• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR DAN PROSPEK HIDROKARBON DAERAH FRONTIER PADA CEKUNGAN MELAWI-KETUNGAU, KALIMANTAN BARAT DENGAN METODE GAYABERAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR DAN PROSPEK HIDROKARBON DAERAH FRONTIER PADA CEKUNGAN MELAWI-KETUNGAU, KALIMANTAN BARAT DENGAN METODE GAYABERAT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR DAN PROSPEK

HIDROKARBON DAERAH FRONTIER PADA CEKUNGAN

MELAWI-KETUNGAU, KALIMANTAN BARAT DENGAN

METODE GAYABERAT

Trias Ningrum1, Wawan Gunawan A. Kadir1, Susanti Alawiyah1, Eko Januari Wahyudi1 Sari

Cekungan Melawi-Ketungau terletak di Kalimantan Barat, Indonesia. Terbatasnya data mengenai cekungan ini menyebabkan perkembangan eksplorasi di kawasan ini menjadi sangat terbelakang (frontier). Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk memperoleh informasi lebih lanjut mengenai prospek hidrokarbon dengan metode gayaberat. Data gayaberat yang digunakan merupakan kompilasi dari berbagai data yang ada di Pulau Kalimantan. Interpretasi struktur dan batas cekungan dilakukan berdasarkan anomali SVD dan untuk mengetahui distribusi densitas bawah permukaan, dibuat model bawah permukaan melalui teknik forward modeling dengan Encom ModelVision Pro version 9.0 dan inverse modeling dengan UBC Grav3D. Hasil pemodelan yang didukung oleh data geologi menunjukkan ketebalan sedimen rata-rata daerah penelitian sekitar 4.62 ± 0.157 km. Hasil analisis struktur berdasarkan pola anomali SVD menunjukkan adanya dua sesar naik berarah relatif timur-barat serta dua sesar geser menganan berarah relatif barat laut-tenggara. Subcekungan Melawi berpotensi mengan-dung hidrokarbon dan hasil analisis prospek di kawasan ini merekomendasikan 4 daerah yang dapat dikembangkan sebagai lapangan migas, yaitu Prospek A, Prospek B, Prospek C, dan Prospek D yang berada pada nilai anomali SVD tinggi.

Kata kunci: Cekungan Melawi-Ketungau, pemodelan gayaberat, prospek hidrokarbon. Abstract

The Melawi-Ketungau Basin is located in West Kalimantan, Indonesia. Limited data related to this basin causes the exploration development in this area becomes frontier, compared to Kutei Basin in the east and Natuna Basin in the west. Therefore, the objective of this study is to obtain more information about the prospect of the hydrocarbon using gravity method. The data used in this study is a compilation of various existing data in Kalimantan. The interpretation of the structures and the boundary of the basin are based on the SVD anomaly and to determine the density distribution, subsurface models were made with forward modeling technique using Encom ModelVision Pro version 9.0 and inverse modeling with UBC Grav3D. Modeling results supported by geological data indicate that the average thickness of sediment in the study area is about 4.62 ± 0.157 kilometers. The result of the structure analysis based on the SVD anomaly shows two reverse faults that extends to the relative east-west direction and two dextral strike-slip faults with the relative direction NW-SE. The Melawi Basin potentially contains hydrocarbon and the prospect analysis in this area recommends 4 areas that can be developed as oil and gas fields: Prospect A, Prospect B, Prospect C, and Prospect D which are located on the high anomaly SVD.

Keywords: Melawi-Ketungau Basins, gravity modeling, hydrocarbon prospect

1)

Program Studi Teknik Geofisika-Institut Teknologi Bandung

Jl. Ganesa No. 10, Bandung 40132, Telp: +62-22 2534137, Fax: +62-22 2534137, Email: trias_rush@yahoo.co.id I. PENDAHULUAN

Gayaberat merupakan salah satu metode

geofisika yang digunakan untuk menggambarkan struktur geologi bawah permukaan berdasarkan variasi medan gravitasi bumi akibat perbedaan densitas secara lateral. Salah satu penerapan metode gayaberat yaitu dalam tahap awal eksplorasi hidrokarbon dimana metode ini digunakan untuk memperkirakan keberadaan cekungan.

