• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP ZEN, KARATE, DAN SHOTOKAN. Zen merupakan salah satu dari ajaran Budhisme yang berasal dari India,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP ZEN, KARATE, DAN SHOTOKAN. Zen merupakan salah satu dari ajaran Budhisme yang berasal dari India,"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP ZEN, KARATE, DAN SHOTOKAN

2.1. Zen

2.1.1. Pengertian Zen

Zen merupakan salah satu dari ajaran Budhisme yang berasal dari India, yang menyebar melalaui Cina dan Korea. Banyak orang yang sulit mengartikan makna zen sesungguhnya. Zen yang diambil dari aksara Cina berarti "menunjukkan kesederhanaan". Zen adalah ajaran yang sangat jelas dan singkat (Harada, 2003:15). Ada juga yang berpendapat bahwa zen merupakan filosofi, dan bukanlah sebuah agama.

Menurut Suzuki (1934:13-14), zen bukanlah filosofi karena pemikiran zen bukanlah berdasarkan pada logika dan analisis. Zen tidak pernah mengajarkan untuk berpikir secara intelektual dan menganalisis. Pemikiran yang dihasilkan oleh seorang ahli zen selalu diajarkan secara turun - temurun kepada muridnya demikian juga seterusnya. Jika menyangkut bagaimana cara Zen menyebarkan ajarannya, yaitu sama dengan yang dilakukan Sidharta. Hal ini didukung oleh pernyataan Anesaki (1963:207), yang menyebutkan bahwa ajaran dari Budha sendiri diturunkan kepada murid – muridnya secara langsung dan turun – temurun.

Pengajaran Bodhidharma tentang zen adalah perbuatan baik saja tidak cukup tetapi melalui perbuatan baik akan mendōrong kemurnian moral dimana menjadi suatu syarat yang mutlak bagi pencerahan. Mengapa orang sulit memahami zen? Alasannya adalah mereka mungkin tidak menyadari bahwa kata

(2)

zen memiliki tiga arti yang berbeda namun berkaitan. Christmas Humpreys dalam (Kiew Kit,2004:3) mengatakan bahwa:

Pertama, zen berarti meditasi. Zen adalah istilah Jepang mengungkapkan Bahasa cina Chan, yang bila ditelusuri berasal dari Bahasa Sanskerta Dhyana. Ini adalah arti yang paling umum dari istilah tersebut. Kedua, dalam arti khusus zen adalah nama dari kekuatan absolut atau realitas tinggi yang tidak dapat disebutkan dengan kata – kata. Ketiga, dalam arti yang lebih khusus zen adalah pengalaman mistis akan keabsolutan kekuatan tersebut, suatu kesadaran, tiba – tiba dan diluar batasan. Pengalaman mistis ini biasanya disebut kesadaran atau wu dalam Bahasa Cina dan satori dalam Bahasa Jepang.

Ketiga arti zen tersebut saling berkaitan. Meditasi, arti umum adalah cara utama untuk mendapatkan pengalaman langsung dengan realitas tertinggi, dan mungkin orang yang melaksanakan meditasi akan mengalami pemahaman realistas kosmis ini dalam situasi yang penuh inspirasi saat mengalami kesadaran spiritual.

Zen adalah disiplin dalam pencerahan. Tujuan dari pelatihan zen ini adalah membuat kita menyadari apa sesungguhnya zen dalam pengalaman kita sehari – hari dan apa yang tidak dapat kita peroleh dari luar. Zen adalah bentuk Budhisme sebagai penyebaran hati atau pikiran Budha. Anesaki (1963:206) menyatakan bahwa pada awalnya meditasi merupakan salah satu dari tiga bagaian latihan penganut Budha. Ketiga latihan tersebut yaitu berupa latihan kebatinan, disiplin moral dan kebijaksanaan.

Selain itu jika menyangkut apa yang ada didalam zen, Suzuki (1934:6) menyatakan bahwa pengalaman pribadi adalah segalanya dalam zen. Karena

(3)

untuk mendapatkan pengertian yang paling mendasar tentang sesuatu, maka harus dialami sendiri. Pengalaman merupakan hal yang paling mendasar dalam zen, pengalaman merupakan jawaban dari segala teka – teki kehidupan. Seperti halnya dalam menjalani hidup, seseorang akan mengerti dengan kehidupan apabila ia telah menjalaninya dan selama menjalani kehidupan tersebut akan begitu banyak pembelajaran yang akan didapat.

Pendekatan zen terhadap realitas tidak sering dengan pendekatan ilmiah yakni menghindarkan penalaran logis, karena penalaran logis mengakibatkan kerangka pemikiran hidup mendua artinya suatu pemikiran yang selalu bertentangan antara subjek dengan objek atau berorientasi pada adanya dua prinsip kehidupan yang saling bertentangan.

Nilai ajaran zen digunakan oleh orang Jepang sebagai konsep pemahaman terhadap alam dan isinya, yakni tidak terlepas dari kewajaran atau bersifat alami antara lain ; (1) kesederhanaan, (2) ketidak-sempurnaan, dan (3) ketidak-abadian. Nilai nilai tersebut terekspresi dalam konsep dasar pemahaman estetika wabi - sabi. Bagi orang jepang ajaran zen Budhisme diekspresikan melalui konsep estetika wabi - sabi yang digunakan sebagai acuan dalam berpedoman, menatur dan juga sebagai pengendali dalam mencipta maupun memahami suatu karya seni. Makna dari wabi - sabi itu sendiri adalah kepasrahan (seijaku) dan ketulusan dalam menghadapi pergantian waktu, sehingga rasa ketulusan dan kepasrahan tersebut bagi orang Jepang diekspresikan ke dalam karya seninya dengan melukiskan situasi keadaan hening, tenang dan diam.

