• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN INSTABILITAS KIT KERING RADIOFARMAKA BERTANDA 99m Tc DITINJAU DARI ASPEK KIMIA DAN FISIKA. Misyetti Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN INSTABILITAS KIT KERING RADIOFARMAKA BERTANDA 99m Tc DITINJAU DARI ASPEK KIMIA DAN FISIKA. Misyetti Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN INSTABILITAS KIT KERING RADIOFARMAKA BERTANDA 99mTc DITINJAU

DARI ASPEK KIMIA DAN FISIKA Misyetti

Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri ABSTRAK

KAJIAN INSTABILITAS KIT KERING RADIOFARMAKA BERTANDA 99mTc DITINJAU DARI ASPEK KIMIA DAN FISIKA. Diagnosis suatu penyakit secara non-invasif membuat pasien tetap merasa nyaman sehingga metode ini lebih disukai. Diagnosis berbasis teknik nuklir dengan menggunakan radiofarmaka merupakan salah satu dari teknik non-invasif tersebut. Preparasi radiofarmaka dapat dilakukan melalui penandaan kit kering radiofarmaka yang sesuai, dengan penambahan larutan radionuklida tertentu ke dalam kit dengan mengikuti instruksi penandaan yang tercantum di dalam kemasan kit. Kualitas radiofarmaka yang dihasilkan bergantung pada kualitas kit, yang pada akhirnya akan menentukan akurasi dari diagnosis atau pencitraan organ-organ yang diperiksa. Dalam beberapa kasus ditemukan kit radiofarmaka mengalami kerusakan, sehingga radiofarmaka yang diperoleh dari hasil penandaan memberikan pencitraan yang tidak baik dan dapat menyebabkan kesalahan diagnosis. Makalah ini berisikan cara mengevaluasi kit yang mudah rusak tersebut dari aspek kimia dan fisika, serta langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas kit tersebut. Parameter yang perlu dievaluasi adalah pH, lipofilisitas, ikatan protein-plasma kemurnian radiokimia dan muatan listrik. Penyimpangan sifat kimia dan fisika yang disebabkan oleh beberapa hal antara lain kualitas bahan baku, komposisi kit, kevakuman kit dan kinerja alat yang digunakan, juga akan dibahas.

Kata kunci: kit radiofarmaka, 99mTc, pencitraan organ ABSTRACT

INSTABILITY ASSESSMENT OF RADIOPHARMACEUTICALS DRY KIT LABELLED BY 99mTc BASED ON CHEMICAL AND PHISICAL ASPECTS. Diagnosis of diseases non-invasively make the patient comfortable, therefore this technique becoming more popular. Among the non-invasive method is diagnosis by nuclear technique using radiopharmaceuticals. The preparation of the radiopharmaceuticals can be done by adding certain radionuclide solution to the dry kit following the instruction of kit preparation that usually enclosed in the kit packaging. The quality of obtained radiopharmaceuticals depend on the quality of the kit and hence the quality of the organ imaging and diagnosis accuracy depend on the quality of radiopharmaceuticals. In some cases, the radiopharmaceutical kit damage in short period of time during storage, resulting poor labeling efficiency and inaccurate diagnosis. This article deals with the chemical and physical evaluation of the kit , as

(2)

well as the description about how to improve the kit,s quality. Parameters need to evaluate are: pH, radiochemical purity, lipophylicity, protein–plasma binding and electrical charge. Anomaly in physical and chemical properties of the kit caused by some cases during proses such as: raw materials, composition of kit, vacuum system of the kit, and the performance of the apparatus used are also discussed.

Key words: radiopharmaceuticals kit, 99mTc, organ imaging

PENDAHULUAN

Kedokteran nuklir (nuclear medicine) adalah segala penggunaan senyawa radioaktif sumber terbuka (open atau unsealed source) untuk diagnosis atau terapi dari suatu penyakit atau untuk penelitian di bidang kedokteran (medical research). Pengertian ini tidak hanya diagnosis secara in vivo, tapi termasuk teknik radioimmunoassay dan teknik in vitro yang terkait [1]. Diagnosis dengan teknik nuklir melibatkan tiga unsur utama meliputi sumber daya manusia (SDM), radiofarmaka yang akan digunakan dan peralatan yang dibutuhkan untuk mendeteksi senyawa radioaktif. Dalam makalah ini hanya dibicarakan yang berkaitan dengan bagian ke dua dari tiga unsur utama di atas yaitu mengenai preparasi radiofarmaka.

Dengan kedokteran nuklir informasi tentang keadaan organ dari pasien dan diagnosis penyakit pasien dapat diperoleh secara akurat dalam waktu yang relatif pendek. Setiap organ dalam tubuh manusia mempunyai aksi yang berbeda terhadap senyawa kimia tertentu. Ahli farmasi telah mengidentifikasi sejumlah senyawa diserap oleh organ tertentu, misalnya tiroid mengabsorsi iodium, otak mengabsorsi sejumlah glukosa dan sebagainya. Dengan pengetahuan ini para peneliti dapat mengikatkan bermacam-macam radioisotop pada senyawa yang sesuai kemudian dapat ditangkap oleh organ tertentu menjadi sediaan radiofarmasi.