Cekungan Melawi-Ketungau di Kalimantan Barat (Gambar 1) merupakan cekungan dengan

status frontier area, dimana keberadaan

hidrokarbon pada kawasan ini (khususnya Subcekungan Melawi) belum banyak diketahui secara luas. Salah satu kontraktor migas yang telah melakukan kegiatan pada kawasan ini yaitu Canadian Oxy pada tahun 1995. Beberapa pengeboran eksplorasi (Sumur West Kayan-1

dan Sumur Kedukul-1) mengidentifikasi

keberadaan gas pada beberapa formasi batuan. Bukti lain mengenai keberadaan hidrokarbon di daerah Cekungan Melawi-Ketungau yaitu adanya rembesan minyak dan gas di hulu Sungai Melawi, Sungai Rebunge, Sungai Pocoh, dan di sekitar antiklin Kedukul dan Antiklin Sepauk (Tim Studi Petroleum System Cekungan Melawi-Ketungau Kalimantan Barat, 2004).

Dalam penelitian ini, penulis mengidentifikasi struktur sesar dan batas cekungan daerah penelitian, memodelkan bawah permukaan daerah penelitian berdasarkan nilai kontras densitas batuan untuk estimasi ketebalan sedimen serta memetakan top basement Cekungan Melawi-Ketungau, serta analisis daerah yang berprospek mengandung hidrokarbon serta memberikan rekomendasi daerah/lokasi prospek hidrokarbon untuk eksplorasi lebih lanjut.

(2)

Gambar 1. Cekungan Melawi-Ketungau, Kalimantan Barat

(Hall, 2005)

II. METODOLOGI

Pada penelitian ini, tahap-tahap yang penulis lakukan untuk mencapai tujuan penelitian antara lain dengan melakukan studi pustaka mengenai metode gayaberat dan informasi sejarah geologi

Cekungan Melawi-Ketungau, kemudian

melakukan kompilasi data anomali Bouguer daerah penelitian agar didapat anomali residual melalui penapisan dengan metode moving average dan second vertical derivative melalui penapisan dengan FFT vertical derivative orde 2. Dari anomali residual dilakukan pemodelan ke depan dan kebelakang, sementara dari anomali second vertical derivative dilakukan analisis struktur dan batas cekungan.

Pemodelan kedepan dilakukan dengan

mengunakan perangkat lunak Encom

ModelVision Pro verison 9.0, sementara

pemodelan ke belakang dilakukan dengan menggunakan UBC Grav3D.

Selain itu, dilakukan juga kajian mengenai petroleum system cekungan untuk mengetahui

prospek keberadaan hidrokarbon dalam

Cekungan Melawi-Ketungau. Dari berbagai hasil kajian data gayaberat dan petroleum system, dibuatlah peta pola arah migrasi untuk

menentukan daerah-daerah prospek untuk

kegiatan eksplorasi selanjutnya.

III. TATANAN GEOLOGI

Secara tektonik, Cekungan Melawi-Ketungau merupakan cekungan yang terletak pada Paparan

Sunda. Pembentukan cekungan-cekungan

sedimen Tersier di daerah Kalimantan sebelah barat dipengaruhi oleh proses subduksi dari Laut Cina Selatan (Lempeng Eurasia) yang mengarah ke selatan sebelum terjadi tumbukan (collision) Luconian microcontinent (Hutchison, 1996). Pergerakan lempeng kerak Samudera dari Laut Cina Selatan yang berarah ke selatan menunjam kerak Benua Sundaland (Schwaner Core),

kemudian diikuti tumbukan Luconian Platform yang mendesak lempeng kerak Samudera. Pada energi maksimum, penunjaman ini menyebabkan kerak samudera patah sehingga membentuk graben-graben yang selanjutnya diisi oleh sedimen sebagai awal mula terbentuknya Cekungan Melawi-Ketungau.

