• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PEMERIKSAAN VCT PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS II MELAYA KABUPATEN JEMBRANA PROVINSI BALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PEMERIKSAAN VCT PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS II MELAYA KABUPATEN JEMBRANA PROVINSI BALI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PEMERIKSAAN VCT

PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS II MELAYA

KABUPATEN JEMBRANA PROVINSI BALI

I Gusti Ayu Ary Anggarini

Program Studi Diploma IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

ABSTRACT

Background: Knowing HIV status earlier for pregnant women by using VCT is very important to prevent the transferring of HIV virus to their baby. The factors that influence pregnant women’s behavior are divided into internal factors(age, sex, education, jobs) and external factors(the distance to medical service, and family role).

Objectives: This research is to analyze the factors that influence pregnant women’s behavior to do VCT examination at the working area of public health center II Melaya, Jembrana, Bali.

Design: Analytic correlation with cross sectional design. Population=pregnant women at the working area of public health center II Melaya on January-March 2014. The sampling used total sampling technique to 98 samples. The data of pregnant women’s age, education, jobs, respondent who have done the VCT examination were taken from mother’s kohort registration, ANC registration, VCT registration. The bivariat analyze by chi square test(α = 0,05).

Result: The majority of young respondent’s age was 87,8%,have the middle education level was 61,2%, don’t have a jobs were 66,3%,didn’t do the VCT examination was 76,5%. Bivariat analyze showed there was no significant correlation between age and VCT examination in pregnant women(p=1,000), there was a significant correlation between education and VCT examination in pregnant women(p=0,0001),there was a significant correlation between jobs and VCT examination in pregnant women(p=0,0001),

Conclusion: There was no significant correlation between age and VCT examination in pregnant women, there was a significant correlation between education and VCT examination in pregnant women, and there was a significant correlation between jobs and VCT examination in pregnant women.

Keywords: age, education, jobs, behavior, VCT, pregnant women.

PENDAHULUAN

Indonesia adalah salah satu dari negara di Asia yang memiliki kerentanan Human

Immunodeficiency Virus (HIV) akibat dampak

perubahan ekonomi dan perubahan kehidupan sosial. Penularan HIV umumnya terjadi akibat perilaku manusia, sehingga menempatkan individu dalam situasi yang rentan terhadap infeksi. Indonesia sudah menjadi negara urutan ke 5 di Asia paling beresiko HIV/ Acquired

Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Infeksi

HIV merupakan salah satu penyakit menular yang dikelompokkan sebagai faktor yang dapat mempengaruhi kematian ibu dan anak. (Kemenkes RI, 2011).

Epidemi HIV di Indonesia telah berlangsung selama 25 tahun dan sejak tahun

2000 sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub populasi berisiko tinggi (dengan prevalensi HIV > 5%), yaitu pengguna napza suntik (penasun), wanita pekerja seks (WPS), LSL (Laki-laki suka seks dengan laki-laki) dan waria. Situasi epidemi HIV juga tercermin dari hasil Estimasi Populasi Rawan tertular HIV tahun 2012, diperkirakan ada 13,8 juta orang rawan tertular HIV dengan jumlah terbesar pada sub populasi pelanggan pekerja seks yang jumlahnya lebih dari 6 juta orang dan pasangannya sebanyak hampir 5 juta orang. Pasangan pelanggan WPS yang jumlahnya hampir 5 juta (35%) ini, sebagian besarnya adalah ibu rumah tangga yang berisiko juga tertular HIV tanpa disadarinya (Kemenkes RI, 2013).

(2)

Risiko penularan HIV sebenarnya tidak hanya terbatas pada sub populasi yang berperilaku risiko tinggi, tetapi juga pada pasangan atau istrinya, bahkan anaknya. Tanpa upaya khusus, diperkirakan pada akhir tahun 2016 akan terjadi penularan HIV secara kumulatif pada lebih dari 26.977 anak yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HIV. Para ibu ini sebagian besar tertular dari suaminya (Kemenkes RI, 2013).

Bali dari segi jumlah penderita menempati urutan kelima tingkat nasional setelah Jawa Barat, Jawa Timur, Papua, dan DKI Jakarta. Namun dari segi perbandingan kasus yang terjadi dengan jumlah penduduk (prevalensi) HIV di Bali adalah nomor dua setelah Papua dan cenderung meningkat mengikuti deret ukur yang sebagian besar ditemukan pada usia muda reproduktif. Kasus HIV Propvinsi Bali tahun 2012 ternyata lebih banyak pada jenis kelamin perempuan daripada jenis kelamin laki-laki, yaitu ditemukan 414 kasus baru pada perempuan dan 340 kasus baru pada laki - laki. Ini berbanding terbalik jika dibandingkan dengan jumlah kasus HIV tahun 2011 dimana terdapat 2166 kasus HIV dengan 1.262 kasus pada laki-laki dan 904 kasus pada perempuan. Hal ini terjadi karena sudah banyak ditemukan kasus HIV pada ibu rumah tangga yang pada awalnya tidak termasuk mereka yang berisiko tinggi (Dinkes Provinsi Bali, 2013).Jumlah perempuan yang terinfeksi HIV dari tahun ke tahun semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah laki-laki yang melakukan hubungan seksual tidak aman, yang akan menularkan HIV pada pasangan seksualnya (Kemenkes RI, 2013).