Cohen dan kawan-kawan [2,3] mendefinisikan sediaan radiofarmasi (radiofarmaka) adalah senyawa bertanda radioaktif yang disiapkan untuk digunakan pada tubuh manusia untuk tujuan diagnosis berdasarkan deteksi radiasi atau terapi berdasarkan efek fisik radiasi. Diagnosis menggunakan radiofarmaka dapat diaplikasikan untuk mempelajari aliran darah ke otak, fungsi hati, paru-paru, ginjal,

(3)

jantung dan sebagainya. Selain itu juga dapat mendiagnosis adanya penyakit kanker dan infeksi.

Diagnosis menggunakan radiofarmaka, digolongkan pada diagnosis secara

non-invasif sehingga pasien tidak merasa sakit atau tetap merasa nyaman sementara

kemampuan untuk mengamati fungsi organ sangat akurat sehingga teknik ini merupakan cara diagnosis yang cukup ampuh. Umumnya radiofarmaka dengan menggunakan radionuklida teknesium disiapkan sesaat sebelum diberikan kepada pasien. Agar lebih praktis dan cepat, radiofarmaka dipreparasi dari kit radiofarmaka. Sejauh ini kit radiofarmaka dalam berbagai literatur didefinisikan agak berbeda-beda, yang lebih umum dapat diartikan sebagai suatu bentuk sediaan yang mengandung senyawa dan pereaksi dalam jumlah yang terukur dengan pelarut (kit basah) atau tanpa pelarut (kit kering) yang diformulasi sedemikian rupa dan apabila diperlukan sudah siap pakai untuk sediaan radiofarmasi tinggal menambahkan larutan radioisotop [4]

Beberapa kit radiofarmaka hasil penelitian PTNBR sudah dapat gunakan di rumah sakit antara lain kit kering dietilen triamin penta acetic acid (DTPA) untuk penyidik ginjal, metoksi isobutil isonitril (MIBI) untuk penyidik jantung, etilen disistein (EC) untuk fungsi ginjal dan dietil asetanilida iminodiasetat (HIDA) untuk sidik sitem hepatobiliari. Semua kit radiofarmaka tersebut diformulasi untuk ditandai dengan 99mTc, suatu radionuklida yang sangat populer digunakan untuk tujuan diagnostik. Hal ini disebabkan 99mTc mempunyai sifat fisika dan kimia yang sangat ideal untuk tujuan

imaging menggunakan kamera gamma karena 99mTc memancarkan sinar γ dengan

energi 140 keV, umur paro 6 jam, dapat bereaksi dengan bermacam-macam senyawa dan relatif mudah untuk mendapatkannya dibandingkan dengan radionuklida yang lain. Selain itu keuntungan penggunaan 99mTc adalah proses pemurnian teknesium-99m yang sangat mudah dan dapat dilakukan di tempat pemakai /rumah sakit karena 99mTc dapat dipisahkan dari radionuklida induknya (99Mo) dengan aktivitas jenis tinggi melalui generator radionuklida. Generator radionuklida adalah suatu sistem yang dapat memisahkan radionuklida induk (umur paro panjang) dengan radionuklida anak (umur paro pendek). Generator untuk memisahkan radionuklida induk 99mMo (umur paro 66

(4)

jam ) dengan radionulida anak 99mTc(umur paro 6 jam) disebut generator 99mTc/ 99Mo. Ada beberapa jenis generator 99mTc/ 99Mo seperti generator absorbsi, generator sublimasi dan generator ekstraksi. Yang paling populer dari generator tersebut adalah generator absorbsi dimana 99Mo dalam bentuk molibdat diserapkan pada kolom alumina. Generator dapat ditempatkan di rumah sakit pengguna, sehingga 99mTc yang terbentuk dari hasil peluruhan 99Mo dapat diperoleh sewaktu-waktu bila diperlukan dengan cara mengalirkan larutan 99mTCO4- ke dalam vial, sehingga petugas di rumah sakit dapat dengan mudah melaksanakannya. Teknesium perteknetat dielusi dengan larutan salin, diperoleh larutan perteknetat yang siap digunakan untuk pembuatan senyawa bertanda teknesium-99m.

