EKSPLORASI UMUM ENDAPAN FOSFAT
DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Bayu Sayekti, Kusdarto
Kelompok Program Penelitian Mineral
SARI
Lokasi eksplorasi umum terletak di daerah Biboki Moenleu, Biboki Utara dan Biboki Tanpah,
Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Terdapat dua lokasi eksplorasi
umum endapan fosfat di kabupaten ini, yaitu di bagian utara dan selatan. Lokasi eksplorasi
umum di daerah utara (Biboki Moenleu) dibatasi koordinat 124° 34' 47,467" - 124° 41' 4,967"
Bujur Timur dan 9° 7' 40,426" - 9° 14' 16,494" Lintang Selatan, sedangkan lokasi eksplorasi
umum di daerah selatan (Biboki Utara dan Biboki Tanpah) dibatasi koordinat 124° 45' 1,174" -
124° 52' 34,849" Bujur Timur dan 9° 13' 16,428" - 9° 22' 34,385" Lintang Selatan.
Stratigrafi daerah eksplorasi umum, berdasarkan lithostratigrafi dan pengamatan di lapangan
terdiri dari beberapa satuan batuan. Urut-urutan satuan batuan tersebut dari yang berumur tua
ke muda dapat diperikan sebagai berikut : Satuan Batugamping dari Formasi Maubisse
berumur Perem-Trias, Komplek Bobonaro berumur Oligosin-Pliosen, Breksi dari Formasi
Manamas berumur Miosen - Pliosen, dan Aluvium, yang berumur Holosen.
Endapan fosfat di daerah ini terdapat pada nodul (7,84% P2O5), batupasir (4,81% P2O5) berupa boudin dan lapisan lempung yang berwarna putih keabuan (3,40 – 3,84% P2O5) serta coklat
bergaris putih (5,40% P2O5) merupakan sisipan pada lapisan mangan sedimenter, yang
dijumpai pada Komplek Bobonaro. Selain di Komplek Bobonaro endapan fosfat ditemukan juga
pada Satuan Batugamping Formasi Maubisse berupa fosfat guano, di Gua Fatiu kandungan
P2O5 nya 1,14 – 26,55%, berupa batuan dinding dan kandungan P2O5 nya 1,23 – 7,46% pada
tanah dasar gua. Di Gua Niba-niba kandungan P2O5 nya 11,10 – 27,35% berupa batuan
dinding dan kandungan P2O5 nya 3,93 – 10,04% pada tanah dasar gua. Selain fosfat, bahan
galian non logam yang dijumpai di daerah penyelidikan adalah batugamping, marmer, sirtu dan
PENDAHULUAN
Pada tahun 1984 Direktorat Sumber Daya
Mineral telah melakukan penyelidikan
pendahuluan terhadap endapan fosfat dan
mineral industri lainnya di daerah Timor
Timur. Dimana endapan fosfat dijumpai
pada Formasi Bobonaro berupa kerikil
sampai kerakal dengan kandungan P2O5
9,97% - 21,55%. Sedangkan Formasi
Bobonaro tersebar sampai di daerah
Kabupaten Timor Tengah Utara, atas dasar
itu maka dilakukan eksplorasi umum
terhadap endapan fosfat guna
mendapatkan gambaran potensinya
sebagai dasar pengembangan potensi
endapan fosfat di daerah Kabupaten Timor
Tengah Utara ini.
Data dan informasi batuan pembawa
endapan fosfat di daerah Kabupaten Timor
Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur
selama ini belum ada, jadi belum ada data
mengenai potensinya, sehingga dari
kegiatan eksplorasi ini dapat diketahui
sebaran dari batuan pembawa endapan
fosfat dan diketahui kualitasnya.
