• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI Sinar-X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II DASAR TEORI Sinar-X"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Sinar-X

Sinar-X adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 10-9 sampai 10-8 m (0,1-100 Å). Berarti sinar-X ini mempunyai panjang gelombang yang jauh lebih pendek daripada cahaya tampak, sehingga energinya lebih besar. Besar energinya dapat ditentukan dengan menggunakan hubungan:

(2.1)

E = energi (Joule)

h = konstanta plank (6,627 x 10-34 J.s) c = kecepatan cahaya (3.108 m/detik) λ = panjang gelombang (m/ Å)

Gelombang elektromagnetik terdiri atas radio, inframerah, ultraviolet, sinar-X dan sinar gamma. Yang dibedakan atas panjang gelombang, besar energi dan frekuensinya seperti tampak pada gambar spektrum berikut:

(2)

Gambar 1. Spektrum Gelombang Elektromagnetik (Beiser, 2003).

2.2. Sifat-Sifat Sinar-X

Sinar-X mempunyai sifat umum seperti dibawah ini: 1. Daya tembus

Sinar-X dapat menembus bahan atau massa yang padat dengan daya tembus yang sangat besar. Semakin kecil panjang gelombang sinar-X, makin besar daya tembusnya.

(3)

2. Pertebaran

Apabila berkas Sinar-X melalui suatu bahan atau suatu zat, maka berkas Sinar tersebut akan mengalami pertebaran keseluruh arah, menimbulkan radiasi sekunder (radiasi hambur) pada bahan atau zat yang dilalui. Untuk mengurangi akibat radiasi hambur ini maka pada pesawat linac digunakan scattering foil. 3. Penyerapan

Sinar-X akan diserap oleh bahan atau zat sesuai dengan berat atom atau kepadatan bahan atau zat tersebut. Makin tinggi kepadatannya atau berat atomnya makin besar penyerapannya.

4. Efek Ionisasi

Efek Ionisasi disebut juga efek primer dari Sinar-X yang apabila mengenai suatu bahan atau zat dapat menimbulkan ionisasi pada partikel-partikel atau zat yang dilaluinya.

5. Efek biologi

Sinar-X akan menimbulkan perubahan-perubahan biologi pada jaringan. Efek biologi ini yang dipergunakan dalam pengobatan radioterapi (Sjahriar Rasad, dkk, 2001).

2.3. Besaran dan Satuan Radiasi

2.3.1. Paparan radiasi (exposure)

Paparan radiasi adalah kemampuan radiasi sinar-X atau gamma untuk menimbulkan ionisasi di udara dan digunakan untuk mendeskripsikan sifat emisi sinar-X atau sinar gamma dari sebuah sumber radiasi. Satuan ini mendeskripsikan keluaran radiasi dari sebuah sumber radiasi namun tidak mendeskripsikan energi yang diberikan pada sebuah objek yang disinari. Satuannya adalah roentgen atau R.

1 Roentgen (R) = 2,58 x 10-4 Coulomb/Kg udara

1 Roentgen (R) = 1,610 x 1012 pasangan ion/gr udara

(4)

Dimana: ∆Q = Muatan listrik ion dalam udara (coulomb) ∆m = Massa (Kg)

2.3.2. Kecepatan pemaparan (exposure rate)

Kecepatan pemaparan (ER) adalah besar pemaparan persatuan waktu. Satuan nya adalah R/jam

(2.3)

Dimana: ER = Kecepatan pemaparan (R/jam) ∆x = Pemaparan (R)

∆t = waktu lamanya pemaparan (Jam)

2.3.3. Dosis serap (absorbed dose)

Banyaknya energi yang diserap bahan persatuan massa bahan tersebut. Satuan ini menggambarkan jumlah radiasi yang diterima oleh pasien. Satuannya adalah rad (Roentgen Absorbed Dose) dan gray (Gy).

1 Gy = 1J/Kg = 100 rad 1 cGy = 1 rad

(2.4)

Dimana: D = Dosis serap (Gy) E = Energi radiasi (Joule) m = Massa bahan (Kg)

(5)

2.3.4. Linear energy transfer (LET)

Linear energy transfer adalah perbandingan energi rata-rata yang diberikan

setempat pada materi oleh partikel bermuatan dengan energi tertentu yang melalui jarak.

