• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN KH. KHOIRON HUSAIN DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN PUTRI SALAFIYAH KAUMAN BANGIL (1977-1987).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN KH. KHOIRON HUSAIN DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN PUTRI SALAFIYAH KAUMAN BANGIL (1977-1987)."

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN KH. KHOIRON HUSAIN DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN PUTRI SALAFIYAH KAUMAN BANGIL

(1977-1987)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1)

Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh :

Mar’atus Sholihah

NIM:A0.22.12.068

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Abstrak

Skripsi ini berjudul Peran KH. Khoiron Husain dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Putri Salafiyah Kauman Bangil (1977-1987). Adapun fokus penelitian yang dibahas dalam skripsi ini adalah (1) Bagaimana biografi KH. Khoiron Husain? (2) Bagaimana sejarah dan perkembangan Pondok Pesantren Putri Salafiyah Kauman Bangil? (3) Bagaimana usaha-usaha yang dilakukan KH. Khoiron Husain dalam mengembangkan Pondok Pesantren Putri Salafiyah Kauman Bangil?

Penulisan skripsi ini disusun dengan menggunakan pendekatan historis yang digunakan untuk mendeskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Adapun metode penulisan sejarah yang digunakan penulis adalah dengan menggunakan beberapa langkah yaitu metode historis, dengan mengumpulkan arsip-arsip terkait dengan pembahasan yang ditujukan (Heuristik), verifikasi (kritik terhadap data), penafsiran (Intrepretasi) serta bagaimana cara penulisan sejarahnya (historiografi). Teori yang diambil dari penelitian ini adalah teori kepemimpinan dari max weber yaitu proses mempengaruhi aktifitas yang diorganisasi dalam suatu kelompok dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.

(7)

Abstract

This thesis is under titled The Role of KH. Khoiron Husain in Developing female Salafiyah boarding Kauman Bangil (1977-1987). The focus of the research discussed in this study are (1) How KH. Khoiron Husain biography? (2) How is the history and development of female Salafiyah boarding Kauman Bangil? (3) How do the efforts of KH. Khoiron Husain in developing a female Salafiyah boarding Kauman Bangil?

Writing of this study using the historical approach used to describe the events that occured in the past. The methode used by the author of historical archives related to the discussion addressed (Heuristic), verification (criticism of the data), interpretation (interpretation) and how the writing of history (historiography). The theory drawn from this research is the theory from Max Weber's leadership, is the process of influencing the activities organized in one group in its efforts to achieve a goal that has been set.

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 8

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 8

F. Penelitian Terdahulu ... 11

G. Metode Penelitian ... 12

(9)

BAB II: BIOGRAFI KH. KHOIRON HUSAIN

A. Geneologi KH. Khoiron Husain ... 18

B. Pendidikan dan Aktifitas KH. Khoiron Husain ... 20

C. Karya-karya KH. Khoiron Husain ... 24

D. Riwayat Organisasi KH. Khoiron Husain ... 26

BAB III: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN PUTRI SALAFIYAH KAUMAN BANGIL TAHUN (1953-1987) A. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Putri Salafiyah Kauman Bangil 1. Letak Geografis ... 29

2. Latar Belakang Berdirinya PPP Salafiyah ... 29

3. Tujuan Pondok Pesantren Putri Salafiyah ... 31

B. Perkembangan Pondok Pesantren Putri Salafiyah Kauman Bangil 1. Periode Awal (1953-1977) ... 33

a. Kondisi Dari Segi Fisik ... 33

b. Kondisi Dari Segi Pendidikan ... 34

2. Periode Perkembangan (1977-1987) ... 34

a. Perkembangan Dari Segi Fisik ... 35

b. Perkembangan Dari Segi Pendidikan ... 37

c. Usaha Pembinaan Profesionalisme Pondok Pesantren .. 38

(10)

BAB IV: USAHA-USAHA KH. KHOIRON HUSAIN DALAM

MENGEMBANGAKAN PONDOK PESANTREN PUTRI SALAFIYAH KAUMAN BANGIL

A. Perkembangan Dalam Bidang Pendidikan ... 49

1. Perkembangan Sistem Pendidikan Klasikal (Formal)50 2. Perkembangan Sistem Pendidikan Non Formal ... 51

3. Penyeimbangan Antara Pendidikan Agama Dan Pendidikan Umum ... 56

4. Peningkatan Mutu Guru ... 58

5. Perkembangan Kurikulum ... 58

B. Perkembangan Dalam Bidang Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Putri Salafiyah Kauman Bangil ... 62

1. Penambahan Sarana dan Prasarana (Bangunan) ... 62

2. Pengadaan Media Informasi ... 64

3. Pengembangan Minat dan Bakat ... 64

BAB V: PENUTUP A. Simpulan ... 66

B. Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN A. latar Belakang Masalah

Proses islamisasi di Indonesia khususnya pada masyarakat Jawa dan Madura telah berjalan beberapa abad silam. Pada abad ke-16, perjalanan islamisasi di Jawa berada di bawah kepemimpinan para walisongo. Namun pada abad ke-19, kepemimpinan wali diganti peranannya oleh kiai dengan pondok pesantren sebagai basis perjuangannya.1 Hal ini di buktikan dengan adanya pesantren antara lain langitan Tuban, Tebuireng Jombang, Lirboyo Kediri, Lasem, Mbareng Kudus dan lain-lain.2

Membicarakan tentang pondok pesantren, maka kita harus mengingat bahwasanya lembaga pendidikan Islam di Indonesia pertama kali yang dikenal adalah pondok pesantren. Sedangkan pada masa Hindu pendidikan dikenal dengan istilah Karsyan. Karsyan adalah tempat para petapa atau orang yang mengasingkan diri dari kehidupan dunia dengan tujuan mendekatkan diri kepada dewa tertinggi. Lembaga pendidikan pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua saat ini dan dianggap sebagai budaya Indonesia yang indigenious. Agama Islam masuk sejalan dengan proses pengislaman di daerah Jawa dan di bantu dengan keberadaan pesantren yang berfungsi sebagai wadah memperdalam agama.

1 Sukamto, Kepemimpinan KIAI dalam Pesantren (Jakarta: Pustaka, 1999), 77.

(12)

2

Beberapa abad kemudian penyelenggaraan pendidikan ini semakin berkembang dengan munculnya tempat-tempat pengajian. Bentuk ini kemudian berkembang dengan pendirian tempat-tempat menginap atau disebut dengan pemondokan bagi para pelajar (santri), yang kemudian disebut “pesantren”.

Sebuah komunitas pondok pesantren minimal ada kiai, masjid, asrama (pondok) pengajian kitab kuning atau naskah salaf ilmu-ilmu agama Islam.

Indonesia merupakan negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Dalam perkembangannya agama ini tidak bisa dipisahkan dari peran ulama. Ulama memiliki arti yang sangat penting dalam tatanan sosiologis, kultural dan politis. Kepemimpinan mereka sangat diharapkan untuk perkembangan Islam selanjutnya. Ulama biasanya sering diartikan ahli pengetahuan Islam yang berada dikalangan umat Islam. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur ulama yang memimpin pesantren disebut kiai. Namun pada zaman sekarang, banyak ulama yang berpengaruh di masyarakat mendapat gelar “kiai” walaupun mereka tidak memimpin pesantren. Dalam kaitan yang kuat dengan tradisi pesantren, gelar kiai biasanya dipakai untuk para ulama dari kalangan kelompok Islam tradisional.

(13)

3

istilah kiai digunakan dalam konteks pondok pesantren, yaitu gelar kehormatan ditujukan kepada seorang yang bergelimang dalam kegiatan pengajaran pengetahuan agama di pondok pesantren.3

Kiai adalah gelar yang diberikan masyarakat kepada seorang yang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab klasik kepada santri-santrinya.4 Selain gelar kiai Seorang kiai berikut institusi sosial budayanya (pondok atau pesantrennya) sedikit banyak mempengaruhi pola perkembangan kondisi sosial pada pasca kemerdekaan. Meskipun demikian pesantren jauh sebelumnya sudah terlibat dalam pengembangan kebudayaan Islam tradisional. Oleh karena itu sangatlah tidak mudah untuk menutup mata dari perjalanan historis Islam pribumi tanpa mengaitkannya dengan institusi pesantren di Indonesia.

Suatu pesantren dapat diibaratkan dengan suatu kerajaan kecil dimana kiai merupakan sumber mutlak dari kekuasaan dan kewenangan (power and authorithy) dalam lingkungan pesantren. Seorang santri atau orang lain tidak dapat melawan perintah kiai kecuali kiai lain yang besar pengaruhnya.

Salah satu peran kiai sebagai tokoh Islam yang patut dicatat adalah posisi mereka sebagai kelompok terpelajar yang membawa pencerahan kepada masyarakat sekitarnya. Berbagai lembaga pendidikan telah dilahirkan oleh mereka baik dalam bentuk sekolah maupun pondok pesantren. Semua itu adalah lembaga yang ikut mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju

3 Ibid.,85.

(14)

4

dan berpendidikan. Mereka telah berperan dalam memajukan ilmu pengetahuan, khususnya Islam lewat karya-karya yang telah ditulis atau melalui jalur dakwah mereka.