Secara administratif lokasi eksplorasi
umum terletak di daerah Biboki Moenleu,
Biboki Utara dan Biboki Tanpah, Kabupaten
Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Terdapat dua lokasi
eksplorasi umum endapan fosfat di
kabupaten ini, yaitu di bagian utara dan
selatan. Lokasi eksplorasi umum di daerah
utara (Biboki Moenleu) dibatasi koordinat
124° 34' 47,467" - 124° 41' 4,967" Bujur
Timur dan 9° 7' 40,426" - 9° 14' 16,494"
Lintang Selatan, sedangkan lokasi
eksplorasi umum di daerah selatan (Biboki
Utara dan Biboki Tanpah) dibatasi
koordinat 124° 45' 1,174" - 124° 52' 34,849"
Bujur Timur dan 9° 13' 16,428" - 9° 22'
34,385" Lintang Selatan. (Gambar 1).
Metoda penyelidikan yang digunakan
berkaitan dengan kegiatan Eksplorasi
Umum Endapan Fosfat antara lain sebagai
berikut :
1. Pengumpulan data sekunder
2. Pengumpulan data primer
3. Analisis Laboratorium
4. Pengolahan data
GEOLOGI DAN POTENSI BAHAN GALIAN FOSFAT
Daerah Eksplorasi Umum terbagi menjadi 2
(dua) daerah, yaitu daerah Biboki Moenleu
(daerah utara) dan Biboki Utara, Biboki
Tanpah (daerah selatan), dapat dibedakan
menjadi 3 satuan morfologi, yaitu satuan
morfologi dataran rendah, satuan morfologi
perbukitan bergelombang dan satuan
morfologi perbukitan terjal.
Satuan morfologi dataran rendah, terdapat
di bagian utara dan barat dari lokasi
eksplorasi umum daerah utara (Biboki
Moenleu) serta terdapat di bagian tenggara
dari lokasi eksplorasi umum daerah selatan
(Biboki Utara dan Biboki Tanpah), dimana
daerah ini merupakan lahan persawahan
tadah hujan dan lahan tambak, ditempati
oleh endapan aluvium dan pelapukan dari
satuan batuan yang lebih tua, membentuk
suatu dataran banjir Sungai Mena dan
tempat bercocok tanam dan pemukiman
penduduk.
Satuan morfologi perbukitan bergelombang,
satuan ini menempati sebagian besar
daerah penyelidikan, terutama berkembang
di bagian tengah, morfologinya dikontrol
oleh Formasi Bobonaro, terdiri dari
rangkaian pegunungan berlereng landai
sampai agak terjal, tersusun dari batuan
yang bersifat lempungan dan tidak padat.
Lembah sungai yang terdapat dalam
satuan morfologi ini berlereng landai
sampai terjal. Ketinggian punggungan
berkisar antara 200 – 500 m di atas
per-mukaan laut. Pada punggung rangkaian
pegunungan ini umumnya terdapat
puncak-puncak yang menonjol jika dibandingkan
dengan daerah sekitarnya. Puncak atau
tonjolan ini terdiri dari batuan yang tahan
terhadap erosi sehingga adanya tekuk pada
lereng antara batuan ini dengan batuan
lempungan yang terdapat di sekitarnya
terlihat dengan jelas.
Satuan Morfologi Perbukitan Terjal,
morfo-loginya mudah dikenali karena membentuk
pegunungan yang cukup tinggi dan
menyolok jika dibandingkan dengan daerah
sekitarnya, berlereng terjal dengan lembah
sempit, secara keseluruhan menampakkan
permukaan kasar. Daya tahan batuan
penyusun terhadap erosi sangat
berpengaruh terhadap pembentukan
morfologi ini. Batuan penyusun dataran
tinggi di daerah eksplorasi adalah
batugamping dari satuan batuan Formasi
Maubisse dan breksi campur aduk dari
satuan batuan Formasi Manamas. Dataran
tinggi di daerah eksplorasi didapatkan
secara tersebar. Ketinggian puncak-puncak
pegunungan ini sangat berbeda berkisar
antara 150 – 850 m di atas permukaan laut.