Dari beberapa penelitian diperoleh prevalensi atau perbandingan jumlah kasus HIV/AIDS pada ibu hamil dengan jumlah populasi ibu hamil di Bali adalah 1%. Dimana diperkirakan 500 ibu hamil terinfeksi HIV setiap tahunnya dengan jumlah populasi ibu hamil sebanyak 50.000 orang. Hal ini menunjukkan bahwa bali sudah memasuki Epidemi meluas (generalized epidemic),

ditandai dengan HIV sudah menyebar di populasi (masyarakat) umum, yaitu prevalensi HIV lebih dari 1% diantara ibu hamil(KPA Provinsi Bali, 2013).Pada ibu hamil, HIV bukan hanya merupakan ancaman bagi keselamatan jiwa ibu, tetapi juga merupakan ancaman bagi anak yang dikandungnya karena penularan yang terjadi dari ibu ke bayinya. Lebih dari 90% kasus anak HIV, mendapatkan

infeksi dengan cara penularan dari ibu ke anak/mother to child transmission(MTCT) dan setengah dari anak yang terinfeksi tersebut akan meninggal sebelum ulang tahun kedua. (Kemenkes RI, 2013).

Penegakkan status HIV pada ibu hamil sedini mungkin sangat penting untuk mencegah penularan HIV kepada bayi, karena ibu dapat segera memperoleh pengobatan

antiretroviral (ARV), dukungan psikologis,

dan informasi tentang HIV/AIDS. Salah satu prinsip untuk mengetahui apakah seseorang tertular HIV adalah melalui pemeriksaan darah yang disebut dengan tes HIV melalui

Voluntary Counselling and Testing (VCT).

(Kemenkes RI, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saputri, dkk (2011) di RSUP Sanglah provinsi Bali diperoleh hasil bahwa 29 ibu (100%) diketahui telah menegakkan status terinfeksi HIV sebelum kelahiran anak dan ARV diberikan sesegera mungkin bagi ibu-ibu tersebut. Dua puluh Sembilan anak (100%) yang dilahirkan oleh ibu penderita HIV yang mengikuti program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) / preventionmother to

child transmission (PMTCT) juga diberikan

ARV profilaksis. Sebanyak 28 anak tersebut (96,55%) diketahui lahir secara seksio sesaria, sedangkan hanya 1 (3,45%) lahir pervaginam. Dua puluh sembilan (100%) anak tersebut diberikan formula eksklusif hingga usia 6 bulan. Setelah penegakkan diagnostik HIV pada anak dilakukan, diketahui bahwa seluruh (100%) anak tersebut berstatus HIV negatif. Hal ini membuktikan bahwa penegakkan status HIV pada ibu hamil sedini mungkin dapat mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi.

Puskesmas I Melaya dan Puskesmas II Melaya adalah Puskesmas yang berada di Kabupaten Jembrana Provinsi Bali. Dimana pada tahun 2013-2014 ditemukan beberapa kasus HIV pada wilayah kerja kedua Puskesmas ini. Yaitu terdapat 1 kasus HIV pada laki-laki di wilayah kerja Puskesmas I Melaya dan terdapat 2 kasus HIV pada ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas II Melaya. Puskesmas I Melaya dan Puskesmas II Melaya ikut melaksanakan program PPIA sejak september 2013 dengan wajib menawarkan VCT pada seluruh ibu hamil yang melakukan ANC di wilayah kerja Puskesmas tersebut. Namun hingga bulan Maret 2014 dari 215 ibu hamil yang melakukan ANC di wilayah kerja Puskesmas I Melaya hanya 14orang (7,5%)

(3)

yang bersedia untuk melakukan pemeriksaan VCT dan 200 orang (92,5%) menolak. Untuk Puskesmas II Melaya dari 100 ibu hamil yang melakukan ANC hanya 10 orang (10%) yang menerima dan 90 orang (90%) menolak untuk melakukan pemeriksaan VCT.

Perilaku menerima dan menolak VCT yang dilakukan oleh ibu hamil dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2007), menyebutkan bahwa faktor-faktor yang dapat membedakan perilaku, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Dimana faktor internal tersebut merupakan faktor yang berhubungan langsung dengan pelaku yaitu usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar (lingkungan) yang mempengaruhi misalnya saja, jarak tempat pelayanan ataupun peran keluarga.

