• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SEISMISITAS DAN POLA KEGEMPAAN SEGMEN SESAR SORONG DI WILAYAH HALMAHERA SELATAN MENGGUNAKAN METODE INVERSI STRESS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS SEISMISITAS DAN POLA KEGEMPAAN SEGMEN SESAR SORONG DI WILAYAH HALMAHERA SELATAN MENGGUNAKAN METODE INVERSI STRESS"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SEISMISITAS DAN POLA KEGEMPAAN SEGMEN SESAR SORONG DI WILAYAH HALMAHERA

SELATAN MENGGUNAKAN METODE INVERSI STRESS DAN MODEL PERUBAHAN COULOMB STRESS

Hana Yudi Perkasa1 , Reza Rizki1, Erlangga Ibrahim Fattah1

1Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sumatera

E-mail: [email protected]

Abstrak:

Halmahera Selatan adalah wilayah yang berada pada zona interaksi tektonik lempeng yang cukup aktif. Interaksi tektonik lempeng ini melibatkan segmen sesar Sorong dan Lempeng Laut Maluku. Hal ini yang menyebabkan wilayah Halmahera Selatan memiliki potensi kegempaan yang cukup tinggi. Untuk mengetahui seismisitas dan pola kegempaan di wilayah Halmahera Selatan dilakukan penelitian dengan menggunakan metode inversi stress dan membuat model perubahan coulomb stress statik. Data yang digunakan adalah informasi gempa bumi yang diperoleh dari Global Centroid Moment Tensor (GCMT) dalam periode Januari 1985 hingga Desember 2019. Perhitungan inversi

stress menghasilkan informasi berupa nilai principal stress, shape ratio, dan koefisien friksi. Perhitungan inversi stress

menghasilkan orientasi dari principal stress pada tiap segmen. Segmen 4 menunjukkan seismisitas yang tinggi dengan arah azimuth 𝑆ℎ𝑚𝑎𝑥 = 16°, 154°E dan 𝑆ℎ𝑚𝑖𝑛 = 36°, 51°E dengan nilai shape ratio 0.6. Pola perubahan coulomb stress statik menggunakan metode coulomb stress. Hasil dari model perubahan coulomb stress statik menunjukkan bahwa gempa bumi yang terjadi di wilayah Halmahera Selatan terjadi secara periodik. Model perubahan coulomb stress statik periode 1985-2019 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan distribusi stress yang ekstrem ketika terjadi peristiwa gempa bumi pada tanggal 14 Juli 2019 yang dapat memicu terjadinya gempa bumi susulan (aftershock).

Kata Kunci: Seismisitas, Sesar Sorong, Lempeng Laut Maluku, Inversi Stress, Coulomb Stress

Abstract: South Halmahera is a region that is in a zone of the plate tectonic interaction that is quite active. The plate

tectonic interactions involve the segments of the Sorong fault and the Maluku Sea Plate. This has caused the South Halmahera region to have a high seismic potential. To find out seismicity and seismic patterns in South Halmahera, the research was carried out using the stress inversion method and the model of coulomb static stress change. The data used is the earthquake information obtained from the Global Centroid Moment Tensor (GCMT) in the January 1985 to December 2019 period. The calculation of the stress inversion produces the information that is the value of the principal stress, shape ratio, and the coefficient of friction. Calculation of the stress inversion results in orientation of the principal

stress in each segment. The segment 4 showing a high seismicity with azimuth direction 𝑆ℎ𝑚𝑎𝑥 = 16°, 154°𝐸 and

𝑆ℎ𝑚𝑖𝑛= 36°, 51°𝐸 with a shape ratio value of 0.6. The coulomb static stress change uses the coulomb stress method.

The results of the coulomb static stress change model show that the earthquakes that occur in the South Halmahera region occur periodically. The model of the coulomb static stress change for the 1985-2019 period shows that there was an extreme stress distribution increase when an earthquake occurred on July 14, 2019 which could trigger the aftershock.

Keywords

: Seismicity, Sorong Fault, Maluku Sea Plate, Stress Inversion, Coulomb Stress

PENDAHULUAN

Pulau Halmahera berada pada batas interaksi lempeng yang sangat kompleks. Kondisi tatanan tektonik yang ada di Pulau Halmahera ini mengakibatkan wilayah ini memiliki potensi kegempaan yang cukup aktif, sehingga wilayah ini sering mengalami peristiwa gempa bumi.

Dalam menentukan stress yang diakibatkan oleh suatu gempa bumi, metode yang paling umum digunakan adalah metode yang digagas oleh Gephart & Forsyth (1984) dan Anglier (2002), dan Michael (1984) yang kemudian dimodifikasi oleh Vavrŷcuk (2014), Arnold & Townend (2007), Hardebeck & Michael (2006). Metode ini menggunakan asumsi bahwa: (1) stress tektonik

pada suatu wilayah bersifat homogen, (2) gempa bumi yang terjadi pada sesar yang telah terbentuk sebelumnya dengan orientasi yang bervariasi, (3) titik-titik vektor slip berada pada arah dari shear stress pada suatu sesar (Bott, 1959; Wallace, 1951). Apabila asumsi ini telah terpenuhi, metode inversi stress dapat digunakan untuk menentukan parameter stress tensor yang mendefinisikan arah dari principal stress yaitu 𝜎1, 𝜎2, dan 𝜎3. Kemudian selain tiga sumbu principal

stress, informasi yang dihasilkan dari inversi stress

yaitu shape ratio dan koefisien friksi.