(2.5)

Dimana: LET = linear energi transfer (erg/cm)

dE = energi rata-rata yang diberikan setempat pada materi oleh partikel bemuatan (erg)

dl = jarak (cm)

2.3.5. Dosis ekivalen (DE)

Dosis ekivalen yang memperhitungkan efek radiasi sebagai akibat dari jenis radiasi yang berbeda. Digunakan untuk menggambarkan jumlah radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi. Sejumlah energi serap yang sama dari berbagai macam radiasi akan menimbulkan efek yang berbeda. Karenanya untuk pengukuran digunakan terminologi RBE

( relative biological effectiveness) yang didefenisikan sebagai:

Efek biologi suatu macam radiasi jadinya tergantung pada dosis serap dan RBE. Satuan radiologi yang baru didefenisikan ialah Rem (Roentge

equivalent man). Sebagai dosis serap radiasi yang secara biologi ekivalen

dengan dosis serap satu rad radiasi-x.

DE(rem)=D(rad)xRBE

(2.6)

Faktor RBE biasanya digunakan dalam bidang radiologi, sedang dalam bidang proteksi radiasi digunakan faktor-faktor modifikasi, ialah

(6)

faktor efek biologi distribusi zat radioaktif yang non uniform didalam tubuh.

DE = D.QF.DF

(2.7)

Dimana: DE = Dosis ekivalen (sv) D = Dosis serap radiasi (Gy) QF = Faktor kualitas

DF = Faktor distribusi 1 Sv = 100 rem

Berikut ini akan diperlihatkan harga-harga faktor kualitas untuk bermacam radiasi, yaitu:

Tabel 1. Harga faktor kualitas (QF) untuk bermacam radiasi (Roestan Roekmantara, 1978).

Radiasi QF X, gamma, elektron dan β dengan > 30 KeV 1

β dengan > 30 KeV 1,7

Neutron cepat dan proton dengan energi sampai 10 MeV 10

Partikel α dar i peluruhan radioaktif 10

Inti recoil berat 20

Neutron termik 3

Proton dengan energi ≈ 50 MeV 3,2

2.3.6. Hubungan antara Roetgen dan Rad

Menurut Bragg Gray, energi radiasi di terima oleh materi sebesar :

(7)

Dimana:

Bila diambil harga W diudara = 34 eV/pasang ion, maka didapat : D udara = 0,877 X rad

D = dosis serap

X = pemaparan dalam satuan roentgen (Roestan Roekmantara, 1978).

2.4. Interaksi radiasi dengan materi

2.4.1. Absorpsi energi

Pada saat berkas foton melewati medium, sebagian energi radiasi ditransfer pada medium. Dosis absorpsi yang menyatakan jumlah energi yang diserap per satuan massa jaringan merupakan besaran yang dipakai untuk memperkirakan efek biologi terhadap radiasi. Secara sederhana proses penyerapan energi radiasi sampai terjadinya efek biologi.

2.4.2. Koefesien atenuasi

Bila berkas foton melewati medium, sejumlah foton akan berinteraksi dengan medium dan keluar dari berkas, sedangkan sebagian lain kemungkinan tidak mengalami interaksi sama sekali. Akibatnya jumlah foton yang keluar dari medium berkurang. Penurunan intensitas (I) dari sinar-X sebanding dengan jarak (x) yang dilewatinya. Koefisien ateanuasi dinyatakan dengan µ.

(2.9) Dimana: I = intensitas sinar-X

µ = koefisien atenuasi

(8)

Integrasi memberikan:

(2.10)

Dimana:

=

intensitas sinar-X yang diteruskan

=

intensitas sinar-X yang datang

2.4.3. Efek fotolistrik

Dalam proses fotolistrik energi foton diserap oleh atom yaitu elektron, sehingga elektron tersebut dilepaskan dari ikatannya dengan atom. Elektron yang keluar dari atom disebut fotoelektron. Peristiwa efek foto listrik ini terjadi pada energi radiasi rendah (E < 1 MeV ) dan nomor atom besar.

Gambar 2. Efek fotolistrik (Krane, 1992).

