• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH DI INDONESIA : PENDEKATANNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH DI INDONESIA : PENDEKATANNYA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Mastitis pada sapi perah merupakan salah satu penyakit yang sangat merugikan, karena menurunkan kualitas dan produksi susu . Penyakit ini tersebar luas di berbagai belahan dunia (DOHOO dan LESLIE, 1991 ; DOHoo dan MORRIS, 1993), termasuk Indonesia (HIRST et al, 1984, 1985 ; BUDIHARTA dan WARUDJU, 1985 ; WARUDJU dan BUDIHARTA, 1985) . Penyakit tersebut dapat dibe-dakan dalam bentuk yang klinis dan subklinis . Para peternak sapi perah umumnya sudah mengenal bentuk mastitis klinis. Akan tetapi untuk mastitis subklinis (MSK) peternak umumnya belum menge-tahui, karena tidak tampak tanda-tanda klinisnya. Untuk mengetahui adanya MSK perlu diketahui jumlah kandungan sel somatik dalam susu (Hirst

et al 1985) .

Distribusi MSK dalam peternakan sapi perah tergantung kepada distribusi infeksi mikroba pato-gen mastitis dalam kelenjar susu atau mammae. Faktor penting yang mempengaruhi distribusi MSK pada sapi perah ialah terdapatnya kuartir (puting susu) yang terinfeksi oleh patogen mastitis pada tiap-tiap sapi perah. Jumlah sel somatik pada susu beberapa hari awal laktasi bukan merupakan indikator yang baik adanya infeksi pada kelenjar susu . Pada sapi yang tidak terinfeksi oleh mikroba patogen mastitis, jumlah sel somatik akan turun sampai umur 2 minggu post partus dan selanjut-nya jumlah sel somatik akan tetap stabil . Akan tetapi bila terjadi infeksi, jumlah sel somatik akan naik (DOHoo dan MORRIS, 1993) . Pada kondisi ini kemungkinan besar jumlah sel somatik dalam susu akan naik, sejalan dengan peningkatan jumlah sel somatik diikuti dengan penurunan produksi susu . Adanya sel somatik dalam susu, secara tidak langsung dapat diuji reagen komersial dalam ben-tuk Kit, tetapi penggunaan Kit di lapangan tidak banyak dilakukan oleh para peternak, kecuali pada perusahaan peternakan sapi perah yang berskala besar (SUPAR, 1994) . Sel somatik dalam susu dapat dihitung secara langsung dengan memper-gunakan beberapa cara antara lain berupa instru-men elektronik (Coulter Counter, Coulter Electro-nics Ltd, UK) atau secara photometric

(Fos-MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH DI INDONESIA : MASALAH DAN

PENDEKATANNYA

PENDAHULUAN

SUPAR Balai Penelitian Veteriner

Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 52, Bogor 16114

samatic, Fost Electric, Hillerod, Denmark) . Akan tetapi alat ini sangat mahal bagi peternak di Indo-nesia dan sulit mendapatkannya . Dalam dasa-warsa terakhir ini di Balai Penelitian Veteriner, Bogor telah dikembangkan metode pemeriksaan MSK secara tidak langsung. Teknik ini dimodifi-kasi dari teknik Aulendorfer Mastitis Probe (AMP) disesuaikan dengan kondisi setempat. Modifikasi metode tersebut telah diuji di laboratorium dan dibandingkan dengan perhitungan sel somatik (HIRST et al 1985; SUDIBYO et al, 1991) .

Pada tulisan ini ini dikemukakan rangkuman hasil-hasil penelitian mastitis di Indonesia, dengan harapan agar para peternak sapi perah mengeta hui dan melakukan pencegahan ataupun pengo-batannya . Teknik deteksi MSK dan upaya pengendalian mastitis dapat diterapkan pada tingkat peternak atau paling tidak pada tingkat koperasi susu . Dengan demikian, pada gilirannya akan dapat menaikkan produksi susu dan penda-patan peternak sapi perah meningkat.