Penelitian yang dilakukan menggunakan katalog gempa bumi dimulai dari Januari 1985 hingga

(2)

Desember 2019. Data yang digunakan merupakan data mekanisme fokus gempa bumi yang berhubungan dengan geometri dan orientasi sesar yang terbentuk ketika terjadi gempa bumi. Model perubahan coulomb

stress digunakan untuk mengetahui distribusi stress

yang masih tersimpan dan stress yang sudah terlepas ketika terjadi gempa bumi serta untuk mengetahui wilayah yang memiliki potensi terjadinya gempa bumi pada masa yang akan datang.

Wilayah Halmahera bagian Barat didominasi oleh batuan vulkanik muda berumur Pre-Miocene. Batuan vulkanik ini tersusun dari batuan gunung api yang ada di sepanjang busur vulkanik Pulau Halmahera bagian Barat. Selain itu terdapat juga endapan sedimen berumur Tersier hingga Kuarter yang luasnya memanjang dari Morotai, Ternate, Tidore, hingga ke Bacan. Wilayah Halmahera bagian Timur didominasi oleh batuan sedimen dan batuan metamorf terutama batuan ophiolitic yang berusia berumur Mesozoic awal hingga Tersier (Hall, 1988).

Gambar 1. Peta geologi pulau Halmahera modifikasi dari Apandi dan Sudana (1980), Silitonga dkk., (1981),

Supriatna (1980),dan Yasin (1980) (Hall, 1980) Pulau Halmahera berada pada batas interaksi Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik bagian Timur, Lempeng Filipina bagian Utara, dan Lempeng Indo-Australia bagian Selatan. Pulau Halmahera memiliki sistem subduksi ganda yang terdapat pada Lempeng Laut Maluku. Sistem subduksi ini yaitu subduksi berarah Barat di bawah Busur Sangihe dan subduksi berarah Timur di bawah Busur Halmahera. Dua sistem subduksi

ini menghasilkan pegunungan vulkanik di sebelah Barat dan pegunungan non-vulkanik di sebelah Timur (Hall dkk, 1988).

Di bagian Selatan Pulau Halmahera terdapat sesar memanjang yang melintasi wilayah Halmahera Selatan seperti Kepulauan Bacan, Pulau Obi, Kepulauan Sula, dan memanjang hingga ke wilayah Papua. Sesar tersebut adalah segmen sesar Sorong yang bertipe

strike slip mengiri (Hall, 2000). Zona sesar Sorong

membentang sepanjang 1900 km mulai dari Pesisir Timur Teluk Cendrawasih ke arah Barat hingga berujung di Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah. Zona sesar Sorong cenderung aktif dengan rata-rata slip-rate sekitar 32 mm/yr.

Gambar 2. Tatanan tektonik lempeng wilayah Halmahera (Hall, 1995)

METODOLOGI

Lokasi penelitian berada di Halmahera Selatan, Maluku Utara. Data yang digunakan untuk perhitungan Inversi

stress menggunakan katalog Global Centroid Moment Tensor (GCMT). Data yang digunakan berupa data moment tensor gempa bumi dengan kekuatan ≥ 4.8

Mw mulai dari Januari 1985 Hingga Desember 2019. Setelah mendapatkan data, dilakukan filter dan segmentasi data pada daerah segmen sesar Sorong, Halmahera Selatan. Untuk dapat melakukan segmentasi, diperlukan data sebaran hiposenter gempa bumi.

Data input pengolahan perubahan coulomb stress berupa data moment tensor gempa bumi yang memiliki kekuatan ≥ 6 Mw. Terdapat 14 data event gempa besar yang digunakan mulai dari Januari 1985 hingga Desember 2019. Selain itu terdapat data event gempa

aftershock yang digunakan mulai dari setelah terjadi

gempa bumi utama pada tanggal 14 Juli 2019 hingga Desember 2019.

(3)

Tabel 1. Data mainshock gempa bumi dengan kekuatan ≥ 6 Mw

Proses segmentasi menggunakan data solusi mekanisme fokus dan data sebaran gempa bumi yang terjadi di daerah penelitian. Pada penelitian ini, wilayah Halmahera Selatan dibagi menjadi empat segmen. Segmen 1 berada pada zona interaksi segmen sesar Sorong dengan zona subduksi Lempeng Laut Maluku. Segmen 2 dan 4 berada pada zona segmen sesar Sorong yang memanjang hingga ke Pulau Bacan. Dan segmen 3 berada pada segmen sesar Sorong di sekitar Pulau Obi. Segmen sesar Sorong yang berada di sekitar Pulau Obi berbeda dengan zona segmen sesar Sorong yang berada di sekitar Pulau Bacan namun sama-sama terbentuk karena aktifitas sesar Sorong.

Gambar 3. Segmentasi daerah penelitian. a) pola titik sebaran hiposenter gempa bumi dengan magnitude ≥

6 Mw. b) sebaran solusi mekanisme fokus gempa bumi yang telah disegmentasi.

Tahapan pengolahan penentuan perubahan coulomb

stress menggunakan software Coulomb 3.3. Dengan

menggunakan data mekanisme fokus gempa bumi

mainshock dengan magnitude moment Mw ≥ 6 pada

periode Januari 1985 sampai Desember. Dalam proses

input data mekanisme fokus, yang harus disiapkan

adalah pembuatan peta daerah penelitian dengan memanfaatkan koordinat penelitian. Kemudian menentukan titik referensi. Titik referensi ini berada

pada koordinat tengah penelitian yang digunakan. Tahapan selanjutnya adalah input fault elements. Pada bagian ini, data moment tensor yang digunakan adalah koordinat hiposenter, magnitudo gempa (Mw), dan

nodal plane (strike, dip, rake). Dalam menentukan

geometri (panjang dan lebar) rekahan (rupture) di bawah permukaan, dapat digunakan hubungan empiris antara area dengan magnitudo gempa (Wells dan Coppersmith, 1994).

