• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Biotek Bidang Peternakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Biotek Bidang Peternakan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Selama beberapa tahun belakangan ini, kita melihat begitu pesat perkembangan bioteknologi di berbagai bidang. Pesatnya perkembangan bioteknologi ini sejalan dengan tingkat kemajuan IPTEK dan kebutuhan manusia dikehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dipahami mengingat bioteknologi menjanjikan suatu revolusi pada hampir semua aspek kehidupan manusia, mulai dari bidang pertanian, peternakan, dan perikanan hingga kesehatan dan pengobatan. Bioteknologi dikembangkan untuk meningkatkan nilai bahan mentah dengan memanfaatkan kemampuan mikroorganisme atau bagian-bagiannya, misal bakteri dan kapang. Selain itu, bioteknologi juga memanfaatkan sel tumbuhan dan sel hewan yang dibiakkan sebagai konstituen berniaga proses industri. Penerapan bioteknologi pada umumnya mencakup produksi sel atau biomassa dan perubahan (transformasi) kimia yang diinginkan.

Bioteknologi peternakan yang ada saat ini merupakan efek dari kemajuan ilmu pengetahuan yang ada. Banyak hal yang membuat bioteknologi lahir, diantaranya adalah semakin besar tuntutan untuk mencapai target yang diinginkan dengan proses yang lebih cepat dan terobosan yang inovatif yang bisa menguntungkan bagi umat manusia. Bioteknologi juga memiliki peran penting dalam ilmu pengetahuan dewsa ini, bioteknologi sendiri mengalami berbagai pembaruan dari bioteknologi yang bersifat tradisional kearah bioteknologi yang modern.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja aplikasi/penerapan bioteknologi di bidang peternakan? 2. Bagaimana proses penerapan bioteknologi di bidang peternakan?

3. Bagaimana keuntungan Bioteknologi di bidang peternakan secara umum? 4. Bagaimana dampak negatif bioteknologi di bidang peternakan?

1.3 Tujuan

(2)

2. Mengetahui bagaimana proses penerapan bioteknologi di bidang peternakan.

3. Mengetahui keuntungan Bioteknologi di bidang peternakan secara umum.

4. Mengetahui dampak negatif bioteknologi di bidang peternakan.

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bioteknologi

Bioteknologi dari asal katanya sendiri, yaitu bio artinya hidup atau organisme hidup dan kata teknologi artinya suatu cara atau teknik. Kata bioteknologi mulai muncul pada tahun 1917 dari seorang ilmuan asal Hungaria yang bernama Karl Ereky untuk menjelaskan penggunaan gula bit hasil fermentasi sebagai pakan

(3)

ini, disebut bioteknologi karena menggunakan gula bit dari hasil fermentasi. Namun pada saat itu, orang belum tertarik untuk memahami istilah bioteknologi (Fahruddin, 2010: 13).

Baru pada tahun 1961 Carl Goran Heden ahli mikrobiologi menerbitkan jurnal ilmiah Biotechnology and Bioengineering, banyak mempublikasikan hasil-hasil penelitiannya dalam jurnal tersebut yaitu mengenai pemanfaatan jasad hidup dalam mengahasilkan berbagai bahan untuk kebutuhan manusia, kemudian muncul definisi bioteknologi yang diartikan sebagai pemanfaatan jazad hidup dalam industri untuk menghasilkan barang dan jasa (Fahruddin, 2010: 13).

Bioteknologi berasal dari kata latin yaitu bio (hidup), teknos (teknologi = penerapan) dan logos (ilmu). Bioteknologi adalah suatu teknik modern untuk mengubah bahan mentah melalui transformasi biologi sehingga menjadi produk yang berguna. Supriatna (1992) memberi batasan tentang arti bioteknologi secara lengkap, yakni: pemanfaatan prinsip-prinsip ilmiah dan kerekayasaan terhadap organisme, system atau proses biologis untuk menghasilkan dan atau meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia.

Bioteknologi dibagi ke dalam 2 bagian, yaitu bioteknologi modern dan bioteknologi konvensional. Salah satu contoh dari bioeknologi konvensional adalah pembuatan tape ini. Dan salah satu contoh dari bioteknologi modern adalah rekayasa genetika.

2.2 Penerapan Bioteknologi di Bidang Peternakan

Penggunaan bioteknologi guna meningkatkan produksi peternakan meliputi: a. Teknologi produksi, seperti inseminasi buatan, embrio transfer, kriopreservasi

embrio, fertilisasi in vitro, sexing sperma maupun embrio, cloning dan spliting.

b. Rekayasa genetika, seperti genome maps, masker asisted selection, transgenik, identifikasi genetik, konservasi molekuler.

c. Peningkatan efisiensi dan kualitas pakan, seperti manipulasi mikroba rumen. d. Bioteknologi yang berkaitan dengan bidang veteriner.

(4)

Teknologi reproduksi yang telah banyak dikembangkan adalah sebagai berikut:

a. Transfer embrio berupa teknik Multiple Ovulation and Embrio Transfer (MOET). Teknik ini telah diaplikasikan secara luas di Eropa, Jepang, Amerika dan Australia dalam dua dasawarsa terakhir untuk menghasilkan anak (embrio) yang banyak dalam satu kali siklus reproduksi.

b. Cloning telah dimulai sejak 1980an pada domba. Saat ini pembelahan embrio secara fisik (spliting) mampu menghasilkan kembar identik pada domba, sapi, babi dan kuda.

c. Produksi embrio secara in vitro; teknologi In vitro Maturation (IVM), In Vitro Fertilisation (IVF), In Vitro Culture (IVC), telah berkembang dengan pesat. Kelinci, mencit, manusia, sapi, babi dan domba telah berhasil dilahirkan melalui fertilisasi in vitro.

