• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUMBERDAYA TERIPANG DI PULAU-PULAU DERAWAN, KALIMANTAN T1MUR. Oleh. Prapto Darsono

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SUMBERDAYA TERIPANG DI PULAU-PULAU DERAWAN, KALIMANTAN T1MUR. Oleh. Prapto Darsono"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Oseana, Volume XXVII, Nomor 1, 2002 : 9-18 ISSN 0216- 1877

SUMBERDAYA TERIPANG DI PULAU-PULAU DERAWAN, KALIMANTAN T1MUR

Oleh Prapto Darsono

ABSTRACT

HOLOTHURIANS RESOURCES OF THE DERAWAN ISLANDS, EAST KALIMANTAN. Trepang is one of the international trading fishery commodities. Indonesia is the main supplier to the importir countries. Trepang fishery is commonly practiced in Indonesia including at Derawan Islands, East Kalimantan. There are trepang resources that at least 21 species were recorded during the biological survey conducted at the area, including species that have high pricemarket as sandfish Holothuria scabra, teatfish H. fiiscogilva, pineaplefish Thelenota ananas, and some species of stonefish Actinopyga spp. The occurrence of those holothurians at the area is low that show their scantiness. It is marked by difficulties in finding them. Generaly, only one individu was found for every species at the observed area. A rtisanal fishery is practiced for trepang by fishermen who collect them litle by litle. The lack of holothurian resource should have to be anticipated by developing its culture soon.

PENDAHULUAN

Sudan sejak lama, lebih dari satu abad, para nelayan mengumpulkan teripang dari alam (laut) untuk diolah menjadi produk teripang kering, dan menjadi sumber pendapatan mereka (CONAN 1990). Produk teripang kering tersebut mereka jual pada tengkulak pengumpul yang kemudian akan mengekspornya ke beberapa negara pembeli. Meskipun produk teripang termasuk komoditi "miscelaneous" dalam statistik perikanan, namun Indonesia termasuk pemasok terbesar

di negara-negara tujuan seperti Singapura, Hong Kong, dan Taiwan (CONAND & BYRNE 1993). Kenyataan bahwa teripang mendapat tempat penting di pasar dunia tidak mempengaruhi perhatian terhadapnya, khususnya terhadap usaha eksploitasinya di In-donesia. Penurunan stok populasi alaminya sudah sangat nyata dirasakan namun hampir tidak ada sumber dokumentasinya. Dalam pada itu ukuran teripang yang dikumpulkan para nelayan makin kecil dan mereka harus memburunya pada tempat yang makin dalam.

(2)

Teripang (holothurians) adalah kelompok hewan dari kelas Holothuroidea (Filum Echinodermata), dan berkerabat dengan bintang laut (asteroid), bintang mengular (ophiuroid), lili laut (crinoid), maupun bulu babi (echinoid). Kelas tersebut dibedakan lebih l a n j u t d a l a m e n a m b a n g s a ( o r d o ) yaitu Dendrochirotida,Aspidochirotida, Dactylochirotida, Apodida, Molpadida, dan Elasipoda. Tidak kurang dan 1200 jenis teripang sudah dikenal (MORGAN & AR-CHER 1999), tapi berapa jenis ada di Indone-sia tidak ada catatan pasti, namun tidak kurang dan 56 jenis (MASSIN 1999). Temuan jenis baru masih sangat mungkin mengingat luasnya wilayah dan beragamnya habitat perairan In-donesia (MASSIN & LANE 1991; MASSIN & TOMASICK 1996). Dan sekian banyak sumberdaya teripang di Indonesia sekitar 11 jenis merupakan target perburuan (AZIZ, 1987). Peranan dan fungsi kehadiran teripang di daerah terumbu karang dibicarakan dalam BIRKELAND(1989).

Dalam kesempatan survei biologi laut di daerah Pulau-pulau Derawan, Kalimantan Timur (DARSONO & AZIZ 2000), penulis mendapati produk teripang yang diusahakan oleh para nelayan setempat. Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan para nelayan maupun observasi serta koleksi teripang di lapangan, ditambah acuan referensi yang dikumpulkan, maka disusunlah catatan berikut ini.

