pelabelan dan citra garis tengah tubuh ikan hasil operasi thinning ... 20
Gambar 13. Tampilan perangkat lunak pengolahan citra bibit ikan lele ... 21
Gambar 14. Tampilan proses pembukaan citra digital ... 22
Gambar 15. Tampilan proses pemisahan citra objek dan citra latar ... 23
Gambar 16. Tampilan proses pencarian piksel objek dan pelabelan ... 24
Gambar 17. Tampilan proses penyajian hasil pemutuan ... 26
Gambar 18. Citra bibit ikan lele pada ruang terbuka sebelum dilakukan pengolahan ... 27
Gambar 19. Hasil pengolahan parameter luas pada ruang terbuka ... 28
Gambar 20. Hasil pengolahan parameter panjang pada ruang terbuka ... 28
Gambar 21. Gabungan citra bibit ikan lele dan hasil analisa panjang ... 30
Gambar 22. Citra bibit ikan lele di bawah naungan sebelum dilakukan pengolahan ... 31
Gambar 23. Hasil pengolahan parameter luas di bawah naungan ... 32
Gambar 24. Hasil pengolahan parameter panjang di bawah naungan ... 32
Gambar 25. Citra bibit ikan lele di ruang terkondisi sebelum dilakukan pengolahan ... 34
Gambar 27. Hasil pengolahan parameter panjang di ruang terkondisi... 35
Gambar 28. Citra digital kotoran ikan lele ... 38
Gambar 29. Citra digital setelah penghapusan kotoran dan pelabelan ... 38
Gambar 30. Citra bintik putih pada badan ikan lele ... 39
Gambar 31. Hasil pengolahan citra bintik putih pada ikan lele... 40
Gambar 32. Citra digital riak air... 41
Gambar 33. Hasil pengolahan citra digital riak air... 41
Gambar 34. Tampilan pesan kesalahan karena belum memilih lokasi... 42
Gambar 35. Hasil thresholding citra ikan lele yang bersinggungan ... 43
Gambar 36. Hasil pelabelan citra ikan lele yang bersinggungan... 43
Gambar 37. Hasil proses thresholding dan pelabelan bibit ikan yang bersinggungan ... 44
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Susunan perangkat pengambilan citra digital pada ruang
terbuka ...52
Lampiran 2. Susunan perangkat pengambilan citra digital pada naungan cahaya matahari...53
Lampiran 3. Susunan perangkat pengambilan citra digital pada ruang terkondisi...54
Lampiran 4. Algoritma penentuan parameter thresholding ...55
Lampiran 5. Nilai parameter luas data percobaan pendahuluan ...56
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ikan lele (Clarias batrachus L.) merupakan komoditas perikanan yang potensial dipelihara untuk tujuan komersial. Hal ini disebabkan produksi ikan lele belum memenuhi kebutuhan konsumen di beberapa daerah di dalam negeri. Salah satunya adalah kebutuhan konsumsi ikan lele di Propinsi DKI Jakarta. Kebutuhan konsumsi ikan lele mencapai 80 ton per hari di Propinsi DKI Jakarta, sementara kemampuan pasokan hanya sebesar 12 ton per hari (Devita, 2008).
Produksi ikan lele nasional diharapkan mencapai 175 000 ton pada tahun 2009 untuk mengejar pangsa ekspor Eropa dan Amerika yang saat ini masih dikuasai Vietnam, Thailand, dan Cina (Hutagalung, 2007). Produksi ikan lele di Indonesia pada tahun 1998 sebesar 24 187 ton (Direktorat Jenderal Perikanan, 2000). Produksi ikan lele tahun 2004 sebesar 60 000 ton dan 79 000 ton pada tahun 2005 (Hutagalung, 2007).
Hernowo dan Suyanto (2003) mengatakan bahwa usaha produksi ikan lele dipisahkan menjadi usaha pembibitan dan usaha pembesaran. Penghitungan dan pemutuan bibit dilakukan saat bibit ikan lele dipasarkan dari pihak pembibit ke pihak pembesar. Selama ini petani ikan lele masih melakukan penghitungan dan pemutuan bibit ikan lele secara manual yaitu dengan metode sampling atau dengan menghitung satu per satu.
Seminar (2000) mengatakan bahwa penghitungan bibit ikan yang dilakukan dengan cara manual memiliki banyak kelemahan, antara lain: subyektifitas penghitungan, waktu yang lambat, kelelahan dalam penghitungan, dan akurasi yang tidak memadai khususnya untuk menghitung bibit ikan dalam jumlah yang besar.
Salah satu metode penghitungan dan pemutuan bibit ikan lele untuk menggantikan cara manual adalah metode image processing. Image processing dapat dijadikan sebuah alternatif karena metode ini bersifat tidak merusak objek (non destructive). Image processing merupakan salah satu algoritma komputer yang mampu menganalisa bentuk dan warna suatu objek dari citra objek tersebut. Metode ini berkembang seiring dengan peningkatan kecepatan komputer dalam mengolah data, sehingga metode ini diharapkan mampu membantu penghitungan dan pemutuan bibit lele dengan akurat dan murah.
B. TUJUAN
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengembangkan metode pemutuan dan penghitungan bibit ikan lele dengan image processing. Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Membangun algoritma metoda image processing untuk mengenali dan membedakan ikan lele dengan warna latar pengambilan gambar.
2. Membangun algoritma metoda image processing untuk melakukan penghitungan dan pemutuan bibit ikan lele menggunakan parameter luas dan panjang tubuh ikan pada 3 kondisi pencahayaan yaitu pada ruang terbuka, di bawah naungan sinar matahari, dan di ruang dengan pencahayaan terkondisi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. IKAN LELE
Dalam Suyanto (1999), Weber dan Beaufort mengklasifikasikan ikan lele sebagai berikut:
Filum : Chordata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub ordo : Siluroidae Famili : Clariidae Genus : Clarias
Ikan lele memiliki ciri warna badan gelap merata jika terkejut atau menderita stres, gerakan tidak terlalu agresif, patil beracun, mampu merusak pematang dengan cara membuat lubang (Hernowo dan Suyanto, 2003). Ikan lele juga memiliki ciri bentuk kepalanya pipih dengan lempeng tulang keras sebagai batok kepala, bersungut (kumis) 4 pasang, mempunyai alat pernapasan tambahan terletak di bagian depan rongga insang (Suyanto, 1999).
Ikan lele memakan binatang-binatang renik yang hidup di lumpur dasar maupun di dalam air antara lain yaitu cacing, jentik-jentik nyamuk, larva serangga, anak-anak siput, dan kutu air. Selain itu, ikan lele dapat memakan kotoran atau bahan apa saja yang ada di air. Ikan lele juga bersifat kanibal yaitu memakan sesama ikan yang ukurannya lebih kecil, bahkan lele dapat memakan anaknya sendiri jika kekurangan bahan pakan. Oleh karena itu, bibit ikan lele harus dipelihara terpisah dari ikan lele yang ukurannya lebih besar (Hernowo dan Suyanto, 2003).