PENYEBAB MASTITIS

Mastitis pada sapi perah disebabkan oleh berbagai jenis mikroba patogen yang masuk ke dalam ambing melalui saluran puting susu . De ngan demikian penularan mikroba patogen masti-tis dapat terjadi dari satu puting ke puting lainnya pada satu ambing pada waktu pemerahan . Proses penularan agen penyebab mastitis ini dapat terjadi pada waktu pemerahan yang dilakukan secara manual . Di samping itu, penularan dapat juga terjadi melalui tangan pemerah, air untuk mencuci ambing susu, kain lap, atau peralatan yang lain yang dipakai untuk mengeringkan ambing se-belum dan sesudah pemerahan . Pada proses pe-merahan dengan mesin penularan mikroba pato-gen melalui peralatan tersebut dapat dikurangi .

Agen penyebab mastitis paling banyak dise-babkan oleh mikroba dari kelompok bakteri dibandingkan ragi atau kapang . Namun demikian ada sebagian kecil mastitis yang disebabkan bukan oleh mikroba, kasus ini dinamakan mastitis non spesifik. Mikroba patogen yang pernah diiso-Iasi dari kasus mastitis di Indonesia tertera pada

(2)

Tabel 1 . Agen penyebab mastitis sangat komplek, namun demikian mikroba patogen yang paling dominan berupa spesies bakteri dari genus Strep-tococcus.

Tabel 1 . Patogen mastitis yang berhasil diasingkan dari sapi perah di Indonesia Nama organisme Streptococcus agalactiae Strap. dysagalactiae Streptococcus uberis Staphylococcus aureus Staphy. epidermidis Coliform Candida sp Bakteri lainnya PREVALENSI MASTITIS

Dalam penelitian intensif yang dilakukan di beberapa tempat peternakan sapi perah di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur den Daerah Istimewa Yogyakarta prevalensi mastitis subklinis berkisar antara 37 sampai 67% den mastitis klinis antara 5 sampai 30%. Distribusi mastitis di be-berapa daerah yang diteliti tertera pada Tabel 2. Dari tabel tersebut kelihatan jelas bahwa preva-lensi MSK jauh lebih tinggi dari pada yang klinis.

Tabel 2. Prevalensi mastitis pada sapi perah di Indonesia

KERUGIAN

EKONOMI-HIRSTet al, 1984;POELOENGAN et al. 1984, ROMPISet al. 1985 HIRSTet al, 1984;POELOENGANet al. 1984 ; Rompis et al. 1985 HIRSTet al, 1984;POELOENGANet al. 1984 ; Rompls et al. 1985 POELOENGANet al. 1984, HIRSTet al. 1984; Rompls et al. 1985; BUDIHARTAdenWARUDJU, 1985

HIRSTet al., 1984, POELOENGANet al., 1984; Rompls et al., 1985; BUDIHARTAdenWARUDJU, 1985

POELOENGANet al. 1984; BUDIHARTAden WARUDJU, 1985 HASTIONoet al., 1983

BUDIHARTAdenWARUDJU, 1985

Kerugian ekonomi akibat mastitis adalah berupa penurunan produksi susu, masa laktasi yang lebih pendek den bertambahnya biaya pe ngobatan penyakit. Penelitian menunjukkan be-tapa masih tingginya kasus MSK pada peternak tradisional maupun perusahaan peternakan skala besar. Penurunan produksi susu per kuartir akibat MSK ringan dalam penelitian di daerah persusuan

Sumber

di Kabupaten Boyolali tahun 1984 adalah sebesar 19,0% per hari, sedangkan pada infeksi berat penurunan produksi susu dapat mencapai 36,0% per hari (HUTABARAT et al., 1985a,b) . Dari peneli-tian yang dilakukan oleh pare peneliti Balai

Peneli-tian Veteriner, dilaporkan bahwa kerugian ek-onomi karena penurunan produksi susu akibat MSK sebesar 14,6% atau sekitar 2 liter tiap ekor tiap hari . Pada tahun 1985, kerugian akibat MSK ditaksir sebesar 8,5 milyard rupiah per tahun, bila tingkat infeksi MSK sebesar 67%, tanpa dilakukan pengendalian yang intensif (HIRST et al., 1985) .

