• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN HUTAN NEGARA UNTUK EKOWISATA BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DESA SUKASARI KABUPATEN PANDEGLANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGELOLAAN HUTAN NEGARA UNTUK EKOWISATA BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DESA SUKASARI KABUPATEN PANDEGLANG"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN HUTAN NEGARA UNTUK EKOWISATA BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DESA SUKASARI KABUPATEN PANDEGLANG

Intan Nevia Cahyana

Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Trisakti Email : intan.nc@trisakti.ac.id

ABSTRAK

Pihak yang memiliki wewenang khusus mengenai hutan di Indonesia, salah satunya di Provinsi Banten yaitu Badan Umum Milik Negara (BUMN) yang disebut Perum Perhutani atau Perusahaan Umum Kehutanan Negara. Perhutani diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan negara. Hubungan antara masyarakat, Perum Perhutani bersama Pemerintah setempat dapat bersama-sama berperan dalam melakukan pengelolaan dan perlindungan kawasan hutan dari tingginya tingkat kerusakan dan alih fungsi lahan, oleh karena itu permasalahan tentang bagaimana pengaturan pengelolaaan dan pemanfaatan hutan negara untuk ekowisata di kawasan hutan Gunung Haseupan Desa Sukasari menjadi pertanyaan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, paradigma konstruktivisme, pendekatan socio-legal research. Berdasarkan Pasal 22 UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan, disebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan laju pertumbuhan pembangunan nasional berkelanjutan diperlukan beberapa langkah strategis yang dapat mendorong pertumbuhan investasi, percepatan pembangunan hutan tanaman, pengendalian degradasi hutan dan peningkatan perekonomian nasional termasuk perekonomian masyarakat didalam dan disekitar hutan melalui deregulasi dan debirokratisasi yang dilandasi prinsip good governance dan pengelolaan hutan lestari berdasarkan PP Nomor 72 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara dan UU Desa Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Desa serta Perbup Pandeglang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Kewenangan Desa. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa kerjasama antara Perhutani dengan masyarakat desa yang diprakarsai oleh Pemerintah Desa Sukasari dalam menjaga kelestarian hutan dan meningkatkan kesejahteraan bersama baik masyarakat desa maupun pihak perhutani yang bertugas di kawasan hutan tersebut harus selalu ditingkatkan dengan menekankan prinsip kemitraan, yaitu dengan saling mengerti kebutuhan satu sama lain, bekerjasama melalui diskusi dan menjaga hubungan bersama tanpa adanya perselisihan pendapat sehingga dapat dicapai nilai kemanfaaatan ekonomi, sosial dan ekologi.

Kata kunci : Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan Negara, Desa Sukasari Kabupaten Pandeglang.

(2)

I. PENDAHULUAN

Hutan Negara yang berada di Pulau Jawa menempati posisi yang sangat strategis dan memainkan peranan penting dalam upaya perlindungan sumber daya alam, terutama sumber daya tanah, air dan hutan untuk mendukung kegiatan penduduk dalam bertahan hidup hingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Hutan diantaranya berfungsi untuk mengatur tata air, mencegah dan membatasi bahaya banjir, erosi dan memelihara kesuburan tanah. Oleh karena itu tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa kesejahteraan penduduk di Jawa secara langsung sangat tergantung pada kondisi dan prospek kelangsungan sumber daya hutannya.

Perum Perhutani sebagai BUMN Kehutanan diberikan tugas dan wewenang oleh Pemerintah untuk mengelola hutan negara yang berada di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Provinsi Banten kecuali hutan konservasi. Kawasan hutan negara yang dikelola oleh Perum Perhutani di Jawa ini berada di daerah yang sangat padat dan cepat pertambahan penduduknya. Pulau Jawa dihuni oleh 58% dari total populasi penduduk Indonesia yang jumlahnya mencapai 230 juta jiwa (tahun 2011). Dengan kata lain, sebanyak 138 juta orang atau lebih dari setengah penduduk Indonesia, berdiam di Pulau Jawa yang luasnya hanya 7% dari total luas daratan negara Indonesia.1

Meningkatnya jumlah penduduk mengandung konsekwensi meningkatnya kebutuhan akan tanah, untuk tempat tinggal, bercocok tanam hingga selanjutnya untuk tempat usaha lainnya, namun disisi lain dihadapkan pada kenyataan bahwa luas tanah tidak dapat bertambah, karenanya sasaran paling mudah untuk diakses adalah tanah hutan atau kawasan hutan yang ada. Hal ini yang membuka peluang munculnya persoalan dalam bentuk konflik vertikal maupun sengketa yang berkaitan dengan tanah kawasan hutan. Didalam ketentuan pasal 68 sampai pasal 70 UU Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 ditentukan peran serta masyarakat. Dalam Pasal 68 masyarakat berhak untuk menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan hutan. Pada pasal 69 masyarakat berkewajiban untuk ikut turut serta dalam memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan, dan pada pasal 70 masyarakat turut berperan serta dalam pembangunan

1 https://perhutani.co.id/tentang-kami/struktur-organisasi-perum-perhutani/divisi-regional/janten diakses pada

(3)

dibidang kehutanan, pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat melalui berbagai kegiatan dibidang kehutanan yang berdaya guna dan berhasil guna. Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat, pemerintah dan Pemda dapat dibantu oleh forum pemerhati kehutanan.

