• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini akan membahas hal-ha1 berikut: (1) pengujian restriksi, (2) respon perubahan pendapatan. (5) pemintaan pangan antar wilayah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab ini akan membahas hal-ha1 berikut: (1) pengujian restriksi, (2) respon perubahan pendapatan. (5) pemintaan pangan antar wilayah."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

VI. ANALISIS PERMINTAAN PANGAN Dl KAWASAN TlMUR INDONESIA

Bab ini akan membahas hal-ha1 berikut: (1) pengujian restriksi, (2) interpretasi dugaan parameter perrnintaan, (3) respon perubahan harga, (4) respon perubahan pendapatan. (5) pemintaan pangan antar wilayah. dan (6) penggunaan parameter permintaan dikaitkan dengan upaya pemenuhan konsumsi energi dan protein rumah tangga di wilayah KTI.

6.1. Pengujian Restriksi

Pengujian restriksi dilakukan untuk model sistem persamaan dengan memasukkan peubah demografi. Hasil dugaan parameter untuk model permintaan tanpa restriksi simetri disajikan pada Lampiran 26. Sementara itu Lampiran 27 menunjukkan hasil dugaan parameter untuk model permintaan tanpa restriksi homogen sedangkan hasil dugaan tanpa restriksi homogen dan simetri dapat di simak pada Lampiran 28.

Tabel 23 menunjukkan hasil uji-F untuk masing-masing model sistern permintaan. Dari tabel tersebut terlihat bahwa semua model tanpa restriksi berbeda nyata (pada taraf 5 persen) dengan model restriksi. Oleh karena itu dalam pembahasan selanjutnya hanya digunakan model persamaan permintaan dengan memaksakan ("impose") restriksi homogen dan simetri. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa homogenitas dan simetri merupakan sifat ("properties") dari fungsi permintaan.

(2)

Tabel 23. Hasil Uji-F Model Sistern Persamaan Pennintaan Dengan dan Tanpa Restriksi

6.2. Dugaan Parameter Perrnintaan

Sebagian besar dugaan parameter sistern pennintaan pangan (model tanpa peubah demografi) nyata pada taraf 1 persen yang rnengindikasikan nyatanya pengaruh perubahan harga dan pengeluaran pangan terhadap pangsa pengeluaran masing-masing kornoditi. Dari 14 sistern persamaan pangsa, dugaan parameter pengeluaran seluruhnya nyata pada taraf 1 persen kecuali untuk persamaan pangsa pengeluaran daging nyata pada taraf 10 persen dan sebagian besar tanda dugaan parameter tersebut bertanda negatif

Hipotesa no1 Model dengan restriksi simetri = model tanpa restriksi simetr~ dan homogen

Model dengan restriksi homogen = model tanpa restriksi homogen dan simetri

Model dengan restriksi homogen dan simetri =

model tanpa restriksi homogen dan simetri

Hipotesa alternatif Model dsngan restriksi simetri # model tanpa

restriksi simetri dan homogen

Model dsngan restriksi homogen # model

tanpa restriksi

homogen dan s~metri

Model dengan restriksi homogen dan simetri #

model tanpa restriksi homogen dan simetri

F M ~ 53.49 63.18 48.25 F0.05 1.25 2.1 3 1 .OO Kesimpulan Tolak Ho Tolak Ho Tolak HO

(3)

yang berarti meningkatnya pengeluaran pangan akan diikuti dengan penurunan pangsa pengeluaran untuk beras, serealia lain, daging, ikan, susu, gula pasir. minyak goreng dan rnakanan jadi. Respon yang searah dengan perubahan pengeluaran pangan adalah untuk pangsa pengeluaran urnbi- urnbian, telur, sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan dan rnie (Tabel 24).

Dengan rnernasukkan peubah dernografi dalarn ha1 ini dummy daerah (DAER), pendidikan kepala keluarga (PDDKK), dan jurnlah anggota rurnahtangga (JART), keragaan hasil dugaan parameter disajikan pada Tabel 25. Terlihat sebagian besar dugaan parameter nyata pada taraf I persen yang mengindikasikan nyatanya pengaruh perubahan harga, pengeluran pangan serta peubah demografi terhadap pangsa pengeluaran pangan masing- masing komoditi. Dari 14 sistern persarnaan pangsa, dugaan parameter pengeluaran seturuhnya nyata pada taraf 7 persen, kecuali untuk persamaan pangsa pengeluaran sayuran nyata pada taraf 10 persen. Sebagian besar dugaan parameter pengeluaran bertanda negatif yang rnenunjukkan bahwa meningkatnya pengeluaran pangan akan diikuti penurunan pangsa pengeluaran untuk beras, serealia lain, daging, ikan, susu, sayuran, gula pasir, rninyak goreng dan makanan jadi. Namun peningkatan pengeluaran pangan akan direspon searah dengan perubahan tersebut oleh pangsa pengeluaran untuk urnbi-urnbian, mielterigu, telur. buah-buahan dan kacang- kacangan.

(4)

Tabel 24. Parameler Dugaan Model LAlAlDS Komoditas Pangan di Wilayah KT1 Tanpa Peubah Demografi, Tahun 1996

-0,0208 -0,0076 4,0117 0,0019 0,0033 0,0078 -O,W46 0,0024 0,0110 -0,001 1 0,0017 -0,0025 0,0030 -0,0010 taraf nyata Komoditas Beras Serealia lain Umbi-umbian Mielterigu Daging lkan Telur S ~ S U Say~ran Buah-buahan Kacang-kacangan Gula pasir Minyak goreng Makanan jadi Pangan lain Beras Serealia lain Umbi-umbian Mielterigu Daging lkan Telur S ~ S U %ran Buah-buahan Kacang-kacangan Gula pasir Minyak goreng Makanan jadi Pangan lain Kacang- k m g a n -0,0047 -0,0015 0,0011 -0,0001 ' 0,0016 1 0,0055 -0,0044 .0,0015 0,0018 0,0023 -0,0073 0,0028 -0,0020 -0,0011 Konstanta 0,6275 0,0133 0,0561 -0,0192 0,1073 0,1662 0,0106 0.0111 0,0703 -0,0272 -0,0033 ' 0,0871 0,0978 0,0695 Penge- luaran -0,0999 -0,0047 0,0054 0,0137 4,0024 3 -0,0084 0,0047 -0,0059 -0,0030 0,0245 0,0061 -0,0159 4,0092 -0,0058 -0,0010 -0,MW)2 ' 0,0124 -0,0018 0,0026 0,0035 -0,0023 -0,0097 0,0024 0,0034 -0,001 5 -0,0020 0,0034 0,0016

Keterangan : 1 laraf nyata 5%; inpa catatan : taraf nyata 1% Harga Gula pasir -0,0075 Bern 0,0909 0,0091 -0,00291 -0,0039 -0,0098 -0,0052 -0,0132 -0,0010' -0,0209 -0,0209 -0,0047 -0,0075 0,0045 -0,0023

zk

0,0045 Serealia 0,0091 -0,0238 -0,0046 0,0024 -0,0009 ' 0,0156 0,0061 -0,0002* -0,0076 -0,0041 0,0015 0,0032 -0,0017 0,0010 -0,0029 -0,0046 -0,0057 0,0034 0,0027 0,0060 -O,M)60 0,0124 0,0117 -0,0053 0,001 1 -0,0021 -0,0031 -0,0015 Makanan jadi -0,0023 Mielte~igu -0,0039 0,0024 0,0034 -0,0041 -0,0009 0,0000' 0,0009 -0,0018 0,0019 0,0016 -0,0001 ' -0,0007 0,0003* 0,0005 Pangan lain -0,0122 Daging -0,0098 -0,0009' 0,0027 0,00091 0,0026 0,0180 0,0026 0,0026 0,0033 0,0058 0,0016 -0,WO 0,0022 0,0000' Ikan -0,0052 0,0156 -0,0060 0,0000' -0,0180 -0,0145 0,0031 0,0035 0,0078 -0,0006' 0,0055 -0,0103 -0,0099 -0,0062 Telur -0,0132' 0,0061 0,0060 0,0009 0,0026 0,0031 .O,OOl2' -0,0023 0,0046 0.0018 -0,0044 0,0038 0,0017 -0,0004'

(5)

Tabel

25.