Mastitis subklinis tidak memberikan tanda-tanda secara klinis, sapi tampak sehat den napsu

DIAGNOSIS MASTITIS SUBKLINIS

makan baik'. Untuk menentukan sapi perah laktasi menderita mastitis subklinis (MSK), sel somatik dalam susu harus diperiksa . Banyak metode yang dapat dipakai untuk mengetahui jumlah sel soma-tik dalam susu, secara langsung maupun tidak langsung. Namun alat tersebut sangat mahal har-ganya bagi peternak umumnya. Dalam dasawarsa terakhir ini di Balai Penelitian Veteriner (BALITVET) Bogor telah dikembangkan metode deteksi MSK. sederhana namun cukup akurat, yaitu metode

49 Lokasi peternakan Mastitis Subklinis (%) Minis Sumber data

Sukabumi, Bandung 63,0 5,0 Rompis et al., 1985

Sukabumi, Bandung, Bogor 75,2 7,8 SUPAR, 1994

Pasuruan (Jawa Timur) 67,0 5,0 HIRSTet al., 1985

Pasuruan (Jawa Timur) 38,3 20,0 SUDIBVOet al., 1991

Baturaden (Jawa Tengah) 55,8 24,3 HIRSTet al., 1984

Boyolali (Jawa Tengah) 62,5 30,0 HUTABARATet al., 1985b

(3)

Aulendorfer Mastitis Probe (AMP) yang dimodifi-kasi terhadap kondisi laboratorium setempat (HIRST

et

al., 1985 ; SUDIBYO

et

al., 1992 ) . Uji AMP ini ticlak terlalu mahal biaya peralatan clan biaya operasionalnya . Bahan kimia dapat diperoleh di pasaran setempat . Adapun bahan yang diperlukan clan cara untuk melakukan pe-ngujian uji MSK secara AMP yang dimodifikasi oleh HIRST

et

a/.(1985) secara singkat diuraikan sebagai berikut :

1 . Pereaksi AMP

Na-dodecyl hydrogen sulfate 40 gram Harnstoff urea . . . 240 gram

Phenolphtalein 80 mg dalam aquades 50 ml Ditambah aquadest sampai volume 1000 mililiter

2. Cara mengerjakan AMP

- Masukan 3 ml sampel susu dalam tabung reaksi kecil

- Tambahkan pereaksi AMP yang dibuat di atas sebanyak 3 ml, kocok sampai rata perlahan-lahan .

- Didiamkan dalam temperatur kamar se-lama 24 jam .

- Buat garis-garis mendatar sejajar mulai skala 0 sampai 8 setinggi campuran susu tersebut dipakai untuk penilaian reaksi

(Li-hat Gambar 1) .

3 . Pengamatan reaksi clan penilaian .

Reaksi perubahan yang terjadi dalam tabung bila diamati dengan teliti sejak awal adalah terjaclinya suspensi yang bersifat

gelatinous

yang terbentuk dalam dasar tabung, berwarna agak putih yang naik ke atas, bagian bawah menjadi agak jernih . Intensitas reaksi yang terbentuk dari materi gelatinous tersebut ke-mungkinan berupa DNA dari sel somatik yang lisis karena pengaruh deterjen pereaksi atau senyawa-senyawa protein yang sangat kom-plek yang disekresikan dalam susu . Bahan gelatinous tersebut secara proporsional se-banding dengan intensitas peradangan atau inflamatory response dari sel kelenjar susu. Dalam uji AMP ini, reaksi dibaca dengan garis-garis sejajar, masing-masing unit satu senti-meter, skala garis-garis sejajar diletakan dibelakang tabung (Gambar 1) . Nilai intensitas sel radang atau sel somatik yang paling tinggi ialah 8 (hampir seluruh isi tabung tampak berisi suspensi gelatinous warna putih), sedangkan yang paling renclah nilainya 1 (hampir seluruh tabung tampak jernih) . Dengan demikian nilai uji metode deteksi mastitis dapat clibedakan

SUPAR :Mastitis Subkfinis pada Sapi Perah di Indonesia

dari 1 sampai dengan 8 . Nilai 1-2 hewan sehat, nilai 3-5 hewan menderita MSK seclang clan nilai AMP 6-8 MSK berat, hampir mendekati klinis, ambing menderita infeksi berat clan perlu pengobatan .