Usaha produksi ikan lele dipisahkan menjadi usaha pembibitan dan usaha pembesaran. Usaha pembibitan ikan lele dibagi menjadi 3 tahap yaitu pembibitan tahap I, pembibitan tahap II, dan pembibitan tahap III. Pembibitan tahap I dilakukan pada bibit yang baru menetas hingga berumur 12 – 15 hari dengan panjang badan 2 – 3 cm. Pembibitan tahap II dilakukan pada bibit berumur 12 – 15 hari hingga 35 – 45 hari dengan panjang 5 – 6 cm. Pembibitan tahap III dilakukan pada bibit berumur 35 – 45 hari hingga 65 – 75 hari dengan panjang 10 – 15 cm (Hernowo dan Suyanto, 2003).
B. CITRA DIGITAL
Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik. Komputer digital bekerja dengan angka-angka presisi terhingga, dengan demikian hanya citra dari kelas diskrit-diskrit yang dapat diolah dengan komputer, citra dari kelas tersebut lebih dikenal sebagai citra digital. Citra digital merupakan suatu array dua dimensi atau suatu matriks yang elemen-elemennya menyatakan tingkat keabuan dari elemen gambar, jadi informasi yang terkandung bersifat diskrit. Citra yang bersifat kontinu dapat diubah menjadi citra digital melalui proses pembuatan kisi-kisi arah horizontal dan vertikal sehingga diperoleh gambar dalam bentuk array dua dimensi (Arymurty dan Suryana, 1992). Proses tersebut dikenal sebagai proses digitasi atau sampling yang dapat dilihat pada Gambar 1.
C. PENGOLAHAN CITRA ( IMAGE PROCESSING)
Image Processing atau pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang melibatkan persepsi visual dengan ciri adanya data masukan dan data keluaran yang berbentuk citra digital. Citra yang dimaksud adalah citra digital yang dapat diproses oleh komputer. Data citra yang dimasukkan berupa nilai-nilai integer yang menunjukkan nilai intensitas cahaya atau tingkat keabuan setiap piksel. Citra digital diperoleh dengan sistem peringkat citra digital yang melakukan penjelajahan citra membentuk suatu matriks dimana elemen-elemennya menyatakan nilai intensitas cahaya pada suatu himpunan diskrit dari titik. Gambar 2 menunjukkan elemen-elemen dari sistem pengolahan citra.
Citra f (x,y) disimpan dalam memori komputer atau penyimpan bingkai citra dalam bentuk array m x n dari contoh diskrit dengan jarak yang sama, seperti ditampilkan pada persamaan (1) sebagai berikut:
Satuan terkecil citra disebut piksel (picture element) yang artinya adalah element citra. Piksel merupakan suatu daerah bujur sangkar dengan ukuran tertentu dan menunjukkan harga intensitas keabuan piksel pada lokasi yang bersangkutan. Sebuah piksel adalah sampel dari intensitas citra yang dinyatakan dalam bilangan bulat. Sebuah citra adalah piksel array dua dimensi. Indeks baris dan kolom [i , j] dari sebuah piksel dinyatakan dalam bilangan bulat.
Alat masukan citra yang umum digunakan adalah CCD (charged couple device), dimana sensor citra dari alat ini menghasilkan keluaran berupa citra analog sehingga dibutuhkan perangkat digitasi yang terpisah dengan kamera. Alat digitasi ini dapat berupa penjelajahan solid-state yang menggunakan matriks sel yang sensitif terhadap cahaya yang masuk, dimana citra yang terekam mempunyai kedudukan yang tetap. Saat ini telah terdapat kamera digital yang menghasilkan keluaran langsung berupa digital sehingga tidak diperlukan proses digitasi lebih lanjut. Selain itu, terdapat alat digitasi lain yang disebut dengan alat digitasi video. Alat ini digunakan pada sistem penangkapan citra yang menghasilkan sinyal
Citra Masukan Sensor Konversi Analog ke Digital Citra Digital Komputer Digital Monitor Peraga Penyimpan Bingkai Citra Gambar 2. Elemen-elemen dari sistem pengolahan citra (Arymurty
dan Suryana, 1992)
televisi. Sinyal video analog ini mempunyai format keluaran yang sesuai standar televisi berwarna seperti NTSC, SECAM serta PAL.
D. OPERASI THINNING
Thinning adalah sebuah operasi yang digunakan untuk membuang piksel objek (foreground) terseleksi dari citra biner, yang menyerupai operasi erosi atau opening. Thinning dapat digunakan untuk beberapa aplikasi, tetapi biasanya berguna untuk skeletonisasi. Dalam hal ini thinning biasa digunakan untuk merapikan (tidy up) keluaran dari pendeteksi tepi dengan mengurangi garis-garis menjadi setebal satu piksel. Sekumpulan piksel objek pada citra hasil proses thinning disebut skeleton dari objek aslinya.
Thinning dapat disebut sebagai preprocessing operation atau operasi yang menghasilkan keluaran sebagai bahan untuk proses pengolahan gambar atau citra selanjutnya, dan citra hasil olahan operasi thinning biasa digunakan pada teknik pengenalan pola atau pattern recognition.
Umumnya suatu algoritma thinning yang dilakukan terhadap citra biner seharusnya memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Skeleton dari citra kira-kira berada di bagian tengah dari citra awal sebelum dilakukan thinning.
2. Citra hasil dari algoritma thinning harus tetap menjaga struktur keterhubungan yang sama dengan citra awal.
3. Suatu skeleton seharusnya memiliki bentuk yang hampir mirip dengan citra awal.
4. Suatu skeleton seharusnya mengandung jumlah piksel yang seminimal mungkin namun tetap memenuhi kriteria-kriteria sebelumnya.
Skeleton Objek asal
Gambar 3. Proses operasi thinning dari objek asal menjadi skeleton (Arymurty dan Suryana, 1992)
Algoritma thinning dalam Arymurthy, A.M. dan Suryana, S. (1992) digambarkan sebagai berikut:
Begin iter=1 Do While iter=1 Begin iter=0 Repeat
if P1 = 0 then P1 tidak berubah if P1 =1 and semua kondisi dipenuhi:
1. 2 <= B(P1) <= 6 ; 2. A(P1) =1 ;
3. P2 * P4 * P8 = 0 atau A(P2) <> 1 4. P2 * P4 * P6 = 0 atau A(P4) <> 1 Then P1 = 0 and iter = 1
Else P1 tidak berubah
Until semua piksel pada citra diproses End
End
keterangan:
P1 : piksel utama yang sedang diamati
P2, P3, P4,P5, P6, P7, P8, P9 : 8 piksel tetangga dari piksel P1 pada citra B(P1) : jumlah piksel tetangga yang bernilai 1 A(P1) : jumlah pola 01 pada urutan piksel tetangga
P2 – P9
iter : variabel yang menunjukkan adanya perubahan nilai P1 dari 1 menjadi 0
Contoh hasil operasi thinning pada beberapa tahapan iterasi disajikan pada Gambar 4.
E. AREA ( JUMLAH PIKSEL OBJEK )
Area merupakan salah satu parameter yang banyak digunakan untuk melakukan operasi pada citra biner. Variabel area digunakan untuk menampung nilai luas area dari objek, sedangkan nilai variabel area yang awalnya diberi nilai 0, akan bertambah dengan satu setiap kali pemeriksaan variabel.