Masyarakat, Perum Perhutani bersama pemerhati kehutanan dapat bersama-sama berperan dalam melakukan pengelolaan dan perlindungan kawasan hutan dari tingginya tingkat kerusakan dan alih fungsi lahan. Dilihat dari fungsi produksinya, keberpihakan kepada rakyat banyak merupakan kunci keberhasilan pengelolaan hutan. Oleh karena itu, praktek-praktek pengelolaan hutan yang hanya berorientasi pada kayu dan kurang memperhatikan hak dan melibatkan masyarakat, perlu diubah menjadi pengelolaan yang berorintasi pada seluruh potensi sumber daya kehutanan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Kepedulian terhadap lingkungan hidup umumnya dan hutan pada khususnya tidak hanya berada dipundak pemerintah. Bagaimanapun usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengelola dan menata hutan, akan tetapi tidak mendapat dukungan berupa peran serta warga masyarakat umumnya dan khususnya masyarakat yang bermukim disekitar hutan, maka usaha yang dilakukan itu mustahil akan berhasil dengan baik. Masyarakat bertindak secara sosial dengan cara memanfaatkan alam dan lingkungan untuk menyempurnakan serta meningkatkan kesejahteraan hidupnya demi kelangsungan hidup.

Selain itu, kerusakan hutan di Indonesia hampir merata diseluruh pulau, tidak terkecuali hutan di kaki gunung haseupan Di Desa Sukasari. Semenjak era reformasi, Pemerintah Indonesia yang awalnya bersifat sentralistik kemudian menerapkan asas desentralisasi. Desentralisasi juga masuk kedalam ranah pengelolaan kawasan hutan. Secara teori, ketika manajemen sumberdaya alam dan hutan sudah diserahkan kepada daerah, efesiensi produksi dan persamaan kemajuan, akan tergantung pada kekuatan mengalihkan kewenangannya ke pemerintah daerah. Pemertintah Daerah Kabupaten Pandeglang melalui pemerintah Desanya, yaitu Desa Sukasari berupaya untuk mencegah kerusakan hutan agar tidak semakin parah, karena menyadari hutan meraka kerap terjadi illegalloging, maka cara yang dapat dilakukan salah satu upayanya adalah mengembangkan ekowisata di kawasan hutan negara tersebut. Berdasarkan kondisi itulah maka diadakan penelitian dengan judul : Pengelolaan Hutan Negara untuk Ekowisata Bagi Kesejahteraan Masyarakat Desa Sukasari Kabupaten Pandeglang.

(4)

II. PERMASALAHAN

1. Bagaimana pengaturan pengelolaan hutan negara oleh Perum Perhutani untuk ekowisata bagi kesejahteraan masyarakat Desa Sukasari Kabupaten Pandeglang ? 2. Bagaimana pelaksanaan pengelolaan hutan negara yang dilakukan oleh Perum

Perhutani untuk ekowisata bagi kesejahteraan masyarakat Desa Sukasari Kabupaten Pandeglang ?

III. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dimana penulis berpatokan dari data-data yang ada yaitu Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Kajian Ilmiah, kasus hukum dalam pengelolaan hutan negara, buku-buku panduan, makalah yang relevan, dan keputusan-keputusan yang dikeluarkan dalam pemecahan masalah pengelolaan hutan negara. Penulis menyelidiki dan mempelajari suatu fenomena yang terjadi dalam lingkungan masyarakat Desa Sukasari, khususnya disekitar kawasan hutan serta berusaha mengungkapkan, menemukan dan menyempurnakan kekurangan atau kelemahan pengaturan dan implementasi tentang pengelolaan hutan negara untuk kegiatan non kehutanan (ekowisata) yang memberikan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.

2. Paradigma Penelitian

Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk menuntun dalam menjawab permasalahan ini digunakan paradigma konstruktivisme. Digunakannya paradigma ini adalah untuk menemukan nilai kebenaran dalam pengelolaan hutan negara yang dalam penerapannya dapat memberi kesejahteraan. Dalam upaya menemukan nilai kebenaran tersebut tentu harus berdasarkan peraturan perundangan yang tidak lepas dari aspek ragam budaya, sosial, politik dan ekonomi yang dibangun sesuai dengan kebutuhan masyarakat.sehingga diharapkan menghasilkan hukum yang benar, adil dan mensejahterkaan

(5)

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan ini menggunakan pendekatan gabungan dari pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris atau dikenal dengan pendekatan socio-legal research. Pendekatan ini lakukan untuk memahami hukum sesuai konteksnya, yaitu konteks masyarakatnya. Dengan pendekatan socio-legal research penulis melakukan dua aspek penelitian. Pertama aspek legal research (atau biasa disebut yuridis normatif), dengan objek penelitian berupa peraturan perundang-undangan. Kedua, aspek socio research