Lempeng Eurasia yang bergerak selama Kapur hingga Tersier awal menghasilkan tektonik komplek pada daerah Cekungan

Melawi-Ketungau. Aktivitas tektonik pra-Tersier

mengawali konfigurasi cekungan yang dibatasi oleh tinggian (basement high) granit, basalt, sekis dan filit pada Formasi Semitau pada umur Triassic-Jura. Kejadian tektonik pada Kapur akhir menghasilkan tinggian dan rendahan, tinggian yang terdiri dari granit Kapur ini memisahkan Subcekungan Melawi pada bagian selatan dan Subcekungan Ketungau pada bagian utara.

Secara umum perkembangan sesar-sesar di Cekungan Melawi-Ketungau dipengaruhi oleh adanya gerak sesar mendatar Luconia (Sesar Melawi Timur) dan gerak sesar mendatar dari Sesar Amar (Tim Studi Petroleum System Cekungan Melawi-Ketungau Kalimantan Barat, 2004). Sistem deformasi Sesar Melawi Timur ditandai dengan gerak mendatar menganan yang berarah barat laut-tenggara. Sesar ini diprediksi terbentuk pada zaman Pra-Tersier. Sistem deformasi Sesar Amar ditandai dengan gerak menganan yang berarah barat timur laut-timur tenggara. Deformasi Sesar Amar diperkirakan berlangsung sejak Pra-Tersier akibat adanya

tumbukan mikrokontinen Sunda dengan

Lempeng Eurasia.

Sistem deformasi Sesar Boyan ditandai dengan gerak sesar naik berarah timur-barat. Sesar ini berkembang di sekitar Tinggian Semitau,

membentuk jalur lurus yang membatasi

Subcekungan Melawi di sebelah utara. Sistem ini diperkirakan berumur Oligosen Akhir.

Konfigurasi Cekungan Melawi-Ketungau

dikontrol oleh beberapa aktivitas tektonik selama Kapur awal dan Paleosen. Batuan yang tersingkap di Cekungan Melawi-Ketungau terdiri dari batuan praTersier berupa batuan metamorf filit dan sekis, batuan beku basalt, granit dan granodiorit serta sedimen klastik Kapur (Gambar 2).

Petroleum System

Batuan induk di Cekungan Melawi-Ketungau diperkirakan berasal dari sedimen klastik halus berumur Kapur, Eosen, dan Oligosen. Namun, kandungan organik karbon (TOC) yang matang

(3)

terdapat pada Formasi Pendawan (TOC = 0.52% - 2.22%) dengan Ro 0.7 – 0.81% dan kandungan dominan pada formasi ini merupakan kerogen penghasil gas (gas prone) dari jenis humik.

Gambar 2. Kolom stratigrafi Cekungan Melawi-Ketungau, Kalimantan Barat (Tim Studi Petroleum System Cekungan Melawi-Ketungau

Kalimantan Barat, 2004)

Reservoir utama yang berkembang pada daerah ini berupa batupasir dari berbagai formasi batuan, antara lain Formasi Ingar, Formasi Payak, Formasi Haloq, Formasi Tebidah,

Formasi Sekayam, dan Formasi Landak

(Hadipandoyo et al., 2007). Porositas batupasir berkisar antara 10 – 29.1% yang berupa porositas antar butir, antar partikel, pada bidang laminasi, serta pada bidang retakan batuan.

Sementara itu, batuan tudung pada kawasan ini berupa batuan berbutir halus seperti serpis dan batulempung dari Formasi Silat, Formasi Selangkai, Formasi Pendawan, Formasi Ingar, dan Formasi Sekayam.

Hidrokarbon yang terperangkap diperkirakan hasil migrasi vertikal melalui bidang-bidang patahan. Migrasi lateral terjadi setelah migrasi vertikal dengan arah umum migrasi di daerah Subcekungan Melawi diperkirakan dari arah

utara ke selatan serta tidak menutup

kemungkinan adanya migrasi lokal (Tim Studi Petroleum System Cekungan Melawi-Ketungau Kalimantan Barat, 2004).

