• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desainan Komunikasi Politik Dan Peta Kecenderungan Baru Politik Asia Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Desainan Komunikasi Politik Dan Peta Kecenderungan Baru Politik Asia Tenggara"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

DESAINAN KOMUNIKASI POLITIK DAN PETA

KECENDERUNGAN BARU POLITIK ASIA

TENGGARA

OLEH :

NURAMIN SALEH

Sebagai Prasyarat Untuk Mengikuti Latihan Kader III

(Advance Training) Tingkat Nasional Badko HMI

Sulawesi Selatan-Sulawesi Barat

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badan Koordinasi (BADKO)

Sulawesi Selatan-Barat

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan kesempatan dan juga telah memberikan petunjuk dan inayah-nya sehingga dapat menyelesaiakan penulisan karya tulis ilmiah dengan dengan Tema “Desainan Komunikasi Politik dan Peta Kecenderungan Baru Politik Asia Tenggara”, Salawat dan salam keharibaan Nabi Muhammad SAW yang telah menganjurkan umatnya untuk mengajar, belajar dan mendengar serta menekankan bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban umat muslim.

Karya tulis ini merupakan salah satu prasyarat dalam mengikuti pelatihan kader III (Advance Training) Tingkat Nasional yang dilaksanakan oleh Badko HMI Sulawesi Selatan-Barat. Jika dianalisis, tema ini sangatlah menarik dan relevan dengan konteks kekinian, yang dimana sebagai telaah kritis HMI dalam menanggapi ASEAN Community dan menelaah secara diri ASEAN Global Impact.

Dalam karya tulis ini disajikan sebuah model dan desainan komunikasi politik luar negeri indonesia dalam peranannya di ASEAN dan sebuah kemungkinan pergeseran geopolitik Asia yang banyak para pengamat yang menganalisis bahwa akan terjadi pergeseran geopolitik menuju Asia Tenggara sehingga hadirlah sebuah resolusi desainan komunikasi politik ideal yang digagas oleh penulis dan kitanya dapat menjadi sandaran/pijakan berpikir dalam bagaimana kembali melakukan desainan komunikasi politik indonesia dalam konteks kekinian.

Sumber pengambilan materi karya tulis ilmiah ini, telah mengutip berbagai literatur yang relevan dengan pembahasan yang telah menjadi referensi dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa materi makalah dengan tema “Desainan Komunikasi Politik dan Peta Kecenderungan Baru

(3)

Politik Asia Tenggara” masih banyak kekurangan dan kekhilafan, sehingga saran perbaikan dalam berbagai sumber sangat dibutuhkan.

Akhirul qalam,

assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Makassar, 30 Mei 2014

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 6 C. Tujuan Penulisan ... 7 D. Manfaat Penulisan ... 7 E. Kerangka Pikir ... 8 BAB II PEMBAHASAN ... 9

A. Komunikasi Politik ; Sebuah Pengantar ... 9

B. Telaah Kritis ; Peran dan Desainan Komunikasi Politik Indonesia dalam ASEAN Community 2015 ... 12

1. Kesepahaman Antar Negara dalam ASEAN Community 2015 ... 12

2. Peran dan Desainan Komunikasi Politik Indonesia dalam ASEAN Community 2015 ... 15

3. ASEAN Global Impact ; Tantangan dan Ancaman Terhadap Indonesia ... 19

C. Re-nasionalisasi Indonesia ; Antisipatif Ancaman ASEAN Global Impact ... 24

1. Westernisasi akar kehancuran Jati Diri Bangsa ... 24

2. Back to zero ; pancasila sebagai solusi ideal dalam pengembalian jati diri bangsa ... 29

D. NEFOS ala Soekarno ; Resolusi Desainan Komunikasi Politik ideal Menuju Sentral Perpolitikan Asia Tenggara ... 34

1. Gagasan NEFOS ; Kilas Balik Desainan Komunikasi Politik Ala Soekarno ... 33

(5)

BAB III KESIMPULAN

A. Kesimpulan ... 43 B. Saran ... 46

(6)

1

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Perkembangan peradaban menuju globalisasi yang menjadi akses interaksi tercanggih antar Negara telah menjadi telaah kritis sebagai pemicu dan perangsang kemajuan Negara-Bangsa dalam menjalin kerjasama dengan lebih intens dan bersaing di segala aspek, salah satunya dalam aspek ekonomi, yang dimana perkembangan era globalisasi telah membuka kran perekonomian dunia sehingga di era kekinian tidak ada lagi batasan ekonomi dan perkembangannya bahkan Negara-negara dengan langsung akan merasakan dampak-dampak jika terjadi krisis dalam suatu Negara, salah satu contoh sebuah krisis ekonomi yang menimpa Yunani pada tahun 2009 dengan langsung mempengaruhi sistem perekonomian dunia terkhusus perekonomian eropa pada waktu itu. Komunikasi antar negara tentunya tidak hanya bergelut dan berpengaruh dalam lingkaran ekonomi tetapi berlaku di seluruh aspek sehingga menjalin hubungan komunikasi antar Negara menjadi salah satu hal penting dalam kerjasama antar Negara. Hal ini dapat dilihat terjalinnya kerjasama bangsa-bangsa Asia Tenggara dengan berdirinya ASEAN (Association of South East Asian Nations) pada tahun 1967.

ASEAN berdiri dengan landasan dan segmentase yang kuat, kawasan Asia Tenggara yang secara geopolitik dan geoekonomi mempunyai nilai strategis, menjadi incaran bahkan pertentangan kepentingan negara-negara besar pasca perang dunia ke II. Karenanya, kawasan ini dijuluki “Balkan-nya Asia”. Persaingan antar negara adidaya dan kekuatan besar lainnya di kawasan anatara lain terlihat pada perang Vietnam. Disamping itu, konflik kepentingan juga pernah terjadi diantara sesama negara-negara Asia Tenggara seperti “konfrontasi” antara Indonesia dan Malaysia.1

1

(7)

Dilatarbelakangi perkembangan situasi di kawasan pada saat itu, negara-negara Asia Tenggara menyadari perlunya dibentuk kerjasama yang dapat meredakan saling curiga sekaligus membangun rasa saling percaya serta mendorong pembangunan di kawasan. Sebelum terbentuknya ASEAN pada 8 agustus 1967, negara-negara Asia Tenggara telah melakukan berbagai upaya untuk menggalang kerjasama regional baik yang bersifat intra maupun ekstra kawasan seperti Association of Southeast Asia (ASA), Malaya, Philippina, Indonesia (MAPHILINDO), South East Asian Ministers of Education

Organization (SEAMEO) South East Asia Treaty Organization (SEATO) dan

Asia and Pacific Council (ASPAC).

Menjelang abad ke-21 yang merupakan abad globalisasi, ASEAN menyepakati untuk mengembangkan suatu kawasan yang terintegrasi dengan membentuk suatu komunitas negara-negara Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil dan sejahtera, saling peduli, diikat bersama dalam kemitraan yang dinamis di tahun 2020. Harapan tersebut dituangkan dalam Visi ASEAN 2020 di Kuala Lumpur tahun 1997. Untuk merealisasikan harapan tersebut, ASEAN mengesahkan Bali Concord II pada KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yang menyetujui pembentukan Komunitas ASEAN (ASEAN Community). Pencapaian Komunitas ASEAN semakin kuat dengan ditandatanganinya “Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015” oleh para Pemimpin ASEAN pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, 13 Januari 2007. Dengan ditandatanganinya deklarasi ini, para Pemimpin ASEAN menyepakati percepatan pembentukan Komunitas ASEAN dari tahun 2020 menjadi tahun 2015.2

Perkembangan ASEAN memang menunjukkan proses yang signifikan sejak tahun 1967, namun hal tersebut belum tentu menentukan prospek ASEAN maupun langkah besarnya dalam ASEAN Community. Beberapa pandangan internasional kembali memberi respon ganjil dengan kemunculan komunitas

(8)

ASEAN ini. Seperti halnya Jones dan Smith (2002) yang menganggap ASEAN security community tidak lebih dari sekedar hasil imitasi komunitas, pandangan ini beranjak dari fenomena-fenomena konflik yang kerap terjadi di ASEAN. Balance of Power adalah dasar bagi terbentuknya ASEAN dan sama halnya dengan Eurocentric of Power sehingga dari komunitas imitasi ini kemudian berkembang hingga menjadi scholarship imitation.3 Banyak negara yang saling berkompetisi dalam pembentukan keamanan ASEAN dan dari berbagai analisis menyatakan ASEAN mencapai keunggulan internasional dalam kemampuannya mengelola konflik bukan menyelesaikan konflik. Hal ini merupakan bentuk ketidakpedulian masing-masing negara anggota ASEAN dalam mengatasi setiap permasalahan dalam negeri yang menunjukkan bahwasannya asosiasi ataupun regionalisasi berdampak kecil terhadap sengketa antar negara yang belum terselesaikan.4 Di lain pihak Adler dan Barnett (1998) mengatakan secara spesifik ASEAN Security Community (ASC) ini dalam perspektif konstruktivisme menekankan pada nilai, gagasan, serta norma yang berlaku disuatu wilayah dapat membentuk sikap dari suatu aktor yang dalam hal ini ASEAN.5

ASEAN Security Community ini diadopsi dari ASEAN Summit ke-10 tahun 2004 yang meliputi enam komponen yakni pembangunan sektor politik, membentuk berbagai norma maupun aturan, pencegahan konflik, resolusi konflik, menciptakan perdamaian paska konflik, dan pengimplementasi mekanisme. Patut disayangkan dimana kegagalan terbesar ASC ketika Myanmar divonis oleh Amnesty International bahwa selama dua dekade negara tersebut tidak menunjukkan peningkatakan signifikan dalam hak asasi manusia, demokrasi, serta rekonsiliasi nasional. Hal inilah yang membentuk opini internasional dimana ASC tidak mampu berkontribusi mengatasi masalah negara anggota, hingga jelas terlihat bahwasannya masih banyak yang

3

Jones, D. Martin & Michael L.R. Smith (2002). ASEAN Immitation Community. London: Elsevier Science, hlm,99.