(penelitian empiris), karena obyek penelitian bukanlah norma-norma hukum semata, melainkan juga meneliti tentang kenyataannya dimasyarakat. Dalam penelitian ini konstruksi ditelusuri melalui interaksi antar sesama informan dan obyek kajian dengan metode pendekatan hermeneutilk. Hermeneutik secara terminologis adalah proses mengubah situasi ketidaktahuan menjadi mengerti dan memahami (verstehen). Metode pendekatan hermeneutik dipergunakan untuk menafsirkan dan memahami teks peraturan perundang-undangan guna menggali nilai-nilai keadilan dalam penerapan pengelolaan hutan negara. Penafsiran dan pemahaman dalam hermeneutik ini dimulai dari teks dalam UUD 1945, UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.

Sumber Data, Teknik Pengumpulan dan Analisis Data a. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian hukum adalah data yang diperoleh terutama dari hasil penelitian empiris, yaitu penelitian yang dilakukan langsung didalam masyarakat2, dan mengingat penelitian ini tidak mendasarkan pada sampel dan populasi maka untuk melengkapi dan memverifikasi informasi yang didapat dari informan kunci, peneliti menentukan informan selanjutnya melalui purposive sampling, yakni kepada masyarakat dan pejabat yang mempunyai kompetensi. Pejabat yang dimaksud adalah Kepala Desa Sukasari, Bapak Iswandi Gantiana, SH. Data yang diperoleh, selanjutnya akan diolah dan dianalisis secara kualitatif.

2 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris (Yogyakarta: Pustaka

(6)

Selanjutnya data sekunder yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahan terhadap berbagai literature atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian terdiri atas:

1) Bahan hukum primer adalah bahan hokum yang bersifat mengikat, meliputi peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan serta pengelolaan dan pemanfaataanya, yaitu : UUD 1945, UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. Peraturan lain yang digunakan oleh Pemerintah Desa adalah UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 6 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 Tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Kewenangan Desa.

2) Bahan hukum sekunder meliputi buku-buku, jurnal dan laporan hasil penelitian yang relevan dengan topik yang dibahas.

3) Bahan hukum tersier yaitu suatu bahan hukum yang bersifat penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder,3seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia.

b. Teknik Pengumpulan Data

Sebagai suatu penelitian kualitatif yang memperkenankan dipergunakannya berbagai variasi data dan metode pengumpulannya, maka penelitian ini menggunakan dua metode dalam pengumpulan data, yakni penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dan akan didukung dengan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer.

3 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: Rajawali Press,

(7)

c. Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri atas data sekunder berupa berbagai dokumen peraturan perundang-undangan tentang pengaturan pengelolaan hutan negara dan pemanfaatanya untuk ekowisata di Desa Sukasari, serta hasil pengolahan data di lapangan dengan berbagai informan. Sebagai konsistensi dan untuk menjaga validitas akan hasil penelitian maka data yang akan diperoleh dinalisis dengan beberapa tahapan analisis data.

IV. PEMBAHASAN

1. Pengaturan Pengelolaan Hutan Negara Oleh Perum Perhutani dan Pemeerintah Desa Sukasari Untuk Ekowisata Bagi Kesejahteraan Masyarakat Desa Sukasari Kabupaten Pandeglang.

Hutan dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan telah memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia, oleh karena itu harus dijaga kelestariannya. Hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi sangat penting, dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional.

Sejalan dengan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang mewajibkan agar bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat, maka penyelenggaraan kehutanan sentiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, keadilan dan berkelanjutan. Oleh karena itu penyelenggaraan kehutanan harus dilakukan dengan asas manfaat dan lestari. kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan dengan dilandasi akhlak mulia dan bertanggung-gugat.4

Untuk menjaga terpenuhinya keseimbangan manfaat lingkungan, manfaat sosial budaya dan manfaat ekonomi, pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dalam daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional. Sumber daya hutan mempunyai peran penting dalam penyediaan hutan bahan baku industri, sumber pendapatan, menciptakan lapangan dan

(8)

kesempatan kerja. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dibutuhkan lembaga-lembaga penunjang antara lain lembaga keuangan yang mendukung pembangunan kehutanan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga pendidikan dan latihan, serta lembaga penyuluhan.