Area adalah jumlah piksel dalam S, jadi bila dalam satu citra tedapat lebih dari satu komponen, S1, S2,...Sn maka akan ada A1, A2,..An. Jadi nilai area suatu objek adalah jumlah dari piksel-piksel penyusun objek tersebut dan unit yang umum digunakan adalah piksel tadi yang membentuk suatu luasan. Area dapat mencerminkan ukuran atau berat objek sesungguhnya pada beberapa benda pejal dengan bentuk yang hampir seragam (misalnya buah mangga, semangka dan lain-lain), tetapi tidak demikian untuk benda yang berrongga (misalnya paprika) (Ahmad, 2005).
F. WARNA
Persepsi warna dalam pengolahan citra tergantung pada tiga faktor yaitu sifat pantulan spektrum dari suatu permukaan (yang menentukan bagaimana suatu permukaan memantulkan gelombang cahaya hingga menampakkan suatu warna), kandungan spektrum dari cahaya yang menyinari (kandungan warna dari cahaya
iterasi 1 iterasi 3 iterasi 2 iterasi 4 iterasi 5 iterasi 6 Objek asal
yang menyinari permukaan), dan respon spektrum dari sensor dalam peralatan sistem visual (kepekaan sensor merespon warna) (Ahmad, 2005).
Monitor atau kartu grafik komputer menggunakan model warna RGB (red , green, blue) yaitu suatu model warna yang didasarkan pada pembentukan warna melalui kombinasi ketiga warna pokok merah, hijau, biru untuk merepresentasikan suatu warna (Ahmad, 2005).
G. GAMBAS
Gambas adalah bahasa pemrograman yang berorientasi pada grafik atau visual, namun juga dapat digunakan untuk membuat program berorientasi teks. Model bahasa Gambas mirip dengan bahasa pemrograman Visual Basic keluaran Microsoft Corp. yang bekerja pada sistem operasi Microsoft Windows, karena pada dasarnya Gambas dibuat sebagai interpreter bahasa BASIC. Walaupun Gambas mirip Visual Basic dan file-file bagian program memiliki kesamaan tetapi Gambas tidak bisa membaca program yang dibuat oleh Visual Basic (Rusmanto, 2005).
Gambas merupakan salah satu bahasa pemrograman yang bekerja pada sistem operasi Linux dan bersifat open source. Open source adalah sistem pengembangan yang tidak dikoordinasi oleh suatu orang/lembaga pusat tetapi oleh para pelaku yang bekerja sama dengan memanfaatkan kode sumber (source-code) yang tersebar dan tersedia bebas (biasanya menggunakan fasilitas komunikasi internet) (Anonim, 2008). Open source merupakan konsep penyebaran perangkat lunak yang memungkinkan semua orang untuk menggunakan dan mengubah kode pembangun perangkat lunak tersebut. Konsep ini mendorong individu atau komunitas yang memanfaatkannya untuk memberikan hasil perubahan dan pengembangan yang mereka lakukan kepada orang lain juga, sehingga pengembangan perangkat lunak tersebut berlangsung dengan cepat dan dapat dinikmati dengan murah.
Gambas juga bersifat freeware yang artinya untuk mendapatkan bahasa pemrograman ini pengguna tidak perlu membayar lisensi atau membelinya. Pada Gambar 5 dan Gambar 6 diperlihatkan tampilan halaman muka dan lingkungan pengembangan Gambas.
H. PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian tentang pemutuan dan penghitungan ikan lele dengan image processing menggunakan parameter luas dan panjang tubuh ikan belum pernah
Gambar 5. Halaman pembuka Gambas
dilakukan sebelumnya. Beberapa hasil penelitian menggunakan metode image processing antara lain:
Mellyana (2003) menggunakan image processing untuk menentukan tingkat kematangan buah durian (Durio zibethinus Murray) berdasarkan berat jenis. Hidayati (2003) menggunakan image processing dan artificial neural network dalam pendugaan ukuran beras untuk evaluasi mutu beras sosoh. Image processing digunakan untuk mendapatkan data berupa nilai panjang, lebar per partisi (20 partisi), lebar maksimum, keliling, luas, dan roundness yang merupakan input data dalam artificial neural network. Penelitian ini menggunakan 25 input layer, 50 hidden layer, dan 4 output layer dihasilkan akurasi sebesar 98.7 % pada proses training dan 92.91 % pada proses validasi.
Paramiaty (2003) menggunakan image processing dan fuzzy logic dalam pendugaan ukuran beras untuk evaluasi mutu beras sosoh. Image processing digunakan untuk mendapatkan data berupa nilai panjang, lebar maksimum, keliling, luas, dan roundness. Parameter tersebut diolah menggunakan fuzzy logic untuk mendefinisikan kerusakan fisik (utuh, patah besar, patah, menir) pada butiran beras. Akurasi dalam proses penentuan batas fuzzifikasi adalah 86.72 %, sementara tingkat akurasi dalam proses validasi adalah 86.46 %.
Pramesti (2003) menggunakan image processing dan artificial neural network dalam pengenalan butiran beras mengapur dan kuning / rusak. Image processing digunakan untuk mendapatkan data berupa nilai R, G, B, colour value, Ired, Igreen, Iblue, hue, saturation, dan intensity yang merupakan input data dalam artificial neural network. Dihasilkan akurasi sebesar 74.5 % pada proses training dan 94.09 % pada proses validasi.
Nur (2003) menggunakan image processing dan artificial neural network dalam pengenalan derajat sosoh beras tipe IR-64 dan Membramo. Image processing digunakan untuk mendapatkan data berupa nilai R, G, B, colour value, Ired, Igreen, Iblue, hue, saturation, dan intensity yang merupakan input data dalam artificial neural network. Akurasi yang dihasilkan sebesar 45.46 % untuk jenis IR-64 dan 55.35 % untuk jenis Membramo pada proses training, 20.73 % untuk jenis IR-64 dan 39 % untuk jenis Membramo pada proses validasi.
Saefurrohman (2004) menggunakan image processing dan artificial neural network dalam pendugaan jenis cacat pada kopi robusta (Coffea canephora) berdasarkan komposisi warna. Image processing digunakan untuk mendapatkan
data berupa nilai R, G, B, colour value, Ired, Igreen, Iblue, hue, saturation, dan intensity yang merupakan input data dalam artificial neural network. Dengan model 10 input node, 20 hidden node, dan 4 output layer, tingkat akurasi yang didapat dalam porses training sebesar 91 %, dan dalam proses validasi didapatkan tingkat akurasi sebesar 80 %.
Wulandari (2004) menggunakan image processing dan artificial neural network dalam pendugaan jenis cacat berjamur dan tak terfermentasi pada biji kakao. Tingkat akurasi yang didapat pada proses pelatihan adalah 98.05 %, dan 88.54 % pada proses validasi.
Kurniawan (2004) menggunakan image processing dan artificial neural network dalam pendugaan biji pecah dan biji utuh dalam evaluasi mutu biji kakao. Image processing digunakan untuk mendapatkan data dimensi biji kakao berupa nilai panjang, lebar per partisi (20 partisi), lebar maksimum, keliling, luas, dan roundness, dan data warna biji kakao meliputi R, G, B, colour value, Ired, Igreen, Iblue, hue, saturation, dan intensity, yang merupakan input data dalam artificial neural network. Dengan 35 input layer, 70 hidden layer, dan 4 output layer dihasilkan akurasi sebesar 98.39 % pada proses training dan 79.25 % pada proses validasi.
