FUSI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DAN CITRA ASTER
G-DEM UNTUK
IDENTIFIKASI ZONA ALTERASI
HYDROTHERMAL
TERKAIT MINERAL
DI SEBAGIAN KALIMANTAN BARAT
(Fusion of LANDSAT 7 ETM+ and ASTER G-DEM Imagery
for Identification Hydrothermal Alteration Zone in
West Borneo)
Irvan Nurrahman Ananda, Projo Danoedoro
Jurusan Teknik Geodesi FT-UGM
Jl. Grafika No. 2 Yogyakarta, Telp. +62-274-520226 E-mail: [email protected]
Diterima (received): 21 Oktober 2014; Direvisi (revised): 20 November 2014; Disetujui dpublikasikan (accepted): 5 Desember 2014
ABSTRAK
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan potensi sumber daya mineral yang melimpah. Salah satunya adalah mengindikasikan terdapat batuan teralterasi hydrothermal. Batuan teralterasi hydrothermal dapat digunakan sebagai indikator berbagai macam mineral. Data penginderaan jauh dengan teknik pengolahan citra banyak digunakan untuk melihat potensi mineral melalui pendekatan fisik medan. Pada penelitian ini, aspek fisik medan diperoleh melalui interpretasi visual LANDSAT 7 ETM+ dan ASTER G-DEM yang telah diolah menggunakan tiga metode fusi yaitu Principal Component (PC), Intensity Hue and Saturation (IHS), dan fusi hasil Band Ratioing. Selain itu, dilakukan juga proses pemfilteran spasial. Analisis yang digunakan adalah petrografi untuk mengetahui kandungan mineral pada batuan terkait zona alterasi hydrothermal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Principal Component memiliki akurasi bentuklahan tertinggi sebesar 71,15%. Akurasi tertinggi untuk parameter batuan (litologi) sebesar 70,98% yang diperoleh dari
Intensity, Hue, and Saturation. Pemetaan zona alterasi hydrothermal ini menghasilkan empat zona yaitu Argilik 1399,42 km2, Potasik 2913,46 km2, Propilitik 1160,54 km2, dan Serisitik 946,38 km2.
Kata Kunci: mineral, fusi, pemfilteran spasial, alterasi hydrothermal, interpretasi visual, petrografi ABSTRACT
Indonesia as an archipelagic country has huge potentials of mineral resources. One of them is an indication of hydrothermal alteration rocks. Hydrothermal alteration rocks can be used for indicating various type of minerals. Remote sensing data with image processing techniques have been frequently used to determine the mineral potentials through terrain analysis approach. In this study, physical aspects of terrain parameters were obtained using visual interpretation of LANDSAT 7 ETM+ and ASTER G-DEM imagery, which have been processed using three fusion methods, i.e. Principal Component (PC), Intensity, Hue, and Saturation (IHS), and image fusion from Band Ratioing techniques. In addition spatial filtering was also applied. Laboratory analysis of rock petrographic analysis was conducted to identity the mineral content of the rocks in order to determine the hydrothermal alteration zones. Results of this study showed that Principal Component (PC) fusion techniques have the highest accuracy for landform identification with 71.15%. Highest accuracy for rocks (lithology) is 70.98%, which was obtained from Intensity, Hue, and Saturation fusion techniques. Mapping of hydrothermal alteration zones showed four hydrothermal alterated zones, i.e. Argilic alteration zone with an area of 1399,42 km2, 2913,46 km2 zone of potassic alteration, Propilitic alteration zone 1160,54 km2, and 946,38 km2 zone of Serisitic alteration.
Keyword: mineral, image fusion, spatial filtering, hydrothermal alteration, visual interpretation, petrographic
PENDAHULUAN
Mineral sangat terkait dengan aktivitas vulkanik atau yang lebih dikenal dengan batuan mineral teralterasi hydrothermal dan proses fluvial yang membawa endapan batuan mineral teralterasi hydrothermal tersebut. Batuan teralterasi hydrothermal ini terbentuk akibat adanya proses penyusupan larutan cairan panas (hydrothermal) yang kemudian berinteraksi dengan batuan induk. Batuan induk kemudian mengalami perubahan temperatur, tekanan, dan
proses kimiawi sehingga menjadi batuan teralterasi hydrothermal.