CARA PENGAMATAN DAN ANALISA Lokasi survei difokuskan pada daerah terumbu karang di lokasi Pulau-pulau Derawan (Gambar 1). Beberapa pulau yang sempat disurvei yaitu Pulau Derawan, Pulau Panjang, Pulau Samama, dan Pulau Sangalaki. Koleksi teripang dilakukan baik di daerah rataan maupun lereng (tubir) terumbu. Koleksi di daerah tubir dilakukan oleh para penyelam

P3O-LIPI. Secara khusus dilakukan wawancara dengan beberapa nelayan tentang kegiatan perikanan teripang di daerah setempat.

Pengamatan dengan metoda transek kuadrat dilakukan untuk memperoleh gambaran kepadatan. Garis transek ditarik dari pantai ke arah tubir di daerah rataan terumbu, dengan plot pengamatan (sampling) digunakan frame berukuran 1 x 1 m2. Titik plot pengamatan dilakukan tiap jarak 10 meter sepanjang garis transek. Pengamatan diusahakan dilakukan pada saat atau menjelang surut.

Identifikasi jenis teripang (holothunians) yang dikumpulkan dilakukan dengan referensi CLARK & ROWE (1971), ROWE & DOTY (1977), CANNON & SILVER (1986), MASSIN (1999). Analisa mengacu pada referensi yang ada (AZIZ 1987; CON AND & SLOAN 1989;CONAND 1990,1998; TUWO & CONAND 1992; FERDOUSE 1999; dan MORGAN & ARCHER 1999) , terutama untuk mengulas kedudukan perikanan teripang di Indonesia,

HASIL DAN PEMBAHAS AN Koleksi teripang berhasil mengumpulkan sebanyak 14 jenis termasuk satu jenis sinaptid (Tabel 1). Tidak semua jenis selalu ditemukan pada setiap lokasi atau pulau, hanya Holothuria atra yang dijumpai pada setiap lokasi. Jenis ini selalu nadir di daerah terumbu karang (BAKUS 1973; ROWE & DOTY 1977), dan bukan merupakan jenis target penburuan. Kehadiran jenis-jenis teripang yang lain bisa dianggap sebagai representasi keberadaannya pada lokasi survei. Pengamatan dan identifikasi teripang kering yang dikumpulkan oleh para nelayan, sedikitnya ada 16 jenis teripang dieksploitasi sebagai produk perikanan. Hasil koleksi dan identifikasi teripang kering yang dikumpulkan para nelayan tesebut memperlihatkan bahwa tidak kurang dari 21

(3)
(4)

jenis teripang (Tabel 1) potensial ada pada lokasi Pulau-pulau Derawan. Jenis-jenis teripang yang menjadi target perburuan utama yaitu teripang pasir Holothuria scabra, teripang susu Holothuria fuscogilva, teripang

nenas Thelenota ananas, dan beberapa jenis teripang batu Atinopyga spp. Sedang jenis-jenis yang lain menjadi target kedua karena harganya relatifmurah.

(5)

Hasil pengamatan transek diperoleh enam jenis teripang (termasuk satu jenis sinaptid) (Tabel 2) yang secara acak masuk dalam sampling. Frekuensi kehadiran dari tiap jenis sangat rendah, tidak selalu ada pada setiap transek atau lokasi pulau. Kepadatannya lebih tepat dikatakan sebagai "langka", karena hanya satu individu tiap jenis yang ditemukan. Parameter ekologi yang ada tidak bisa berbicara banyak karena kelangkaan jenis-jenis teripang tersebut. Secara alami stok populasi jenis-jenis teripang di daerah tropika adalah relatif sedikit. Stok populasi yang kecil tersebut bila mendapat tekanan eksploitasi intensif ditambah sifat regenerasi dan pertumbuhan yang lambat, maka akan terjadilah depleting resources. Kelangkaan jenis-jenis teripang tersebut diduga akibat dari kegiatan eksploitasi yang berlebihan.

perikanannya masih baik. Perikanan bersifat artisanal, para nelayan mengumpulkan teripang sedikit demi sedikit. Teripang yang terkumpul kemudian diproses untuk dikeringkan dengan 'pengasapan' Perikanan teripang bersifat multispecies, berbagai jenis teripang dipungut. Produk teripang berupa teripang kering (Gambar 2) biasanya dibawa/dijual ke Palu atau Serawak-Malaysia. Harga teripang kering, bervariasi menurut jenisnya, per-Kg dipasaran setempat (pada saat survei, 1999) mencapai antara Rp. 6000 sampai dengan Rp. 125.000,-. Contoh jenis teripang dengan kualitas baik yaitu teripang putih, Holothuria scabra, kualitas sedang yaitu teripang nanas, Thelenota ananas, dan kualitas biasa yaitu teripang hitam, Holothuria atra. Data statistik ataupun catatan produksi teripang tidak jelas bahkan sangat tidak reliable. Data impor dari negara penerima

Tabel 2. Daftar jenis fauna teripang (holothurians) dari lokasi transek.