Tabel 2. Hubungan antara regresi panjang rupture, lebar rupture, area rupture, dan moment magnitude

(Wells dan Coppersmith, 1994).

DIAGRAM ALIR

Gambar 4. Diagram alir penelitian dan pengolahan data. Inversi Stress Model Perubahan Coulomb Stress Statik

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN

INVERSI STRESS

Setelah dilakukan proses pengolahan data dengan menggunakan metode inversi stress didapat hasil inversi stress pada tiap masing-masing segmen. Hasil yang didapat berupa informasi principal stress (𝜎1, 𝜎2, dan 𝜎3), shape ratio, dan koefisien friksi. Shape ratio digunakan untuk menentukan seberapa aktif seismisitas suatu wilayah, dan koefisien friksi digunakan untuk membuat model perubahan coulomb

stress di wilayah Halmahera Selatan.

Gambar 5. Hasil inversi stress segmen 1 Pada segmen 1 digunakan data solusi mekanisme fokus dengan jumlah 16 data. Gambar 5 (a) menunjukkan sumbu tekan dan regang (P/T) yang merupakan arah dari principal stress. Lingkaran berwarna merah merupakan sumbu kompresi (pressure) sedangkan tanda tambah berwarna biru merupakan sumbu regang (tensional). Lingkaran berwarna hijau merupakan nilai stress maksimum (𝜎1), sehingga jika ditinjau dari pola distribusi peningkatan stress dan hubungannya dengan nilai stress maksimum (𝜎1), maka benar bahwa zona kompresi berada pada daerah

stress maksimum. Gambar 5 (b) menunjukkan diagram

lingkaran Mohr-Coulomb. Simbol berwarna biru merupakan posisi bidang nodal sesar pada tiap data. Urutan lingkaran Mohr-Coulomb dimulai dari stress

minimum (𝜎3), (𝜎2), dan stress maksimum (𝜎1). Gambar 5 (c) menunjukkan sumbu principal stress yang diperkirakan yang menentukan orientasi principal

stress. Berdasarkan sumbu principal stress ini dan jika

dihubungkan dengan klasifikasi sesar menurut Anderson (1951) dapat disimpulkan bahwa orientasi sesar merupakan strike-slip. Gambar 5 (d) merupakan bidang nodal sesar pada tiap data yang digunakan. Gambar 5 (e) merupakan bidang nodal sesar setelah dilakukan inversi stress. Gambar 5 (f) merupakan model mekanisme fokus hasil inversi dari segmen 1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa orientasi sesar pada segmen ini merupakan sesar strike-slip dan jika dihubungkan dengan tatanan tektonik pada daerah penelitian, segmen 1 berada pada zona segmen sesar Sorong yang berada di perairan Halmahera bagian Selatan yang berinteraksi dengan zona subduksi Lempeng Laut Maluku.

Gambar 6. Hasil inversi stress segmen 2 Pengolahan inversi stress pada segmen 2 menggunakan data solusi mekanisme fokus sebanyak 9 data. Dari Gambar 6 (a) dapat dilihat bahwa zona kompresi (simbol lingkaran berwarna merah) berada pada zona peningkatan stress maksimum (𝜎1), sedangkan area penurunan stress (𝜎3). Gambar 6 (b) merupakan diagram lingkaran Mohr-Coulomb, dan

(5)

tanda berwarna biru merupakan posisi bidang nodal sesar dari data yang digunakan. Selanjutnya Gambar 6 (c) merupakan gambar posisi sumbu principal stress hasil inversi yang akan digunakan untuk menentukan orientasi pada tiap masing-masing komponen principal

stress. Berdasarkan pola posisi sumbu principal stress

pada Gambar 6 (c) dan jika dihubungkan dengan klasifikasi yang digagas oleh Anderson (1951), maka dapat diketahui bahwa orientasi sesar pada segmen 2 merupakan sesar normal yang memiliki komponen geser (strike-slip). Jenis sesar ini dapat kita ketahui sebagai sesar oblique. Gambar 6 (d) adalah bidang

nodal sesar pada tiap data yang digunakan. Gambar 6

(e) adalah bidang nodal sesar hasil inversi stress. Gambar 6 (f) merupakan model mekanisme fokus hasil inversi pada segmen 2. Dari hasil inversi stress tersebut dapat kita ketahui bahwa orientasi sesar pada segmen 2 merupakan sesar oblique. Komponen geser

(strike-slip) pada sesar normal yang ada pada segmen 2 ini

diperkirakan disebabkan karena aktifitas segmen sesar Sorong yang ada di wilayah Pulau Bacan. Namun tidak menutup kemungkinan jika segmen 2 juga dikontrol oleh zona subduksi Lempeng Laut Maluku karena jika dilihat dari tatanan tektoniknya, secara keseluruhan daerah penelitian berada pada zona interaksi segmen sesar Sorong dengan Lempeng Laut Maluku.