Untuk dapat bersaing dengan produk impor, kit radiofarmaka tersebut harus mempunyai kualitas yang tinggi dan dapat disediakan secara kontinyu. Salah satu masalah yang merugikan dalam persaingan ini adalah rusaknya kit radiofarmaka sebelum waktu daluwarsa habis. Kerusakan tersebut dapat dilihat dari bentuk fisik (appearance) atau dari daya gunanya (performance). Secara fisik dapat diamati dari bau, warna sediaan yang sudah berubah atau berwarna setelah dilarutkan, serta perubahan pada kelarutannya. Dari segi performance terlihat bahwa sediaan radiofarmaka tersebut tidak masuk ke organ yang dituju. Hal ini sangat merugikan semua pihak, baik pemakai (pihak rumah sakit dan pasien) maupun produsen sendiri. Kualitas radiofarmaka yang rendah dapat disebabkan oleh kualitas kit radiofarmaka dan kualitas radionuklida yang digunakan. Dalam makalah ini hanya akan dibahas mengenai kualitas kit kering radiofarmaka saja yaitu evaluasi dan tindakan yang diperlukan apabila terjadi penurunan kualitas radiofarmaka. Kit yang dinyatakan sudah mantap oleh peneliti, diharapkan dapat menggantikan kit impor dengan harga yang lebih murah.

DESAIN KIT KERING RADIOFARMAKA BERTANDA TEKNESIUM-99m

Komponen utama untuk pembuatan radiofarmaka adalah radionuklida dan ligan atau senyawa yang akan ditandai. Penggunaan radiofarmaka bergantung dari sifat kedua unsur utama tersebut. Setiap senyawa atau ligan akan masuk ke organ

(5)

tertentu sesuai dengan sifat senyawa tersebut. Lebih dari 90 % radiofarmaka untuk diagnosis menggunakan radionuklida teknesium-99m karena sifatnya yang sangat ideal untuk diagnosis seperti yang telah dijelaskan di atas. Radiofarmaka yang menggunakan teknesium-99m sebagai radionuklida penanda membutuhkan senyawa reduktor untuk mereduksi perteknetat (99mTcO4-) menjadi teknesium tereduksi. Teknesium-99m dalam bentuk senyawa perteknetat (99mTcO4-) sangat stabil sehingga tidak dapat langsung bereaksi membentuk senyawa kompleks tanpa proses reduksi terlebih dahulu. Pertimbangan umum dalam mendesain suatu radiofarmaka untuk diagnosis antara lain: bahan-bahan yang dibutuhkan mudah diperoleh, biaya relatif murah,radionuklida yang dipilih mempunyai umur paro yang optimum dan umur waktu paro biologis yang efektif sebagai radiofarmaka, memancarkan energi gamma yang cocok untuk imaging (100-200 keV), serta tidak memancarkan pertikel lain dan memiliki rasio akumulasi yang tinggi antara organ target yang normal dengan yang tidak normal [5]. Kriteria tersebut sangat sulit diperoleh, karena jarang sekali ada radiofarmaka yang ideal seperti tersebut. Oleh karena itu, ada kompromi dari satu aspek dengan aspek yang lain.

Berbagai parameter yang menjadi bahan pertimbangan dalam mendesain sediaan radiofarmaka adalah sebagai berikut [6]:

1.Spesifisitas.

Kespesifikan radiofarmaka ditunjukkan oleh hasil uji biodistribusi. Idealnya seluruh radiofarmaka masuk ke organ target, akan tetapi kondisi ini sulit dapat dicapai. Walaupun begitu, distribusi radiofarmaka pada organ non target harus seminimal mungkin dan dapat segera dibersihkan atau dikeluarkan dari tubuh. Radiofarmaka yang tidak spesifik, dapat masuk ke beberapa organ lain sehingga organ yang bukan target penyidikan akan menerima radiasi yang tidak diperlukan.

2. Stoikhiometri.

Reaktan/pereaksi yang ada dalam campuran dengan komposisi yang opti- mal dapat bereaksi secara kuantitatif membentuk senyawa bertanda yang diinginkan. Apabila semua pereaksi dapat bereaksi secara stochiometri maka kemurnian kimia dan kemurnian radiokimia dari senyawa bertanda dalam kit akan tinggi.

(6)

3. Muatanlistrik dan berat molekul dari senyawa bertandanya.

Muatan listrik dan berat molekul dari senyawa berpengaruh pada biodistribusi senyawa tersebut. Contohnya, senyawa kimia yang dapat masuk ke otak adalah yang bersifat netral karena hanya senyawa yang netral yang dapat melewati sawar darah otak (blood brain barrier) seperti d,l-heksametilpropilenaminoksim bertanda teknesium (99mTc-HMPAO) dan etilen sisteinat dimer bertanda teknesium (99mTc -ECD). Untuk diagnosis jantung digunakan senyawa bertanda yang bermuatan positif seperti metoksiisobutilisonitril bertanda teknesium-99m

(99mTc-MIBI), sedangkan untuk diagnosis ginjal digunakan senyawa yang bermuatan negatif seperti senyawa bertanda etilen disistein bertanda teknesium 99m (99mTc-EC).

Selain muatan listrik berat molekul senyawa berpengaruh pada biodistribusi. Senyawa penyidik ginjal melalui ekskresi tubular berat molekul yang sesuai adalah 600 dalton, sedangkan yang melalui glomerulus berat molekul senyawa bisa sampai 3500 dalton. Radiofarmaka untuk penyidik hati berat molekul yang sesuai adalah 400 dalton dan untuk melewati sawar darah otak pada penatah otak berat molekul yang sesuai adalah 650 dalton [7].

