• Tidak ada hasil yang ditemukan

Giovanni - Makalah PBL Blok 24 Hematologi & Onkologi (Anemia Hemolitik)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Giovanni - Makalah PBL Blok 24 Hematologi & Onkologi (Anemia Hemolitik)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Anemia Hemolitik

Giovanni Gilbiyanto

10 2008 022

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510

Abstrak : Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin,hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah

nilai normal individu sehat, pada umur, jenis kelamin, ras yang sama dan dalam kondisi lingkungan yang serupa. Anemia Hemolitik adalah anemia yang terjadi karena meningkatnya penghancuran sel darah merah. Dalam keadaan normal, sel darah merah mempunyai waktu hidup 120 hari. Jika menjadi tua, sel pemakan dalam sumsum tulang, limpa dan hati dapat mengetahuinya dan merusaknya. Dari anamnesis dan pemeriksaan yang tepat gejala anemia dapat dideteksi secara dini. Serta penanganan yang tepat pada orang dengan anemia hemolitik dapat teratasi.

Kata kunci : anemia hemolitik, sel darah merah, sumsum tulang. Skenario :

Seorang pasien Ny. B, 25 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan mudah lelah kurang lebih 2-3 minggu ini dan wajahnya terlihat agak pucat. Pasien tidak merasakan demam, mual muntah, frekuensi serta warna BAK dalam batas normal, dan frekuensi, warna, konsisten BAB masih dalam batas normal.

PF: BB 81kg, TB: 170cm, keadaan umum: tampak sakit ringan, kesadaran CM, TD: 120/80mmHg, N: 90x/menit RR:18x/menit, T:36,50C, mata: konjungtiva anemis +/+,

leher:JVP:5-2cmH2O, thorak:pulmo/cor dalam batas normal, abdomen: Hepar: tidak teraba

membesar, Lien:SI-II, ektremitas: dalam batas normal.

Lab: Hb 9,5g/dl, Ht 30%, Leukosit 8900/ul, trombosit 230.000/ul, MCV 82fl, MCH 30pg, MCHC 34g/dl, hitung Retikulosit 6%.

(2)

PENDAHULUAN

Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin,hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal individu sehat, pada umur, jenis kelamin, ras yang sama dan dalam kondisi lingkungan yang serupa. Sedangkan arti dari Anemia haemolitik adalah suatu keadaan anemi yang terjadi oleh karena meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan

ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut, penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hiperplasi sumsum tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari normal., hal ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemi, namun bila sumsum tulang tidak mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemi .

ISI ANAMNESIS1,2,4

(3)

Anamnesis merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhdap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, yang disebut aloanamnesis. Untuk pasien bayi dan anak yang belum dapat memberi keterangan, aloanamnesis paling sering digunakan.

Pada pasien terutama pasien anak, sebagian terbesar data untuk menegakkan diagnosis diperoleh dari anamnesis. Hambatan langsung yang dijumpai dalam pembuatan anamnesis pasien anak ialah pada umumnya aloanamnesis, dan bukan autoanamnesis. Dalam hal ini, pemeriksa harus waspada akan terjadinya bias oleh karena data tentang keadaan pasien yang didapat mungkin berdasarkan asumsi orang tua atau pengantar.

Langkah-langkah dalam pembuatan anamnesis:

• Identitas pasien: nama; umur; jenis kelamin; nama orangtua; alamat; umur, pendidikan

dan pekerjaan orangtua; agama dan suku bangsa.

• Riwayat penyakit: keluhan utama

• Riwayat perjalanan penyakit

• Riwayat penyakit yang pernah diderita

• Riwayat kehamilan ibu

• Riwayat kelahiran

• Riwayat makanan

• Riwayat imunisasi

• Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

• Riwayat keluarga

Kemudian dicari keterangan tentang keluhan dan gejala lain yang terkait. Setelah itu, pasien ditanyakan mengenai keluhan pada pasien tersebut:

• Mengeluh cepat lelah ,

(4)

• Mata berkunang- kunang,

• Merasakan demam,

• Lidah luka,

• Nafsu makan turun (anoreksia),

• Konsentrasi hilang,

• Nafas pendek (pada anemia parah)