Parameter Dugaan Model LAlAlDS Komoditas Pangan di Wilayah KT1 Dengan Peubah Demografi, Tahun

1996

Komoditas Beras Serealia lain Umbi-umbian Mielterigu Daging lkan Telur Susu Sayuran Buah-buahan Kacang-kacangan Gula pasir Minyak goreng Makanan jadi Konstanta 0,5821 0,0244 0,0505 -0,0233 0,999 0.1872 0,0208 0,0129 0,0947 -0,0317 -0,0039 ' 0,0929 0,1201 0,0897 Penge- -0,0764 -0,0025 0,0071 0,0126 -0,0045 -0,0169 0,0017 -0,0093 -0,00162 0,0245 0,0059 -0,0169 -0,0131 -0,0088 Beras 0,0585 -0,0141 0,0048 -0,0041 -0,0017 ' -0,0022 ' -0,0158 -0,0023

'

-0,0122 -0,0153 -0,0056 -0,0098 0,0066 -0,0046 Serealia 0,0141 -0,0227 -0,0028 0,0016 -0,0029 0,0136 0,0054 -0,0023 -0,0083 -0,0037 0,0010 0,0034 -0,0015 0,001 1 Umbi- umbian 0,0048 0,0028 -0,0028 0,0023 0,0006 ' -0,0084 0,0051 0,0091 -0,0126 -0,0044 0,0004 ' -0,0017 -0,0025 -0,0010

Harga

DPgng

lkan -0,0022 0,0136 -0,0084 0,0005 ' 0,0175 -0,0140 0,0039 0,0049 0,0062 .0,0018 0,0057 -0,0099 -0,0104 0,0059 Telur 0,0016 0,0054 0,0051 0,001 1 -0,0016 1 0,0038 -0,0004 ' -0,0014 0,0047 0,0012 -0,0038 0,0037 0,0014 0,0005 ' Komoditas Beras Serealia lain Umbi-umbian Mielterigu Daging lkan Telur Susu Sayuran Buah-buahan Kacangkacangan Gula pasir Minyak goreng Makanan jadi

I

Kacang-

L

L

L

I

1

Keterangan : taraf nyata 5%; 2 taraf nyata 10%;

Gula pasir -0,0098 0,0034 -0,0017 -0,0008 -0,0025 -0,0098 0,0037 -0,0017 0,0030 -0,0043 0,0028 0,0161 0,0003 0,0034 Minyak Makanan 'adi 0,0066 -0.0046 DAER -0,0620 -0,0027 -0,0073 0,0083 0,0139 0,0177 0,0026 0,0126 0,0108 -0,0005 ' 0,0018 40036 -0,0004 ' 0,0019 * tidak nyata, tanpa catalan . taraf nyata 1%

PDDKK -0,0068 -0,0017 -0,0010 0,0008 0,0017 0,0028 0,0010 0,0023 -0,0004 0,0003 0,0002 0,0003 0,0001 2 -0,0002 2 JARS 0,OOM 0,0010 0,0007 0,0004 0,0004 ' -0,0029 -0,0015 -0,0007 -0,0020 0,0004 -0,0000 ' -0,0008 -0,0023 .0,0022

(6)

Dugaan parameter dummy daerah sebagian besar nyata pada taraf 1

persen dan menunjukkan tanda yang cukup konsisten dengan pola

konsumsi pangan antar daerah kota dan desa. Tanda parameter DAER negatif

untuk persamaan pangsa pengeluaran pangan beras, serealia lain, umbi-

urnbian, buah-buahan, gula pasir dan minyak mengindikasikan bahwa

pangsa pengeluaran jenis-jenis pangan tersebut di kota lebih rendah dari pada di daerah pedesaan, walaupun untuk persamaan buah-buahan dan minyak goreng koefisien tersebut tidak nyata. Hal ini konsisten terutama jenis pangan pokok (beras, serealia lain, dan urnbi-urnbian) yang dari sisi tingkat konsumsi relatjf tinggi di desa dari pada di kota. Untuk pangan sumber protein dan mielterigu serta makanan jadi menunjukkan tanda positif pada parameter DAER. Hal ini berarti bahwa jenis-jenis pangan tersebut pangsa pengeluaran di kota lebih tinggj dari pada di desa. Fenomena tersebut juga searah dengan pola konsumsi yang telah dibahas sebelumnya.

Peubah pendidikan kepala keluarga sebagian besar nyata

rnernpengaruhi pangsa pengeluaran pangan pada taraf 1 persen, kecuali

untuk persamaan pangsa kacang-kacangan nyata pada taraf 5 persen dan persamaan pangsa minyak goreng dan makanan jadi masing-masing nyata

pada taraf 70 persen Dari sisi tanda~parameter terlihat bahwa sernakin tinggi

pendidikan KK terdapat kecenderugan menurunnya pangsa pengeluaran untuk

pangan pokok (beras, serealia lain, umbi-urnbian), sayuran, serta makanan jadi. Penurunan pangsa pengeluaran pangan pokok dengan makin tingginya

(7)

pendidikan KK dapat dijelaskan sebagai berikut. Makin tingginya tingkat

pendidikan KK dapat diinterpretasikan makin meningkatnya pengetahuan

tentang pangan (dan gizi) yang mendorong terjadinya perubahan pola konsurnsi menurunkan alokasi pengeluaran untuk pangan sumber karbohidrat (pangan pokok) ke pangan lain yang lebih bermutu (surnber protein, vitaminlmineral. dan pangan lainnya) sehingga pola konsumsi mengarah kepada pola konsurnsi yang seimbang dari sisi norma gizi. Seperti diketahui bahwa rata-rata konsurnsi penduduk lndonesia masih terlalu timpang ke pangan surnber karbohidrat (belum seirnbang dari sisi norma gizi). Soehardjo

(1997) menunjukkan bahwa tingkat pencapaian pola pangan harapan (PPH)

rata-rata penduduk lndonesia baru mencapai sekitar 83 persen dari patokan yang ditetapkan.