4. Kelarutan.

Kit kering yang dibuat harus dapat larut dengan mudah ketika ditambahi larutan radionuklida pada saat proses penandaan (penyiapan sediaan radiofarmaka). Kit kering yang sulit larut, selain membutuhkan waktu yang lama, hasil penandaan juga sering tidak optimal.

5. Stabilitas.

Kestabilan suatu radiofarmaka dapat diartikan dengan kestabilan secara in vitro dan dapat pula secara in vivo. Kestabilan in vitro yang tinggi dari suatu radiofarmaka sangat disukai. Dengan kestabilan in vitro yang tinggi para pemakai tidak terlalu dibatasi oleh waktu. Kestabilan radiofarmaka secara in vivo harus lebih dari waktu yang dibutuhkan untuk diagnosis, bila radiofarmaka tersebut digunakan untuk diagnosis. Apabila radiofarmaka digunakan untuk tujuan terapi, maka dibutuhkan radiofarmaka dengan kestabilan in vivo yang relatif lebih tinggi.

(7)

6. Lipofilisitas dan ikatan dengan protein plasma ( protein binding capability) [7]. Lipofilisitas adalah afinitas suatu senyawa pada fase lipid yang secara in vivo digambarkan/dicerminkan pada kemampuannya untuk menembus membran lipid. Lipofilisitas ditentukan dengan perbandingan partisi dari senyawa ( substrat ) pada dua macam pelarut yang tidak saling bercampur (immiscible solven) yaitu pelarut air (bersifat polar ) dan pelarut organik ( bersifat non polar). Sebagai pelarut non polar digunakan

n-oktanol. Distribusi senyawa yang diperiksa pada kedua pelarut tersebut dinyatakan dengan P dimana:

[substrat]oktanol P = ---

[substrat]air dan lipofilisitas dinyatakan dengan log P.

Untuk dapat menembus membran lipid, radiofarmaka harus bersifat lipofil dan hubungan antara lipofilisitas dengan up-take radiofarmaka pada organ target mengikuti fungsi parabola. Radiofarmaka untuk penatah otak, makin lipofil suatu senyawa kompleks makin tinggi uptake di otak dan makin lama keluar dari otak. Lipofilisitas yang cocok untuk senyawa penyidik otak adalah yang mempunyai log P 1,0 – 3,0. Harga log P = 2 adalah nilai optimum bagi suatu senyawa kompleks untuk berdifusi pasif melewati sawar darah otak. Bila harga log P ≥ 4, maka senyawa tersebut tidak dapat melewati sawar darah otak [7].

Ikatan yang tinggi antara radiofarmaka dengan protein plasma, adakalanya dapat menyebabkan up-take pada organ target menjadi rendah. Contoh asetilaseton dan tropolon bertanda teknesium-99m, walaupun bersifat netral dan lipofil, yang seharusnya up-take di otak tinggi akan tetapi uptake di otak rendah karena ikatan dengan protein plasma tinggi. Lain halnya dengan Boronic acid adduct of technetium

dioxime (BATO) bertanda teknesium-99m yang bersifat lipofil, ikatan dengan protein

(8)

ikatan yang kuat dengan protein plasma, mengalami pembersihan dari darah (blood

clearance) yang relatif lama. Oleh karena itu untuk radiofarmaka tertentu, ikatan dengan protein plasma harus kecil atau daya ikatnya harus lemah.

PENENTUAN KUALITAS KIT KERING RADIOFARMAKA

Kualitas kit kering radiofarmaka dapat dipantau secara fisik seperti bentuk, warna, bau dan kelarutan, serta secara kimia antara lain dari komposisi kimia dan pH. Pemantauan kestabilan kit kering yang paling praktis secara kimia adalah penentuan kemurnian radiokimia setelah kit tersebut ditandai dengan radionuklida yang sesuai dengan cara mencampurkan larutan radionuklida tersebut ke dalamnya mengikuti petunjuk tata kerja yang dilampirkan dalam kemasan kit kering tersebut. Kemurnian radiokimia ini dapat ditentukan dengan beberapa metode antara lain: kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi dan elektroforesis kertas. Metode kromatografi kertas dan lapis tipis adalah metode yang paling banyak digunakan, karena metode tersebut paling praktis, sederhana, mudah dideteksi serta sensitif karena menggunakan detektor radioaktif. Batasan kemurnian radiokimia yang layak untuk suatu sediaan radiofarmaka umumnya sekitar 95 %, ada pula yang memberi batasan 90% atau lebih rendah.

Di samping kemurnian radiokimia setiap kali pembuatan kit radiofarmaka harus ditentukan sterilitasnya untuk menjamin bahwa kit tersebut aman disuntikkan pada manusia.