Kawasan hutan yang dikelola dan diusahakan Perhutani terletak berbatasan dengan kurang lebih 6.172 desa, dengan jumlah penduduk yang diperkirakan mencapai 30 juta jiwa. Lebih dari 60% dari jumlah penduduk yang tinggal di desa-desa sekitar hutan menggantungkan hidupnya pada sumber daya hutan. Penduduk membuka ladang, menebang kayu perkakas, mengambil kayu bakar, mengumpulkan rumput atau daun pakan ternak, dan bahkan mengembalakan ternak di kawasan hutan.5

Menurut Peluso,6 dalam melaksanakan pengelolaan hutan Perhutani dituntut untuk memainkan paling tidak 3 (tiga) peran pokok, yaitu ; (1) sebagai penguasaan kawasan hutan (government forest land lord); (2) sebagai perusahaan kehutanan negara (government forest corporation); dan (3) sebagai institusi yang mengkonversi hutan (forest conservation institution), dengan menguasai komponen sumber daya hutan yang meliputi tanah hutan (control of forest land) dan hasil hutan kayu dan non kayu (control of forest species), tetapi termasuk juga pengawasan dan pengendalian terhadap keberadaan petani-petani dan pekerja-pekerja hutan (control of forest labor) yang terlibat dalam pengusahaan hutan.

Pada kenyataannya tugas Perum Perhutani dalam mengelola hutan negara tersebut bukanlah tugas yang ringan. Banyak tantangan dan hambatan yang dihadapi Perum Perhutani, khususnya dalam mengemban misi pelestarian hutan di Jawa dan Madura. Undang-Undang Kehutanan Pasal 18 mengamanatkan : Ayat (1) : “Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan7 untuk setiap daerah aliran sungai dan atau pulau,guna optimalisasimanfaat

5 Nurjaya, I Nyoman, “Menuju Pengelolaan Sumber Daya Hutan yang Berorientasi pada Pola Kooperatif, Perspektif Legal Formal”, Makalah, Workshop Peningkatan Fungsi dan Manfaat Sumber Daya Hutan untuk Pengembangan Perusahaan dan Kesejahteraan Masyarakat Yogyakarta, 1999, hlm 1.

6 Peluso, Nancy Lee, Rich Forest, Poor People: Resource Control and Resistance in Java, University of

California Press at Barkeley, USA, hlm 11

7 Dalam penjelasan Pasal 18 ayat (1) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan penutupan hutan (forest coverage) adalah penutupan lahan oleh vegetasi dengan komposisi dan kerapatan tertentu, sehingga dapat tercipta fungsi hutan antara lain iklim mikro, tata air dan tempat hidup satwa sebagai suatu ekosistem hutan. Sedangkan yang dimaksud dengan optimalisasi manfaat adalah kesinambungan antara manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekosistem secara lestari

(9)

lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi masyarakat setempat”. Ayat (2) :

“Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai8 dan atau pulau

dengan sebaran yang proporsional”. Dalam penjelasan Pasal 21 UU Kehutanan disebutkan bahwa : ”Hutan merupakan amanah Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu pengelolaan hutan dilaksanakan dengan dasar akhlak mulia untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pasal 22 menyatakan bahwa :”Tata hutan dilaksanakan dalam rangka pengelolaan hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari”.

Implementasi dari ketentuan Pasal 22 UU Nomor 41 Tahun 1999 tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan. Dalam diktum pertimbangannya disebutkan bahwa, dalam rangka meningkatkan laju pertumbuhan pembangunan nasional berkelanjutan diperlukan beberapa langkah strategis yang dapat mendorong pertumbuhan investasi, percepatan pembangunan hutan tanaman, pengendalian degradasi hutan dan peningkatan perekonomian nasional termasuk perekonomian masyarakat didalam dan disekitar hutan melalui deregulasi dan debirokratisasi yang dilandasi prinsip good governance dan pengelolaan hutan lestari.

Dengan demikian pelaksanaan setiap komponen pengelolaan hutan harus memperhatikan nilai-nilai budaya masyarakat, aspirasi dan persepsi masyarakat, serta memperhatikan hak-hak rakyat dan oleh karena itu harus melibatkan masyarakat setempat. Negara Indonesia merupakan sebuah Negara yang memiliki berbagai kekayaan budaya dan adat istiadat didunia ini, sehingga antara satu dengan yang lainnya. Namun demikian, keragaman budaya dan adat istiadat itulah yang menyatukan bangsa Indonesia, yakni dalam rangka penyangga keamanan dan ketertiban hutan yang berada diderahnya masing-masing. Untuk menghindari terjadinya benturan

8 Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai

dan anak-anak sungainya yang dibatasi oleh pemisah topografi berupa punggung bukit atau gunung yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan, menyimpan dan mengalirkannya ke Danau atau laut secara alami.

(10)

kepentingan antara pemerintah dan masyarakat hukum adat tersebut, perlu diatur secara khusus dalam UU Nomor 41 Tahun 1999.

Dalam pengelolaan hutan pada dasarnya menjadi kewenangan Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah. Mengingat berbagai kekhasan daerah serta kondisi sosial dan lingkungan yang sangat berkait dengan kelestarian hutan dan kepentingan masyarakat luas yang membutuhkan kemampuan pengelolaan secara khusus, maka pelaksanaan pengelolaan hutan di wilayah tertentu dapat dilimpahkankepada BUMN yang bergerak dibidang kehutanan, baik berbentuk perusahaan umum (Perum), perusahaan jawatan (Perjan), maupun perusahaan perseroan (Persero), yang pembinaannya dibawah Menteri. Dasar pengelolaan hutan oleh Perum Perhutani berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010 tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara. Landasan hukum pelimpahan kewenangan pengelolaan hutan ini dapat dilihat pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010 yang menyatakan sebagi berikut : “Dengan Peraturan Pemerintah ini, Pemerintah melanjutkan penugasan kepada perusahaan untuk melakukan pengelolaan hutan di hutan negara yang berada di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten, kecuali hutan konservasi, berdasarkan prinsip pengelolaan hutan lestari dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik”.

