• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENANGGULANGAN KENAKALAN REMAJA MENURUT PROF. H.M. ARIFIN (Analisis Bimbingan dan Penyuluhan Islam)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENANGGULANGAN KENAKALAN REMAJA MENURUT PROF. H.M. ARIFIN (Analisis Bimbingan dan Penyuluhan Islam)"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

PENANGGULANGAN KENAKALAN REMAJA

MENURUT PROF. H.M. ARIFIN

(Analisis Bimbingan dan Penyuluhan Islam)

SKRIPSI

untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI)

KHOIRUL SHIDDIQ 61111024

FAKULTAS DAKWAH

INSTITUT ISLAM ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

(2)

ii Hal : Persetujuan Naskah

Skripsi

Kepada

Yth. Bapak Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang

Assalamualaikum Wr. Wb.

Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya, maka kami menyatakan bahwa skripsi saudara :

Nama : Khoirul Shiddiq NIM : 61111024 Jurusan : DAKWAH /BPI

Judul Skripsi: PENANGGULANGAN KENAKALAN REMAJA MENURUT PROF. H.M. ARIFIN (Analisis Bimbingan dan Penyuluhan Islam)

Dengan ini telah saya setujui dan mohon agar segera diujikan. Demikian atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Semarang, Juni 2011 Pembimbing,

Bidang Substansi Materi Bidang Metodologi & Tatatulis

Prof. Dr. Hj. Ismawati, M.Ag Hj. Mahmudah, S Ag, M.Pd NIP. 19480705196705 2 001 NIP. 19701129199803 2 001

(3)

iii

SKRIPSI

PENANGGULANGAN KENAKALAN REMAJA

MENURUT PROF. H.M. ARIFIN

(Analisis Bimbingan dan Penyuluhan Islam)

Disusun oleh

KHOIRUL SHIDDIQ 61111024

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal: 30 Juni 2011

dan dinyatakan telah lulus memenuhi sarat

Susunan Dewan Penguji

Ketua Dewan Penguji/ Anggota Penguji

Pembantu Dekan, Penguji I,

Drs. H. Nurbini, M.Si. Drs. H. Solihan, M.Ag

NIP. 19680918 199303 1 004 NIP. 19600 6011994031002

Sekretaris Dewan Penguji/

Pembimbing, Penguji II,

Hj. Mahmudah, S Ag, M.Pd. Safrodin M.Ag.

NIP. 19701129199803 2 001 NIP. 19751203 200312 1 002

Pembimbing,

Pembimbing I Pembimbing II,

Prof. Dr. Hj. Ismawati, M.Ag Hj. Mahmudah, S Ag, M.Pd NIP. 19480705196705 2 001 NIP. 19701129199803 2 001

(4)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka

Semarang, 20 Juni 2011

Khoirul Shiddiq

(5)

v

MOTTO

Artinya: Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (QS. Al-Hasyr: 7) (Depag RI, 1978: 915).

(6)

vi

PERSEMBAHAN

 Untuk kedua orang Tuaku, bapakku Yusuf dan ibuku Nur Azizah yang dengan tabah mengasuh penulis mulai kecil sampai dewasa dan mencurahkan jiwa raganya. Dan dengan kesabarannya membesarkan, mendidik penulis hingga seperti sekarang ini, serta do'anya yang tak putus-putus sehingga penulis dapat melanjutkan studi sampai ke perguruan tinggi dan semoga beliau tetap diberi kesehatan, umur panjang dan selamat dunia dan akhirat.

 Kakak dan adikku yang telah memotivasi dalam studi khusus dan dalam menyelesaikan skripsi ini .

 Teman-temanku yang tak bisa kusebutkan satu persatu yang selalu bersama-sama dalam cita dan asa.

(7)

vii

ABSTRAKSI

Masalah kenakalan remaja sangat meresahkan orang tua, masyarakat, bahkan negara. Mengingat apa yang dilakukan oleh remaja saat ini adalah sangat membahayakan masyarakat dan berdampak pada kepentingan orang banyak, maka menurut penulis permasalahan ini sangat menarik untuk diteliti. Yang menjadi rumusan masalah yaitu faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya kenakalan remaja? Bagaimana penanggulangan kenakalan remaja menurut M.Arifin dalam perspektif bimbingan dan penyuluhan Islam?.

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Data primernya yaitu: karya-karya M. Arifin: (1) Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam; (2) Pokok-Pokok Pikiran tentang Bimbingan dan Penyuluhan Islam; (3) Psikologi Dakwah; (4) Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniyah Manusia. Data sekundernya yaitu sejumlah

kepustakaan yang relevan. Teknik pengumpulan datanya dengan teknik dokumentasi. Adapun Analisis data menggunakan analisis content analysis.

Hasil dari pembahasan menunjukkan bahwa menurut M. Arifin Menurut M. Arifin (1994: 79) kenakalan remaja adalah kehidupan remaja yang menyimpang dari berbagai pranata dan norma yang berlaku umum. Baik yang menyangkut kehidupan masyarakat, tradisi maupun Islam serta hukum. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan remaja adalah karena faktor intern dan ekstern yang pada intinya ditujukan pada lingkungan sosial dan keluarga yang kurang baik. Namun demikian, faktor-faktor kenakalan remaja yang dikembangkan M.Arifin terlalu luas sehingga sukar ditangkap bagian mana yang paling dominan menyebabkan terjadinya kenakalan remaja. Menurut peneliti, sebenarnya kenakalan remaja bermuara pada kondisi lingkungan yang kurang kondusif pada pembentukan perilaku remaja. Kondisi lingkungan tersebut dapat berawal dari lingkungan keluarga, proses pendidikan di sekolah dan kelompok sosial. Timbulnya juvenile delinquency adalah karena lingkungan rumah/keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Penanggulangan kenakalan remaja adalah dengan program bimbingan dan penyuluhan Islam. Program yang ditetapkan, harus dapat menjangkau segala ikhtiar pencegahan yang bersifat umum dan khusus sesuai dengan asas fitrah bimbingan penyuluhan Islam. Bimbingan dan penyuluhan Islam merupakan bantuan kepada klien atau konseli untuk mengenal, memahami dan menghayati fitrahnya, sehingga segala gerak tingkah laku dan tindakannya sejalan dengan fitrahnya tersebut. Manusia, menurut Islam dilahirkan dalam atau dengan membawa fitrah, yaitu berbagai kemampuan potensial bawaan dan kecenderungan sebagai muslim. Bimbingan dan penyuluhan Islam membantu klien/konseli untuk mengenal dan memahami fitrahnya itu, atau mengenal kembali fitrahnya tersebut manakala pernah tersesat, serta menghayatinya sehingga dengan demikian akan mampu mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat karena bertingkah laku sesuai dengan fitrahnya itu

(8)

viii

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, bahwa atas taufiq dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “PENANGGULANGAN KENAKALAN REMAJA

MENURUT PROF. H.M. ARIFIN (Analisis Bimbingan dan Penyuluhan Islam)” ini, disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Strata satu (S.1) Fakultas Dakwah Institut Islam Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Rektor IAIN Walisongo, yang telah memimpin lembaga tersebut dengan baik

2. Bapak Dr. Muhammad Sulthon, M. Ag. selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.

3. Ibu Prof. Dr. Hj. Ismawati, M.Ag selaku Dosen pembimbing I dan Ibu Hj. Mahmudah, S Ag, M.Pd selaku Dosen pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Segenap Bapak, Ibu tenaga edukatif dan administratif Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang yang telah memperlancar proses pembuatan skripsi ini.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini belum mencapai kesempurnaan dalam arti sebenarnya, namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan para pembaca pada umumnya.

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAKSI ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 6

1.4. Tinjauan Pustaka ... 6

1.5. Metoda Penelitian ... 9

1.6. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II: BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM DAN KENAKALAN REMAJA 2.1.Bimbingan dan Penyuluhan Islam ... 16

2.1.1. Pengertian Bimbingan dan Penyuluhan Islam ... 16

2.1.2. Obyek Bimbingan dan Penyuluhan Islam ... 22

2.1.3. Metode Bimbingan dan Penyuluhan Islam ... 25

2.1.4. Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Penyuluhan Islam ... 27

2.2.Kenakalan Remaja ... 29

2.2.1. Pengertian Kenakalan Remaja ... 29

(10)

x

3.1. Biografi M. Arifin ... 41

3.2. Penanggulangan Kenakalan Remaja Menurut M. Arifin ... 42

3.2.1 Remaja ... 43

3.2.2 Pengertian Kenakalan Remaja ... 44

3.2.3 Program Penanggulangan ... 46

BABIV: PENANGGULANGAN KENAKALAN REMAJA MENURUT H.M. ARIFIN (Analisis Bimbingan dan Penyuluhan Islam)...58 BAB V : PENUTUP 5.1.Kesimpulan ... 73 5.2.Saran-Saran ... 74 5.3.Penutup ... 74 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masa remaja (adolesensi) adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa, anak-anak mengalami pertumbuhan cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk jasmani, sikap, cara berfikir dan bertindak. Tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Masa ini mulai kira-kira pada umur 13 tahun dan berakhir kira-kira umur 21 tahun (Daradjat, 1988: 101).