Penginderaan jauh merupakan sebuah teknik dalam mengenali obyek tanpa harus kontak langsung dengan obyek atau fenomena yang diteliti (Lilesand dan Kiefer,1994). Batuan teralterasi hydrothermal merupakan suatu obyek yang termasuk dalam fokus geologi. Perkembangaan teknologi penginderaan jauh saat ini memungkinkan memiliki keunggulan dan sangat membantu dalam proses prediksi permasalahan dan bahaya geologi (Belcher, 1960, Rib 1975, dalam Siegal, B.S et.al, 1980). Dalam
hal ini, prediksi/identifikasi batuan terlaterasi hydrotehermal sangat memungkinkan.
Provinsi Kalimantan Barat merupakan daerah vulkanik tua yang mengindikasikan adanya batuan teralterasi hydrothermal. Identifikasi batuan teralterasi hydrothermal dapat menggunakan pendekatan secara fisik medan. Pendekatan fisik medan dilakukan dengan cara menginterpretasi secara visual bentuklahan, batuan (litologi), dan struktur geologi yang dibantu dengan teknik pengolahan citra sebagai salah satu fungsi penginderaan jauh yaitu fusi. Fusi merupakan proses penggabungan informasi dari keseluruhan kanal citra dengan unit terkecil adalah elemen citra/pixel (Murni, 1996, Sitanggang, G.,1992, Sitanggang et.al, 2000, dalam Sitanggang et.al, 2014). Fusi Principal Component (PC), fusi Intensity Hue and Saturation (IHS) serta metode transformasi khusus seperti penisbahan saluran atau rationing band dan pemfilteran spasial merupakan beberapa contoh metode fusi. Menurut Zheng (2011), metode PC dan IHS merupakan metode paling populer untuk meningkatkan resolusi spasial dari citra multispektral dengan citra pankromatik. Metode tersebut diharapkan dapat menghasilkan citra baru hasil pengolahan yang lebih informatif sehingga dapat menonjolkan kenampakan relief atau morfologi guna membantu dalam interpretasi bentuklahan, batuan (litologi), dan struktur geologi terkait dengan zona batuan teralterasi hydrothermal.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan hasil pengolahan data penginderaan jauh pada citra LANDSAT 7 ETM+ dan citra ASTER G-DEM dalam identifikasi zona alterasi hydrothermal. Alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Pengolahan citra menggunakan tiga metode fusi atau penggabungan dua jenis data yaitu Principal Component, Intensity, Hue, and Saturation (IHS), fusi citra hasil Rationing Band, dan teknik pemfilteran spasial.
Interpretasi visual pada hasil pengolahan citra dilakukan untuk mendapatkan informasi awal terkait bentuklahan, batuan dan struktur geologi. Dengan penginderaan jauh obyek dapat dikenali melalui rona atau warna yang berbeda-beda (Sutanto, 1999). Parameter-parameter tersebut berguna dalam menentukan posisi atau lokasi pembentukan mineral teralterasi, sehingga diharapkan zona alterasi hydrothermal dapat dipetakan.