2. Pelaksanaan Pengelolaan Hutan Negara Yang Dilakukan Oleh Perum Perhutani dan Pemerintah Desa Untuk Ekowisata Bagi Kesejahteraan Masyarakat Desa Sukasari Kabupaten Pandeglang

Pada kenyataannya pengelolaan dan perlindungan kawasan hutan dari tingginya tingkat kerusakan dan alih fungsi lahan selama ini hanya terbatas pada kegiatan pengamanan dan rehabilitasi hutan dan lahan, karena keterbatasan anggaran dan personil Polisi Kehutanan (Polhut) yang dimiliki dan luasnya wilayah kawasan hutan yang harus dijaga menjadi titik lemah Pemerintah Kabupaten Pandeglang dalam memberantas berbagai tindakan illegal yang terjadi di dalam kawasan hutan. Untuk mencegah kerusakan hutan agar tidak semakin parah, salah satu cara dilakukan adalah

(11)

perencanaan pengembangan ekowisata (ecotourism) sebagai sumber mata pencaharian masyarakat sekitar hutan dan untuk mengurangi tekanan terhadap hutan.9

Melalui PP 72/2010, Pemerintah melanjutkan penugasan kepada Perum Perhutani untuk melakukan pengelolaan hutan di hutan negara. Pengelolaan hutan di hutan negara dimaksud meliputi kegiatan:10 (a) tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan (b) pemanfaatan hutan (c) rehabilitasi dan reklamasi hutan; dan (e) perlindungan hutan dan konservasi alam, yang dimaksud hutan negara dalam ketentuan ini sendiri adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.11 Lebih lanjut, maksud dan tujuan Perum Perhutani adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berhubungan dengan pengelolaan hutan dan hasil hutan yang berkualitas, dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan hutan lestari dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.12 Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, Perum Perhutani menyelenggarakan kegiatan usaha utama:13 (a) tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan; (b) pemanfaatan hutan, yang meliputi pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu; (c) rehabilitasi dan reklamasi hutan; (d) perlindungan hutan dan konservasi alam; (e) pengolahan hasil hutan menjadi bahan baku atau bahan jadi; (f) pendidikan dan pelatihan di bidang kehutanan; (g) penelitian dan pengembangan di bidang kehutanan; (h) pengembangan agroforestri; (i) membangun dan mengembangkan hutan rakyat (“HR”) dan/atau hutan tanaman rakyat (“HTR”); dan (j) perdagangan hasil hutan dan hasil produksi sendiri maupun produksi pihak lain.

Selain itu, Perum Perhutani dapat menyelenggarakan kegiatan usaha lain berupa:14 (a) usaha optimalisasi potensi sumber daya yang dimiliki untuk trading house, agroindustrial complex, agrobisnis, properti, pergudangan, pariwisata, hotel, resort,

9 Hasil pengolahan data primer penulis dengan informan yang berkompeten, yaitu kepala desa sukasari,

Bapak Iswandi gantiana, SH

10 Lihat Pasal 3 ayat (3) PP 72/2010 11 Lihat Pasal 1 angka 6 PP 72/2010

12 Lihat Pasal 11 ayat (1) PP 72/2010 13 Lihat Pasal 11 ayat (2) PP 72/2010 14 Lihat Pasal 11 ayat (3) PP 72/2010

(12)

rest area, rumah sakit, pertambangan galian C, prasarana telekomunikasi, pemanfaatan sumber daya air, dan sumber daya alam lainnya; dan (b) kegiatan usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan Perum Perhutani.

Dalam melaksanakan pengelolaan hutan, Perum Perhutani juga wajib melibatkan masyarakat sekitar hutan dengan memperhatikan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Upaya melibatkan masyarakat sekitar hutan dapat dilakukan dengan cara:15 (a) memberikan dan menyelenggarakan penyuluhan, bimbingan, pendampingan, pelayanan, bantuan teknik, pendidikan, dan/atau pelatihan;(b) menyebarluaskan informasi mengenai proses pengelolaan hutan kepada masyarakat secara terbuka; dan melindungi masyarakat dalam berperan serta pada pelaksanaan pengelolaan hutan, antara lain memperhatikan dan menindaklanjuti saran dan usul dari masyarakat dalam rangka pengelolaan hutan sepanjang sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan dalam rangka perlindungan hutan.

Selain itu berdasarkan UU Desa Nomor 6 tahun 2004 tentang Desa menyebutkan dalam Pasal 18 :”Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa”. Pasal 19 : ”Kewenangan Desa meliputi: a. kewenangan berdasarkan hak asal usul; b. kewenangan lokal berskala Desa; c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan d. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Pasal 20 :”Pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a dan huruf b diatur dan diurus oleh Desa”.