SUMBER KETIDAK STABILAN KIT RADIOFARMAKA

Kit kering radiofarmaka yang rusak sebelum waktu daluwarsa, perlu dievaluasi dan ditelusuri penyebab tidak stabilnya kit tersebut. Beberapa macam sumber kerusakan kit yang dapat dipantau antara lain:

1. Bahan baku

Bahan baku yang digunakan untuk kit harus dipastikan masih memenuhi kualitas yang standar. Untuk menjamin kualitas bahan baku tersebut perlu dilakukan pengawasan kualitas (quality control) mengikuti program jaminan mutu. Untuk itu pemeriksaan perlu

(9)

dilakukan secara periodik. Kualitas bahan baku yang rendah akan menghasilkan kualitas kit kering yang rendah pula. Ligan yang digunakan untuk pembuatan kit sebaiknya mempunyai kemurnian di atas 99%, untuk menghindari terjadinya senyawa bertanda lain yang berasal dari pengotor bahan baku tersebut. Oleh karena itu, kualitas bahan baku perlu diperiksa dan jika diperlukan proses pemurnian ulang harus dilakukan.

2. Komposisi dan kemasan kit radiofarmaka

Kit untuk radiofarmaka yang akan ditandai dengan teknesium-99m umumnya terdiri dari ligan, reduktor, senyawa penstabil, NaCl dan larutan dapar. Semua senyawa ini sudah diformulasi, artinya jumlah masing-masing sudah terukur, sehingga dengan komposisi demikian apabila kit ditambahkan larutan radionuklida teknesium-99m dengan prosedur yang sudah ditetapkan akan membentuk kompleks/ radiofarmaka yang siap digunakan untuk diagnosis. Kestabilan dari kit ini dipengaruhi oleh sifat dari masing-masing senyawa tersebut disamping faktor pengeringan, pH dan lain-lain. Komposisi kit yang tidak sesuai akan menghasilkan kualitas radiofarmaka yang rendah. Pada penelusuran kerusakan kit perlu dilakukan analisis tentang komposisi kimia dari senyawa yang menyusun kit tersebut. Untuk senyawa yang mudah teroksidasi oleh udara, kit disimpan dalam suasana vakum atau dalam media nitrogen. Bila sifat senyawanya mudah rusak dengan cahaya, kit dikemas dalam botol yang berwarna gelap. Kerusakan kit yang disebabkan oleh kemasan yang kurang baik misalnya tutup vial yang tidak rapat sehingga tidak kedap udara, dapat menyebabkan terjadi perubahan kimia dalam kit tersebut atau menyebabkan kit tidak steril.

3. Fungsi alat yang digunakan selama proses pembuatan kit

Alat yang tidak berfungsi dengan baik akan menghasilkan bermacam-macam kesalahan. Penggunaan alat ukur yang tidak akurat akan menghasilkan komposisi kit yang salah. Penggunaan alat pengering beku (freeze dryer) yang tidak berfungsi dengan baik akan menghasilkan kit kering yang tidak sempurna, seperti tidak kering, tidak vakum dan sebagainya. Oleh karena itu dalam sistem jaminan (Quality

(10)

4. Reduktor

Radionuklida teknesium-99m untuk penandaan radiofarmaka umumnya disediakan dalam bentuk natrium perteknetat (Na99mTcO4). Senyawa perteknetat ini sangat stabil sehingga sulit untuk bereaksi dengan ligan membentuk kompleks. Agar dapat bereaksi dengan ligan maka teknesium dalam bentuk perteknetat (TcO4- ) dengan tingkat oksidasi (+7) harus direduksi menjadi teknesium dengan tingkat oksidasi yang lebih rendah misalnya Tc(V), Tc(IV), Tc (III) dan Tc(II) dan sebagainya. Untuk mengubah Tc(VII) menjadi Tc dengan tingkat oksidasi yang lebih rendah dibutuhkan reduktor. Reduktor yang paling umum digunakan adalah senyawa Sn dalam bentuk SnCl2 karena daya reduksi Sn+2 termasuk tingkat menengah dengan tingkat keracunan yang rendah. Sn termasuk logam amfoter, dapat bereaksi dengan asam maupun basa. Dalam suasana asam Sn berlaku sebagai kation (Sn2+/Sn4+), dalam suasana basa Sn berlaku sebagai anion (SnO3-/SnO4-), dan sebagai reduktor biasa digunakan dalam bentuk SnCl2 (Sn2+) dan hanya bersifat reduktor dalam bentuk Sn2+ yaitu dalam suasana asam. Oleh karena itu bila kondisi reaksi dalam suasana basa, maka daya reduksi akan turun /hilang. Sifat Sn2+ di udara dalam bentuk larutan SnCl2 akan teroksidasi secara perlahan, kecuali bila ditambahkan logam Sn akan tetap dalam bentuk Sn+2. Larutan SnCl

2 dapat menjadi keruh karena membentuk garam basa dengan cara hidrolisis. Garam yang mengendap ini bila ditambahi sedikit HCl akan menjadi jernih kembali.