KORELASI UJI AMP DENGAN UJI PERHITUNGAN SOMATIK Gambar 1 . Petunjuk penilaian uji AMP yang dimodifikasi Sumber : Dokumen petunjuk kerja laboratorium Bakteriologi

BALITVET

Aplikasi metode AMP dalam deteksi MSK akan berdampak positif dalam pengendalian mas-titis. Hasil evaluasi ini dapat dipakai untuk menen tukan apakah sapi laktasi perlu diobati atau ticlak. Secara ekonomis penggunaan AMP akan me-nekan penggunaan obat-obatan pada sapi dalam periode kering kandang . Metode AMP ini sangat sederhana clan dapat diterapkan di daerah penakan sapi perah atau KUD yang menangani ter-nak sapi perah . Pada gilirannya apabila metode AMP ini diterapkan secara cermat clan tepat kerugian petani peternak sapi perah terhadap mas-titis dapat ditekan.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh staf peneliti Balai Penelitian Veteriner dilaporkan, bah-wa terdapat korelasi positif antara metode AMP dengan metode perhitungan sel somatik (HIRST

et

a/.,

1985) . Dari 3.296 kuartir yang diambil sampel susunya clan diperiksa dengan metode perhitung-an sel somatik clperhitung-an mentode AMP yperhitung-ang dimodifi-kasi, hasilnya secara ringkas tertulis pada Tabel 3. Analisis regresi nilai rata-rata perhitungan sel somatik memberikan korelasi positif (r= 0,9759) terhadap nilai uji AMP pada inkubasi selama 3 jam.

(4)

Sedangkan pada inkubasi 24 jam memberikan nilai korelasi yang lebih besar (r=9938) .

Tabel 3. Hubungan antara uji AMP dan uji perhitungan sel somatik dari 3.296 sampel susu

(Sumber:HIRSTet al., 1985)

PENGENDALIAN MASTITIS

Dari uraian dimuka dapat disimpulkan bahwa setiap satu kasus mastitis klinis selalu diikuti oleh mastitis subklinis antara 4 sampai 14 kasus (Tabel 2) . Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan, bahwa hampir semua mastitis klinis selalu berasal dari MSK. Oleh karena itu, peternak harus benar-benar menyadari clan mengetahui akan hal itu dan berupaya untuk melakukan usaha penekanan kasus MSK. Di samping itu, harus mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan infeksi ambing . Dari penelitian diketahui bahwa setiap kuartir ambing yang terserang MSK produksi susu akan turun antara 10-15% per hari (HIRSTet al., 1985) . Selain itu, nilai atau kualitas nutrisi susu menurun, susu dapat diafkir, masa laktasi lebih pendek, biaya pengobatan naik . Kesemuanya itu akan menyebabkan kerugian ekonomi, apabila tidak di-tanggulangi dengan cepat clan tepat .

Secara alamiah, pada sapi laktasi sel darah putih (sel somatik) akan memasuki kuartir ambing . Pada kondisi yang terinfeksi oleh patogen masti tis, butir darah putih tersebut akan masuk dalam kuartir secara berlebihan . Hal ini terjadi sebagai respon untuk memerangi kuman patogen yang berada dalam kuartir ambing, sel darah putih terse-but terbawa keluar oleh susu . Oleh karena itu dengan memperhatikan derajat kepadatan sel so-matik dalam sampel susu derajat MSK dapat diten-tukan .

Ada beberapa cara untuk mengetahui kan-dungan sel somatik seperti telah disebutkan dimuka. Cara pemeriksaan MSK yang paling mu rah biayanya adalah uji AMP. Pada kepadatan sel somatik lebih dari 500 .000 sel per ml susu yang

setara dengan nilai uji AMP 3- 5, sapi menderita mastitits subklinis.