• Perut membesar karena pembesaran lien dan hati

PEMERIKSAAN1,3,5,7 1.Pemeriksaan Fisik A.Inspeksi

Inspeksi dapat dilakukan secara umum untuk melihat perubahan yang terjadi secara umum dan secara lokal untuk melihat perubahan-perubahan lokal sampai yang sekecil-kecilnya. Bantuan pemeriksaan dengan kaca pembesar dapat dilakukan. Pemeriksaan ini mutlak dilakukan dalam ruangan yang terang. Anamnesis terarah biasanya ditanyakan pada penderita bersamaan dilakukan inspeksi untuk melengkapi data diagnostik. Untuk kasus anemia kita inspeksi keadaan umum pasien seperti kesadaran pasien, kulit pasien apakan pucat atau tidak, lihat apakah ada pembesaran pada hati dan lien nya. Serta didapatkan takikardi, takipnea, dan tekanan nadi yang melebar merupakan mekanisme kompensasi untuk meningkatkan aliran darah dan pengangkutan oksigen ke organ utama. Ikterus dapat dilihat pada anemia hemolitik.

B.Palpasi

Palpasi merupakan pemeriksaan dengan meraba, mempergunakan telapak tangan sebagai alat peraba. Pada penderita anemia hemolitik kita raba bagian hati dan lien nya apakah ada pembesaran atau tidak.

(5)

Auskultasi merupakan pemeriksaan menggunakan stetoskop. Dengan cara auskultasi dapat didengar suara pernapasan, bunyi dan bising jantung, peristaltik usus, dan alirah darah dalam pembuluh darah. Pada auskultasi perlu diperhatikan adalah frekuensi denyut jantung.

2.Pemeriksaan Penunjang A.Laboratorium

1. Darah tepi :

• Hb rendah biasanya sekitar 9 – 10 g/dL

• Umur sel darah merah yang memendek

• Gambaran morfologi eritrosit : fragmentosit, mikrosferosit (warna tampak lebih gelap dengan diameter lebih kecil dibandingkan sel darah merah normal)

• Retikulosit meningkat 5 – 20 %

2. Pemeriksaan MCH, MCV, MCHC

 Mean Corpuscular Volume (MCV)

♣ Data yang diperlukan : nilai hematokrit (%) dan jumlah eritrosit (juta/uL)

♣ Rumus

VER Ht (%) X 10 (fL)

E (juta/uL)

♣ Nilai rujukan : 82-92 fL

 Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)

♣ Data yang diperlukan : kadar Hb (g/dl) dan jumlah eritrosit (juta/uL)

(6)

HER Hb (g/dl) X 10 (pg) E (juta/uL)

♣ Nilai rujukan : 27-37 pg

 Mean Corpuscular Hemogloblin Concentration (MCHC)

♣ Data yang diperlukan : kadar Hb (g/dl) dan nilai hematokrit (%)

♣ Rumus

KHER Hb (g/dl) X 100 (%)

Ht (%)

♣ Nilai rujukan : 32-37 %

Dalam kasus ini nilai MCV, MCH dan MCHC dalam nilai normal semua. Hasil pemeriksaan laboratorium pada anemia hemolitik dapat dibagi Dalam 3 kelompok:

1. Gambaran peningkatan penghancuran sel darah merah õ Bilirubin serum meningkat

õ Urobilinogen urin meningkat õ Sterkobilinogen feses meningkat õ Haptoglobin serum menurun

(7)

õ Retikulositosis

õ Hiperplasia eritroid sumsum tulang

3. Sel darah merah rusak

{ Morfologi: fragmentosit, mikrosferosit { Umur sel darah merah yang memendek Kriteria Anemia (WHO)

- ♂ dewasa: <13g/dL - ♀ dewasa: <12g/dL - ♀ hamil: <11g/dL - Anak 6-14 th: <12g/dL - Anak 6 bl-6 th: <11g/dL WORKING DIAGNOSIS2,3,5-7

Anemia Hemolitik adalah anemia yang terjadi karena meningkatnya penghancuran sel darah merah. Dalam keadaan normal, sel darah merah mempunyai waktu hidup 120 hari. Jika menjadi tua, sel pemakan dalam sumsum tulang, limpa dan hati dapat mengetahuinya dan merusaknya. Jika suatu penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang berusaha menggantinya dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang baru, sampai 10 kali kecepatan normal. Jika penghancuran sel darah merah melebihi pembentukannya, maka akan terjadi anemia hemolitik.