Di Indonesia, transfer embrio mulai dilakukan pada tahun 1987. Dengan teknik ini seekor sapi betina, mampu menghasilkan 20-30 ekor anak sapi (pedet) pertahun. Penelitian terakhir membuktikan bahwa, menciptakan jenis ternak unggul sudah bukan masalah lagi. Dengan teknologi transgenik, yakni dengan jalan mengisolasi gen unggul, memanipulasi, dan kemudian memindahkan gen tersebut dari satu organisme ke organisme lain maka ternak unggul yang diinginkan dapat diperoleh. Babi transgenik, di Princeton Amerika Serikat kini sudah berhasil memproduksi hemoglobin manusia sebanyak 10-15 % dari total hemoglobin manusia, bahkan laporan terakhir mencatat adanya peningkatan persentasi hemoglobin manusia yang dapat dihasilkan oleh babi transgenik ini.

Dalam bidang peternakan, bioteknologi dimanfaatkan untuk menghasilkan vaksin, antibodi, pakan bergizi tinggi, dan hormon pertumbuhan. Contoh vaksin untuk ternak yaitu vaksin untuk penyakit mulut dan kuku pada mamalia, vaksin NCD untuk mengobati penyakit tetelo pada unggas, dan vaksin untuk penyakit flu burung.

Hormon pertumbuhan diberikan pada ternak untuk meningkatkan produksi daging, susu, atau telur. Contohnya adalah pemberian Bovine Growth Hormone pada sapi perah dapat meningkatkan produksi susu dan daging hingga 20%.

(5)

diperdebatkan karena berpotensi meningkatkan penyakit masitis pada ternak dan membahayakan kesehatan manusia (Sutarno, 2000).

Penerapan prinsip bioteknologi dalam bidang peternakan antara lain sebagai berikut:

1. Teknologi Transplantasi Nukleus

Teknologi ini lebih dikenal dengan teknologi kloning yaitu teknologi yang digunakan untuk menghasilkan individu duplikasi (mirip dengan induknya). Teknologi kloning telah berhasil dilakukan pada beberapa jenis hewan. Salah satunya adalah pengkloningan domba yang dikenal dengan domba Dolly. Melalui kloning hewan, beberapa organ manusia untuk keperluan transplantasi penyembuhan suatu penyakit berhasil dibentuk. Tahapan teknologi kloning adalah;

a. Isolasi nukleus (inti sel) dari hewan donor: Nukleus diisolasi dari sel putting susu domba dewasa dengan menggunakan teknik khusus sehingga dapat dikeluarkan dari membrane sel.

b. Isolasi sel telur: Sel telur yang belum dibuahi diperoleh dari domba lain. Dibutuhkan banyak sel telur dalam teknologi ini karena banyak sel telur yang tidak mampu bertahan dalam tahapan pengkloningan lebih lanjut.

c. Pengambilan nukleus dari sel telur

d. Penggabungan nukleus dengan sel telur: Nukleus yang telah diisolasi dari sel domba dewasa digabungkan ke dalam sel domba lain yang telah dihilangkan nukleusnya. Secara genetic sel domba yang menerima nukleus identik dengan domba pendonor.

e. Pemasukan sel telur kedalam rahim: Sel telur dimasukkan ke dalam rahim domba betina yang lain. Hanya sedikit sel telur yang mampu bertahan dan berkembang di dalam rahim. Sel telur yang mampu bertahan akan berkembang menjadi embrio dan selanjutnya akan dihasilkan anak domba yang mirip dengan domba pendonor nucleus (Rachmawati, 2009).

Kloning atau transplantasi atau pencangkokan nukleus digunakan untuk menghasilkan individu yang secara genetic identik dengan induknya. Proses kloning dilakukan dengan cara memasukkan inti sel donor ke dalam sel telur yang telah dihilangkan inti selnya. Selanjutnya, sel telur tersebut diberi kejutan listrik atau zat kimia untuk memacu pembelahan sel. Ketika klon embrio telah mencapai

(6)

tahap yang sesuai, embrio dimasukkan ke dalam rahim hewan betina lainnya yang sejenis. Hewan tersebut selanjunya akan mengandung embrio yang ditanam dan melahirkan anak hasil kloning. Contoh hewan hasil kloning adalah domba Dolly (Kusumawati, 2012: 174).

2. Teknik Inseminasi Buatan

Teknik ini dikenal dengan nama kawin suntik, adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan sperma yang telah dicairkan dan diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut “ insemination gun”.

Teknik inseminasi buatan memiliki beberapa tujuan, yaitu: a. Memperbaiki mutu genetika ternak.

b. Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama.

c. Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur. d. Mencegah penularan dan penyebaran penyakit kelamin.