Perangkap hidrokarbon yang berkembang

merupakan perangkap struktur berupa lipatan (antiklin) yang berkembang baik di daerah selatan Subcekungan Melawi. Perangkap lain yang dapat dijumpai yaitu berupa blok sesar dan perangkap stratigrafi berupa batupasir yang membaji/pinch-out.

IV. PENGOLAHAN DATA GAYABERAT

Dari peta anomali Bouguer dilakukan analisis spektrum untuk mengestimasi kedalaman bodi anomali serta mendapatkan lebar jendela yang akan digunakan untuk penapisan dengan metode moving average. Dari lima lintasan (Gambar 3) yang diambil untuk proses ini, didapat kedalaman rata-rata regional dan residual berturut-turut sebesar 18,1 km dan 5,2 km dengan lebar jendela 5 (Tabel 1). Selain itu, dibuat juga peta anomali second vertical derivative melalui penapisan dengan FFT vertical derivative orde 2.

Gambar 3. Posisi lintasan untuk analisis spektrum dan grafik hubungan ln A dan k pada

masing-masing lintasan Tabel 1. Hasil perhitungan lebar jendela Line Regional Residual k W m c m c A-A' -25,53 6,10 -7,22 3,98 12,86 5,43 B-B' -21,09 5,60 -8,10 3,63 16,85 4,14 C-C' -15,54 5,69 -4,55 4,01 16,98 4,11 D-D' -17,76 5,53 -4,11 4,18 11,00 6,34 E-E' -9,99 5,02 -2,00 3,90 15,54 4,49 Rata-rata 18,1 km 5,2 km 14,397 4,90

(4)

Untuk pemodelan ke depan, model bawah permukaan diasumsikan terdiri dari dua jenis batuan yaitu batuan dasar dengan densitas 2,84 gr/cc dan batuan sedimen dengan densitas 2,5 gr/cc. Pemodelan ini dilakukan pada 3 lintasan, masing-masing sepanjang 200 km hingga kedalaman 9 km dan strike bodi 50 km.

Pada pemodelan kebelakang, data masukan berupa anomali residual dengan parameter sebagai berikut:

1. Ukuran sel yang digunakan adalah 5 km x 5 km x 0,5 km dengan kedalaman maksimal yang dimodelkan yaitu 9 km. Pemodelan dilakukan dalam mesh sebesar 115311 sel (119 x 51 x 19).

2. Batasan (bounds) kontras densitas yang digunakan adalah 0,169 gr/cc hingga 0,171 gr/cc untuk batuan dasar pada kedalaman lebih dari 6500 m, dan untuk batuan sedimen pada kedalaman 0 – 2500 m adalah -0,171 gr/cc hingga -0,169 gr/cc. Sementara pada daerah yang berada di antaranya, penulis menggunakan kisaran densitas -0,169 gr/cc hingga 0,171 gr/cc.

Dari model inversi 3D dilakukan slice pada kedalaman 3.000 m, 4.000 m, dan 5.000 m serta pada posisi lintasan yang sama dengan lintasan pada pemodelan ke depan.

V. HASIL DAN ANALISIS

5.1 Anomali Gayaberat Bouguer, Regional, dan Residual

Peta anomali gayaberat Bouguer ditampilkan dalam Gambar 4. Dapat dilihat sebaran nilai anomali negatif (warna biru) terdapat pada bagian timur daerah penelitian yang menerus ke utara dan sedikit pada daerah barat laut. Sementara itu nilai anomali positif (warna merah) terdapat pada bagian tenggara, barat daya, dan tengah daerah penelitian. Dari gambar di bawah, dapat pula dilihat bahwa nilai anomali gayaberat Bouguer daerah penelitian berkisar antara -36,7 mGal hingga 61,2 mGal.

Anomali regional daerah penelitian ditampilkan dalam Gambar 5. Secara umum, anomali regional menunjukkan pola yang tidak jauh berbeda dengan pola anomali CBA, hal ini karena anomali regional memberikan pengaruh yang besar terhadap anomali CBA dengan nilai berkisar antara -32,7 mGal hingga 44,2 mGal.