Menyadari peran ulama dalam mengajarkan perjuangan agama Islam, maka perlu diadakan upaya-upaya untuk dapat mengetahui biografi ulama. Karena dari beliaulah kita mengerti ajaran agama Islam. Pemahaman dan penghayatan terhadap hakekat perjuangan ulama merupakan amal bakti kita terhadap bangsa serta dapat membangkitkan semangat dan jiwa patriotisme dan dapat meningkatkan moral bangsa.

Selain itu, dengan mengetahui biografi ulama, kita dapat mengetahuai segala latar belakang kehidupan beliau serta perjuangan pada masa hidupnya. oleh karena itu penulisan biografi ini dilakukan dengan harapan riwayat hidup seorang tokoh dapat dijadikan contoh bagi generasi muda Islam di masa sekarang dan seterusnya. Dengan biografi ini juga diharapkan dapat mengetahui dan merekam kejadian dan situasi yang mengitari kehidupan tokoh tersebut.

Biografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang artinya hidup, dan graphien yang artinya tulis. Biografi secara sederhana dapat dikatakan sebagai sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa lebih dari satu buku. Biografi adalah buku riwayat hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain yang bertujuan untuk menganalisa dan menerangkan beberapa peristiwa dalam hidup seseorang.5

5 Zulfikar Fuad, Menulis Biografi Jadikan Jalan Hidup Anda Lebih Bermakna!: Kiat Ramadhan KH

(15)

5

Seperti yang kita tahu Bangil terkenal dengan sebutan “Kota Santri” oleh

karena itu jika kita lihat di salah satu kelurahan di Kota Bangil yaitu kelurahan Kauman. Kauman ini menyisakan sejarah apik nan religius dalam mengharumkan kota Bangil. Di Kelurahan Kauman terdapat dua pusaka sejarah yang eksistensinya tetap jaya dirasakan hingga kini, berkat peran ulama-ulamanya. Dua pusaka itu diantaranya “Tuan Guru Bangil” dan “Pondok Pesantren Putri Salafiyah”.

(16)

6

untuk membahas pondok ini. Yang didalamnya ada ulama yang berperan penting dalam perkembangan pondok pesantren yaitu KH. Khoiron Husain.

KH. Khoiron Husain lahir di Bangil 18 Agustus 1939 M, bertepatan dengan tahun 1357 H. Beliau lebih suka dipanggil Ustadz, karena sebutan kiai menurut beliau tidak pantas untuk dirinya. Ustadz Khoiron dikenal dengan produktif dan inovatif dalam pengembangan pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil. Wujud konkritnya ialah dengan mendirikan Madrasah Diniyah (pada tahun 1961 M) yang kemudian pada tahun 1978 M ditambah dengan Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) yang pola pendidikannya selain melestarikan unsur-unsur utama pesantren juga memasukkan materi-materi umum dalam muatan kurikulumnya.

Di bawah kepemimpinan KH. Khoiron inilah pondok pesantren putri Salafiyah mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik dalam segi kualitas maupun kuantitasnya. Salah satu gagasan beliau yang paling menonjol adalah ditugaskannya santri yang telah menyelesaikan jenjang MA untuk mengembangkan ilmu dan mengabdikan dirinya pada masyarakat yang bertempat di beberapa pesantren di Jawa Timur dan Madura.

(17)

7

Beliau juga pernah mengasuh Bahtsul Masa’il di majalah AULA Nahdlatul Ulama.

Dari penjelasan latar belakang di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian tentang Peran KH. Khoiron Husain dalam mengembangkan Pondok Pesantren Putri Salafiyah Kauman Bangil (1977-1987).

B. Rumusan Masalah

Dalam sebuah penelitian, maka perlu adanya rumusan masalah untuk mencapai sasaran menjadi objek kajian sehingga pembahasan yang akan diteliti lebih terarah pada pokok masalah. Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana biografi KH. Khoiron Husain?

2. Bagaimana sejarah dan perkembangan pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil?

3. Bagaimana usaha-usaha yang dilakukan KH. Khoiron Husain dalam mengembangkan pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil? C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui biografi KH. Khoiron Husain sebagai pengasuh pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil dan mengetahui sejarah pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil.

(18)

8

3. Untuk mengetahui usaha-usaha yang di lakukan oleh KH. Khoiron Husain dalam mengembangkan pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil. D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memenuhi persyaratan meraih gelar strata satu di Fakultas Adab dan Humaniora jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam.

2. Untuk memperkaya khazanah sejarah sosial agar menjadi bacaan yang berguna bagi masyarakat terutama bagi mereka yang ingin mengetahui tentang riwayat hidup serta peranan KH. Khoiron Husain.

3. Untuk memberikan sumbangan dalam bidang kajian sejarah Islam serta bermanfaat bagi mahasiswa-mahasiswa yang lain sebagai bahan refrensi dalam penelitian lebih lanjut.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Dalam penelitian yang berjudul “Peran KH. Khoiron Husain dalam mengembangkan Pondok Pesantren Putri Salafiyah Kauman Bangil (1977-1987)” ini, penulis menggunakan metode pendekatan historis. Pendekatan ini

(19)

9

penggunaan pendekatan sosiologis akan dapat meneropong dari segi-segi sosial peristiwa yang akan diteliti atau diuji.6

Dalam penelitian ini penulis menggunakan sejarah naratif. Menurut Sartono Kartodirdjo, sejarah naratif adalah sejarah yang mendeskripsikan tentang masa lampau dengan merekontruksikan apa yang terjadi, serta diuraikan sebagai cerita, dengan perkataan lain kejadian-kejadian penting diseleksi dan diatur menurut poros waktu sedemikian sehingga tersusun sebagai cerita (story).7

Teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah teori kepemimpinan menurut Max Weber. Max Weber mengklasifikasikan kepemimpinan menjadi 3 jenis:

1. Otoritas Kharismatik yakni berdasarkan pengaruh dan kewibaan pribadi. 2. Otoritas tradisional yang dimiliki berdasarkan perwarisan.

3. Otoritas legal-rasional yakni yang dimiliki berdasarkan jabatan serta kemampuan.8

Dari klasifikasi yang dikemukan oleh Max Weber, KH. Khoiron Husain masuk kedalam klasifikasi Kharismatik. KH. Khoiron Husain merupakan figure ulama yang sangat luar biasa dalam perkembangan pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil seperti yang dijelaskan pada bab III dalam skripsi ini

6 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramadia Pustaka Utama, 1992), 4.

7 Ibid., 9.

(20)

10

karena ke kharismatikan dan keluasan ilmu beliau, sehingga beliau sangat disegani dan di hormati masyarakat. Akhirnya dengan begitu mendapat simpati dan partisipasi masyarakat, sehingga perkembangan jumlah santri pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil dari tahun ke tahun semakin bertambah.

Dalam hal ini Max Weber membatasi bahwa kharismatik sebagai kelebihan tertentu dalam kepribadian seseorang yang membedakan dengan orang biasa dan diperlukan sebagai seseorang yang memperoleh anugerah kekuasan adi kodrati, adi manusiawi atau setidak-tidaknya kekuatan atau kelebihan yang luar biasa. Kekuatan sedemikian rupa sehingga tidak terjangkau oleh orang biasa, tetapi dianggap individu tersebut diperlukan sebagai seorang pemimpin. Konsep kharismatik (charismatic) atau kharisma (charisma) menurut Max Weber lebih ditekankan kepada kemampuan pemimpin yang memiliki kekuatan luar biasa dan mistis. Menurutnya, ada lima faktor yang muncul bersamaan dengan kekuasaan yang kharismatik, yaitu :

1. Seseorang yang memiliki bakat yang luar biasa. 2. Adanya krisis sosial.

3. Adanya sejumlah ide yang radikal untuk memecahkan krisis tersebut. 4. Adanya sejumlah pengikut yang percaya bahwa seseorang itu memiliki

kemampuan luar biasa yang bersifat transendental dan supranatural. 5. Serta adanya bukti yang terus berulang bahwa apa yang dilakukan itu

(21)

11

Bukti dari kepemimpinan kharisma diberikan oleh hubungan pemimpin-pengikut. Seperti dalam teori awal oleh House (1977), seorang pemimpin yang memiliki kharisma memiliki pengaruh yang dalam dan tidak biasa pada pengikutnya. Para pengikut merasa mereka bahwa keyakinan pemimpin adalah benar, mereka bersedia mematuhi pemimpin, mereka merasakan kasih sayang terhadap pemimpin, secara emosional mereka terlibat dalam misi kelompok atau organisasi, mereka memiliki sasaran kinerja yang tinggi, dan mereka yakin bahwa mereka dapat berkontribusi terhadap keberhasilan dari misi itu.9

F. Penelitian Terdahulu

1. Skripsi Ninik Masruroh, Studi Korelasi Antara Kedekatan Pondok Pesantren Putri Salafiyah Dengan Pemahaman Agama Islam Masyarakat Kelurahan Kauman Kecamatan Bangil Kabupaten Pasuruan. Skripsi ini membahas tentang hubungan masyarakat kauman dengan pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil.

2. Skripsi Hamam Nashirudin, Peran KH. Abdurrahman Syamsuri dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Muhammadiyah Paciran Lamongan (1948-1997 M), skripsi ini membahas tentang geneologi, pendidikan dan aktifitas KH. Abdurrahman Syamsuri dalam Pondok Pesantren Muhammadiyah Paciran Lamongan.