Sari (2004) menggunakan image processing dan fuzzy logic dalam pendugaan biji kopi utuh, pecah, berlubang, dan benda asing. Image processing digunakan untuk mendapatkan data berupa nilai panjang, lebar maksimum, lebar minimum, selisih lebar, keliling, luas, dan roundness. Parameter tersebut diolah menggunakan fuzzy logic untuk mendefinisikan kelompok kerusakan butiran kopi. Akurasi dalam proses penentuan batas fuzzifikasi adalah 55.67 %, sementara tingkat akurasi dalam proses validasi adalah 56.19 %.
Fikri (2004) menggunakan image processing dan artificial neural network dalam pendugaan kandungan benda asing dalam evaluasi mutu biji kakao. Image processing digunakan untuk mendapatkan data dimensi biji kakao berupa nilai panjang, lebar per partisi (20 partisi), lebar maksimum, keliling, luas, dan roundness, dan data warna biji kakao meliputi R, G, B, Ired, Igreen, Iblue dan colour value, yang merupakan input data dalam artificial neural network. Tingkat akurasi yang didapat pada proses training mencapai 96 %, sedangkan tingkat akurasi yang didapat pada proses validasi sebesar 53 % untuk benda asing dan 94.5 % untuk biji kopi.
Prasta (2005) menggunakan image processing dan artificial neural network untuk membangun software yang dapat membantu pengguna dalam memeriksa warna teh hitam. Image processing digunakan untuk mendapatkan parameter warna R, G, B, dan RGB mean (color value), indeks R, indeks G, dan indeks B (Ired, Igreen, Iblue) , indeks C, indeks M, indeks Y, indeks K, indeks X, indeks Y, indeks Z, cos hue, saturation, dan intensity (HSI) dari tiap piksel daun teh yang merupakan input data dalam artificial neural network. Penelitian tersebut menggunakan 3 cara pemecahan masalah yaitu 1) menggunakan artificial neural network 5 masukan dengan rataan akurasi sebesar 75 %, 2) menggunakan artificial neural network 18 masukan dengan rataan akurasi sebesar 95 %, dan 3) menggunakan metode least euclid range dengan rataan akurasi sebesar 63.3 %.
III. METODE PENELITIAN
A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini dimulai pada bulan Juli 2006 dan berakhir pada bulan Desember 2007. Hal ini terjadi karena penyusun melakukan aktivitas lain di luar penelitian selama kurun waktu tersebut. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Sistem dan Manajemen Mekanisasi Pertanian dan Laboratorium Lapangan Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
B. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitan ini adalah bibit ikan lele lokal (Clarias batrachus L.) dalam tiga tingkatan grade / mutu yaitu grade 5 – 7 cm, 8 – 9 cm, 10 – 11 cm. Jumlah bibit untuk tiap-tiap tingkatan mutu sebanyak 30 ekor. Perbandingan bentuk dan ukuran sampel dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Citra bibit lele lokal setelah proses threshold (A) grade 5 – 7 cm, (B) 8 – 9 cm, (C) 10 – 11 cm
2. Alat Penelitian
Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Kamera digital merk SONY tipe DSC T7 sebagai alat penangkap citra. b. Illuminance meter merk EXTECH model 407026 sebagai alat ukur
intensitas cahaya ruang dan lampu. Illuminance meter ditunjukkan pada Gambar 8.
c. Komputer (PC) dengan spesifikasi prosesor AMD ATHLON 2000+ dan RAM 256 MB.
d. Perangkat lunak pengembang aplikasi yang digunakan adalah Gambas versi 1.9.23 yang berjalan pada sistem operasi Linux.
e. Wadah plastik berdimensi 31.5 cm x 24 cm x 12.5 cm berwarna putih. f. Lampu neon 5 watt sebanyak 4 buah sebagai alat bantu pencahayaan.
C. METODE PENELITIAN 1. Pengambilan citra
Pengambilan citra dilakukan bertahap pada masing-masing tingkat mutu sejumlah 30 ekor, dengan sampel sejumlah 3 - 10 buah untuk setiap kali pengambilan data citra.
Pada tahap ini, lele diposisikan secara acak dalam wadah plastik berdimensi 31.5 cm x 24 cm x 12.5 cm, dengan warna latar putih (R = 255, G = 255, B = 255) pada dasar wadah plastik. Bibit ikan lele
diupayakan tidak saling bertumpuk dan berdekatan satu dengan yang lain agar memudahkan komputer mengenali bibit satu demi satu. Warna putih (255, 255, 255) dipilih karena merupakan warna yang paling optimum digunakan pada tahap pengolahan citra.
Pengambilan citra dilakukan pada 3 lokasi berbeda yaitu (a) pada tempat terbuka dan terkena cahaya matahari langsung, (b) pada tempat naungan dari cahaya matahari, (c) pada tempat tertutup dengan intensitas cahaya tetap.
Penempatan kamera digital sebagai alat pengambilan citra diatur setinggi 38.5 cm dari dasar wadah plastik untuk setiap lokasi pengambilan citra. Susunan perangkat pengambilan citra dilampirkan pada Lampiran 1 untuk susunan pada tempat terbuka, Lampiran 2 untuk susunan pada naungan dari cahaya matahari, Lampiran 3 untuk susunan pada tempat tertutup dengan intensitas cahaya tetap.
2. Pengolahan citra
Tahapan lanjut dari pengambilan citra adalah tahap pengolahan citra, pada tahap ini citra hasil pengambilan oleh kamera digital diolah menggunakan perangkat lunak pengembang aplikasi Gambas. Gambas digunakan untuk mendapatkan nilai color value dari citra yang sedang diolah. Nilai ini yang akan menghasilkan nilai intensitas R, G dan B untuk setiap piksel yang dianalisis. Nilai R, G dan B dari citra digunakan untuk memisahkan objek terhadap latar dengan konfigurasi algoritma penentuan parameter thresholding berdasarkan lokasi pengambilan citra digital yaitu di ruang terbuka, di bawah naungan, atau di ruang terkondisi (laboratorium). Algoritma penentuan parameter thresholding ini disusun menggunakan empat buah parameter yaitu nilai intensitas R, intensitas B, nilai absolut R – G, dan nilai absolut G – B, jika sebuah piksel memenuhi algoritma tersebut maka akan diubah menjadi citra biner hitam dan piksel dianggap sebagai piksel objek. Algoritma penentuan parameter thresholding terlampir pada Lampiran 4. Piksel yang tidak memenuhi algoritma akan diubah menjadi citra biner putih dan piksel dianggap sebagai piksel latar. Citra hasil pemisahan objek terhadap latar digunakan untuk mendapatkan nilai-nilai parameter pengolahan citra berupa luas
objek (A) dan panjang objek (P). Algoritma pemisahan objek dengan latar ditunjukkan pada Gambar 9.
.