Menurut Huclok dalam Wawan dan Dewi (2011), semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Pada usia yang semakin tua maka seseorang semakin banyak pengalamannya sehingga pengetahuannya semakin bertambah. Karena pengetahuannya banyak maka seseorang akan lebih siap dalam menghadapi sesuatu (Notoatmodjo, 2007). Data RISKESDAS 2010 menunjukkan bahwa berdasarkan karakteristik yaitu usia ibu saat hamil, cakupan ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan secara lengkap yang terendah ada pada kelompok ibu hamil usia <20 tahun dan yang tertinggi adalah kelompok usia 20-34 tahun.

Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal–hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi (Wawan dan Dewi, 2011). Semakin tinggi pendidikan seorang wanita maka semakin mampu mandiri dengan sesuatu yang menyangkut diri mereka sendiri (Widyastuti dkk, 2008). Semakin tinggi pendidikan semakin menyadari untuk segera melakukan pemeriksaan pada bulan pertama kehamilannya. Hal ini dibuktikan dari cakupan ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan secara lengkap, jika dilihat dari segi pendidikan adalah terendah kelompok ibu hamil yang tidak sekolah dan yang tertinggi adalah kelompok ibu hamil yang tamat perguruan tinggi (RISKESDAS, 2010).

Menurut Widyastuti, dkk (2009) kesibukan aktifitas yang berlebihan memungkinkan wanita tidak mempunyai banyak waktu untuk keluarga karena pusat perhatiannya pada kesuksesan karirnya, sehingga bisa menelantarkan peran sebagai istri dan sebagai ibu.Data RISKESDAS 2010 menunjukkan bahwa berdasarkan karakteristik yaitu pekerjaan ibu hamil, cakupan ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan secara lengkap yang terendah ada pada kelompok ibu hamil dengan pekerjaan petani/nelayan/buruh dan yang tertinggi adalah kelompok ibu hamil dengan pekerjaan sebagai PNS/TNI/POLRI/Pegawai. Menurut Wawan dan Dewi (2011), bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Hal ini membuat ibu hamil yang sibuk bekerja kurang memiliki waktu datang ke Puskesmas untuk memeriksakan kehamilannya secara lengkap, termasuk melakukan VCT.

Pada studi pendahuluan yang penulis lakukan di Puskesmas II Melaya pada bulan Maret 2014 penulis mengambil secara acak 5 ibu hamil yang melakukan pemeriksaan VCT dan 5 ibu hamil yang tidak melakukan pemeriksaan VCT kemudian penulis klasifikasikan menurut usia, pendidikan, pekerjaan, didapatkan hasil sebagai berikut : untuk yang melakukan pemeriksaan VCT 5 orang memiliki usia 20-35th dan memiliki latar belakang pendidikan menengah, 3 orang bekerja dan 2 orang tidak bekerja. Untuk yang tidak melakukan pemeriksaan VCT 2 orang memiliki usia <20th, 2 orang memiliki usia 20-35th dan 1 orang memiliki usia 35+ th. Kelima orang yang tidak melakukan pemeriksaan VCT ini jika dilihat dari pendidikannya 3 orang memiliki latar belakang pendidikan dasar dan 2 orang memiliki latar belakang pendidikan menengah. Kelima orang yang tidak melakukan pemeriksaan VCT ini semuanya bekerja. Hal ini menarik minat peneliti untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemeriksaan VCT pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali.

METODOLOGI PENELITIAN Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan desain

Analitic Korelasi yang bertujuan untuk

menemukan ada tidaknya hubungan. Alasan menggunakan desain ini karena pada penelitian

(4)

ini, peneliti mencoba untuk menganalisis hubungan usia, pendidikan, pekerjaan dengan VCT pada ibu hamil. Dengan menggunakan pendekatan cross sectional dimana variabel sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan secara simultan (dalam waktu yang bersamaan). Pengumpulan data untuk jenis penelitian ini, baik untuk variabel risiko atau sebab (independent variable) maupun variabel akibat (dependent variable) dilakukan secara bersama-sama atau sekaligus (Notoatmodjo, 2012). Independent variable dalam penelitian ini adalah usia, pendidikan, pekerjaan. Dan dependent variable dalam penelitian ini adalah VCT pada ibu hamil. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali pada bulan AgustusTahun 2014. Populasi dan sampel

Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil di wilayah kerja puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali pada bulan Januari-Maret Tahun 2014 yang berjumlah 98 orang.

Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling, seluruh populasi dijadikan subyek penelitian. Sehingga sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil di wilayah kerja puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali pada bulan Januari-Maret Tahun 2014 yang berjumlah 98 orang.

Kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan eksklusi. yaitu kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri–ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang diambil sebagai sampel. Sedangkan kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel (Notoadmodjo, 2012). Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :Ibu hamil yang memiliki data lengkap. Analisis data

Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk menggambarkan distribusi dan presentasi dari

tiap variabel yaitu usia, pendidikan, pekerjaan, dan perilaku pemeriksaan VCT pada ibu hamil.

Analisis Bivariat

Analisis ini untuk melihat hubungan variabel bebas secara sendiri-sendiri dengan variabel terikat. Data pada variabel dependen yaitu perilaku pemeriksaan VCT dengan variabel independen yaitu usia, pendidikan, pekerjaan adalah sama-sama data kategori, maka analisis bivariat dilakukan dengan uji statistik “chi square”.

Dalam penelitian ini keterbatasan uji chi

square terjadi pada hubungan usia dengan

perilaku pemeriksaan VCT (tabel 3x2). yaitu terdapat nilai harapan (E) <5, sebanyak 30%. Kemudian peneliti menggabungkan kategori usia dewasa dan usia tua menjadi usia dewasa (tabel 2x2) untuk memperbesar frekuensi harapan dari sel tersebut. Setelah tabel 2x2 ini di uji kembali dengan chi square ternyata masih terdapat 1 sel yang memiliki nilai harapan (E) <5, sehingga syarat chi square tidak terpenuhi maka peneliti menggunakan uji

fisher exact.

HASIL PENELITIAN Analisis Univariat

Usia Ibu

Tabel 1.

Distribusi Frekuensi Usia Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali

Usia Ibu Frekuensi Persentase (%) Usia muda (<20 tahun) 7 7,1 Usia dewasa (20-34 tahun) Usia tua (≥35 tahun) 86 5 87,8 5,1 Total 98 100,0

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 98 responden, sebagian besar responden berusia dewasa (20-34 tahun) sebanyak 86 orang (87,8%). Responden yang memiliki usia muda (<20 tahun) sebanyak 7 orang (7,1%), sedangkan yang memiliki usia tua (≥35 tahun) hanya 5 orang (5,1%).

(5)

Pendidikan Ibu

Tabel 2.

Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali

Pendidikan Ibu Frekuensi Persentase (%) Dasar (SD-SMP) 30 30,6 Menengah (SMA) 60 61,2 Tinggi (Diploma, Sarjana, Magister, doktor, spesialis) 8 8,2 Total 98 100,0 Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 98 responden, sebagian besar responden memiliki latar belakang pendidikan menengah (SMA) yaitu sebanyak 60 orang (61,2%), responden yang memiliki tingkat pendidikan dasar (SD-SMP) sebanyak 30 orang (30,6%), sedangkan responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi (Diploma, Sarjana, Magister, Doktor, Spesialis) hanya 8 orang (8,2%).

Pekerjaan Ibu

Tabel 3.

Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali

Pekerjaan Ibu Frekuensi Persentase (%) Bekerja 33 33,7 Tidak bekerja 65 66,3 Total 98 100,0

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 98 responden, sebagian besar responden tidak bekerja yaitu sebanyak 65 orang (66,3%), sedangkan responden yang bekerja hanya 33 orang (33,7%).

Perilaku Pemeriksaan VCT pada Ibu Hamil

Tabel 4.

Distribusi Frekuensi Perilaku Pemeriksaan VCT pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali Perilaku Pemeriksaan VCT Frekuensi Persentase (%) Melakukan 23 23,5 Tidak melakukan 75 76,5 Total 98 100,0 Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 98 responden, sebagian besar responden tidak melakukan pemeriksaan VCT yaitu sebanyak 75 orang (76,5,%), sedangkan responden yang melakukan pemeriksaan VCT hanya 23 orang (23,5%).

Analisis Bivariat

Hubungan antara Usia Ibu dengan Perilaku Pemeriksaan VCT

Tabel 5.

Tabulasi Silang Hubungan antara Usia Ibu dengan Perilaku Pemeriksaan VCT Usia Ibu

Perilaku Pemeriksaan VCT

Total Melakukan Tidak melakukan

f % f % f %

Usia muda 1 14,28 6 85,72 7 100,0 Usia dewasa 22 24,18 69 75,82 91 100,0 Total 23 23,47 75 76,53 98 100,0

p value = 1,000

Dari uji statistik dengan Fisher's Exact didapatkan p value =1,000. Berarti p value > 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dan

perilaku pemeriksaan VCT pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali.

(6)

Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Perilaku Pemeriksaan VCT

Tabel 6.

Tabulasi Silang Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Perilaku Pemeriksaan VCT Pendidikan Ibu

Perilaku Pemeriksaan VCT

Total Melakukan Tidak melakukan

f % f % f % Dasar 0 0 30 100 30 100,0 Menengah 15 25 45 75 60 100,0 Tinggi 8 100 0 0 8 100,0 Total 23 23,47 75 76,53 98 100,0 p value = 0,0001

Dari uji statistik dengan chi square didapatkan p value = 0,0001. Berarti p value ≤ 0,05 yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dan perilaku

pemeriksaan VCT pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali.

Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Perilaku Pemeriksaan VCT

Tabel 7.

Tabulasi Silang Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Perilaku Pemeriksaan VCT Pekerjaan Ibu

Perilaku Pemeriksaan VCT

Total Melakukan Tidak melakukan

f % f % f %

Bekerja 21 63,64 12 36,36 33 100,0 Tidak bekerja 2 3,08 63 96,92 65 100,0 Total 23 23,47 75 76,53 98 100,0

p value = 0,0001

Dari uji statistik dengan chi square didapatkan p value = 0,0001. Berarti p value ≤ 0,05 yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dan perilaku pemeriksaan VCT pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali.

PEMBAHASAN Analisis Univariat

Usia

Pada penelitian ini responden yang terbanyak adalah ibu yang berusia dewasa (20-34 tahun) sebanyak 86 orang (87,8%) karena pada usia ini seorang wanita telah dikatakan dewasa dan matang baik secara mental dan fisik termasuk organ reproduksi untuk hamil dan melahirkan. Walaupun usia 20-34 tahun adalah usia terbaik bagi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan, namun peneliti masih menemukan responden yang berusia <20 tahun sebanyak 7 orang (7,1%) dengan rincian sebagai berikut: 4 orang berusia 19 tahun, 2 orang berusia 17 tahun dan 1 orang berusia 15

tahun. Hal ini terjadi akibat adanya pernikahan pada usia dini karena berbagai alasan.

Untuk responden yang berusia ≥ 35 tahun hanya 5 orang (5,1%). Kelima responden ini merupakan multipara atau multigravida, yaitu perempuan yang hamil lebih dari satu kali (Ramali, 2005). Jumlah ini paling kecil karena kehamilan di usia ≥ 35 tahun merupakan kehamilan dengan resiko tinggi yang dapat menyebabkan bahaya baik dalam proses kehamilan maupun persalinan. Sehingga kehamilan di usia ini harus dihindari. Tampaknya masyarakat di wilayah kerja Puskesmas II Melaya sudah menyadari akan bahaya mengandung di usia ≥ 35 tahun, sehingga hanya 5,1 % responden yang memiliki usia ≥ 35 tahun. Dan responden yang memiliki usia ini merupakan ibu yang hamil anak

Pendidikan

Dalam penelitian ini disampaikan bahwa tingkat pendidikan terbanyak pada pendidikan menengah yaitu pendidikan SMA sebanyak 61,2%. Hal ini karena sebagaian besar masyarakat masih memiliki pandangan bahwa

(7)

pendidikan menengah sudah cukup sebagai bekal untuk perempuan mengurus rumah tangga dan mendidik anak. Adanya budaya Bali yang cenderung lebih mengutamakan anak laki-laki membuat para orang tua dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu mendahulukan pendidikan untuk anak laki-laki daripada anak perempuan, dengan harapan anak laki-laki sebagai penerus keluarga dapat mengangkat derajat dan martabat orang tua.

Pekerjaan

Dalam penelitian ini disampaikan bahwa sebagian besar responden tidak bekerja yaitu sebanyak 65 orang (66,3%). Responden yang tidak bekerja ini memiliki latar belakang pendidikan dasar dan menengah yang membuat mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dengan penghasilan yang memuaskan terlebih jika mereka tidak memiliki keahlian atau keterampilan khusus. Hal ini yang membuat ibu-ibu ini terpaksa tidak bekerja, diam dirumah untuk mengurus suami, anak dan rumah tangga. Sedangkan untuk responden yang bekerja hanya 33 orang (33,7%), dengan rincian sebagai berikut : buruh 2 orang, pedagang 10 orang, pegawai swasta 18 orang, dan PNS 3 orang.

Perilaku Pemeriksaan VCT pada Ibu Hamil

Pemeriksaan VCT adalah pemeriksaan HIV atas dasar suka rela yang didahului dengan konseling. VCT merupakan kegiatan bersifat suka rela, rahasia, terdapat konseling sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di laboratorium serta adanya persetujuan tertulis

(informed consent). (Kemenkes RI, 2009).

Dalam penelitian ini disampaikan bahwa sebagian besar responden tidak melakukan pemeriksaan VCT yaitu sebanyak 75 orang (76,5,%). Hal ini selain disebabkan oleh beberapa faktor yang memang mempengaruhi perilaku ibu hamil untuk melakukan atau tidak melakukan pemeriksaan VCT, juga disebabkan kurang meluasnya informasi di masyarakat mengenai manfaat pemeriksaan VCT bagi ibu hamil.