4Ibid….. hlm,103. 5

(9)

diperlukan dalam mendemostrasikan ASC sebelum ASC tersebut benar-benar diimplementasikan.6

prospek ASEAN Community 2015 pada faktanya menimbulkan berbagai opini akan bentuk implementasinya mendatang. Beberapa pandangan internasional yang melihat ASEAN sebagai organisasi atau komunitas imitasi dari komunitas lainnya yang telah ada, sehingga ASEAN itu sendiri hanya sekedar mengikuti tanpa adanya cara pengaplikasian komunitas sebagaimana mestinya. Memang pada awalnya ASEAN Community ini ditujukan untuk membangun kawasan Asia Tenggara yang lebih baik, damai, berdaya saing tinggi, serta memiliki standar hidup yang lebih tinggi. Tetapi disini penulis hanya melihat itikad baik para pemimpin ASEAN untuk mewujudkannya tetapi tidak disertai dengan bentuk nyata dalam pencapaiannya, oleh sebab itu banyak yang mengatakan bahwasannya ASEAN Community yang diusung oleh ASEAN sebagai bentuk dari pemikiran utopis para pemimpin.

Memproteksi sebuah telaah kritis diatas dan beberapa pandangan radikal dapat dihipotesakan bahwa hadirnya ASEAN merupakan sebuah salah satu langkah maju strategi laten konspirasi dan keberhasilan zionisme dalam upaya melakukan kapitalisasi dan monopoli yang akan mengkerangkreng Negara-Bangsa Asia Tenggara dengan cara liberalisasi yang bertujuan Neo-Kapitalisasi atau pengkapitaliasian Negara-Bangsa Asia Tenggara sehingga terjadi ketergantungan dalam segala aspek kehidupan dan menjadikan Amerika serta Uni Eropa sebagai kiblat kebergantungan tersebut, hal ini terjadi secara sadar ataupun tidak, Indonesia sebagai Negara maupun sebagai Bangsa telah mengalami degradasi nilai yang menarik dominan paradigma berpikir masyarakat masuk dalam lingkaran westernisasi.

6 Cuyvers, L. & R. Tummer. 2007. The Road To an ASEAN Community: How Far Still To Go?

(10)

Tergerusnya kearifan lokal (Local Genius) ke dalam lingkaran Westernisasi masyarakat menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi indonesia dan Negara-Negara Asia Tenggara agar dapat melakukan counter/terlepas dari kerangkeng kapitalisme dan menjadi sebagai Negara atau Bangsa yang benar-benar merdeka. Terlepas dari Visi besar ASEAN Community 2015 dengan segala bentuk kerjasamanya, diperlukan regulasi atau sebuah desain komunikasi politik antar Negara Asia Tenggara agar dapat membentuk sebuah strategi sistematis dalam menjawab tantangan-tantangan Westernisasi yang terjadi. Kiranya bahwa westernisasi yang telah menggerogoti di hampir seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat tidaklah menjadi tantangan yang perlu ditakuti Indonesia jika kesadaran sebagai Negara/Bangsa sangat memeperlukan re-nasionasasi dalam mengembalikan jati diri bangsa dengan tujuan bahwasanya Indonesia merupakan bangsa yang besar dan dapat menjadi sentral perpolitikan masa depan di Asia Tenggara.

Jika kita kembali melakukan refleksi historis Indonesia pada masa Soekarno, desainan komunikasi politik luar negeri Indonesia, tidak sedikit gagasan-gagasan ideal Soekarno yang menghantarkan Indonesia menjadi salah satu Negara Asia yang disegani dunia bahkan duniapun memberikan julukan “Macan Asia”. Hal ini membuktikan bahwasanya terdapat sebuah strategi mapan pada masa itu sehingga kacamata dunia menganggap bahwa Indonesia tidak hanya Negara berkembang dan tidak layak untuk diperhitungkan tetapi Indonesia adalah Negara besar yang tidak mampu di intervensi oleh Negara manapun.

NEFOS adalah salah satu gagasan komunikasi politik soekarno yang mampu menghadirkan ketakutan bagi Negara-Negara Neoliberal pada waktu itu yang dimana Indonesia menghadirkan desainan komunikasi politik baru dan keluar dari kebiasaan perpolitikan Negara-Negara Asia tenggara. Gagasan NEFOS ala Soekarno bukanlah sebuah desainan komunikasi politik yang tanpa tujuan tetapi dibalik gagasan tersebut, terdapat mission Soekarno menyatukan seluruh

(11)

Negara-Negara kontra Neoliberal dan membentuk sandaran baru berupa blok besar yang dapat menghantarkan pada satu kekuatan yang tidak dapat dibendung oleh kekuatan Negara-Negara Neoliberal.

Sekiranya berangkat dari alur pikir yang menghadirkan sebuah literature ilmiah yang menjadi alas pikir karya tulis ilmiah ini, dapat ditarik beberapa klimaks permasalahan kronis yang dengan seksama dan sistematis dapat menghadirkan resolusi bagi masa depan Indonesia menuju sentral perpolitikan Asia Tenggara. Adapun permasalahan dalam karya tulis ilmiah ini kita bagi dalam beberapa point, Pertama desain komunikasi politik antar Negara ASEAN yang secara laten telah menjadi alat zionisme dalam upaya pengkapitalisasian Negara/Bangsa Asia Tenggara. Kedua, ASEAN Global Impact telah menjadi lingkaran setan westernisasi yang menyebabkan tergerusnya kearifan lokal (Local Genius) sehingga Negara-Negara Asia Tenggara seakan-akan telah kehilangan jati diri sebagai bangsa beradab dan Ketiga, perlunya kembali melakukan refleksi historis dari Soekarno yang mampu menghadirkan desainan komunikasi politik yang visioner sehingga dapat dijadikan sandaran re-evaluasi dari ketidakjelasan desainan komunikasi politik luar negeri Indonesia kekinian.

B.Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam karya tulis ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Seperti apa strategi dalam upaya re-nasionalisasi guna pengembalian jati diri bangsa yang berdampak hadirnya desainan komunikasi politik ideal Indonesia dalam menghadapi ASEAN Global Impact pada aplikatif ASEAN Community 2015 ?

2. Seperti Apa Desainan Komunikasi Politik Ideal Indonesia menuju Indonesia Raya dan Berdaulat?

(12)

C.Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Secara umum penulisan karya tulis ilmiah ini menghadirkan sebuah analisis ilmiah berupa strategi dan regulasi desainan komunikasi politik ideal yang dapat menjadi rujukan Pemerintah Indonesia dalam aplikatif ASEAN Community 2015 dan pengembalian jati diri bangsa agar dapat mewujudkan Indonesia menjadi sentral perpolitikan Asia Tenggara 2025.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus karya tulis ini bertujuan untuk menjadi rujukan dan litelatur HMI dalam menyiapkan SDM yang mampu mengambil peranan penting dalam menghadapi ASEAN Global Impact dengan langkah re-nasionalisasi/ pengembalian jati diri bangsa.

D.Manfaat Penulisan

1. Manfaat Praktis

Memberikan pengetahuan dan pemahaman sistematis kepada pembaca akan Visi ASEAN Community 2015 serta ASEAN Global Impact dan pembaca dapat mengetahui desainan komunikasi politik Indonesia dalam posisi kecenderungan politik Asia Tenggara.

2. Manfaat Teoritis

Literatur ilmiah dalam karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan rujukan pemerintah dalam menganalisis kembali tawaran konsep desainan komunikasi politik baru dalam aplikatif ASEAN Community 2015, strategi Indonesia dalam menghadapi ASEAN Global Impact serta langkah strategis Indonesia menjadi sentral perpolitikan Asia Tenggara 2025.