Dalam melaksanakan UU Desa maka melalui ketentuan Pasal 37 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang–Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 serta Pasal 22 Peraturan Menteri Dalam Negeri

(13)

Nomor 44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa, perlu menetapkan Peraturan Bupati Tentang Kewenangan Desa; Peraturan Bupati yang dimaksud adalah Perbup Pandeglang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Kewenangan Desa, disebutkan dalam Pasal 3: “Jenis kewenangan desa antara lain meliputi: a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul; b. Kewenangan lokal berskala Desa; dan c. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah Daerah”.

Sejalan dengan landasan hukum diatas maka Pemerintah Desa Sukasari melaksanakan kewenangannya dengan melakukan pemanfaatan wilayah Perhutani Sebagai Objek Wisata berada di Gunung Hasepan, dimana Gunung Hasepan adalah salah satu gunung yang ada di wilayah banten selain gunung pulosari dan gunung karang, ketiga gunung tersebut adalah penyangga Provinsi Banten yang disebut dengan akarsari (asepan, karang dan pulosari) ketiga gunung tersebut memiliki keindahannya masing-masing. Gunung hasepan merupakan gunung tanpa kawah sehingga tidak termasuk gunung merapi, namun keindahan yang dimiliki gunung asepan tidak kalah oleh kedua gunung lainnya, gunung hasepan memiliki keindahan diantaranya adalah tanaman paku cinta dan kantong semar dan ratusan jenis tanaman lain yang langka dan memiliki keindahan tersendiri, selan itu hasepan juga menawarkan pemandangan yang sangat luar biasa, dari gunung asepan terlihat jelas gunung pulosari, bentangan pantai yang sangat luas dan seakan-akan kita berada di atas awan, karena dari gunung tersebut awan berada di bawah kita.

Desa Sukasari merupakan salah satu desa yang terletak di kaki gunung hasepan, dengan keindahan yang dimiliki oleh gunung hasepan, maka pemerintah desa sukasari berinisiatip memanfaatkan hal tersebut sebagai objek wisata alam yang dapat menarik wisatawan lokal dan mancanegara untuk datang dan menikmati keindahan gunung hasepan, hal tersebut dilakukan guna peningkatan pendapatan asli desa, peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, menjaga kelestarian gunung hasepan dan penambahan pendapatan pihak perhutani sebagai salah satu BUMN, dimana selama ini gunung hasepan kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal, baik oleh pihak perhutani juga oleh masyarakat desa yang bertani di wilayah perhutani yang disebut dengan istilah tumpangsari, selama ini masyarakat desa hanya sebagai tumpang sari yang memanfaatkan areal perhutani untuk bercocok tanam dengan ketentuan bagi hasil,

(14)

bahkan tingkat ilegal loging pun sangat tinggi, dengan inisiatip tersebut pemerintah desa berkeyakinan bahwa petani hutan dapat hidup dari hutan tanpa merusak hutan, karena pemerintah desa akan bekerjasama dengan beberapa pihak, diantaranya pihak perhutani, dinas perkebunan dan dinas pariwisata dengan cara membuat kesepakatan dengan pihak perhutani dan permohonan bantuan berupa tanaman-tanaman keras yang memiliki buah dan dapat dinikmati wisatawan seperti jambu bol jamaika, matoa, apel, pir dan buah-buahan lain yang dapat tumbuh subur di wilayah pegunungan, dan dengan pihak pariwisata pemerintah desa akan memohonkan pengadaan flying fox dan pengadaan alat kemah sebagai sarana penunjang objek wisata, di samping itu pemerintah desa juga akan menawarkan wisata adventure motor trail bagi pencinta advanture, semua sarana dan prasarana yang di butuhkan akan di siapkan oleh pemerintah desa melalui BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) bekerja sama dengan pihak-pihak terkait guna tercapainya tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa yaitu petani hutan, peningkatan pendapatan asli desa yang di kelola BUMDes, menjaga kelestarian gunung dan peningkatan pendapatan perhutani sebagai salah satu BUMN, dengan berjalannya hal tersebut akan banyak keuntungan yang di dapat oleh semua pihak, yang lebih prinsip lagi, kegiatan ilegal loging tidak akan terjadi lagi di wilayah hasepan sehingga hasepan sebagai salah satu gunung penyangga tetap lestari. Sebagai dasar tercapainya hal tersebut pemerintah desa Sukasari menjadikan dasar hukum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 3 Tahun 2017 Tentang kewenangan desa, Peraturan Desa Nomor 3 tahun 2017 Tentang Hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa.