Kadang-kadang sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagai bahan asing (reaksi autoimun). Jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel darah merah, akan terjadi anemia

(8)

hemolitik autoimun. Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak penyebab tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Diagnosis ditegakkan jika pada pemeriksaan laboratorium ditemukan antibodi (autoantibodi) dalam darah, yang terikat dan bereaksi terhadap sel darah merah sendiri. Anemia hemolitik autoimun dibedakan dalam dua jenis utama, yaitu anemia hemolitik antibodi hangat dan anemia hemolitik antibodi dingin.

Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat, dimana autoantibodi bereaksi secara optimal pada suhu 37oC. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat disertai penyakit

lain.Gejala dan tanda awitan penyakit tersamar, gejala anemia terjadi perlahan-lahan, ikterik, dan demam. Pada beberapa kasus dijumpai perjalanan penyakit mendadak, disertai nyeri abdomen, dan anemia berat. Urin berwarna gelap karena terjadi hemogobinuri. Ikterik terjadi pada 40% pasien. Pada AIHA idiopatik splenomegali terjadi pada 50-60%, hepatomegali terjadi pada 30%, dan limfadenopati terjadi pada25% pasien. Hanya 25% pasien tidak disertai pembesaran organ dan limfonodi. Laboratorium H e m o g l o b i n s e r i n g d i j u m p a i d i b a w a h 7 g / d l . P e m e r i k s a a n C o o m b d i r e k b i a s a n y a p o s i t i f . autoantibodi tipe hangat biasanya ditemukan dalam serum dan dapat dipisahkan dari sel-sel eritrosit. A u t o a n t i b o d i i n i b e r a s a l d a r i k e l a s I g G d a n b e r e a k s i d e n g a n s e m u a s e l e r i t r o s i t p a s i e n s e n d i r i , biasanya antigen Rh.

H a n ya s e b a g i a n k e c i l p a s i e n m e n g a l a m i p e n ye m b u h a n k o m p l i t d a n s e b a g i a n b e s a r m e m i l i k i perjalanan penyakit yang berlangsung kronik, namun terkendali. Survival 10 tahun berkisar 70%.Anemia, DVT, emboli paru, infark limpa, dan kejadian kardiovaskular lain bisa terjadi selama p e r i o d e p e n ya k i t a k t i f . M o r t a l i t a s s e l a m a 5 - 1 0 t a h u n s e b e s a r 1 5 - 2 5 % . P r o g n o s i s p a d a A I H A sekunder tergantung penyakit yang mendasarinya.

Peningkatan penghancuran sel darah merah A. Kelainan intrakorpuskuler õ Membrane : - spherocytosis herediter - ovalocytosis herediter õ Enzyme : - Defisiensi G-6PD

(9)

- Defisiensi Piruvat Kinase õ Hemoglobin : - Thalassemia - Hemoglobinopathies B. Kelainan extrakorpuskuler õ Mekanikal:

Mikroangiopati hemolitik anemia õ Chemical Gas arsenik õ Infeksi : - Clostridium tetani - Malaria õ Antibodies : - SLE õ Hypersplenism Gejala Klinik

Pasien mungkin mengeluh lemah, pusing, cepat capek dan sesak. Pasien juga mengeluh kuning dan urinnya kecoklatan, meski jarang terjadi. Riwayat pemakaian obat-obatan dan terpajan toksin serta riwayat keluarga merupakan informasi penting yang harus ditanyakan saat anamnesis.Pada pemeriksaan fisik ditemukan kulit dan mukosa kuning. Splenomegali didapatkan pada beberapa anemia hemolitik. Pada anemia berat dapat ditemukan takikardi dan aliran murmur pada katup jantung.

DIFERENTIAL DIAGNOSIS1,4-6 1.Anemia Defisiensi Besi

Anemia akibat defisiensi besi untuk sintesis Hb nerupakan penyakit darah yang paling sering pada bayi dan anak. Frekuensinya berkaitan dengan aspek dasar metabolisme besi dan nutrisi

(10)

tertentu. Tubuh bayi baru lahir mengandung kira-kira 0,5 g besi, sedangkan dewasa kira-kira 5 g. Untuk mengejar perbedaan itu rata-rata 0,8 mg besi harus diabsorpsi tiap hari selama 15 tahun pertama kehidupan. Di samping kebutuhan pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan untuk menye-imbangkan kehilangan besi normal oleh pengelupasan sel. Karena itu, untuk mempertahankan keseimbangan besi positif pada anak, kira-kira 1 mg besi harus diresorpsi setiap hari. Besi diabsorpsi dalam usus halus proksimal, diperantarai sebagian oleh protein mobilferrin duodenum. Karena absorpsi besi makanan diperkirakan lebih kurang 10%, maka diet yang mengandung 8-10 mg besi diperlukan untuk nutrisi optimal.