Stratigrafi daerah eksplorasi umum di
daerah utara (Biboki Moenleu) dan selatan
(Bibiki Tanpah dan Biboki Utara),
berdasarkan lithostratigrafi dan
pengamatan di lapangan terdiri dari 4
(empat) satuan batuan. Urut-urutan satuan
batuan tersebut dari yang berumur tua ke
muda dapat diperikan sebagai berikut
(Gambar 2 dan Gambar 3):
1. Satuan Batugamping, Formasi
Maubisse, Satuan batuan ini mudah
sekali dikenali karena membentuk bukit
atau kelompok bukit yang sangat
menonjol. Lebih terkenal dengan istilah
"Fatu" walaupun tidak semua fatu terdiri
dari batugamping. Batugamping di
daerah penyelidikan berwarna putih,
keras dan pejal. Di beberapa tempat
dijumpai gua (Gua Fatiu, Biboki
Moenleu) didalamnya ditemui stalaktit
dan stalakmit. Berdasarkan analisa
petrografi di dalam sayatan tipis batuan
ini menunjukkan tekstur bioklastik,
berbutir sangat halus, mengandung
banyak rongga, seluruhnya berupa
fragmen – fragmen fosil jenis koral, tak
berwarna-keabu-abuan, disusunan oleh
mikrokristalin karbonat, setempat
terdapat sparry calcite yang tampak
terang, sebagian besar sebagai mikrit
yang tersebar merata.
2. Komplek Bobonaro, menempati
sebagian besar daerah penyelidikan,
dan bongkah-bongkah asing berbagai
macam ukuran dari batuan yang
berumur lebih tua. Di daerah
penyelidikan lempung mempunyai
aneka warna : abu-abu sampai abu-abu
kekuningan, merah tua, hitam berbintik
putih dan coklat kekuningan dengan
garis-garis alir berwarna putih sampai
putih kekuningan terutama jika lempung
ini berada di sekitar batuan yang lebih
masif/kompeten dan membentuk
perlapisan. Lempung bersisik ini
merupakan matrik dari
bongkah-bongkah asing yang berasal
dari batuan yang lebih tua.
Bong-kah-bongkah asing tersebut
menunjukkan boudinasi, terdiri dari
batupasir, batugamping, rijang dan
batuan-batuan lain dari formasi yang
berumur lebih tua.
3. Breksi, Formasi Manamas, merupakan
breksi volkanik yang pejal dengan
fragmen terbesar mempunyai
komponen-komponen yang
berkomposisi basal, andesit, berukuran
kerikil-boulder, bersudut
tajam-tanggung, masa dasar terdiri dari tufa
yang berwarna kecoklatan sampai
kehijauan, kemungkinan akibat
kloritisasi.
4. Endapan Aluvial, Endapan ini
menempati dataran banjir
sungai-sungai besar dan dataran
pantai. Endapan alluvial yang
menempati dataran banjir
sungai-sungai besar seperti sungai
Mena di sekitar Desa Mena dan sungai
Ponu di sekitar desa Ponu, berupa
pasir, kerikil dan kerakal. Sedangkan
endapan alluvial di dataran pantai
berupa endapan lumpur hitam, lumpur
asin yang tertinggal sesudah
penggenangan air di musim penghujan.
Proses terbentuknya endapan fosfat ada
tiga, yaitu :
1. Fosfat primer, terbentuk dari
pembekuan magma alkali yang
bersusunan nefelin, syenit dan takhit.
Mengandung mineral fosfat apatit,
terutama fluor apatit [Ca5 (PO4)3 F]
yang dalam keadaan murni
mengandung 42% P2O5 dan 3,8% F2.
2. Fosfat sedimenter (marin), merupakan
endapan fosfat sedimen yang
terendapkan di laut dalam, pada
lingkungan alkali dan suasana yang
tenang, mineral fosfat yang terbentuk
terutama frankolit
[Ca5(PO4,CO3)3(OH,F)].
3. Fosfat guano, merupakan hasil
akumulasi sekresi burung pemakan
ikan dan kelelawar yang terlarut
kemudian bereaksi dengan
batugamping karena pengaruh air
hujan dan air tanah. Berdasarkan
tempatnya, endapan fosfat guano terdiri
dari endapan permukaan, bawah
permukaan dan gua. konsentrat
terdapat pada satuan batuan alluvial.