Persoalan remaja selalu hangat dan menarik, baik di negara yang telah maju maupun di negara terbelakang, terutama negara yang sedang berkembang. Karena remaja adalah masa peralihan, seseorang telah meninggalkan usia anak-anak yang penuh kelemahan dan ketergantungan tanpa memikul sesuatu tanggung jawab, menuju kepada usia dewasa yang sibuk dengan tanggung jawab penuh. Usia remaja adalah usia persiapan untuk menjadi dewasa yang matang dan sehat. Kegoncangan emosi, kebimbangan dalam mencari pegangan hidup, kesibukan mencari pegangan hidup, kesibukan mencari bekal pengetahuan dan kepandaian untuk menjadi senjata dalam usia dewasa merupakan bagian yang dialami oleh setiap remaja (Daradjat, 1973: 477).

Remaja pada hakikatnya sedang berjuang untuk menemukan dirinya sendiri, jika dihadapkan pada keadaan luar atau lingkungan yang kurang

(12)

serasi penuh kontradiksi dan labil, maka akan mudahlah mereka jatuh kepada kesengsaraan batin, hidup penuh kecemasan, ketidakpastian dan kebimbangan. Hal seperti ini telah menyebabkan remaja-remaja Indonesia jatuh pada kelainan-kelainan kelakuan yang membawa bahaya terhadap dirinya sendiri baik sekarang, maupun di kemudian hari (Daradjat, 1973: 356).

Banyak di antara mereka yang tidak sanggup mengikuti pelajaran, hilang kemampuan untuk konsentrasi, malas belajar, patah semangat dan sebagainya. Tidak sedikit pula yang telah jatuh kepada kelakuan yang lebih berbahaya lagi (Daradjat, 1973: 356). Kelakuan yang berbahaya itu sebagai hasil dari bentuk kenakalan dan karena kenakalan itu dilakukan oleh remaja maka muncullah julukan kenakalan remaja yang dalam terminologi asingnya disebut juvenile delinquency. Dalam kenyataannya terdapat kesenjangan antara remaja yang baik dengan remaja yang nakal. Sehubungan dengan itu menurut Kartini Kartono, juvenile delinquency merupakan gejala sakit atau patologi secara sosial sehingga ia berprilaku menyimpang, kemudian disebut cacat secara sosial. Hal ini tidak lepas dari kurangnya tanggung jawab sosial pada anak remaja, kerapuhan pendidikan serta pendidikan masyarakat yang buruk (Kartono, 1992: 7-10).

Untuk menanggulangi kenakalan remaja maka sangat diperlukan bimbingan dan penyuluhan Islam. Di kalangan masyarakat Islam telah pula dikenal prnsip-prinsip bimbingan dan penyuluhan yang secara tersirat terdapat dalam al-Qur'an seperti di bawah ini:

(13)

3

Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran: 104)

Artinya: Serulah kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (an-Nahl: 125).

Artinya: Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu". (a-Isra: 110).

Dari beberapa ayat di atas maka dapat dipahami bahwa penyuluhan Islam dalam konteks ini mempunyai peranan penting dalam memecahkan persoalan para remaja yang melakukan perbuatan yang dianggap masuk kategori juvenile delinquency. Itulah sebabnya M. Arifin (2005: 124) menyatakan sebagai berikut:

"Penyuluhan Islam di kalangan remaja pada khususnya di luar sekolah dalam suatu masyarakat yang sedang mengalami transisi dari tingkat hidup agraris ke tingkat hidup yang lebih maju seperti masyarakat

(14)

Indonesia sekarang, terutama di kota-kota metropolitan (kota-kota besar) sangat dirasakan keperluannya oleh masyarakat itu sendiri, oleh karena pada umumnya masyarakat Indonesia menganggap bahwa Islam dengan norma-normanya tetap mempunyai pengaruh psikologis bagi ketenangan serta kemantapan hidup manusia. Permasalahan yang timbul di kalangan remaja yang dipandang serius antara lain adalah masalah kenakalan remaja mengingat remaja adalah suatu kelompok usia yang diharapkan menjadi generasi pengganti orang-orang tua di masa depan. Sebagai kelompok pengganti atau penerus cita-cita bangsa mereka mutlak harus memiliki kondisi mental psikologis yang lebih besar kemampuannya serta kesanggupannya dari generasi yang diganti, dan harapan demikian sudah tentu perlu diresapkan di dalam jiwa para remaja melalui penyuluhan yang intensif dan ekstensif". Menurut M. Arifin (1994: 1) istilah "penyuluhan" mengandung arti "menerangi", menasehati, atau memberi kejelasan kepada orang lain agar memahami atau mengerti tentang hal yang sedang dialaminya.

Menariknya untuk diteliti adalah karena masalah kenakalan remaja sangat meresahkan orang tua, masyarakat, bahkan negara. Mengingat apa yang dilakukan oleh remaja saat ini adalah sangat membahayakan masyarakat dan berdampak pada kepentingan orang banyak, maka menurut penulis permasalahan ini sangat menarik untuk diteliti. Meskipun cara penanggulangan kenakalan remaja telah diulas oleh para ahli namun kenyataannya sampai saat ini kenakalan remaja tidak makin berkurang kalau tidak boleh dikatakan bertambah dalam frekuensi yang sangat mengkhawatirkan, seperti: kebut-kebutan di jalan raya yang membahayakan, ugal-ugalan, berandalan, urakan yang mengacaukan lingkungan, perkelahian antar gang, tawuran yang membawa kurban jiwa, membolos sekolah lalu bergelandangan di jalan-jalan dan mal-mal serta bereksperimen bermacam-macam kedurjanaan dan tindak a susila, kecanduan dan ketagihan bahan

(15)

5

narkoba, homo seksualitas, komersialisasi seks, pengguguran janin oleh gadis-gadis dan masih banyak lagi ( http://www.indowarta.org/2011/query/bentuk-kenakalan-remaja-di-indonesia diakses tanggal 26 April 2011).

Sisi menarik dari penelitian ini yaitu kenakalan remaja berdampak sangat luas baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Dari sini muncul suatu pertanyaan apakah hal itu akibat dari kurangnya perhatian orang tua, ataukah karena pengaruh lingkungan, pembawaan dan pergaulan. Namun demikian untuk menanggulangi kenakalan remaja tidak seharusnya berhenti mengungkapkan gagasan baru karena tiada suatu penyakit yang tidak ada obatnya. Untuk itulah fokus penelitian ini adalah meneliti tentang cara penanggulangan kenakalan remaja menurut HM. Arifin dihubungkan dengan bimbingan dan penyuluhan Islam. Meneliti konsep pemikiran HM. Arifin bukanlah berarti pendapat lain kurang baik melainkan karena pemikiran HM. Arifin tentang kenakalan remaja belum banyak yang meneliti.

Berdasarkan uraian di atas, mendorong penulis mengangkat tema ini dengan judul Penanggulangan Kenakalan Remaja Melalui Bimbingan dan

Penyuluhan Islam Menurut Prof. H.M. Arifin

1.2. Perumusan Masalah

Memperhatikan latar belakang sebagaimana telah dikemukakan, maka yang menjadi rumusan masalah adalah :

1.2.1. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya kenakalan remaja menurut M. Arifin?

(16)

1.2.3. Bagaimana penanggulangan kenakalan remaja menurut M.Arifin dalam perspektif bimbingan dan penyuluhan Islam?

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian merupakan usaha dalam memecahkan masalah yang disebutkan dalam perumusan masalah. Karena itu tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1.3.1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya kenakalan remaja menurut M. Arifin? 1.3.2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa penanggulangan kenakalan

remaja menurut M.Arifin dalam perspektif bimbingan dan penyuluhan Islam

Adapun manfaat penelitian dapat ditinjau dari dua aspek yaitu:

1. Secara teoritis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan mengembangkan khazanah ilmu pengetahuan, terkait dengan keilmuan dakwah khususnya tentang penanggulangan kenakalan remaja

2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat pembaca secara luas dan umumnya bagi lembaga-lembaga pusat rehabilitasi kenakalan remaja.