Bila foton mengenai elektron dalam suatu orbit dalam atom seperti yang ditunjukkan pada gambar diatas, sebagian energi foton (Q) digunakan untuk mengeluarkan elektron dari atom dan sisanya dibawa oleh elektron sebagai energi kinetiknya. Seluruh energi foton dipakai dalam proses tersebut.

E = hf = Q + EK

(2.11)

(9)

f = frekuensi (herzt)

h = konstanta plank (6,627 x 10-34 J.s) Q = energi ikat elektron (Joule) Ek = energi kinetik elektron (Joule)

2.4.3. Efek Compton

Foton berinteraksi dengan elektron yang dianggap bebas (tenaga ikat elektron << energi foton datang), seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

Gambar 3. Penghamburan compton (Beiser, 2003).

Dalam suatu tumbukan antara sebuah foton dan elektron bebas maka tidak mungkin semua energi foton dapat dipindahkan ke elektron jika momentum dan energi dibuat kekal. Hal ini dapat diperlihatkan dengan berasumsi bahwa reaksi semakin dimungkinkan. Jika hal itu memang benar, maka menurut hukum kekekalan semua energi foton diberikan kepada elektron dan didapatkan:

(2.12)

Menurut hukum kekekalan momentum, semua momentum foton (p) harus dipindahkan ke elektron, jika foton tersebut menghilang:

(10)

(2.13)

Dimana: E = energi (Joule) m = massa (Kg)

c = Kecepatan cahaya (m/dtk) p = momentum

ν = kecepatan elektron (m/dtk).

2.4.5. Produksi pasangan

Sebuah foton yang energinya lebih dari 1.02 MeV. Pada saat bergerak dekat dengan sebuah inti, secara spontan akan menghilang dan energinya akan muncul kembali sebagai suatu positron dan elektron seperti yang digambarkan berikut:

Gambar 4. Proses pembentukan pasangan, dimana foton berubah menjadi energi positron dan elektron (Beiser, 2003)

2.5. Interaksi elektron dengan zat

Apabila sebuah elektron bergerak dalam suatu media maka kehilangan energinya disebabkan oleh dua hal, yaitu :

(11)

Proses ionisasi seperti halnya pada partikel berat bermuatan, yakni tumbukan inelastik antara elektron datang dengan elektron-elektron atom-atom media.

2. Radiasi (bremmstrahlung : apabila energi elektron tinggi)

Kehilangan energi karena radiasi hanya terjadi apabila energi elektron datang tinggi . Hubungan antara kehilangan energi oleh ionisasi dan radiasi dapat dituliskan sebagai berikut:

(2.14)

Dimana: E = energi (Joule)

Z = Nomor atom (Roestan Roekmantara, 1978) .

2.6. Radioterapi

Sejarah radioterapi dimulai sejak tahun 1920 oleh Regaud dengan kawan-kawan yang menemukan pada hewan-hewan percobaan, bahwa spermatogenesis dapat dihentikan secara permanen dengan pemberian radiasi di mana dosis yang diberikan merupakan fraksi-fraksi. Sedangkan pemberian dosis tunggal gagal untuk menghasilkan efek-biologik yang sama, dan kerusakan pada jaringan sehat yang ditimbulkannya adalah lebih parah. Regaud dan Henri Coutard menerapkan teknik fraksionasi-dosis ini pada pengobatan kanker dengan radiasi. Mula-mula mereka melakukannya pada kanker mulut rahim dan tumor-tumor leher-kepala. Tidak lama kemudian mereka melaporkan hasil-hasil pengobatan mereka lengkap dengan data-datanya. Setelah itu teknik radiasi dengan fraksinasi-dosis ini diterima secara universal sampai saat ini.

Radioterapi adalah pengobatan dengan memberikan dosis radiasi yang terukur terhadap penyakit seperti tumor atau kanker. Perkembangan teknologi di dunia kedokteran tidak dapat dipungkiri telah membantu penderita penyakit untuk sembuh dari sakit yang dideritanya dan meningkatkan kualitas hidup penderita tersebut. Salah satu perkembangan teknologi yang sedang diperhatikan dan terus diikuti oleh

(12)

kalangan praktisi dunia kedokteran adalah kemajuan di bidang yang berkaitan dengan perang terhadap penyakit yang digolongkan sebagai penyakit mematikan yaitu tumor atau kanker. Metode penanganan kanker yang sarat dengan teknologi canggih yang sedang dan terus berkembang secara pesat adalah radioterapi. Radioterapi atau juga dikenal dengan istilah terapi radiasi, yang menggunakan radiasi untuk mematikan sel-sel kanker atau melukai sel-sel-sel-sel tersebut sehingga tidak dapat membelah atau memperbanyak diri. Radioterapi dapat digunakan untuk meradiasi kanker primer dan gejala-gejala yang diakibatkan oleh kanker yang telah meluas yang disebut dengan metastasis (Suhartono, 1990).