Rationing band merupakan pembagian dua saluran yang berbeda karakteristik yang digunakan untuk menonjolkan obyek tertentu yang ada di permukaan bumi. Teknik rationing band ini membagi nilai digital (digital numbers)
dari setiap band satu dengan yang lainnya pada masing-masing piksel citra. Melalui perbandingan ini, akan dihasilkan citra baru dengan nilai piksel yang merupakan hasil bagi dari piksel pada suatu saluran dengan nilai piksel dari saluran lainnya (Colwell, 1983 dalam Soesilo, 1994). Formulanya adalah:
... (1)
Principal Component Analysis (PCA) merupakan teknik rotasi yang diterapkan pada koordinat multisaluran sehingga menghasilkan citra baru dengan saluran yang lebih sedikit atau dengan kata lain mampu mengurangi dimensionalitas data (Danoedoro, 1996). Adanya korelasi tinggi pada citra multispektral menggambarkan bahwa data mengalami redundansi atau pengulangan informasi antar saluran (Mather, 2004).Sehingga PCA bermanfaat dalam menghasilkan saluran yang tidak berkorelasi satu dengan yang lainnya tanpa mengurangi kandungan informasi.Intensity, Hue, and Saturation (IHS) atau transformasi ruang warna (color space) adalah teknik pengolahan citra yang hanya menggunakan tiga saluran pada citra. Metode IHS yang awalnya digunakan sebagai teknik penajaman (Vincent, 1997 dalam Sitanggang et.al, 2004), mampu menyajikan warna yang hampir sama dengan penglihatan manusia. Intensity merepresentasikan informasi tingkat kecerahan dari hitam (0) hingga putih (255). Hue menggambarkan pengaruh panjang gelombang terhadap warna. Sedangkan Saturation tingkat kedalaman warna relatif terhadap abu-abu (Sabins, 1987). Formulanya sebagai berikut :
... (2)
... (3)
... (4)
Teknik fusi IHS mengubah ruang warna RGB dari saluran pada citra input menjadi ruang warna IHS. Histogram dari citra ASTER G-DEM dicocokkan dengan komponen Intensity yang dimasukkan. Kemudian komponen Intensity diganti dengan citra ASTER G-DEM yang telah direntangkan dan dilakukan konversi balik lagi dari ruang warna IHS dengan menjadi ruang warna RGB.Pemfilteran adalah suatu cara untuk ekstrasi bagian data tertentu dari suatu himpunan data, dengan menghilangkan bagian-bagian data yang tidak diinginkan (Swain dan Davis, 1978 dalam Danoedoro, 1996). Teknik pemfilteran dalam
pengolahan citra digunakan untuk menyaring informasi spektral pada citra, sehingga citra baru berbeda dengan citra asli yang ditunjukkan dari variasi nilai spektralnya (Danoedoro, 1996).
Filter low-pass sering digunakan untuk memperhalus kenampakan dari citra. Filter high-pass digunakan untuk menajamkan batas tepi dari tiap obyek pada citra sehingga perbedaan antar obyek dan perbedaan nilai dapat terlihat jelas. Filter directional berguna dalam menajamkan kenampakan linier pada arah tertentu. Sedangkan filter undirectional atau yang biasa disebut dengan filter laplacian adalah filter yang menajamkan ke segala arah, kecuali kenampakan linier yang sejajar.
Penentuan lokasi sampel menggunakan metode sampel acak berstrata (stratified random
sampling), dimana setiap satu unit pemetaan diambil sampel, dengan asumsi tiap unit pemetaan hasil interpretasi visual pada beberapa teknik pengolahan citra memiliki kesamaan sifat. Analisis data hasil survey lapangan dilakukan dalam empat tahapan yaitu analisis petrografi batuan, reinterpretasi, uji kemampuan dan uji ketelitian. Analisis petrografi batuan dilakukan untuk melihat kandungan mineral, ukuran mineral, dan persentase mineral penyusun suatu batuan. Reinterpretasi ulang guna memperbaiki interpretasi citra yang dibuat pada tahap pra lapangan, serta mengetahui sejauh mana kemampuan dan ketelitian teknik transformasi citra penginderaan jauh yang digunakan.