3. Skripsi Azizah, Aktifitas Pondok Pesantren dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (Studi Kasus di Pondok Pesantren Putri

(22)

12

Salafiyah Kauman Bangil), skripsi ini membahas tentang aktifitas santri pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil.

Adapun perbedaan antara skripsi yang terdahulu dengan skripsi yang akan penulis lakukan adalah terletak pada subjek yang akan penulis teliti. Adapun subjek pada penelitian ini adalah fokus pada Biografi K. H. Khoiron Husain dan peranan beliau dalam pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil.

G. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitan sejarah. langkah-langkah yang ditempuh dalam metode penelitian sejarah terdapat empat langkah yaitu Heuristik (pengumpulan data), Verifikasi (Kritik Sumber), Interpretasi (Penafsiran Data), dan Historiografi (Penulisan Sejarah). Tahapan-tahapan metode penelitian sejarah akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Heuristik (Pengumpulan Data)

Teknik yang digunakan dalam penulisan ini ialah teknik mencari dan mengumpulkan data.10 Yaitu suatu proses yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data atau jejak sejarah. Data yang digunakan berasal dari dua sumber yaitu:

a. Sumber Primer adalah sumber yang disaksikan oleh saksi mata.

1) Sumber Tertulis: antara lain adalah karya KH. Khoiron Husain berupa buku Kunci Dakwah: Pegangan Kunci Dakwah, Risalah Ahlus Sunnah wal Jamaah dan majalah AULA NU tahun 1986.

(23)

13

2) Wawancara: wawancara dengan orang sezaman diantaranya yaitu Nyai Hj. Hilyatun Nisa’ selaku istri KH. Khoiron Husain, Mohammad Zuhri selaku putra KH. Khoiron Husain, Bu Nyai Hj. Nur Hidayati selaku istri pengasuh pondok pesantren putri Salafiyah, wawancara dengan Murtadji Djunaidi selaku murid terdekat KH. Khoiron Husain, Hj. Nur Hayati selaku khaddam dan murid KH. Khoiron Husain, wawancara dengan alumni yang mengabdi di pondok sebagai ustadzah, dan pengurus pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil. Wawancara juga dilakukan kepada sebagian orang yang layak dan dapat dipercaya serta orang-orang yang dekat dengan KH. Khoiron Husain untuk memperoleh kebenaran data yang diperlukan penulis dalam penulisan ini.

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder adalah sumber pendukung untuk memperkuat data yang ada. Diantara beberapa buku yang dijadikan penulis sebagai acuan adalah buku-buku pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil, piagam dan foto-foto KH. Khoiron Husain. Selain buku penulis juga mendapatkan sumber berupa pengakuan pendirian Pondok Pesantren Putri Salafiyah yang diberikan oleh Departemen Agama Republik Indonesia dengan Nomor: Kw.13.5/03/PP.00.7/936/2009.

2. Kritik Sumber

(24)

14

Dalam hal ini ada dua kritik yaitu Kritik intern dan Kritik Ekstern. Kritik intern adalah suatu upaya yang dilakukan oleh sejarawan untuk melihat apakah isi sumber tersebut cukup kredibel atau tidak, sedangkan kritik ekstern adalah kegiatan sejarawan untuk melihat apakah sumber yang didapatkan autentik atau tidak.11

a. Kritik intern

Dalam penelitian kali ini dilihat dari buku pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil. Buku ini di tulis untuk memperingati haul KH. Khoiron Husain. Buku yang diperoleh dengan cara wawancara dengan teman sezaman yang sedikit banyak mengetahui mengenai KH. Khoiron Husain, maka buku tersebut bisa dikatakan merupakan sumber yang kredibel atau bisa dipertaggung jawabkan karena merupakan hasil wawancara dengan orang yang jelas mengenal KH. Khoiron Husain. b. Kritik ekstern

Dilakukan dengan cara menanyakan langsung kepada orang yang mengenal baik dengan KH. Khoiron Husain, yakni dengan keluarga salah satunya dengan istri KH. Khoiron Husain Nyai. Hj. Hilyatun Nisa’ dan

putranya Mohammad Zuhri dan kawan seperjuangan Bapak Murtadji Djunaidi serta murid KH. Khoiron Husain Ibu Nurhayati.

3. Interpretasi (Penafsiran Data)

Interpretasi adalah suatu upaya sejarawan untuk melihat kembali tentang sumber-sumber yang didapatkan apakah sumber-sumber yang

(25)

15

didapatkan dan yang telah diuji autentisitasnya terdapat saling hubungan antara yang satu dengan yang lain. Dengan demikian sejarawan memberikan penafsiran terhadap sumber yang telah didapatkan. Dalam penulisan menganai peran KH. Khoiron Husain dalam mengembangkan pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil (1977-1987) penulis menganalisa secara mendalam terhadap sumber-sumber yang telah diperoleh baik primer maupun sekunder kemudian penulis menyimpulkan sumber-sumber tersebut sebagaimana dalam kajian yang diteliti.

4. Historiografi (Penulisan Sejarah)

Historiografi adalah fase terakhir dalam metode sejarah, historigrafi ini merupakan cara penulisan, penyusunan atau merekontruksi fakta-fakta yang telah tersusun yang didapatkan dari penafsiran sejarawan terhadap sumber-sumber sejarah dalam bentuk tertulis. Dalam penulisan ini menghasilkan sebuah laporan penulisan yang berjudul “Peran KH. Khoiron Husain dalam mengembangkan Pondok Pesantren Putri Salafiyah Kauman Bangil (1977-1987)”.

(26)

16

H. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah penulis dalam menyelesaikan tulisan dengan judul Peran KH. Khoiron Husain dalam mengembangkan pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil Tahun 1977-1987, maka penulis menganggap perlu adanya sistematika pembahasan agar penulisannya dapat terarah dan sesuai prosedur yang ada. Penulis menyusunnya dalam lima bab diantaranya:

Bab I Pendahuluan

Bab I berisi judul, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pendekatan dan kerangka teori, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II Biografi KH. Khoiron Husain

Bab II berisi biografi, pendidikan dan aktifitas, karya-karya yang beliau tulis, dan Riwayat Organisasi KH. Khoiron Husain

Bab III Sejarah dan Perkembangan Pondok pesantren Putri Salafiyah Kauman Bangil Tahun (1977-1987)

(27)

17

Bab IV Usaha-usaha KH. Khoiron Husain dalam Mngembangkan Pondok Pesantren Putri Salafiyah Kauman Bangil

Bab IV membahas tentang perkembangan dalam bidang pendidikan dan perkembangan dalam bidang sarana dan prasarana pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil.

Bab V Penutup

(28)

18

BAB II

BIOGRAFI KH. KHOIRON HUSAIN A. Geneologi KH. Khoiron Husain

Telah dijelaskan pada bab I, bahwa perkembangan pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil, tidak lepas dari peran seorang ulama’ yaitu KH. Khoiron Husain yang biasanya dipanggil Ust. H. Khoiron Husain. Beliau melarang masyarakat dan para santri memanggil dirinya dengan sebutan kyai. Bahkan beberapa saat sebelum meninggal, beliau sempat berpesan agar di batu nisannya nanti jangan ditulis kyai. “terlalu tinggi panggilan itu bagi saya, cukup HM Khoiron

Husain.” Katanya. Beliau dikenal dengan ahli hadith dan memiliki karomah yang sangat besar. Selain berperan dalam mengembangkan pondok pesantren beliau juga ikut berperan besar dalam kehidupan masyarakat Kauman Bangil.

Hari Kamis bertepatan 18 Agustus 1939 bertepatan dengan 1357 H di Bangil Jawa Timur, menjadi salah satu hari yang paling penting dalam perjalanan rumah tangga pasangan Ahmad Husen dan Aminah. Di hari itu lahir anak laki-laki ketiga mereka yang melengkapi rumah tangga mereka. Namun, mereka tidak memandang rendah anak laki-laki dan perempuan yang telah lahir sebelumnya yaitu Chitib dan Fatonah, dan anak laki-laki yang lahir sesudah KH. Khoiron Husain yaitu Ichya’uddin. 1

Sewaktu mengandung putranya yang ketiga ini, Aminah sering berpuasa tanpa menghiraukan kesehatan kehamilannya namun alhamdulillah kandungannya sehat. Ahmad Husen bukan merupakan seorang kiai besar yang memiliki pesantren beliau

(29)

19

hanyalah kiai biasa. Sejak masa kanak-kanak beliau senang belajar agama, membaca sejarah para nabi, biografi ulama’, dan lain-lain.2

Pada hari jum’at dan hari raya Ustadz Khoiron Husain menjadi harapan kaum

fakir miskin. Karena beliau terbiasa memberikan santunan kepada mereka berupa uang atau berupa pakaian sehingga jika kelewatan kadang mereka menagih bagian dan bahkan mereka cemburu dianggapnya Ustad telah melupakan mereka. Orang-orang yang tidak mampu selalu menjadi perhatian beliau. Bila beliau memberi bantuan, diberikannya bantuan itu sekiranya tidak ada orang lain tahu.3

Kebiasaan seperti itu, juga dilakukan sampai sakitar satu jam sebelum beliau meninggal. KH. Khoiron Husain meminta kepada putranya agar semua uang yang di simpan di laci dibawa kerumah sakit. Kemudian KH. Khoiron Husain memberikan uang tersebut kepada suster dan perawat yang ada di rumah sakit.4

Ustad Khoiron Husain yang gemar mengenakan pakaian putih-putih itu sangat disenangi kaum tua dan muda. Sangat mencintai ulama’, habaib dan kiai, alim dan tawadhu. Baliau selalu rendah hati, tidak pernah sombong termasuk dalam berbicara maupun tingkah laku.