Penerapan IB pada ternak ditentukan oleh empat faktor utama, yaitu:  Semen beku

Permasalahan utama pada semen yang dibekukan adalah adanya pengaruh kejutan dingin (cold shock) terhadap sel yang dibekukan dan perubahan-perubahan intraseluler akibat pengeluaran air yang bertalian dengan pembentukan kristal-kristal es. Kristal-kristal es yang terbentuk akan merusak sel spermatozoa secara mekanik, permeabilitas membran sel berubah dan pada saat proses thawing (pencairan kembali semen) menyebabkan spermatozoa mati. Untuk menghindari hal tersebut maka proses penanganan semen selama pembekuan harus menjadi perhatian utama, diantaranya penambahan kriprotektan (seperti gliserol) ke dalam pengencer untuk meminimalkan pembentukan kristal-kristal es, pengaturan waktu ekuilibrasi, penyimpanan semen dalam kontainer (berisi N2 cair) dan tidak boleh dipindah-pindahkan atau dikeluarkan lewat mulut kontainer, serta ketepatan waktu, dan suhu thawing. Salah satu penyebab tingginya kematian spermatozoa setelah thawing adalah terjadinya perubahan suhu semen beku dalam kontainer akibat manipulasi semen beku di dalam kontainer N2 cair tidak benar. Standar

(7)

minimal kualitas semen beku ditinjau dari motilitas spermatozoa untuk digunakan dalam program IB adalah 40 %.

 Ternak betina sebagai akseptor IB

Betina sebagai akseptor IB harus sehat organ dan saluran reproduksinya atau dengan kata lain tidak terjadi gangguan pada organ dan saluran reproduksi, karena bila terjadi gangguan akan menyebabkan terjadinya kegagalan proses pembuahan. Pengaruh yang ditimbulkan apabila terjadi gangguan reproduksi pada ternak betina adalah tanda-tanda fisiologis yang menunjukkan bahwa ternak tersebut berahi tidak nampak, dalam pengertian pengeluaran lendir melalui vulva, vulva bengkak, dan vulva berwarna merah tidak nampak.

 Keterampilan tenaga pelaksana (inseminator)

Keterampilan teknisi berkaitan erat dengan kemampuan inseminator untuk melakukan inseminasi dengan tepat sasaran dan waktu, dan ini berkaitan erat pula dengan tingkat pengetahuan zooteknis peternak.

 Pengetahuan zooteknis peternak

Peternak harus mampu pula mendeteksi berahi pada ternak betina, apakah berahi atau tidak dan melaporkan kejadian berahi dengan tepat waktu kepada inseminator.

Keempat faktor ini berhubungan satu dengan yang lain dan bila salah satu nilainya rendah menyebabkan hasil IB juga akan rendah, dalam pengertian efisiensi produksi dan reproduksi tidak optimal. Apabila semua faktor di atas diperhatikan diharapkan bahwa hasil IB akan lebih tinggi atau hasilnya lebih baik dibandingkan dengan perkawinan alam. Hal ini berarti dengan tingginya hasil IB diharapkan efisiensi produktivitas akan tinggi pula, yang ditandai dengan meningkatnya populasi ternak dan disertai dengan terjadinya perbaikan kualitas genetik ternak, karena semen yang dipakai berasal dari pejantan unggul yang terseleksi.

Prosedur yangdilakukan dalam tekni IB adalah : 1. Teknik IUI (Intrauterine Insemination)

Teknik IUI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan melalui leher rahim hingga ke lubang uterine (rahim).

(8)

Teknik DIPI telah dilakukan sejak awal tahun 1986. Teknik DIPI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan langsung ke peritoneal (rongga peritoneum).

Teknik IUI dan DIPI dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut bivalve speculum, yaitu suatu alat yang berbentuk seperti selang dan mempunyai 2 cabang, dimana salah satu ujungnya sebagai tempat untuk memasukkan/menyalurkan sperma dan ujung yang lain dimasukkan ke dalam saluran leher rahim untuk teknik IUI, sedangkan untuk teknik DIPI dimasukkan kedalam peritoneal. Jumlah sperma yang disalurkan/diinjeksikan kurang lebih sebanyak 0,5–2 ml. Setelah inseminasi selesai dilakukan, orang yang mendapatkan perlakuan inseminasi tersebut harus dalam posisi terlentang selama 10–15 menit.

Manfaat penerapan IB pada ternak adalah sebagai berikut:

a. Bibit ternak yang baik selalu tersedia dan mudah diperoleh. Dengan IB, pejantan bergenetik unggul telah terbukti kebaikannya dan bisa disediakan untuk hampir semua peternak.

b. Mengurangi terjadinya bahaya, pekerjaan, dan biaya perawatan. Dalam IB, jumlah pejantan yang dipelihara semakin sedikit sehingga mengurangi biaya perawatan.

c. Hasil persilangan (cross-breeding) yang tidak disukai dapat dihindarkan. d. Sangat berguna untuk digunakan pada betina-betina yang berada dalam

keadaan estrus dan berovulasi tetapi tidak mau berdiri untuk dinaiki pejantan. e. Dapat menghindari penyakit yang bersifat venereal. Penyakit-penyakit

venereal seperti vibrosis dan trichomoniasis yang dapat menyebar dari ternak betina satu ke ternak betina yang lain pada waktu perkawinan alam dapat dihindarkan melalui IB.

f. Dapat memanfaatkan ternak jantan yang invalid, lumpuh, patah kaki, dan sebagainya yang tidak dapat mengawini betina secara alamiah melalui proses penampungan semennya.

g. Memperbaiki tingkat dan efisiensi seleksi genetik dan meningkatkan performans produksi ternak.