Sn+22Cl- + H2O ↔ Sn(OH)Cl + H+Cl-.

Dengan demikian hidrolisis dapat dicegah dengan penambahan ion hidrogen yang berlebih [8]. Sn(II) mempunyai tendensi untuk teroksidasi menjadi Sn(IV) (active

reducing agent) sehingga larutan SnCl2 dapat mereduksi oksigen bebas di udara

melalui reaksi:

6 (Sn+22Cl-) + 2 H2O + O2 ↔ 4Sn(OH)Cl + 2 Sn Cl4 SnCl2 dalam suasana basa akan membentuk hidroksida [8]:

SnCl2 + 2NaOH ---Æ Sn(OH)2 + 2 NaCl

Sifat Sn seperti tersebut di atas, harus menjadi bahan pertimbangan dalam mendesain kit radiofarmaka agar diperoleh komposisi reduktor yang optimal. Selain

(11)

itu, kemasan harus dibuat sedemikian rupa agar kestabilan SnCl2 dapat terjaga. Reduktor Sn+2 dalam bentuk senyawa yang lain mungkin akan memberikan sifat yang berbeda sesuai dengan sifat ikatannya dalam senyawa tersebut, namun dalam makalah ini lebih banyak membahas tentang SnCl2 karena SnCl2 paling banyak digunakan sebagai reduktor pada penandaan radiofarmaka dengan teknesium-99m

Pada Tabel 1 ditampilkan contoh data dari Babbar [6] tentang variasi kadar SnCl2 dalam kit kering glukarat.

Tabel 1: Pengaruh jumlah SnCl2 terhadap efisiensi penandaan glukarat, diambil dari pustaka [6 ]. Jumlah SnCl2 (μg) 99m TcO-4 bebas (%) 99m Tc tereduksi / terhidrolisis (% ) 99m Tc-glukarat (%) 125 45,0 10,0 45,0 100 35,0 10,0 55,0 250 11,0 4,0 85,0 500 1,0 0,5 98,5 750 1,0 24,0 75,0 1000 0,5 42,0 57,5 Tabel 1 menunjukkan bahwa konsentrasi SnCl2 lebih tinggi atau lebih rendah dari yang optimal memberikan penurunan efisiensi penandaan secara signifikan. Bila kadar SnCl2 lebih rendah akan diperoleh pengotor dari 99mTcO-4 bebas yang tinggi dan pada saat kadar SnCl2 lebih tinggi kemungkinan terbentuk koloid yang bersifat pagosit sehingga akan menarik (mengikat) ion TcO4- sehingga hasil penandaan tetap rendah. Dalam uji kemurnian radiokimia dengan teknik kromatografi, TcO4- yang terikat oleh koloid akan tertinggal di titik awal bersatu dengan Tc tereduksi sehingga TcO4- tidak dapat terpisah dengan Tc tereduksi, yang dapat mengakibatkan salah interpretasi pada pembacaan hasil kromatografi.

(12)

5. Kekeringan kit

Di antara kit radiofarmaka ada yang tidak stabil dalam kondisi basah, sehingga tingkat kekeringan dapat mempengaruhi umur kit tersebut. Untuk pengeringan kit radiofarmaka digunakan alat pengering beku (freeze dryer). Prinsip pengering-bekuan (freeze drying) adalah menghilangkan air dan pelarut lain dari produk beku tanpa melewati fase cair yang disebut juga dengan proses sublimasi. Tingkat kekeringan kit radiofarmaka dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat kevakuman yang dapat dicapai oleh alat pengering beku (freeze dryer), tingkat kebekuan produk yang dapat dicapai, lama pengeringan dan jenis produk yang dikering-bekukan serta faktor personil yang mengoperasikan alat tersebut.

Pada alat freeze dryer ada dua ruangan yang berperan dalam proses pengeringan yaitu ruang proses pada ruangan ini ditempatkan senyawa yang akan dikeringkan dan ruang pembuangan yaitu ruangan tempat pembuangan hasil penyubliman es yang berasal dari ruang proses (dari senyawa yang dikeringkan). Ruang pembuangan ini disebut juga ice collector.

Secara umum ada tiga tahap proses pengering-bekuan yaitu tahap pembekuan (prefreezing), tahap pengeringan pertama (primary drying), dan tahap pengeringan ke dua (secondary drying). Pada tahap pembekuan produk yang akan dikeringkan setelah ditempatkan dalam ruang proses akan dibekukan dahulu sebelum proses pengeringan dimulai. Apabila ada sebagian kecil dari produk tidak beku sempurna, keadaan ini akan mengurangi kualitas pengeringan. Pembekuan secara perlahan-lahan lebih baik dibandingkan dengan pembekuan secara cepat sebab dengan pembekuan secara perlahan-lahan akan terbentuk kristal es yang besar sehingga kondisi ini akan memperlancar proses sublimasi dari setiap lapisan es dalam produk. Tahap pengeringan pertama dimulai pada saat produk sudah berada dalam kondisi beku sempurna dan keadaan beku ini harus tetap dipertahankan selama proses pengeringan.