Analisis Bivariat

Hubungan antara Usia Ibu dengan Perilaku Pemeriksaan VCT

Dari hasil yang telah dipaparkan di atas, dapat dilihat responden yang memiliki usia muda (<20th) dan tidak melakukan

pemeriksaan VCT sebesar 85,72%. Jika dilihat dari batasan usia, responden yang memiliki usia muda (< 20th) masih berada dalam masa remaja. Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan tidak mantap. Kegoncangan atau ketidakstabilan emosi pada individu remaja akan mempengaruhi pola pikir remaja. Emosi seseorang akan mempengaruhi pikiran dan daya nalar orang yang bersangkutan yang kemudian akan mengendalikan tindakan atau perilaku manusia (Notoatmodjo, 2010). Remaja cenderung tidak mampu untuk menyelesaikan masalah sendiri (Hurlock, 2009). Kegoncangan, ketidakstabilan emosi, dan ketidakmampuan mengambil keputusan sendiri membuat responden yang berusia muda (<20 tahun) ini memerlukan orang dewasa untuk membantu mengambil keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan pemeriksaan VCT. Orang dewasa disini yang dapat membantu mengambil keputusan adalah suami atau orang tua atau bahkan mertua. Keterlibatan orang lain dalam mengambil keputusan ini tentu saja akan berdampak kurang baik jika orang lain tersebut tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang pemeriksaan VCT pada ibu hamil.

Responden yang memiliki usia dewasa (≥20 tahun) dan tidak melakukan pemeriksaan VCT sebesar 75,82%. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Pada usia yang semakin tua maka seseorang semakin banyak pengalamannya sehingga pengetahuannya semakin bertambah. Karena pengetahuannya banyak maka seseorang akan lebih siap dalam menghadapi sesuatu (Notoatmodjo, 2007).

Seharusnya responden dengan usia dewasa lebih banyak yang melakukan pemeriksaan VCT daripada yang tidak karena kedewasaannya dalam berfikir mampu menghadapi dan beradaptasi dengan sesuatu yang baru. Serta mampu mengambil keputusan sendiri tanpa bantuan dari suami atau orang tua atau bahkan mertua. Namun hasil penelitian menunjukkan hal yang sebaliknya. Responden yang berusia dewasa 75,82% tidak melakukan pemeriksaan VCT. Ini disebabkan masih adanya stigma tentang penderita HIV membuat responden takut untuk melakukan pemeriksaan VCT serta kurang gencarnya sosialisasi pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan deteksi dini melalui pemeriksaan VCT,

(8)

sehingga pengetahuan tentang pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan deteksi dini melalui pemeriksaan VCT hanya diketahui oleh ibu hamil yang ditawarkan untuk melakukan pemeriksaan VCT ketika memeriksakan kehamilannya ke bidan praktek swasta atau puskesmas.

Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa pada responden baik yang berusia muda maupun yang berusia dewasa lebih banyak responden yang tidak melakukan pemeriksaan VCT daripada responden yang melakukan pemeriksaan VCT. Dari hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan perilaku pemeriksaan VCT pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali. Ini dikarenakan banyak faktor, seperti : pendidikan, pekerjaan, sosial budaya, lingkungan fisik, tingkat emosional, tingkat kecerdasan, dll yang ikut mempengaruhi pengambilan keputusan ibu hamil untuk berperilaku sesuai dengan program kesehatan yang dianjurkan, dalam hal ini melakukan pemeriksaan VCT.

Selain faktor pendidikan, pekerjaan, sosial budaya, lingkungan fisik, tingkat emosional, tingkat kecerdasan, dll yang ikut mempengaruhi pengambilan keputusan ibu hamil untuk berperilaku sesuai dengan program kesehatan yang dianjurkan, dalam hal ini melakukan pemeriksaan VCT. kurangnya promosi kesehatan kepada masyarakat mengenai pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan deteksi dini melalui pemeriksaan VCT menjadi salah satu sebab banyaknya ibu hamil yang tidak melakukan pemeriksaan VCT.

Sejauh ini di wilayah kerja Puskesmas II Melaya informasi mengenai pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan deteksi dini melalui pemeriksaan VCT hanya disampaikan saat petugas kesehatan menawarkan ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan VCT. Seharusnya promosi kesehatan mengenai pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan deteksi dini melalui pemeriksaan VCT disampaikan secara meluas kepada seluruh masyarakat terutama pada wanita usia reproduktif agar seluruh masyarakat tau mengenai pentingnya pemeriksaan VCT pada ibu hamil sebagai upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak.

Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Perilaku Pemeriksaan VCT

Dari hasil yang telah dipaparkan di atas, dapat dilihat bahwa pada responden yang berpendidikan tinggi 100% melakukan pemeriksaan VCT, responden yang berpendidikan menengah hanya 25% yang melakukan pemeriksaan VCT, dan responden yang berpendidikan dasar tidak ada yang melakukan pemeriksaan VCT (0% yang melakukan pemeriksaan VCT). Dalam hal ini pendidikan berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki ibu. Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar, jadi semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin mudah pula menerima informasi, sehingga banyak pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan. Hal demikian dikemukakan juga oleh Notoatmodjo (2007) bahwa pendidikan yang rendah dapat menyebabkan timbulnya pola pemikiran yang irasional dan adanya kepercayaan-kepercayaan kepada takhayul. Ibu yang seperti ini akan sulit menerima hal-hal baru.