HASIL PEMBAHASAN Band Ratioing
Band Ratioing merupakan teknik transformasi citra yang banyak digunakan dalam mengamati anomali atau fenomena kenampakan obyek dipermukaan bumi, sehingga kemampuan dari masing-masing saluran pada citra LANDSAT ETM+ akan berpengaruh didalam proses ini. Pengaruh dari pembagian pada dua saluran yang berbeda ini membuat kenampakan relief atau topografi pada citra hasil tidak terlihat. Namun, identifikasi fenomena obyek secara spektral pada citra baru hasil pengolahan ini tidak berjalan dengan baik akibat dari pengaruh iklim tropis yang menyebabkan adanya tutupan vegetasi kerapatan tinggi pada lokasi penelitian sehingga kenampakan bentuklahan, batuan (litologi) serta struktur geologi dalam penentuan zona alterasi hydrothermal tidak memberikan hasil yang maksimal.
Pemilihan komposit warna RGB ini berdasarkan kemampuan citra hasil Band Ratioing didalam menangkap fenomena alterasi hydrothermal di permukaan bumi. Komposit RGB saluran 5/7, saluran 5/4, dan saluran 3/1 dipilih karena kemampuan tiap saluran yang berbeda. Saluran 5/7 berguna untuk melihat kandungan material lempung, saluran 5/4 terkait dengan kemampuannya mengidentifikasi kerapatan vegetasi dan lahan terbuka. Selain itu, saluran 3/1 juga terkait dengan obyek air, vegetasi, dan tanah. Komposit saluran 5/7, 5/4, dan 3/1 ini kemudian digabungkan dengan citra ASTER G-DEM untuk mengembalikan efek topografi pada lokasi penelitian.
Gambar 2. Bukit Gunungapi Tua Terdenudasi Kuat dengan pola kelurusan dan igir meruncing
Kenampakan batuan dan struktur geologi cukup sulit dilakukan akibat visualisasi warna citra hasil fusi cenderung gelap dan batas antar obyek tidak tegas sehingga tekuk lereng terkait dengan material penyusun batuan yang berbeda tidak
teridentifikasi dengan baik. Pola kelurusan dan sesar terkait dengan struktur geologi tidak terlihat dengan jelas diakibatkan dari pengaruh vegetasi pada lokasi penelitian (Gambar 2). Penggunaan metode fusi pada citra hasil Band Ratioing tidak mampu memberikan informasi terkait dengan kemampuan tiap saluran hasil pembagian akibat banyaknya tutupan vegetasi pada lokasi penelitian. Sehingga fenomena alterasi hydrothermal terkait dengan mineral lempung dan oksida besi tidak dapat teridentifikasi.
Principal Component
Fusi citra dengan teknik transformasi Principal Component merupakan salah satu teknik penajaman citra untuk menghasilkan citra baru dengan saluran yang tidak saling berkorelasi sehingga tidak terjadi pengulangan data. Hasil pada PC 1 memiliki persentase sebesar 50,96%, PC 2 (32,11%), dan PC 3 (11,14%).
Gambar 3. Perbukitan Antiklinal Terkikis Kuat dengan pola kelurusan (merah), igir meruncing (kuning), dan sesar geser (hijau)
Hal ini disebabkan oleh citra ASTER G-DEM lebih dominan pada proses fusi sehingga citra LANDSAT 7 ETM+ dengan informasi spektral obyek di permukaan bumi relatif sedikit atau tidak ada dan tergantikan oleh kenampakan relief atau morfologi dari citra ASTER G-DEM (Gambar 3). Hanya pada obyek vegetasi kerapatan tinggi dan obyek air yang dapat dibedakan pada citra hasil fusi. Obyek vegetasi kerapatan tinggi dengan penggunaan lahan hutan atau hutan rawa dari citra LANDSAT 7 ETM+ akan terlihat dengan rona dan warna hijau cerah pada hutan, sedangkan pada hutan rawa memiliki kenampakan rona dan warna hijau gelap akibat dari pengaruh obyek air. Obyek air keruh akibat pengaruh tanah pada citra hasil fusi memiliki rona dan warna merah kekuningan sedangkan air dengan kandungan material tanah sedikit akan berwarna coklat muda.