(4)

Sebagai contoh, Suzuki mengambil ilustrasi seorang bayi. Seorang bayi yang baru lahir belum mendapatkan pengertian tentang hal apapun yang ada disekitarnya. Di dalama pikiran bayi tersebut masih kosong dan belum terekam kejadian apapun. Namun akan berbeda halnya ketika ia mulai tumbuh dewasa. Selama proses menuju dewasa, terjadi perekaman pada pemikirannya akan setiap kejadian yang dialaminya. Rekaman inilah yang berfungsi sebagai jawaban atas segala pertanyaan yang ada dalam pemikirannya.

2.1.2. Konsep – konsep Zen

Dalam menganalisis seni beladiri karate aliran shotokan, akan digunakan beberapa konsep yang terdapat dalam zen. Konsep – konsep tesebut adalah:

1. Satori

Satori adalah sebuah pengalaman atau pencerahan. Suzuki menjelaskan bahwasanya zen mengajak kita untuk tidak mengikuti ajaran dari Budha baik yang bersifat lisan maupun tlisan, dan tidak menyakini pada individu yang lain disbanding kepada diri sendiri. Tetapi untuk mendapatkan sebuah pengalaman diri yang merupakan bagian dari keinginan terdalam dari hati seseorang. Hal ini muncul sebagai sebuah pengerian mendasar yang muncul dari pengalaman.

Guru zen dari Jepang, Daisetz Teitaro Suzuki, menjelaskan satori sebagai suatu perubahan sudut pandang yang menuju pada suatu pemahaman non-intelektual yang intuitif. Satori berarti membuka suatu dunia baru yang sampai sekarang belum terbuka dalam kondisi pemikiran yang dualistik. Perubahan sudut pandang pasti mengubah apapun yang diterima oleh pikiran yang dualistik, dan

(5)

perubahan ini harus menyertakan pengalaman yang intuitif dan bukan sekedar pemahaman yang intelektual dan logis.

Oleh karena itu satori mewakili suatu sentuhan atau suatu hubungan dengan zen. Satori memiliki beberapa tingkatan. Saat seseorang melanjutkan pembinaan, satori atau kesadarannya akan menjadi lebih kuat dan transparan sampai mereka mencapai nirwana atau pencerahan. Dengan demikian nirwana yang mengalami, realitas kosmis diluar ilusi yang luar biasa itu melambangkan realisasi zen.

2. Mu-shin

Mu-shin atau mu dalm bahasa Jepang bemakna benar – benar kosong. Mu-shin berarti mengurangi atau membatasi segala ego dan menjadi mu atau kosong. Kosong dalam arti bebas, segar dan bersemangat. Ketika membicarakan tentang zen Budhisme, seseorang sering menghadapi karakter dari mu yang diekspresikan sebagai "ketidakegoisan". Melalui pengalaman mu, satori ataupun kemantapan spiritual akan muncul dan pada akhirnya akan menyadari pentingnya semangat zen.

Pengajaran tentang mu, pada dasarnya adalah persoalan tentang memahami pertanyaan - pertanyaan penting tentang siapa dan apa sebenarnya kita. Di Jepang, aliran ini telah melahirkan sebuah karya seni dan budaya dari mu seperti lukisan tinta, seni beladiri, upacara minum teh, kaligrafi, noh, dan yang lainnya yang berdasarkan pada keindahan yang mempesona dan keindahan kesederhanaan yang mutlak. Bahkan sampai saat ini, semangat zen terus mengalir dan berkembang melalui kebudayaan artistik Jepang.

(6)

3. Shokokyaka

Shokokyaka adalah menerangi atau menyinari apa yang ada berada dibawah kakimu. Maksudnya adalah bahwa lihatlah kebawah kakimu yang berarti melihat kepaling dasar yang merupakan dari dirimu sendiri. Shokokyaka mengajarkan untuk mengenali dan memahami diri sendiri sehingga bisa mengenali orang lain.

4. Jiyu

Jiyu dalam bahasa Jepang memiliki arti "bebas". Namun dalam konteks ini jiyu diartikan dengan "menyandarkan ataupun mengandalkan pada diri sendiri", tetapi harus bebas dan lepas dari segala sifat ego.

5. Zazen

Meditasi juga merupakan cara untuk mencapai pencerahan. Kata zazen (dalam bahasa Jepang) berasal dari kata "za" yang berarti duduk bersila dan "zen" berarti bermeditasi (Sutrisno, 2002:63). Dengan kata lain zazen berarti meditasi duduk. Para pelaku zazen duduk dengan kaki disilang dan menariknya kedalam, dan punggung harus benar – benar tegak atau yang disebut dengan sikap badan teratai. Sikap badan yang seperti ini adalah tanda luar dari pencerahan.

Dalam meditasi, dengan menutup seluruh pengaruh perasaan dan kesadaran berpikir dengan tujuan untuk mencapai situasi konsentrasi mental setingi mungkin. Zazen juga berbicara mewakili keadaan pemikiran itu sendiri yang mengalami pencerahan. Zazen memerlukan posisi tubuh yang telah ditentukan. Peraturan pernapasan, konsentrasi khusus untuk menetapkan pikiran agar mengontrol emosi dan memperkuat kehendak. Kemudian seseorang melihat

(7)

kedalam hati-pikiran untuk menemukan alam kehidupan sebenarnya. Zazen tidak hanya satori kesadaran tetapi juga perkembangan spiritual dan moral dari pelaku dan akan timbul sifat yang baik.