Pada hari Rabu tanggal 30 Desember 1987 Beliau dipanggil oleh Allah SWT dalam usia 48 tahun. KH. Khoiron Husain mengalami penyakit Komplikasi sehingga harus di larikan ke Rumah Sakit DR. Soetomo Surabaya. Kemudian jenazah KH. Khoiron Husain dibawa ke Bangil untuk di makamkan di tempat kelahirannya, Kauman. Suasana berkabung di Pondok Pesantren Putri Salafiyah

(30)

20

sangat ramai sekali sehingga mobil jenazah sulit untuk masuk kehalaman Pondok Pesantren. Selain masyarakat serta alim ulama yang datang kerumah almarhum, tampak pula KH. Abdurrahman Wahid menyampaikan belasungkawa.5

Bukan hanya santri dan keluarga beliau saja yang menangis pada waktu itu, tapi juga lebih dari seribu pelayat yang ikut berduka cita sedalam-dalamnya. Bahkan pada saat pemakaman beliau tampak segerombolan pemuda (korak) yang sering minum-minuman keras juga sangat menyesal menangis sejadi-jadinya karena terlambat datang, tak sempat ikut mengangkat keranda jenazah beliau dan juga tak sempat melihat wajah ustadz yang terakhir.6

B. Pendidikan dan Aktifitas KH. Khoiron Husain

Pada tahun 1954 beliau sudah tamat Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama (MINU) Bangil. Kemudian atas keinginan ayahnya, ustadz Khoiron belajar di pondok pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang. Bersama Ustadz Nur Cholis Musytari, beliau berangkat mondok di sana. Di Tambak Beras inilah Ustadz Khoiron memacu talenta, berlomba dengan teman-temannya mengaji berbagai macam disiplin ilmu agama. Ketika di pondok Bahrul Ulum, Ustadz Khoiron sering berziarah ke berbagai pesarean para wali, seperti Mbah Cholil Bangkalan dan Batu Ampar Madura beliau tempuh dengan berjalan kaki. Di pesarean itulah Ustadz Khoiron mempelajari lagi kitab-kitab kesenangannya dan menghatamkan Al-Qur’an.

5 Mohammad Zuhri,

(31)

21

Pada tahun 1958 beliau berhasil menamatkan pendidikan Tsanawiyah Diniyah Tambak Beras, Jombang. Setelah lulus, pengasuh menugaskan beliau untuk berkhidmah di Gondanglegi Malang, namun beliau kurang berkenan dan memilih kembali ke Bangil. Ilmu yang diperolehnya, akan lebih tepat jika diamalkan kepada masyarakat Bangil kota kelahirannya.

Merasa kurang terhadap ilmu agama, pada tahun 1959M beliau melanjutkan pendidikannya di pondok Wahdatut Tullab, Lasem, asuhan mbah KH. Baidhowi. Beliau lebih suka mengistilahkannya “berkhidmah” daripada mondok. Karena KH. Khoiron Husain di pondok tidak hanya mengaji, beliau di pondok mencuci pakaian kiai, mengisi kamar mandi dan pijet-pijet KH. Baidhowi.7

Di kota Bangil ustadz Khoiron belajar di pondok pesantren Datuk Klampayan tempatnya di Kauman Tengah, yang saat itu di pimpin oleh KH. M. Syarwani Abdan. Beliau belajar di pondok pesantren tersebut sebagai santri kalong, dan kitab yang dibahas beliau adalah kitab Bakhtsul Masail karena apabila beliau mendapatkan pertanyaan dari masyarakat yang belum terjawab, maka ustadz Khoiron selalu berkomunikasi dengan gurunya yaitu KH. M. Syarwani Abdan.8

Keluasan pengetahuan beliau terhadap ilmu agama, terutama yang berkaitan dengan ilmu Fiqh dan Tasawwuf, membuat orang lain berdecak kagum. KH. Khoiron Husain pernah berdiskusi soal manaqib dengan salah satu tokoh non NU di kota Bangil. Ketika orang lain masih memperdebatkan masalah katak, beliau

(32)

22

sudah bicara mantap bahwa katak itu haram dimakan maupun dibudidayakan. Hal ini tentu didasarkan pada referensi yang kuat dan akurat tanpa takut resiko apapun.9

Pada hari Sabtu tanggal 06 September 1967 M Ust H. Khoiron di nikahkan dengan Ning Hj. Chilyatun Nisa’, putri KH. Abdur Rohim Rohani. Ning Hj. Chilyatun Nisa’ adalah putri kedua di antara Gus H. Harisun Baihaqi dan Ning Hj. Istiqomah yang bungsu. Dengan pernikahan ini Ust. H. Khoiron semakin dekat dengan KH. Abdur Rohim. Pemikiran baru tentang sistem pendidikan diusulkan pada kyai untuk diterapkan di pesantren Salafiyah. Wetonan dan sorogan tetap berjalan, sistem klasikal mulai masuk.

KH. Khoiron Husain dikenal dengan seorang yang Tawadhu10. Pada saat pondok pesantren putri Salafiyah yang diasuh beliau direnovasi, tetangga kampung sekitar pondok turut membantu. Terutama pada saat pengecoran, orang-orang bergotong royong bahu membahu. Tiba-tiba di kesibukan pengecoran, ustadz Khoiron hadir di tengah-tengah orang yang lagi membawa timba berisi adonan cor yang dengan cara berantai dari tangan ke tangan, untuk turut serta dalam proses pengecoran itu. Otomatis orang-orang yang menyaksikan itu melarang untuk turut serta, betapa orang yang dimuliakan itu agar tidak turut dalam pekerjaan kasar dan kotor itu. Tetapi kemudian ustadz Khoiron berkata: “Apakah saya tidak boleh, mendapatkan pahala sebagaimana yang panjenengan dapatkan dari membantu

9 Murtadji Djunaidi, Wawancara, Surabaya, 19 Mei 2016.

(33)

23

pembangunan pondok ini?”. Mendengar kalimat beliau, akhirnya semangat orang -orang semakin bertambah dalam membantu pengecoran itu.11

Tahun 1971, beliau ditakdirkan oleh Allah untuk naik haji yang pertama. Di Makkah, tidak semata-mata menunaikan ibadah haji, namun digunakan beliau untuk mengaji pada syekh asal padang bernama Syekh Yasin Isa Al-Padangi. Di sinilah beliau mengkaji kitab Asaanid al-Kutub Alhaditsiyyah Assab’ah, yaitu kitab yang membahas tentang hadits-hadits shohih imam tujuh dan kitab al-Muwattho karya Imam Malik. Pada tahun 1981 beliau naik haji dengan neng Chilyatun Nisa’ dan Gus H. Zuhri, dan pada tahun 1983 Beliau kembali naik haji dengan ibu Nyai Umi Kultsum serta pada tahun 1986 beliau naik haji bersama Neng Chilyatun Nisa’

yang ke dua kalinya, ditemani oleh ke dua putra beliau, Neng H. Najma Zahiro dan Agus H. Zuhri.12

Empat tahun kemudian, beliau kembali ke Makkah untuk yang kedua kalinya. Namun sebelum musim haji tiba, beliau punya keinginan untuk singgah ke Syiria, menjumpai Sayyid Muhammad Taisir Al-Mahzumi, tokoh tarekat Syadziliyyah. Pada tahun 1978, beliau kembali ke Syiria sebelum terus ke Mekkah untuk Tahqiq (memperkokoh) kitab yang dikajinya, dua tahun sebelumnya sekaligus berbai’at.13

Kemudian pada tahun 1981 ke tanah suci, kali ini bersama isteri dan dua orang putranya Neng Ema dan Gus Zuhri. Tahun 1983 dan 1986, ustadz ke Mekkah lagi untuk ke enam kalinya dan yang terakhir. Saat itu beliau menamatkanSunan Abu Dawud kepada Syekh Abi Yasin Al-Padangi.

(34)

24

C. Karya-karya KH. Khoiron Husain

KH. Khoiron Husain adalah seorang penulis yang cukup produktif. Beliau menulis buku tentang agama yang berjudul Risalah Ahlus Sunnah Wal Jamaah Didalam bukunya beliau menjelaskan bahwa pada saat ini banyak yang membahas tentang Ahlus Sunnah Wal Jamaah, banyak diantara mereka mengaku bahwa dirinya lah yang berhak menamakan dirinya Ahlus Sunnah Wal Jamaah serta menyatakan dirinya lain dengan ahli bid’ah yang sesat. Untuk itu sudah jelas dalam hadits bahwa kita diperintahkan untuk mengikuti dan berpegang teguh kepada perkataan nabi dan para sahabat. Agar kita tidak tersesat dalam arus gelombang pengakuan yang tak ada ujung pangkalnya, perlu adanya pemisah antara golongan ahlus sunnah wal jamaah dan golongan bid’ah.