(9)

h. Adanya IB akan memberikan kemungkinan kesuburan (fertilitas) ternak karena semen diolah dengan baik dan diinseminasikan dengan tepat waktu, serta dapat memberikan gambaran tentang kondisi peternakan di suatu daerah. i. Memungkinkan bertemunya suatu pasangan ternak yang tidak serasi, misalnya

pejantan yang besar dengan ternak betina yang kecil atau sebaliknya. Bila ternak-ternak tersebut kawin secara alamiah, maka akan sangat sulit tercapai dan bisa menimbulkan keadaan fatal berupa luka-luka atau patah tulang (Hafez, 1993).

Penerapan IB ini sudah hampir lima puluh tahun, namun tetap saja masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat (petani/peternak) sebagai penggunanya karena hasil dari penerapan teknologi ini berfluktuasi dari tahun ke tahun. Penerapan IB berhubungan erat dengan aspek kesehatan dan penyelamatan dari kepunahan ternak asli (animal welfare). Problem utama dalam sistem animal welfare dalam kaitannya dengan penerapan teknologi adalah efisiensi produksi. Problem ini berkaitan erat pula dengan beberapa faktor, diantaranya (1) ekspresi gen (pertumbuhan yang cepat atau produksi susu tinggi), (2) teknik perkawinan, dan (3) mutasi gen (Toelihere, 1985).

Disamping itu hasil IB masih sangat bervariasi, dan hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a) Jumlah spermatozoa yang diinseminasikan. b) Kualitas spermatozoa.

c) Pejantan yang digunakan.

d) Estrus alamiah atau dengan sinkronisasi estrus. e) Letak semen dideposisikan.

f) Jarak antara kelahiran terakhir dengan inseminasi. g) Umur dari induk yang diinseminasi.

h) Waktu inseminasi.

i) Faktor pakan, temperatur, dan tingkat stress ternak. 3. Transfer Embrio

Transfer embrio merupakan bagian dari teknologi reproduksi setelah inseminasi buatan yang tengah dikembangkan dalam dunia peternakan.

Apabila kawin suntik memfokuskan pada sperma jantan, maka transfer embrio tidak hanya potensi dari jantan saja yang dioptimalkan, melainkan potensi betina berkualitas unggul juga dapat dimanfaatkan secara optimal.

Teknik TE ini, betina unggul tidak perlu bunting tetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya bisa ditransfer pada induk titipan

(10)

dengan kualitas yang tidak perlu bagus tetapi memiliki kemampuan untuk bunting.

Embrio yang akan ditransfer ke resipien disimpan dalam foley kateter dua jalur yang steril (tergantung ukuran serviks). Sebelum dilakukan panen embrio, bagian vulva dan vagina dibersihkan dan disterilkan dengan kapas yang mengandung alcohol 70%. Embrio yang didapat dapat langsung di transfer ke dalam sapi resipien atau dibekukan untuk disimpan dan di transfer pada waktu lain.

Proses transfer embrio meliputi:

a. Metode sinkronisasi birahi dan superovulasi

Sinkronisasi birahi pada ternak resipien harus dilaksanakan pada hari yang sama pada semua ternak. Sinkronisasi birahi dapat dilakukan dengan beberapa cara, namun untuk keperluan transfer embrio pada umumnya menggunakan prostaglandin (PGF2α). Aplikasi teknik PGF2α dapat dilakukan dengan cara intramuscular, submukosa vulva atau secara intrauterine. Sinkronisasi birahi dalam rangka transfer embrio sebaiknya dilakukan secara intra uterin dengan teknik rektovaginal. Alat untuk mendepositkan PGF2α menggunakan kateter intrauterine atau plastic sheet AI Gun yang kemudian dimasukkan ke dalam uterus melalui vagina dipandu dengan tangan per rectal.

Superovulasi pada ternak donor dilaksanakan secara bersamaan dengan sinkronisasi birahi pada ternak resipien. Superovulasi dapat dilakukan dengan penyuntikan hormone PMSG dan HCG atau hormone FSH dan LH, dengan tujuan agar menghasilkan embrio dalam jumlah banyak.

b. Flushing embrio

Flushing pada proses transfer embrio adalah membilas uterus ternak donor dengan cara memasukkan cairan media ke dalam koruna uteri kemudian mengeluarkannya kembali untuk mendapatkan embrionya.

Teknik flushing dapat dilakukan dengan atau tanpa pembedahan. Teknik yang lebih aman dan lebih banyak digunakan adalah teknik tanpa pembedahan menggunakan foley catheter. Teknik ini dilakukan pada hari ke 5 – 8 yaitu ketika embrio hasil superovulasi sudah berada di koruna uteri namun belum mengalami implantasi.

(11)

Embrio yang diperoleh dari hasil flushing uterus ternak donor dapat langsung di transfer dalam bentuk embrio segar kepada ternak resipien atau disimpan dalam bentuk embrio beku untuk ditransfer kepada ternak resipien dikemudian hari.