Gambar 7. Hasil inversi stress segmen 3

Pengolahan inversi stress pada segmen 3 menggunakan data solusi mekanisme fokus dengan jumlah sebanyak 8 data. Dari Gambar 7 (a) dapat dilihat pola persebaran stress maksimum (simbol berwarna merah) dan persebaran stress minimum (simbol berwarna biru). Gambar 7 (b) merupakan diagram lingkaran Mohr-Coulomb. Lingkaran kecil dan lingkaran besar merupakan lingkaran Mohr-Coulomb yang terbentuk sesuai dengan orientasi dari principal

stress. Selanjutnya Gambar 7 (c) merupakan posisi

sumbu principal stress hasil inversi. Dari gambar ini dapat disimpulkan bahwa sesar yang terbentuk adalah sesar normal dengan sedikit adanya komponen geser (strike-slip) atau disebut sebagai sesar oblique. Gambar 7 (d) adalah bidang nodal sesar pada tiap data yang digunakan. Gambar 7 (e) adalah bidang nodal sesar hasil inversi stress. Gambar 7 (f) merupakan hasil inversi stress berupa model solusi mekanisme fokus pada segmen 3. Sehingga dari hasil inversi stress tersebut dapat disimpulkan bahwa orientasi sesar pada segmen 3 bertipe oblique.

Gambar 8. Hasil inversi stress segmen 4

Hasil pengolahan inversi stress pada segmen 4 menggunakan data solusi mekanisme fokus dengan jumlah sebanyak 7 data. Gambar 8 (a) merupakan pola distribusi stress yang disimbolkan dengan tanda merah

(6)

sebagai stress maksimum dan tanda biru sebagai stress minimum. Dari gambar ini selanjutnya akan didapat orientasi dari principal stress pada segmen 4. Gambar 8 (b) merupakan diagram lingkaran Mohr-Coulomb. Tanda berwarna biru merupakan posisi dari bidang

nodal sesar yang digunakan. Lingkaran Mohr-Coulomb

ini akan digunakan untuk menentukan nilai instability patahan (𝐼) untuk mendapatkan orientasi dari principal

stress yang optimal. Proses untuk mendapatkan nilai instability patahan ini dilakukan menggunakan proses

inversi secara iteratif dimana hasil dari tiap iterasi akan ditinjau untuk mendapatkan nilai yang optimal. Selain itu proses ini juga akan mendapatkan nilai berupa koefisien friksi (𝜇). Gambar 8 (c) merupakan orientasi dari principal stress. Berdasarkan Gambar 8 (c) dapat diidentifikasi bahwa tipe pergeseran sesar pada segmen 4 adalah sesar geser (strike-slip). Gambar 8 (d)adalah bidang nodal sesar pada tiap data yang digunakan. Gambar 8 (e) adalah bidang nodal sesar hasil inversi stress. Gambar 8 (f) merupakan hasil solusi mekanisme fokus pada segmen 4. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sesar yang terdapat pada segmen 4 merupakan sesar strike-slip.

Selain hasil tersebut, dalam pengolahan inversi stress juga didapat nilai berupa posisi dari komponen

principal stress (𝜎1, 𝜎2, dan 𝜎3), shape ratio (𝑅), dan koefisien friksi (𝜇). Nilai dari principal stress yang didapat berupa azimuth dan plunge yang dapat digunakan untuk menentukan arah dari principal stress pada tiap segmen. Shape ratio merupakan ukuran

stress relatif pada tiap segmen yang dianggap

homogen. Segmen yang memiliki shape ratio tinggi menujukkan tingkat seismisitas yang tinggi (Gephart & Forsyth, 1984 dalam Yuliza, 2019). Sedangkan koefisien friksi yang berkaitan dengan bidang sesar yang terbentuk saat terjadi gempa bumi didefinisikan sebagai besar hambatan yang menahan terjadinya gempa bumi. Hasil output inversi stress pada tiap segmen ada pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil output inversi stress pada keseluruhan segmen

Setelah didapat orientasi principal stress dari masing-masing segmen, maka akan didapat model orientasi

principal stres dan model mekanisme fokus pada tiap

segmen. Gambar 9 merupakan gambaran dari orientasi

principal stress dari tiap segmen (a) dan model solusi

mekanisme fokus (b). Jika dikaitkan dengan kondisi tatanan tektonik di sekitar daerah penelitian, principal

stress yang didapatkan dari pengolahan inversi stress

memiliki kecocokan dengan kondisi tektonik di wilayah Halmahera Selatan. Segmen 1 menunjukkan pola pergerakan sesar strike-slip dengan arah stress horizontal maksimum yang sejajar dengan segmen sesar Sorong yang berada di perairan sekitar Pulau Bacan. Sedangkan segmen 2 menunjukkan pola pergerakan oblique, dimana komponen geser dari segmen ini terbentuk karena interaksi segmen 2 terhadap segmen 4 yang memiliki pola pergerakan

strike-slip. Sedangkan pola pergerakan sesar normal

pada segmen 2 disebabkan karena interaksi segmen sesar Sorong dengan zona subduksi Lempeng Laut Maluku. Segmen 3 yang terdapat di wilayah sekitar Pulau Obi menunjukkan pola pergerakan oblique. Komponen geser (strike-slip) pada segmen ini juga dikontrol oleh aktifitas segmen sesar Sorong yang berada di Selatan Pulau Obi sedangkan komponen sesar normal nya dikontrol oleh interaksi segmen sesar Sorong dengan zona subduksi Lempeng Laut Maluku. Segmen 4 yang berada di salah satu segmen sesar Sorong memiliki tipe pergeseran sesar strike-slip dengan arah stress horizontal maksimum (𝑆ℎ𝑚𝑎𝑥) yang sejajar dengan arah pergerakan segmen sesar Sorong. Halmahera Selatan merupakan wilayah yang memiliki potensi kegempaan yang cukup tinggi. Peristiwa gempa bumi yang terjadi pada tanggal 14 Juli 2019 merupakan gempa bumi terbesar yang pernah terjadi dalam kurun waktu 34 tahun terakhir. Gempa bumi yang terjadi ini berkaitan dengan seismisitas yang aktif di wilayah Halmahera Selatan. Untuk mengetahui tingkat seismisitas di suatu wilayah dapat ditentukan dengan mempertimbangkan nilai shape ratio, dengan catatan kondisi tektonik suatu wilayah bersifat homogen.