Luas objek dihasilkan dengan membedakan citra objek dengan warna latar melalui proses analisa objek yang memiliki nilai intensitas warna hitam. Setiap objek diberikan label dan dikelompokan berdasarkan nilai labelnya melalui iterasi berulang hingga semua piksel objek memiliki label. Luas tiap objek dihitung melalui penghitungan jumlah piksel yang sama nilai labelnya. Label diberikan dengan merubah nilai R piksel, secara iteratif nilai objek pertama memiliki nilai R sebesar 254 kemudian dikurangkan 1 untuk objek berikutnya sehingga nilai label objek kedua
Gambar 9. Algoritma pemisahan objek dengan latar (threshold) Baca nilai R,G,B piksel
Algoritma penentuan parameter thresholding
Piksel diubah menjadi hitam RGB(0,0,0)
Piksel diubah menjadi putih RGB(255,255,255) Selesai ya tidak tidak Cek piksel Piksel memenuhi algoritma penentuan parameter thresholding?
Seluruh piksel telah di cek ? ya
Input citra digital Mulai
sebesar 253 dan seterusnya hingga objek terakhir. Algoritma penghitungan luas dan pelabelan ditunjukkan pada Gambar 10.
Setelah melakukan pelabelan objek dan menemukan nilai luas tiap objek, kemudian dilakukan proses pemutuan berdasarkan luas. Proses ini dilakukan untuk mengetahui grade bibit lele melalui analisa jumlah piksel tiap objek.
Parameter pengolahan citra kedua yang digunakan adalah panjang objek (P). Panjang objek diperoleh melalui proses analisa piksel per piksel untuk menentukan piksel objek dipertahankan atau dihapus. Proses ini menggunakan operasi thinning. Operasi thinning bekerja mengeliminasi piksel-piksel yang memenuhi kriteria algoritma thinning untuk dihilangkan sehingga dihasilkan kumpulan piksel yang terangkai pada
Gambar 10. Algoritma penghitungan luas dan pelabelan tidak
Mulai
i = 0
Threshold citra biner
Objek ? np = 0 i = i + 1 Objek ke-i label objek i nilai RGB(255 – i, 0, 0) np = np + 1
Cek 8 piksel tetangga Total objek = i Selesai Cek piksel Luas objek ke-i = np ya Ditemukan piksel tetangga ? Seluruh objek piksel telah dicek? ya ya tidak tidak
garis tengah objek ikan lele. Kumpulan piksel yang membentuk garis tengah inilah yang dijadikan nilai parameter panjang objek ikan. Algoritma thinning ditunjukkan pada Gambar 11.
Gambar 11. Algoritma thinning Mulai
Cek per piksel Iter = 0
Seluruh piksel telah diperiksa ? ( Piksel = warna latar )
AND 2 <= B(P1) <= 6 AND A(P1) =1 AND ((P2 * P4 * P8 = 0) OR (A(P2) <> 1)) AND ((P2 * P4 * P6 = 0) OR (A(P4) <> 1)) Selesai
Piksel diubah menjadi RGB(255,255,255) Iter = 1 ya tidak ya tidak Iter <> 1 tidak ya
Panjang objek ikan akan dihitung berdasarkan jumlah piksel yang memiliki nilai label yang sama yaitu piksel yang memiliki nilai RGB(255-i, 0, 0) seperti ditunjukkan pada Gambar 12.
Setelah parameter luas dan panjang didapatkan dari pengolahan citra digital bibit ikan lele maka perangkat lunak akan menghitung jumlah ikan berdasarkan grade dari hasil analisa masing-masing parameter. Penentuan grade berdasarkan parameter luas diperoleh melalui analisa jumlah piksel luas yang berada pada kisaran nilai hasil uji data awal yaitu citra digital yang diambil pada hari pertama pengambilan data. Sedangkan penentuan grade berdasarkan parameter panjang diperoleh melalui analisa jumlah piksel panjang atau piksel garis tengah tubuh objek lele yang berada pada kisaran nilai hasil uji data awal.
Grade yang telah ditentukan akan di jumlah dan ditampilkan berdasarkan nilai grade, kemudian dari jumlah masing-masing grade tersebut akan di akumulasi menjadi jumlah total objek ikan pada citra digital yang sedang dianalisa.
Gambar 12. Citra hasil pelabelan dan citra garis tengah tubuh ikan hasil operasi thinning
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENGOLAHAN CITRA BIBIT IKAN LELE
Perangkat lunak pengolahan citra bibit ikan lele ini disusun menggunakan bahasa pemrograman Gambas versi 1.9.23. Perangkat lunak ini berfungsi untuk menganalisa citra digital bibit ikan lele sehingga diperoleh jumlah piksel parameter luas dan piksel parameter panjang. Tampilan perangkat lunak pengolahan citra bibit ikan lele dapat dilihat pada Gambar 13.
Parameter panjang dan parameter luas digunakan untuk menentukan grade atau kelas dari masing-masing bibit ikan lele yang terdapat dalam citra digital yang telah dianalisa. Hasil klasifikasi menggunakan parameter panjang akan dibandingkan dengan hasil klasifikasi dengan parameter luas.
Tahapan kerja perangkat lunak pengolahan citra bibit ikan lele adalah sebagai berikut:
1. Pembukaan citra bibit ikan
File citra digital bibit lele dapat dibuka menggunakan tombol “buka file”, kemudian akan muncul dialogbox untuk memudahkan pengguna mencari lokasi file tersebut. Kemudian citra bibit lele akan ditampilkan pada picturebox dan toolpanel “informasi” akan memberikan informasi tentang nilai intensitas rata-rata R, G, B dan H, S, I dari citra yang sedang ditampilkan. Proses pembukaan citra digital ditunjukkan pada Gambar 14.
2. Pemisahan citra obyek dan latar belakang
Proses pemisahan objek dan latar (thresholding) dilakukan melalui penggunaan tombol “threshold” dan sebelumnya pengguna harus memilih radio button lokasi pengambilan citra digital. Proses ini bekerja menggunakan nilai parameter R, B, abs(R - G), dan abs(G - B). Nilai–nilai parameter tersebut bekerja pada algoritma penentuan parameter thresholding yang membatasi intensitas R, B, abs(R - G), dan abs(G - B) citra digital sehingga piksel objek yang memenuhi
batas nilai yang ditentukan akan diubah menjadi piksel hitam (0,0,0) dan latar akan diubah menjadi piksel putih (255,255,255).
Nilai parameter algoritma penentuan parameter thresholding yang memisahkan objek dan latar pada lokasi pengambilan citra ditunjukkan pada Tabel 1. Proses pemisahan citra objek dan citra latar ditunjukkan pada Gambar 15.
Parameter
Thresholding Ruang terbuka
Di bawah naungan sinar matahari Ruang terkondisi abs(R - G) 30 31 29 abs(G - B) 50 48 59 R 110 109 93 B 100 102 73
3. Pencarian piksel objek dan pelabelan
Setelah piksel objek dan piksel latar telah berubah menjadi hitam dan putih, perangkat lunak ini akan bekerja mencari piksel objek dalam citra digital Tabel 1. Nilai sinyal RGB pada algoritma penentuan parameter thresholding
yang berada pada picturebox. Piksel objek yang ditemukan akan diberi label menggunakan prinsip pencarian berulang dengan nilai indeks i, label akan bernilai 255 - i , jika piksel tetangga dari piksel objek yang ditemukan juga berupa piksel objek maka piksel tetangga akan diberi nilai label yang sama dengan piksel tersebut. Proses pencarian piksel objek dan pelabelan ditunjukkan pada Gambar 16.