(13)

E. Kerangka Pikir

Adapun kerangka pikir dalam karya tulis ilmiah ini sebagai berikut :

INDONESIA ASEAN Community 2015

ASEAN Global Impact

Mission Zionis upaya Neo Liberalisme Westernisasi Re-Nasionalisasi Revitalisasi NEFOS INDONESIA RAYA BERDAULAT Desainan Komunikasi Politik Ideal

(14)

BAB II

PEMBAHASAN DAN HASIL A.Komunikasi Politik ; Sebuah Pengantar

Sejak adanya peradaban manusia pada saat itu juga komunikasi selalu menjadi bagian yang sangat penting dalam perkembangan peradaban manusia. Pada awal pembahasan mengenai komunikasi, masih berada dalam lingkup yang sederhana. Seiring dengan perkembangan pola pikir manusia, maka para ilmuwan mulai menkaji dan mengarahkan perjatiaanya pada bidang komunikasi. Hal ini bermula di wilayah Anglo Saxon yang mengintroduksi komunikasi sebagai kajian baru yang berada dalam rumpun sosial. Ilmu yang menekuni kajian ini disebut Science of Communication yang berkembang secara cepat pada perguruan-perguruan tinggi di Amerika Serikat. Kajian terhadap ilmu komunikasi tidak dapat mengisolasi dari pengaruh kajian ilmu sosial lainnya seperti, sosiologi, psikologi, antropologi, hukum dan ilmu politik.

Menggabungkan dua kajian ilmu yang berbeda antara ilmu komunikasi dan ilmu sosial lainnya bukan menjadi suatu hal yang tidak mungkin. Disamping komunikasi sangat berdampingan dengan kehidupan manusia, pada hakikatnya setiap ilmu merupakan seperangkat simbol komunikasi yang ditransfer dari individu, kelompok atau masyarakat kepada individu lainnya. Melihat hal tersebut, salah satu kajian yang menarik para ilmuwan adalah ilmu komunikasi yang lebih khususnya pada kajian terhadap ilmu komunikasi politik. Hal ini serupa dengan yang dilakukan di Amerika Serikat bahwa telah banyak teoritisi dan ilmuwan yang menghasilkan tulisan-tulisan ilmiah yang membahas tentang komunikasi politik ini, antara lain Dan Nimmo dalam judul Political Communication and Public Opinion in America. Stven H.Caffe dalam judul buku Political Communication; Issues and Strategies for Research, Michael H. Prosser dalam judul Intercommunication Among Nations and People, William L. Rivers dan rekan-rekan dalam judul Responsibility in Mass Communication,

(15)

dan banyak lagi kajian-kajian para ilmuwan lainnya. Kajian dalam ilmu komunikasi politik tidak hanya sebatas mengenai proses komunikasi yang didalamnya termuat pesan-pesan politik, tetapi juga pada bagaimana komunikasi dapat berlangsung dengan ideal dalam sistem politik pemerintahan. Proses komunikasi yang ideal adalah dimana dalam prosesnya senantiasa berlangsung timbale balik diantar para partisipan sehingga terdapat pergantian peran diantara partisipan.

Menurut Almond dan Verba (1978) mengambarkan bahwa Komunikasi Politik merupakan fungsi sistem yang mendasar (basic function of the system) dengan konsekuensi yang banyak untuk pemeliharaan ataupun perubahan dalam kebudayaan politik dan struktur politik. Seseorang tentunya dapat mengasumsikan bahwa semua perubahan penting dalam sistem politik menyangkut perubahan dalam pola-pola komunikasi, dan biasanya baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat. Semua proses sosialisasimisalnya merupakan proses komunikasi, meskipun komunikasi tidak harus selalu menghasilkan perubahan sikap (attitude change). Sama halnya, koordinasi dan pengendalian individu dalam peran-peran organisai yang berbeda memerlukan pengkomunikasian informasi. Jadi, menegakan suatu pola-pola sosialisasi baru dan membangun organisasi-organisasi baru membutuhkan perubahan dalam penampilan komunikasi.7 komunikasi politik sangat penting karena menyangkut suatu proses politik yang mendasar. Komunikasi politik sendiri tidak dapat dilepaskan dari suatu pola umum dari suatu proses penyampaian pesan (informasi) dari pengirim/sumber informasi/komunikator (sender/resoures) melalui media (medium) disampaikan ke penerima (komunikan/receiver). Proses komunikasi yang demikian tidak dapat dilepaskan dari situasi dan kondisi (lingkungan/budaya) masyarakat dimana proses itu berjalan. Peranan lingkungan/budaya dalam komunikasi juga sangat menentukan efektif tidaknya proses berkomunikasi itu terjadi. Ketidakefektifan

7 Miriam Budiardjo (2010). Dasar-dasar ilmu Politik (edisi revisi). Jakarta: PT Gramedia Pustaka

(16)

dalam berkomunikasi bisa jadi karena banyaknya gangguan yang bersumber dalam lingkungan/budaya masyarakat setempat artinya ada masalah dalam lingkungan.Untuk memahami masalah dalam lingkungan social masyarakat bukanlah perkara yang mudah karena sangat luas dan kompleks.

Dalam memahami komunikasi politik dengan menyeluruh maka perlu dipahami pula politik. Menurut Miriam Budiardjo (2010) politik mempelajari politik atau perpolitikan. Plato dan Aristoteles menjelaskan politik sebagai en dam onia atau goodlife. Sejak jaman dahulukala masyarakat mengatur kehidupan dengan baik mengingat sering menghadapi keterbatasan sumber alam dan perlu dicari suatu cara distribusi sumber daya agar semua warga merasa bahagia dan puas. Dalam pepatah Jawa juga didapat istilah yang berkaitan dengan kehidupan yang baik, makmur dan sejahtera, yaitu gemah ripah loh jinawi.8

Studi komunikasi politik merupakan gabungan dari beberapa disiplin ilmu. Dalam perkembangannya studi tentang komunikasi politik lebih mendapat perhatian oleh sarjana ilmu politik dibandingkan dengan sarjana ilmu komunikasi. Hal serupa juga diungkapkan Cangara bahwa di Indonesia pada awalnya perhatian untuk membicarakan komunikasi politik justru tumbuh di kalangan para sarjana ilmu politik daripada para sarjana ilmu komunikasi itu sendiri.9 Meskipun demikian ilmu komunikasi sudah banyak mengajarkan tentang politik meski masih belum fokus. Mark Roelofs mengatakan bahwa politik adalah pembicaraan atau lebih tepat, kegiatan politik (berpolitik) adalah berbicara.10

Sejalan dengan perkembangannya, para ilmuan berusaha untuk memberikan definisi tentang komunikasi politik. Setiap ilmuan dalam mengkaji dan

8

Ibid…..hlm.13.

9 Cangara, H. (2009). Komunikasi Politik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.hlm.34.

10 Rakhmat, J. (1993). Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, Media. Bandung: Remaja

(17)

menjelaskan tentang studi komunikasi politik mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Soesanto (1980) mendefinisikan komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini, dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik. Menelaah beberapa pandangan diatas maka dapat dikatakan bahwa kegiatan politik melibatkan komunikasi diantara beberapa orang yang terlibat didalamnya.

Berorientasi dari beberapa pandangan ilmuan tentang komunikasi politik dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan tidak mudah untuk mendefinisikan komunikasi politik. Berkaitan dengan semakin bertambahnya definisi komunikasi politik yang disebabkan karena perbedaan sudut pandang, maka secara sederhana dapat dikatakan bahwa komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan politik.. Roskin (1997) mengemukakan bahwa komunikasi politik adalah All political action is a reaction to communication one of kind or another. There are, however, different levels and types of communication. Face-to-face communication is the most basic.11

B.Telaah Kritis ; Peran dan Desainan Komunikasi Politik Indonesia dalam ASEAN Community 2015

1. Kesepahaman Antar Negara dalam ASEAN Community 2015.

ASEAN telah didirikan tahun 1967 disaat perang tengah terjadi di kawasan Asia Tenggara. Juga selama tiga dasawarsa setelah ASEAN didirikan, negara-negara ASEAN telah menikmati pertumbukan ekonomi yang diatas rata-rata negara lain di dunia. Melalui berbagai inisiatif dialog ASEAN menjadi kekuatan perdamaian, tidak hanya di kawasan Asia Tenggara, tetapi

11 Roskin, M. (1977). Political Science An Introduction, Sixt Edition. New Jersey: Prentice - Hall.

hlm.166. Kegiatan politik merupakan suatu interaksi atau dapat dikatakan adalah suatu kegiatan berkomunikasi antara orang-orang. Politik sangat berkaitan erat dengan apa yang disebut dengan komunikasi. Salah satu kajian penting dalam kegiatan politik yaitu bahwa semua kegiatan politik sangat berhubungan dengan komunikasi

(18)

juga dikawasan Asia-Pasifik. Tetapi memang benar bahwa krisis ekonomi yang melanda ASEAN pada akhit tahun 90an sedikit banyak telah mempengaruhi kondisi ekonomi negara-negar anggota ASEAN. Bahkan sekarang stabilitas ekonomi dikawasan Asia Tenggara sudah bangkit menjadi lebih baik dibanding pada akhir millenium lalu. Negara-negara ASEAN harus menjadikan krisis maha dahsyat itu sebagai pelajaran dan pengalaman yang berharga untuk kemajuan kawasan dimasa yang akan datang. Dan salah satunya adalah dengan menjalin relasi yang kuat dengan negara-negara Asia Timur untuk memastikan krisis finansial seperti itu tidak terulang lagi atau setidak-tidaknya jikapun terulang tidaklah sedahsyat pada akhir milenium itu.12

Dalam membangun relasi yang kuat antar Negara Asia Tenggara guna menjaga stabilitas perekonomian dan percepatan pembangungan setiap Negara, sehingga dilaksanakan pertemuan Bali Corcord II yang bertujuan pemantapan Visi ASEAN 2020 yang telah dideklarasikan pada tahun 1997 dan pencapaian komunitas ASEAN semakin kuat dengan ditandatanganinya Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishement of an ASEAN Community 2015 oleh para pemimpin ASEAN pada KTT ke 12 ASEAN di Cebu, Filipina, 13 Januari 2007.