2.6.1. Tujuan radioterapi

Secara umum tujuan radioterapi terbagi menjadi 2, yakni:

1. Kuratif

Secara langsung mencegah kambuh lokal dan regional, dan secara tidak langsung mencegah terjadinya metastasis jauh. Mengecilkan tumor agar meningkatkan operabililitas. Dilakukan dengan cara meradiasi tumor dan jaringan normal sekitarnya sampai pada batas maksimum yang dapat ditoleransi.

2. Paliatif

Tujuannya untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri, mengecilkan tumor atau tukak, mengatasi pendarahan, menghilangkan gejala neurologik akibat metastasis sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Dilakukan dengan cara mengurangi efek samping yang akut. Karena biasanya pasien memiliki angka harapan hidup yang tidak lama maka efek samping jangka panjang tidak terlalu diperhatikan (R. Susworo, 2007).

2.7. Pesawat Pemercepat Elektron

Dengan kemajuan teknologi fisika radioterapi pada saat ini, tujuan tersebut dapat dicapai dengan beberapa cara. Salah satunya dengan menggunakan pesawat-pesawat

(13)

yang menghasilkan radiasi pengion energi tinggi, sehingga bisa memberikan dosis radiasi yang besar untuk didistribusikan ke jaringan kanker dan menurunkan efek terhadap jaringan sehat. Akselerator linier medik termasuk pesawat yang menghasilkan radiasi pengion energi tinggi dalam orde megavoltage. Pesawat akselerator linier medik dapat menghasilkan berkas elektron atau berkas foton (sinar-x).

Gambar 5. Rangkaian pesawat linear accelerator (Gunilla, 1996) 2.7.1. Cara Kerja Pesawat linier akselerator (linac)

Pesawat linier akselerator dapat menghasilkan berkas elektron dan berkas foton energi tinggi. Tingkat energi tersebut dihasilkan melalui proses percepatan elektron secara linier di dalam tabung pemandu gelombang pemercepat (accelerating waveguide) yang hampa. Tabung ini merupakan tabung penghantar, terdiri dari susunan sel-sel berupa rongga-rongga yang terbuat dari tembaga. Ke dalam tabung disalurkan gelombang mikro yg dibangkitkan oleh magnetron/klystron dengan panjang gelombang 10 cm dan frekwensinya sesuai dengan frekuensi resonansi tabung (3000MHz).

(14)

Gelombang mikro disalurkan melalui sirkulator dan tabung pemandu gelombang pemercepat elektron. Ada 2 jenis pemandu gelombang yaitu:

travelling dan standing waveguide. Bila daya frekuensi gelombang mikro

melintasi rongga-rongga sel dari pemercepat mengakibatkan terjadi medan elektromagnetik di dalam tabung pemercepat dan terjadi kuat medan listrik dinamis yang mengakibatkan setiap sel berubah-ubah periodenya sesuai perubahan amplitudo gelombang mikro. Hal ini akan mengakibatkan setiap sel berubah-ubah pula muatannya. Perubahan periode muatan listrik tersebut dimanfaatkan untuk pemercepat lintasan elektron.