4. Penghitungan luas objek dan penentuan grade berdasarkan parameter luas Parameter luas objek diperoleh melalui penghitungan piksel yang memiliki nilai label yang sama dari citra digital yang sedang dianalisa. Penghitungan piksel akan dimulai dari piksel dengan nilai label terbesar lalu mencari piksel tetangga yang memiliki label yang sama. Jumlah piksel dengan label yang sama akan dihitung sebagai satuan objek ikan lele. Jumlah piksel inilah yang menjadi representasi dari nilai parameter luas objek ikan lele.
Grade bibit ikan lele berdasarkan parameter luas ditentukan melalui analisa nilai parameter luas objek ikan lele, dimana nilai tersebut akan dibandingkan dengan batasan nilai luas masing-masing tipe grade yang
ditunjukkan pada Tabel 2. Nilai ini dihasilkan melalui pembulatan nilai data percobaan pendahuluan yang dilampirkan pada Lampiran 5.
Grade Batasan jumlah piksel (piksel) 5 - 7 1360 - 2606
8 - 9 2607 - 3899
10 - 11 3900 - 5500
5. Penghitungan panjang objek dan penentuan grade berdasarkan parameter panjang
Parameter panjang objek diperoleh melalui operasi thinning yang akan mencari garis tengah objek dengan nilai label yang sama dari citra digital yang sedang dianalisa. Jumlah piksel garis tengah yang dibentuk melalui operasi thinning akan dihitung sebagai satuan panjang objek ikan lele. Jumlah piksel inilah yang menjadi representasi dari nilai parameter panjang objek ikan lele.
Grade bibit ikan lele berdasarkan parameter panjang ditentukan melalui analisa nilai parameter panjang objek ikan lele, dimana nilai tersebut akan dibandingkan dengan batasan nilai panjang masing-masing tipe grade yang ditunjukkan pada Tabel 3. Nilai ini dihasilkan melalui pembulatan nilai data percobaan pendahuluan yang dilampirkan pada Lampiran 6.
Grade Batasan jumlah piksel (piksel)
5 - 7 85 - 183
8 - 9 184 - 272
10 - 11 273 - 390
6. Penyajian hasil pemutuan dari masing-masing parameter
Objek ikan lele yang telah ditentukan grade-nya akan dijumlahkan berdasarkan tipe grade dan parameter yang digunakan. Pada perangkat lunak hasil Tabel 3. Batasan nilai piksel untuk penentuan grade ikan lele berdasarkan
parameter panjang
Tabel 2. Batasan nilai piksel untuk penentuan grade ikan lele berdasarkan parameter luas
ini akan ditampilkan pada frame “uji langsung” dan toolpanel “catatan proses”. Pada frame “uji langsung” akan ditampilkan pada textbox masing-masing tipe grade dan total objek ikan lele yang sedang dianalisa akan ditampilkan pada textbox “total ikan”. Sedangkan pada toolpanel “catatan proses” nilai grade akan ditampilkan dalam bentuk tulisan pada listbox yang dapat disimpan kedalam format text (.txt). Proses penyajian hasil pemutuan Gambar 17.
B. PENGUJIAN PERANGKAT LUNAK
Pengujian perangkat lunak pengolahan citra bibit ikan lele ini dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda, yaitu di ruang terbuka yang langsung terkena sinar matahari, di bawah naungan yang tidak langsung terkena sinar matahari, dan di ruang dengan intensitas cahaya terkondisi yaitu di laboratorium. Pengujian ini dilakukan pada lokasi yang berbeda untuk mencari lokasi terbaik / optimum penggunaan perangkat lunak ini serta bertujuan untuk menguji secara langsung penggunaan perangkat lunak pada beberapa lokasi berbeda.
Perbedaan lokasi pengujian mengakibatkan intensitas cahaya ruang uji berbeda-beda sehingga perlu diberikan panduan kepada pengguna perangkat lunak untuk memilih terlebih dahulu lokasi pengambilan citra digital yang akan diolah.
Pemilihan ini dilakukan pada frame “lokasi” dan perangkat lunak tidak akan melakukan operasi apapun jika lokasi belum ditentukan terlebih dahulu.
1. Pengujian pada ruang terbuka (langsung terkena sinar matahari)
Pengujian pada ruang terbuka dilakukan pada tepat tengah hari antara pukul 11.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi error pengolahan citra akibat dari objek ikan lele yang menumpuk dengan bayang-bayang objek itu sendiri. Sehingga bayang-bayang objek akan dianggap sebagai objek pada tahapan pemisahan objek dan latar karena batasan nilai R, G dan B piksel bayangan yang menyerupai batasan nilai R, G dan B piksel objek. Pengujian dilakukan pada kondisi intensitas cahaya lingkungan sebesar 67400 – 77300 lux atau sebesar 6240 – 7210 ft-cd. Gambar 18 menunjukkan citra bibit ikan lele pada ruang terbuka sebelum dilakukan pengolahan.
Gambar 19. Hasil pengolahan parameter luas pada ruang terbuka
Pada Gambar 19 ditunjukkan hasil pengolahan citra bibit ikan lele menggunakan parameter luas pada ruang terbuka yang diperoleh dari proses pelabelan dan penghitungan piksel. Citra hasil pengolahan parameter panjang pada Gambar 20 diperoleh dari proses thinning.
Pengujian pada ruang terbuka dilakukan menggunakan 90 set data yang terdiri atas 30 set data ikan lele grade 5-7, 30 set data ikan lele grade 8-9, dan 30 set data ikan lele grade 10-11.
Hasil pengujian menggunakan parameter luas ditunjukkan pada Tabel 4. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai total akurasi pengujian sebesar 77.78 %. Nilai akurasi untuk grade 10 – 11 sebesar 60.00 % lebih rendah dari pengujian pada grade lainnya karena intensitas cahaya pada saat pengambilan citra grade tersebut berbeda sebesar 9900 lux atau sebesar 970 ft-cd. Perbedaan yang cukup besar ini mengakibatkan nilai variabel algoritma penentuan parameter thresholding tidak cukup akurat menentukan grade 10 – 11 daripada grade 5 – 7 dan grade 8 – 9 yang diambil pada kondisi intensitas yang lebih seragam.