Tabel 4. Orientasi principal stress pada masing-masing segmen

Segmen 𝝈𝟏 𝝈𝟐 𝝈𝟑

Segmen 1 Shmax Sv Shmin

Segmen 2 Sv Shmax Shmin

Segmen 3 Sv Shmin Shmax

(7)

Gambar 9. Pola orientasi principal stress (a) dan solusi mekanisme fokus (b) berdasarkan hasil

inversi stress pada tiap segmen.

Gambar 10. Shape ratio pada tiap masing-masing segmen. a) segmen 1, b) segmen 2, c) segmen 3, dan

d) segmen 4.

Pada penelitian ini, didapat nilai shape ratio pada tiap segmen yang dapat dilihat pada Tabel 3 dan didapat histogram shape ratio pada tiap segmen yang dapat dilihat pada Gambar 10. Histogram shape ratio diperoleh dari perhitungan inversi stress secara iteratif dari bidang nodal sesar hingga didapat nilai shape ratio yang optimal. Dari variasi nilai shape ratio pada masing-masing segmen pada Tabel 3, menunjukkan nilai yang tidak seragam. Hal ini disebabkan karena tatanan tektonik yang cukup kompleks dimana seperti yang diketahui bahwa wilayah Halmahera Selatan merupakan zona interaksi antara subduksi Lempeng Laut Maluku dengan sesar Sorong yang melintas di sepanjang Laut Halmahera Selatan. Dengan mempertimbangkan kondisi tektonik yang cukup kompleks ini, nilai shape ratio pada masing-masing segmen belum cukup untuk menjelaskan seismisitas di wilayah Halmahera Selatan.

MODEL PERUBAHAN COULOMB STRESS

Metode perubahan coulomb stress digunakan untuk mengetahui pola distribusi stress yang masih tersimpan dan stress yang sudah terlepas ketika gempa bumi terjadi. Sebelumnya perhitungan inversi stress menghasilkan nilai koefisien friksi (𝜇) pada tiap segmen nya. Pada dasarnya nilai koefisien friksi sudah ditentukan dengan asumsi nilai koefisien friksi efektif 0.4 (Stein, 1994). Namun dengan pertimbangan bahwa tiap wilayah memiliki tatanan tektonik yang berbeda-beda, maka dilakukan proses inversi stress untuk menentukan nilai koefisien friksi pada wilayah yang lebih kecil (Vavrŷcuk, 2014). Nilai koefisien friksi ini digunakan untuk membuat pemodelan perubahan

coulomb stress statik gempa bumi. Dengan adanya dua

asumsi tersebut, dilakukan perbandingan pemodelan perubahan coulomb stress statik gempa bumi pada periode 1985-2019 dengan menggunakan koefisien friksi efektif 0.4 dan koefisien friksi pada masing-masing segmen.

Gambar 12 merupakan hasil pemodelan perubahan

coulomb stress statik (∆𝐶𝐹𝑆) dengan menggunakan

nilai koefisien friksi hasil inversi stress pada masing-masing segmen. Nilai koefisien friksi hasil inversi stress dapat dilihat pada Tabel 3 Untuk koefisien friksi pada segmen 2 tidak digunakan karena tidak terdapat gempa bumi dengan kekuatan besar (≥ 6 Mw) pada segmen tersebut, sehingga nilai koefisien friksi yang digunakan adalah koefisien friksi pada segmen 1, 3, dan 4. Sedangkan Gambar 11 merupakan hasil pemodelan perubahan coulomb stress statik dengan menggunakan koefisien friksi 0.4. Dari kedua gambar tersebut didapat perbedaan yang tidak terlalu signifikan. Hal ini disebabkan karena variasi nilai koefisien friksi hasil dari inversi stress pada segmen 1, 3, dan 4 yang tidak jauh berbeda yaitu sekitar 0.8, sehingga hasil perbandingan yang didapat tidak menunjukkan pola yang berbeda. Pada Gambar 12 jika dilihat dari distribusi stress dan hubungannya dengan serangkaian peristiwa gempa bumi besar pada periode 1985-2019 menunjukkan beberapa fakta bahwa beberapa gempa bumi besar yang terjadi memiliki hubungan yang terkait. Gambar 12 (a) merupakan model perubahan coulomb stress gempa bumi pertama yang tercatat pada tahun 1985 dengan kekuatan 6.7 Mw. Kemudian terjadi gempa bumi besar pada tahun 1986 dengan kekuatan 6.1 Mw. Pada Gambar 12 (b) menunjukkan bahwa distribusi

stress pada gempa yang terjadi pada tahun 1985

(8)

menyebabkan meningkatnya stress (lobus berwarna merah) di wilayah perairan Pulau Bacan, sehingga pada tahun 1992 terjadi gempa bumi dengan kekuatan 6.2 Mw (Gambar 12 bagian c). Dari pola perubahan

coulomb stress pada Gambar 12 (c) dapat dilihat

bahwa zona peningkatan stress pada area tersebut semakin luas sehingga menyebabkan terjadinya dua peristiwa gempa bumi besar pada tahun 1994 dengan kekuatan masing-masing yaitu 6.8 dan 6.4 Mw. Gambar 12 (e) menunjukkan zona peningkatan stress berpindah di sekitar Pulau Obi. Hal ini menyebabkan terjadinya tiga rangkaian peristiwa gempa bumi pada 13 Februari 1995 dengan kekuatan masing-masing yaitu 6.2, 6.1, dan 6.7 Mw secara berurutan. Peristiwa gempa bumi besar ini menjadi akhir dari pola kejadian gempa bumi pada periode 1985-1995.