Intensity, Hue, and Saturation (IHS)
Citra fusi IHS tidak memiliki kesan beda tinggi dengan baik atau kabur. Pengaruh tidak jelasnya beda tinggi pada citra hasil fusi IHS diakibatkan oleh obyek-obyek dipermukaan bumi yang direkam oleh citra LANDSAT 7 ETM+ menutupi beda tinggi tersebut seperti adanya vegetasi baik itu kerapatan tinggi, sedang, maupun rendah pada daerah penelitian. Sehingga interpretasi visual kenampakan bentuklahan, batuan, dan struktur geologi lebih kompleks dikarenakan dalam interpretasi ketiga parameter selain memperhatikan topografi atau relief juga harus memperhatikan kenampakan fenomena spektral obyek dipermukaan bumi.
Obyek vegetasi kerapatan tinggi pada daerah bukit gunungapi terdenudasi dan perbukitan antiklinal memiliki kenampakan rona coklat tua dengan tekstur agak halus. Sedangkan kenampakan obyek vegetasi kerapatan rendah memiliki rona warna coklat muda dan umumnya berada pada bentuklahan asal proses denudasional contohnya bukit sisa dan bentuklahan asal proses fluvial seperti dataran aluvial (Gambar 4).
Gambar 4. Dataran Aluvial (biru) dengan pola aliran
dendritik
Pada daerah yang relatif datar memiliki tektur sangat kasar akibat aktifitas penambangan maupun pembukaan lahan oleh masyarakat setempat. Obyek air seperti pada pola aliran akan terlihat jelas jika pada sungai utama dibandingkan dengan cabang sungai yang batasnya tidak terlihat jelas. Pada lahan terbuka seperti dataran aluvial memiliki rona hijau muda akibat dari pembukaan lahan oleh masyarakat setempat untuk digunakan sebagai tempat bercocok tanam. Rona dan warna hijau muda ini juga diakibatkan oleh material penyusun merupakan batulempung kaya akan kandungan air sehingga saluran 5 (inframerah tengah) dengan kurva pantulan
spektral tinggi pada kenampakan obyek yang mengandung air.
Filter Lowpass
Filter Lowpass berfungsi mengaburkan batas tepi obyek, sehingga mampu memberikan kenampakan yang jelas pada zona perlapisan batuan sehingga kenampakan bentuklahan asal proses struktural dapat lebih mudah terdeteksi.
Namun akibat dari kaburnya batas tepi obyek, kenampakan-kenampakan zona kelurusan, retakan (sesar dan kekar), igir, dan pola aliran akan terlihat tidak jelas. Selain itu efek gangguan atmosferik seperti awan dan kabut membuat citra hasil filter Lowpass tidak mampu memberikan informasi yang berguna, seperti pada daerah dengan relief tinggi cenderung tertutupi oleh bayangan awan sehingga menyulitkan interpreter (Gambar 5).
Gambar 5. Perbukitan Antiklinal Terkikis Kuat
dengan pola igir meruncing dan gangguan bayangan awan
Filter Highpass
Filter Highpass mampu menonjolkan zona kelurusan, sesar naik-turun dan pola aliran dengan batas yang tegas. Pola kelurusan banyak teridentifikasi pada bagian barat laut dan disepanjang bagian selatan daerah kajian. Pada bagian barat laut zona kelurusan terletak pada dua sisi tebing yang curam sehingga tekstur pada citra hasil filter Highpass sangat kasar. Sedangkan pada bagian selatan zona kelurusan teridentifikasi pada perbukitan dengan salah satu sisi tebing curam sehingga tekstur pada sisi tebing yang tidak curam akan terlihat agak halus.
Citra hasil filtering Directional dan Undirectional tidak memberikan kenampakan lebih baik hanya sedikit informasi struktur geologi yang dapat teridentifikasi. Namun kedua jenis filter ini mampu memberikan batas yang tegas pada pola aliran didaerah penelitian (Gambar 6).