Gambar 4. Peta anomali gayaberat Bouguer daerah penelitian

(5)

Gambar 6. Peta anomali residual daerah penelitian

Gambar 7. Analisis jenis sesar dari anomali SVD Sementara itu, anomali residual ditunjukkan

dalam Gambar 6, dimana peta anomali residual ini memiliki nilai maksimum 28,2 mGal yang ditunjukkan oleh warna merah serta nilai minimum -15,6 mGal yang ditunjukkan oleh warna biru. Anomali negatif yang ditandai dengan warna biru tua hingga biru muda dengan kisaran nilai anomali -15,6 mGal sampai 3,9 mGal ini dicurigai sebagai keberadaan cekungan di daerah penelitian dengan sebaran yang mengikuti trend arah barat-timur.

Tinggian pada peta anomali residual ditandai dengan anomali positif yang berwarna kuning

hingga merah dengan nilai anomali 7,1 mGal sampai 15,1 mGal. Tinggian yang terdapat di daerah utara daerah penelitian merupakan Lubok

Antu Melange, sementara tinggian yang

memisahkan kedua subcekungan yaitu busur volkanik dan sekuen ofiolit dari Tinggian Semitau.

5.2 Anomali Second Vertical Derivative (SVD)

Analisis untuk menentukan jenis sesar yang terdapat pada daerah penelitian ditampilkan dalam Gambar 7. Dari hasil analisis ini didapat Dari hasil analisis SVD, didapat sesar-sesar naik dengan trend relatif arah barat-timur. Sesar naik

(6)

terdapat di sebelah utara, daerah tengah, serta sebelah selatan daerah penelitian. Sesar naik yang memanjang di bagian tengah daerah

penelitian merupakan Sesar Boyan yang

membatasi Subcekungan Melawi di sebelah utara. Selain sesar-sesar naik tersebut terdapat pula beberapa sesar geser pada daerah penelitian. Penarikan sesar geser pada peta anomali second vertical derivative ini dibantu dengan data geologi pada daerah penelitian. Sesar geser yang pertama merupakan Sesar Amar yang terdapat di sebelah utara Subcekungan Ketungau. Sesar ini memiliki arah pergerakan menganan yang berarah barat timur laut-timur tenggara. Sesar Melawi Timur terdapat pada bagian tenggara daerah penelitian, sesar ini ditandai pula dengan

gerak menganan dengan arah timur laut-tenggara (Gambar 8).

Interpretasi batas cekungan secara kualitatif juga dilakukan pada peta anomali SVD. Cekungan yang terdapat dalam Gambar 9 antara lain Subcekungan Ketungau di sebelah utara, Subcekungan Melawi Barat di sebelah barat daya, dan Subcekungan Melawi Timur di sebelah

tenggara. Tinggian Semitau memisahkan

Subcekungan Ketungau di sebelah selatan

dengan Subcekungan Melawi Barat dan

Subcekungan Melawi Timur. Sementara itu, diperkirakan terdapat aktivitas tektonik lain yang memisahkan Subcekungan Melawi menjadi Subcekungan Melawi Barat dan Subcekungan Melawi Timur (Gambar 10).

Gambar 8. Interpretasi struktur sesar Cekungan Melawi-Ketungau

(7)

5.3 Pemodelan Ke Depan (Gambar 10)

Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan dapat dilihat dalam Gambar 11, Gambar 12, dan Gambar 13. Dari ketiga model, dapat disimpulkan bahwa ketebalan sedimen rata-rata pada cekungan ini adalah sekitar 4,54 km. Secara umum, hasil pemodelan ke depan menunjukkan

bahwa Cekungan Melawi-Ketungau merupakan satu buah cekungan besar yang terpisah satu sama lain. Terpisahnya Subcekungan Ketungau dengan Subcekungan Melawi merupakan hasil dari aktivitas tektonik pada jaman Kapur yang membentuk Tinggian Semitau di sebelah utara Subcekungan Melawi.