1.4.Tinjauan Pustaka

Ada beberapa penelitian yang telah membahas masalah remaja, di antaranya:

(17)

7

Pertama, skripsi yang disusun oleh Moh. Subakir (NIM : 3199126

Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang) berjudul: Kemitraan Orang

Tua dalam Menanggulangi Juvenile Delinquency Menurut Prof. M. Arifin dan

Prof. Zakiah Daradjat. Temuan ini pada intinya menjelaskan bahwa

pentingnya kemitraan orang tua dalam menanggulangi juvenile delinquency menurut Prof. M.Arifin bahwa orang tua perlu mengasuh dan mendidik anak dalam suasana yang stabil, menggembirakan serta optimism. Sedangkan menurut Prof. Zakiah Daradjat bahwa penaggulangan sedini mungkin dari semua pihak, terutama orang tua sangat diutamakan karena orang tua merupakan basis terdepan yang paling dapat mewarnai perilaku anak. Untuk itu suami atau isteri harus bekerja sama sebagai mitra dalam menanggulangi

juvenile delinquency.

Kedua, skripsi yang di susun oleh Irfan Idrus (1197011 Tahun 2002)

yang berjudul: “Konsep Pembinaan Remaja (Study Komparatif Tentang

Pemikiran Zakiah Daradjat dan Sarlito Wirawan Sarwono)”. Hasil dari

penelitian ini bersifat komparasi dengan membandingkan konsep kedua tokoh tersebut, tetapi dalam skripsi ini belum dimunculkan konsep M. Arifin. Selain hal itu, bahwa skripsi ini hanya menitik beratkan pengungkapan faktor-faktor kenakalan remaja dari aspek internal saja yaitu kesalahan seluruhnya hanya ditujukan pada orang tua, sehingga penanggulangannya pun hanya melihat dari sudut internal. Padahal bimbingan dan penyuluhan Islam sangat besar pengaruhnya dalam mewarnai perilaku anak remaja.

(18)

Ketiga, penelitian yang disusun oleh Yusuf (1197106 Tahun 2003)

dengan judul: ”Upaya Dakwah Islam dalam Menanggulangi Tindak

Kekerasan dan Prilaku Amoral di Kalangan Remaja (Study Kasus Pada

Remaja di Kecamatan Ciamis Kabupaten Bogor)”. Penelitian ini bersifat field research (penelitian lapangan). Selain itu skripsi ini hanya menghubungkan

dengan dakwah tanpa menghubungkan dengan bimbingan dan penyuluhan Islam. Hasil temuannya yaitu peran orang tua sebagai pendidik utama memegang peran penting, karena orang tua benteng pertama yang dapat mewarnai anak. Jadi orang tua tidak tepat jika masalah remaja diserahkan sepenuhnya pada lembaga pendidikan.

Keempat, skripsi yang disusun oleh Siti Maimunah (189048 Tahun

1996) dengan judul “Metode Bimbingan dan Penyuluhan Islam Islam

terhadap Remaja di Kecamatan Dempet Kabupaten Demak”. Penelitian ini

bersifat field research (penelitian lapangan). Selain itu skripsi ini hanya melihat kondisi kenakalan remaja pada daerah tertentu yaitu Kecamatan Dempet Kabupaten Demak, padahal masalah remaja harus ditinjau dalam skala yang besar karena persoalan remaja sudah bersifat nasional.

Kelima, tesis yang disusun oleh Sulthon, (520181) Hubungan Perilaku

Beribadah Orang Tua dan Pendidikan Islam Dalam Keluarga dengan

Kenakalan Remaja Siswa SMU Negeri 3 Semarang). Hasil penelitian ini dapat

diungkap sebagai berikut: pertumbuhan seorang remaja sangat ditentukan oleh bagaimana cara keluarga membina anak remaja itu. Seorang yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga yang penuh cinta kasih dan perhatian

(19)

9

maka kecenderungan anak itu mencintai dan mengasihi sesamanya. Sebaliknya remaja yang hidup dalam keluarga penuh dengan dendam, kebencian, kekerasan dan masa bodoh, maka remaja itu akan menjadi anak cenderung asosial, amoral dan merugikan orang lain. Dalam membina remaja harus melakukan berbagai pendekatan terutama pendekatan Islam menjadi syarat mutlak. Namun demikian agar Islam tidak terkesan pemaksaan, pendekatan psikologis harus turut dilibatkan. Tesis ini belum mengungkapkan tokoh dan konsep M. Arifin tentang penanggulangan kenakalan remaja dengan bimbingan dan penyluhan Islam

Dengan demikian penelitian terdahulu berbeda dengan penelitian saat ini, perbedaanya bahwa penelitian sebelumnya hanya mengungkap fakta-fakta kenakalan remaja dari satu daerah tertentu dan lebih mentik beratkan field

research (penelitian lapangan), sedangkan penelitian yang penulis suisun saat

ini bersifat library researh (studi kepustakaan) dengan analisis data deskriptif.

1.5. Metode Penelitian

1.5.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

a. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis isi (content analysis) yaitu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi (kesimpulan-kesimpulan) yang ditiru (reflicable), dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi

(20)

(Krippendorff, 1993: 15). b. Pendekatan Penelitian

Berkaitan dengan judul yang diangkat, maka diperlukan pendekatan dalam melakukan penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan psikologi dan bimbingan penyuluhan Islam. Pendekatan psikologi diaplikasikan dengan cara menelaah buku-buku yang berkaitan dengan psikologi terutama pada waktu membahas faktor-faktor yang menimbulkan kenakalan remaja. Pendekatan bimbingan dan penyuluhan Islam diaplikasikan dengan cara menelaah pemikiran M. Arifin dengan materi bimbingan dan penyuluhan Islam.

1.5.2. Definisi Konseptual

Definisi konseptual kenakalan remaja menurut (Kartono, 2010: 6) adalah serangan, pelanggaran, kejahatan dan keganasan yang dilakukan oleh anak-anak muda di bawah usia 22 tahun. Menurut Daradjat (1988: 113) yaitu perbuatan-perbuatan yang mengganggu ketenangan dan kepentingan orang lain dan kadang-kadang diri sendiri. Kesimpulan yang dapat diambil bahwa kenakalan remaja adalah kehidupan remaja yang menyimpang dari berbagai pranata dan norma yang berlaku umum atau remaja yang perbuatannya menyimpang dari norma-norma Islam, hukum, dan adat istiadat yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sehingga meresahkan kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

(21)

11

Secara konseptual menurut M. Arifin (1994: 79) kenakalan remaja adalah kehidupan remaja yang menyimpang dari berbagai pranata dan norma yang berlaku umum. Baik yang menyangkut kehidupan masyarakat, tradisi maupun Islam serta hukum.

1.5.3. Definisi Operasional

Kenakalan remaja adalah kehidupan remaja yang menyimpang dari berbagai pranata dan norma yang berlaku umum atau remaja yang perbuatannya menyimpang dari norma-norma Islam, hukum, dan adat istiadat yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sehingga meresahkan kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Indikatornya sebagai berikut a. Tawuran

b. Bolos sekolah

c. Membohongi orang tua d. Minum-minuman keras

e. Kebut-kebutan tidak pada tempatnya f. Melawan orang tua

Bimbingan dan penyuluhan Islam yaitu bimbingan yang berdasarkan atau bersumber pada ajaran Islam sebagai upaya pemberian bantuan kepada remaja yang mengalami kesulitan, baik lahiriah maupun batiniah, yang menyangkut kehidupan remaja di masa kini dan masa mendatang.

(22)

1.5.4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendapat para ahli, sedangkan jenis data primer dalam penelitian ini adalah karya-karya M. Arifin: (1) Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan

Islam; (2) Pokok-Pokok Pikiran tentang Bimbingan dan Penyuluhan

Islam; (3) Psikologi Dakwah; (4) Psikologi dan Beberapa Aspek

Kehidupan Rohaniyah Manusia. Data sekunder dalam penelitian ini adalah

karya-karya tulis lain dari para ahli yang relevan dengan tema skripsi ini.

1.5.5. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Suryabrata (2007: 84), kualitas data ditentukan oleh kualitas alat pengambil data atau alat pengukurnya. Berpijak dari keterangan tersebut, teknik pengumpulan data adalah teknik dokumentasi atau studi dokumenter yang menurut Arikunto (2008: 231) yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya.

Dokumentasi dalam penelitian ini yaitu sejumlah teks penelitian yang terdiri dari data primer dan sekunder. Untuk pengumpulan data ini, peneliti mencoba mengkaji buku-buku, website, foto, dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan pemikiran M. Arifin.