Remaja juga rawan defisiensi besi karena kebutuhan yang tinggi untuk tumbuh pesat, defisiensi nutrisi, dan kehilangan darah menstruasi. Di beberapa negara yang berlimpah lebih kurang 40% dari anak perempuan dan 15% dari anak laki-laki mempunyai feritin serum kurang dari 16%, ini menunjukkan cadangan besi yang rendah dalam sumsum tulang. Pucat merupakan tanda paling

penting pada defisiensi besi. Sklera berwarna biru juga sering, meskipun ini juga ditemukan pada bayi normal. Pada defisiensi ringan sampai sedang (Hb 6-10 g/dL) mekanisme kompensasi, seperti kenaikan 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) dan pergeseran kurva disosiasi oksigen, mungkin demikian efektif sehingga sedikit saja keluhan anemia timbul, meskipun mungkin ada kenaikan iritabilitas. Limpa teraba membesar pada 10-15% penderita.

2.Anemia et causa penyait kronis

Penyakit kronis sering menyebabkan anemia, terutama pada penderita usia lanjut. Keadaan-keadaan seperti infeksi, peradangan dan kanker, menekan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang. Karena cadangan zat besi di dalam tulang tidak dapat digunakan oleh sel darah merah yang baru, maka anemia ini sering disebut anemia anemia penggunaan ulang zat besi. Pada semua penderita, infeksi (bahkan infeksi yang ringan) dan peradangan (misalnya

artritis dan tendinitis) menghambat pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang,

sehingga jumlah sel darah merah berkurang. Tetapi keadaan tersebut baru akan menimbulkan anemia jika sifatnya berat atau berlangsung dalam waktu yang lama (kronik). Karena anemia jenis ini berkembang secara perlahan dan biasanya ringan, anemia ini biasanya tidak menimbulkan gejala. Kalaupun timbul gejala, biasanya merupakan akibat dari penyakit kroniknya, bukan karena anemianya. Semakin berat penyakitnya, maka akan semakin berat anemia yang terjadi; tetapi anemia karena penyakit kronik jarang yang menjadi sangat berat: - Hematokrit (persentase sel darah merah dalam darah) jarang sampai dibawah 25% (pada pria normal 45-52%, pada wanita normal 37-48%)

(11)

- Hemoglobin (jumlah protein pengangkut oksigen dalam sel darah merah) jarang sampai

dibawah 8 gram/dL (normal 13-18 gram/dL).

3.Anemia Aplastik

Ada beberapa laporan mengenai anemia aplastik yang terkait dengan kehamilan, tetapi hubungan antara keduanya tidak jelas. Pada beberapa kasus, yang terjadi ialah eksaserbasi anemia aplastik yang telah ada sebelumnya oleh kehamilan dan hanya membaik setelah terminasi kehamilan. Pada kasus-kasus lainnya, aplasia terjadi selama kehamilan atau persalinan dan dapat kambuh pada kehamilan berikutnya. Terminasi kehamilan atau persalinan dapat memperbaiki fungsi sumsum tulang, tetapi penyakit dapat memperburuk bahkan menjadi fatal setelah persalinan. Terapi meliputi terminasi kehamilan efektif, terapi suportif, imunosupresi, atau transplantasi sumusum tulang setelah persalinan.

Resiko yang biasa di dapat yaitu perdarahan dan infeksi. Terapi dengan pemberian steroid, testosterone (dapat menyebabkan virilisasi pada bayi), transfuse darah dan tranplantasi sum-sum tulang.

ETIOLOGI1,5,6

Pada prinsipnya anemia hemolisis dapat terjadi karena : 1)defek molekular : hemoglobinopati dan enzimopati 2)abnormalitas struktur dan fungsi membran-membran

3)faktor lingkungan seperti trauma mekanik atau autoantibodi. Berdasarkan etiologinya anemia hemolisis dapat dikelompokkan menjadi :

1. Anemia Hemolisis Herediter, yang termasuk kelompok ini :

• Defek enzim/enzimopati

o Defek jalur Embden Meyerhof

- Defisiensi piruvat kinase

- Defisiensi glukosa fosfat isorerrase - Defisiensi fosfogliserat kinase

(12)