Zazen sebenarnya berasal dari tradisi India yaitu "yoga". Tetapi zazen bukan seperti yoga yang berpikir dan bekonsentrasi pada sesuatu, tetapi malahan tidak bepikir. Apabila zen dikaikan dengan dunia seni, terdapat lima konsep dari seni zen yang biasa digunakan untuk menggambarkan kualitas dari seni Jepang. Lima konsep tersebut adalah:

1. Wabi

Wabi adalah sebuah estetis dan prinsip moral yang menganjurkan menikmati kehidupan yang tenang tanpa harus mengkhawatirkan kehidupan duniawi. Wabi menentukan apakah seseorang menemukan kekayaan spiritual didalam kemiskinan dan menyenangkan diri di dalam keindahan yang rendah hati dan sederhana. Secara etimologi, kata wabi bearasal dari "wabu" yang artinya merana, sengsara dan kata wabishi artinya kesendirian. Wabi memperlihatkan cara orang Jepang berusaha menggumuli hidup ini dari dalam dan bukan dari luar. Dengan kata lain wabi adalah mencari kesempurnaan dalam kemiskinan, kecantikan dalam kesederhanaan dan kehidupan yang bebas dalam ketenangan.

2. Sabi

Sabi adalah ketenangan dan keindahan dari kesunyian atau kesepian, ketenangan, namun masih bersemangat. Karakter kesedihan, hari tua dan penyerahan diri kepada Tuhan, ketenangan dan kegembiraan dapat ditemukan dalam konsep ini. Sabi mengesankan keselarasan dunia estetik dan emosi

(8)

orang Jepang. Indah tidak perlu menunjukkan kesempurnaan bentuk. Ini adalah hal yang paling disukai seniman Jepang untuk menemukan keindahan di dalam ketidksempurnaan. Yang sangat ditekankan konsep ini adalah pandangan dari penganut ajaran Budha yang memahami kesunyian hidup manusia dan berusaha untuk menerimanya.

3. Yugen

Yugen adalah konsep yang menunjuk keindahan dan kedalaman dari suatu misteri dan sering dipadukan dengan hal keanggunan, kemurnian, ketenangan yang berlangsung sebentar saja. Menurut Suzuki (2004:50) diri dapat dibandingkan dengan sebuah lingkaran yang tak bertepi. Diri adalah kekosongan dan menjadi pusat semesta, asal dari semua dan tempat bernaung bagi semua termasuk manusia. Unsur - unsur ini masih digunakan sampai saat ini dengan segala maknanya yang semakin luas.

4. Makoto

Makoto secara sederhana dapat diartikan sebagai kejujuran, keikhlasan, kesetiaan seperti sifat yang bersemangat dan reaksi emosional yang tejadi secara spontan. Dengan kejujuran dan keikhlasan seseorang bisa merasakan kedamaian yang sesungguhnya.

5. Mono No Aware

Mono no aware adalah sebuah kesusastraan dan nilai estetis yang ideal yang berkembang pada Zaman Heian. Mono no aware dapat diartikan sebagai "rasa kesedihan dan penderitaan" yang biasanya menunjukkan kesedihan atau kemurungan jiwa. Kemurungan ini muncul dari penghargaan terhadap

(9)

keindahan yang berlangsung sesaat yang terdapat pada alam, kehidupan manusia, dan sebuah hasil karya seni.

2.1.3 ZenSebagai Seni

Doktrin – doktrin zen terpantul dalam dunia kesenian Jepang. Karena doktrin zen yang masuk ke Jepang melalui negeri Cina, maka tak heran lagi pengaruh kesenian Cina pun ada didalamnya. Orang – orang Timur telah diajari sejak awal kebudayaannya untuk menata dirinya sendiri member disiplin kepada dirinya sendiri, kalau menghendaki kesempurnaan sesuatu dalam dunia kesenian dan keagamaan. Zen mengajarkan hal itu dengan doktrin "satu dalam semua, dan semua dalam satu. Dengan demikian zen menggenggam dunia tidak sebagai teori pengetahuan. Tentang "satu", dan "semua" tidak dapat digambarkan dalam pikiran dan tak dapat dialami secara terpisah – pisah. Satu dalam semua dan semua dalam satu, itulah yang dipahami sebagai kesempurnaan.

Lukisan seekor burung diatas diatas dahan kering misalnya. Tidak terdapat garis dan tak ada bayangan yang mengerumuni sudah menggambarkan kesunyian musim gugur. Lukisan burung kesepian itu menyajikan gambaran kemungkinan menembus ke luar sebagai kekayaan berlimpah meliputi segala penjuru. Dari sinilah datangnya kesadaran atas apa yang disebut wabi dan sabi dalam kebudayaan Jepang. Semua ide tersebut membuat gambaran kebudayaan Jepang semakin menyolok dan khas.

Zen menyentuh setiap aspek dalam kebudayaan dan kesenian Jepang misalnya, seni beladiri, sastra, arsitektur, drama, ikebana (seni merangkai bunga) dan juga upacara minum teh. Dalam seni beladiri Jepang modern khususnya

(10)

karate, yang diangkat dari seni bushidō klasik sangat menghargai zen. Zen membentuk suatu aspek penting dalam latihan seni beladiri dan secara khusus berguna dalam memeriksa agresivitas yang cenderung untuk berkembang secara tidak disadari dalam seni seperti karate.

2.2. Karate

2.2.1. Sejarah Karate

Di Okinawa, sebuah seni beladiri yang misterius dan ajaib telah muncul. Dikatakan bahwa seseorang yang mampu menguasai teknik dapat mempertahankan diri sendiri dengan penuh kesiapan tanpa bergantung pada senjata, dan dapat menampilkan demonstrasi yang luar biasa, memecahkan beberapa papan kayu yang tebal dengan tinju atau menendang langit - langit dengan sebuah tendangan. Dengan shuto (tangan pisau) seseorang dapat membunuh seekor lembu dengan serangan tunggal dan dapat mematahkan batang bambu hijau dengan tangan kosong atau meremukkan batu dengan tangannya.