Dugaan parameter JART sebagian besar nyata mempengaruhi pangsa pengeluaran pangan pada taraf 1 persen, kecuali untuk persamaan pangsa pengeluaran daging dan kacang-kacangan. Tanda positif dari JART untuk

persamaan pangsa pengeluaran beras, serealia lain, umbi-urnbian,

mielterigu, dan buah-buahan dapat diinterpretasikan bahwa semakin tinggi JART (yang berarti pula semakin banyak JART) semakin tinggi pula pangsa

pengeluaran untuk berbagai jenis pangan tersebut. Ternuan serupa

ditemukan pula oleh Abdulai,

a

gl (1999) di India yang menemukan pula

peubah JART bertanda positip untuk persamaan pangsa pengeluaran

(8)

yang retatif rnahal seperti daging, ikan, susu dan telur. Dugaan parameter untuk JART pada Tabel 25 rnendukung pula temuan Abdulai,

a

(1999) di India. Kecenderungan yang sama juga disimpulkan oleh Teklu dan Johnson (1988) untuk daerah perkotaan indonesia yang rnenemukan bahwa parameter dugaan JART bertanda positif untuk persamaan pangsa pengeluaran pangan pokok dan tanda negatif untuk pangan elastik (ikan, daging. produk susu, sayur dan buah-buahan). Demikian pula temuan yang diperoleh Harianto (1994). Sementara itu penelitian Pakpahan (1 988) untuk daerah perkotaan Jawa Barat menemukan bahwa elastisitas pengeluaran pangan untuk rurnahtangga tunggal (tanpa anggota rumahtangga) lebih kecil daripada rumahtangga dengan jurnlah anggota yang lebih banyak.

6.3. Respon Perubahan Harga

Elastisitas harga sendiri

Tabel 26 dan Tabel 27 memperlihatkan besaran elastisitas harga sendiri kornoditas pangan di KT1 secara total, menurut daerah dan kelornpok pendapatan masing-masing untuk model perrnintaan tanpa dan dengan peubah demografi. Pada model I (tanpa peubah demografi) dilihat dari sisi tanda, semua nilai elastisitas harga sendiri sesuai teori permintaan. Dalarn ha1 ini semua bertanda negatif yang berarti naik turunnya harga kornoditas akan direspon dengan arah berlawanan terhadap jumlah yang diminta oleh konsumen. Secara agregat wilayah KTI, sebagian komoditas (beras, ikan,

(9)

sayuran, buah-buahan, gula pasir, rnakanan jadi dan pangan lain) bersifat in- elastis, yang dapat pula diinterpretasikan bahwa kornoditas-komoditas tersebut merupakan barang kebutuhan ("neccesaties"). Respon perubahan jumlah yang dirninta untuk kornoditas-kornoditas tersebut persentasenya lebih kecil dibanding persentase perubahan harga. Menarik untuk diungkap adalah in-elastisnya elastisitas makanan jadi, yang mengindikasikan rnulai populernya rnakanan jadi atau adanya pola yang mengarah kepada kebiasaan rnengkonsurnsi makanan di luar rumah. Meningkatnya partisipasi wanita yang bekerja di luar rurnah sehingga waktu rnenyiapkan makan untuk keluarga terbatas diduga mendorong terjadinya pergeseran tersebut.

Tabel 26. Elastisitas Harga Sendiri Komoditas Pangan di Wilayah KTI. Menurut Daerah dan Kelompok Pendapatan (Model tanpa peubah demografi) Komoditas Beras Sereatia lain Umbi-umbian Mielterigu Daging l kan Telur SUSU Sayuran Buah-buahan Kacang-kacangan Gula pasir Minyak goreng Makanan jadi Pangan lain Total -0.564 -1.550 -1.273 -1.1 65 -1.359 -0.952 -1.1 69 -1.462 -0.895 -0.724 -1.167 -0.653 -1.033 -0.893 -0.993 Daerah Desa -0.707 -1.642 -1

.I

1 1 -1.205 -1.578 -1.009 -1.488 -1.629 -0.885 -0.809 -1.201 -0.796 -1.021 -0.899 -1.027 Kelornpok Pendapatan Kota -0.504 -1.419 -1.355 -1.107 -1.349 -0.850 -0.927 -1.144 -0.909 -0.628 -1.002 -0.504 -1.063 -0.884 -0.972 Tinggi -0.508 -0.400 -0.708 -1.068 -0.863 -0.776 -0.836 -1.079 -0.875 -0.474 -0.876 -0.404 -1.015 -0.900 -0.993 Rendah -0.975 -2.084 -1.365 -1.276 -2.733 -1.083 -1.450 -1.264 -0.886 -1.080 -1.71 0 -0.91 2 -1.023 -0.877 -1 ,019 Sedang -0.701 -1. f 87 -1.

t

54 -1.148 -1.188 -0.924 -1.097 -1.269 -0.894 -0.728 -1 089 -0.608 -1.041 -0.908 -1.004

(10)

Apabila dibedakan menurut daerah, terlihat secara urnum perrnintaan pangan rata-rata penduduk di desa lebih responsif terhadap perubahan harga dibanding penduduk kota. Ternuan ini mendukung ternuan sebelumnya untuk wilayah Indonesia secara rata-rata, Jawa-luar Jawa, rnaupun hasil penelitian

di India (Timrner dan Alderman, 1979; Mears, 1981 ; Sudaryanto, &

1995; Hermanto, 1996; Rachman dan Erwidodo, 1994; Abdulai,

4

1999).

Keragaan besaran nilai elastisitas harga sendiri antar kelornpok pendapatan secara umurn rnenunjukkan bahwa sernakin tinggi pendapatan makin kurang responsif terhadap perubahan harga, kecuali untuk susu, sayuran, dan makanan jadi. Untuk ketiga jenis kelompok kornoditas tersebut polanya adalah dari pendapatan rendah ke pendapatan sedang sedikit rneningkat besaran elastisitas harganya, namun dari kelornpok pendapatan sedang ke pendapatan tinggi rnengalarni penurunan besaran elastisitas. Pola umum permintaan pangan yang menunjukkan rnakin kecilnya respon perubahan harga dengan rnakin tingginya tingkat pendapatan dapat dijelaskan sebagai berikut. Konsumen yang rendah tingkat pendapatannya rnerespon dengan kuat (besar) setiap perubahan harga pangan karena

terbatasnya pendapatan realokasi anggaran segera dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan pangannya. Sernentara itu dengan makin tingginya

tingkat pendapatan secara umurn kebutuhan (minimal) pangan sudah terpenuhi sehingga adanya perubahan harga tidak besar responnya terhadap

(11)

permintaan pangan yang bersangkutan. Pola tersebut mendukung temuan

peneliti sebelumnya antara lain Hermanto, gt

al

1996, Rachman dan Erwidodo,

1994

Tabel 27. Elastisitas Harga Sendiri Komoditas Pangan di Wilayah KT1 Menurut Daerah dan Kelompok Pendapatan, Tahun 1996 (Model dengan peubah demografi) stan Tinggi -0.507 -0.395 -0.696 -1.068 -0.877 -0.766 -0.834 -1.072 -0.872 -0.482 -0.885 -0.401 -1.024 -0.902 -0.992 a secara Komoditas Beras Serealia lain Urnbi-umbian Mietterigu Daging lkan Telur SUSU Sayuran Buah-buahan Kacang-kacangan Gula pasir Minyak goreng Makanan jadi Pangan lain