Sebelum ditransfer kepada ternak resipien, embrio hasil flushing terlebih dahulu melewati tahapan berikut :

 Identifikasi

Embrio yang berada didalam media flushing harus dapat di identifikasi terlebih dahulu agar tidak dikelirukan dengan sel epithel tuba fallopii. Proses ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop disekting pada pembesaran 25 -40 kali. Embrio stadium morula dini atau blastosis dengan kualitas excellent dan good layak dipergunakan untuk transfer embrio.

d. Pencucian

Apabila embrio segera ditransfer maka terlebih dahulu dicuci dalam media transfer dengan cara memindahkannya dari cawan petri ke petri lain sebanyak 3 kali, pengambilan embrio menggunakan pipet mikro atau pipet berkanula, proses ini dilakukan dibawah mikroskop disekting.

e. Pengisian straw

Embrio dimasukkan ke dalam straw bening dengan posisi : MEDIA – UDARA – MEDIA EMBRIO – UDARA –MEDIA

Adapun manfaat teknologi transfer embrio adalah: a. Meningkatkan mutu genetik ternak.

b. Mempercepat peningkatan populasi ternak.

c. Berpotensi mencegah berjangkitnya penyakit hewan menular yang ditularkan lewat saluran kelamin.

d. Mempercepat pengenalan material genetik baru lewat ekspor embrio beku. Keunggulan teknologi transfer embrio dibandingkan inseminasi buatan adalah:

a) Perbaikan mutu genetik pada IB hanya berasal dari pejantan unggul sedangkan dengan teknologi TE, sifat unggul dapat berasal dari pejantan dan induk yang unggul.

b) Waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh derajat kemurnian genetik yang tinggi (purebred) dengan TE jauh lebih cepat dibandingkan IB dan kawin alam.

(12)

c) Dengan teknik TE, seekor betina unggul mampu menghasilkan lebih dari 20 -30 ekor pedet unggul per tahun, sedangkan dengan IB, hanya dapat menghasilkan satu pedet per tahun.

d) Melalui teknik TE dimungkinkan terjadinya kebuntingan kembar, dengan jalan mentransfer setiap tanduk uterus (cornua uteri) dengan satu embrio (Suhardi, 2012).

4. Teknologi Transgenik

Hewan transgenik adalah hewan yang telah mengalami rekayasa genetika sehingga dihasilkan hewan dengan sifat yang diharapkan. Teknologi transgenik pada hewan dilakukan dengan cara penyuntingan fragmen DNA secara mikro ke dalam sel telur yang telah mengalami pembuahan. Tujuan dari teknologi ini adalah meningkatkan produk dari hewan ternak seperti daging susu, dan telur.

Contoh dari hewan yang mengalami teknologi ini adalah domba transgenik. Jadi DNA domba ini disisipi dengan gen manusia yang disebut factor VIII (merupakan protein pembeku darah). Berkat penyusupan gen tersebut, domba menghasilkan susu yang mengandung factor VIII yang dapat dimurnikan untuk menolong penderita hemophilia.

Rekayasa genetika juga dapat melestarikan spesies langka. Sebagai contoh, sel telur zebra yang sudah dibuahi lalu ditanam dalam kuda spesies lain. Spesies lain yang dipinjam rahimnya ini disebut surrogate. Hal ini sudah diterapkan pada spesies keledai yang hampir punah di Australia.

Teknik pelestarian dengan rekaya genetika berguna, dengan alasan: a. Induk dari spesies biasa dapat melahirkan anak dari spesies langka.

b. Telur hewan langkah yang sudah dibuahi dapat dibekukan, lalu disimpan bertahun-tahun meskipun induknya sudah mati. Jika telah ditemukan surrogate yang sesuai, telur tadi ditransplantasi.

Pemanfaatan teknologi transgenik memungkinkan diperolehnya ternak dengan karakteristik unggul. Peternak selalu menggunakan peternakannya yang selektif untuk menghasilkan hewan yang sesuai dengan keinginan. Misalnya meningkatkan produksi susu, meningkatkan kecepatan pertumbuhan. Peternakan tradisional memakan waktu dan sulit memenuhi permintaan. Ketika teknologi menggunakan biologi molekuler untuk mengembangkan karakteristik hewan dengan waktu yang singkat dan tepat. Disamping itu, transenik hewan

(13)

Tahapan transformasi genetik adalah : a) Mengisolasi gen unggul

b) Memanipulasinya

c) Memindahkan gen tersebut dari satu organisme ke organisme lainnya sehingga diperoleh ternak unggul yang diinginkan. Misalnya, sapi transgenik yang diatur secara genetik agar menghasilkan laktoferin dalam air susunya. Laktoferin adalah protein yang secara normal ditemukan pada Air Susu Ibu (ASI). Hewan transgenik lainnya yang telah berhasil dibuat adalah monyet, tikus, babi,dan ikan salmon.

5. Hormon BST (Bovine Somatotrophin)

Teknologi ini dilakukan dengan menyisipkan gen somatotropin sapi pada plasmid. Escherichia coli untuk menghasilkan BST. BST yang ditambahkan pada makanan ternak dapat meningkatkan produksi daging dan susu ternak (Kusumawati, 2012: 180).

Dengan rekayasa genetika dihasilkan hormon pertumbuhan dewan yaitu BST. Caranya adalah:

a. Plasmid bakteri Escherichia coli dipotong dengan enzim endonuklease. b. Gen somatotropin sapi diisolasi dari sel sapi

c. Gen somatotropin disisipkan ke plasmid bakteri

d. Bakteri yang menghasilkan bovin somatotropin ditumbuhan dalam tangki fermentasi Bovine somatotropin diambil dari bakteri dan dimurnikan.

e. Hormon ini dapat memicu pertumbuhan dan meningkatkan produksi susu. BST ini mengontrol laktasi (pengeluaran susu) pada sapi dengan meningkatkan jumlah sel-sel kelenjar susu. Jika hormon yang dibuat dengan rekayasa genetika ini disuntuikkan pada hewan, maka produksi susu akan meningkat 20%.