Hasil pengujian Grade Jumlah (ekor) 5-7 (ekor) 8-9 (ekor) 10-11 (ekor) Rasio dugaan yang benar Akurasi (%) 5-7 30 25 1 0 25 / 30 83.33 8-9 30 2 27 1 27 / 30 90.00 10-11 30 1 11 18 18 / 30 60.00 Total 90 70 / 90 77.78
Hasil pengujian menggunakan parameter panjang ditunjukkan pada Tabel 5. Akurasi untuk pengujian grade 5-7 sebesar 70 %, grade 8-9 sebesar 65.52 %, grade 10-11 sebesar 50 % dan total pengujian pada ruang terbuka sebesar 61.79 %. Nilai akurasi yang rendah ini disebabkan oleh perbedaan nilai intensitas cahaya lingkungan dan kurang tepatnya algoritma thinning menentukan garis tengah tubuh ikan lele. Perbedaan nilai intensitas cahaya lingkungan Tabel 4. Hasil pengujian perangkat lunak pada ruang terbuka menggunakan
mengakibatkan hasil pemisahan latar dengan objek ikan tidak sempurna sehingga terdapat beberapa bagian yang terlihat rusak pada pinggir objek ikan yang telah diolah, hal ini yang mengakibatkan algoritma thinning kurang tepat menentukan garis tengah tubuh ikan lele.
Hasil pengujian Grade Jumlah (ekor) 5-7 (ekor) 8-9 (ekor) 10-11 (ekor) Rasio dugaan yang benar Akurasi (%) 5-7 30 21 9 0 21 / 30 70.00 8-9 30 3 20 7 20 / 30 65.52 10-11 30 2 7 15 15 / 30 50.00 Total 90 55 / 90 61.79
Tabel 5. Hasil pengujian perangkat lunak pada ruang terbuka menggunakan parameter panjang
Pada Gambar 21 terlihat bahwa rendahnya akurasi pengujian menggunakan parameter panjang pada ruang terbuka juga diakibatkan oleh pantulan sinar matahari pada tubuh ikan lele. Bagian tubuh ikan lele yang terkena pantulan sinar matahari memiliki nilai R,G dan B yang jauh berbeda dari nilai pada piksel objek yang lain sehingga mengakibatkan proses thresholding menganggap piksel yang terkena pantulan tersebut bukan sebagai piksel objek. Hal tersebut mengakibatkan proses thinning tidak sempurna mengenali bagian tengah tubuh ikan lele.
2. Pengujian di bawah naungan sinar matahari
Pengujian di bawah naungan sinar matahari dilakukan di lokasi yang teduh dan tidak secara langsung terkena sinar matahari. Pengujian dilakukan pada kondisi intensitas cahaya lingkungan sebesar 7120 – 7240 lux atau sebesar 662 – 756 ft-cd.
Pengujian di bawah naungan sinar matahari dilakukan menggunakan 110 set data yang terdiri atas 40 set data ikan lele grade 5-7, 50 set data ikan lele grade 8-9, dan 20 set data ikan lele grade 10-11. Gambar 22 menunjukkan citra bibit ikan lele di bawah naungan sebelum dilakukan pengolahan.
Pada Gambar 23 ditunjukkan hasil pengolahan citra bibit ikan lele menggunakan parameter luas di bawah naungan yang diperoleh dari proses pelabelan dan penghitungan piksel. Citra hasil pengolahan parameter panjang pada Gambar 24 diperoleh dari proses thinning.
Gambar 24. Hasil pengolahan parameter panjang di bawah naungan Gambar 23. Hasil pengolahan parameter luas di bawah naungan
Hasil pengujian menggunakan parameter luas ditunjukkan pada Tabel 6. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai total akurasi pengujian sebesar 86.67 %. Nilai akurasi ini lebih baik daripada nilai akurasi parameter luas pada ruang terbuka karena faktor error bayangan objek tidak terdapat pada lokasi ini. Selain itu, keseragaman intensitas cahaya lingkungan yang juga menentukan faktor ketepatan algoritma penentuan parameter thresholding memisahkan antara latar dan objek. Hasil pengujian Grade Jumlah (ekor) 5-7 (ekor) 8-9 (ekor) 10-11 (ekor) Rasio dugaan yang benar Akurasi (%) 5-7 30 30 0 0 30 / 30 100.00 8-9 30 1 22 7 22 / 30 73.33 10-11 30 0 4 26 26 / 30 86.67 Total 90 78 / 90 86.67
Hasil pengujian menggunakan parameter panjang ditunjukkan pada Tabel 7, dimana nilai total akurasinya berbeda 3.34 % dari nilai akurasi total parameter luas. Nilai akurasi total ini dipengaruhi oleh kurang akuratnya algoritma thinning menentukan garis tengah tubuh ikan.
Hasil pengujian Grade Jumlah (ekor) 5-7 (ekor) 8-9 (ekor) 10-11 (ekor) Rasio dugaan yang benar Akurasi (%) 5-7 30 28 2 0 28 / 30 93.33 8-9 30 8 21 1 21 / 30 70.00 10-11 30 0 4 26 26 / 30 86.67 Total 90 75 / 90 83.33
Tabel 7. Hasil pengujian perangkat lunak di bawah naungan sinar matahari menggunakan parameter panjang
Tabel 6. Hasil pengujian perangkat lunak di bawah naungan sinar matahari menggunakan parameter luas
3. Pengujian di ruang terkondisi
Pengujian di ruang terkondisi dilakukan pada laboratorium dengan mengkondisikan nilai intentas cahaya lingkungan sehingga selalu seragam sebesar 2510 lux atau sebesar 234 ft-cd.
Pengujian di ruang terkondisi dilakukan menggunakan 78 set data yang terdiri atas 18 set data ikan lele grade 5-7, 30 set data ikan lele grade 8-9, dan 30 set data ikan lele grade 10-11. Gambar 25 menunjukkan citra bibit ikan lele di ruang terkondisi sebelum dilakukan pengolahan.
Pada Gambar 26 ditunjukkan hasil pengolahan citra bibit ikan lele menggunakan parameter luas di ruang terkondisi yang diperoleh dari proses
Gambar 26. Hasil pengolahan parameter luas di ruang terkondisi
pelabelan dan penghitungan piksel. Citra hasil pengolahan parameter panjang pada Gambar 27 diperoleh dari proses thinning.
Hasil pengujian menggunakan parameter luas ditunjukkan pada Tabel 8. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai total akurasi pengujian sebesar 87.78 %. Nilai akurasi ini lebih baik daripada nilai akurasi parameter luas pada ruang terbuka dan pada naungan sinar matahari.
Hasil pengujian Grade Jumlah (ekor) 5-7 (ekor) 8-9 (ekor) 10-11 (ekor) Rasio dugaan yang benar Akurasi (%) 5-7 30 26 3 1 26 / 30 86.67 8-9 30 0 25 5 25 / 30 83.33 10-11 30 0 2 28 28 / 30 93.33 Total 90 79 / 90 87.78
Hasil pengujian menggunakan parameter panjang ditunjukkan pada Tabel 9. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai total akurasi pengujian sebesar 64.44 %. Nilai total akurasi ini lebih rendah dari parameter panjang pada naungan sinar matahari karena nilai akurasi untuk grade 5 – 7 pada lokasi ini jauh lebih rendah sebesar 30.00 %. Nilai akurasi grade 5 – 7 yang rendah dikarenakan cahaya lampu yang menerangi objek pada ruang pengambilan citra menimbulkan pantulan warna putih dari tubuh ikan sehingga mengganggu proses thinning yang dilakukan. Lampu pada lokasi terkondisi dikonfigurasi menghadap ke arah ikan karena menghasilkan intensitas cahaya yang lebih besar daripada konfigurasi normal (menghadap ke atas) yaitu sebesar 65.4 lux pada penelitian sebelumnya. Intensitas cahaya lebih rendah dari 2500 lux mengakibatkan latar objek menjadi gelap dan sulit dipisahkan dari objek pada proses thresholding.