Beberapa hal yang misterius dan menakjubkan dari seni beladiri ini menjadi inti dari karate-dō. Tapi demonstrasi semacam itu hanyalah bagian kecil dari karate, memainkan peranan yang sama seperti ujian menebas dalam kendō (ilmu pedang Jepang). Dan adalah keliru jika berpikir tidak ada lagi selain ini dalam karate-dō. Pada kenyataannya, karateka sejati seperti ini dalam hidup kesehariannya, baik tubuh dan pikiran dilatih dan dikembangkan dalam sebuah semangat kerendahan hati dan pada saat timbulnya kejahatan, seseorang dapat memberikan usaha terbaiknya demi keadilan.

(11)

Karate-dō adalah sebuah seni beladiri istimewa yang berasal dari Okinawa. Sekalipun pada masa lampau pernah dibingungkan dengan tinju Cina karena penggunaan huruf Cina “Kara” pada namanya yang paling depan.

Pada kenyataannya ratusan tahun yang lalu, para master belajar dan latihan dan mengambil tempat di Okinawa, sudah dilakukan dan terus dipelihara, dibentuk dan disempurnakan hingga menjadi seni beladiri yang disatukan sebagaimana yang ada sampai saat ini. Hal ini jelas menunjukkan karate-dō sebagai sebuah seni beladiri Okinawa. Seseorang bisa bertanya - tanya mengapa huruf Cina kara bisa digunakan hingga begitu lama, karena pada masa itu di Jepang pengaruh budaya Cina sedang pada puncaknya.

Banyak ahli beladiri yang mengadakan perjalanan ke Cina untuk belajar tinju Cina. Dengan pengetahuan mereka yang baru, mereka mengubah seni beladiri yang sudah ada yang disebut Okinawa-te, dengan membuang hal yang buruk dan memasukkan hal yang baik kedalamnya, sehingga menjadikannya sebuah seni yang lebih baik. Di Jepang saat itu bahkan sampai saat ini banyak yang sangat terkesan pada budaya luar. Tidaklah sulit membayangkan penghargaan yang tinggi untuk apapun yang berasal dari Cina pada saat itu. Dengan latar belakang inilah, alasan memilih huruf Cina “kara’”, yang bermakna ’’Cina’’, sebagai sebuah masalah yang mudah namun unik telah jelas.

Mengikuti tradisi sebelumnya, kara tetap digunakan sebagaimana pada masa lampau. Arti yang pertama dari kara menjelaskan bahwa karate adalah sebuah teknik yang mengijinkan seseorang untuk mempertahankan dirinya sendiri dengan tangan kosong dan tinju tanpa menggunakan senjata. Kedua, sama dengan cermin bersih yang memantulkan bayangannya tanpa cela, atau sebuah lembah

(12)

yang amat sunyi yang menggaungkan suara. Jadi orang yang belajar karate-dō haruslah membersihkan dirinya dari kesombongan dan pikiran - pikiran jahat, hanya dengan sebuah pikiran dan batin yang jernih dia dapat memahami apa yang diterimanya.

Berikutnya, seorang yang akan belajar karate-dō harus selalu berusaha didalam penuh kerendahan hati dan diluar bersikap kesatria. Namun begitu, sekali dia memutuskan untuk berdiri karena alasan demi keadilan, maka dia harus menunjukkan keberaniannya dengan perkataan, ’’Sekalipun jika ada sepuluh juta lawan, aku akan maju!’’. Demikianlah diibaratkan sebagai batang bambu hijau yang kosong didalamnya, jujur dan tulus, tidak egois, kesatria dan menahan hawa nafsunya. Makna ini juga terkandung dalam kara pada karate-dō.

Akhirnya, pada arah yang paling mendasar, isi dari alam semesta adalah kekosongan (kara) dan kekosongan adalah isi itu sendiri. Ada begitu banyak seni beladiri seperti judō, kendō, sojitsu (teknik tombak), bojitsu (teknik tongkat) dan lain-lain. Tetapi dasar dari semua seni ini adalah sama dengan dasar pada karate-dō. Tidaklah berlebih - lebihan untuk dikatakan bahwa paham yang asli dari karate-dō adalah menjadi satu dengan semua dasar seni beladiri. Isi adalah kekosongan, kekosongan adalah isi itu sendiri. “Kara” pada karate-dō juga mempunyai arti ini.

Karate berasal dari pengucapan dalam bahasa Okinawa “kara” yang berarti Cina dan “te” yang berarti tangan. Selanjutnya arti dari dua pengucapan itu adalah tangan Cina, teknik Cina, tinju Cina. Selanjutnya sekitar tahun 1931 Gichin Funakoshi dikenal sebagai bapak karate modern, mengubah istilah karate kedalam huruf kanji Jepang yang terdengar lebih baik. Dalam pertemuan bersama

(13)

para master di Okinawa makna yang sama diambil. Dan sejak saat itu istilah “karate” dengan huruf kanji berbeda namun pengucapan dan makna yang sama digunakan sampai sekarang.

Saat ini istilah karate berasal dari dua kata dalam huruf kanji “kara” yang bermakna kosong dan “te” yang berarti tangan. Karate berarti sebuah seni beladiri yang memungkinkan seseorang mempertahankan diri tanpa senjata.