Gambar 6. Skema linier akselerator (Khan, 1994)

Elektron dihasilkan oleh elektron gun yang berupa tabung trioda, kemudian ditembakkan dengan energi awal 15 KeV secara sinkron.Kecepatan elektron tersebut secara berantai dipacu lintasannya dari satu sel ke sel berikutnya sampai energi elektron tersebut sesuai dengan energi yang dikehendaki. Semakin besar energi yang dihasilkan, semakin banyak jumlah rongga dan semakin bertambah panjang tabung pemercepat. Elektron dengan energi sedikit lebih tinggi atau lebih rendah dari yang dikehendaki akan dibelokkan sedemikian rupa sehingga energi dan lintasannya dapat sesuai dengan yang dikehendaki dan elektron dengan penyimpangan energi agak besar akan dieleminir oleh sebuah filter. Dengan demikian dapat dicapai pemfokusan berkas elektron yang sangat baik dengan energi yang monokromatik. Bila dikehendaki pemakaian elektron, maka elektron energi tinggi tersebut dapat digunakan secara langsung. Elektron yang dihasilkan

(15)

oleh pemercepat merupakan berkas pensil (2 - 3 cm diameter), maka untuk mendapatkan distribusi dosis yang rata pada daerah penyinaran, elektron-elektron tersebut perlu dilewatkan pada lapisan penghambur (scattering foil). Bila dikehendaki adalah sinar-X, maka elektron-elektron berenergi tinggi tersebut ditumbukkan ke bidang target penerus (transmision target). Hasil pembangkitan sinar-X mempunyai intensitas yang tinggi pada arah sumbu target. Sinar-X yang dihasilkan dilewatkan pada penyaring (flattening filter) dengan tujuan agar profil sinar -X rata. (Khan, 2003). Proses keluaran sinar-X dan elektron dapat ditunjukkan pada gambar berikut:

(16)

2.8. Distribusi Dosis Kedalaman

Penyinaran dilakukan pada pasien atau phantom, dosis yang diserap akan bervariasi sesuai dengan kedalaman. Variasi ini bergantung pada banyaknya kondisi seperti: sinar, kedalaman, luas lapangan, jarak dari sumber dan sistem kolimasi sinar. Demikian juga kalkulasi dosis pada pasien melibatkan pertimbangan dalam perhatian parameter-parameter dan efek-efek lain pada distribusi dosis kedalaman (Khan, 2003).

2.9. Persentase Dosis kedalaman

Persentase dosis kedalaman adalah dosis serap yang diberikan pada kedalaman utama sebagai persentase dari dosis serap pada kedalaman penunjuk pada daerah sumbu utama (Gunilla, 1996).

Salah satu ciri dari karakteristik distribusi dosis pada daerah sumbu utama adalah untuk menormaliasikan dosis pada kedalaman dengan pengaruh kedalaman penunjuk. Banyaknya persentase dosis dosis kedalaman dapat ditentukan yaitu dosis serap pada kedalaman terbesar d ke dosis serap pada kedalaman penunjuk tetap do, selama penyinaran pada sumbu utama (seperti tampak pada gambar 5). persentase dosis kedalaman (PDD) dapat dirumuskan sebagai berikut:

(2.15)

Dimana:

= Dosis serap pada titik d

(17)

Gambar 8. Perbandingan persentase dosis pada titik Dd0 maksimum dan titik Dd (Khan, 1994).

Persentase dosis kedalaman dipengaruhi oleh energi, luas lapangan, SSD dan komposisi medium yang diradiasi. Tentu saja persentase dosis kedalaman pun berubah-ubah dengan kedalaman yang berbeda (Gunilla, 1996).

Dalam praktek kliniknya, puncak dosis serap pada sumbu utama disebut juga dosis maksimum. Dosis maksimum dari dosis yang diberikan atau dapat dirumuskan sebagai berikut:

(18)

Gambar 9. Grafik PDD luas lapangan penyinaran 10X10 cm dari energi sinar yang berbeda, yang direncanakan sebagai fungsi kedalaman di dalam air (Gunilla, 1996).

Jarak antara pemukaan sampai dengan titik dengan dosis maksimum disebut kedalaman build-up atau sering juga disebut kedalaman maksimum. Kedalaman

build-up dipengaruhi oleh lapangan radiasi dan energi radiasi. Sifat build-up pada

berkas foton energi tinggi memiliki keuntungan dalam radioterapi dimana dosis kulit relatif rendah, sehingga reaksi kulit pasien juga rendah. Efek demikian disebut skin

sparing (Leung, 1990).