1.5.6. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian kualitatif dengan content analysis (analisis isi). Content analysis berangkat dari dasar bahwa studi tentang proses dan isi komunikasi itu merupakan dasar

(23)

13

bagi semua ilmu sosial. Pembentukan, pengalihan perilaku dan polanya berlangsung lewat komunikasi verbal. Kebudayaan dan pengalihan di sekolah, di lembaga kerja, di berbagai institusi sosial berlangsung lewat komunikasi. Content analysis merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi yang meliputi: 1) klasifikasi tanda-tanda yang dipakai dalam komunikasi, 2) menggunakan kriteria sebagai dasar klasifikasi, dan 3) menggunakan teknik analisis tertentu sebagai pembuat prediksi (Muhadjir, 2007: 68).

Penerapan content analysis menampilkan tiga syarat yaitu objektivitas, pendekatan sistematis dan generalisasi. Analisis harus menggunakan kriteria tertentu. Hasil analisis harus menyajikan generalisasi, artinya temuannya haruslah mempunyai sumbangan teoritis, temuan yang hanya deskriptif rendah nilainya (Muhadjir, 2007: 68-69).

1.6.Sistematika Penulisan

Agar penelitian ini dapat mengarah pada tujuan yang telah ditetapkan, maka disusun sedemikian rupa secara sistematis yang terdiri dari lima bab, masing-masing memperlihatkan titik berat yang berbeda namun dalam satu kesatuan.

Bab kesatu berisi pendahuluan, merupakan gambaran umum secara global namun holistik dengan memuat: latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan.

(24)

Bab kedua berisi bimbingan dan penyuluhan Islam dan kenakalan remaja yang meliputi bimbingan dan penyuluhan Islam (pengertian bimbingan dan penyuluhan Islam, obyek bimbingan dan penyuluhan Islam, metode bimbingan dan penyuluhan Islam, tujuan dan fungsi bimbingan dan penyuluhan Islam), kenakalan remaja (pengertian kenakalan remaja, penanggulangan kenakalan remaja).

Bab ketiga berisi penanggulangan kenakalan remaja melalui bimbingan dan penyuluhan Islam menurut Prof. H.M. Arifin yang meliputi biografi M. Arifin, penanggulangan kenakalan remaja melalui bimbingan dan penyuluhan Islam menurut M. Arifin.

Bab keempat berisi analisis penanggulangan kenakalan remaja melalui bimbingan dan penyuluhan Islam menurut Prof. H.M. Arifin yang meliputi analisis faktor-faktor terjadinya kenakalan remaja menurut M. Arifin, analisis penanggulangan kenakalan remaja menurut M.Arifin dalam perspektif bimbingan dan penyuluhan Islam.

Bab keempat berisi penanggulangan kenakalan remaja melalui bimbingan dan penyuluhan Islam menurut M. Arifin.

Bab kelima merupakan penutup berisi kesimpulan, saran-saran dan kata penutup.

(25)

15

BAB II

BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM DAN KENAKALAN REMAJA

2.1 Bimbingan dan Penyuluhan Islam

2.1.1 Pengertian Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Pengertian harfiyyah “bimbingan” adalah "menunjukkan, memberi jalan", atau "menuntun” orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini dan masa mendatang. Istilah “bimbingan” merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris “guidance” yang berasal dari kata kerja ”to guide” yang berarti “menunjukkan” (Arifin, 1994: 1).

Bimbingan dapat diartikan secara umum sebagai suatu bantuan atau tuntunan. Namun menurut Jumhur dan Surya (1975: 25 ) bahwa untuk sampai kepada pengertian yang sebenarnya harus diingat bahwa tidak setiap bantuan atau tuntunan dapat diartikan sebagai guidance (bimbingan). Atas dasar itu, berbagai batasan tentang bimbingan dapat ditemui dalam buku-buku kepustakaan. Aneka macam batasan ini disebabkan oleh perbedaan filsafat yang mendasari penulisan buku itu. Sering pula perbedaan itu terjadi karena para penulis buku itu tidak sama berat penekanannya pada aspek kemanusiaan tertentu yang menjadi pusat perhatian pembahasan mereka masing-masing (Jumhur dan Surya, 1975: 25 ).

Walaupun demikian, pada umumnya terdapat kesesuaian dalam batasan-batasan itu. Kesesuaiannya ialah bimbingan (1) bukan

(26)

pemberian arah atau pengaturan kegiatan orang lain, (2) bukan pemaksaan pandangan seseorang kepada orang lain, (3) bukan pengambilan keputusan bagi orang lain, dan (4) bukan pemikulan beban orang lain. Bukan empat hal yang baru disebutkan ini, melainkan kebalikannya. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan oleh orang yang berwewenang dan terlatih baik kepada perseorangan dari segala umur untuk (1) mengatur kegiatannya sendiri, (2) mengembangkan pandangannya sendiri, (3) mengambil keputusannya sendiri, dan (4) menanggung bebannya sendiri. Demikianlah antara lain yang dikemukakan oleh Grow sebagaimana dikutip Wijaya (1988: 88).

Menurut Natawidjaja (1972: 11) bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara terus-menerus (continue) supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Dengan demikian dia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat umumnya.

Menurut Walgito (1989: 4), “Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghadapi atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya”

(27)

17

Dengan memperhatikan rumusan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan pemberian bantuan yang diberikan kepada individu guna mengatasi berbagai kesukaran di dalam kehidupannya, agar individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.

Dalam hubungannya dengan penyuluhan, bahwa dalam berbagai literatur diuraikan penyuluhan dalam bermacam-macam pengertian. Sebagian ahli memaknai penyuluhan dengan menekankan pada pribadi klien, sementara yang lain menekankan pada pribadi konselor, serta berbagai variasi definisi yang memiliki penekanan sendiri-sendiri. Perbedaan ini terjadi karena setiap ahli memiliki latar belakang falsafah yang berbeda (Latipun, 2005: 5)

Penyuluhan bahwa secara etimologis, istilah penyuluhan berasal dari bahasa Latin yaitu “consilium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah penyuluhan berasal dari “sellan” yang berarti “menyerahkan” atau “menyampaikan” (Prayitno dan Amti, 2004: 99)

Menurut M. Arifin (2005: 1) istilah "penyuluhan" mengandung arti "menerangi", menasehati, atau memberi kejelasan kepada orang lain agar memahami atau mengerti tentang hal yang sedang dialaminya. Menurut Priyatno dan Amti (1999: 93-94) penyuluhan adalah sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara penyuluh oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang

(28)

mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. (Priyatno dan Amti, 1999: 93-94). Menurut Mappiare, (1996: 1) penyuluhan adalah bentuk bantuan yang merupakan suatu proses pelayanan yang melibatkan kemampuan profesional pada pemberi layanan. Ia sekurang-kurangnya melibatkan pula orang kedua, penerima layanan, yaitu orang yang sebelumnya merasa ataupun nyata-nyata tidak dapat berbuat banyak dan setelah mendapat layanan menjadi dapat melakukan sesuatu.

Mengenai kedudukan dan hubungan antara bimbingan dan penyuluhan terdapat banyak pandangan, salah satunya memandang penyuluhan sebagai teknik bimbingan, sebagaimana dikemukakan oleh Arthur J. Jones yang dikutip oleh Ahmadi dan Rohani (1991: 28), bahwa penyuluhan sebagai salah satu teknik dari bimbingan, sehingga dengan pandangan ini maka pengertian bimbingan adalah lebih luas bila dibandingkan dengan penyuluhan, penyuluhan merupakan bagian dari bimbingan.

Dengan kata lain, penyuluhan berada di dalam bimbingan. Pendapat lain menyatakan: bimbingan terutama memusatkan diri pada pencegahan munculnya masalah, sementara penyuluhan memusatkan diri pada pencegahan masalah yang dihadapi individu. Dalam pengertian lain, bimbingan sifat atau fungsinya preventif, sementara penyuluhan bersifat kuratif atau korektif. Dengan demikian bimbingan dan penyuluhan berhadapan dengan obyek garapan yang sama, yaitu

(29)

19

problem atau masalah. Perbedaannya terletak pada titik berat perhatian dan perlakuan terhadap masalah tersebut. Bimbingan titik beratnya pada pencegahan, penyuluhan menitik beratkan pemecahan masalah. Perbedaan selanjutnya, masalah yang dihadapi atau digarap bimbingan merupakan masalah yang ringan, sementara yang digarap penyuluhan yang relatif berat (Musnamar, 1992: 3 – 4) .

Dalam tulisan ini, bimbingan dan penyuluhan yang di maksud adalah bimbingan dan penyuluhan Islam. Adapun mengenai arti kata "Islam" bahwa dalam Oxford Advanced Leaner's Dictionary of Current

English, dinyatakan, bahwa:

"Religion: believe in the existenced of God or gods, Who has/have

created the universe and given man a spiritual nature which continuous to exist after the dead of the body" (Hornby, 1984: 725).