2.2.2 Karate Sebagai Seni Beladiri

Sepanjang sejarah kehidupan manusia, keberadaan beladiri jadi suatu kebutuhan. Manusia kerap memanfaatkan kaki dan tangannya sebagai senjata utama guna melindungi diri menghadapi kerasnya kenyataan duniawi. Asal-usul karate berasal dari kempo alias seni beladiri tinju Cina (China Boxing) diciptakan oleh Darma, Guru Budha yang Agung, manakala tengah bermeditasi di Biara Shorinji, Mt-Sung, Provinsi Henan, Cina (generasi darma selanjutnya menyebut beladiri ini dengan nama Shorinji Kempo) yang berakar di Okinawa melalui kontaknya dengan Cina pada abad ke-14. Pada abad itu, pengadilan Bakhuco (di bawah penguasa setempat) di Okinawa membuat larangan penggunaan senjata. Itulah sebabnya beladiri karate muncul.

Karate sebagai seni beladiri adalah ungkapan klise yang telah kita ketahui. Namun seiring zaman yang berubah, karate juga berevolusi dalam fungsinya. Ketika diperkenalkan pertama kali di Okinawa fungsinya semula beladiri yang murni. Karena murni beladiri, maka membunuh dan terbunuh adalah lumrah. Pada masa itu karate sangat dirahasiakan, bahkan untuk membicarakan saja orang tidak berani. Walau Jepang sudah masuk masa Restorasi Meiji, budaya

(14)

merahasiakan ini baru benar - benar berakhir tahun 1901. Ketika itu Itosu berhasil mengangkat karate ke permukaan dengan menunjukkan manfaat fisik dan mental dalam karate. Evolusi berikutnya ketika karate masuk ke Jepang berubah menjadi seni bela diri dengan filsafat “jalan”.

Konsep yang dipopulerkan oleh Funakoshi ini tidak hanya merubah ideogram karate, namun juga filosofinya. Karate berubah istilah menjadi karate-dō bukan lagi karate jutsu. Hingga saat ini ada yang tetap memegang fungsi karate sebagai filosofi seperti Shotokai. Mereka dengan tegas menarik diri menggunakan karate untuk hal - hal yang berbau kompetisi.

Evolusi ketiga dari karate adalah pada era perang. Dimana saat Jepang menginvasi negara - negara Asia tahun (1930-1936) dan Perang Dunia II (1945-1949) karate digunakan sebagai materi wajib bagi prajurit. Karena digunakan untuk perang tentu ada perbedaan dengan latihan karate yang biasa. Seorang praktisi karate dibolehkan menyerang lawan sekuat - kuatnya. Alhasil, banyak prajurit yang cedera selama masa latihan itu. Barangkali ini adalah evolusi terburuk dalam sejarah karate.

Evolusi terakhir karate terjadi di masa modern ini. Saat ini karate telah dipergunakan sebagai media kompetisi. Disini setiap aliran karate diijinkan mengikuti dua jenis turnamen yaitu kumite dan kata. Evolusi yang terakhir ini dipopulerkan pertama kali tahun 1957 dengan turnamen yang digelar oleh JKA (Japan Karate Association). Masatoshi Nakayama disebut - sebut sebagai orang yang bertanggung jawab atau berjasa memperkenalkan konsep ini. Anda juga bisa menengok pasal - pasal dalam WKF, disitu akan tertulis dengan jelas aturan

(15)

pertandingan kata dan kumite. Mengisyaratkan bahwa induk organisasi karate dunia ini mendukung kompetisi dalam karate.

Dalam budaya Cina, kempo berasal dari kata kara yang berarti Cina dan te yang berarti tangan. Di Jepang, pada proses perkembangannya kemudian, kara berarti kosong dan te berarti tangan. Jadi hakikatnya, seni beladiri karate merupakan suatu bentuk beladiri yang mengandalkan tangan kosong. Lahirnya karate sebagai seni beladiri diketahui pada abad ke-19. Matsumara Shukon (1797-1896) seorang prajurit samurai dan pelindung Raja Soko Okinawa yang berjasa melahirkan seni beladiri karate. Ia menciptakannya dengan menggabungkan unsur seni militer Jepang (bushidō). Matsumara adalah pendukung adanya dua kebijakan yaitu latihan militer (fisik) dan kesarjanaan (intelektualitas). Dia adalah anggota kelas berkuasa di Pulau Ryuku yang berjasa meletakkan pondasi dasar dan pengembangan ilmu karate. Gichin Funakoshi, penemu shotokan mengemukakan suatu filosofi bahwa karate yang sesungguhnya adalah dalam kehidupan sehari - hari, pikiran dan tubuh seseorang dilatih dan dikembangkan dalam kerendahan hati. Dan pada saat - saat kritis, ia akan mengabdi seluruhnya pada keadilan.

Pemahaman terhadap karate digambarkan pula sebagai seni perang atau metode beladiri yang meliputi bermacam - macam teknik, termasuk bertahan, menyerang, mengelak, bahkan merobohkan. Latihan karate dapat dibagi menjadi tiga aspek : kihon (dasar), kata (bentuk), dan kumite (aksi). Karate-dō menerapkan karate sebagai cara hidup yang lebih dari sekedar mempertahankan diri. Sebagai contoh, mehilangkan gerakan dalam gerakan karate yang lemah dan ragu-ragu

(16)

dapat membantu menghilangkan kelemahan dan keragu - raguan berpikir, begitu pula sebaliknya.

Dengan makna itu, karate menjadi suatu cara hidup, dimana kita mencoba untuk menjadi orang yang kuat, tapi bahagia dan penuh kedamaian. Seperti yang dimaksud Tsutomu Ohshima, Kepala instruktur (Shihan) Shotokan Karate America (SKA), Kita harus cukup kuat mengekspresikan pikiran kita terhadap lawan, kapan saja, dimana saja. Tapi, kita harus tenang mengekspresikan diri kita secara rendah hati. Ada salah satu bentuk latihan karate yang unik dalam SKA. Latihan itu dinamakan latihan khusus, yaitu satu seri dari latihan karate dimana kita mencoba untuk menghadapi diri kita sendiri dan menyempurnakan mental dan jiwa kita.