Untuk kelompok komoditas yang rnempunyai pola respon perubahan harga berbeda antara kelompok pendapatan rendah ke sedang dan dari sedang ke tinggi fenomenanya dapat dijelaskan sebagai berikut. Meningkatnya respon perubahan harga oleh kelompok pendapatan rendah ke sedang didorong untuk memenuhi kebutuhan minimal yang masih belum tercukupi. Sementara itu makin menurunnya respon harga dari kelompok Keterangan: * Dalarn mengestimasi model perrnintaan pangan di kota dan de

terpisah, peubah dummy DAER dikeluarkan dari model analisis. Total -0.641 -1.516 -1.194 -1.151 -1.394 -0.952 -1.123 -1.344 -0.884 -0.726 -1 .I27 -0.673 -1.042 -0.891 -0.992 Daerah * Desa -0.739 -1.607 -1.109 -1.195 -1.558 -1.003 -1.400 -1.605 -0.891 -0.805 -1.185 -0.794 -1.029 -0.900 -1.023 Kelompok Pendal Kota -0.554 -1.407 -1.351 -1.108 -1.343 -0.848 -0.915 -1.108 -0.907 -0.634 -0.999 -0.51 1 -1.074 -0.880 -0.970 Rendah -0.978 -2.051 -1.380 -1.268 -2.741 -1.084 -1.381 -1.290 -0.896 -1.076 -1.699 -0.907 -1.029 -0.877 -1.008 Sedang -0.697 -1.184 -?.I49 -1

.I

36 -1.182 -0.920 -1.087 -1.259 -0.890 -0.734 -1.065 -0.61 1 -1.045 -0.909 -0.998

(12)

pendapatan sedang ke tinggi dirnungkinkan adanya usaha untuk mengurangi konsumsi pangan tersebut (kebutuhan minimal sudah tercukupi) untuk dialokasikan pada pengeluaran yang lain.

Secara urnurn terlihat pola urnurn besaran elastisitas harga sendiri pada model dengan peubah dernografi searah dengan model tanpa peubah dernografi. Dalam ha1 ini sebagian besar jenis pangan nilai etastisitas harga sendiri di daerah kota lebih kecil (kurang responsif) terhadap perubahan harga dibanding di daerah pedesaan (kecuali untuk umbi-umbian, buah- buahan, gula pasir dan rnakanan jadi). Pola yang searah pula dengan nilai elastisitas pada model tanpa peubah dernografi adalah besaran nilai etastisitas harga sendiri antar kelompok pendapatan. Konsisten hampir semua jenislkelornpok pangan (kecuali rninyak goreng dan rnakanan jadi) makin kurang responsif terhadap perubahan harga dengan sernakin tingginya tingkat pendapatan.

Apabila besaran antar elastisitas harga sendiri di wilayah KT1 secara total pada model tanpa dan dengan peubah demografi dibandingkan, terlihat hal-ha1 berikut. Pertama, delapan jenistkelompok pangan yang bersifat elastis terhadap perubahan harga pada rnodel tanpa peubah demografi sarna dengan jenis pangan pada model dengan peubah dernografi. Namun demikian walau sama-sama bersifat elastis, terdapat kecenderungan besaran nilai elastisitas harga sendiri pada rnodel tanpa peubah demografi sedikit lebih tinggi. Kedelapan jenis pangan yang bersifat elastis tersebut adalah

(13)

serealia lain, umbi-umbian, mielterigu, daging, telur. susu, kacang-kacangan dan rninyak goreng. Kedua, untuk jenis pangan beras, buah-buahan dan gula pasir walaupun sama-sama bersifat in-elastis terhadap perubahan harga narnun besaran nilai elastisitas pada model dengan peubah dernografi sedikit lebih tinggi dibanding pada model tanpa peubah demografi.

Elastisitas harga silang

Tabel 28 dan Tabel 29 menunjukkan elastisitas harga silang kornoditas pangan di KT1 tahun 1996 untuk model tanpa dan dengan peubah dernografi. Dari sisi tanda, model tanpa peubah demografi menunjukkan bahwa hubungan antara komoditas beras dengan serealia lain, umbi-umbian, rnielterigu, susu, kacang-kacangan, minyak goreng dan rnakanan jadi bersifat substitusi yang ditunjukkan oleh tanda positip dari elastisitas silang. lnterpretasi dari hubungan substitusi antara beras dengan komoditas tersebut adalah apabila terjadi kenaikan harga kornoditas substitusi maka perrnintaan terhadap beras akan rneningkat. Namun demikian dilihat dari besarnya kenaikan permintaan beras akibat naiknya harga-harga komoditas substitusi relatif kecil. Naiknya harga komoditas substitusi 10 persen akan rnenyebabkan kenaikan permintaan beras kurang dari satu persen.

Tidak demikian halnya apabila terjadi kenaikan harga beras. Naiknya harga beras akan diikuti oleh rnenurunnya perrnintaan seturuh jenis pangan kecuali susu, minyak goreng dan pangan lain, dengan persentase

(14)

Tabel 28. Model Tanpa Peubah Dernografi: Elastisitas Harga Silang Kornoditas Pangan di Wilayah KTI, Tahun 1996

Harga

1

I"

realia lain

P

aging

P

ayuran acang-kacangan

t

ula pasir inyak goreng jadi Mielterigu

I

(15)

Tabel

29. Model Dengan Peubah Dernografi: Elastisitas Harga Silang Komoditas Pangan

di

Wilayah KTI, Tahun 1996

Komodilas Beras Serealia lain Umbi-umbian Daging lkan Telur Susu Sayuran Buah-buahan Kacang-kacangan Gula pasir Minyak Goreng Makanan jadi Pangan lain Miellerigu

(16)

penurunan yang cukup nyata. Kenaikan 10 persen harga beras akan rnenurunkan permintaan komoditas pangan berkisar antara satu sarnpai enarn persen. Penelitian Harianto (1994) menernukan kecenderungan yang searah dengan penelitian ini. Demikian pula hasil penelitian yang disirnpulkan oleh Teklu dan Johnson (1988) rnenernukan ha1 yang serupa. Ternuan tersebut rnenunjukkan bahwa betapa kebijakan stabilisasi harga beras masih diperlukan (setidaknya pada tahun 1996 sebagai tahun analisis). Karena penurunan perrnintaan atau konsurnsi pangan yang lain akibat kenaikan harga beras pada taraf tertentu dapat rnenurunkan status gizilkesehatan penduduk dan selanjutnya akan berdarnpak kepada penurunan produktivitas kerja.

Sernentara itu hubungan yang bersifat kornplemen terlihat pada beras dengan daging, ikan, telur, sayuran, buah-buahan dan gula pasir. Dilihat dari sisi pola konsurnsi atau menu konsumen, temuan tersebut adalah logis mengingat komoditas tersebut terrnasuk lauk-pauk, sayur dan buah yang merupakan rnakanan yang rnelengkapi nasi (beras). Namun dernikian dilihat dari besarannya, penurunan perrnintaan beras karena naiknya harga- harga kornoditas tersebut relatif kecil.