Menurut KH. Khoiron Husain, Ahlus Sunnah Wal Jama’ah berasal dari Ahlu berarti keluarga/golongan. Sunnah berarti hadith nabi, Jama’ah berarti golongan sahabat. Jadi Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah golongan dari beberapa golongan

umat Islam, yang dalam melakukan semua amaliyahnya selalu berpegang teguh kepada kitabullah, Assunah dan Atharus Shahabat, dalam melaksanakan segala ajaran agamanya di segala bidang, yang pada dasarnya lebih mengutamakan petunjuk Agama dari pada petunjuk akal. Ahlus sunnah wal jamaah dalam menerapkan hukum-hukum Islam selalu berdasar pada Al-Qur’an, Al-Hadith, Al-Ijma’ dan Al-Qiyas.

Sedangkan bid’ah menurut bahasa adalah model baru, menurut istilah ialah

mengadakan apa saja yang tidak cocok atau menyalahi perintah agama. Bid’ah

(35)

25

syafi’i membagi bid’ah dalam dua golongan: bid’ah mahmudah (dipuji) yaitu

bid’ah yang cocok tidak menyalahi sunnah dan Bid’ah madzmumah (cacat) yaitu

bid’ah yang tidak cocok atau menyalahi sunnah.

KH. Khoiron Husain juga menulis buku kunci dakwah: Pegangan Juru Dakwah, dalam bukunya beliau menjelaskan pengertian dakwah adalah segala kegiatan baik yang berbentuk ucapan, perbuatan yang bersifat mengajak, mendorong menusia dengan segala daya upaya, agar beramal sesuai dengan ajaran Allah SWT dalam kehidupannya untuk kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat.

Metode dakwah adalah cara, taktik atau prosedur yang dipakai sebagai alat dalam kegiatan dakwah, agar mudah diterima oleh objek dakwah, karena itu metode dakwah tidaklah tetap, tetapi bisa berubah menurut keadaan, waktu dan tempat.

Objek atau sasaran dakwah adalah manusia, baik perorangan maupun kelompok, atas dasar kenyataan yang telah ada, dan mempunyai klasifikasi sebgai berikut: orang atau golongan Islam, orang atau golongan non Islam dan orang atau golongan yang tidak beragama.

Tahap berdakwah, seorang da’i hendaklah memperhatikan tahap atau tingkat

mana yang sesuai dengan obyeknya, sebab dakwah mempunyai beberapa tahap: 1. Memberikan pengertian kalimat syahadat serta maksudnya.

2. Menanamkan pengertian tentang rukun iman dan rukun Islam serta mengamalkannya.

3. Menanamkan kesadaran akan hukum-hukum Islam dan mematuhinya.

(36)

26

5. Penguasaan lebih dalam lagi terhadap doktrin Islam ala Ahlus Sunnah Wal Jamaah.

Pada tahun 1986 KH. Khoiron Husain aktif di majalah AULA NU, banyak tulisan beliau yang berisi tentang jawaban berbagai persoalan yang ditanyakan oleh masyarakat. Dalam menjawab pertanyaan tersebut KH. Khoiron Husain tidak semata-mata langsung menjawab begitu saja tetapi beliau menjawab atas landasan Al-Qur’an dan beberapa kitab yang telah beliau pelajari.

D. Riwayat Organisasi KH. Khoiron Husain

Dari latar belakang keluarganya, ia terlahir dari keluarga yang terhormat dan terpandang serta memiliki watak pejuang yang sangat tinggi. Beliau juga sangat peduli terhadap pendidikan, maka tidak heran lagi jika kiprah beliau banyak di pendidikan, karena beliau banyak menfasilitasi keluarga yang tidak mampu agar mereka bisa melanjutkan sekolah. Ustadz Khoiron sejak muda mulai aktif berorganisasi, contoh konkritnya yaitu beliau sejak muda mulai aktif di organisasi IPNU cabang Bangil sebagai Kabid. Beliau aktif dalam organisasi IPNU cabang Bangil, pada saat itu bapak Imam Bukhori dan Ust. Khoiron Syakur menjadi pengurus.14

Organisasi IPNU adalah salah satu badan otonom NU yang menangani pelajar, remaja dan santri. Sebelum IPNU terbentuk para pelajar NU sudah mendirikan organisasi didaerah masing-masing, yang antara satu dengan lainnya tidak saling berkaitan.15

14 Murtadji Djunaidi, Wawancara, Surabaya, 19 Mei 2016.

(37)

27

Pada tahun 1965 M beliau bergabung dengan sesepuh yang sedang mengelola lembaga pendidikan bernama STPD (Sekolah Tarbiyah Pendidikan dan Dakwah) yang dirintis oleh pengurus syuriah NU cabang Bangil. Pada saat itu beliau aktif di syuriah NU cabang Bangil bagian kader. Disamping berkhotbah dimasjid-masjid, beliau tumpuan kaum muda untuk memberikan ceramah. Sesuai dengan disiplin ilmu beliau yaitu tentang Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. STPD ini dimaksudkan sebagai wadah kader syuriah ke depan, sekarang menjadi RDA (Raudhatul Athfal). Ustadz Khoiron Husain merupakan kader Nu yang berhasil. Beliau juga seorang Da’i yang dakwahnya disenangi dari kalangan tua hingga muda. Disamping itu beliau berkhotbah bukan hanya di kota kelahirannya, namun ke berbagai pelosok daerah Jawa Timur. Beliau rutin mengisi pengajian di berbagai instansi. Beliau juga pernah mengasuh santapan rohani di pengadilan Negeri Pasuruan dan Polsek Kecamatan Bangil pada awal tahun tujuh puluhan. Setiap hari-hari besar Islam, terutama bulan Ramadhan, beliau didaulat mengisi pengajian remaja masjid di berbagai tempat. Remas Bangil mengontrak beliau untuk mengisi pengajian-pengajian rutin di luar kota, seperti Masjid Lawang. Beliau juga meneruskan perjuangan K.H. Abdur Rohim Rohani mengisi pengajian di RDA 45 (radio 45 Bangil) terutama pada bulan Ramadhan dan pengajian pagi yang diikuti masyarakat umum dan santri di musholla Salafiyah sendiri. Bukan itu saja, beliau juga mengasuh rubrik Bahtsul Masa’il di majalah AULA milik Nahdlatul Ulama Jawa

Timur, dan berkhutbah di masjid-masjid. Ustadz Khoiron Husain menjadi penulis tetap majalah AULA pada masa itu, karena beliau di bidang dakwah.16

(38)

28

Setiap acara Lailatul Ijtima’ yang membahas masalah Agama, ustadz Khoiron Husain pasti membawa kitab referensi dipadukan dengan pendapat yang lain. Beliau menjabat Katib Syuriah pada tahun 1965 dan Rois Tsalis pada tahun 1985, sedangkan pada tahun 1986 dipercaya menjadi ketua Rabutah Maahid.

Pada muktamar ke 27 di Situbondo, Ustadz Khoiron Husain mengangkat masalah katak yang pada saat itu diributkan oleh masyarakat disuatu komplek lokakarya tentang “Ulama” yang dimotori LP3ES pada pertengahan tahun 1987 lalu, beliau sempat berbicara banyak yang dimuat lengkap oleh Majalah Pesantren. Organisasinya yang terakhir masih sempat urun rembuk yang berkaitan dengan kesejahteraan NU di masa depan, pada Munas Ulama di Cilacap November 1987 yang lalu.17

Di Salafiyah sendiri, Ust. Khoiron memegang pelajaran tafsir, Fathul Mu’in,

Adzkar Nawawi, Hikam, dan Abi Jamroh. Materi-materi berat tersebut diajarkan pada siswi kelas 5 dan 6 MID, serata diajarkan pada senior-senior tertentu. Di Bangil beliau mendirikan sebuah kumpulan pemuda yang diberi nama PPAB (Pengajian Pemuda Ahlus Sunnah Wal Jamaah Bangil). Pusatnya yaitu berada di desan Kauman, bentuk fisiknya yang masih tertinggal sampai sekarang yaitu Mushollah Wakof PPAB yang sampai sekarang masih berdiri kokoh di Kauman. Namun setelah beliau meninggal kumpulan pemuda ini fakum karena tidak adanya pemuda yang mampu menggantikan posisi seperti sosok Ustadz Khoiron Husain.18

(39)

29

BAB III

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN PUTRI SALAFIYAH KAUMAN BANGIL TAHUN (1953-1987)

A. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Putri Salafiyah Kauman Bangil 1. Letak Geografis

Pondok pesantren putri Salafiyah berada di Kecamatan Bangil di jalan Kauman Tengah No. 274. Dengan jarak sekitar 500 meter ke arah selatan adalah jalan raya dan pasar Bangil, sampai ke arah timur adalah masjid Jami’, alun-alun kota Bangil, plasa dan sebagainya.

Adapun di belakang pondok pesantren putri Salafiyah ini terdapat rumah penduduk yang padat. Sedangkan didepannya terdapat jalan umum yang mana diseberangnya adalah kediaman dari pengasuh pondok pesantren putri Salafiyah beserta keluarga.