Proses pengeringan dimulai dengan cara menurunkan tekanan di ruang proses sampai 0,066 mBar atau lebih rendah. Pada tahap ini ada dua parameter yang harus dikontrol yaitu temperatur dan tekanan. Kecepatan sublimasi dari produk beku

(13)

bergantung pada perbedaan tekanan uap di ruang proses dan tekanan uap pada ice

collector. Karena tekanan uap dipengaruhi oleh temperatur, maka temperatur di ruang proses perlu lebih hangat dibandingkan dengan temperatur pada ice collector. Oleh karena itu temperatur ruang proses yang terbaik untuk pengeringan adalah temperatur tertinggi yang dapat dicapai dan pada temperatur itu produk masih dalam kondisi beku. Tahap pengeringan ke dua adalah kondisi di mana semua es yang ada dalam produk sudah menyublim sehingga produk terlihat kering, tapi masih ada uap di sekitar produk. Pengeringan dilanjutkan pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur pimary drying. Lama proses tahap pengeringan ke dua kira-kira 1/3 -1/2 waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk pengeringan pertama [10].

6.Kualitas vial dan septa

Kit radiofarmaka umumnya dikemas dalam vial gelas dengan volume 10 – 15 mL. Kualitas dari vial ini mempengaruhi kualitas kit kering, karena akan berpengaruh kepada kekedapan penutupan, adsorpsi oleh dinding vial serta ketahanan terhadap perbedaan tekanan dan suhu pada saat pengering bekuan (freeze drying). Pada buku panduan training course dari Mediphysic[11], diberikan contoh vial yang sesuai untuk kemasan kit radiofarmaka seperti Gambar 1.

Vial yang digunakan harus seragam dalam hal tinggi dan ukuran begitu juga septa penutup vial, agar pada saat penutupan vial dengan septa dapat tertutup secara sempurna.Vial yang baik yang dipilih adalah yang batas antara dinding tegak dengan alas dasar tidak membentuk sudut yang lancip, tapi berupa lengkungan, tidak ada cacat pada keseluruhan vial termasuk leher dan bahu vial

(14)

Gambar 1. Vial yang digunakan untuk pembuatan kit kering radiofarmaka

1 Offset finish 21 Choked neck 41 Checked bottom

2 Split finish 22 Long neck 42 Heel tap

3 Bulged finish 23 Hollow neck 43 spikes

4 Chipped finish 24 Dirty neck 44 washboards

5 Checks under finish 25 Pinched neck 45 Brush marks

6 Over press 26 Shoulder checks 46 stones

7 Corkage check 27 Thin Shoulder 47 blisters /busters ?

8 Seam on side of finish 28 Sunken shoulder 48 Seeds

9 Checked finish 29 Hot checks 49 Cords

10 Crizzled finish 30 Pressure checks 50 Black spots

11 Down finish 31 Mold and blank

seams

51 Shear marks

12 Out-of-round finish 32 Light sides 52 Oil marks

13 Dirty finish 33 Bird swing 53 broken ware

14 Threads not filled out 34 Bruise checks 54 Loading marks

15 Tear under finish 35 Letter checks 55 Drag marks

16 Bent or croked finish 36 Flanged bottom 56 Wrinkles or laps

17 Rough finish 37 Light bottom 57 Out of shape ware

18 Broken finish 38 Heavy bottom 58 Uneven distribution

19 Neck ring seams 39 Rocker bottom 59 Wavy appearance

(15)

Selain aspek yang mempengaruhi kualitas kit yang sudah dibahas di atas, rendahnya mutu radiofarmaka yang dihasilkan dapat disebabkan oleh proses preparasi yang tidak sesuai. Setiap kit radiofarmaka selalu dilengkapi dengan petunjuk penggunaan kit tersebut dan petunjuk penandaan dengan radionuklida tertentu. Di antara kit radiofarmaka tersebut ada yang membutuhkan pemanasan pada proses penandaan seperti kit untuk 99mTc-MIBI, ada pula yang cukup hanya dengan penambahan radionuklida ke dalam kit kering, hasilnya langsung dapat digunakan pada pasien seperti penandaan kit DTPA dengan 99mTc.

KESIMPULAN

Pada penggunaan senyawa radioaktif untuk pelayanan kesehatan, sebagai radiofarmaka dituntut persyaratan kualitas lebih ketat dibandingkan dengan senyawa yang non radioaktif, mengingat sifat dari senyawa radioaktif apabila tidak terkendali dapat memberikan efek yang negatif pada tubuh. Bila kemurnian radiokimia suatu radiofarmaka rendah, artinya banyak pengotor radiokimia, maka pengotor radiokimia tersebut akan masuk ke organ lain. Efek interaksi dari sinar γ dengan materi ( dalam tubuh) dapat menyebabkan ionisasi, menghasilkan elektron negatif dan ion-ion positif. Elektron yang bergerak dalam jarak pendek dapat mengakibatkan ionisasi berikutnya atau membentuk radikal bebas. Ion-ion dan radikal yang reaktif dapat merusak jaringan tubuh, sehingga dapat membawa perubahan kimia yang menjadi penyebab

radiation injury.