Pemakaian BST telah disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration), lembaga pengawasan obat dan makanan di Amerika. Amerika berpendapat susu yang dihasilkan karena hormon BST aman di konsumsi tapi di Eropa hal ini dilarang karena penyakit mastitis pada hewan yang diberikan hormon ini meningkat 70%.

Selain memproduksi susu, hormon ini dapat memperbesar ukuran ternak menjadi 2 kali lipat ukuran normal. Caranya dengan menyuntik sel telur yang akan dibuahi dengan hormon BST. Daging dari hewan yang diberi hormon ini

(14)

kurang mengandung lemak. Sehingga dikhawatirkan hormon ini dapat mengganggu kesehatan manusia.

2.3 Keuntungan Bioteknologi di Bidang Peternakan Secara Umum Keuntungan Bioteknologi dalam bidang peternakan adalah :

a. Dengan memanfaatkan aplikasi bioteknologi bidang peternakan akan menghasilkan ternak dengan kualitas yang unggul. Salah satu contoh ternak unggul hasil dari bioteknologi antara lain ayam penghasil telur, ayam penghasil daging, sapi pedaging, sapi penghasil susu, dan kambing penghasil daging.

b. Usaha memperbanyak ternak unggul tersebut menggunakan teknik kawin silang dan teknik kawin suntik atau inseminasi buatan. Dengan teknik inseminasi buatan, dapat dihasilkan keturunan sapi atau domba yang diharapkan tanpa mengenal sistem kawin serta tanpa melibatkan sapi atau domba jantan.

c. Adayanya teknik splitting (yang mampu menghasilkan anak kembar identik pada domba, sapi, babi, dan kuda).

2.4 Dampak Negatif Bioteknologi di Bidang Peternakan 2.4.1 Kloning

a. Dapat disalahgunakan untuk menciptakan spesies atau ras baru dengan tujuan tertentu yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan.

b. Kloning pada hewan belum sepenuhnya sempurna, contohnya domba Dolly ternyata menderita berbagai penyakit yang akhirnya memaksa para ilmuwan untuk melakukan eutanasi.

c. Terjadi kekacauan kekerabatan dan identitas diri dari hasil kloning maupun induknya.

d. Individu hasil cloning tidak akan mendapatkan imunitas bawaan, sehingga individu hasil cloning tersebut akan mudah terserang penyakit karna tidak mendapatkan imunitas bawaan sebagai pertahanan pertama terhadap infeks

(15)

e. Berkurangnya keanekaragaman suatu spesies, karena individu yang dihasilkan dari proses pengkloningan sama persis dengan DNA maupun sifat dan fisik induknya.

f. Individu hasil kloning selnya diperoleh dari induknya. Ini berarti umur sel-sel hasil kloning pun sama dengan umur sel-sel-sel-sel induknya. Oleh karena itu, individu hasil kloning pun akan memiliki umur sama dengan induknya (Kurniati, 2013).

2.4.2 Inseminasi Buatan

Dampak negatif yang akan timbul apabila penerapan IB tidak terkontrol dalam kaitannya dengan animal welfare, seperti:

a. Hilangnya/punahnya ternak lokal akibat terkikis oleh munculnya ternak persilangan (crossbred animal). Hal ini bisa muncul karena persepsi masyarakat (petani/peternak) yang lebih menyukai ternak persilangan karena pertumbuhannya lebih cepat dan dampak akhirnya adalah nilai jual yang tinggi.

b. Induk ternak lokal yang umumnya lebih kecil dibandingkan dengan induk sapi dari daerah sub tropis. Bila induk lokal ini diinseminasi (dikawinkan) dengan semen yang berasal dari pejantan unggul yang memiliki bobot badan besar dapat menyebabkan gangguan proses kelahiran yang bisa menimbulkan kematian pada induk, karena potensi genetik yang berasal pejantan unggul tersebut akan diwariskan kepada anak yang dikandung oleh induk ternak lokal. Hal ini lambat-laun pula akan menyebabkan punahnya ternak local. c. Dapat menyebabkan stress dan menimbulkan resiko pada animal welfare.

Pemilihan pejantan sebagai sumber semen yang tidak tepat (kemungkinan mengandung gen lethal) akan menimbulkan beberapa dampak negatif, antara lain masa kebuntingan lebih panjang, meningkatnya kejadian kesulitan melahirkan (distokia) dan tingginya frekuensi gen anomali dan anak yang dilahirkan memiliki bobot lahir yang melebihi ukuran normal dan penurunan daya reproduksi.

d. Dapat menimbulkan efek inbreeding (perkawinan sekeluarga). Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam penerapan IB adalah tingkat kesukaan

(16)

petani/peternak pada jenis semen tertentu. Apabila hal ini dibiarkan terus-menerus keturunannya (F1) akan mengawini tetuanya kembali sehingga akan terjadi perkawinan sekeluarga. Dampak negatif dari perkawinan sekeluarga adalah naiknya proporsi lokus-lokus gen yang homosigot dan menurunkan gen heterosigot (genotip), sedangkan dari fenotipnya ditandai dengan penurunan laju pertumbuhan, kinerja reproduksi, daya tahan tubuh (hybrid vigor) dan kadang-kadang disertai dengan cacat tubuh.