Dibelakang rumah keluarga pengasuh pondok pesantren putri Salafiyah terdapat sebuah langgar dan tempat untuk megaji kitab-kitab kuning, yang banyak diikuti oleh orang-orang kampung (bukan santri putri Salafiyah melainkan mereka sekolah umum yang mengaji atau belajar kitab kuning).1

2. Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren Putri Salafiyah Kauman Bangil Sejarah dan berkembangnya pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil adalah salah satu kota santri di Jawa Timur. Di kota ini banyak

(40)

30

pondok yang berdiri sudah cukup terkenal di tanah air. Salah satu diantaranya adalah Pondok Pesantren Putri Salafiyah yang terletak di desa Kauman sebelah utara Masjid Agung Bangil yang mayoritas santrinya perempuan.

Pondok pesantren putri Salafiyah didirikan oleh KH. Abdur Rohim Rohani pada tahun 1953 M. Adapun hal-hal yang melatar belakangi berdirinya pondok pesantren putri Salafiyah berawal dari banyaknya permintaan yang datang dari masyarakat khususnya kaum perempuan agar KH. Abdur Rohim Rohani membuatkan naskah pidato yang akan mereka sampaikan dalam berbagai even Islami seperti Maulid Nabi saw, Isro’ Mi’roj, dan lain sebagainya.

Di antara upaya KH. Abdur Rohim Rohani untuk menghidupkan syi’ar ini adalah mengadakan haflah akhir sanah pada setiap tahun yang bertempat di pondok pesantren ini. Beliau mengundang para wali santri dan beberapa masyayikh serta para pengasuh pondok pesantren baik dari dalam maupun dari luar kota, kemudian beliau menyuruh santrinya untuk membaca kitab di depan khalayak. Setelah menyimak bacaan kitab para santri, para masyayikh merasa kagum dan bahagia atas kemahiran mereka, karena ilmu tersebut jarang dikuasai serta diperdalam oleh wanita, terlebih pada zaman ini. Beliau juga mendatangkan guru bahasa Arab, dan orang yang pertama kali mengajar bahasa arab secara khusus yaitu Alm. Ust. Salim Arfan.

Adapun latar belakang pendirian pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil di dasarkan pada:

(41)

31

b. Banyaknya wanita yang tidak mengetahui hukum agama terutama yang berhubungan dengan kewanitaan, namun mereka malu mengatakan kepada pria.

c. Kemajuan jaman yang menuntut agar wanita memiliki ilmu, berpendidikan dan mulia, untuk generasi yang bertanggung jawab dan mampu meneruskan perjuangan.

d. Wanita adalah pendidikan keluarga yang dituntut agar berpendidikan cukup dan tidak selalu bergantung pada orang lain.

Dari latar belakang diatas, menunjukkan bahwa berdirinya pondok pesantren putri Salafiyah adalah untuk mengangkat derajat dan martabat wanita sesuai dengan kodrat serta perkembangan jaman. Jadi, wujud konkritnya pendidikan pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil adalah untuk membina generasi wanita yang punya wawasan luas dan mampu berkiprah serta mampu menjadi panutan kaum wanita.2

3. Tujuan Pondok Pesantren Putri Salafiyah Kauman Bangil Tujuan utama pondok pesantren adalah sebagai berikut:

a. Menyiapkan santri untuk menguasai ilmu agama Islam yang diharapkan dapat mencetak kader-kader ulama dan turut mencerdaskan kehidupan masyarakat Indonesia.

b. Dakwah menyebarkan agama Islam.

c. Benteng pertahanan umat dalam bidang akhlak.

(42)

32

d. Meningkatkan pengembangan masyarakat diberbagai sektor kehidupan.3 Dengan adanya tujuan pondok pesantren tersebut maka setiap pondok pesantren di Indonesia memiliki tujuan dan dasar masing-masing. Pondok pesantren putri Salafiyah Kauman memiliki dasar dan tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikannya. Dasar pendidikannya adalah untuk mencetak generasi-generasi yang tangguh, mencetak kader-kader dakwah yang bertanggung jawab dan selalu berpegang teguh kepada Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Sedangkan tujuan pendidikannya adalah untuk mengangkat derajat dan martabat kaum wanita sesuai dengan kodratnya, dengan ditunjang berbagai ilmu dan mempertinggi nilai-nilai Akhlakul Karimah.4

B. Perkembangan Pondok Pesantren Putri Salafiyah Kauman Bangil

Pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil merupakan salah satu pondok pesantren yang ada di Jawa Timur yang ikut berpartisipasi dalam penyebaran agama Islam di era modern. Maka pada pembahasan ini penulis mencoba untuk memaparkan perkembangan pondok pesantren putri salafiyah berdasarkan keterangan dari beberapa responden sesuai dengan situasi yang ada, mulai pondok pesantren putri salafiyah berdiri hingga tahun 1987 mengalami proses perkembangan yang cukup relevan dengan perkembangan dan tuntutan masyarakatnya.

Perkembangan itu meliputi metodologi pengajaran, sarana dan prasarana, unit dan jenjang pendidikan yang dimiliki maupun faktor-faktor pendukung lainnya.

(43)

33

Pembahasan akan di uraikan dalam dua periode yaitu periode awal yang merupakan perintisan dan periode kedua yang merupakan periode kemajuan pondok pesantren putri Salafiyah.

1. Periode Awal (1953-1977)

Pada periode awal ini merupakan masa perintisan yang di pimpin oleh KH. Abdur Rokhim Rohani, periode ini pondok pesantren mempunyai ciri yang masih sederhana yang dimiliki pondok baik dari segi fisik maupun non fisik. Dalam proses perkembangannya dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kondisi Dari Segi Fisik

Dalam situasi masyarakat desa khususnya kaum perempuan yang masih mengalami minimnya pendidikan, maka KH. Abdur Rokhim Rohani berinisiatif untuk mendirikan pondok pesantren yang mana pondok pesantren tersebut di khususkan untuk kaum perempuan. Pendirian pondok pesantren tersebut berawal dari banyaknya permintaan yang datang dari kaum perempuan untuk dbuatkan naskah pidato yang akan disampaikan dalam berbagai even Islami seperti Maulid Nabi, Isro’ Mi’roj dan lain sebagainya.

(44)

34

Salafiyah berjumlah 17 orang, 9 diantaranya bermukim di pesantren. Sedangkan 8 lainnya tidak bermukim (santri kalong).

b. Kondisi Dari Segi Pendidikan

Pada masa awal permulaan pondok pesantren putri Salafiyah sistem pendidikan yang diterapkan adalah sistem pendidikan nonformal. Materi yang beliau berikan lebih dititik beratkan pada penguasaan gramatikal bahasa arab sebagai instrumen penting dalam memahami kandungan kitab-kitab klasik. Jadwal pembelajaran pun belum tertata secara sistematis, tergantung waktu senggang Kyai. Metode yang digunakan juga bersifat tradisional, yaitu sistem sorogan (lebih fokus pada pengembangan kemampuan perseorangan santri di bawah bimbingan kyai) dan wetonan (santri mendengar dan menyimak kitab yang dibacakan kyai.

Belum rampung tugas yang beliau emban, pada 9 Muharram 1397 H/ 1977 M beliau hartus menutup lembaran sejarah perjuangan, menghadap keharibaan Rabb al izzah, meninggalkan 300 santri yang masih membutuhkan bimbingan beliau.

2. Periode Perkembangan (1961-1987)

(45)

35

pengasuh pondok pesantren putri Salafiyah masih dibawah asuhan KH. Abdur Rokhim Rohani. Masa kepemimpinan pondok pesantren tidak boleh digantikan sebelum pengasuh pertama belum meninggal. Adapun perkembangan pondok pesantren putri Salafiyah adalah:

a. Perkembangan Dari Segi Fisik

Usaha yang dicurahkan KH. Abdur Rahkim Rohani dan KH. Khoiron Husain dalam membina pesantren, mendapat simpati dan partisipasi besar dari masyarakat. Perkembangan yang paling menonjol yakni dengan bertambahnya jumlah santri dari tahun ke tahun, sehingga sedikit demi sedikit pesantren semakin berkembang.

Perkembangan pesantren ini dimulai sejak berdirinya rumah yang kecil dan surau (langgar) yang jauh dari kesempurnaan, rumah ini terdiri dari 3 ruangan kecil. Karena jumlah santri semakin bertambah dan sarana pendidikan Islam kurang memadai. Akhirnya mulai dibangunkan sebuah gedung yang cukup buat menampung santri. Dan mulai mendirikan sebuah madrasah diniyah yang kemudian ditambah dengan madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah.