Tabel 8. Hasil pengujian perangkat lunak pada ruang terkondisi menggunakan parameter luas
Hasil pengujian Grade Jumlah (ekor) 5-7 (ekor) 8-9 (ekor) 10-11 (ekor) Rasio dugaan yang benar Akurasi (%) 5-7 30 9 14 6 9 / 30 30.00 8-9 30 0 23 7 23 / 30 76.67 10-11 30 0 4 26 26 / 30 86.67 Total 90 58 / 90 64.44
C. BEBERAPA KONDISI YANG MENYEBABKAN KESALAHAN PENDUGAAN PADA PERANGKAT LUNAK
Perangkat lunak pengolahan citra ini memiliki beberapa kelemahan pada saat menduga jumlah dan grade ikan lele. Beberapa kelemahan tersebut diakibatkan baik oleh algoritma yang dikembangkan maupun oleh kondisi lapangan dan peralatan yang digunakan pada saat pengambilan citra. Beberapa kondisi yang mengakibatkan kelemahan pendugaan tersebut antara lain:
1. Bayangan sinar matahari pada wadah plastik
Kondisi ini terjadi karena waktu pengambilan citra yang telah melewati pertengahan siang hari sehingga pinggir wadah plastik yang tidak terkena sinar matahari akan menjadi daerah bayangan sinar. Bayangan sinar tersebut oleh perangkat lunak akan dianggap sebagai objek karena kombinasi nilai RGB yang dihasilkan menyerupai objek ikan lele. Cara untuk menanggulangi kelemahan ini adalah perangkat lunak diberikan logika tambahan setelah melakukan penghitungan luas objek yaitu jika luas objek lebih besar daripada batas maksimum ukuran luas objek ikan lele yang sedang diamati (grade 10-11) maka objek tersebut akan dihapus. 2. Kotoran ikan lele yang menempel pada wadah plastik saat pengambilan
citra
Kondisi ini terjadi karena kotoran ikan lele jatuh di wadah plastik baik yang menempel pada tubuh ikan atau yang bercampur dengan air pada saat pengambilan citra. Cara menanggulangi kelemahan ini adalah dengan Tabel 9. Hasil pengujian perangkat lunak pada ruang terkondisi menggunakan
memberi logika untuk menghapus objek yang memiliki luas lebih rendah dari batas minimum ukuran luas objek ikan lele yang sedang diamati.
Gambar 28. Citra digital kotoran ikan lele
3. Bintik putih pada badan ikan lele karena pantulan sinar matahari atau sinar lampu neon.
Kondisi ini terjadi karena sinar matahari atau sinar lampu neon dipantulkan oleh permukaan tubuh ikan yang licin pada saat pengambilan citra. Kondisi ini ditunjukkan pada Gambar 30 dan hasil pengolahannya pada Gambar 31.
4. Riak air ketika pengambilan citra
Kondisi ini terjadi karena riak air yang diakibatkan oleh gerakan ikan lele di wadah plastik pada saat pengambilan citra seperti ditunjukkan pada Gambar 32. Kelemahan ini mengakibatkan kesalahan pendugaan karena mengakibatkan cacat pada objek pengolahan citra seperti ditunjukkan pada Gambar 33.
5. Perbedaan intensitas cahaya matahari pada lokasi pengambilan citra yang berbeda
Gambar 33. Hasil pengolahan citra digital riak air Gambar 32. Citra digital riak air
Kondisi ini terjadi karena pada setiap lokasi pengambilan citra memiliki batasan nilai intensitas cahaya matahari yang berbeda. Pada lokasi ruang
terbuka batasan nilai intensitas cahaya matahari sebesar 67400 – 77300 lux, pada lokasi naungan sinar matahari sebesar 7120 – 7240 lux, pada ruang terkondisi sebesar 2510 lux. Cara menanggulangi kelemahan ini adalah dengan menambahkan pilihan lokasi pengambilan citra sebelum pengguna melakukan proses analisa dan pendugaan. Pada Gambar 34 ditunjukkan pesan kesalahan karena belum memilih lokasi.
6. Ikan lele yang bersinggungan
Kondisi ini terjadi ketika objek ikan lele sedang bersinggungan pada saat pengambilan citra. Hal ini mengakibatkan perangkat lunak mengenali objek tersebut sebagai satu objek tersendiri sehingga akan mengakibatkan kesalahan pendugaan jumlah ikan lele. Kondisi ini ditunjukan pada Gambar 35. Hasil pelabelan citra ditunjukkan pada Gambar 36.
Gambar 35. Hasil thresholding citra ikan lele yang bersinggungan
Gambar 37. Hasil proses thresholding dan pelabelan bibit ikan yang bersinggungan
Pada Gambar 37 ditunjukkan hasil pengujian citra ikan lele yang bersinggungan. Pada Tabel 10 ditunjukkan hasil pengujian perangkat lunak dengan mengatur objek ikan lele saling bersinggungan secara acak pada ruang terbuka menggunakan parameter luas. Hasil pengujian objek yang bersinggungan pada ruang terbuka menggunakan parameter panjang ditunjukkan pada Tabel 11. Nilai akurasi sebesar 11.11 % menggunakan parameter luas dan 12.22 % menggunakan parameter panjang diakibatkan oleh kelemahan perangkat lunak dalam mengenali batas antar ikan yang sedang bersinggungan sehingga ikan–ikan tersebut dianggap sebagai kesatuan objek.
Tabel 10. Hasil pengujian citra ikan lele yang bersinggungan pada ruang terbuka menggunakan parameter luas
Tabel 11. Hasil pengujian citra ikan lele yang bersinggungan pada ruang terbuka menggunakan parameter panjang
Hasil pengujian Grade Jumlah (ekor) 5-7 (ekor) 8-9 (ekor) 10-11 (ekor) Rasio dugaan yang benar Akurasi (%) 5-7 30 3 2 3 3 / 30 10.00 8-9 30 3 1 1 1 / 30 3.33 10-11 30 0 3 6 6 / 30 20.00 Total 90 10 / 90 11.11 Hasil pengujian Grade Jumlah (ekor) 5-7 (ekor) 8-9 (ekor) 10-11 (ekor) Rasio dugaan yang benar Akurasi (%) 5-7 30 2 3 2 2 / 30 6.67 8-9 30 2 3 1 3 / 30 10.00 10-11 30 1 2 8 8 / 30 26.67 Total 90 13 / 90 14.44
Pada pengujian ikan lele yang bersinggungan di bawah naungan sinar matahari juga menghasilkan nilai akurasi yang kecil yaitu sebesar 11.11 % menggunakan parameter luas dan 12.22 % menggunakan parameter panjang. Hasil pada pengujian ini dengan pengujian pada ruang terbuka cukup seragam karena pada kedua pengujian tersebut objek diletakkan secara acak pada saat pengambilan citra. Hasil pengujian ini dapat dilihat pada Tabel 12 untuk pengujian menggunakan parameter luas dan Tabel 13 untuk pengujian menggunakan parameter panjang.