(Islam adalah suatu kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Esa, atau Tuhan-Tuhan, yang telah menciptakan alam semesta, dan memberikan roh kepada manusia yang akan tetap ada setelah matinya badan).

Menurut M Arifin (1994: 2) bimbingan dan penyuluhan Islam dapat diartikan sebagai usaha pemberian bantuan kepada seseorang yang mengalami kesulitan, baik lahiriah maupun batiniah, yang menyangkut kehidupan di masa kini dan masa mendatang.

Bimbingan dan penyuluhan Islam yang dimaksud di sini adalah bimbingan dan penyuluhan Islami, maka ada baiknya kata Islam diberi arti lebih dahulu. Kata "Islam" biasanya diterjemahkan dengan “penyerahan diri”, penyerahan diri kepada Tuhan atau bahkan kepasrahan

(30)

(Arkoun,1996: 17). Ali (1990: 4) dalam bukunya The Religion of Islam menegaskan

"Islam has a two-fold significance: a simple profession of faith — a declaration that "there is no god but Allah and Muhammad is His Messenger" (Kalimah) and a complete submission to the Divine will which is only attainable through spiritual perfection". (Islam

mengandung arti dua macam, yakni (1) mengucap kalimah syahadat; (2) berserah diri sepenuhnya kepada kehendak Allah yang ini hanya dapat dicapai melalui penyempurnaan rohani).

Berdasarkan uraian tersebut, maka yang dimaksud bimbingan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (Musnamar, 1992: 5). Adapun penyuluhan dalam Islam menurut Adz-Dzaky (2002: 189) adalah suatu aktifitas memberikan bimbingan, pelajaran dan pedoman kepada individu yang meminta bimbingan (klien) dalam hal bagaimana seharusnya seorang klien dapat mengembangkan potensi akal fikirannya, kejiwaannya, keimanan dan keyakinan serta dapat menanggulangi problematika hidup dan kehidupannya dengan baik dan benar secara mandiri yang berparadigma kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah Rasulullah SAW. Menurut Musnamar (1992: 5) Penyuluhan Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali akan eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sedangkan menurut Lubis (2007: 98) penyuluhan Islam adalah layanan bantuan

(31)

21

konselor kepada klien/konseli untuk menumbuh-kembangkan kemampuannya dalam memahami dan menyelesaikan masalah serta mengantisipasi masa depan dengan memilih alternatif tindakan terbaik demi mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat di bawah naungan ridla dan kasih sayang Allah.

Berdasarkan keterangan di atas, maka bimbingan dan penyuluhan Islam bersumber di antaranya pada al-Qur'an dan hadis. Sejalan dengan itu, menurut al-Jazâirî (2004: 23) dalam kitabnya Minhâj

al-Muslim: Kitab 'Âqâid wa Âdâb wa Ahlâq bahwa al-Qur'an adalah

Artinya: Kaum muslimin meyakini bahwa Al-Qur'an al-Karim adalah kitab satu-satunya yang dijamin bersih oleh Allah Swt dari kekurangan, penambahan, pergantian, perubahan serta menjamin abadi hingga Dia mengangkatnya pada akhir usia kehidupan ini. Kaum muslimin meyakini itu semua berdasarkan dalil-dalil naqli, dan dalil-dalil akal.

2.1.2 Obyek Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Bimbingan dan Penyuluhan Islam berkaitan dengan masalah yang dihadapi individu, yang mungkin dihadapi individu, atau yang sudah dialami individu. Masalah itu sendiri, dapat muncul dari berbagai faktor atau bidang kehidupan. Jika dirinci, dengan pengelompokan, masalah-masalah itu dapat menyangkut bidang-bidang:

(32)

Anak dilahirkan dan dibesarkan (umumnya) di lingkungan keluarga, entah itu keluarga intinya (ayah dan ibunya sendiri), entah itu keluarga lain, atau keluarga besar (sanak keluarga). Keluarga lazimnya diikat oleh tali pernikahan. Pernikahan dan ikatan keluarga di satu sisi merupakan manfaat, di sisi lain dapat mengandung mudarat atau menimbulkan kekecewaan-kekecewaan. Dalam pada itu pernikahan dan kekeluargaan sudah barang tentu tidak terlepas dari lingkungannya (sosial maupun fisik) yang mau tidak mau mempengaruhi kehidupan keluarga dan keadaan pernikahan. Karena itulah maka bimbingan dan Penyuluhan Islam kerap kali amat diperlukan untuk menangani bidang ini (Musnamar, 1992: 41). 2.1.2.2. Pendidikan

Semenjak lahir anak sudah belajar, belajar mengenal lingkungannya. Dan manakala telah cukup usia, dalam sistem kehidupan dewasa ini, anak belajar dalam lembaga formal (di sekolah). Dalam belajar (pendidikan) pun kerapkali berbagai masalah timbul, baik yang berkaitan dengan belajar itu sendiri maupun lainnya. Problem-problem yang berkaitan dengan pendidikan ini sedikit banyak juga memerlukan bantuan bimbingan dan Penyuluhan Islam untuk menanganinya.

2.1.2.3. Sosial (kemasyarakatan)

Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup dan kehidupannya sedikit banyak tergantung pada orang lain. Kehidupan

(33)

23

kemasyarakatan (pergaulan) ini pun kerapkali menimbulkan masalah bagi individu yang memerlukan penanganan bimbingan dan Penyuluhan Islam (Musnamar, 1992: 41)

2.1.2.4. Pekerjaan (jabatan)

Untuk memenuhi hajat hidupnya, nafkah hidupnya, dan sesuai dengan hakekatnya sebagai khalifah di muka bumi (pengelola alam), manusia harus bekerja. Mencari pekerjaan yang sesuai dan membawa manfaat besar, mengembangkan karier dalam pekerjaan, dan sebagainya, kerapkali menimbulkan permasalahan pula, bimbingan dan Penyuluhan Islam pun diperlukan untuk menanganinya.

2.1.2.5. KeIslaman

Manusia merupakan makhluk religius. Akan tetapi dalam perjalanan hidupnya manusia dapat jauh dari hakekatnya tersebut. Bahkan dalam kehidupan keIslaman pun kerapkali muncul pula berbagai masalah yang menimpa dan menyulitkan individu. Hal ini memerlukan penanganan bimbingan dan Penyuluhan Islam. Sudah barang tentu masih banyak bidang yang digarap bimbingan dan Penyuluhan Islam di samping apa yang tersebut di atas. (Faqih, 2001: 45).

2.1.3 Metode Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Dalam pengertian letterlijk, metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan, karena kata metode berasal dari

(34)

meta yang berarti melalui dan hodos berarti jalan (M. Arifin, 1994: 43). Metode lazim diartikan sebagai jarak untuk mendekati masalah sehingga diperoleh hasil yang memuaskan, sementara teknik merupakan penerapan metode tersebut dalam praktek. Dalam pembicaraan ini akan terlihat bimbingan dan penyuluhan sebagai proses komunikasi. Karenanya, berbeda sedikit dari bahasan-bahasan dalam berbagai buku tentang bimbingan dan konseling, metode bimbingan dan Penyuluhan Islam ini akan diklasifikasikan berdasarkan segi komunikasi tersebut.

Metode bimbingan dan penyuluhan Islam berbeda halnya dengan metode dakwah. Metode dakwah meliputi : metode ceramah, metode tanya jawab, metode debat, metode percakapan antar pribadi, metode demonstrasi, metode dakwah Rasulullah SAW, pendidikan Islam dan mengunjungi rumah (silaturrahmi) (Syukir, 1983: 104).

Demikian pula bimbingan dan penyuluhan Islam bila diklasifikasikan berdasarkan segi komunikasi, pengelompokannya menjadi: metode komunikasi langsung atau disingkat metode langsung dan metode komunikasi tidak langsung atau metode tidak langsung.

1. Metode langsung

Metode langsung (metode komunikasi langsung) adalah metode di mana pembimbing melakukan komunikasi langsung (bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya. Metode ini dapat dirinci lagi menjadi: (Musnamar, 1992: 49).