Namun demikian dampak negatif tersebut dapat ditanggulangi melalui upaya konservasi in-situ dimana petani/peternak ikut serta di dalamnya. Program konservasi in-situ yang telah dilakukan pada ternak lokal antara lain:

a. Mengisolasi bangsa ternak lokal dalam suatu lokasi tertutup dan dilakukan upaya pemurniannya.

b. Mendatangkan pejantan unggul yang sejenis dengan bangsa ternak lokal tersebut untuk dilakukan program perkawinan dengan ternak lokal yang telah diisolasi.

c. Melakukan program pemuliaan dan seleksi dengan ketat.

d. Mengaplikasikan program IB dengan menggunakan semen yang berasal dari pejantan unggul.

2.4.3 Teknologi Transgenik a) Meningkatkan bobot lahir.

b) Menyebabkan insiden kesulitan lahir. c) Kehilangan perinatal yang lebih tinggi.

Ada dua konsep yang berbeda tentang keselamatan hewan yang ada saat ini. Konsep yang terbatas berfokus pada kesehatan biologis dari organisme yang diklon dan pada kualitas kejiwaan dari hewan yang ditunjukkan akibat intervensi manusia dalam hidupnya. Konsep yang luas juga mempertimbangkan mengenai kesempatan hewan untuk menunjukkan spesifikasi jenis spesies yang alami. Kedua perspektif ini menjadi dasar dari perdebatan tentang keselamatan hewan, resiko yang dapat ditimbulkan dan juga segi etikanya.

(17)

Konsep terbatas terbagi menjadi dua yaitu tentang sisi etika dan kejiwaan dari hewan dan tentang kesehatan fisiologis dan biologis dari hewan. Sisi etika dan kejiwaan hingga saat ini masih menjadi perdebatan karena tidak terdapat metode untuk mengukur kejiwaan dari hewan. Sehingga umumnya banya dibahas mengenai efek kesehatan fisik dan biologis hewan.

Hal ini seringkali menyebabkan berbagai masalah yang berkaitan dengan keselamatan hewan. Masalah yang umunya terjadi adalah kehamilan yang terlambat atau terlalu dini, kematian saat kelahiran, jarak kematian setelah kelahiran yang singkat, masa hidup yang singkat, obesitas dan berbagai macam cacat tubuh.

2. Konsep Luas

Konsep luas juga mencakup permasalahan pada kesehatan hewan tetapi juga mempertimbangkan kealamian dari hewan dan sisi etika terhadap hewan. Bioteknologi pada hewan dapat menimbulkan efek negatif terutama pada kehidupan alamiah hewan. Proses kloning dan rekayasa ataupun in vitro menyebabkan hewan tidak dapat hidup secara alami pada habitatnya. Fokus masalah umunya terdapat pada proses perkawinan hewan yang tidak lagi terjadi secara alami. Hal ini melanggar kode etik terhadap hewan. Selain itu, proses perkawinan yang direkayasa oleh manusia dapat menghilangkan spesies-spesies alami. Efek tersebut dapat menyebabkan kepunahan terhadap spesies-spesies hewan tertentu.

Bioteknologi pada hewan juga dapat menggangu keseimbangan ekosistem lingkungan dan juga sistem rantai makanan. Selain itu, hewan hasil rekayasa atau kloning kehilangan integritasnya sebagai hewan. Integritas yang dimaksud yaitu hak untuk hidup secara alami yang tidak diperoleh hewan hasil klon atau rekayasa. Hal ini dikarenakan hewan hasil bioteknologi tidak memiliki kesempatan untuk hidup seperti hewan lainnya, contohnya: hidup di laboratorium, makanan diatur ilmuan, proses perkawinan yang direkayasa, dsb.

3. Resiko pada kesehatan manusia

Produk pangan hewani hasil bioteknologi menjadi perdebatan dalam kalangan masyarakat. Konsumsi produk hewani hasil bioteknologi dapat menyebabkan

(18)

alergi pada manusia. Selain itu juga diperkirakan dapat mengubah susunan genetik manusia apabila gen yang direkayasa tersebut menyisip pada gen manusia. Penyisipan gen ini dapat menyebabkan berbagai macam efek mutasi pada fisik manusia, salah satu contohnya adalah pertumbuhan sel yang abnormal yang dikenal dengan kanker. Dampak lain dari mutasi adalah cacat lahir pada keturunan berikutnya yang disebabkan karena gen yang menyisip juga diturunkan ke bayi dan diekspresikan.

4. Resiko pada lingkungan dan sosio ekonomi

Resiko bioteknologi hewan terhadap lingkungan yaitu menggangu keseimbangan alam. Resiko utama adalah kepunahan dari jenis hewan alami, hal ini dikarenakan manusia terus mengembangbiakkan hewan hasil rekayasa sehingga hewan alaminya mulai tersisihkan kemudian punah. Keseimbangan alam lain yang terganggu adalah rantai makanan dan seleksi alam, di mana yang dapat bertahan hidup hanya hewan hasil rekayasa. Hewan hasil rekayasa bioteknologi yang dilepaskan ke alam bebas juga diperkirakan dapat menyebabkan mutasi alam, terutama apabila gen yang disisipkan dapat berpindah kepada organisme lainnya. Mutasi alam berdampak dengan menurunkan gen pada keturunan berikutnya, menyebabkan ukuran hewan abnormal, dan menyebabkan jumlah hewan kuat yang berlebihan sehingga timbul dominasi di alam. Rekayasa yang terus berkembang juga dapat menyebabkan keseragaman genetik pada ekosistem yang menyebabkan alam kehilangan keberagamannya.