Dengan ditandatanganinya deklarasi ini, para pemimpin ASEAN menyepakati percepatan pembentukan komunitas ASEAN dari tahun 2020 menjadi tahun 2015. Seiring dengan upaya perwujudan komunitas ASEAN, ASEAN menyepakati untuk menyusun semacam konstitusi yang akan menjadi landasan dalam penguatan kerjasamanya. Dalam kaitan ini, proses penyusunan Piagam ASEAN (Asean Charter) dimulai sejak tahun 2006 melalui pembentukan Eminent Persons Group dan kemudian dilanjutkan oleh High Level Task Force untuk melakukan negosiasi terhadap Draft

12 ASEAN Vision 2020 and The Hanoi Plan of Action can ASEAN Deliver ? Jakarta, Deplu RI

(19)

Piagam ASEAN pada tahun 2007. Dalam rangka mencapai komunitas ASEAN 2015, ASEAN juga menyusun blueprint (Cetak Biru) dari ketiga pilar yaitu ASEAN politic-security, ASEAN economic community dan ASEAN socio-cultural community.

Pembentukan ASEAN Community 2015 adalah sebuah usaha dari negara-negara anggota ASEAN untuk menciptakan mekanisme baru dalam pengaturan keamanan kawasan pasca perang dingin secara internal agar keseimbangan dalam kerjasama ASEAN (ekonomi dan keamanan) di masa depan dapat terus terjaga. Namun setelah lima tahun sejak Bali Concord II digulirkan, belum juga muncul inisiatif yang dijalankan secara efektif terutama yang berkaitan dengan rencana aksi (plan of action) ASEAN Security Community (ASC) yang dicanangkan pada KTT ke-10 ASEAN di Vientiane, Laos, tahun 2004 yang berisikan komponen-komponen political development, shaping and sharing of norms, conflict prevention, dan post conflict peace building. Implementasi 2 komponen plan of action sampai tahun 2009 hanya dilakukan pada persoalan conflict prevention dan shaping and sharing of norms. Komponen shaping and sharing of norms ditandai oleh penyusunan Piagam ASEAN (ASEAN Charter) pada KTT ke-13 ASEAN di Singapura, Nopember 2007 dan Pembentukan Badan HAM ASEAN.

Selain itu treaty on mutual legal assistance in criminal matters (MLAT), yang telah ditandatangani oleh seluruh anggota ASEAN memberikan peluang untuk mendukung kerjasama hukum yang lebih kongkrit, terutama dalam pemberitaan bantuan hukum timbal balik dibidang pidana. Komponen conflict prevention antara lain ditandai oleh keberhasilan ASEAN menyelenggarakan ASEAN Defence Ministers Meeting (ADMM) di tahun 2006 dan menghasilkan ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT) yang menyediakan dasar hukum bagi kerjasama kawasan dibidang pemberantasan terorisme. Selama ini, ASEAN dinilai berhasil dalam

(20)

mekanisme membangun rasa saling percaya (confidence building measure) di kawasan, termasuk ketaatan negara-negara anggotanya pada kode etik (code of conduct), dalam menyelesaikan konflik dengan cara-cara damai sebagaimana yang tertuang di dalam Treaty of Amity and Cooperation (TAC).

2. Peran dan Desainan Komunikasi Politik Indonesia dalam ASEAN Community 2015.

Kerjasama internasional adalah elemen penting dalam pelaksanaan kebijakan dan politik luar negeri Indonesia. Melalui kerjasama internasional, Indonesia dapat memanfaatkan peluang-peluang untuk menunjang dan melaksanakan pembangunan nasionalnya. Kerjasama ASEAN memegang peran kunci dalam pelaksanaan kerjasama internasional Indonesia karena ASEAN merupakan lingkaran konsentris pertama kawasan terdekat Indonesia dan pilar utama pelaksanaan politik luar negeri Indonesia. Peran serta indonesia dalam ASEAN Community 2015 berdampak pada implikasi positif dikarenakan andil gagasan dalam penyusunan pilar utama terdapat banyak gagasan yang lahir dari Indonesia. Hal ini kiranya merupakan satu langkah maju bagi Indonesia yang dimana 3 pilar utama yang antara lain ASEAN politic-security community, ASEAN economic community dan ASEAN socio-cultural community, terdapat andil yang menjadi kepentingan khusus Indonesia dalam percepatan perkembangan Indonesia.

a. ASEAN Politic-Security Community.

Indonesia, selaku pemrakarsa ASEAN politic-security community, memelopori penyusunan Rencana Aksi ASEAN politic-security community, yang disahkan pada KTT ke-10 ASEAN di Vientiane, Lao PDR, November 2004. Dalam Rencana Aksi Komunitas Politik Keamanan ASEAN, telah ditetapkan rencana kegiatan untuk mewujudkan Komunitas Politik Keamanan ASEAN yang terdiri atas 6 komponen: Political Development, Shaping and Sharing of Norms,

(21)

Conflict Prevention, Conflict Resolution, Post-Conflict Peace Building,

dan Implementing Mechanism. Rencana Aksi tersebut telah

diintegrasikan ke dalam Program Aksi Vientiane (Vientiane Action Programme/VAP) yang ditandatangani para Kepala Negara ASEAN dalam KTT ke-10 ASEAN. VAP merupakan acuan pencapaian Komunitas ASEAN untuk kurun waktu 2004-2010. Komunitas Politik Keamanan ASEAN dibentuk dengan tujuan mempercepat kerjasama politik keamanan di ASEAN untuk mewujudkan perdamaian di kawasan, termasuk dengan masyarakat internasional. Sesuai Rencana Aksi Komunitas Politik Keamanan ASEAN, Komunitas bersifat terbuka, menggunakan pendekatan keamanan komprehensif dan tidak ditujukan untuk membentuk suatu pakta pertahanan/aliansi militer maupun kebijakan luar negeri bersama (common foreign policy).13 Dalam kaitan ini, berbagai usulan Indonesia telah dapat diterima seperti antara lain: - Mendorong voluntary electoral observations;

- Pembentukan Komisi Pemajuan dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak;

- Memasukkan elemen memerangi korupsi dan pemajuan prinsip demokrasi;

- Gagasan pembentukan ASEAN Institute for Peace and Reconciliation; - Gagasan tentang pembentukan ASEAN Maritime Forum;

- Kerjasama penanganan illegal fishing;

- Penyusunan instrumen ASEAN tentang Hak Pekerja Migran.

Namun demikian, sejauh ini, beberapa kepentingan Indonesia sudah tercermin dalam draft Blueprint, meskipun beberapa diantaranya masih harus memerlukan negosiasi lebih lanjut seperti antara lain prinsip demokrasi dan korupsi.14

13 ASEAN Selayang Pandang, Edisi 2008: “Sejarah Berdirinya ASEAN, hlm.22-23. 14

(22)

b. ASEAN Economic Community.

Sejak dibentuknya ASEAN sebagai organisasi regional pada tahun 1967, negara-negara anggota telah meletakkan kerjasama ekonomi sebagai salah satu agenda utama yang perlu dikembangkan. Pada awalnya kerjasama ekonomi difokuskan pada program-program pemberian preferensi perdagangan (preferential trade), usaha patungan (joint ventures), dan skema saling melengkapi (complementation scheme) antar pemerintah negara-negara anggota maupun pihak swasta di kawasan ASEAN, seperti ASEAN Industrial Projects Plan (1976), Preferential Trading Arrangement (1977), ASEAN Industrial Complementation scheme (1981), ASEAN Industrial Joint-Ventures scheme (1983), dan Enhanced Preferential Trading arrangement (1987). Pada dekade 80-an dan 90-an, ketika negara-negara di berbagai belahan dunia mulai melakukan upaya-upaya untuk menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi, negara-negara anggota ASEAN menyadari bahwa cara terbaik untuk bekerjasama adalah dengan saling membuka perekonomian mereka, guna menciptakan integrasi ekonomi kawasan.

ASEAN Economic Ministers Meeting (AEM) di Kuala Lumpur bulan Agustus 2006 menyetujui untuk membuat suatu cetak biru (blueprint) untuk menindaklanjuti pembentukan AEC dengan mengindentifikasi sifat-sifat dan elemen-elemen AEC pada tahun 2015 yang konsisten dengan Bali Concord II dan dengan target-target dan timelines yang jelas serta pre-agreed flexibility untuk mengakomodir kepentingan negara-negara anggota ASEAN. Kemudian pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu bulan Januari 2007 telah menyepakati ”Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015”. Dalam konteks tersebut, para Menteri Ekonomi ASEAN telah menginstruksikan Sekretariat ASEAN untuk menyusun ”Cetak Biru ASEAN Economic Community (AEC)”. Cetak Biru AEC tersebut berisi rencana kerja

(23)

strategis dalam jangka pendek, menengah dan panjang hingga tahun 2015 menuju terbentuknya integrasi ekonomi ASEAN.