(35)

25

Pembimbing dalam hal ini melakukan komunikasi langsung secara individual dengan pihak yang dibimbingnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mempergunakan teknik:

1) Percakapan pribadi, yakni pembimbing melakukan dialog langsung tatap muka dengan pihak yang dibimbing;

2) Kunjungan ke rumah (home visit), yakni pembimbing mengadakan dialog dengan kliennya tetapi dilaksanakan di rumah klien sekaligus untuk mengamati keadaan rumah klien dan lingkungannya;

3) Kunjungan dan observasi kerja yakni pembimbing/konseling jabatan melakukan percakapan individual sekaligus mengamati kerja klien dan lingkungannya.

b. Metode kelompok

Pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan klien dalam kelompok. Hal ini menurut Faqih (2001: 54). dapat dilakukan dengan teknik-teknik:

1) Diskusi kelompok, yakni pembimbing melaksanakan bimbingan dengan cara mengadakan diskusi dengan/bersama kelompok klien yang mempunyai masalah yang sama. 2). Karya wisata, yakni bimbingan kelompok yang dilakukan

secara langsung dengan mempergunakan ajang karya wisata sebagai forumnya.

3). Sosiodrama, yakni bimbingan/konseling yang dilakukan dengan cara bermain peran untuk memecahkan/mencegah timbulnya masalah (psikologis) (Musnamar, 1992: 49-51). 4). Psikodrama, yakni bimbingan/konseling yang dilakukan

dengan cara bermain peran untuk memecahkan/mencegah timbulnya masalah (psikologis).

(36)

5). Group teaching, yakni pemberian bimbingan/konseling dengan memberikan materi bimbingan/konseling tertentu (ceramah) kepada kelompok yang telah disiapkan. Di dalam bimbingan pendidikan, metode kelompok ini dilakukan pula secara klasikal, karena sekolah umumnya mempunyai kelas-kelas belajar.

2. Metode tidak langsung

Metode tidak langsung (metode komunikasi tidak langsung) adalah metode bimbingan/konseling yang dilakukan melalui media komunikasi massa. Hal ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok, bahkan massal (Musnamar, 1992: 49-51).

2.1.4 Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Secara garis besar atau secara umum tujuan Bimbingan dan Penyuluhan Islam itu dapat dirumuskan sebagai membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Bimbingan dan penyuluhan sifatnya hanya merupakan bantuan, hal ini sudah diketahui dari pengertian atau definisinya. Individu yang dimaksudkan di sini adalah orang yang dibimbing atau diberi penyuluhan, baik orang perorangan maupun kelompok. Mewujudkan diri sebagai manusia seutuhnya berarti mewujudkan diri sesuai dengan hakekatnya sebagai manusia untuk menjadi manusia yang selaras perkembangan unsur dirinya dan pelaksanaan fungsi atau kedudukannya sebagai makhluk Allah (makhluk religius), makhluk individu, makhluk sosial, dan sebagai makhluk berbudaya.

(37)

27

Dalam perjalanan hidupnya, karena berbagai faktor, manusia bisa seperti yang tidak dikehendaki yaitu menjadi manusia seutuhnya. Dengan kata lain yang bersangkutan berhadapan dengan masalah atau problem, yaitu menghadapi adanya kesenjangan antara seharusnya (ideal) dengan yang senyatanya. Orang yang menghadapi masalah, lebih-lebih jika berat, maka yang bersangkutan tidak merasa bahagia. Bimbingan dan Penyuluhan Islam berusaha membantu individu agar bisa hidup bahagia, bukan saja di dunia, melainkan juga di akhirat. Karena itu, tujuan akhir Bimbingan dan Penyuluhan Islam adalah kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Bimbingan dan Penyuluhan Islam berusaha membantu jangan sampai individu menghadapi atau menemui masalah. Dengan kata lain membantu individu mencegah timbulnya masalah bagi dirinya. Bantuan pencegahan masalah ini merupakan salah satu fungsi bimbingan. Karena berbagai faktor, individu bisa juga terpaksa menghadapi masalah dan kerap kali pula individu tidak mampu memecahkan masalahnya sendiri, maka bimbingan berusaha membantu memecahkan masalah yang dihadapinya itu. Bantuan pemecahan masalah ini merupakan salah satu fungsi bimbingan juga, khususnya merupakan fungsi konseling sebagai bagian sekaligus teknik bimbingan (Musnamar, 1992: 33-34).

Dengan memperhatikan tujuan umum dan khusus bimbingan Islam, dapatlah dirumuskan fungsi (kelompok tugas atau kegiatan sejenis) dari bimbingan itu sebagai berikut:

(38)

1. Fungsi preventif; yakni membantu individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.

2. Fungsi kuratif atau korektif; yakni membantu individu memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya.

3. Fungsi preservatif; yakni membantu individu menjaga agar situasi dan kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik (terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama (in state of good). 4. Fungsi developmental atau pengembangan; yakni membantu individu

memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak memungkinkannya menjadi sebab munculnya masalah baginya (Rahim, 2001: 37-41).

2.2 Kenakalan Remaja

2.2.1 Pengertian Kenakalan Remaja

Menurut M Arifin, pengertian kenakalan tersebut mengandung beberapa ciri pokok, sebagai berikut:

- Tingkah laku yang mengandung kelainan-kelainan berupa perilaku atau tindakan yang bersifat a-moral, a-sosial, atau anti sosial.

- Dalam perilaku atau tindakan tersebut terdapat pelanggaran terhadap norma-norma sosial, hukum, dan norma Islam yang berlaku dalam masyarakat.

(39)

29

- Tingkah/perilaku, perbuatan serta tindakan-tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai hukum atau undang-undang yang berlaku yang jika dilakukan oleh orang dewasa hal tersebut jelas merupakan pelanggaran atau tindak kejahatan (kriminal) yang diancam dengan hukuman menurut ketentuan yang berlaku.

- Perilaku, tindakan dan perbuatan tersebut dilakukan oleh kelompok usia remaja (Arifin, 1994: 79-80)

Istilah juvenile delinquency dikemukakan oleh para sarjana dalam rumusan yang bervariasi, namun substansinya sama misalnya:

Kartono (1986: 209) mengatakan juvenile delinquency (juvenilis = muda, bersifat kemudaan; delinquency dari delinqucuere = jahat, durjana, pelanggar, nakal) ialah anak-anak muda yang selalu melakukan kejahatan, dimotivir untuk mendapatkan perhatian, status sosial dan penghargaan dari lingkungannya. Sedangkan Salim (tth: 300) mengartikan juvenile

delinquency adalah kenakalan anak remaja yang melanggar hukum,

berperilaku, anti sosial, melawan orang tua, berbuat jahat.

Dalam Ensiklopedi Umum (1991: 472), Juvenile Delinquency adalah pelanggaran hukum atau moral yang dijalankan oleh individu di bawah umur biasanya pelanggaran ringan (pencurian, penipuan, kerusakan dan sebagainya).

Menurut Simanjuntak (1977: 287) bahwa Lembaga Pengadilan di Amerika merumuskan Juvenile Delinquent sebagai berikut:

Juvenile delinquency in most jurisdiction is technically speaking a child or young person (in most states under 16, 17, 18; in two states

(40)

under 21) who has commited an offense for which he may referred to juvenile court authorities. Berdasarkan perumusan ini dapat digaris bawahi: (a) bahwa anak harus berumur 21 tahun, (b) termasuk yurisdiksi pengadilan anak. Faktor inilah yang menentukan status seseorang menjadi juvenile delinquent.

Menurut M. Arifin, istilah kenakalan remaja merupakan terjemahan dari kata” Juvenile Delinquency” yang dipakai di dunia Barat. Istilah ini mengandung pengertian tentang kehidupan remaja yang menyimpang dari berbagai pranata dan norma yang berlaku umum. Baik yang menyangkut kehidupan masyarakat, tradisi, maupun Islam, serta hukum yang berlaku (M. Arifin, 1994: 79). Lebih jelasnya pengertian kenakalan tersebut mengandung beberapa ciri pokok, sebagai berikut: a. Tingkah laku yang mengandung kelainan-kelainan berupa perilaku

atau tindakan yang bersifat a-moral, a-sosial, atau anti sosial.

b. Dalam perilaku atau tindakan tersebut terdapat pelanggaran terhadap norma-norma sosial, hukum, dan norma Islam yang berlaku dalam masyarakat.

c. Tingkah/perilaku, perbuatan serta tindakan-tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai hukum atau undang-undang yang berlaku yang jika dilakukan oleh dewasa hal tersebut jelas merupakan pelanggaran atau tindak kejahatan (kriminal) yang diancam dengan hukuman menurut ketentuan yang berlaku.

d. Prilaku, tindakan dan perbuatan tersebut dilakukan oleh kelompok usia remaja (M. Arifin, 1994: 80).