Resiko bioteknologi hewan pada sosio ekonomi berupa adanya keseragaman genetik. Umumnya variasi akan hewan pangan dalam hal jenis dan ukuran akan menyebabkan variasi harga yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Apabila ada keseragaman genetik, maka harga hewan pangan akan menjadi sama sehingga terjadi penurunan ekonomi. Perusahaan pangan yang menggunakan produk bioteknologi akan makin berkembang sedangkan yang tidak akan merugi.

Dampak lain juga terdapat pada bidang sosial dan politik. Akan terjadi kesenjangan sosial antara negara yang maju dan menggunakan pangan transgenik dan negara berkembang. Hal ini juga akan memicu ketergantungan pangan oleh

(19)

dapat merugikan negara-negara berkembang. Masalah sosial-politik ini dapat memicu kembali masalah negara barat dan negara timur (Suhardi, 2012).

(20)

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :

a. Bioteknologi adalah suatu teknik modern untuk mengubah bahan mentah melalui transformasi biologi sehingga menjadi produk yang berguna.

b. Cara penerapan bioteknologi di bidang peternakan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik cloning, inseminasi buatan, transfer embrio, transgenik, serta penggunaaan hormone BST (Bovine Somatotrophin).

c. Keuntungan bioteknologi di bidang peternakan secara umum diantaranya yaitu menghasilkan ternak dengan kualitas yang unggul, dengan teknik inseminasi buatan, dapat dihasilkan keturunan sapi atau domba yang diharapkan tanpa mengenal sistem kawin serta tanpa melibatkan sapi atau domba jantan, serta adayanya teknik splitting (yang mampu menghasilkan anak kembar identik pada domba, sapi, babi, dan kuda).

d. Dampak negative dari bioteknologi di bidang peternakan diantaranya yaitu kehamilan yang terlambat atau terlalu dini, kematian saat kelahiran, jarak kematian setelah kelahiran yang singkat, masa hidup yang singkat, obesitas dan berbagai macam cacat tubuh.

3.2 Saran

Makalah tersebut di atas masih memerlukan sumber-sumber yang lebih banyak lagi sehingga dapat menjadi makalah tentang bioteknologi di bidang peternakan yang lebih lengkap lagi.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A., J.B. Reece, L.A. Urry, M.L. Cain, S.A. Wasserman, P.V. Minorski & R.B. Jackson. 2010. Biologi. Edisi Kedelapan-Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Fahruddin. 2010. Bioteknologi Lingkungan. Bandung: Alfabeta.

Hafez, E.S.E. 1993. Artificial insemination. In: HAFEZ, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animals. 6th Ed. Lea & Febiger, Philadelphia. pp. 424-439.

Kurniati, Eka. 2013. Kloning. http://ekakurniati.com/2013/06/09/ kloning.html. [diakses 18 Mei 2016].

Kusumawati, R. & Hidayat, L. 2012. Biologi. Klaten: Intan Pariwara.

Rachmawati, F., Nurul Urifah, & Ari Wijayati. 2009. Bioteknologi. Jakarta: Ricardo Publishing and Printing.

Suhardi, Rizal. 2012. Bioteknologi Hewan. http://rizalsuhardieksakta com/2012/07/bioteknologi-hewan.html. [diakses 18 Mei 2016].

Sutarno, Nono. 2000. Biologi Lanjutan Umum II. Jakarta: Universitas Terbuka. Toelihere, M.R. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak. Edisi Kedua. Bandung:

Referensi

Dokumen terkait

Perkembangan IPTEK di bidang reproduksi ternak dapat diaplikasikan di subsektor peternakan untuk meningkatkan populasi, produksi dan produktivitas

Inseminasi buatan (IB) merupakan salah satu teknologi tepat guna yang dapat digunakan untuk memanfaatkan penggunaan bibit jantan unggul dalam perbaikan mutu ternak

Aplikasi bioteknologi dalam bidang peternakan menawarkan berbagai keuntungan antara lain: • Meningkatkan produksi peternakan.. • Meningkatkan efisiensi dan kualitas pakan

Pembangunan Sekolah Menengah Atas SMK Peternakan Mandiri Unggul Tanjungsari menerapkan konsep pemanfaatan limbah ternak dari lahan praktek peternakan sapi dengan

Perusahaan peternakan adalah suatu usaha yang dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit/ternak potong), telur,

UTAMA KINERJA UTAMA Pembinaan Lingkungan Sosial Bidang Peternakan Kontribusi ternak kambing/domba dari dana DBHCT terhadap populasi ternak kambing/domba Kepala Dinas

Tingkat keberhasilan inseminasi buatan pada sapi Peranakan Ongole menggunakan semen beku hasil sexing dengan gradient konsentrasi putih telur.. Jurnal

Perusahaan peternakan adalah suatu usaha yang dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit/ternak potong), telur,