Gambar 10. Posisi lintasan untuk pemodelan ke depan dan ke belakang

Gambar 11. Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan penampang Line 123

(8)

Gambar 13. Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan penampang Line 125

Gambar 14. Penampang model inversi pada kedalaman 3.000 m, 4.000 m, dan .5000 m

5.4 Pemodelan Ke Belakang

Untuk melihat sebaran kontras densitas hasil pemodelan ke belakang, dari model inversi 3 dimensi dilakukan slice pada 3 kedalaman. Dari ketiga penampang kedalaman (Gambar 14), dapat dilihat pada kedalaman 3.000 m pada

cekungan masih berupa batuan sedimen,

kemudian pada kedalaman 4.000 m mulai dapat terlihat adanya basement high pada daerah Tinggian Semitau dan Lubok Antu Melange. Sementara pada kedalaman 5.000 m, batuan dasar sudah mulai mendominasi cekungan.

Pada daerah penelitian dilakukan slice pada tiga lintasan yang melalui ketiga subcekungan dengan tujuan melihat kecocokan antara hasil pemodelan ke depan dengan pemodelan ke belakang. Hasil pemodelan ke depan dan pemodelan ke belakang diberikan dalam Gambar 15, Gambar 16, dan Gambar 17. Secara umum, ketebalan rata-rata batuan sedimen antara hasil pemodelan ke depan dengan hasil pemodelan ke belakang sekitar 0,1 km sampai 0,2 km dengan rata-rata selisihnya sebesar 0,157 km. Ketebalan rata-rata batuan sedimen dari hasil kedua teknik pemodelan adalah sekitar 4,62 km.

(9)

Gambar 15. Model hasil pemodelan ke depan dan ke belakang Line 123

Gambar 16. Model hasil pemodelan ke depan dan ke belakang Line 124

Gambar 17. Model hasil pemodelan ke depan dan ke belakang Line 125 Perbedaan hasil antara kedua teknik pemodelan

disebabkan oleh perbedaan nilai kontras densitas yang diberikan sebagai input (masukan) dalam melakukan pemodelan. Dalam pemodelan ke depan, masukan yang digunakan terdiri dari dua lapisan yaitu batuan dasar dan batuan sedimen

yang masing-masing memiliki satu nilai kontras densitas, yaitu +0,1 gr/cc untuk batuan dasar dan -0,17 gr/cc untuk batuan sedimen. Sementara pada pemodelan ke belakang, masukan kontras densitasnya merupakan rentang dengan nilai +0,05 gr/cc hingga +0,15 gr/cc untuk batuan

(10)

dasar dan -0,175 gr/cc hingga -0,165 gr/cc untuk batuan sedimen. Sehingga hasil pemodelan inversi menghasilkan model bawah permukaan dengan banyak lapisan yang memiliki kontras densitas batuan yang berbeda-beda.

5.5 Top Basement Hasil Pemodelan Ke Depan dan Ke Belakang

Setelah melakukan pemodelan ke depan dan pemodelan ke belakang, penulis memetakan top basement sesuai dengan daerah yang dijadikan lintasan untuk pemodelan. Hasil top basement daerah penelitian ditunjukkan pada Gambar 18. Dari gambar dapat disimpulkan bahwa top basement hasil pemodelan ke belakang menunjukkan hasil yang lebih detil dibandingkan dengan top basement pemodelan ke depan. Hal ini disebabkan oleh model 2,5D pemodelan ke depan hanya memiliki variasi densitas terhadap kedalaman dengan strike bodi tertentu.

Gambar 18. Top basement hasil pemodelan ke depan dan pemodelan ke belakang

Kedalaman maksimal top basement

Subcekungan Ketungau hasil pemodelan ke depan pada daerah penelitian mencapai 5,48 km dan kedalaman hasil pemodelan ke belakang sekitar 5,49 km. Untuk Subcekungan Melawi Barat, kedalaman maksimal top basement hasil pemodelan ke depan mencapai 5,36 km dan kedalaman maksimal hasil pemodelan ke belakangnya sekitar 5,50 km. Sementara pada

Subcekungan Melawi Timur kedalaman

maksimal top basement hasil pemodelan ke depan mencapai 5,27 km dan kedalaman maksimal hasil pemodelan ke belakangnya sekitar 5,45 km.