(46)

36

tidak disediakan perumahan yang cukup untuk menampung santri akhirnya perlu adanya suatu asrama khusuh bagi santri. Ketiga, ada sikap timbal balik antara kiai dan santri, santri menganggap kiainya seolah-olah sebagai bapaknya sendiri, sedangkan kiai menganggap para santri sebagai titipan Tuhan yang harus senantiasa dilindungi.5

Simpati masyarakat terhadap pendidikan semakin meningkan, sehingga pada tahun-tahun berikutnya yang tercata sebagai murid madrasah tidak hanya para santri dan murid dari Kauman Bangil sendiri akan tetapi banyak penambahan santri dari luar Bangil, seperti Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Madura, Gresik, Sidoarjo dan bahkan juga ada yang dari Surabaya.6

Adanya langgar yang berada di belakang rumah pengasuh di buat untuk berkumpul para santri dan tetangga untuk mengaji kitab kuning, bangunan tersebut sampai sekarang tetap terjaga seperti sediakala. Perkembangan pesantren bisa dilihat dari sektor sarana pendidikan, perkembangan jumlah santri. Perkembangan fisik meliputi: mushollah sebagai tempat berkumpul para santri, ustadzah serta pengasuh, pendopo tempat ngaji serta tempat perkumpulan santri-santri dan ruang-ruang yang dipakai mengaji serta beberapa kelas untuk sekolah.

5 Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES. 1994), 46.

(47)

37

b. Perkembangan Dari segi Pendidikan

Perkembangan ini atas kerja keras KH. Abdur Rokhim Rohani, beliau tak henti-hentinya berjuang dengan penuh kesungguhan dalam meningkatkan kwalitas pondok pesantren putri Salafiyah dengan menambahkan materi-materi pelajaran, seperti nahwu, shorof dan i’lal dan berusaha memberi pemahaman yang begitu mendalam hingga santri benar-benar menguasai pelajaran.

Pondok pesantren putri Salafiyah mulai berkembang dan semuanya terorganisasi tidak seperti periode permulaan, di samping diperlakukan sistem sorogan dan wetonan juga diterapkan sistem klasikal. Sistem sorogan dan wetonan merupakan metode klasik dan paling tradisional yang ada sejak pertama kali pondok pesantren putri Salafiyah didirikan dan masih tetap eksis dan dipakai sampai saat ini. Adapun sistem klasikal adalah metode sistem kelas yang tidak berbeda dengan sistem modern, hanya saja bidang studi yang diajarkan mayoritas adalah keilmuan agama.7

Sistem klasikal dilaksanakan di pondok pesantren putri Salafiyah pada malam hari setelah sholat isya’. Sistem ini berbeda jauh denga sistem sorogan, dalam sistem sorogan para santri mempeunyai tingkat pengetahuan yang berbeda-beda dan usianya juga berbeda-beda. Dalam sistem klasikal ini guru atau pengasuh memperhatikan kemajuan para santri dengan jalan mengadakan ulangan atau ujian pada waktu-waktu tertentu.

(48)

38

Dengan adanya sistem klasikal sebagai mana yang berlangsung, tidak berarti bahwa pondok pesantren menghilangkan sistem sorogan, akan tetapi masih tetap menjalankan pembelajaran Al-Qur’an sebagai pelajaran harian guna memperoleh kecakapan khusu dalam membaca kitab suci tersebut. Pelajaran ini merupakan pelajaran tambahan dari yang telah dipelajari disekolah.

Sistem pendidikan pesantren didasari, digerakkan dan diarahkan oleh nilai-nilai kehidupan yang bersumber pada ajaran dasar Islam. Ajaran Islam ini menyatu dengan struktur kentekstual atau realitas sosial yang di gumuli dalam kehidupan keseharian.

c. Usaha Pembinaan Profesionalisme Pondok Pesantren

Profesionalisme adalah mutu atau kualitas yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional. Profesionalisme merupakan kompetensi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik dan benar dan juga komitmen dari para anggota dari sebuah profesi untuk meningkatkan sebuah kemampuan.

(49)

39

berguna bagi masyarakat serta mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi disekitarnya.

Saat ini masyarakat dan bangsa dihadapkan dengan berbagai masalah dan persoalan yang mendesak. Masalah-masalah yang paling menonjol ialah tekanan masalah penduduk, krisis ekonomi, pengangguran, arus urbanisasi dan lainnya. Dalam bidang pendidikan untuk memecahkan masalah tersebut, maka eksistensi pondok pesantren akan lebih disorot. Karena masyarakat dan pemerintah mengharapkan pondok pesantren yang memiliki potensi yang besar dalam bidang pendidikan.

Adanya anggapan bahwa tidak semua lulusan atau keluaran pondok pesantren akan menjadi ulama atau kiai, dan memilih lapangan pekerjaan dibidang agama, maka keahlian-keahlian lain seperti pendidikan keterampilan perlu diberikan kepada santri sebelum santri itu terjun ketengah-tengah masyarakat.

Karena itu ustadz Khoiron Husain mempunyai gagasan yang paling menonjol yaitu dengan ditugaskannya santri yang telah menyelesaikan jenjang MA untuk mengembangkan ilmu dan mengabdikan dirinya pada masyarakat yang ditempatkan di beberapa pesantren di Jawa Timur dan Madura.8 Tujuan Ustadz Khoiron menugaskan santri untuk mengabdikan ilmunya supaya santri bersikap mandiri.

Karena kemandirian adalah salah satu sifat kepemimpinan, selainitu banyak lagi sifat-sifat lain diluar kemandirian yang masuk kategori

(50)

40

kepemimpinan, misalnya keberanian, kepekaan dan kepeloporan. Untuk membentuk karakter tersebut dan untuk mengeksplorasi potensi kepemimpinan maka perlu adanya media pelatihan.

Proses pelatihan pada akhirnya melahirkan pribadi yang kuat, dan dapat menyelesaikan masalah sendiri dengan cermat. Pelatihan juga dapat melahirkan karakter manusia yang senantiasa bekerja dalam kelompok untuk menyelesaikan masalah secara bersama-sams. Pembentukan karakter dan kepribadian yang diproses melalui media pelatihan akan turut membantu upaya penguatan SDM dimasyarakat, khususnya di lingkungan pesantren.9

Dengan berdirinya pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil, maka peranan pesantren dalam bidang keagamaan sangat besar. Peran yang dilakukan pesantren dalam kehidupan masyarakat adalah bimbingan mental spiritual dan soal-soal ibadah ritual. Atas dasar kegiatan tersebut maka tampak dengan jelas hubungan antar keduanya secara tidak langsung aktifitas pondok pesantren telah menanamkan kepada santri dan meningkatkan aktifitas keagamaan dalam masyarakat, kebiasaan-kebiasaan positif yang nantinya dapat dijadikan bekal dalam menghadapi kehidupan kelas dimasyarakat sebagai sistem kemasyarakatan kelurahan Kauman Bangil sudah bercorak Islam.

9 Jamaluddin Malik, Pemberdayaan Pesantren : Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri

(51)

41

Sebaliknya pada andil masyarakat, aktifitas dan pengaruh pondok yang banyak memberikan perubahan dalam kehidupan kerohanian mereka adalah pengaruh kehidupan Islam yang luas terhadap masyarakat, sehingga masyarakat kelurahan Kauman Bangil bercorak Islamistis, disamping itu kehidupan keberagaman yang masih tingkat awam kini menjadi maju karena aktifitas pesantren tersebut semakin baik perkembangannya.

Pada dasarnya perkembangan pondok pesantren dari dahulu itu serupa, ada kiai yang menguasai ilmu agama dan terpandang pula disekitarmya dia berasal dari keluarga baik-baik, menunjukkan sikap dan kelakuan yang terpuji dari masyarakat sekitarnya. Kiai ini berniat menyebarluaskan agama yang dipahaminya dalam setiap kesempatan beliau menjadi tempat bertanya meminta perkembangan memohon nasihat dan meminta pertolongan. Kepercayaan kepadanya menjadi semakin tebal. Karena itu kiai menjadikan terkenal tidak saja didesanya melainkan menjangkau daerah diluarnya.

C. Kegiatan Pondok Pesantren Putri Salafiyah Kauman Bangil

(52)

42

tempat bagi seorang santri untuk mengekspresikan diri melalui kegiatan pondok pesantren putri Salafiyah.

Dengan langkah seperti ini, maka pondok pesantren putri Salafiyah memberi sumbangsih yang besar terhadap masyarakat. Kegiatan pondok pesantren putri Salafiyah menjadi sorotan bagi masyarakat sekitar pesantren. Tujuan adanya kegiatan di pondok pesantren putri Salafiyah agar para santri bisa belajar dalam mempraktikkan keilmuannya dan intelektual pada kegiatan dalam pesantren sehingga apabila santri sudah lulus, maka dapat memberikan nuansa baru dimasyarakat.

Selain kegiatan formal madrasah, para santri juga dipenuhi dengan beragam kegiatan. Kegiatan-kegiatan yang ada di pondok pesantren putri Salafiyah merupakan kegiatan penunjang dan sebagai kemandirian santri, adapun kegiatan yang ada di pondok pesantren putri Salafiyah, sebagai berikut:

1. Pengajian rutin yang diasuh oleh para guru.

2. Kursus nahwu, bahasa arab, bahasa inggris dan jurnalistik (bagi yang berminat).

3. Tilawah.

4. Bahtsul Masail (untuk siswi MA).

5. Forum kader dakwah (pengenalan medan dakwah untuk siswi kelas 3 MA). 6. Jam’iyah rutin tiap hari senin dan kamis.

(53)

43

Pada pukul 03.00 WIB para santri mengawali aktifitasnya dengan bangun tidur dan dilanjutkan dengan shalat lail yang dilaksanakan di asrama atau komplek masing-masing, untuk mengisi waktu luang sebelum shalat subuh mereka gunakan untuk wirid, membaca Al-Qur’an dan ada yang membaca buku pelajaran sekolah hingga saat adzan shubuh tiba.