Kemudian pada tahun 2003, terjadi gempa bumi dengan kekuatan 6.1 Mw yang bersumber dari zona segmen sesar Sorong yang berada di batas interaksi Lempeng Laut Maluku dengan segmen sesar Sorong. Gempa bumi ini berada pada sumber yang sama dengan gempa bumi yang terjadi pada tahun 1986, sehingga diduga gempa bumi ini disebabkan karena

stress yang masih tersimpan pada zona tersebut.

Selanjutnya pada tanggal 20 Februari 2007 terjadi serangkaian gempa bumi besar. Gempa bumi pertama memiliki kekuatan 6.7 Mw, gempa bumi kedua dan ketiga memiliki kekuatan 6 Mw. Berdasarkan peta

perubahan coulomb stress statik pada Gambar 12 (i) hingga Gambar 12 (k) dapat dilihat bahwa rangkaian gempa bumi ini berada pada lobus berwarna biru yang artinya gempa bumi yang terjadi tidak diakibatkan oleh gempa bumi sebelumnya. Namun pada tahun 2011 terjadi gempa bumi dengan kekuatan 6.4 Mw yang bersumber di batas interaksi Lempeng Laut Maluku dengan segmen sesar Sorong. Diduga gempa bumi ini terjadi karena distribusi stress positif yang masih terakumulasi di wilayah tersebut. Terakhir pada tanggal 14 Juli 2019 terjadi gempa bumi dahsyat dengan kekuatan 7.2 Mw yang menyebabkan banyaknya korban jiwa dan kerusakan yang cukup parah di wilayah Halmahera Selatan. Gempa bumi ini merupakan gempa bumi terbesar yang tercatat di wilayah Halmahera Selatan. Namun dari peta perubahan coulomb stress statik pada Gambar 12 (n) menunjukkan bahwa gempa bumi ini berada pada lobus berwarna biru yang artinya peristiwa gempa bumi yang terjadi tidak disebabkan oleh gempa bumi sebelumnya. Diduga gempa bumi ini disebabkan karena aktifitas segmen sesar Sorong di bagian Utara. Dari Gambar 12 (n) tersebut menjelaskan bahwa distribusi stress positif meningkat jauh lebih besar setelah pecahnya gempa bumi besar pada tanggal 14 Juli 2019. Zona peningkatan stress yang semakin meluas ini memungkinkan terjadinya gempa bumi pada masa yang akan datang.

(9)

Gambar 11. Model perubahan coulomb stress statik gempa bumi 1985-2019 dengan kekuatan ≥ 6 Mw menggunakan koefisien friksi efektif 0.4.

(10)

Gambar 12. Model perubahan coulomb stress statik gempa bumi 1985-2019 dengan kekuatan ≥ 6 Mw menggunakan koefisien friksi hasil inversi stress pada tiap segmen.

MODEL PERUBAHAN COULOMB STRESS GEMPA

BUMI 14 JULI 2019

Gempa bumi yang terjadi pada tanggal 14 Juli 2019 menyebabkan meningkatnya stress pada wilayah Halmahera Selatan. Dengan area peningkatan stress yang cukup luas, sangat memungkinkan jika akan terjadi gempa bumi susulan (aftershock) di masa yang akan datang. Pada Gambar 13 Model perubahan stress

coulomb ini dibangkitkan dengan menggunakan nilai

∆𝐶𝐹𝑆 sebesar 10 KPa. Area peningkatan stress ditunjukkan pada lobus berwarna merah, dan area penurunan stress ditunjukkan pada lobus berwarna biru.

Selanjutnya dilakukan penelitian tentang hubungan antara gempa bumi utama (mainshock) terhadap gempa bumi susulan (aftershock) yang terjadi sepanjang Juli hingga Desember 2019. Setelah terjadi gempa bumi pada tanggal 14 Juli 2019, setidaknya terdapat 25 kejadian gempa bumi yang terjadi sepanjang Juli hingga Desember 2019 dengan kekuatan yang bervariasi.

Gambar 13. Model perubahan coulomb stress gempa bumi Halmahera Selatan 14 Juli 2019 dengan kekuatan 7.2 Mw. Lobus berwarna merah merupakan

daerah peningkatan stress yang masih tersimpan sedangkan lobus biru merupakan daerah penurunan

(11)

Pada Gambar 14 dapat disimpulkan bahwa gempa bumi susulan yang terjadi berada pada zona peningkatan stress gempa bumi pada tanggal 14 Juli 2019. Untuk memastikan hal tersebut, dilakukan

cross-section untuk membuktikan bahwa gempa susulan

yang terjadi memang berada pada zona peningkatan

stress. Dari hasil cross-section dapat disimpulkan

bahwa gempa bumi susulan berada pada zona peningkatan stress dengan kedalaman hoposenter gempa bumi susulan dominan berada pada kedalaman sekitar 15 km hingga 30 km. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa gempa bumi yang terjadi pada tanggal 14 Juli 2019 memicu gempa bumi susulan hingga Desember 2019.