Terhadap istilah kenakalan remaja, Daradjat (1983: 101) menggunakan istilah kenakalan anak yang ia bedakan dengan pengertian kenakalan kanak-kanak. Dengan demikian ia menyamakan antara pengertian kenakalan anak-anak dengan kenakalan remaja. Hal ini sebagaimana dikatakan olehnya : masa remaja adalah masa peralihan diantara masa anak-anak dan masa dewasa… kanak-kanak pada umumnya disepakati mulai dari lahir, bahkan dari janin dalam kandungan sampai

(41)

31

umur 12 tahun. Dengan demikian Daradjat merumuskan kenakalan anak-anak ialah perbuatan-perbuatan yang mengganggu ketenangan dan kepentingan orang lain dan kadang diri sendiri..

Dengan mengkaji rumusan-rumusan di atas maka pada intinya secara sederhana juvenile delinquency dapat diterjemahkan sebagai kenakalan remaja. Kenakalan remaja yang dimaksud di sini, seperti yang dikatakan Sarwono (1994: 207) yaitu perilaku yang menyimpang dari atau melanggar hukum.

Masalah delinkuensi anak-anak atau remaja di Indonesia ternyata menarik perhatian beberapa ahli ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan remaja Soekanto (1982: 389-390) menguraikan secara singkat sebagai berikut :

Delinkuensi anak-anak yang terkenal di Indonesia adalah masalah “cross boy” dan cross girl” yang merupakan sebutan bagi anak-anak muda yang tergabung dalam satu ikatan/organisasi formil atau semi formil dan yang mempunyai tingkah laku yang kurang/tidak disukai oleh masyarakat pada umumnya. Delinkuensi anak-anak di Indonesia meningkat pada tahun-tahun 1956 dan 1958 dan juga pada tahun 1968-1969, hal mana sering disinyalir dalam pernyataan-pernyataan resmi pejabat-pejabat maupun petugas-petugas penegak hukum. Delinkuensi anak-anak tadi meliputi pencurian, perampokan, pencopetan, penganiayaan, pelanggaran susila, penggunaan obat-obat perangsang dan mengendarai mobil (atau kendaraan bermotor lainnya), tanpa mengindahkan norma-norma lalu lintas.

Masalah generasi muda, terutama problem sosial yang timbul dari

delinkuensi anak-anak pada garis besarnya sebagai akibat dari adanya ciri

khas yang berlawanan, yakni: keinginan-keinginan untuk melawan dan adanya sikap apatis. Soekanto (1982: 385-386), mengupas masalah ini lebih tuntas antara lain.

(42)

“Sikap melawan tersebut disertai dengan suatu rasa takut bahwa, masyarakat akan hancur karena perbuatan-perbuatan menyimpang, sedangkan sikap apatis biasanya disertai dengan rasa kekecewaan terhadap masyarakat. Generasi muda biasanya menghadapi problem-problem sosial dan biologis. Apabila seseorang mencapai usia remaja, secara fisik ia sudah matang, akan tetapi untuk dapat dikatakan dewasa dalam arti sosial, dia masih memerlukan faktor-faktor lainnya”.

2.2.2 Penanggulangan Kenakalan Remaja

Menurut Kartini Kartono (1986: 97) penanggulangan kenakalan remaja dapat ditempuh sebagai berikut:

a. Menghilangkan semua sebab-musabab timbulnya kejahatan remaja, baik yang berupa pribadi familial, sosial ekonomis dan kultural. b. Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orang tua

angkat/asuh dan memberikan fasilitas yang diperlukan bagi perkembangan jasmani dan rohani yang sehat bagi anak-anak remaja. c. Memindahkan anak-anak nakal ke sekolah yang lebih baik, atau ke

tengah lingkungan sosial yang baik.

d. Memberikan latihan bagi para remaja untuk hidup teratur, tertib dan berdisiplin.

e. Memanfaatkan waktu senggang di kamp latihan, untuk membiasakan diri bekerja, belajar dan melakukan rekreasi sehat dengan disiplin tinggi.

f. Menggiatkan organisasi pemuda dengan program-program latihan vokasional untuk mempersiapkan anak remaja delinkuen itu bagi pasaran kerja dan hidup di tengah masyarakat.

g. Memperbanyak lembaga latihan kerja dengan program kegiatan pembangunan.

h. Mendirikan klinik psikologi untuk meringankan dan memecahkan konflik emosional dan gangguan kejiwaan lainnya. Memberikan pengobatan medis dan terapi psikoanalitis bagi mereka yang menderita gangguan kejiwaan."

Menurut Sarwono (1994: 226-227), "untuk mengurangi benturan gejolak remaja dan untuk memberi kesempatan agar remaja dapat mengembangkan dirinya secara lebih optimal, perlu diciptakan kondisi lingkungan terdekat yang setabil mungkin, khususnya lingkungan keluarga. Keadaan keluarga yang ditandai dengan hubungan suami-istri

(43)

33

yang harmonis akan lebih menjamin remaja yang bisa melewati masa transisinya dengan mulus daripada jika hubungan suami-istri terganggu. Kondisi di rumah tangga dengan adanya orang tua dan saudara-saudara akan lebih menjamin kesejahteraan jiwa remaja daripada asrama atau lembaga pemasyarakatan anak. Karena itu tindakan pencegahan yang paling utama adalah berusaha menjaga perilaku menyimpang Pada Remaja keutuhan dan keharmonisan keluarga sebaik-baiknya. Kalau terjadi masalah dengan suami-istri (ada yang meninggal, atau ada perceraian) lebih baik anak dipindahkan ke sanak keluarga lain atau kalau perlu dipindahkan keluarga lain yang tidak ada hubungan darah (misalnya tidak ada sanak-keluarga atau harus kost) perlu dicarikan yang hubungan antar-anggota keluarganya cukup harmonis. Baru sebagai jalan terakhir, kalau tidak ada jalan lain yang lebih baik, bisa dianjurkan asrama atau lembaga pengasuhan anak lainnya seperti Panti Asuhan dan sebagainya, akan tetapi jika dikehendaki perkembangan jiwa anak yang seoptimal mungkin, perlu diusahakan agar keadaan di asrama atau lembaga itu semirip mungkin dengan keadaan dalam keluarga biasa."

Jadi tindakan represif ini harus bersifat paedagogis, bukan bersifat “pelanggaran” ataupun “kejahatan”. Semua usaha penanggulangan tersebut hendaknya didasarkan atas sikap dan pandangan bahwa remaja adalah hamba Allah yang masih dalam proses perkembangan/pertumbuhan menuju kematangan pribadinya yang membutuhkan bimbingan dari orang dewasa yang bertanggung jawab.

(44)

Menurut Daradjat, "faktor-faktor terjadinya kenakalan remaja perlu mendapat penanggulangan sedini mungkin dari semua pihak, terutama orang tua, karena orang tua merupakan basis terdepan yang paling dapat mewarnai perilaku anak. Untuk itu suami atau isteri harus bekerja sama sebagai mitra dalam menanggulangi kenakalan remaja. Yang perlu mendapat perhatian sebagai berikut:"

Pertama adalah soal peningkatan pendidikan Islam.

Pendidikan Islam harus dimulai dari rumah tangga, sejak si anak masih kecil (Daradjat, 2008: 120). Kadang-kadang orang menyangka bahwa pendidikan Islam itu terbatas kepada ibadah, sembahyang, puasa, mengaji dan sebagainya. Padahal pendidikan Islam harus mencakup keseluruhan hidup dan menjadi pengendali dalam segala tindakan. Bagi orang yang menyangka bahwa Islam itu sempit, maka pendidikan Islam terhadap anak-anak dicukupkannya saja dengan memanggil guru mengaji ke rumah, atau menyuruh anaknya pergi belajar mengaji ke sekolah atau ke tempat-tempat kursus lainnya. Padahal yang terpenting dalam pembinaan jiwa Islam, adalah keluarga, dan harus terjadi melalui pengalaman hidup si anak dalam keluarga. Apa yang dilihat, didengar dan dirasakan oleh si anak sejak ia kecil, akan mempengaruhi pembinaan mentalnya.

Menurut Zakiah Daradjat, "supaya pembinaan jiwa Islam itu betul-betul dapat membuat kuatnya jiwa si anak untuk menghadapi segala tantangan zaman dan suasana di kemudian hari, hendaknya ia dapat

(45)

35

terbina sejak lahir, bahkan sejak dalam kandungan sampai ia mencapai usia dewasa dalam masyarakat. Untuk itu, kiranya pemerintah, pemimpin masyarakat, alim ulama dan para pendidik juga mengadakan usaha peningkatan pendidikan Islam bagi keluarga, sekolah dan masyarakat".

Perkembangan Islam pada masa anak, terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil, dalam keluarga, di sekolah dan dalam masyarakat lingkungan. Semakin banyak pengalaman yang bersifat Islam, (sesuai dengan ajaran Islam) dan semakin banyak unsur Islam, maka sikap, tindakan, kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran Islam (Daradjat, 2009: 66).