Hubungan kornplernen juga terjadi antara serealia lain dengan beras. urnbi-urnbian, sayuran. buah-buahan, kacang-kacangan dan gula pasir. Ternuan tersebut rnenunjukkan terdapatnya pola diversifikasi konsumsi pangan pokok di wilayah KTI. Dalam ha1 ini serealia (jagung terrnasuk), beras dan urnbi-urnbian (sagu terrnasuk) dikonsurnsi secara kornplernen oleh

(17)

rata-rata penduduk di wilayah KTI. Pola tersebut juga didukung oleh adanya hubungan kornplemen antara urnbi-umbian dengan beras dan serealia lainnya.

Menarik untuk diungkap bahwa daging dan ikan bersifat substitusi datarn pola permintaan pangan di KTI. narnun daging bersifat kornplemen dengan telur dan kacang-kacangan (tahu dan tempe termasuk di dalarnnya). Fenornena tersebut dapat diinterpretasikan bahwa dalam pola menu konsurnsi rata-rata penduduk di KTI peran daging dan ikan bisa saling rnenggantikan, sernentara telur dan kacang-kacangan (tahu, ternpe) bersifat rnelengkapi lauk pauk rnereka.

Fenornena menarik lain yang dapat diungkap dari Tabel 29 adalah hubungan yang bersifat kornplernen sebagian besar jenis pangan dengan makanan jadi dan sebatiknya juga terjadi hubungan kornplemen antara berbagai jenis pangan dengan makanan jadi. Temuan tersebut rnendukung pernbahasan sebelurnnya yang menyiratkan adanya kecenderungan rnakin populernya rnakanan jadi dalam pola konsurnsi rata-rata rurnahtangga di KTI. Walaupun dari sisi besaran nilai elastisitas responnya relatif kecil terhadap perubahan harga-harga berbagai jenis pangan, namun fenomena hubungan komplementer makanan jadi dengan berbagai jenis pangan merupakan peluang ekonorni yang terbuka untuk pengembangan industri rnakanan. restoran, rurnah makan dan warung-warung rnakan di wilayah Indonesia Timur.

(18)

Apabila keragaan nilai elastisitas harga silang pada model tanpa dan dengan peubah dernografi dibandingkan (Tabel 26 dan Tabel 29 dibandingkan) secara urnurn terlihat adanya kesarnaan dan konsistensi dari sisi tanda. Hal ini rnengindiikasikan bahwa dugaan dengan rnenggunakan kedua model tersebut rnenghasilkan estirnasi elastisitas yang cukup konsisten. Narnun dernikian dilihat dari sisi besaran nilai elastisitas terdapat variasi atau ketidak konsistenan. Dalarn ha1 ini beberapa jenis pangan besaran elastisitasnya lebih besar pada model tanpa peubah dernografi (antara lain serealia tain dengan harga beras, urnbi-umbian dengan harga beras). Beberapa jenis pangan yang lainnya besaran elastisitas silang pada model dengan peubah dernografi justru sedikit lebih tinggi (antara lain terlihat pada beras terhadap harga sereaha lain serta telur terhadap harga beras).

6.4. Respon Perubahan Pendapatan

Analisis secara agregat KT!, KT1 daerah pedesaan dan KT1 perkotaan untuk model tanpa peubah dernografi menunjukkan bahwa sernua jenis komoditas pangan yang dianalisis bersifat barang normal. Hal ini ditunjukkan oleh tanda dari elastisitas pendapatan yang positif (Tabel 30). Di wilayah KTI.

sernua kornoditas pangan yang dianalisis permintaannya in-elastis (<I), kecuali untuk buah-buahan, kacang-kacangan dan rnietterigu, demikian pula

halnya untuk KT1 di daerah perkotaan. Narnun untuk daerah pedesaan jumlah kornoditas yang permintaannya elastis lebih banyak yaitu serealia lain, umbi-urnbian, miejterigu, buah-buahan dan kacang-kacangan yang

(19)

ditunjukkan oleh nilai elastisitas pendapatan yang lebih besar dari satu. Hal ini secara umum dapat diinterpretasikan bahwa rata-rata penduduk di daerah pedesaan KT1 tebih responsif terhadap perubahan pendapatan dan harga komoditas pangan dibanding di perkotaan. lmplikasi dari temuan ini adalah pentingnya keberpihakan setiap kebijakan yang terkait dengan masalah pangan dan gizi pada penduduk di wilayah pedesaan.

Pengelornpokan rurnahtangga di KT1 menurut tingkat pendapatan ternyata menunjukkan hasil yang keragaannya berbeda. Dari sisi tanda elastisitas pendapatan semua komoditas yang secara agregat sesuai (termasuk barang normal), dengan pengelornpokan berdasar pendapatan, komoditas daging dan susu bertanda negatip untuk kelompok pendapatan rendah dan sedang. Perubahan tanda elastisitas dimungkinkan setidaknya oleh tiga hal, pertama dari sisi data, dalam ha1 ini tingkat partisipasi konsumsi untuk kedua komoditas tersebut relatif kecil, sehingga banyak nilai pengeluaran susu yang no1 pada rumahtangga kelornpok pendapatan rendah dan sedang, kedua dari sisi spesifikasi model yang kurang sesuai bagi masing-masing kelornpok pendapatan, dan ketiga, karena terbatasnya pendapatan pada kedua kelompok tersebut, adanya peningkatan pendapatan dialokasikan untuk meningkatkan konsumsi pangan yang lain yang lebih pokok.

Dari sisi besaran nilai elastisitas pendapatan, konsisten untuk sernua jenis pangan bahwa sernakin tinggi tingkat pendapatan semakin kurang elastis permintaan komoditas pangan di wilayah KT1 (kecuali telur berlaku

(20)

sebaliknya). Fenomena yang berlaku untuk semua kornoditas pangan tersebut juga ditemukan oleh peneliti lain, bahkan di negara majupun rnenunjukkan fenornena serupa terutama pangan sumber karbohidrat (Timmer dan Alderman, 1979; Rachman dan Erwidodo, 1994; Senauer dalarn Park,

a

1996). lntrepretasi lain dari temuan tersebut adalah bahwa permintaan pangan rumahtangga berpendapatan rendah lebih responsif terhadap perubahan pendapatan dibanding kelornpok pendapatan tinggi. lmplikasi dari temuan tersebut adalah perlunya prioritas kebijakan yang mendorong peningkatan pendapatan (dan atau stabilisasi harga pangan) bagi kelornpok penduduk pendapatan rendah. Hal ini untuk menjamin tercukupinya kebutuhan pangan dari sisi kuantitas maupun kualitas dan rneningkatkan produktivitas kerja kelornpok tersebut.