- D e f i s i e n s i G 6 P D

- Defisiensi glutation reduktase

• Hemoglobinopati

o Thalassemia o Anemia sickle cell o Hemoglobinopati lain

• Defek membran (membranopati) : sferositosis herediter

2. Anemia Hemolisis Didapat, yang termasuk kelompok ini adalah :

oAnemia hemolisis imun, misalnya : idiopatik, keganasan, obat-obatan, kelainan autoimun,infeksi, transfusi

oMikroangiopati, misalnya : Trombotik Trombositopenia Purpura (TTP), Sindrom Uremik Hemolitik (SUH), Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID), preeklampsia, eklampsia,hipertensi maligna, katup prostetik

oInfeksi, misalnya : infeksi malaria, infeksi babesiosis, infeksi Clostridium

EPIDEMIOLOGI5

Anemia merupakan masalah yang dihadapi oleh banyak negara, baik negara maju maupun berkembang. Di negara maju prevalensi anemia tergolong relatif rendah dibandingkan dengan negara berkembang yang diperkirakan mencapai 90 % dari semua individu. Beberapa peneliti dan laporan menyatakan bahwa anemia gizi besi merupakan prevalensi yang paling tinggi dari berbagai anemia gizi, dan hampir separuh dari semua wanita di negara berkembang menderita anemia.

PATOFISIOLOGI

Etiologi menyebabkan hiperplasia eritropoiesis dan pelebaran anatomik sumsum tulang menyebabkan meningkatnya destruksi eritrosit beberapa kali lipat sebelum pasien menjadi anemia. Saking cepatnya destruksi tersebut, maka hemolisis pun tidak hanya terjadi pada

(13)

ekstravaskular. Hemolisis intravaskular pun turut terjadi, dimana sel darah merah lisi di pembuluh darah dan melepaskan hemoglobin yang kemudian akan diubah menjadi methemalbumin.

Di sini terjadilah, hemoglobinemia. Lalu, hemoglobin bebas yang berlebih akan difiltrasi oleh glomerulus. Jika kecepatan hemolisi s mensaturasi k a p a s i t a s r e a b s o r p s i t u b u l u s g i n j a l , h e m o g l o b i n b e b a s m e m a s u k i u r i n e . H a l i n i menyebabkan hemoglobinuria dan hemosiderinuria (protein cadangan besi dalamsedimen besi). Kecepatan destruksi eritrosit juga menyebabkan splenomegali karena limpa yang bekerja dengan keras untuk melakukan destruksi tersebut

PENATALAKSANAAN4,5,6 Medika Mentosa

• Kortikosteroid: 1-1,5 mg/kgBB/hari. Dalam 2 minggu sebagian besar akan menunjukkan

responklinis baik (Hmt meningkat, retikulosit meningkat, tes coombs direk positif lemah, tes coombindirek negatif). Nilai normal dan stabil akan mencapai pada hari ke- 30 sampai hari ke- 90. Bilaada tanda respon terhadap steroid, dosis diturunkan tiap minggu 10-20 mg/hari. Terapi steroid dosis <30 mg/hari diberikan secara selang 1 hari. Beberapa pasien akan memerlukan terapi r u m a t a n d e n g a n d o s i s s t e r o i d r e n d a h , n a m u n b i l a d o s i s p e r h a r i m e l e b i h i 1 5 m g / h a r i u n t u k mempertahankan kadar Hmt, maka perlu segera dipertimbangkan terapi dengan modalitas lain.

• I m u n o s u p r e s i , A z a t i o p r i n 5 0 - 2 0 0 m g / h a r i ( 8 0 m g / m2) , s i k l o f o s t a m i d

5 0 - 1 5 0 m g / h a r i ( 6 0 mg/m2).

• Terapi lain: danazol 600-800 mg/hari. Biasanya danazol dipakai bersama-sama steroid. Bilaterjadi perbaikan, steroid diturunkan atau dihentikan dan dosis danazol diturunkan menjadi 200-400 mg/hari. Terapi imunoglobulin (400 mg/hari selama 5 hari) menunjukkan perbaikan pada beberapa pasien, namun dilaporkan terapi ini

(14)

juga tidak efektif pada beberpa pasien lain. Jadi terapi ini diberikan bersama terapi lain dan responnya bersifat sementara. Terapi plasmaferesismasih kontroversial.