Seluruh responden dengan pendidikan dasar tidak melakukan pemeriksaan VCT, karena pengetahuan yang dimiliki kurang dan proses penerimaan hal-hal baru yang ada di sekitarnya akan berjalan dengan lambat dan mungkin juga sulit. Begitu pula dengan responden dengan tingkat pendidikan menengah, yang walaupun tingkat pendidikan ini dikatakan cukup baik namun kurangnya sosialisasi yang diberikan kepada para ibu mengenai pemeriksaan VCT dan adanya stigma terhadap penderita HIV membuat para ibu dengan tingkat pendidikan sedang tersebut menjadi takut untuk melakukan pemeriksaan VCT. Sehingga hanya 25% responden yang berpendidikan menengah melakukan pemeriksaan VCT.

Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Perilaku Pemeriksaan VCT

Bagi perempuan dari strata menengah keatas, bekerja bagi mereka adalah bagian dari aktualisasi diri. Dengan bekerja maka akan meningkatkan penghasilan. Penghasilan perempuan meningkat, maka pola pemenuhan kebutuhan akan bergeser, dari pemenuhan kebtuhan lain, khususnya peningkatan kesehatan perempuan (Widyastuti dkk, 2009). Dengan bekerja sebagai PNS atau pegawai

(9)

swasta responden memiliki jam kerja, lingkungan kerja, pergaulan dilingkungan kerja atau pergaulan diluar rumah yang dapat membuka wawasan tentang kesehatan dan mendukung responden untuk memenuhi kebutuhan peningkatan kesehatan perempuan. Hal ini yang membuat ibu hamil yang bekerja sebagai PNS dan pegawai swasta tetap meluangkan waktunya untuk melakukan pemeriksaan VCT sebagai upaya pemenuhan kebutuhan peningkatan kesehatan perempuan.

Sedangkan untuk responden yang bekerja dan tidak melakukan pemeriksaan VCT sejumlah 12 orang (36,36%). Dari 12 orang yang bekerja dan tidak melakukan pemeriksaan VCT yang bekerja sebagai pedagang 9 orang, responden yang bekerja sebagai buruh 2 orang, dan responden yang bekerja sebagai pegawai swasta 1 orang. Dapat dilihat sebagian besar responden yang bekerja dan tidak melakukan pemeriksaan VCT bekerja sebagai pedagang dan buruh yang merupakan wanita dari strata menengah kebawah. Menurut Widyastuti, dkk (2009) perempuan dari strata menengah kebawah, bekerja disektor publik kebanyakan atas dorongan kebutuhan ekonomi. Demi memenuhi kebutuhan ekonomi mereka cenderung mengabaikan pemenuhan kebutuhan peningkatan kesehatan perempuan, dalam hal ini melakukan pemeriksaan VCT ibu hamil. Selain itu responden yang bekerja sebagai pedagang dan buruh ini tidak memiliki jam kerja, lingkungan kerja, pergaulan di lingkungan kerja yang dapat membuka wawasan tentang kesehatan dan mendukung responden untuk memenuhi kebutuhan peningkatan kesehatan perempuan. Hal ini yang membuat ibu hamil yang bekerja sebagai pedagang dan buruh tidak dapat meluangkan waktunya untuk melakukan pemeriksaan VCT. Untuk responden yang tidak bekerja dan tidak melakukan pemeriksaan VCT sebanyak 96,92%. Jumlah ini cukup tinggi karena ibu yang tidak bekerja terlalu sibuk mengurusi keperluan rumah tangganya. Bagi perempuan di rumah mempunyai beban kerja lebih besar dari pada laki–laki, 90% pekerjaan domestik/rumah tangga dilakukan oleh perempuan (Widyastuti dkk, 2009). Terlebih pada ibu yang tidak bekerja ini tidak memiliki pergaulan lain diluar rumah yang dapat menambah pengetahuan atau informasi baru tentang kesehatan. Beban pekerjaan rumah tangga yang besar dan kurangnya pergaulan

diluar rumah yang dapat membuka wawasan tentang kesehatan membuat responden yang tidak bekerja kurang tertarik untuk melakukan pemeriksaan VCT.

SIMPULAN

Tidak ada hubungan antara usia dengan perilaku pemeriksaan VCT pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali.

Ada hubungan antara pendidikan dengan perilaku pemeriksaan VCT pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali.

Ada hubungan antara pekerjaan dengan perilaku pemeriksaan VCT pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali.