Tabel 30. Elastisitas Pendapatan Komoditas Pangan di Wilayah KT1 Menurut Daerah dan Kelompok Pendapatan, Tahun 1996 (Model tanpa peubah demografi) Komoditas Beras Serealia lain Urnb~umbian Mielterigu Daging lkan Telur SUSU Sayuran Buah-buahan Kacang-kacangan Gula pasir Minyak goreng Makanan jadi Panpan lain Total 0.554 0.936 0.938 1.139 0.732 0.735 0.879 0.512 0.801 1.208 1.024 0.549 0.657 0.728 0.731 Daerah Desa 0.722 1.136 1.031 1.209 0.735 0.843 0.913 0.672 0.97 2 1.366 1.151 0.656 0.726 0.805 0.786 Tinggi 0.482 0.580 0.831 0.739 0.286 0.589 0.603 0.000 0.668 0.806 0.807 0.488 0.566 0.640 0.629 Kota 0.465 0.834 0.91 2 1.067 0.719 0.628 0.843 0.430 0.738 1.080 0.973 0.493 0.649 0.714 0.752 Kelompok Pendapatan Rendah 0.91 1 1.663 1.730 1.070 -0.035 0.721 0.426 -0.877 1.041 1.569 1.143 0.701 0.764 0.792 0.834 Sedang 0.740 1.259 1.283 0.897 -0.095 0.673 0.563 -0.574 0.857 1.178 0.858 0.588 0.729 0.731 0.747

(21)

Khusus untuk komoditas beras apabila diperhatikan pada kelompok pendapatan rendah dan daerah pedesaan maka terlihat nilai elastisitas harga (sendiri) dan elastisitas pendapatan besarannya harnpir sarna. Namun demikian untuk daerah pedesaan respon pemintaan beras terhadap perubahan pendapatan sedikit lebih tinggi dibanding terhadap perubahan harga. Hal ini berirnplikasi bahwa kebijakan penciptaan lapangan kerja untuk mendorong peningkatan pendapatan penduduk pedesaan lebih efektif dibanding kebijakan stabilisasi harga (beras). Sementara itu bagi penduduk berpendapatan rendah (di desa dan kota) kebijakan stabilisasi harga relatif lebih efektif dari pada peningkatan pendapatan.

Tabel 31 memperlihatkan keragaan elastisitas pendapatan di wilayah KT1 dari model dengan peubah demograf. Dengan rnodet tersebut komoditas serealia lain, umbi-umbian, rnielterigu, buah-buahan dan kacang-kacangan bersifat etastik terhadap perubahan pendapatan. Hal ini agak rnenyirnpang dari perkiraan semula yaitu bahwa pangan pokok urnumnya bersifat in-elastik terhadap perubahan harga rnaupun pendapatan. Secara total wilayah KT1 besaran nilai elastisitas pendapatan pada model tanpa peubah dernografi terlihat lebih realistik dibanding pada model dengan peubah demografi.

Namun demikian secara urnurn pola antar daerah maupun antar kelompok pendapatan dari besaran elastisitas pendapatan pada model dengan peubah demografi cukup konsisten. Dalam ha1 ini untuk semua jenis pangan, elastisitas pendapatan rata-rata rumahtangga di desa lebih responsif

(22)

terhadap perubahan pendapatan dibanding di kota (kecuali daging). Selain itu semakin tinggi tingkat pendapatan untuk sernua jenis pangan, permintaannya rnakin kurang elastik terhadap perubahan pendapatan.

Tabel 31. Elastisitas Pendapatan Komoditas Pangan di Wilayah KT\ Menurut Kelornpok Pendapatan. Tahun 1996 (Model dengan peubah dernografi)

Urnbi-urnbian Mielterigu Daging tkan Telur susu Sayuran Buah-buahan Kacang-kacangan Gula pasir Minvak oorena Komoditas Eleras Serealia lain

DAER tidak'birnasukltan dalam model analisis. f otal

0.616 1.013

~akan& jadi- Pangan lain

6.5. Permintaan Pangan Antar Wilayah

Keragaman sumberdaya terlihat berpengaruh terhadap pola konsumsi

Keteranpan: ' Dalam rnenaestirnasi model permintaan di kota dan desa secara terpisah ~ e u b a h dummy

0.678 0.740

dan perrnintaan pangan di suatu wilayah. Penduduk di wilayah dengan pola Daerah

konsumsi beras tinggi (Kalteng dan Sulsel) permintaan terhadap beras kurang Desa 0.777 1.220 Kelornpok Pendapatan 0.747 0.799

responsif terhadap perubahan harga beras dibanding NTT dan Maluku yang Kota 0.510 0.848 Rendah 0.950 1.660

memiliki pola pangan pokok beras + serealia lainlumbi-umbian. Hal ini logis

0.671 0.750

mengingat penduduk yang tingkat konsurnsi berasnya tinggi atau dengan kata Sedang

0.754 1.213

lain beras menjadi pangan pokok utama maka perubahan harga beras Tinggi 0.475 0.601 0.747 0.838 0.679 0.749 0.611 0.630

(23)

pengaruhnya relatif kecil terhadap perrnintaan karena beras rnemang sangat dibutuhkan. Sernentara itu penduduk di wilayah yang pangan pokoknya tidak hanya pada beras maka perubahan harga direspon cukup tinggi, ha1 ini rnengingat beras selain sebagai pangan pokok juga dapat dijadikan status sirnbol atau gengsi (Tabel 32).

Adanya pergeseran beras dapat dijadikan status sirnbol atau gengsi antara lain dapat dilihat di propinsi NTT. Penduduk di wilayah NTT yang semula dikenal sebagai konsumen dengan pola pangan pokok jagung (serealia lain) cukup rnenonjol, data hasil analisis permintaan pada Tabel 32 rnenunjukkan bahwa perrnintaan beras bersifat in-elastis terhadap perubahan harga beras dan perrnintaan jagung (serealia lain) justru elastis terhadap perubahan harga jagung. Dengan kata lain posisi jagung sebagai pangan pokok di NTT telah digeser oleh beras. Faktor pendorong adanya pergeseran tersebut tidak terlepas dari kebijakan perberasan di Indonesia selarna ini yang rnengacu pada harga murah dan dapat dijangkau serta tersedia dalam jumlah dan kualitas yang cukup di semua wilayah. Disamping itu terdapat pula kesalahan persepsi pengambil kebijakan serta masyarakat yang mengkhawatirkan telah tejadi kerawanan pangan apabila ada perubahan konsurnsi dari beras ke pangan pokok lain (jagung atau urnbi-urnbian). Kebijakan dan kesalahan persepsi tersebut ternyata secara bertahap telah rnenggeser konsurnsi penduduk yang semula non beras rnenjadi beralih ke beras.

(24)

S e b a g a i d a e r a h d e n g a n potensi sumberdaya u s a h a peternakan d a n tingkat k o n s u m s i d a g i n g y a n g relatif tinggi terfihat permintaan d a g i n g di NTT kurang responsif terhadap perubahan harga dibanding Sulsel d a n Maluku. N a m u n di K a l t e n g d a n KT1 secara keseluruhan lebih t i d a k responsif. W a l a u p u n t i d a k terlalu konsisten untuk s e m u a wilayah terdapat kecenderungan wilayah d e n g a n potensi peternakan m e n g k o n s u m s i p a n g a n hasil ternak (daging) relatif tinggi d a n permintaan terhadap p r o d u k tersebut bersifat k u r a n g responsif terhadap perubahan harga.