Kedua, Orang tua harus mengerti dasar-dasar pendidikan. Menurut Daradjat (2006: 75) apabila pendidikan dan perlakuan yang diterima oleh si anak sejak kecil merupakan sebab-sebab pokok dari kenakalan anak-anak, maka setiap orang tua haruslah mengetahui dasar-dasar pengetahuan, minimal tentang jiwa si anak dan pokok-pokok pendidikan yang harus dilakukan dalam menghadapi bermacam-macam sifat si anak. Untuk membekali orang tua dalam menghadapi persoalan anak-anaknya yang dalam umur remaja, orang tua perlu pengertian sederhana tentang ciri-ciri remaja atau psikologi remaja.

Orang tua dapat mewarnai perilaku anak karna pengaruh orang tua sangat besar dalam membentuk perilaku anak. Dalam proses pendidikan, anak sebelum mengenal masyarakat yang lebih luas dan mendapat bimbingan dari sekolah, terlebih dahulu memperoleh perawatan dan

(46)

bimbingan dari kedua orang tuanya. Perawatan dan bimbingan tersebut dengan dilandasi penuh edukatif yang diberikan kedua orang tua, kemudian disusul pengaruh yang lain, seiring dengan Sabda Rasul Saw:

Artinya: Telah mengabarkan Adam kepada kami dari Ibnu Dzi'bu dari az-Zuhri dari Abi Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah Saw. Bersabda: semua anak dilahirkan suci, orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. (al-Bukhâri, 1990: 297).

Hadis di atas pada intinya menyatakan bahwa setiap anak itu lahir dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanya yang akan menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Dari kedua orang tua terutama ibu, dan untuk pertama kali pengaruh dari sesuatu yang dilakukan ibu itu secara tidak langsung akan membentuk watak atau ciri khas kepada anaknya. Ibu merupakan orang tua yang pertama kali sebagai tempat pendidikan anak. Karena ibu ibarat sekolah, jika ibu mempersiapkan anak berarti ibu telah mempersiapkan generasi yang kokoh dan kuat. Dengan generasi yang kuat berarti telah menginvestasikan sesuatu pada diri anak agar bermanfaat kelak mengarungi kehidupan yang lebih global bila dibandingkan waktu awal ada di dalam kandungan yang hidup dalam lingkungan sempit.

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dalam keluarga disebut pendidikan yang pertama dan utama, serta merupakan

(47)

37

peletak fondasi dari watak dan pendidikan anak. Oleh karena itu konsep pendidikan Islam perlu diterapkan terutama dalam pendidikan keluarga karena pendidikan keluarga sebagai fondasi terhadap lembaga pendidikan sekolah dan luar sekolah, atau dalam masyarakat.

(48)

38

3.1 Biografi M. Arifin

Muzayin Arifin, M.Ed. dilahirkan di Boyolali, Jawa Tengah, pada tanggal 15 Juni 1933. Organisasi sosial pendidikan, ia geluti sejak dia berada di tingkat pendidikan Menengah (SMP dan SMA serta Madrasah) di Solo tahun 1950 s/d 19 54, dan pada Perguruan Tinggi Islam Islam Negeri, jurusan Pendidikan Islam (Tarbiyah) (1954 s/d 1961) di Yogyakarta dia tetap berkecimpung dalam organisasi mahasiswa Islam. Sejak tahun 1956 sampai selesainya studi, dia banyak mempraktekkan pengetahuannya khususnya di bidang ilmu pendidikan dan ilmu jiwa. Dia guru PGA A dan dosen mata pelajaran yang sama dan dalam bidang pendidikan Islam di berbagai sekolah Islam dan perguruan tinggi seperti IAIN Yogyakarta, Purwokerto

Sejak tahun 1964 s/d 1968 diangkat sebagai dosen dan pembantu Dekan pada Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan mengajar dalam mata kuliah Ilmu Jiwa dan Ilmu Pendidikan. Pada tahun yang sama dia diangkat menjadi dosen luar biasa pada Akademi Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan Jakarta di bawah Departemen Kehakiman dalam mata kuliah pendidikan Islam. Dari Tahun 1968 s/d 1970 dia ditugas belajarkan ke Amerika Serikat dalam rangka program AID untuk Master's Program pada University of Washington dalam bidang pendidikan. Perhatiannya terhadap psikologi lebih besar sehingga ia berpendirian bahwa penerapan pendidikan tanpa dilandasi dengan psikologi yang mendalam, tidak akan memperoleh

(49)

39

hasil yang diharapkan. Dia diangkat sebagai dosen luar biasa pada Institut yang sama dalam bidang pendidikan dan capita selekta pendidikan (Arifin, 2000: 255).

Adapun sebagai karya-karya Arifin (2000: 225) yaitu Pedoman

Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Islam; Ilmu Pendidikan Islam;

Kapita Selekta Pendidikan; Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan

Rohaniah Manusia; Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masa; Psikologi

Dakwah Suatu Pengantar: Studi Filsafat Pendidikan Islam; Hubungan Timbal

Balik Pendidikan Islam di Sekolah dan di Rumah Tangga.

3.2 Penanggulangan Kenakalan Remaja Menurut M. Arifin

Remaja selaku tunas harapan bangsa dan negara pada masa akhir-akhir ini menarik perhatian semua orang, bukan hanya menjadi masalah orang tua melainkan sudah menjadi masalah negara. Namun sampai saat ini masalah dan perilakunya masih sulit dikendalikan. Kejahatan anak remaja makin hari menunjukkan kegarangan dan kebengisan yang dilakukan dalam aksi-aksi kelompok. Gejala ini akan terus menerus berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi, industrialisasi dan urbanisasi. Keadaan ini akan makin sulit dikendalikan manakala lingkungan di sekitarnya negatif. Itulah sebabnya M.Arifin mengamati masalah remaja dengan menguraikan faktor-faktor terjadinya juvenile delinquency serta penanggulangannya.

(50)

3.2.1 Remaja

Arifin (1994: 78) menganggap bahwa keadaan dan lingkungan sekitar remaja puber yang bersifat negatif akan lebih mudah mempengaruhi tingkah laku yang negatif pula. Sebaliknya keadaan lingkungan sekitar yang bersifat positif akan mengandung nilai-nilai konstruktif yang akan memberikan pengaruh positif pula. Oleh karena situasi perkembangan jiwa remaja yang labil demikian itu, maka cenderung untuk melakukan penyimpangan yang dirasakan sebagai suatu proses terhadap situasi dan kondisi masyarakat yang kurang akomodatif terhadap angan-angan dan gejolak jiwanya.

Menurut Arifin sesuai dengan perkembangan jiwanya, remaja cenderung untuk melakukan imitasi (meniru) hal-hal yang dianggap dapat memuaskan batinnya, serta cenderung pula untuk mencoba merealisasikan imajinasinya dalam kenyataan dengan cara mencoba-coba tanpa dipikirkan akibat dari tingkah lakunya itu.

Dorongan nafsu untuk cepat menikmati hasil perbuatannya sering pula muncul dalam bentuk perilaku yang melanggar pranata sosial, kaidah-kaidah moral, tradisi dan hukum yang berlaku. Akan tetapi bentuk-bentuk demikian tidak mereka sadari, atau tidak mereka perhitungkan matang-matang. Apa yang mereka lakukan adalah menurut ukuran nilai-nilai keremajaannya yang bersifat impulsif dan kritikal, terutama dalam menghadapi situasi dan kondisi kehidupan yang dianggap kurang sejalan dengan keinginan atau angan-angan mereka.

Referensi

Dokumen terkait

Jadi dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa dari 52 responden yang menyatakan bahwa memiliki lingkungan bahasa Arab sebesar 75,00% dan mahasiswa yang menjawab penting

Ada tiga bahaya besar jika otak anak mengalami Downshiftting akibat ancaman atau tekanan kognitif yang berlebihan, yaitu anak akan mengalami kejenuhan dalam

Berdasarkan uraian diatas, pada pengamatan komponen hasil yang terdiri dari panjang buah, diameter buah, berat buah per buah, berat buah total per tanaman dan

Sebagai umat Islam sudah selayaknya kita menangani permasalahan tersebut dilihat dari sudut pandang Islam, secara garis besar Islam telah memperingatkan kepada

Pada motor axial flux BLDC fungsi pengaturan terhadap inputan arus yang harus diberikan ke kumparan stator untuk dapat menimbulkan medan elektro magnet yang tepat guna

241 Berdasarkan hasil observasi aktivitas Guru dan siswa serta hasil akhir tindakan diatas maka peneliti merencanakan Siklus II agar pembelajaran dengan metode STAD ini lebih