Pemeriksaan bakteri dalam susu tidak dapat dipakai sebagai pegangan dalam penentuan kese-hatan ambing susu, karena jumlah kuman dalam susu dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti: sani-tasi dan kebersihan alat-alat untuk pemerahan susu, air untuk mencuci ambing yang tidak bersih, pengambilan sampel susu tidak langsung didingin-kan sehingga bakteri sudah berkembang biak. Oleh karena itu, walaupun kepadatan kuman tinggi tidak dapat dipakai pegangan dalam menen-tukan derajat mastitis. Kondisi yang demikian berpengarukh langsung dalam penularan silang agen penyakit antar ternak dalam satu kelompok atau kandang .

Titik berat pengendalian mastitis ialah upaya penekanan terjadinya infeksi silang antara puting yang terinfeksi ke puting susu yang sehat dalam satu ternak atau antar ternak. Setelah itu diikuti dengan penekanan jumlah sapi yang terinfeksi mastitis, dengan melakukan pengobatan pada saat kering kandang. Kalau dalam suatu peter-nakan terdapat mastitis klinis atau MSK berat, perlu segera diadakan tindakan untuk mencegah terjadinya infeksi silang . Dewasa ini, pemakaian obat-obat celup puting atau semprot sudah ba-nyak dilakukan oleh para peternak, namun demi-kian pemantauan evaluasi efektifitas obat ter-sebut terhadap kuman patogen penyebab mastitis isolat lapang atau resistensinya terhadap obat-obat yang beredar di lapangan tidak banyak di-lakukan penelitian, padahal obat tersebut sudah dipakai selama bertahun-tahun .

KESIMPULAN

Program pengendalian mastitis yang teratur dapat berhasil dengan baik apabila diikuti dengan pengendalian MSK. Dengan mengetahui kondisi atau derajat MSK tiap kuartir ambing susu maka langkah pengobatan yang tepat dan hemat untuk pengobatan dapat dilakukan dan program pengen-dalian serta pengobatan MSK clan mastitis klinis dapat disusun sedini mungkin . Uji AMP untuk deteksi MSK sudah diperkenalkan sejak lama kepada para peternak atau koperasi atau KUD persusuan, namun pelakasanaan di lapangan un-tuk dilakukan secara periodik masih jauh dari apa yang diharapkan, atau dengan kata lain adopsi hasil-hasil penelitian penyakit clan teknologi pengendalian penyakit mastitis oleh para peng-guna jasa masih perlm ditingkatan.

5t Nilai Uji AMP Nilai rata-rata uji perhitungan

(x 1003) sel per ml sel somatik inkubasi 3 jam Inkubasi 24 jam

8 2 .876 2.791 7 1 .837 1 .506 6 1 .114 1 .131 5 830 846 4 666 593 3 533 503 2 475 345 1 384 221

(5)

DAFTAR PUSTAKA

BUDIHARTA S. dan B. WARUDJU . 1985 . Mastitis di Daerah Istimewa Yogyakarta . 11 Isolasi bakteri penyebab dan resistensi terhadap' beberapa antibiotika. Hemerazoa. 72 (1) : 58-68 . DOHOO, I. R. and K . E.LESLIE. 1991 . Evaluation of

change in Somatic cell counts as indicators of new intramammary infection. Preventive . Vet. Med. 10: 225-237

DOHOO, I . R. and R. S .MORRIS . 1993 . Somatic cell count patterns in Prince Edward Island dairy herds. Preventive Vet. Med. 15 : 55-65 . HIRST, R. G. SUPAR,J . EMIN. Y. SETIADI and

SUPAR-TONO . 1984. Report on Milk examination for clinical and subclinical mastitis at Baturaden, Purwokerto Central Java .

HIRST, R. G., A . NURHADI, A. ROMPIS, J. WINS, SUPARTONO and Y. SETADI . 1985. The detec-tion subclinical mastitis in the tropic and the essesment of associated milk production losses. Proceedings of the third AAAP animal science congress . Seuol, Korea . Vol I: 498-500.