Pemerintah desa dituntut untuk memaksimalkan dan mengoptimalkan semua potensi yang ada guna terwujudnya desa yang mandiri, oleh sebab itu pemerintah Desa Sukasari akan bekerjasama dengan pihak-pihak terkait untuk memaksimalkan potensi yang ada, dalam tahap awal pemanfaatan hutan untuk di jadikan objek wisata, pemerintah desa telah melakukan tindakan persuasif dengan pihak perhutani dengan

(15)

dukungan penuh dari Bupati Pandeglang, sampai dengan saat ini pihak terkait menyambut baik konsep-konsep yang pemerintah desa tawarkan, namun sampai dengan saat ini pemerintah desa belum membuat MOU dengan pihak perhutani karena masih dalam proses persiapan dan pembuatan master plan pemanfaatan hutan untuk objek wisata. Pemerintah Kabupaten Pandeglang mendukung penuh maksud dan tujuan pemerintah Desa Sukasari karena Kabupaten Pandeglang selain menjadi kota sejuta santri dan seribu ulama, juga menjadi salah satu kabupaten wisata yang menuntut semua desa memiliki objek wisata dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan budaya-budaya lokal yang ada, dengan tumbuhnya objek-objek wisata di wilayah Kabupaten Pandeglang yang dalam hal ini objek wisata di Desa Sukasari maka banyak hal yang dapat mendongkrak peningkatan ekonomi masyarakat desa diantaranya adalah tumbuhnya warung-warung di lingkungan wisata dibawah binaan BUMDes, mudahnya pemasaran produk-produk lokal desa seperti opak singkong farian rasa, gipang singkong, enye-enye singkong farian rasa, bolu talas, bolu ubi ungu, emping meninjo farian rasa,manisan keranji dan jenis produk makanan lainnya, di samping itu Desa Sukasari juga memiliki produk unggulan lain berupa kerajinan bambu hitam yang di jadikan kursi tamu dan hiasan-hiasan dinding dan lain sebagainya, kesenian-kesenian yang ada di Sukasari juga dapat di tampilakan seperti kesenian-kesenian dodod, kuda lumping, kuda kepang, dan pencak silat tradisional.

Berdasarkan rencana pelaksanaan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan yang dikelola bersama antara Perum Perhutani yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat dengan diprakarsai oleh pemerintah desa diharapkan dapat diperoleh manfaat hutan baik dari segi ekonomi, sosial maupun ekologi. Pemanfaatan hutan dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan yang sesuai dengan kaidah kehutanan akan memberi manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Pengelolaan dan pemanfaatan hutan merupakan suatu usaha yang padat modal dan memerlukan tekhnologi tinggi, sementara itu pemerintah tidak memiliki modal yang cukup untuk melakukan pengelolaan dan pemanfaatan. Oleh karena itu pemerintah

(16)

diperkenankan untuk menyerahkan pengelolaan dan pemanfaatan hutan kepada pihak swasta nasional yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), hal ini sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) PP Nomor 6 Tahun 2007 yang dinyatakan bahwa, pemerintah dapat melimpahkan penyelenggaraan pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 kepada BUMN bidang kehutanan. Direksi BUMN bidang kehutanan yang mendapat pelimpahan penyelenggaraan pengelolaan hutan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) membentuk organisasi kesatuan pengelolaan hutan (KPH). Penyelenggaraan pengelolaan hutan oleh BUMN, tidak termasuk kewenangan publik dan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) tersendiri. Peraturan Pemerintah tersebut adalah PP Nomor 72 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara dimana landasan hukum pelimpahan kewenangan pengelolaan hutan ini dapat dilihat pada Pasal 3 PP Nomor 72 Tahun 2010, penjelasan pasal 21 UU Kehutanan, Pasal 4 ayat (1) PP Nomor 6 tahun 2007. Perhutani merupakan BUMN berbentuk Perum yang didirikan pemerintah untuk melaksanakan kemanfaatan umum dan melaksanakan usaha sebagai implementasi kewajiban pemerintah guna menyediakan barang dan jasa tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Keberadaan PP ini diperkuat dengan UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan peraturan pelaksananya PP Nomor 47 Tahun 2015 serta Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 3 Tahun 2017 yang semua perangkat hukum ini sebagai dasar pengaturan tentang pengelolaan dan pemanfaatan hutan negara untuk ekowisata yang dapat memberikan kesejahteraan masyarakat Desa Sukasari.

2. Pelaksanaan setiap komponen pengelolaan hutan harus memperhatikan nilai-nilai budaya masyarakat, aspirasi dan persepsi masyarakat, serta memperrhatikan hak-hak rakyat, dan harus melibatkan masyarakat setempat. Oleh karena itu pengelolaan hutan pada dasarnya menjadi kewenangan pemerintah dana tau pemerintah daerah. Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam pengelolaan hutan adalah terjadinnya peningkatan kesejahteraan masyarakat pada umumnya, dan khususnya masyarakat yang bermukim disekitar hutan, maka dalam pengelolaannnya harus dilaksankan secara professional. Profesionalisme pengelolaan hutan ini harus diutamakan oleh Pemerintah Desa, karena mengingat berbagai kekhasan daerah serta kondisi sosial dan lingkungan yang sangat berkait dengan kelestarian hutan dan kepentingan masyarakat luas yang membutuhkan

(17)

kemampuan pengelolaan secara khusus. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memberikan pelaksanaan pengelolaan hutan di wilayah Gunung Haseupan, Desa Sukasari, Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten kepada BUMN yang bergerak dibidang kehutanan berbentuk Perum Perhutani. Sementara itu untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dibutuhkan lembaga-lembaga penunjang lainnya yang mendukung pembangunan. Diantaranya lembaga keuangan, lembaga litbang dan penyuluhan. Dengan berbasis kemitraan dan pemberdayaan masyarakat, pemerintah desa sukasari bersama dengan perum perhutani dapat melakukan Kemitraan Kehutanan, yaitu sebuah kerja sama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin usaha pemanfaatan hutan/jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan.