Tabel 32. Elastisitas Harga Sendiri Beberapa Kornoditas Pangan di KTI, NTT, Kalteng, Sulsel dan Maluku, Tahun 1996 (Model tanpa peubah dernografi) Komoditas Beras Serealia lain Umbi-umbian Mielterigu Daging lkan Telur SUSU Sayuran Buah-buahan Kacang-kacangan Gula pasir Minyak goreng Makanan jadi Pangan lain KT1 -0.584 -1.550 -1.273 -1.165 -1.359 -0.952 -1.169 -1.462 -0.885 -0.724 -1 .I67 -0.653 -7.033 -0.893 -0.993 NTT -0.681 -1.361 -1.037 -1.304 -1.51 8 -1 .I 66 -1.040 -1.667 -0.831 -0.729 -1 595 -0.573 Kalteng -0.300 -1.040 -1.121 -1.140 -0.786 -0.899 -0.905 -1.639 -0.946 -0.620 -1.493 -0.667 Sulsel -0.367 -2.141 -1.402 -1.138 -1.600 -0.991 -0.837 -1.079 Maluku -0.701 -1.797 -1.21 7 -1.365 -2.1 73 -1.091 -0.826 -1.005 -0.969 -1.041 -1.005 -0.989 -0.967 -0.865 -0.992 -1.168 -1.513 -0.918 -0.776 -1.274 -0.625 -0.789 -2.044 -1.584 -0.842 -1.025 -1.372 -0.692

(25)

Fenomena yang terjadl pada produk peternakan juga terlihat untuk ikan. Wilayah Maluku. Sulawesi Selatan, Kalteng dan KT1 secara keseluruhan yang secara umum berbasis wilayah kelautan (dan sungai) mengkonsumsi ikan lebih banyak dibanding penduduk di wilayah lahan kering seperti NTT. Pola konsumsi tersebut terlihat pada besaran nilai elastisitas harga yang perrnintaannya kurang responsif terhadap perubahan harga. Permintaan ikan di NTT bersifat elastis terhadap perubahan harga (elastisitas harga ikan > 1) sementara itu di Maluku, Sulsel, Kalteng dan KT1 secara keseluruhan bersifat in-elastis (elastisitas harga ikan e l ) .

Secara umum pola hubungan antara potensi wilayah, tingkat konsumsi dan elastisitas permintaan terhadap harga seperti diuraikan di atas juga konsisten terlihat pada hubungan potensi wilayah, tingkat konsurnsi dan elastisitas perrnintaan terhadap perubahan pendapatan (Tabel 33). Dalam ha1 ini, wilayah dengan potensi komoditas tertentu, mempunyai kecendemngan tingkat konsumsi komoditas tersebut cukup tinggi dan permintaan terhadap kornoditas tersebut kurang responsif terhadap perubahan harga rnaupun pendapatan.

(26)

Tabel 33. Elastisitas Pendapatan di KTI, NTT, Kalteng, Sulsel dan Maluku, Tahun 1996

(Model tanpa peubah demografi)

Dilihat dari besaran nilai elastisitas harga dan pendapatan di KT1 dan empat propinsi terpilih, fakta yang terjadi untuk permintaan beras menunjukkan bahwa kebijakan perberasan yang perlu diprioritaskan untuk masing-masing wilayah berbeda. Di wilayah KT1 secara keseluruhan dan Maluku kebijakan stabilitasi harga lebih efektif yang ditunjukkan oteh permitaan beras yang lebih responsif terhadap perubahan harga dibanding perubahan pendapatan. Di Kalteng berlaku sebaliknya bahwa kebijakan penciptaan lapangan kerja yang rnendorong peningkatan pendapatan lebih efektif dilaksanakan. Semenbra itu untuk NTT dan Sujawesi Selatan implementsi dua macam kebijakan tersebut mempunyai pengaruh yang hampir sarna terhadap permintaan beras di wilayah yang bersangkutan.

Komoditas Beras Serealia lain Umbi-umbian Mielterigu Daging l kan Telur Susu Sayuran Buah-buahan Kacang-kacangan Gula pasir Minyak goreng Makanan jadi Pangan lain NTT 0.554 0.936 0.938 1.139 0.732 0.735 0.879 0.522 0.802 1.208 1.024 0.549 0.657 0.728 0.731 Kalteng 0.828 0.382 1.125 1.216 0.612 0.793 1.001 0.280 1.033 1.300 1 .lo0 0.717 0.662 0.793 0.757 Sulsel 0.414 1.424 0.891 I

.on

0.813 0.634 0.815 0.874 0.735 1.132 1.132 0.580 0.688 0.782 0.741 Maluku 0.342 0.471 1.100 1.025 0.901 0.624 0.810 0.463 0.828 1.029 0.787 0.576 0.633 0.704 0.660 KT I 0.421 0.650 0.832 1.287 0.464 0.715 1.022 0.367 0.732 1.077 0.948 0.391 0.825 0.868 0.687

(27)

Untuk kornoditas gula pasir, perrnintaannya bersifat in-elastis atau kurang responsif terhadap perubahan harga maupun pendapatan. Fenomena tersebut terjadi untuk wilayah KT1 secara keseluruhan maupun di keempat propinsi terpilih. Hal ini menujukkan bahwa gula pasir rnerupakan barang kebutuhan (pokok) dan termasuk barang normal dirnana rneningkatnya pendapatan diikuti oleh peningkatan pemlintaan terhadap gula pasir.

Kornoditas minyak goreng terlihat merniliki pola perrnintaan yang berbeda antar wilyah. Di Kalteng, Maluku dan NTT perrnintaan rninyak goreng bersifat in-elastis terhadap perubahan harga (yang berarti merupakan barang kebutuhan). Sementara itu di KT\ secara keseluruhan dan Sulsel perrnintaan minyak goreng bersifat elastis terhadap perubahan harga atau tergolong barang mewah. Perubahan pendapatan rnempunyai dampak terhadap perubahan perrnintaan minyak goreng yang harnpir sarna dan bersifat in-elastis serta tergolong barang normal di sernua wilayah (Tabel 35). Ternuan tersebut rnenyiratkan bahwa dilihat dari sisi besaran nilai elastisitas perrnintaan, di sernua wilayah KT1 maupun empat propinsi contoh, perubahan harga rninyak goreng direspon lebih kuat oleh konsurnen di wilayah KT1 dibanding adanya perubahan pendapatan. Mengingat komoditas rninyak goreng terrnasuk salah satu dari sernbilan kebutuhan pokok penduduk dan harga yang terjadi diserahkan pada mekanisme pasar, maka untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan minyak goreng di wilayah KT1 pemerintah perlu menciptakan fasilitas infrastruktur yang menjarnin pasokan dan distribusi

(28)

rninyak goreng lancar sehingga tidak terjadi gejolak perubahan harga yang tajam.

6.6. Upaya Pernenuhan Konsumsi Energi dan Protein

lnformasi tentang besaran (dugaan) parameter konsumsi dan permintaan pangan bermanfaat dan diperlukan oleh pengambil keputusan antara lain untuk rnemprediksi atau membuat proyeksi kebutuhan pangan serta dampak yang terjadi pada konsumen apabila terjadi perubahan harga pangan dan pendapatan. Perubahan harga pangan dan atau pendapatan penduduk dapat disebabkan karena adanya perubahan kebijaksanaan ataupun karena kekuatan pasar. Selain itu informasi besaran dugaan parameter permintaan juga bermanfaat bagi pengarnbil keputusan dan pihak- pihak yang terlibat dalam penyediaan dan distribusi pangan, terutama pada wiiayah-wilayah dimana secara geografis tidak mernungkinkan untuk rnemproduksi pangan sesuai dengan kebutuhan penduduknya.