Tetapi ada hal terpenting dalam ASEAN economic community, tidak adanya andil / gagasan yang berarti yang di ajukan indonesia guna percepatan kemajuan dalam sektor perekonomian menghadirkan skeptis dalam proses kerjasama antar Negara ASEAN ini. Padahal jika diperhatikan bahwasanya Indonesia adalah salah satu Negara di ASEAN yang mendulang banyak perkembangan ekonomi dengan menghitung tingginya angka pergerakan perekonomian Indonesia yang dapat berpengaruh sistemik terhadap stabilitas perekonomian ASEAN. Hal ini lagi-lagi berimplikasi negative terhadap Indonesia, analisis spekulatif mengakar pada konspirasi gerak laten kapitalis yang dengan cara memonopoli perekonomian Indonesia yang sistemik.

c. ASEAN Socio-Cultural Community.

Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community/ASSC) merupakan bagian dari tiga pilar penting yang saling terkait dan saling melengkapi dalam kerangka pembentukan komunitas ASEAN tahun 2015. Bersama-sama dengan Pilar Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN (ASEAN Political and Security Community) dan Pilar Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community), Pilar Sosial Budaya ASEAN dibentuk dengan tujuan untuk mempercepat proses pengintegrasian di ASEAN dalam rangka mendukung upaya mewujudkan perdamaian di kawasan, meningkatkan kesejahteraan serta memperkokoh persaudaraan di kalangan masyarakat ASEAN. Komunitas Sosial Budaya ASEAN bersifat terbuka dan bergerak berdasarkan pendekatan kemasyarakatan (People-Centered approach): dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Komunitas sosial budaya ASEAN mencakup kerjasama yang sangat luas dan multi-sektor, mulai dari upaya pengentasan kemiskinan, penanganan

(24)

isu kesehatan, ketenagakerjaan, kepemudaan, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, penanggulangan narkoba, kerjasama pegawai negeri, kerjasama pendidikan, penerangan, kebudayaan, lingkungan hidup, iptek hingga kerjasama penanganan kebencanaan. Dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang keberadaan ASEAN (ASEAN Awareness).15

Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan terbentuknya ASEAN Socio-Cultural Community (ASSC), ASEAN telah menyusun suatu Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint) yang akan disahkan pada KTT ASEAN ke-14 di Thailand (Februari 2009). Penyusunan rancangan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN ini dimaksudkan untuk memberian pedoman (guidelines) bagi negara anggota ASEAN dalam persiapan menyongsong terbentuknya Komunitas ASEAN tahun 2015 melalui pilar sosial budaya. Jika kita mempelajari secara seksama point penting blueprint dalam ASSC, kegagalan luar biasa desain komunikasi politik Indonesia dalam upaya nasionalisasi sosial budaya guna menjaga kearifan lokal (local genius) bahkan hal ini diperparah bahwa melalui analisis spekulatif akan mengakar pada desainan kapitalis yang secara sistemis menggerus sedikit demi sedikit local genius bangsa yang akan berujung pada dis-identitas karakter bangsa atau Indonesia akan mengalami krisis identitas karena disebabkan kehilangan jati diri sebagai bangsa besar dan beradab.

3. ASEAN Global Impact ; Tantangan dan Ancaman Terhadap Indonesia.

Perubahan-perubahan dalam bidang ekonomi yang terjadi di Asia, utamanya Asia Timur merupakan salah satu perkembangan yang paling signifikan yang terjadi di dunia selama paro abad XX. Selama tahun 1990-an, perkembangan ekonomi ini menjadi sebab terjadinya ueforia ekonomi di

15

(25)

kalangan pengamat yang melihat Asia Timur dan seluruh lingkaran pasifik yang menghubungkan jaringan perluasan perdagangan yang dapat memberikan jaminan bagi terciptanya perdamaian dan keharmonisan antarbangsa. Optimism ini didasari pada asumsi, yang bagaimanapun juga masih diragukan bahwa hubungan timbal balik dalam bidang perdagangan tidak lebih sebagai sebuah hubungan yang dilakukan demi kekuatan. Namun, bagaimanapun juga, bukan itu yang menjadi persoalan. Pertumbuhan ekonomi dapat menjadi sebab terjadinya instabilitas politik baik dalam negeri maupun dalam konteks hubungan antarnegara, memcu terjadinya balance of power diantara perlbagai Negara dan wilayah regional. Perdagangan antarnegara dapat memicu terjadinya konflik sebagaiamana ia dapat menghasilkan keuntungan jika pengalaman masa lalu terulang kembali, kejayaan ekonomi Asia menggerakkan sebuah bayang-bayang politis Asia, instabilitas dan konflik di wilayah Asia.16

Pada tahun 1950-an, Lester Pearson mengingatkan bahwa manusia akan memasuki “suatu abad ketika berbagai peradaban yang berbeda mulai belajar hidup berdampingan secara damai, saling memahami antara saru dengan yang lain, mempelajari sejarahm cita-cita, seni dan kebudayaan serta saling memperkaya kehidupan masing-masing. Sebagai dampak dari kondisi dunia yang semakin menyempit ini terjadi kesalahpahaman, syarat ketegangan, benturan dan bencana.17

Analisis Lester Pearson dan Samuel.P Huntington terbukti disaat memasuki era globalisasi, ASEAN menjadi salah satu kekuatan besar Asia yang dapat berdampak sistemik dan dapat mempengaruhi perekonomian Asia bahkan perekonomian dunia tetapi dibalik semakin intens dan kuatnya kerjasama

16 Huntington.(2003), Benturan antarperadaban dan masa depan politik dunia. Yogyakarta;

PT.Qalam.hlm.405-406.

17 Lester Pearson (1995), Democracy in World Politics. Princenton ; Princenton University

(26)

antarnegara Asia Tenggara ini berdampak pada keharmonisan antarmasyarakat bahkan antarnegara, seperti konflik SARA terjadi di Myanmar selatan yang dimana kelompok minoritas rohingya mendapatkan penindasan, Reformasi yang berulang-ulang yang terjadi di Thailand yang menyebabkan kudeta perdana menteri Thailand serta konflik Turatorial (wilayah) antara Indonesia dan Malaysia yang seringkali menyebabkan ketegangan kerjasama antarnegara.

Menurut Li Xiangiu (1992), Masyarakat-masyarakat Asia memiliki kepentingan-kepentingan yang vis-à-vis dengan kepentingan barat untuk mempertahankan nilai-nilai tersebut dan mengedepankan kepentingan-kepentingan ekonomi mereka sendiri sehingga menuntut adanya bentuk kerjasama baru. Hal itulah yang kemudian menjadi sebab lahirnya Persatuan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan pertemuan masyarakat ekonomi Asia Timur. Kepentingan menbekas dari masyarakat Asia Timur adalah untuk memperoleh akses pasar ke Barat, dan tampaknya dalam jangka panjang, regionalism ekonomi mulai diberlakukan dan karenanya masyarakat Asia Timur harus meningkatkan penanaman modal serta perdagangan di Asia itu sendiri.18

Sekiranya dari akar pemikiran Li Xiangiu inilah yang menjadikan ASEAN melahirkan desainan komunikasi politik baru dalam berbagai hal dengan Negara-negara Non-ASEAN untuk bagaimana melakukan perputaran perekonomian secara global yang menjadi cikal bakal lahirnya kesepakatan ASEAN Community 2015. Pada saat ini ASEAN Community 2015 belum terlaksana tetapi derasnya arus pasar bebas telah menjadi salah satu faktor negatif antarnegara Asia Tenggara yang menyebabkan distabilitas perekonomian dikarenakan ketidaksiapan Negara menghadapi Global Impact mempengaruhi tatanan system politik dan pemerintahan.

18

(27)

Secara komprehensif hal ini dapat dilihat dari efek domino arus pasar bebas dan investasi asing yang terjadi di indonesia, sektor perekonomian indonesia didominasi oleh kacamata asing, hasil bumi indonesia di kuasai oleh asing. Bahkan di perparah lagi indonesia seakan-akan telah kehilangan jati diri tergerus oleh system capitalism yang menghancurkan local genius bangsa dan menyulam westernisasi masuk dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat. Bahkan dibalik ASEAN Community 2015 terselip persaingan antara AS dan Cina yang dimana diplomasi ekonomi-politik Cina telah meningkat menjadi sangat tidak terlihat dan cerdik. Hal ini tampak disaat Cina mempertahankan klaimnya atas pulau Spartly dan paracel yang melingkar di Laut Cina Selatan, dan menolak panggilan untuk pembicaraan multilateral mengenai konflik Spartly, Cina justru melakukan negosiasi satu per satu ke masing-masing negara yang terlibat konflik tersebut. Adanya persaingan eksistensi antara AS dan Cina di kawasan ini, secara tidak langsung membawa Asia Tenggara kedalam politik strategi AS dalam menghadapi Cina. Ada dua ancaman militer Cina terhadap Asia Tenggara yang secara tidak langsung memberikan keuntungan bagi AS dalam strateginya terhadap Cina. Dua ancaman militer konvensional dari Cina membutuhkan respon AS tersebut adalah. Pertama, hegemoni Cina yang agresif di Asia Tenggara mengancam kebebasan pelayaran di Laut Cina Selatan, sehingga membuat AS, Jepang, bahkan negara-negara Asia Tenggara masuk dalam politik Cina tersebut. Dengan demikian AS dapat memanfaatkan kondisi tersebut dengan akan mencari dukungan dari negara-negara ASEAN untuk menjada keamanan jalur laut atau justru sebaliknya, ada kemungkinan negara-negara ASEAN sendiri yang akan meminta bantuan Angkatan Laut AS. Jika demikian maka AS dapat membawa serta Angkatan Udaranya dengan dalih untuk mrlindungi pasukan AL-nya, serta mengamankan fasilitas teritori ASEAN dari serangan militer Cina.