Endapan Phosphorite adalah endapan
batuan yang kaya akan unsur P (fosfor),
mengandung 1% - 40% P2O5. Sedangkan
keterdapatan fosfat di daerah eksplorasi
dan fosfat guano. Setelah dilakukan
eksplorasi umum dan evaluasi, baik hasil
lapangan serta hasil kajian dari berbagai
sumber pustaka, endapan fosfat di daerah
utara (Wilayah Kecamatan Biboki
Moenleu), dijumpai berupa fosfat guano
dan fosfat sedimen. Sedangkan endapan
fosfat di daerah selatan (Wilayah
Kecamatan Biboki Utara dan Biboki
Tanpah) dijumpai berupa fosfat guano.
Endapan fosfat guano di daerah utara
dijumpai di Gua Fatiu, berupa gua dari
satuan batugamping dari Formasi
Maubisse, pada lokasi ini diambil 4 conto,
pada dinding gua berupa barik (lensa)
fosfat, kandungan P2O5nya 1,14% dan
25,55%, sedangkan pada dasar gua
berupa lempung hasil akumulasi dari
pelarutan dari dinding gua kandungan P2O5
nya 1,23% dan 7,46%, sumberdaya fosfat
di gua ini yang dapat dihitung adalah
endapan lempung mengandung fosfat,
dengan luas gua sekitar 50 m2 dengan
tebal rata-rata 1 m, sehingga sumberdaya
tereka adalah 50 m3. Endapan fosfat guano di daerah selatan dijumpai di Gua
Niba-niba, berupa gua pada satuan batugamping
dari Formasi Maubisse, pada lokasi ini
diambil 5 conto, pada dinding gua berupa
barik (lensa) fosfat, kandungan P2O5 nya
11,10% dan 27,35%, sedangkan pada
dasar gua berupa lempung hasil akumulasi
dari pelarutan dari dinding gua kandungan
P2O5 nya 3,93%; 9,35% dan 10,04%,
sumberdaya fosfat di gua ini yang dapat
dihitung adalah endapan lempung
mengandung fosfat, dengan luas gua
sekitar 40 m2 dengan tebal rata-rata 1 m, sehingga sumberdaya tereka adalah 40 m3.
Di daerah Utara endapan fosfat dijumpai
juga berupa nodul dan sisipan pada
Komplek Bobonaro, yang secara litologi
terdiri dari dua bagian, yaitu lempung
bersisik dan bongkah bongkah asing yang
bermacam-macam ukurannya, salah satu
bongkah asing berupa batupasir berukuran
5 x 5 cm2, kandungan P2O5 nya 4,81%,
berupa nodul (cherty) kandungan P2O5 nya
7,84%, selain berupa nodul, endapan fosfat
berasosiasi dengan mangan sedimenter,
berupa perlapisan diantara endapan
mangan seperti yang dijumpai di
penambangan mangan daerah Dsn. Dua
Usfal, Ds. Oepuah Selatan, Kecamatan
Biboki Moenleu, berupa lempung
mengandung butir putih berukuran pasir,
kandungan P2O5 nya 3,40%, mempunyai
luas sebaran kurang lebih 2 ha atau 20.000
m2, dengan tebal rata-rata 1 m, sehingga
sumberdaya tereka adalah 20.000 m3. Di
penambangan daerah Dsn. Dua Kaubele,
Ds. Kaubele, Kecamatan Biboki Moenleu,
berupa lempung mengandung butir putih
berukuran pasir yang terlipat kuat,
kandungan P2O5 nya 5,40%, mempunyai
luas sebaran kurang lebih 5 ha atau 50.000
m2, dengan tebal rata-rata 0,5 m, sehingga
sumberdaya tereka adalah 25.000 m3.