Radiofarmaka dengan kualitas rendah, lebih berbahaya bila menggunakan radionuklida pemancar β yang biasanya digunakan untuk keperluan terapi dengan energi antara 1-2 MeV. Sifat dari sinar beta adalah mempunyai jarak tempuh yang pendek dengan linear energi transfer (LET) yang lebih tinggi dibanding sinar γ. Sebagai perbandingan, data yang diperoleh tentang besarnya perbedaan LET β dan γ adalah: 25 MeV sinar γ mempunyai LET sebesar 0,2 keV/μm sementara 1 MeV sinar β mempunyai LET 0,3 keV/μm [12] . Sifat sinar beta yang dapat merusak jaringan dapat dimanfaatkan dalam radioterapi yaitu untuk merusak sel-sel kanker, sehingga aktivitas sel-sel kanker menurun dan diharapkan dapat hilang sama sekali, karena

(16)

daya tembusnya rendah maka diharapkan kerusakan berada pada daerah sekitar sel kanker saja. Apabila kemurnian radiokimia dari radiofarmaka yang digunakan rendah, maka kerusakan tersebut akan menyebar ke jaringan normal. Penggunaan radiasi pada radiofarmaka sudah diperhitungkan energi radionuklida dengan dosis yang diberikan, sehingga bahaya radiasi yang dikhawatirkan tidak terjadi

Untuk menghindari instabilitas kit radiofarmaka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain, mutu bahan dasar, alat yang digunakan dan proses pengerjaan harus sesuai dengan standar kualitas yang ditetapkan. Berbagai ketentuan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut: alat yang digunakan dalam proses pembuatan harus berfungsi dengan baik, komposisi kit sesuai dengan yang ditentukan, volume penandaan harus dalam batas-batas yang dipersyaratkan dan kemasan harus memenuhi syarat dengan memperhatikan sifat senyawa yang terkandung dalam kit tersebut. Misalnya adanya interaksi antara satu senyawa dengan yang lain atau sifatnya yang peka terhadap cahaya serta udara (oksigen), maka kemasan kit radiofarmaka harus didisain sedemikian rupa agar kestabilan kit tetap terpelihara.

DAFTAR PUSTAKA

1. GANATRA, G and NOFAL, M., Promoting nuclear medicine in developing countries, International Atomic Energy Agency Bulletin 28 ( 2) (1986) 5-10. 2. COHEN,Y., Purity criteria and general specifiction of radiopharmaceuticals in

Analytical Control of Radiopaharmaceuticals, Proceedings of Panel on Analytical Control of Radiopharmaceuticals, International Atomic Energy Agency, Vienna 1970;1-30.

3. ANONIM, Glosarium Ilmu dan Teknologi Nuklir, Edisi pertama, Badan Tenaga Nuklir Nasional 1998.

(17)

4. TAMAT, S.R., Pemeriksaan radiokimia sediaan radiofarmasi, Proceding Seminar Nasional Metoda Analisa Kimia , Lembaga Kimia Nasional, LIPI, 1981; 301-303.

5. BANERJEE S, et al., Evaluation of technetium-99m in diagnostic radio-pharmaceuticals, Seminar in Nuclear Medicine Bhabha Atomic research Centre, Mumbai, India Vol.XXXI No 4, 2001; 260-277.

6. BABBAR,A.K., SHARMA,R.K., Formulation of lyophilized cold kit for instant preparation of 99mTc-glucarate and its schintigraphy evaluation in experimental models of infarction, Indian Journal of Pharmacology, 35 (2003) 13-20.

7. NOWOTNIK,D.P., Technetium-based brain perfusion agent, in Radiopharmaceuticals: Chemisrty and Pharmacology, Adrian D.Nunn, Ed., Marcel Dekker Inc. 1992; 37-95

8. SISLER, H.H., VAN der WERF C.A. and DAVITSON, A.W., General Chemistry, The MacMillan Company, NewYork 1959; 822.

9. EHRET,W.F., Introduction College Chemistry, 3rd ed, Appleton-Century-Crofts Inc., New York 1950.

10. ANONIM, A Guide to Freeze drying for laboratory , An Industry service Publication, Labconco.

11. ANONIM, Quality control manual DTPA, buku panduan Training of BATAN

personal , Mediphysics, Amerika 1987.

Gambar

Tabel 1: Pengaruh jumlah SnCl 2  terhadap efisiensi penandaan glukarat, diambil dari                pustaka [6 ]
Gambar 1. Vial yang digunakan untuk pembuatan kit kering radiofarmaka  1 Offset  finish  21  Choked neck  41  Checked bottom

Referensi

Dokumen terkait