Teripang adalah kelompok jenis dari holothuroid yang dieksploitasi sebagai produk perikanan untuk diperdagangkan (CONAND 1990, 1998; CONAND & SLOAN 1989; CONAND & BYRNE 1993). Hasil wawancara dengan beberapa nelayan pengumpul teripang di lokasi survei, tersirat bahwa potensi

mungkin lebih riel. Impor teripang di Hong Kong tahun 1996 (Tabel 3) bisa memberi gambaran banyaknya produk teripang dan kedudukan Indonesia sebagai negara pemasok utama. Meskipun begitu terlihat kecenderungan menurunnya pasokan teripang dari tahun ke tahun (Tabel 4 ) (FERDOUSE 1999).

(6)

Gambar 2. A. Foto teripang kering - Proses Pengasapan teripang

(7)

Tabel 3. Impor teripang di Hong Kong, Januari - Maret 1996 (Sumber: Infofish Trade News II / 96,17/6/96)

(8)

Tabel 4. Impor teripang di Hong Kong dari Indonesia (1993-1996) (Ferdouse 1999)

Kelangkaan teripang dan kepadatan yang rendah telah terjadi hampir diseluruh wilayah Indonesia (DARSONO et al. 1998), akibat pungut lebih. Namun demikian Indone-sia sampai saat ini masih merupakan negara pemasok terbesar impor teripang di Hongkong (CONAND & BYRNE 1993) dan menurut catatan TUWO & CONAND (1992) produk teripang di Indonesia cenderung meningkat. Terlepas dari hal ini, kelangkaan dan rendahnya stok teripang di alam adalah sinyal kepunahan sumberdaya teripang bila tidak diantisipasi dengan usaha pelestariannya segera mungkin. Nampaknya kelangsungan perikanan teripang dan produksinya harus berbasis pada budidaya (CONAND 1998; GUTIERREZ-GARDA 1999; SCHOPPE 2000).

KESIMPULAN

1. Sekitar 21 jenis teripang (holothunians) potensial ada di daerah terumbu karang Pulau-pulau Derawan, beberapa jenis diantaranya merupakan jenis yang laku dan relatif mahal harganya seperti Holothuria scabra, H.fuscogilva, Actinopyga spp., dan Thelenota ananas.

2. Kegiatan perikanan teripang di daerah ini masih terus berlangsung meskipun pengumpulan dilakukan sedikit demi sedikit. Hal demikian yang terjadi karena kelangkaan sumberdaya teripang. Perikanan teripang bersifat multispecies, hampir semua jenis teripang dipungut.

3. Tidak ada data statistik atau catatan yang reliable tentang produksi teripang dari daerah ini. Kenyataan yang ada memberi indikasi kuat telah terjadi depleting resources teripang. Introduksi budidaya teripang kepada para nelayan merupakan hal yang perlu segera dilakukan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Data merupakan bagian hasil dari kegiatan survei sumberdaya biologi laut di wilayah Kappel Kalimantan Timur yang berlangsung pada September 1999. Terima kasih kepada sdr. Supardi dan Agus Budijanto atas bantuannya selama kerja lapangan.

DAFTARPUSTAKA

AZIZ, A. 1987. Beberapa catatan tentang perikanan teripang di Indonesia dan kawasan Indo-Pasifik Barat. Oseana 12 (2): 68- 78.

BAKUS, G.J. 1973. The biology and ecology of tropical holothurians. In: Biology and Geology of Coral Reef (O. A. Jones & R. Endean, eds.), vol. 2 (Biol. 1). Aca-demic Press, New York: 325 - 367. BIRKELAND, C. 1989. The influence of

echi-noderms on coral reef communities. In: Echinoderm Studies 3 (M. Jangoux & J.M. Lawrence, eds.), A.A. Balkema, Rotterdam: 1- 79.