5.6 Analisis Prospek Hidrokarbon Daerah Penelitian

Analisis prospek hidrokarbon lebih difokuskan pada Subcekungan Melawi, karena terbatasnya data pendukung pada Subcekungan Ketungau dan sedimen yang terbentuk relatif tipis sehingga hidrokarbon dipandang belum cukup matang. Berdasar data geologi, pengisian hidrokarbon diperkirakan berasal dari arah utara ke selatan dan merupakan hasil migrasi vertikal dari batuan induk Formasi Pendawan melalui bidang-bidang patahan, dan migrasi lateral yang terjadi setelahnya.

Umumnya, perangkap yang berkembang di kawasan ini yaitu perangkap struktur yang berupa lipatan (antiklin). Tipe perangkap ini dijumpai pada bagian selatan Subcekungan Melawi yang berasosiasi dengan zona tinggian berwarna merah. Struktur lipatan ini merupakan

hasil aktivitas tektonik kompresi yang

diperkirakan terjadi pada Oligosen Akhir-Miosen Awal.

Interpretasi arah migrasi hidrokarbon pada Subcekungan Melawi dilakukan berdasarkan pada peta anomali SVD. Anomali negatif mengindikasikan adanya cekungan sementara

anomali positif meng-indikasikan struktur

tinggian. Asumsi yang digunakan yaitu anomali SVD berbanding lurus dengan ke-dalaman cekungan.

Pada penelitian ini, penulis mencoba

meng-interpretasikan daerah yang berprospek

mengandung hidrokarbon. Kawasan prospek pada Subcekungan Melawi seperti terlihat pada Gambar 19 antara lain Prospek A, Prospek B, Prospek C, dan Prospek D. Interpretasi ini didasarkan pada beberapa kriteria berikut: 1. Terpenuhinya syarat-syarat utama terbentuk

dan terperangkapnya hidrokarbon seperti batuan induk, batuan reservoir, batuan

tudung, ke-matangan, dan perangkap

hidrokarbon.

2. Adanya stuktur tinggian yang diperkirakan

sebagai antiklin dan struktur tutupan

(11)

Gambar 19. Interpretasi arah migrasi hidrokarbon pada Subcekungan Melawi berdasarkan pola anomali SVD

3. Adanya sumur pemboran eksplorasi yang

mengidentifikasi keberadaan gas serta

indikasi potensi hidokarbon berupa rembesan. 4. Kecuraman kontur SVD antara nilai anomali rendah dengan nilai anomali tinggi yang diwakili oleh kontur anomali yang rapat.

VI. KESIMPULAN

Setelah melakukan pengolahan dan pemodelan serta interpretasi terhadap data gayaberat di Cekungan Melawi-Ketungau dengan didukung oleh informasi geologi, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Dari hasil analisis dan interpretasi anomali gayaberat dan didukung oleh informasi sejarah pembentukan cekungan, Cekungan

Melawi-Ketungau yang terletak di

Kalimantan Barat merupakan satu buah cekungan besar yang terpisah menjadi tiga buah subcekungan, antara lain Subcekungan Ketungau, Subcekungan Melawi Barat, dan Subcekungan Melawi Timur.

2. Hasil analisis second vertical derivative serta

didukung oleh informasi geologi

menunjukkan sesar yang berkembang di daerah penelitian didominasi oleh sesar naik yang memanjang dengan arah relatif timur-barat, yang salah satunya merupakan Sesar Boyan. Selain itu terdapat pula sesar-sesar geser menganan dengan arah relatif barat laut-tenggara, yaitu Sesar Amar dan Sesar Melawi Timur.

3. Hasil kedua teknik pemodelan (pemodelan ke

depan dan pemodelan ke belakang)

menunjukkan ketebalan sedimen rata-rata daerah penelitian sekitar 4,62 ± 0,157 km. 4. Dari hasil analisis prospek hidrokarbon,

Subcekungan Melawi berpotensi

mengandung hidrokarbon dengan

rekomendasi 4 kawasan yang dapat

dikembangkan sebagai lapangan migas, antara lain Prospek A, Prospek B, Prospek C, dan Prospek D yang berada pada nilai anomali second vertical derivative tinggi yang diasosiasikan sebagai struktur antiklin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Blakely, R.J., 1995. Potential Theory in Gravity and Magnetic Application, Cambrige University Press.