HUTABARAT T . P . N ., S. WITONO and D. H. A. UNRUH. 1985a. Problemati k mastitis pada pe-ternakan sapi perah rakyat di Kabupaten Bo yolali. 1 . Pengaruh faktor lingkungan dan

sanitasi pemerahan terhadap mastitis. Lapor-an tahunLapor-an hasil penyidikLapor-an penyakit hewLapor-an di Indonesia periode 1983-1984: 26-33 .

SUPAR : Mastitis Subkfinis pada Sapi Perah di Indonesia

HUTABARAT T. P. N ., S . WITONO and D. H. A. UNRUH . 1985b. Problematik mastitis pada pe-ternakan sapi perah rakyat di Kabupaten Bo yolali . 2 . Penurunan produksi susu akibat mastitis. Laporan tahunan hasil penyidikan penyakit hewan di Indonesia periode

1983-1984 : 34-44.

POELOENGAN, M; E D. SETIAWAN dan S . HARDJOU-TOMO. 1984. Inventarisasi bakteri dari ke-jadian mastitis pada sapi perah di daerah Bogor dan sekitarnya . Penyakit Hewan Vol .

16 (28) : 221-223.

Rows, A., A. NURHADI, R . G. HIRST, SUPARTONO, Y. SETIADI and J . WINS . 1985. Proceedings of the third AAAP animal science congress . Seol, Korea . Vol I : 510-512.

SUDIBYO, A.,M . POELOENGAN, S . BAHRI, SUPARTONO dan Y. SETIADI . 1992 . Pengendalian mastitis pada sapi, perah di pasuruan Jawa Timur. Laporan penelitian Balai Penelitian Veteriner. Tahun anggaran 1991-1992 . 75-83 .

SUPAR, 1994 . Laporan pengamatan lapangan pra-perlakuan penelitian dampak ekonomi pe-ngendalian kolibasilosis dan mastitis pada sapi perah .

WARUDJU B. dan BUDIHARTA . 1985. Mastitis di Daerah Instimewa Yogyakarta . I . Distribusi dan epidemiologi . Hemerazoa. 72(1) : 52-57.

Gambar

Tabel 1 . Agen penyebab mastitis sangat komplek, namun demikian mikroba patogen yang paling dominan berupa spesies bakteri dari genus  Strep-tococcus.
Tabel 3. Hubungan antara uji AMP dan uji perhitungan sel somatik dari 3.296 sampel susu

Referensi

Dokumen terkait

Sistem pasar monopolistik cenderung sangat terbatas dalam melakukan improvisasi teknologi dan inovasi dikarenakan jika pada saat mendapat laba yang tinggi maka akan banyak

Bidayatuna, Vol. 02 Oktober 2020 | 175 diperoleh data peserta didik untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia hanya 25% peserta didik yang mendapatkan nilai tuntas dan

bagian kepala, oleh karenanya untuk mendapatkan umur rel yang lebih panjang, bagian kepala diperbesar. Usaha lain yang dilakukan untuk mempertahankan ketahanan

Sesuai dengan data yang telah diperoleh, pada dasarnya manajemen risiko pembiayaan adalah suatu proses yang meliputi identifikasi risiko, pengukuran risiko,

Pancasila dalam mengembangkan sikap sosial siswa di SMA Negeri 4 Bandar Lampung maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas nilai Pancasila telah berjalan dengan baik

Pengujian sistem pelacakan benda bergerak menggunakan metode mean-shift dengan perubahan sekala dan orientasi terdiri dari beberapa proses yaitu proses input video,

Sedangkan Persepsi AP terhadap pentingnya pemahaman AP pada aspek syariah dalam rangka Efisiensi aktivitas audit entitas syariah berpengaruh secara langsung yang berarti bahwa

Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) I Pesisir Barat merupakan salah satu kawasan hutan yang terletak di Pulau Sumatera yang berperan sebagai kawasan penyangga