Gambar 6. Kenampakan pola aliran dendritik
Filter Directional dan Unidirectional
Pola aliran pada citra hasil filter Directional (Gambar 8) terlihat lebih baik dibandingkan citra hasil filter Unidirectional. Tekstur pada citra hasil filter directional akan terlihat sangat kasar akibat dari jenis filter yang menajamkan kenampakan satu arah. Sedangkan pada filter Unidirectional kenampakan tekstur agak kasar dikarenakan filter ini menajamkan ke segala arah (Gambar 7).
Gambar 7. Pola kelurusan dan pola aliran rectangular (directional)
Gambar 8. Pola aliran dendritik
Uji Akurasi
Uji akurasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keakuratan kelas bentuklahan dan batuan (litologi) hasil interpretasi visual pada citra Fusi hasil Rationing Band, citra Fusi Principal Component, citra Fusi Intensity, Hue, and Saturation, serta teknik Filtering Lowpass. Uji
akurasi dilakukan dengan cara
menumpangsusunkan peta klasifikasi baik peta bentuklahan dan peta batuan (litologi) dengan peta geologi yang dianggap benar (bersifat independen), sehingga dengan dilakukannya uji akurasi ini dapat diperoleh teknik pengolahan citra terbaik.
Hasil uji akurasi menggunakan confusion matrix menunjukkan hasil berupa fusi citra hasil Principal Component merupakan teknik pengolahan citra dengan akurasi parameter bentuklahan paling tinggi sebesar 71,15 % (Tabel 1). Hal ini disebabkan oleh kemampuan citra fusi
Principal Component yang mampu
menggambarkan batas tepi relief.
Tabel 1. Confusion matrix bentuklahan Principal Component
Peta Geologi Terobosan Sintang
(Toms), Kelompok Selangkai (Kse), Batupasir Haloq (Teh)
Batupasir Dangkan (Ted), Mentemoi (Teme), Tonalit Sepauk (Kls) Tebidah (Tot), Ingar (Tei) Serpih silat (Tesi), Payak (Teop) Total Baris H as il K las ifi ka si Vulkanik Tua 1569 235 145 27 1976 Struktural 477 1246 165 43 1931 Denudasional 0 76 107 0 183 Fluvial 0 23 0 15 38 Total Kolom 2046 1580 417 85 4128 “Akurasi Total: (2937/4128) x 100% = 71,15” Fusi citra Intensity, Hue, and Saturation (IHS) merupakan teknik pengolahan citra dengan akurasi batuan (litologi) tertinggi yaitu sebesar 70,89 % (Tabel 2). Tingkat akurasi pada parameter batuan (litologi) yang tinggi
disebabkan fusi dengan metode ini memiliki visualisasi yang baik. Kenampakan tutupan vegetasi, relief, serta pola aliran terkait dengan interpretasi geologi mampu ditonjolkan pada citra hasil.
Tabel 2. Confusion matrix batuan Intensity, Hue, and Saturation Peta Geologi Terobosan Sintang (Toms), Kelompok Selangkai (Kse), Batupasir Haloq (Teh) Batupasir Dangkan (Ted), Mentemoi (Teme), Tonalit Sepauk (Kls) Tebidah (Tot), Ingar (Tei) Serpih silat (Tesi), Payak (Teop) Total Baris H as il K las ifi ka si
Batuan Beku Terubah (Grandidiorit/Mikrodiorit),
Batuan Piroklastik Terubah (Tuff), Batuan Piroklastik Terubah Kuat (Tuff), Batupasir Kuarsa
1586 208 87 0 1881
Batulanau, Batupasir Arkosa Halus-Kasar Coklat
Kemerahan, Tuff Kristal 334 948 17 0 1229 Batulumpur, Batulumpur
Karbonan, Batulempung 246 263 365 36 910 Serpih Hitam, Serpih
Karbonan 0 7 0 31 38
Total Kolom 2166 1426 469 67 4128
“Akuarasi Total: (2930/4128) x 100% = 70,98”
Zona Alterasi Hydrothermal
Penentuan zona alterasi hydrothermal dilakukan berdasarkan analisis parameter bentuklahan, parameter batuan (litologi), serta analisis petrografi batuan di laboratorium. Hasil analisis petrografi tersebut digunakan sebagai informasi tambahan dalam pemetaan zona alterasi hydrothermal ini.