Situasi kedua adalah adalah Cina dapat saja mencoba membangun dan mempertahankan kontrol fisik atas hampir keseluruhan kepulauan Spartly,

(28)

yang diklaim sebagai wilayahnya. Ketidakpastian di perairan Laut Cina Selatan ini tentu saja menciptakan ketegangan keamanan. Dalam kondisi tertekan seperti ini akan mendorong negara-negara ASEAN untuk mencari dukungan dari kekuatan yang dapat mengimbangi Cina. Sehingga sangat mungkin bagi ASEAN untuk meminta kehadiran militer AS yang lebih tampak dan substansial.

Pada akhirnya, kepentingan-kepentingan AS di Asia Tenggara akan terus meningkat. Mulai dari kepentingan ekonomi: Asia Tenggara sebagai patner ekspor dan impor, pasar produk dan industri jasa, dan investasi. AS juga tidak punya pilihan lain bahwa jalur Asia Tenggara akan menjadi prioritas utama untuk kelancaran perekonomiannya dan juga merupakan kawasan kunci dalam pergerakan militer AS. Secara politis Asia Tenggara akan memberikan pengaruh yang besar dalam negara-negara kawasan ini terhadap kampanye AS tersebut akan memiliki arti yang sangat penting bagi AS. Pada akhirnya ada keharusan bagi AS untuk menghadirkan militernya di kawasan ini dalam konteks pengamanan terhadap kepentingan tersebut..

Tetapi, diluar konteks gerakan laten antara AS dan jepang, ada hal yang dapat dijadikan pembelajaran sebuah Negara yang diaman kesadaran jepang berupa nasionalisasi local genius sebagai landasan gerak system pemerintahannya sehingga jepang mampu tampil sebagai Negara yang berada di “garda depan” perkembangan Asia, untuk berpaling dari “kebijakan Asianisasi dan pro-westernisasi” masa lalunya serta menempuh “jalan re-Asianisasi”, atau dalam konteks yang lebih luas, mempromosikan “Asianisasi Asia”, sebuah kebijakan yang dikemukakan oleh para pejabat singapura.19 Dan kemajuan Asia akan dapat terwujud jika suatu bangsa mengedepankan prinsip-prinsip “nilai-nilai Asia adalah nilai-nilai universal, nilai-nilai eropa hanya untuk orang-orang eropa” demikian

19 Yotaro Kobayashi (1992), Re-Asianize Japan. New Perspectives Qarterly.hlm.20 ; Funabashi

(1992), The Asianization of Asia.hlm.77 ; George Yong-Soon Yee (1992), New East Asia in a Multicultural World, Internasional Herald Tribune.hlm.9.

(29)

pernyataan perdana menteri Mahathir di hadapan para para kepala pemerintahan Negara-negara eropa pada tahun 1996. Pernyataan perdana menteri Mahathir sebenarnya merupakan akumulasi kemuakan akan gerakan neo kolonialisme Negara amerika dan eropa yang dilakukan dengan berbagai macam cara sehingga menghadirkan kebergantungan bangsa-bangsa Asia dan menunjukkan mbuktikan bahwa Asia merupakan Bangsa yang besar dan beradab.

C.Re-nasionalisasi Indonesia ; Antisipatif Ancaman ASEAN Global Impact. 1. Westernisasi ; Akar Kehancuran Jati Diri Bangsa.

Menurut Widianto (2009) Berbagai problem mengusik kehidupan berbangsa dan bernegara yang kita hadapi pada saat ini. Salah satunya yaitu adanya isu bahwa semakin banyak kebudayaan bangsa asing yang masuk di Indonesia. Dewasa ini kita dihadapkan kepada tiga masalah yang saling berkaitan. Pertama Suatu kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari suku-suku bangsa, dengan latar belakang sosio-budaya yang beraneka ragam. Kemajemukan tersebut tercermin dalam berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu diperlukan sikap yang mampu mengatasi ikatan-ikatan primordial, yaitu kesukuan dan kedaerahan. kedua Pembangunan telah membawa perubahan dalam masyarakat. perubahan itu nampak terjadinya pergeseran sistem nilai budaya. Pembangunan telah menimbulkan mobilitas sosial, yang diikuti oleh hubungan antar aksi yang bergeser dalam kelompok-kelompok masyarakat. Sementara itu terjadi pula penyesuaian dalam hubungan antar anggota masyarakat. Dapat dipahami apabila pergeseran nilai-nilai itu membawa akibat jauh dalam kehidupan kita sebagai bangsa. ketiga Kemajuan dalam bidang teknologi komunikasi massa dan transportasi, yang membawa pengaruh terhadap intensitas kontak budaya antar suku maupun dengan kebudayaan dari luar. Khusus dengan terjadinya kontak budaya dengan kebudayaan asing itu bukan hanya intensitasnya menjadi lebih besar, tetapi juga penyebarannya berlangsung dengan cepat dan luas jangkauannya. Terjadilah perubahan orientasi budaya

(30)

yang kadang-kadang menimbulkan dampak terhadap tata nilai masyarakat, yang sedang menumbuhkan identitasnya sendari sebagai bangsa.20

Menurut Moestopo (1983) Budaya asing (westernisasi) yang masuk ke Indonesia tersebut tidak menutup kemungkinan membawa dampak positif maupun negatif bagi bangsa Indonesia. Pengaruh tersebut diantaranya yaitu: a. Pengaruh Positif

- Memberi inspirasi bagi kita agar tidak tertinggal informasi tentang kecanggihan teknologi.

- Menggunakan sebagai motivasi untuk hidup yang lebih baik dan maju. - Memberi semangat bagi kita untuk memperkenalkan dengan Negara asing bahwa kebudayaan Indonesia yang beragam mampu bersaing dengan kebudayaan mereka.

b. Pengaruh Negatif

- Etika atau cara berperilaku akan merubah seorang individu perilaku yang lama ke perilaku baru. Pada awalnya individu etika yang lama sudah tidak sesuai dengan peilaku yang ada sehingga ia cenderung merubah etikanya untuk menyesuaikan dengan yang baru. Padahal etika yang baru belum tentu sesuai dengan norma yang berlaku pada kehidupannya.

- Cara berpakaian oleh para remaja yang terkena dampak ini akan menyesuaikan cara berpakaiannya dengan kebudayaan yang ia pelajari. Pada awalnya individu merasa tertarik untuk mencoba berpakaian yang berbeda untuk mengikuti tren yang sedang marak namun lambat laun akan merubah gaya berpakaian untuk seterusnya. - Adanya teknologi yang canggih menyebabkan hidup seesorang

cenderung ke arah hedonisme dan arogan.

20 Widianto, Bambang. (2009). Perspektif Budaya: Kumpulan Tulisan Koentjaraningrat. Jakarta:

(31)

- Adanya teknologi yang dirasa lebih berguna sehingga mengesampingkan tenaga manusia. Padahal sebelum mengenal teknologi, masyarakat Indonesia menghargai jasa manusia.21

Menurut Habib (2011) kondisi jati diri bangsa Indonesia saat ini dapat kita kaji dan kita identifikasi dengan melihat prilaku dan kepribadian masyarakat Indonesia pada umumnya yang tercermin pada tingkah laku masyarakat Indonesia sehari-hari.22 Perilaku masyarakat Indonesia pada umumnya yang telah terjerat dalam lingkaran westernisai saat ini yaitu Banyaknya generasi muda yang saat ini telah berprilaku tidak sesuai dengan butir-butir pancasila. Sebagai contoh yaitu sekarang ini banyak generasi muda yang tidak bertaqwa kepada Tuhan YME. Kita lihat saja, sekarang ini banyak pemuda-pemudi muslim yang tidak memegang teguh agamanya sesuai syariah Islam. Disamping fakta-fakta tentang sila pertama di atas, fakta tentang keadaan jati diri bangsa Indonesia saat ini yang berhubungan dengan sila kedua sebagai jati diri bangsa indonesia. Sekarang ini banyak diantara pemuda indonesia yang tidak memanusiakan manusia lain sebagai mana mestinya. Maksudnya yaitu mereka tidak menganggap manusia berhakekat sebagai manusia yang mempunyai hak dan kewajiban yang harus dihargai seperti dirinya. Fakta-fakta lain yang terjadi dan mencerminkan terjadinya krisis jati diri pada generasi muda sesuai sila ke-3 yaitu seperti memudarnya rasa persatuan dan kesatuan yang terjadi pada generasi penerus bangsa Indonesia saat ini.