SARAN

1. Perlu adanya sinkronisasi aturan dibidang kehutanan dengan aturan yang mengatur kewenangan desa. Apabila berdasarkan UU Desa, pemerintah desa berwenang memiliki akses pengelolaan hutan negara, maka diperlukan sebuah aturan yang jelas untuk menindaklanjuti Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.39/MenhutII/2013 Tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat Melalui Kemitraan Kehutanan Peraturan Menteri ini untuk melaksanakan ketentuan Pasal 99 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang pemberdayaan masyarakat melalui Kemitraan Kehutanan. Maksud pemberdayaan masyarakat melalui Kemitraan Kehutanan adalah mengembangkan kapasitas dan memberikan akses masyarakat setempat dalam rangka kerjasama dengan Pemegang Izin pemanfaatan hutan atau Pengelola Hutan, Pemegang Izin usaha industri primer hasil hutan, dan/atau Kesatuan Pengelolaan Hutan wilayah tertentu untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat setempat. 2. Dalam pelaksaanaannya diperlukan Memorandum of Understanding (MOU) atau nota

kesepakatan pengelolaan dan pemanfaatanmya antara perhutani sebagai pemegang hak pengelolaan atas hutan negara dengan unsur pemerintah desa untuk mewujudkan pemberdayaan masyarakat setempat melalui kemitraan kehutanan. Melalui perjanjian

(18)

ini diharapkan adanya penguatan kapasitas dan pemberian akses, ikut serta dalam mewujudkan pengelolaan hutan lestari, dan secara bertahap dapat berkembang menjadi pelaku ekonomi yang tangguh, mandiri, bertanggung jawab dan profesional.

DAFTAR PUSTAKA BUKU

1. H. Mohammad Hatta, Hukum Tanah Nasional Dalam Perspektif Negara Kesatuan, Media Abadi, Yogyakarta, 2005

2. Muhammad Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945 Jilid I, Jakarta : Percetakan Siguntang 3. Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010

4. Nurjaya, I Nyoman, “Menuju Pengelolaan Sumber Daya Hutan yang Berorientasi pada Pola Kooperatif, Perspektif Legal Formal”, Makalah, Workshop Peningkatan Fungsi dan Manfaat Sumber Daya Hutan untuk Pengembangan Perusahaan dan Kesejahteraan

Masyarakat Yogyakarta, 1999

5. Peluso, Nancy Lee, Rich Forest, Poor People: Resource Control and Resistance in Java,

University of California Press at Barkeley, USA, 1994

6. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat , Jakarta: Rajawali Press, 1985

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

1. UUD 1945

2. TAP MPR No. IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria Dan Pengelolaan Sumber Daya Alam

3. UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria 4. UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

5. UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan

7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara

8. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 6 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 Tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014

9. Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Kewenangan Desa.

INTERNET

https://perhutani.co.id/tentang-kami/struktur-organisasi-perum-perhutani/divisi-regional/janten diakses pada tanggal 16 September 2020

Referensi

Dokumen terkait

This paper reveals that Teaching Practice which is provided for student teachers to gain first-hand experience of working with students in real classroom settings and

Diskriminasi secara langsung adalah perlakuan yang berbeda yang dapat terlihat secara langsung, sementara diskriminasi secara tidak langsung menunjuk kepada hukum atau praktik

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dan untuk mengumpulkan data dari masyarakat dilakukan dengan teknik wawancara serta pengamatan

25 Kita harus bersekutu dalam saling melayani dan membantu , bertolong tolongan satu dengan yang lainnyasupaya dunia tahu bahwa kita adalah murid murid Kristus. Bidang yang

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi data untuk melihat gambaran kematangan karir pada para mahasiswa yang mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa

Hal ini dapat direkam secaara terpisah dalam catatan kemajuan persalinan atau pada Kartu Menuju Sehat (KMS) ibu hamil. Tanggal dan waktu harus dituliskan setiap kali membuat

Desain stator dan rotor dari generator linier ini masih sama dengan desain yang digunakan pada penelitian sebelumnya namun terdapat perubahan pada sisi spesifikasi

Minyak yang dipilih dalam percobaan ini yaitu Virgin Coconut Oil (VCO).Minyak yang sesuai dalam formulasi SNEDDS yaitu minyak dengan kandungan asam lemak rantai