Pemetaan zona alterasi hydrothermal ini menghasilkan 4 zona alterasi hydrothermal yaitu zona alterasi Argilik, zona alterasi Propilitik, zona alterasi Serisitik, dan zona alterasi Potasik (Guilbert et.al, 1986). Selengkapnya pada Tabel 3 dan secara spasial dapat dilihat pada Gambar 9.
Tabel 3. Luasan Zona Alterasi Hydrothermal
No. HydrothermalZona Alterasi Luas (Km2)
1 Argilik 1399,42 2 Potasik 2913,46 3 Propilitik 1160,54 4 Serisitik 946,38
Total 6419,80
Zona alterasi Argilik merupakan penyusun utama dari bentuklahan asal proses denudasional dan bentuklahan asal proses fluvial dengan luas . Penciri utama dari zona ini adalah kandungan mineral lempung yang tinggi pada batuan serta mineral sekunder seperti pirit, klorit, kalsit, dan kuarsa. Berdasarkan analisis petrografi batuan, mineral ini teridentifikasi pada batuan batulumpur
karbonan, batulumpur, batulempung, serpih hitam, dan serpih karbonan.
Bentuklahan asal proses struktural terbagi menjadi 2 zona alterasi hydrothermal yaitu zona alterasi Propilitik dan zona alterasi Serisitik. Zona alterasi Propilitik terdapat pada batuan batupasir arkosa halus-kasar coklat kemerahan dan tuff kristal. Zona alterasi ini memiliki karakteristik mineral penyusun utama berupa mineral kuarsa, mineral lempung, dan mineral karbonat serta mineral sekunder berupa oksida besi, kalsit, pirit, klorit, dan epidot. Sedangkan zona alterasi Serisitik teridentifikasi pada material batuan batulanau. Zona alterasi ini memiliki kandungan mineral kuarsa yang tinggi dengan adanya mineral sekunder seperti muskovit, mineral lempung berserta ubahannya (serisit).
Zona alterasi Potasik merupakan zona alterasi yang berada pada bentuklahan asal proses vulkanik tua. Zona alterasi terbentuk dekat dengan batuan intrusi sehingga mineral-mineral penciri zona ini seperti biotit, klorit, hornblenda, kuarsa serta mineral sekunder seperti feldspar, mineral opak, dan mineral lempung banyak ditemukan pada batuan (Gambar 9, 10, 11, 12). Analisis petrografi batuan menunjukkan batuan
seperti batuan beku terubah
(granidiorit/mikrodiorit), batuan piroklastik terubah, batuan piroklastik terubah kuat, dan batupasir kuarsa memiliki kandungan mineral tersebut, sehingga batuan tersebut masuk pada zona alterasi Potasik (selengkapnya pada Tabel 4).