2. Encom Model Vision Pro, 2009. Reference Manual version 9.0, Pitney Bowes Business Insight.

3. Hadipandoyo, S., Setyoko, J., Suliantara, G. A., Riyanto, H., Saputro, H.H., Harahap, M.D., Firdaus, N., 2007. Kuantifikasi Sumberdaya Hidrokarbon Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumberdaya Mineral “LEMIGAS”, Jakarta. 4. Hall, R., 2005. Cenozoic Tectonics of

Indonesia, Problems and Models, Indonesian Petroleum Association and Royal Halloway, University of London.

5. Hamilton, W., 1979. Tectonics of the Indonesian Region, United States Geological Survey Professional Paper 1078, p. 345. 6. Hammer, S., 1939. Terrain corrections for

gravimeter stations, Geophysics, 4, p. 184-194.

7. Heryanto, N., Williams, P.R., Harahap, B. H., Pieters, P.F., 1993. Peta Geologi Lembar

Sintang, Kalimantan skala 1:

250.000, PPPG Bandung.

8. Hutchison, C.S., 1989. Geological Evolution of South-East Asia, Clarendon Press Oxford, p. 368.

(12)

9. Hutchison, C.S., 1996. The ‘Rajang Accretionary Prism’ and ‘Lupar Line’ problem of Borneo, In Tectonic Evolution of SE Asia. pp. 247-261. Edited by R. Hall and D. J. Blundell. Geological Society of London Special Publication 106.

10. Kadir, W.G.A., 2000. Eksplorasi Gayaberat dan Magnetik, Jurusan Teknik Geofisika, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, ITB, Bandung.

11. Moss, S.J., and Wilson, M.E.J., 1998. Biogeographic Implications of the Tertiary Palaeogeographic Evolution of Sulawesi and Borneo, in Biogeography and Geological Evolution of SE Asia, pp. 133-163. Edited by Robert Hall and Jeremy D. Holloway.

Backbuys Publishers, Leiden, The

Netherlands.

12. Reynolds, J.M., 1997. An Introduction to Applied and Environmental Geophysics, John Wiley & Sons.

13. Robinson, E., and Caruh, C., 1988. Basic exploration geophysics, Wiley and Sons. 14. Rose, R., and Hartono, P., 1978. Geological

Evolution of The Tertiary Kutei-Melawi Basin Kalimantan Indonesia, Proceedings

Indonesian Petroleum Association 7th Annual Convention.

15. Telford, M.W., Geldart, L.P., Sheriff, R.E., and Keys, D.A., 1990. Applied Geophysics, Cambrige University Press.

16. Tim Studi Petroleum System Cekungan Melawi-Ketungau Kalimantan Barat, 2004.

Petroleum System Cekungan

Melawi-Ketungau Kalimantan Barat, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumberdaya Mineral, Pusat Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumberdaya

Mineral “LEMIGAS”, Jakarta. Tidak

dipublikasikan.

17. Van de Weerd, A.A., and R.A. Armin, 1992.

Origin and evolution of the

Tertiary hydrocarbon-bearing basins in

Kalimantan (Borneo), Indonesia, AAPG Bulletin, v. 76, p. 1778-1803.

18. Williams, P.R., Supriatna, S., Trail, D.S., and Heryanto, R., 1984. Tertiary Basins of West Kalimantan, Associated Igneous Activity and Structural Setting, Proceedings Indonesian

Petroleum Association 13th Annual

Gambar

Gambar 1. Cekungan Melawi-Ketungau,  Kalimantan Barat
Gambar 3. Posisi lintasan untuk analisis  spektrum dan grafik hubungan ln A dan k pada
Gambar 4. Peta anomali gayaberat Bouguer daerah penelitian
Gambar 7. Analisis jenis sesar dari anomali SVD  Sementara  itu,  anomali  residual  ditunjukkan
+7

Referensi

Dokumen terkait