Setelah shalat subuh, para santri kembali ke kamarnya masing-masing dan mempersiapkan diri untuk mengikuti aktifitas selanjutnya yaitu pada pukul 05.00 WIB sampai 05.30 WIB, semua santri mengikuti aktifitas tadarrusul Qur’an yang

dilaksanakan setiap hari kecuali hari selasa dan jum’at yang diasuh oleh segenap ustadzah di tiap komplek.

Di samping aktifitas tersebut pada pukul 05.30 WIB sampai pukul 06.30 WIB, juga dilaksanakan oleh semua santri yaitu pengajian Syarah Hikam pada hari selasa dan jum’at. Dilanjutkan dengan pengajian Mukhtarul Ahadits dilaksanakan pada hari rabu dan kamis, kemudian pengajian Riyadlussholihin pada hari sabtu, ahad dan senin pada jam yang sama. Khusus untuk santri kelas persiapan I, II dan II Madrasah Islamiyah Diniyah melaksanakan aktifitasnya pada pukul 05.30-06.00 WIB, yaitu tartilul Qur’an.

(54)

44

Pada hari jum’at pukul 07.00-10.00 WIB diadakan kursus bahasa Arab khusus kelas V dan VI MID, kursus ini diharapkan agar dapat membantu kemampuan para santri dalam mempraktekkan bahasa Arab dalam berkomunikasi sehari dan dapat digunakan dalam memahami pelajaran-pelajaran yang berbahasa Arab. Sedangkan khusus kelas II dan III Madarasah Aliyah gelombang I pada jam yang sama melaksanakan kegiatan tartilul Qur’an.

Santri yang belajar di Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah, pada pukul 13.00-16.00 WIB megikuti pelajaran kelas masing-masing sesuai dengan tingkatannya dilaksanakan setiap hari kecuali jum’at.

Pada pukul 13.30-16.00 WIB, santri kelas persiapan kelas I, II dan III MID diadakan kursus Nahwu, I’rob dan Tajwid setiap hari kecuali hari Jum’at yang merupakan hari libur resmi. Kegiatan selanjutnya dilaksanakan pada hari jum’at pukul 14.00-16.00 WIB yang dilaksanakan oleh siswi kelas III Madrasah Aliyah gelombang II, yaitu Tartilul Qur’an. Pada hari sabtu dan minggu pukul 17.00-18.00 WIB diadakan kursus Bahasa Arab bagi santri kelas persiapan kelas I, II dan III MID.

Pada waktu yang sama diadakan kegiatan pengajian Majmuk Arbaurrosail setiap hari selasa dan rabu yang di ikuti oleh santri kelas persiapan I, II dan III MID dan pengajian ilmu Tauhid Qomi’utttughyan. Pada hari yang sama juga setiap hari

jum’at diadakan pengajian Tafsir Yasin yang diikuti oleh kelas II MID, belajar kitab

(55)

45

Pada hari jum’at sampai senin diadakan pengajian Mukasyafatul Qulub yang

diikuti oleh segenap santri. Pada pukul 18.15-19.00 WIB setiap hari jum’at dan minggu diadakan pengajian Majalis diikuti oleh kelas VI MID. Nashoihuddiniyah kelas V MID, Fathu Robbul Bariyah kelas IV MID kemudian Jurumiyah kelas II dan III MID serta Awamil yang diikuti oleh kelas persiapan MID. Sedangkan setiap hari selasa dan rabu pada waktu yang sama bagi kelas VI MID mempelajari kitab Jawahirul Bukhori. Kelas IV dan V MID belajar Risalah Muawwanah, sedangkam kelas III MID mempelajari Akhlaqul Banat juz III. Kelas II MID mempelajari kitab Muntakhobat juz I, kelas I MID mempelajari kitab Muntakhobat juz I, dan Muntakhobat juz II dipelajari oleh kelas persiapan Madrasah Tsanawiyah.

Pada pukul 20.00-21.30 WIB diadakan Qiro’ah Bittaghoni yang diikuti oleh segenap santri dan dilaksanakan setiap hari jum’at pada waktu libur sekolah. Pada

waktu yang sama diadakan kursus jurnalistik untuk kelas I dan II Madrasah Aliyah. Sedangkan kursus bahasa Arab diikuti oleh kelas III Madrasah Aliyah, kelas II MA mengikuti tartilul Qur’an.

Pada hari sabtu khusus kelas III Madrasah Aliyah diadakan kursus kader dakwah yang bertujuan untuk mencetak sumber daya manusia yang terampil di bidang dakwah. Upaya ini dilakukan untuk menjadikan santri sebagai muballighoh terapan yang siap terjun ditengah-tengah masyarakat bila kelak sudah tamat dari pondok.

(56)

46

Demikianlah gambaran aktifitas santri pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil yang dilakukan secara rutin setiap hari, dan dengan jadwal kegiatan yang telah dijadwalkan sebagaimana dalam tabel berikut:

Waktu Jenis Kegiatan Hari Keterangan 05.00-05.30 Tadarusul Qur’an Setiap hari selain

selasa dan jum’at

Segenap santri

05.30-06.00 Tartilul Qur’an Selasa dan jum’at Kelas persiapan I, II dan III MID 07.00-10.30 Belajar formal MID Sabtu s/d senin Santri MID 07.00-09.00 Pengajian 13.00-16.00 Sekolah MTs-MA Sabtu s/d kamis Segenap santri

MTs dan MA 13.30-14.30 Kursus Nahwu, I’rob,

Tajwid

Jum’at Kls persiapan I, II,

III MID

14.00-16.00 Tartilul Qur’an Jum’at Kls III MA gel II 17.00-18.00 Kursus Bahasa Arab

Pengajian

(57)
(58)

48

Bahasa Inggris Bahasa Arab

Sabtu

Minggu dan rabu

Kls I, II MA Pers I,II,III,IV,V MID

Agar para santri tidak ketinggalan informasi berita, pondok pesantren putri Salafiyah telah mengupayakan dengan pengadaan media informasi, antara lain:

1) Menerbitkan bulletin Al-Wardah setiap satu bulan. 2) Memasang majalah dinding (Jawa Pos).

3) Membeli majalah-majalah Islami untuk kelengkapan kepustakaan.10

(59)

49

BAB IV

USAHA-USAHA KH. KHOIRON HUSAIN DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN PUTRI SALAFIYAH KAUMAN BANGIL

A. Perkembangan dalam Bidang Pendidikan

Pendidikan memberikan umat Islam kemampuan teknik ilmiah yanh lebih tinggi untuk mengungkapkan dirinya. Khususnya dalam mengungkapkan aspirasi dan wawasan labih jauh, kemampuan itu juga menghasilkan suatu akibat sampingan yang barangkali justru paling penting yaitu pemantapan pada diri sendiri dan kecenderungan yang lebih besar untuk berfikir lebih positif.1

Pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil adalah lembaga pendidikan yang merupakan salah satu sub sistem dari sistem pendidikan nasional yang bertugas sebagai pembina dan pembentuk manusia Indonesia yang berdasarkan UUD 1945. Antara pendidikan Islam dan pendidikan nasional Indonesia tidak dapat di pisahkan satu dengan yang lainnya. hal ini dapat ditelusuri dari dua segi, pertama dari konsep penyusun pendidikan itu sendiri, dan yang kedua dari hakekat pendidikan Islam dalam kehidupan beragama kaum muslimin Indonesia. penyusun suatu sistem pendidikan nasional harus mementingkan masalah-masalah eksistenti umat manusia pada umumnya dan eksistensi bangsa Indonesia pada khususnya dalam hubungan dengan masa lampau, masa kini dan kemungkinan perkembangan pada masa depan.2

(60)

50

Berbagai usaha dilakukan oleh KH Khoiron Husain sebagai pemimpin pesantren, demi meningkatkan kualitas pondok pesantren. Sehingga diharapkan dengan kualitas yang semakin baik, maka nantinya pondok pesantren itu akan semakin dikenal oleh masyarakat luas. Ada beberapa langkah yang terus dilakukan serta ditingkatkan untuk mengembangkan pondok pesantren putri Salafiyah diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Perkembangan Sistem Pendidikan Klasikal (Formal)

Pendidikan Klasikal merupakan sistem kelas yang tidak berbeda dengan sistem modern, bidang studi yang diajarkan adalah mayoritas ilmu agama. Sistem pendidikan klasikal adalah sebuah model pengajaran yang bersifat formalistik. Orientasi pendidikan dan pengajarannya terumuskan secara teratur dan prosedural, baik meliputi masa, kurikulum, tingkatan dan kegiatan-kegiatannya.

Karena semakin banyaknya santri yang belajar di pondok pesantren putri Salafiyah, maka KH. Khoiron Husain membentuk sistem pendidikan klasikal. Dengan adanya sistem ini siswa tidak lagi belajar di masjid atau Musholla dalam satu sistem mendengarkan ceramah secara bersamaan, tetapi santri di kelompokkan dalam kelas sesuai dengan lama santri belajar.

Referensi

Dokumen terkait