Gambar 14. Cross section model perubahan coulomb

stress gempa bumi Halmahera Selatan 14 Juli 2019

dengan kekuatan 7.2 Mw. titik berwarna kuning merupakan gempa bumi susulan sepanjang bulan Juli

hingga Desember 2019.

ANALISIS PERBANDINGAN HASIL INVERSI STRESS DENGAN POLA PERUBAHAN COULOMB STRESS STATIK

Untuk mengetahui seismisitas suatu wilayah perlu dilakukan beberapa penelitian. Namun semua penelitian yang dilakukan harus mempertimbangkan kondisi tektonik yang ada. Metode inversi stress memiliki keakuratan yang lebih baik dalam menentukan orientasi sesar pada suatu segmen sesar yang dianggap homogen. Akurasi nilai yang didapat

merupakan hasil dari perhitungan inversi secara iteratif untuk mendapatkan nilai yang optimum. Dalam perhitungan inversi stress, nilai shape ratio dapat digunakan untuk mengetahui seismisitas yang aktif pada suatu wilayah. Nilai shape ratio yang tinggi menunjukkan seismisitas yang tinggi. Pada penelitian ini, nilai shape ratio yang paling tinggi berada pada segmen 3 dan 4. Jika menganggap bahwa segmen 3 dan 4 memiliki seismisitas yang tinggi, hal tersebut belum bisa menjadi suatu kepastian. Karena jika dilihat semua segmen berada pada sistem yang sama, yaitu berada pada zona interaksi Lempeng Laut Maluku dengan sesar Sorong. Sehingga nilai shape ratio yang didapat pada proses inversi stress ini belum cukup untuk menentukan seberapa aktif seismisitas di Halmahera Selatan.

Selanjutnya dilakukan penelitian lain untuk menentukan seberapa aktif seismisitas yang ada di wilayah Halmahera Selatan. Metode perubahan

coulomb stress statik digunakan untuk mengetahui

pola distribusi stress gempa bumi yang terjadi selama periode 1985-2019. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa peristiwa gempa bumi terjadi secara periodik dan berada pada zona peningkatan stress. Untuk gempa bumi pada tahun 2007 memiliki sistem yang berbeda, karena gempa bumi ini berada pada lobus berwarna biru yang artinya tidak dipicu oleh gempa bumi yang terjadi sebelumnya. Namun hal ini justru menghasilkan peningkatan distribusi stress yang bervariasi.

Kemudian untuk gempa bumi yang terjadi pada tanggal 14 Juli 2019 dengan kekuatan 7.2 Mw berada pada sistem yang berbeda juga, hal ini dapat dilihat pada Gambar 15 (a dan b). Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa gempa bumi ini terjadi pada lobus berwarna biru, yang artinya gempa ini tidak dipicu oleh gempa bumi sebelumnya. Diperkirakan bahwa gempa bumi ini terjadi karena aktifitas segmen Sesar sorong pada segmen 4. Gempa bumi yang terjadi pada tanggal 14 Juli 2019 menghasilkan pola peningkatan distribusi

stress yang ekstrem pada wilayah tersebut. Dapat

dilihat pada Gambar 15 (a) menunjukkan lobus positif berwarna merah yang merepresentasikan peningkatan

stress yang terdiri dari beberapa lobus berwarna

merah, sedangkan Gambar 15 (b) menunjukkan akibat dari gempa bumi besar yang terjadi pada tanggal 14 Juli 2019 menyebabkan zona peningkatan stress semakin meluas.

(12)

Gambar 15. Distribusi perubahan coulomb stress statik. a) ΔCFS pada periode 1985-2011. Titik berwarna kuning merupakan lokasi peristiwa gempa bumi pada tanggal 14 Juli 2019. b) ΔCFS pada periode

1985-2019 dan model mekanisme fokus hasil inversi

stress pada tiap segmen.

Selanjutnya untuk mengetahui seberapa aktif seismisitas di Halmahera Selatan, dilakukan penelitian dengan mengetahui hubungan antara mainshock pada tanggal 14 Juli 2019 terhadap aftershock yang terjadi sepanjang Juli hingga Desember 2019. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa sebaran aftershock yang terjadi berada pada zona peningkatan stress, sehingga dapat disimpulkan bahwa aftershock yang terjadi dipicu oleh gempa bumi yang terjadi sebelumnya yaitu pada tanggal 14 Juli 2019. Dari penelitian yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa wilayah Halmahera memiliki seismisitas yang cukup aktif.

KESIMPULAN

Dari penelitian inversi stress dan perubahan coulomb

stress statik yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa Halmahera Selatan memiliki seismisitas yang aktif terutama pada segmen 4. Dalam proses inversi

stress, segmen 4 memiliki memiliki tipe pergerakan

sesar strike-slip dengan arah azimuth 𝑆ℎ𝑚𝑎𝑥 = 16°, 154°E dan 𝑆ℎ𝑚𝑖𝑛= 36°, 51°E dengan nilai shape

ratio 0.6 dan koefisien friksi 0.8.