SARAN

Peneliti lain dapat mengadakan penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemeriksaan VCT pada ibu hamil di wilyah kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali.

Hendaknya ibu hamil berperan aktif dalam melaksanakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil dan keluarganya, dalam hal ini melakukan pemeriksaan VCT sebagai upaya pencegahan penukaran HIV dari ibu ke anak.

Petugas kesehatan yang ada di Puskesmas II Melaya diharapkan dapat lebih banyak memberikan informasi dan pendidikan melalui promosi kesehatan kepada masyarakat khususnya pada wanita usia reproduktif tentang pemeriksaan VCT pada ibu hamil yang merupakan deteksi dini infeksi HIV sebagai upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak agar dapat menghilangkan stigma terhadap penderita HIV dan dapat membentuk perilaku kesehatan yang baik pada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta.

[2] Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Bali tahun 2012. Denpasar.

(10)

[3] Haditono SR. 2006. Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

[4] Hurlock EB. 2009. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.

[5] Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008a. Penolakan. http://kbbi.web.id/penolakan. [Mei 17, 2014]

[6] Kamus Besar Bahasa Indonesia.2008b. Penerimaan. http://kbbi.web.id/penolakan. [Mei 17, 2014]

[7] Kamus Besar Bahasa Indonesia.2008c. Pendidikan. http://kbbi.web.id/penolakan. [Mei 17, 2014]

[8] Kementrian Kesehatan RI. 2013. Rencana Aksi Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) Indonesia 2013-2017.

[9] Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Bali. 2013. Portal HIV dan AIDS. http://aidsbali.org [Maret 12, 2014] [10] Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi

Sumatra Utara. 2007. Voluntary Counseling Test (VCT). http://VCTKomisiPenanggulanganAIDSs umut.htm [Maret 12, 2014]

[11] Novasanti H. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Ibu Dalam Program Imunisasi Dasar pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Ungaran. [Skripsi]. Ungaran : STIKES Ngudiwaluyo.

[12] Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta . [13] Notoatmodjo S. 2010. Ilmu Perilaku

Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

[14] Notoatmodjo S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

[15] Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta.

[16] Nursalam dan Kurniawati. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Salemba Medika. Jakarta. [17] Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 21 Tahun 2013. Penanggulangan HIV dan AIDS. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

[18] Ramali A. 2005. Kamus Kedokteran. Djambatan. Jakarta.

[19] Riskesdas. 2010. Pelayanan Antenatal. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

[20] Riyanto A. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta.

[21] Saifuddin A. 2009. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

[22] Saputri; Niruri dan Kumara. 2013. Pelaksanaan Intervensi Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2007-2011. Jurnal Farmasi Udayana.

[23] Saryono. 2009. Metodologi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi Pemula.Mitra Cendekia Press. Yogyakarta.

[24] Siswanto Y. 2011. Modul Mata Kuliah Biostatistik. PSKM-STIKES Ngudi Waluyo. Ungaran.

[25] Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. CV Alfabeta. Bandung.

[26] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.

[27] Wawan A dan Dewi M. 2011. Teori dan PengukuranPengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Nuha Medika. Yogyakarta.

[28] Widyastuti Y. 2009. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya. Yogyakarta. [29] Willis S. 2012. Remaja dan Masalahnya.

Gambar

Tabel  2  menunjukkan  bahwa  dari  98  responden, sebagian besar responden memiliki  latar  belakang  pendidikan  menengah  (SMA)  yaitu  sebanyak  60  orang  (61,2%),  responden  yang  memiliki  tingkat  pendidikan  dasar   (SD-SMP)  sebanyak  30  orang

Referensi

Dokumen terkait

Permukaan yang kasar mengakibatkan gaya adhesi (ikatan antara agregat dan pasta) akan semakin kuat. Kebersihan agregat akan mempengaruhi kekuatan beton sebaiknya

Abstrak : Tulisan ini mengungkap tentang Pemikiran K. Ahmad Dahlan yang menyatukan dikotomi ilmu pengetahuan, bercorak intelektual, moral dan religius dapat terlihat

SISTEM PENGENALAN UCAPAN HURUF VOKAL MENGGUNAKAN METODE LINEAR PREDICTIVE CODING (LPC) DAN JARINGAN. SARAF TIRUAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ)

[r]

adalah proses kompilasi pikiran alam ke dalam pikiran manusia yang akan terungkap kembali saat kita berdialog dengan alam. • Berdialog dengan alam tidak

Semakin tinggi Capital Adequacy Ratio (CAR) maka semakin besar pula sumber daya finansial yang dapat digunakan untuk keperluan pengembangan usaha dan mengantisipasi

4.2.4 Perbandingan PPh Terutang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Dengan adanya perbandingan

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan karuniaNya penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul OPINI REMAJA SURABAYA MENGENAI