2.2.3 Aliran – aliran Karate

Dalam karate juga terdapat beberapa aliran yang termasuk dalam Karate Japan Federation (JKF) dan diakui di dunia yang memiliki ciri khas masing – masing sesuai alirannya. Aliran – aliran tersebut adalah:

1. Shotokan

Shotokan didirikan oleh Gichin Funakhosi (1868-1957) di Tokyo pada tahun 1938. Funakoshi dianggap sebagai pendiri karate modern. Lahir di Okinawa dia mulai belajar karate dari Yasutsune Azato, salah satu ahli bela diri terbesar di Okinawa. Pada tahun 1921 Funakoshi pertama kali memperkenalkan karate di Tokyo. Pada tahun 1936, pada umur hampir mendekat 70 tahun, dia membuka dōjo, yang kemudian disebut shotokan.

(17)

Shotokan karate berkarakteristik teknik linier yang bertenaga dan cara berdiri yang kokoh.

Shoto adalah nama pena Gichin Funakoshi, Kan dapat diartikan sebagai gedung atau bangunan. Sehingga shotokan dapat diterjemahkan sebagai Perguruan Funakoshi. Gichin Funakoshi merupakan pelopor yang membawa ilmu karate dari Okinawa ke Jepang. Aliran shotokan merupakan akumulasi dan standardisasi dari berbagai perguruan Karate di Okinawa yang pernah dipelajari oleh Gichin Funakoshi. Berpegang pada konsep Ichigeki Hissatsu, yaitu satu gerakan dapat membunuh lawan. Shotokan menggunakan kuda-kuda yang rendah serta pukulan dan tangkisan yang keras. Gerakan shotokan cenderung linear atau frontal, sehingga praktisi shotokan berani langsung beradu pukulan dan tangkisan dengan lawan.

2. Shito-ryu

Shito-ryu didirikan oleh Kenwa Mabuni (1889-1952) pada tahun 1928 dan dipengaruhi secara langsung oleh Naha-te dan Shuri-te. Nama Shito diambil dari kombinasi karakter tulisan Jepang dari nama guru Mabuni, yaitu Ankoh Itosu dan Kanryo Higaoma. Shito-ryu banyak menggunakan “kata” atau jurus sekitar 50%, dan berkarakteristik penekanan pada penggunaan kekuatan dalam pelaksanaan latihan.

3. Gojuryu

Goju-ryu dikembangkan dari Naha-te, popularitasnya terutama karena kesuksesan Kanryo Higaoma (1853-1915). Higaoma membuka dōjo di Naha menggunakan delapan bentuk yang dibawanya dari China. Murid terbaiknya Chojun Miyagi (1888-1953) kemudian mendirikan goju-ryu “metode keras

(18)

lunak” pada tahun 1930. Di goju-ryu penekanan ditujukan pada kombinasi antara teknik tangkisan lembut memutar dan serangan balasan yang cepat dan keras.

Goju memiliki arti keras-lembut. Aliran ini memadukan tehnik keras dan tehnik lembut, dan merupakan salah satu perguruan karate tradisional di Okinawa yang memiliki sejarah yang panjang. Miyagi memperbaharui banyak teknik - teknik aliran ini menjadi aliran goju-ryu yang sekarang, sehingga banyak orang yang menganggap Chojun Miyagi sebagai pendiri goju-ryu. Berpegang pada konsep bahwa “dalam pertarungan yang sesungguhnya, kita harus bisa menerima dan membalas pukulan”. Sehinga goju-ryu menekankan pada latihan sanchin atau pernapasan dasar, agar para praktisinya dapat memberikan pukulan yang dahsyat dan menerima pukulan dari lawan tanpa terluka. Goju-ryu menggunakan tangkisan yang bersifat circular serta senang melakukan pertarungan jarak rapat.

4. Wadōryu

Wado-ryu “jalan harmoni” didirikan pada tahun 1939, merupakan sistem karate yang dikembang dari jujitsu dan karate oleh Hienori Otsuka. Dia mempelajari karate dari Gichin Funakoshi. Aliran karate ini mengkombinasikan teknik pergerakan dasar dari jujitsu dengan teknik menghindar, menekankan pada kelembutan, harmoni, dan disiplin spiritual.

Wadōryu adalah aliran Karate yang unik karena berakar pada seni beladiri shindō Yoshin-Ryu Jujutsu, sebuah aliran beladiri Jepang yang memiliki teknik kuncian persendian dan lemparan. Sehingga wadō-ryu selain mengajarkan teknik karate juga mengajarkan teknik kuncian persendian dan

(19)

lemparan bantingan jujutsu. Didalam pertarungan, ahli wadō-ryu menggunakan prinsip jujutsu yaitu tidak mau mengadu tenaga secara frontal, lebih banyak menggunakan tangkisan yang bersifat mengalir (bukan tangkisan keras), dan terkadang menggunakan tehnik jujutsu seperti bantingan dan sapuan kaki untuk menjatuhkan lawan.

5. Kyokushin

Kyokushin tidak termasuk dalam 4 besar Japan Karatedō Federation. Akan tetapi aliran ini sangat terkenal baik didalam maupun diluar Jepang, serta turut berjasa mempopulerkan karate di seluruh dunia, terutama pada tahun 1970-an. Aliran ini didirikan oleh Sosai Masutatsu Oyama. Nama kyokushin mempunyai arti kebenaran tertinggi.