Berbagai studi permintaan pangan yang mengaplikasikan hasil analisis dugaan parameter permintaan untuk analisis kebijaksanaan antara lain Kuntjoro (1984). Harianto (1994) dan Sirnatupang. (1995). Dalam hal ini Kuntjoro (1984) menggunakan hasil dugaan parameter permintaan untuk membuat proyeksi kebutuhan pangan nasional tahun 1990-2000. Sedangkan Harianto (1994) rnengaplikasikan dan rnengkaitkan hasil studi perrnintaan pangan dengan kebijaksanaan proteksi harga beras di Indonesia. Sementara itu Simatupang,

a

(1995) menggunakan dugaan parameter permintaan

(29)

(dan penawaran) untuk rnernproyeksi permintaan (dan penawaran) beras jangka rnenengah dan jangka panjang di Indonesia.

Studi ini rnencoba rnengaplikasikan hasil dugaan parameter perrnintaan pangan di wilayah KT1 dikaitkan dengan upaya pemenuhan konsurnsi zat gizi (energi dan protein) khususnya pada kelompok penduduk berpendapatan rendah dan dari sisi norma gizi rnasih termasuk kurang mernenuhi standar kebutuhan gizi untuk dapat hidup sehat dan dapat beraktifitas secara normal. Mengacu pada formula rnaternatis yang dirumuskan dalarn metoda penelitian, dengan rnengasurnsikan tidak terjadi perubahan dalarn harga-harga kornoditas pangan yang dianalisis, rnaka untuk mernenuhi kebutuhan konsurnsi energi penduduk berpendapatan rendah di wilayah KT1 sebesar 2 150 Kkalfkaplhari diperlukan peningkatan pendapatan per kapita sebesar 1.39 persen. Sernentara itu untuk mernenuhi kebutuhan konsurnsi protein sebesar 46.2 gr/kap/hari diperlukan peningkatan pendapatan per kapita 1.51 persen bagi rurnahtangga berpendapatan rendah di wilayah KTI.

Upaya peningkatan pendapatan sebesar itu belurn rnernpertirnbangkan kebutuhan nor); pangan bagi mrnatitangga. Padahat kebutuhan akan papan (perumahan), sandang (pakaian) dan pendidikan juga merupakan kebutuhan dasar. Selain itu kornoditas pangan yang dianalisis juga merupakan komoditas yang beturn siap dikonsurnsi langsung, oleh karena itu diperlukan pula kornpensasi pendapatan untuk jasa pengolahan bahan pangan sarnpai siap dikonsurnsi. Berdasar pertirnbangan tersebut setidaknya diperlukan

(30)

upaya peningkatan pendapatan sekitar 3 persenlkapita untuk rnernenuhi kebutuhan konsurnsi energi sesuai anjuran (kebutuhan non .pangan sekitar 50 persen dari total pengetuaran, sehingga perlu peningkatan pendapatan 2 kali 1.39 persen, sebesar 2.78 persen, dibulatkan menjadi 3 persen untuk jasa pengolahan pangan sarnpai siap konsurnsi). Dengan perhitungan dan pertirnbangan yang sarna, diperlukan peningkatan pendapatan per kapita sekitar 3.5 persen untuk mernenuhi konsurnsi protein bagi kelornpok

rurnahtangga berpendapatan rendah di wilayah KTI.

Untuk wilayah NTT peningkatan pendapatan per kapita yang diperlukan bagi kelornpok penduduk berpendapatan rendah agar kebutuhan energi 2 150 Kkallkaplhari dan protein 46.2 grtkapitalhari terpenuhi rnasing- rnasing sebesar 1.33 persen dan 1.23 persen. Di wilayah Kalteng dan Sulsel, kelornpok penduduk berpendapatan rendah telah rnengkonsurnsi protein rnelebihi batas yang dianjurkan. Namun dernikian untuk konsurnsi energi untuk memenuhi konsurnsi sesuai batas anjuran masih diperlukan peningkatan pendapatan per kapita masing-masing 1.35 persen dan 1.66 persen. Sernentara itu untuk penduduk propinsi Maluku. kelornpok berpendapatan rendah justru telah dapat rnemenuhi konsurnsi energi rnelebihi batas yang dianjurkan. Narnun dernikian kelompok penduduk berpendapatan rendah di Maluku masih perlu meningkatkan konsumsi protein sesuai dengan anjuran yang ditetapkan ahli gizi. Untuk keperluan tersebut dibutuhkan peningkatan pendapatan sebesar 1.75 persen dari rata-rata tingkat

(31)

pendapatan kelornpok berpendapatan rendah di M a l u k u p a d a t a h u n 1 9 9 6

T a b e l 34. Peningkatan Pendapatan y a n g Diperlukan u n t u k Mernenuhi Kebutuhan Konsurnsi Energi d a n Protein Rurnahtangga Berpendapatan Rendah, T a h u n 1996

r = 2 150 - konsumsi energi aktual

6. Energi

---

x 100% (2 150 + konsumsi energi aktual)l2

\ .-,

r = 46.2 - konsumsi protein aktual

Protein --- x 100% (46.2 + konsumsi protein aktuaf)/2

Dasar Penetapan Nilai ri *) A. Energi Protein 9. Energi Protein 15

Z (pi.qiq~) = total konsumsi energi atau protein dari 15 kelompok komoditas pangan yang i = 1 dikonsumsi dikalikan dengan elastisitas pendapatan masing-masing komoditi.

% AY = persen peningkatan pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan konsumsi energi atau protein sesuai rekomendasi WKNPG V tahun 1993.

Keterangan: *) A. Energi s = 2 150 Kkalikaphari KT1

1.51 1.39 0.01 26 0.0400

Hasil perhitungan peningkatan pendapatan seperti disajikan p a d a T a b e l 34 belurn rnempertimbangkan kebutuhan untuk konsumsi non p a n g a n d a n

NTT

1.33 1.23 0.01 28 0.1 528

kompensasi j a s a pengotahan b a h a n p a n g a n untuk siap dikonsurnsi. Kalteng 1.35 0.0106 Sutsel 1.66 0.01 53 Maluku 1.75 0.5045

Gambar

Tabel  23  menunjukkan  hasil  uji-F  untuk  masing-masing  model  sistern  permintaan
Tabel  23.  Hasil  Uji-F Model Sistern  Persamaan Pennintaan  Dengan  dan  Tanpa Restriksi
Tabel 24.  Parameler Dugaan Model LAlAlDS Komoditas Pangan di Wilayah KT1 Tanpa Peubah Demografi, Tahun 1996  -0,0208  -0,0076  4,0117  0,0019  0,0033  0,0078  -O,W46  0,0024  0,0110  -0,001 1  0,0017  -0,0025  0,0030  -0,0010  taraf nyata Komoditas Beras
Tabel  25.  Parameter Dugaan Model LAlAlDS Komoditas Pangan di Wilayah KT1 Dengan Peubah Demografi, Tahun  1996  Komoditas  Beras  Serealia lain  Umbi-umbian  Mielterigu  Daging  lkan  Telur  Susu  Sayuran  Buah-buahan  Kacang-kacangan  Gula pasir  Minyak
+7

Referensi

Dokumen terkait