Kemudian selanjutnya fakta ke-4 yaitu mengenai kepemimpinan yang demokratis. Maksudnya pemimpin di negara kita ini harus bersifat demokratis baik dalam hal pemilihannya maupun ketika telah membuat keputusan/kebijakan umum yang terkait dengan masyarakat karena kekuasaan tertinggi di negara kita ini sebenarnya berada di tangan rakyat,

21 Mustopo, Habib. (1983). Manusia dan Budaya. Kumpulan Essay.Ilmu Budaya Dasar.Surabaya:

Usaha Nasional.hlm.23.

22

(32)

dan para pemimpin hanya sebagai wakil/pelayan bagi rakyat untuk mengatur dan mengambil kebijakan dalam negara demi tercapainya kemakmuran bersama. Sekarang ini fenomena-fenomena pemimpin yang tidak demokratis sudah banyak terjadi pada generasi muda saat ini, dan apabila hal itu dibiarka saja berlanjut maka kelak ketika mereka menjadi pemimpin bangsa ini, mereka akan bertindak seperti apa yang mereka biasakan sejak dini dan keadilan, banyak fakta-fakta mengenai ketidakadilan yang di lakukan oleh generasi muda bangsa Inonesia saat ini.

Secara global dapat kita lihat kerusakan jati diri bangsa Indonesia yang merupakan efek dari westernisasi saat ini yang berhubungan dengan aspek-aspek kenegaraan yaitu: Pertama, fenomena besar krisis multidimensional yang menimpa masyarakat, bangsa dan negara Indonesia adalah suatu fakta yang signifikan hingga sampai saat ini.Memang telah dilakukan upaya dan pendekatan untuk menyelesaikan krisis multidimensional yang mengenai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun hasil dari upaya national recovery, terutama economic recovery belum cukup memadai dan masih jauh dari harapan seluruh rakyat Indonesia.

Kedua, terdapat fenomena pengelolaan masyarakat, bangsa dan negara yang keliru atau salah, sehingga bangsa dan negara Indonesia yang memiliki sumber daya alam (SDA) dan sumber dalam manusia (SDM) yang besar, yang pada akhirnya kurang berhasil membawa masyarakat, bangsa dan negara mencapai tingkat keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran yang memadai. Bahkan cenderung membawa sebagian rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan dan serba kekurangan.

Ketiga, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia sedang menghadapi masalah mendasar dalam memilih peminpin-peminpin bangsa dan negara yang memiliki komitmen kebangsaan yang kuat dan memiliki kualitas diri yang tinggi, sehingga peminpin bangsa dan negara tidak mampu

(33)

memperlihatkan kualitas diri sebagai „negarawan yang sejati‟. Atau tidak mampu memiliki jati diri yang berjiwa Pancasilais yang kokoh. Akibatnya banyak pemimpin bangsa dan negara memiliki moral dan ahlak yang buruk atau busuk.

Keempat, persaingan dan perseteruan kekuasaan (power) telah kehilangan dasar-dasar moral dan akhlak, sehingga dalam kehidupan politik muncul etika materialisme dan vulger yaitu menghalalkan segala cara atau jalan untuk mencapai tujuan (kemenangan). Bahkan kondisi tersebut telah memperluas iklim KKN dan praktik money politics, yang dapat merugikan semua pihak termasuk bangsa dan negara.

Kelima, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia cenderung kehilangan semangat kemandirian dan harga dirinya sebagai dampak ketergantungan dengan bangsa dan negara asing, yang pada akhirnya melahirkan imperialisme gaya baru.

Keenam, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia cenderung terjebak ke dalam pertarungan luas antara budaya modern-materialistik yang datang dari luar (Barat) dengan budaya tradisional dan konservatif yang hidup di masyarakat Indonesia, sehingga melahirkan kehidupan bangsa dan negara yang paradoks dan permisif terhadap gaya hidup materialistik, individualistik, liberalistik, hedonistik, dan vulgeristik.

Ketujuh, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia cenderung tidak bersikap tegas, lugas, dan tidak memiliki komitmen kuat dalam penegakan hukum, sehingga telah terjadi kerusakan lingkungan hidup dan kondisi SDA, serta munculnya kerugian-kerugian lain yang lebih parah.

Kedelapan, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia belum siap melakukan transformasi sosial sehingga belum mampu membangun masyarakat

(34)

Indonesia modern yang lebih rasional, terbuka, dan menghargai nilai Ipteks, yang pada akhirnya sulit untuk melaksanakan rule of law.

Kesembilan, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia dapat dinyatakan belum memiliki komitmen yang kuat untuk membangun kehidupan berdemokrasi yang berkualitas melalui pemilu. Dan, belum memiliki komitmen dalam membangun pola-pola kehidupan masyarakat sipil (civil society) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, sehingga pembangunan demokrasi masih diwarnai dengan tindak kekerasan dan konflik sosial yang berkepanjangan.

2. Back to zero ; pancasila sebagai solusi ideal dalam pengembalian jati diri bangsa.

Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya telah dijabarkan dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia. Pancasila mengandung nilai dasar yang bersifat tetap, tetapi juga mampu berkembang secara dinamis. Dengan perkataan lain, Pancasila menjadi dasar yang statis, tetapi juga menjadi bintang tuntunan (lightstar) dinamis. Dalam kapasitasnya Pancasila merupakan cita-cita bangsa yang merupakan ikrar segenap bangsa Indonesia dalam upaya mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil maupun spiritual. Nilai-nilai luhur yang tercantum dalam Pancasila merupakan nilai-nilai yang diharapkan mampu mewarnai perbuatan manusia Indonesia baik dalam melaksanakan secara objektif dalam penyelenggaraan negara maupun dalam kehidupan sehari-hari sebagai individu.

Ada faktor kesinambungan yang sangat mendasar yang kita anggap luhur dan menyatukan kita sebagai bangsa. Faktor kesinambungan yang mendasar itu ialah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Intisari dari faktor kesinambungan yang sangat mendasar inilah yang tidak boleh berubah.

(35)

Yang kita lakukan adalah melaksanakan dan mengamalkannya secara kreatif dalam menjawab tantangan-tantangan baru yang terus menerus muncul dalam perkembangan masyarakat kita dan masyarakat dunia yang sangat dinamis. Dalam peralihan dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat nasional, Pancasila telah menjalankan fungsinya yang sangat penting. Tanpa Pancasila, masyarakat nasional kita tidak akan pernah mencapai kekukuhan seperti yang kita miliki sekarang ini. Hal ini akan lebih kita sadari jika kita mengadakan perbandingan dengan keadaan masyarakat nasional di banyak negara, yang mencapai kemerdekaannya hampir bersamaan waktu dengan kita.

Selain itu , Pancasila telah menjadi obyek aneka kajian filsafat, antara lain temuan Notonagoro dalam kajian filsafat hukum, bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Sekalipun nyata bobot dan latar belakang yang bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan dalam GBHN 1983 sebagai "satu-satunya azas" dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Tercatat ada pula sejumlah naskah tentang Pancasila dalam perspektif suatu agama karena selain unsur-unsur lokal ("milik dan ciri khas bangsa Indonesia") diakui adanya unsur universal yang biasanya diklim ada dalam setiap agama.

Pancasila selain sebagai akumulasi cerminan tatanan sosial budaya (local genius) bangsa indonesia, pancasila juga merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara. Suasana kebatinan itu di antaranya adalah cita-cita negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Pancasila mengandung nilai-nilai dasar seperti tentang cita-cita, tujuan, dan nilai-nilai instrumental yang merupakan arahan kebijakan, strategi, sasaran yang dapat disesuaikan dengan tuntutan zaman. Ada cita-cita untuk mewujudkan persatuan yang melindungi dan meliputi

(36)

seluruh bangsa, mengatasi paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan, mewujudkan keadilan sosial, dan negara yang berkedaulatan rakyat.

Mengenai hal evidensi atau isyarat yang tak dapat diragukan mengenai Pancasila terdapat naskah Pembukaan UUD 1945 dan dalam kata "Bhinneka Tunggal Ika" dalam lambang negara Republik Indonesia. Dalam naskah Pembukaan UUD 1945 itu, Pancasila menjadi "defining characteristics" = pernyataan jatidiri bangsa = cita-cita atau tantangan yang ingin diwujudkan = hakekat berdalam dari bangsa Indonesia. Dalam jatidiri ada unsur kepribadian, unsur keunikan dan unsur identitas diri. Namun dengan menjadikan Pancasila jatidiri bangsa tidak dengan sendirinya jelas apakah nilai-nilai yang termuat di dalamnya sudah terumus jelas dan terpilah-pilah.