Aliran ini menganut sistem budō karate, dimana praktisi - praktisinya dituntut untuk berani melakukan full contact kumite, yakni tanpa pelindung, untuk mendalami arti yang sebenarnya dari seni beladiri karate serta melatih jiwa dan semangat keprajuritan (budō). Aliran ini juga menerapkan hyakunin kumite (kumite 100 orang) sebagai ujian tertinggi, dimana karateka diuji melakukan 100 kumite berturut - turut tanpa kalah. Sosai Oyama sendiri telah melakukan kumite 300 orang.

2.2.4. Falsafah Dan Artinya

1. Rakka (Bunga yang Berguguran)

Rakka adalah sebahagian konsep pertahanan karate. Maksudnya setiap teknik pertahanan perlu dilakukan dengan bertenaga dan mantap sehingga diumpamakan jika teknik itu dikenakan ke atas pokok, maka dengan kekuatan

(20)

teknik itu, semua bunga dari pokok itu akan jatuh berguguran. Contohnya sekiranya musuh menyerang dengan menumbuk muka lalu pengamal karate membuat tangkisan atas yang kuat hingga menyebabkan tangan yang menumbuk itu patah, maka dengan tangkisan atas itu sudah cukup untuk membela diri tanpa perlu lagi membuat serangan balas.

2. Mizu No Kokoro (Pikiran Itu Seperti Air)

Sekiranya air di danau itu tenang, maka ia boleh memantulkan gambar dengan terang. Contohnya pada malam bulan mengambang, kita dapat melihat gambar bulan mengambang di danau yang tenang itu sangat terang dan sama seperti kita mendongak dan melihat bulan di langit. Namun apabila ketenangan danau itu diganggu seperti dilontar dengan batu, maka danau itu akan menimbulkan riak dan gambar yang terbentuk di danau itu tidak lagi jelas, malah akan kelihatan kabur.

Begitulah juga pikiran perlu dijaga agar senantiasa tenang agar dapat membela diri dengan lebih cepat. Jika pikiran dikaburi dengan banyak gangguan pikiran, maka ia tidak mudah untuk bersedia membela diri. Pikiran harus berjalan seperti air, selalu mengalir untuk mencari ujung yang paling akhir.

3. Iwa No Mi (Tubuh Seperti Batu)

Iwa no mi adalah keabadian dalam hati. Ini menjelaskan tentang keadaan dimana pikiran seorang karateka tidak dihantui oleh ketakutan akan bahaya ataupun serangan apapun. Seorang karateka dituntut untuk kosenterasi

(21)

dan ketenangan agar pemikiran hanya berpusat pada satu titik sehingga mendapat suatu kekuatan yang menghilangkan rasa takut dalam diri bagaikan tubuh yang kuat seperti batu.

4. Ai (Kasih)

Ai merupakan konsep dasar dari setiap seni beladiri di Jepang. Menurut zen, ai dipakai sebagai pengenalan dasar oleh manusia untuk mengatur alam semesta agar menjadi kekuatan untuk menjaga keharmonisannya. Ai bersifat selalu memutar karena harus menjadi titik pertemuan seluruh energi yang ada dalam tubuh.

5. Dō (Jalan)

Dō merupakan konsep moral, etika, dan sekaligus estetika yang menuntun seorang karateka pada keharmonian spiritual dan material. Hubungannya dengan seni beladiri adalah dō digunakan sebagai kode disiplin wajib yang membedakan seni beladiri dengan seni teknik pertarungan. Dengan dō juga dapat mencerminkan semangat seorang karateka dalam berlatih dan juga dalam kehidupan sehari – hari.

2.3 Sejarah Shotokan

2.3.1. Arti Lambang Shotokan

Gichin Funakoshi selain ahli karate juga pandai dalam sastra dan kaligrafi. Nama Shotokan diperolehnya sejak kegemarannya mendaki gunung Torao (yang dalam kenyataannya berarti ekor harimau). Dimana dari sana

(22)

terdapat banyak pohon cemara ditiup angin yang bergerak seolah gelombang yang memecah dipantai. Terinspirasi oleh hal itu Funakoshi menulis sebuah nama “Shoto” sebuah nama yang berarti kumpulan cemara yang bergerak seolah gelombang, dan “Kan” yang berarti ruang atau balai utama tempat muridnya - muridnya berlatih dimana dalam bahasa Jepang "kan" berarti sekolah .

Simbol harimau yang digunakan karate shotokan yang dilukis oleh Hoan Kosugi (salah satu murid pertama Funakoshi) pelukis terkenal saat itu dalam bentuk seni grafis yang berasal dari lukisan Cina kuno, mengarah kepada filosofi tradisional Cina yang mempunyai makna bahwa ’’harimau tidak pernah tidur’’. Digunakan dalam karate shotokan karena bermakna kewaspadaan dari harimau yang sedang terjaga dan juga ketenangan dari pikiran yang damai yang dirasakan Gichin Funakoshi ketika sedang mendengarkan suara gelombang pohon cemara dari atas Gunung Torao.

Sekalipun Funakoshi tidak pernah memberi nama pada aliran karatenya, murid - muridnya mengambil nama itu untuk dōjo yang didirikannya di Tokyo tahun sekitar tahun 1936 sebagai penghormatan pada sang guru. Dengan dibuatnya harimau sebagai lambang shotokan maka karate memiliki ciri khas beragam teknik lompatan, gerakan ringan dan cepat yang membutuhkan ketepatan waktu dan tenaga untuk melancarkan suatu teknik khususnya pada kata atau jurus.