Gambar 9. Sayatan Batuan alterasi Argilik
Gambar 10. Sayatan Batuan alterasi Potasik
Gambar 11. Sayatan Batuan alterasi Propilitik
Tabel 4. Hubungan zona alterasi dengan bentuklahan, batuan (litologi), dan hasil analisis petrografi batuan Zona
Alterasi Bentuklahan Batuan (Litologi)
Kandungan Mineral Batuan Hasil Analisis Petrografi
Mineral Primer Mineral Sekunder Argilik Denudasional Batulumpur Karbonan, Batulumpur, dan Batulempung Kandungan Mineral Lempung Tinggi Pirit, Klorit, Kalsit, dan Kuarsa
Fluvial Serpih Hitam, dan Serpih Karbonan
Propilitik Struktural Batupasir Arkosa Halus-Kasar Coklat Kemerahan dan Tuff Kristal Kuarsa, Mineral Lempung, dan Mineral Karbonat
Oksida Besi, Kalsit, Pirit, Klorit, dan Epidot Serisitik Struktural Batulanau Kandungan Mineral Kuarsa Tinggi Muskovit dan Mineral Lempung beserta
ubahannya (Serisit) Potasik Vulkanik Tua
Batuan Beku Terubah (Granidiorit/Mikrodiorit), Batuan Piroklastik Terubah, Batuan Piroklastik
Terubah Kuat, dan Batupasir Kuarsa
Biotit, Klorit, Hornblenda, Kuarsa
Feldspar, Mineral Opak, dan Kandungan Mineral
Lempung Tinggi
Gambar 13. Zona Alterasi Hydrothermal Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil yang telah diperoleh, fusi citra Principal Component merupakan teknik pengolahan citra dengan kemampuan dalam identifikasi bentuklahan terbaik. Hal ini ditunjukkan dengan akurasi parameter bentuklahan tertinggi yaitu sebesar 71,15 % sedangkan fusi citra Intensity, Hue, and Saturation memiliki kemampuan terbaik dalam identifikasi batuan (litologi) dengan akurasi sebesar 70,98 %.
Kesimpulan berikutnya yaitu penggunaan metode fusi citra Principal Component (PC), fusi citra Intensity, Hue, and Saturation (IHS) , fusi citra hasil Band Ratioing, dan filter Lowpass mampu memberikan informasi fisik medan seperti bentuklahan, batuan (litologi), dan struktur geologi. Sedangkan filter Highpass, Directional, dan Unidirectional hanya mampu menonjolkan kenampakan struktur geologi seperti pola kelurusan, sesar geser, dan sesar naik-turun terkait dengan zona alterasi hydrothermal. Namun, dalam penentuan zona alterasi
hydrothermal ini diperlukan juga adanya analisis petrografi batuan di laboratorium sebagai data pendukung. Pada daerah penelitian terdapat 4 zona alterasi hydrothermal yaitu zona alterasi Argilik seluas 1399,42 Km2, zona alterasi Potasik 2913,46 Km2, zona alterasi Propilitik 1160,54 Km2, dan zona alterasi Serisitik 946,38 Km2.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada mitra bebestari serta rekan-rekan semua yang telah mendukung serta membantu baik secara langsung ataupun tidak langsung akan terselesaikannya penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Danoedoro, P. 1996. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.
Guilbert, J.M and Park, C.F.Jr. 1986. The Geology Of Ore Deposits. New York: W. H. Freeman and Company.
Lillesand, T.M dan Kiefer, R.W. 2007. Remote Sensing and Image Interpretation, 5th Edition. New York: John Wiley & Sons.
Mather, P. M. 2004. Computer Processing of Remotely Sensed Images, An Introduction. West Sussex. John Wiley & Sons Ltd.
Sabins, F.F. 1987. Remote Sensing Principles and Interpretation. United States of America: Waveland Press, Inc.
Siegal, B.S., Gillespie, A.R. 1980. Remote Sensing In Geology. New York: John Wiley & Sons. Sitanggang, G., Carolita I., B.H. Trisasongko.
2004. Aplikasi Teknik dan Metode Fusi Data Optik ETM-Plus Landsat dan Sar Radarsat untuk Ekstraksi Informasi Geologi Pertambangan Batu Bara. Jurnal Lapan Vol 6, No.1 Juni Tahun 2004, Hal.11-30
Soesilo, I. 1994. Proceeding International Seminar on Image Processing and Remote Sensing, Jakarta, 24-25 Nopember 1994. Jakarta: Mapin Suharsono, P. 1999. Identifikasi Bentuklahan dan Interpretasi Citra Untuk Geomorfologi. Yogyakarta: PUSPICS Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Sutanto, 1999, Penginderaan Jauh Jilid 1. Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sutanto, 1999, Penginderaan Jauh Jilid 2. Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Zheng, Y. 2011. Image Fusion and Its Applications. Croatia: Intech.