Ketidakpastian, ikonsistensi, diskriminasi/tebang pilih dan kelambanan dalam segala aspek kehidupan yang telah menimbulkan kondisi ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan dan pemerintah, terutama dengan dengan semakin marak dan terbukanya kegiatan dan atau tindakan amoral yang dilakukan secara bersama-sama di muka umum dengan mengatasnamakan suku, agama dan/atau daerah yang pada gilirannya mengakibatkan terjadinya kerugian, ketidak-nyamanan, keresahan dan hilangnya rasa aman dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Selain itu, belum berjalannya reformasi sikap mental, perilaku dan rasa pengabdian di kalangan serta institusi legislatif menimbulkan kekuatiran yang mendalam akan semakin sulitnya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat adil dan makmur. Semakin berkembangnya egoisme, oportunisme dan primordialisme yang terefleksi dari berbagai kegiatan kelompok masyarakat, elit politik di berbagai daerah dan kebijakan publik berbagai pemerintah daerah semakin mengikis rasa kebangsaan dan mempersulit tumbuh kembangya sistim hukum nasional

(37)

yang berbasis pada nilai-nilai kebhinekaan sebagai ciri utama dan kepribadian bangsa Indonesia.

Perkembangan-perkembangan yang telah diuraikan diatas tadi merupakan sebagian kecil masalah-masalah yang sering timbul dalam hal mempersoalkan tatanan kehidupan dan system yang merupakan pilar pentinga dalam tongkat estafet aktualisasi cita-cita bangsa. Kita harus sungguh-sungguh mengonkretkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk juga di dalam menghasilkan berbagai produk hukum. Pada waktu lalu Pancasila sudah dinyatakan sebagai sumber dari segala sumber hukum. Kalau benar-benar ingin merevitalisasikannya, kita harus konsisten melaksanakan prinsip ini.

Indonesia adalah sebuah novum di dalam sejarah. Ia terdiri dari sekumpulan orang dengan derajat kemajemukan yang tinggi, namun ingin bersatu menyelesaikan berbagai persoalan bersama. Inilah keindonesiaan itu. Inilah yang mesti terus-menerus dibina. Keindonesiaan mesti tertanam di dalam hati sanubari setiap anak bangsa yang berbeda-beda ini sebagai miliknya sendiri dan inilah sebenarnya kunci untuk bagaimana indonesia tetap dapat terus maju melangkah mewujudkan visi ASEAN Community 2015 tanpa takut akan ASEAN Global Impact yang diperkirakan akan menggerus habis-habisan segala nilai-nilai luhur bangsa. Sehingga pancasila seharusnya disikapi dengan arif dan kepala dingin, dengan berpikir dan bertindak agar Pancasila tetap sakti dan lestari sebagai falsafah, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan sebagai dasar dan ideologi negara. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan perjanjian luhur seluruh anak bangsa Indonesia yang sangat majemuk, dan menghormati serta menjamin hak dan martabat kemanusiaan.

Yang dimana kondisi kekinian ekonomi indonesia berada pada posisi yang konirmatif terhadap pendekatan Gramscian-Foucauldian yang dijadikan

(38)

sebagai panduan. Temuan-temuan yang diperoleh memperlihatkan bahwa memang terdapat keyakinan mendalam akan paradigma neoliberal dalam formasi kebijakan ekonomi di Indonesia, yang mempengaruhi minimnya langkah-langkah dan strategi persiapan ekonomi Indonesia selama periode 2025 menuju agenda Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.23

Hal ini diakui oleh komunitas epistemis liberal tidak dapat dilepaskan dari kampanye penyebarluasan gagasan-gagasan atau visi liberal, di mana pada titik inilah mekanisme konsensual hegemoni tersebut diterapkan. Kampanye gagasan yang dilakukan oleh komunitas liberal telah berhasil mentransformasikan arah kebijakan ekonomi Indonesia dari yang bersifat sentralistis menuju kepada liberalisme. Oleh karena itu, gerakan-gerakan sosial yang terdiri kelompok-kelompok yang tidak terjebak dalam ilusi pasar bebas dan liberalisasi perdagangan harus terus melakukan upaya dekonstruksi, suatu upaya untuk meruntuhkan neoliberalisme dari posisi hegemoninya dalam formasi kebijakan ekonomi pemerintah Indonesia. Kapasitas negara dalam menjalankan dua fungsi dasarnya harus ditingkatkan. Dalam mekanisme perjuangan hegemoni, posisi dominan neoliberalisme sebagai visi dalam formasi kebijakan ekonomi pemerintah Indonesia dapat diperoleh melalui cara-cara yang bersifat konsensual. Dengan demikian, terdapat persetujuan dari dalam tubuh pemerintah sendiri atas visi neoliberal yang telah terinternalisasikan ini. Karenanya, sulit untuk mengharapkan perubahan dan kesadaran hegemoni dapat muncul dari dalam pemerintahan. Keberhasilan gerakan sosial untuk melakukan counter hegemoni, dengan demikian dapat membebaskan pemerintah Indonesia dari hegemoni neoliberalisme. Suatu visi yang baru, suatu paradigm pembangunan yang memihak kepada rakyat harus dibangun dan disebarkan untuk menggantikan posisi dominan dari neoliberalisme.24

23 Dodi Mantra (2011), Hegomoni dan Diskursus Neoliberalisme, Bekasi ; Mantrapress.hlm.235. 24

(39)

Ketika telah muncul suatu paradigma yang tegas dan jelas dengan posisi dan kapasitas pemerintah yang kuat dalam membangun perekonomian, sebagaimana cita-cita pendirian negara ini dalam Pembukaan UUD 1945, maka akan terwujud kebijakan-kebijakan yang secara substantif dapat meningkatkan kinerja dan daya saing perekonomian. Berbagai kebijakan-kebijakan yang membawa dampak negatif terhadap perekonomian rakyat dan melemahkan negara dalam menjalankan fungsi dasarnya, terutama dalam bentuk kesepakatan-kesepakatan perdagangan bebas, seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN, harus ditinjau ulang di bawah paradigma memihak kepada rakyat / ekonomi kerakyatan.

D.NEFOS ala Soekarno ; Resolusi Desainan Komunikasi Politik ideal Menuju Sentral Perpolitikan Asia Tenggara

1. Gagasan NEFOS ; Kilas Balik Desainan Komunikasi Politik Ala Soekarno

Mantan wakil presiden pertama Indonesia, Muhammad Hatta Mengatakan dalam pidatonya :

“Bebas artinya menentukan jalan sendiri, tidak terpengaruh oleh pihak manapun, sedangkan aktif artinya menuju perdamaian dunia dan bersahabat dengan segala bangsa”25

Kelahiran politik luar negeri Indonesia memiliki kaitan erat dengan sejarah revolusi Indonesia. Revolusi Indonesia ditandai dengan kebebasan Indonesia dari tangan kolonialisme Belanda. Fase revolusi Indonesia yang pertama adalah pergerakan memperjuangkan kemerdekaan. Sedangkan fase selanjutnya lebih dikenal dengan revolusi perjuangan sosial sebagai negara yang baru merdeka. Setiap fase revolusi tentunya menelorkan arah politik luar negeri yang berbeda.

25

(40)

Setiap negara, dalam entitasnya, menetapkan kebijakan yang mengatur hubungannya dengan dunia internasional. Kebijakan tersebut sekaligus berfungsi menjelaskan keterlibatannya dalam isu-isu internasional. Kebijakan negara baik domestik maupun internasional selalu didasarkan pada usaha memelihara dan mewakili kepentingan nasional.26 Dengan demikian, kepentingan nasional terbentuk dari kepentingan domestik. Seketika kepentingan nasional itu dibawa keluar maka saat itu pula kepentingan nasional dikemas dalam politik luar negeri. Masing-masing negara memiliki politik (kebijakan) luar negeri yang partikular, walaupun barangkali sejumlah negara memiliki kemiripan.

Fase revolusi perjuangan kemerdekaan Indonesia, politik luar negeri diarahkan untuk menggalang pengaruh dunia internasional guna mendukung perjuangan nasionalisme self-determination Indonesia. Melalui pidato Soekarno yang menggebu-gebu dan kunjungan kenegaraan ke beberapa negara, secara nyata telah menumbuhkan simpati internasional terhadap perjuangan indonesia merebut Irian Barat. Politik luar negeri juga dapat diartikan sebagai seperangkat strategi dan teknik dengan tujuan mengubah negara lain supaya mengikuti kita, supaya mereka melakukan adjustment yang mendukung kita.27 Sehingga segala daya yang telah dilakukan oleh Soekarno tersebut diatas merupakan simbol implementasi politik luar negeri Indonesia saat itu.

Fase revolusi sosial yakni perjuangan negara baru merdeka agar menjadi negara independent bebas intervensi asing, politik luar negeri diarahkan untuk perbaikan ekonomi dengan paying self sufficiency. Indonesia berusaha keras untuk menjaga kenetralannya di antara kedua blok yang saling bertikai. Politik domestik berperan penting dalam pragmatisme politik luar negeri Indonesia, Soekarno yang menerapkan landasan operasional, politik

26 Jack C Plano & Ray Olton.1969., International Relations Dictionary, New York Holt; Rinehart

& Winston.hlm.127.

27

Referensi

Dokumen terkait