Non Media Mentosa

• Splenektomi. Bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan tappering dosis selama 3 bulan, maka perlu dipertimbangkan splenektomi. Splenektomi akan menghilangkan tempatu t a m a p e n g h a n c u r a n s e l d a r a h m e r a h . H e m o l i s i s m a s i h b i s a t e r u s b e r l a n g s u n g s e t e l a h splenektomi, namun akan dibutuhkan jumlah sel eritrosit terikat antibodi dalam jumlah yang jauh lebih besar untuk menimbulkan kerusakan erotrosit yang sama. Remisi komplit pascasplenektomi mencapai 50-75%, namun tidak bersifat permanen. Glukokortikoid dosis rendahmasih sering digunakan setelah splenektomi.

• Terapi transusi: terapi transfusi bukan merupakan kontra indikasi mutlak. Pada kondisi yangmengancam jiwa (misal Hb < 3 g/dl) transfusi dapat diberikan, sambil menunggu steroid danimunoglobulin untuk berefek.

KOMPLIKASI

Akibat anemia yang berat dan lama, sering tarjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang membesar mudah ruptur akibat trauma yang ringan. Kadang-kadang talasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan trombopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.

(15)

PREVENTIV

Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi. Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang-kacangan. Perlu diperhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi.

Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian suplemen Fe dosis rendah 30 mg. Sedangkan untuk orang dengan anemia defisiensi besi dapat diberikan suplemen Fe sulfat 325 mg 60-65 mg, 1-2 kali sehari. Untuk yang disebabkan oleh defisiensi asam folat dapat diberikan asam folat 1 mg/hari atau untuk dosis pencegahan dapat diberikan 0,4 mg/hari. Dan bisa juga diberi vitamin B12 100-200 mcg/hari

PROGNOSIS

Buruk jika kekurangan sel darah merah tidak ditangani secara cepat.

KESIMPULAN

Anemi hemolitik adalah anemi yang terjadi karena pemecahan yang berlebihan darisel eritrosit (hemolisis) tanpa diikuti oleh kemampuan yang cukup dari sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit bagi mengatasi hemolisis yang berlebihan tersebut, sumsum tulang akan mengalami hyperplasia. Ada dua faktor yang mempengaruhi hemolisis yaitu : a).Faktor Instrinsik (intra korpuskuler) ,kelainan terutama pada sel eritrosit , sering merupakan kelainan bawaan, kelainan terutama pada enzym eritrosit ,b). Faktor Ekstrinsik (extra korpuskuler) kelainan umumnya didapat (aguaired) dan biasanya merupakan kelainan immunologi .

(16)

Klasifikasi dan etiologi anemi hemolitik yaitu : a). Penyakit hemolitik yang diturunkan (Inherited hemolytic disorders) biasanya merupakan kelainan membrane, enzym glycolytic, kelainan metabolik nukleotide ,deffisiensi enzym pentosephosphat ,kelainan syntese dan struktur eritrosit ,b).Anemi hemolitik didapat (Aquaired hemolitik anemi) : Anemi hemolitik immune,anemi mikroangiopatik, Infeksi ,zat kimiawi,physical agent, PNH ,hypophosphospatemia ,vit.E deffisiensi pada newborns.

Pemeriksaan laboratorium yang penting diantaranya yaitu, hitung sel darah secara lengkap (C.B.C) :Hb.,Ht.,Jumlah lekosit, eritrosit ,trombosit ,retikulosit ,nilai MC ,pemeriksaan SADT, osmotik Fragiliti Test, pemeriksaan Biokimiawi dan pemeriksaan immunologi.

REFERENSI

1. Buku Modul Blok 24 Hematologi & Onkologi

2. Kee, Joyce. Pendoman pemeriksaan laboratorium & diagnostik. Jakarta: EGC; 2007. hal: 194-201

3. Mansjoer,arif. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-3. Cetakan ke-7. Jakarta: Media Aesculapius; 2005. hal: 288-90.

4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 5. Harrison. Prinsip – prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Vol 2. Edisi 13. Mcgraw Hill.2005

6. Sudoyo Aru w, Setiyohadi B, eta al. Pendekatan Terhadap Pasein Anemia dan Anemia Defisisnesi Besi, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publisihing, Jakarta. Cetakan 1 November 2009; p1109-1115, 1127-1137

7. Sudiono H, Iskandar Ign, et al. Penuntun Patologi Klinik Hematologi, Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Ukrida. Biro Publikasi UKRIDA, Jakarta. Cetakan kedua 2007; p 103-111

(17)

Referensi

Dokumen terkait