Model perubahan coulomb stress dalam periode 1985-2019 menunjukkan bahwa pola gempa bumi terjadi secara periodik. Gempa bumi yang terjadi secara periodik ini menghasilkan pola distribusi stress positif yang semakin meningkat di wilayah Halmahera Selatan. Model perubahan coulomb stress statik menunjukkan bahwa terjadi peningkatan distribusi stress secara ekstrem ketika terjadi peristiwa gempa bumi pada tanggal 14 Juli 2019, tepatnya berada di zona segmen sesar Sorong yang melintas di perairan antara Pulau Bacan hingga Pulau Obi yang dapat memicu terjadinya gempa bumi susulan (aftershock).

Penelitian lebih lanjut dengan mengetahui hubungan antara mainshock pada tanggal 14 Juli 2019 dengan

aftershock sepanjang Juli hingga Desember 2019. Hasil cross-section distribusi coulomb stress menunjukkan

bahwa sebaran aftershock berada pada zona peningkatan stress dengan kedalaman berkisar antara 15 km hingga 30 km dibawah permukaan laut.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada dosen pembimbing Reza Rizki, S.T., M.T. dan Erlangga Ibrahim Fattah, S.Si., M.T. atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, E. M., 1951. The Dynamics of Faulting and

Dyke Formation with Applications to Britain,

Edinburg, Oliver and Boyld. Standford University.

Angelier, J., 2002. Inversion of earthquake focal

mechanism to obtain the seismotectonic stress IV- a new method free of choice among nodal lines, Geophys. J. Int., 150, 588-609.

Apandi, T. dan Sudana, D., 1978. Peta Geologi Lembar Ternate Maluku Utara, P3G, Bandung.

Bott, M.H.P., 1959. The Mechanics of Oblique Slip

Faulting, J. Geology. Mag., 96, 109-117.

Gephart, J.W. dan Forsyth, D.W., 1984. An improved

method for determining the regional stress tensor using earthquake focal mechanism data: application to the San Fernando earthquake sequance, J. Geophys. Res, 89,

9305-9320.

Hall, R., Ali, J.R., Anderson, C.D., 1995. Cenozoic motion

of the Philippine Sea Plate: Palaeomagnetic evidence from eastern Indonesia, Journal of the Geological Society, 14, 1117-1132.

Hall, R., Audley, M.G., Hidayat, S., dan Tobing, S.L., (1988) : Late Paleogene -Quaternary geology

of Halmahera, Eastern Indonesia: Initiation of a volcanic island arc, Journal of the Geological Society, 48, 557-590.

Hall, R., (1999): Neogene history of collision in the

Halmahera region, Indonesia, Proc. 27th Ann. Conv. Indonesian Petrol. Assoc.

Hall, R. dan Wilson, M.E.J., 2000. Neogene sutures in

Eastern Indonesia, Jurnal of Asian Earth Sciences, 18, 781-808.

King, G. C. P., R.S. Stein, and J. Lin, 1994. Static Stress

(13)

Bulletin of the Seismological Society of America, 84, 935-953.

Lay, T. and Wallace, T.C., 1995. Modern Global

Seismology, Academic Press.

Lund, B. dan Slunga, R., 1999. Stress tensor inversion

using detailed microearthquake information stability constraints: application to Oflus in southwest Iceland, J. Geophys. Res, 104, 14

947-14964.

Lutgens, F. K., Tarbuck, E. J., & Tasa, D. G., (2017).

Essentials of geology. Pearson.

Michael, A.J., 1984. Determination of Stress Form Slip

data: Faults and Folds, J. geophysics, Res, 89,

11 517 11 526.

Okada, M., 1985, Surface Deformation Due to Shear

and Tensile Faults in a Half-Space, Bulletin of the Seismological Society of America, 82,

1018-1040.

Okada, Y., 1992. International Deformation Due to

Shear and Tensile Faults in a Half-Space, Bulletin of the Seismological Society of America, 82, 1018-1040.

Reid, H.F., 1910. The mechanics of the earthquake, Vol. II of Lawson, A.C., Chairman, The California

earthquake of April 18, 1906: Report of the State Earthquake Investigation Commission:

Carnegie Institution of Washington Publication 87, 192 p.

Stein, R.S. and M Lisowski, 1983. The 1979 Homestead

Valey Earthquake Sequence, California: Control

of Aftershocks and Postseismic Deformation. J. geophys. Res, 88(138): 6477-6490.

Stein, R.S., 1999. The role of stress transfer in

earthquake occurrence, Nature, 402, 605-609.

Toda, Shinji, Stein, R.S., Sevilgen, Volkan, Lin, Jian, 2011. Coulomb 3.3 Graphic-rich deformation

and stress change software for earthquake, tectonic, and volcano research and teaching -

user guide: USGS 2011-1060, 63 p.

http://pubs.usgs.gov/of/2011/1060/.

USGS (1996). Schematic diagram of a focal mechanism.

Diakses melalui:

https://www.usgs.gov/media/images/schema tic-diagram-a-focal-mechanism. Diakses pada

tanggal 20 Januari 2020.

Vavrŷcuk, V., 2014. Iterative joint inversion for stress

and fault orientations from focal mechanism, Geophys. J. Int., 199, 69-77

Wallace, R.E., 1951. Geometry of shearing stress and

relation to faulting, J. Geol., 59, 118–130.

Wells dan Coppersmith, K., 1994. New Empirical

Relationships among Magnitude, Rupture Length, Rupture Width, Rupture Area, and Surface Displacement, Bulletin of the Seismological Society of America, Vol. 84, No.

4, pp, 974-1002.

Yuliza, D.R., 2019. Heterogenitas Stress Sepanjang Sesar Palu–Koro Hingga Matano Serta Pengaruhnya Terhadap Pola Kegempaan.

Referensi

Dokumen terkait