Karakteristik build-up ditemukan pada semua berkas foton. Perbedaan kualitas sinar ditandai oleh karakteristik build-up mereka, tipikal nilai-nilai ini dapat

(19)

Tabel 2. Kedalaman build-up untuk berbagai variasi berkas foton (Leung,1990) Photon Beam Max. Energy Mean Energy Buid-up Depth

100 KV 100 KeV 33 KeV App. 0

250 KV 250 KeV 80 KeV 0.2 mm

Cs-137 660 KeV 660 KeV 1.5 mm

Co-60 1.33 MeV 1.25 MeV 5 mm

6 MV 6MeV 2 MeV 1.5 cm

10 MV 10 MeV 3.3 MeV 2.0 cm

25 MV 25 MeV 7 MeV 4.0 cm

2.10. Profil Dosis

Profil bisa juga dikatakan sebagai kurva yang menunjukkan bentuk muka sinar pada sumbu horizontal yang tegak lurus dari arah datangnya sinar. Profil berkas radiasi merupakan intensitas relatif pada bidang tegak lurus sumbu berkas. Profil berkas radiasi yang menggambarkan pengukuran relatif akan sangat bervariasi sesuai dengan kedalaman.

Profil dosis memperlihatkan dosis relatif pada suatu daerah atau sebuah perencanaan perlakuan yang terdiri dari bermacam-macam penyinaran. Variasi dosis pada sebuah daerah yang diberikan kedalaman dapat ditentukan dari kesesuaian kurva isodosis dan adalah lebih baik lagi digambarkan oleh profil dosis seperti yang diperlihatkan gambar berikut (Gunilla, 1996).

(20)

Gambar 10. Profil dosis sebuh daerah pada Dmax, kedalaman 10 cm, dan kedalaman 20 cm. Dosis dinormalisasikan ke 100% dalam sumbu utama pada Dmax. Sinar diarahkan pada kedalaman yang terdalam kemudian pada Dmax (Gunilla, 1996).

(21)

2.11. Kurva isodosis

Kurva isodosis adalah kurva yang menghubungkan dosis-dosis yang sama untuk kedalaman tertentu di bawah kulit. Kurva ini didapatkan dengan mengalikan PDD dengan profil sinar. Pembuatan kurva isodosis berfungsi untuk melihat seberapa besar dosis radiasi yang akan diterima pada target volume maupun organ kritis yang berada disekelilingnya (Khan, 2003). Adapun contoh kurva isodosis dapat ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 11. Kurva isodosis untuk sinar-X 10 MV, SSD 100 cm dan luas lapangan penyinaran (10 x 10) (R. Susworo, 2007).

Gambar

Tabel 1. Harga faktor kualitas (QF) untuk bermacam radiasi  (Roestan Roekmantara, 1978)
Gambar 2. Efek fotolistrik (Krane, 1992).
Gambar 3. Penghamburan compton (Beiser, 2003).
Gambar 5. Rangkaian pesawat linear accelerator (Gunilla, 1996)  2.7.1.   Cara Kerja Pesawat linier akselerator (linac)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian nama pada nata disesuaikan dengan substrat untuk pertumbuhan bakteri, sehingga ada beberapa nama nata diantaranya nata de chayote (labu siam/manisa)

Pe- maknaan terhadap sumber daya alam yang dimili- ki, tata cara pengelolaan serta tujuan dari pengelo- laan sumber daya alam, serta apa yang dihasilkan sumber daya tersebut

Desa Blimbingsari khususnya dusun Pacemengan memiliki masyarakat yang mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan tradisional yang dilakukan saat malam hari, namun

Penonjolan aspek pada gambar yang peneliti lakukan dalam berita mengenai sidang perdana kasus hoax Ratna Sarumpaet pada kasus penyebaran berita hoax, detik.com

Berdasarkan hasil penelitian tentang Persepsi Siswa terhadap Permainan Kecil dalam Proses Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan di SMP Negeri

Setelah dilakukan perbandingan antara kapasitas produksi teoritis dan kapasitas produksi aktual, diketahui bahwa alat yang digunakan pada unit pengolahan saat ini sudah memenuhi

gulma, benih dari tanaman lain, biji yang rusak, biji dengan ukuran yang tidak dapat diterima,..

Pada dunia elektronika, termokopel adalah sensor suhu yang banyak digunakan untuk mengubah perbedaan panas dalam benda yang diukur temperaturnya menjadi perubahan potesial/