(9)

CANNON, L.R.G. and H. SILVER 1986. Sea cucumbers of Northern Australia. Queensland Museum, Brisbane: 60 pp. CLARK, A.M. and F.W.E. ROWE 1971.

Monograph of Shallow-water Indo-west Pacific Echinoderms. Trustees British Museum (Nat. Hist.), London: 238 pp.

CONAND, C. 1990. The Fishery Resources of Pacific Island Countries, Part 2. Holothurians. FAO Fisheries Technical Paper 272.2., FAO- UN, Rome: 143 pp. CONAND, C. 1998. Over exploitation in the

present world sea cucumber fisheries and persepectives in maniculture. In : Echinoderms. (R. Mooi & M. Telford, eds.). Proceed. 9th Internat. Echinoderm Conference San Francisco, California, USA, 5-9 August 1996, Rotterdam, Brookfield, Balkema: 449- 454.

CONAND, C. and N.A. SLOAN 1989. World fisheries for echinoderm. In : Marine Invertebrate Fisheries : Their Assess-ment and ManageAssess-ment. (J.F. Coddy, ed.). A Wiley- Interscience Publ. John Wiley & Son. Inc. New York: 647- 663. CONAND, C. and M. BYRNE 1993. A review

of recent developments in the world sea cucumber fisheries. Marine Fisherie s R e v i e w 5 5 ( 4) : 1 - 1 3 .

CONAND, C. and A. TUWO 1996. Commercial holothurians in South Sulawesi, Indonesia: Fisheries and mariculture. Beche-de-mer, Inform. Bull. 8: 17- 21. DARSONO, P. dan A. AZIZ (2001). Fauna

ekhinodermata dari daerah terumbu karang Pulau-pulau Derawan, Kalimantan Timur. Pesisir dan Pantai Indonesia VI (2): 213-225.

DARSONO, P., A. AZIZ dan A. DJAMALI 1998. Kepadatan stok teripang pada beberapa lokasi di Indonesia. Torani, edisi khusus, Juni 1998 : 264- 272. FERDOUSE, F. 1999. Beche-de-mer markets

and utilisation. Beche-de-mer, Inform. Bull. 11:3-9.

GUTIERREZ-GARDA, A. 1999. Potential culture of sea cucumber in Mexico. Beche-de-mer, Inform. Bull. 11: 26- 29. MASSIN, C. 1999. Reef-dwelling

Holothuroidea (Echinodermata) of the Spermonde archipelago (South-West Sulawesi, Indonesia). Zoologische Verhandelingen 329: 1- 144.

MASSIN, C. and D.J.W. LANE 1991. Descrip-tion of a new species of sea cucumber (Stichopodidae, Holothuroidea, Echi-nodermata) from the Eastern Indo-Ma-layan Archipelago: Thelenota rubralineata n. sp. Micronesica 24 (1): 57-64.

MASSIN, C. and T. TOMASCIK 1996. Two new holothunians (Echinodermata Holothuroidea) from an anchialine lagoon of an uplifted atoll, Kakaban Island, East Kalimantan, Indonesia.

Raffles Bull. Zool 44 ( 1 ) : 157-172.

MORGAN, A. and J. ARCHER 1999. Over-view: Aspect of sea cucumber industry research and development in the South Pacific. Beche-de-mer, Inform. Bull. 1 2 : 15-17.

SCHOPPE, 5. 2000. Sea cucumber fishery in the Philippines. Beche-de-mer Inform. Bull. 13: 10-12.

TUWO, A. and C. CONAND 1992. Develop-ment in beche-de-mer production in Indonesia during the last decade. Beche-de-mer, Inform. Bull. 4 : 2-3.

Gambar

Tabel 1. Jenis-jenis teripang yang potensial di lokasi survei (Pulau-pulau Derawan)
Tabel 2. Daftar jenis fauna teripang (holothurians) dari lokasi transek.
Gambar 2. A. Foto teripang kering - Proses Pengasapan teripang
Tabel 3. Impor teripang di Hong Kong, Januari - Maret 1996  (Sumber: Infofish Trade News II / 96,17/6/96)
+2

Referensi

Dokumen terkait