(23)

2.3.2. Biografi Gichin Funakoshi

Gichin Funakoshi sebagai Bapak karate modern dilahirkan di Shuri, Okinawa, pada tahun 1868 dari keluarga shizoku (keluarga bangsawan). Pada masa prndidikannya pada usia anak – anak sampai remaja terjadi bersamaan dengan dimulainya era modern Jepang periode Restorasi Meiji. Hal ini memberikan warna tersendiri bagi perkembangan wawasan pemikiran dan kejiwaannya dalam menyebarluaskan karate dikemudian hari.

Dimasa pertumbuhannya, Funakoshi berada dalam sebuah transisi penting, dimana nilai – nilai tradisional yang bersifat konservatif – spiritual mulai digeser oleh nilai – nilai modern yang bersifat dinamis – liberal. Namun hebatnya dia bisa memadukan keduanya dalam sebuah bentuk disiplin seni beladiri yang notabene bercitarasa kuno, tetapi setelah diolah secara unik dapat disajikannya untuk menjadi sebuah hasil peradaban yang sesuai selera modernitas manusia.

Sejak kecil, badan Funakoshi tergolong lemah dan sakit – sakitan hingga oleh ayahnya ia dibawa kepada Tokashiki, seorang tabib terkenal di Okinawa pada saat itu. Tabib inlah yang kemudian disamping mengobati penyakitnya secara teratur juga menyarankan pada ayahnya supaya Funakoshi berlatih tote untuk dapat memperkuat dan menjaga kondisi fisiknya. Pada usia sebelas tahun, dia diantar kepada Yasutne Itosu yang dikenal sebagai guru tote dari jenis shuri-te (yang beraliran shorin) yang juga sebagai maestro terkenal penggubah kata.

Disamping mempelajari seni beladiri, Funakoshi juga dikenal suka mempelajari filsafat dan sastra. Untuk lebih memperdalam pencarian jiwanya

(24)

akan sebuah inspirasi yang menuntunnya kepada pencapaian puncak kemurnian nilai filosofis dari budō. Ia sering sekali bermeditasi atau menjelajahi sebuah hutan cemara yang dalam bahasa Jepang disebut dengan To yang cukup sejuk karena selalu dialiri oleh hembusan angin yang sepoi – sepoi yang dalam bahas Jepang disebut Sho dikaki sebuah bukit yan terkenal dengan sebutan bukit Tora No Maki (harimau yang tidak pernah tidur) dipinggitran kota Shuri, Okinawa.

Terinspirasi oleh hal itu Funakoshi menulis sebuah nama "Shoto" sebuah nama yang berarti kumpulan cemara yang bergerak seolah gelombang, dan "Kan" yang berarti ruang atau balai utama tempat muridnya-muridnya berlatih. Nama Shotokan diperolehnya sejak kegemarannya mendaki Gunung Torao (yang dalam kenyataannya berarti ekor harimau). Dimana dari sana terdapat banyak pohon cemara ditiup angin yang bergerak seolah gelombang yang memecah dipantai. Dibidang sastra ia banyak sekali menulis kaligrafi dan menghasilkan beberapa buku tentang beladiri khussnya karate. Semua hasil karyanya dibidang sastra selalu dibubuhinya dengan tanda tangan atau stempel yang berbunyi Shoto.

Funakoshi belajar karate pada Azato dan Itosu. Setelah berlatih begitu lama, pada tahun 1925, Funakoshi diundang ke Jepang untuk mengadakan demonstrasi di Butokukai yang merupakan pusat dari seluruh bela diri Jepang saat itu. Selanjutnya pada tahun 1921, putra mahkota yang kelak akan menjadi kaisar Jepang datang ke Okinawa dan meminta Funakoshi untuk demonstrasi. Bagi Funakoshi undangan ini sangat besar artinya karena demonstrasi itu

(25)

dilakukan di arena istana. Dan sejak saat itu namanya pun semakin terkenal ke mana – mana.

Setelah demonstrasi kedua ini Funakoshi seterusnya tinggal di Jepang. Selama di Jepang pula Funakoshi banyak menulis buku - bukunya yang terkenal hingga sekarang. Seperti "Ryukyu Kempo Karate" dan "Karate-dō Kyohan". Dan sejak saat itu klub - klub karate terus bermunculan baik di sekolah dan universitas. Gichin Funakoshi selain ahli karate juga pandai dalam sastra dan kaligrafi. Gichin Funakoshi, sang maestro besar peletak metode baru dalam pemahaman akan sebuah seni beladiri yang dinamakannya karate-dō meninggal pada 26 april 1957 pada usia ± 89 tahun

Referensi

Dokumen terkait

Dari Tabel 3 terlihat bahwa ketahanan luntur warna kain mori terhadap panas penyetrikaan menunjukkan kain mori dengan fiksatif tawas, kapur, dan tunjung tidak luntur

Karena fungsi distribusi dari regresi model logit adalah membentuk distribusi Bernoulli maka dalam mengestimasi parameter β ini dapat didekati dengan estimasi dengan metode

(2000) menyatakan bahwa ekuitas merek selain dibentuk oleh dimensi ekuitas seperti kesadaran merek, asosiasi merek, kesan kualitas, dan loyalitas merek juga

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar

Cltra Hanwaring puri, S.Psi, Pslkolog (Psikolog ma kasih untuk Sobat Sehat peserta seminar Semoga llmu yang kita peroleh dapat menjadi manfaat dan berkah dl ma$

a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi peneliti dan masyarakat mengenai gambaran pola asuh oleh ibu khususnya yang

Murid melakukan kerja penyediaan batas di dalam kumpulan seperti membersih kawasan dan menggembur tanah membina batas dan pembajaan asas.. Huraian Sukatan Pelajaran Kemahiran

Bus adalah jalur-jalur fisik yang mengubungkan CPU dengan memori dan unit lain dari mikrokontroler. Jalur-jalur ini tergabung dalam satu grup, jalur inilah yang