Sedangkan di penambangan mangan
daerah Garam Besar, Ds. Oepuah Utara,
Kecamatan Biboki Moenleu, berupa
lempung mengandung butir putih berukuran
pasir, kandungan P2O5 nya 3,84%,
mempunyai luas sebaran kurang lebih 10
ha atau 100.000 m2, dengan tebal rata-rata 0,5 m, sehingga sumberdaya tereka adalah
Melihat bentuk endapan fosfat pada
Komplek Bobonaro yang berumur
Oligosin-Pliosen, berupa sisipan dan nodul serta
bongkah asing pada lapisan lempung (scaly
clay), endapan fosfat pada komplek ini
diperkirakan merupakan hasil rombakan
(reworked) dari batuan/formasi yang lebih
tua dari batuan komplek tersebut,
kemungkinan dari Formasi Aitutu berumur
Trias Akhir, yang bagian bawahnya terdiri
dari selang seling tipis batulanau dengan
napal, batupasir kuarsa, batupasir mikaan,
rijang dan batugamping hablur merupakan
sisipan tipis yang terdapat didalamnya.
Dibagian atas terdiri dari pergantian
perlapisan kalsilutit putih agak kekuningan
mengandung urat kalsit atau Formasi Noni
yang diperkirakan berumur Kapur Akhir,
terdiri dari baturijang radiolaria,
batugamping rijangan dan rijangan
lempungan, diendapkan selaras di atas
Formasi Aitutu. Terakhir adalah Formasi
Haulasi, diperkirakan berumur Paleosen
Tengah-Eosen Tengah, terdiri dari grewake
konglomeratan, batupasir, serpih tufaan
dan napal.
Selain fosfat, bahan galian non logam yang
dijumpai di daerah penyelidikan adalah
batugamping, marmer, sirtu dan batuhias.
Di daerah eksplorasi bagian utara,
batugamping dijumpai di beberapa tempat,
seperti di daerah Oematani, Ds. Oepuah
Selatan, Kecamatan Biboki Moenleu,
mempunyai luas sebaran ± 154,6 hektar,
dengan tebal ± 100 m, sehingga
sumberdaya tereka adalah 154.600.000 m3. Di daerah Tumbes, Ds. Oepuah Selatan,
Kecamatan Biboki Moenleu , mempunyai
luas sebaran ± 61,53 hektar, dengan tebal
± 50 m, sehingga sumberdaya tereka
adalah 30.765.000 m3. Di daerah Garam
Besar, Ds. Oepuah Utara, Kecamatan
Biboki Moenleu, mempunyai luas sebaran ±
6 hektar, dengan tebal ± 10 m, sehingga
sumberdaya tereka adalah 600.000 m3.
Di daerah eksplorasi bagian selatan,
batugamping dijumpai di beberapa tempat,
seperti di daerah Gulipa, Kecamatan Biboki
Utara, mempunyai luas sebaran ± 95,44
hektar, dengan tebal ± 100 m, sehingga
sumberdaya tereka adalah 95.440.000 m3. Di daerah Uafaju, Kecamatan Biboki Utara,
mempunyai luas sebaran ± 26,95 hektar,
dengan tebal ± 50 m, sehingga
sumberdaya tereka adalah 13.475.000 m3. Di daerah Petu, Kecamatan Biboki Utara,
mempunyai luas sebaran ± 7 hektar,
dengan tebal ± 20 m, sehingga
sumberdaya diperkirakan 1.400.000 m3. Di daerah Nunais, Lurasik, Kecamatan Biboki
Utara, mempunyai luas sebaran ± 2 hektar,
dengan tebal ± 10 m, sehingga
sumberdaya tereka adalah 200.000 m3. Di daerah Bikasnoef, Kecamatan Biboki
Tanpah, mempunyai luas sebaran ± 6
hektar, dengan tebal ± 20 m, sehingga
sumberdaya tereka adalah 1.200.000 m3. Di daerah Niba-niba, Ds. Teba, Kecamatan
Biboki Tanpah, batugamping diusahakan
sebagai industri marmer oleh PT. Timor
Marmer Industri Group, mempunyai luas
sebaran ± 87 hektar, dengan tebal ± 100 m,
sehingga sumberdaya tereka adalah
87.000.000 m3.
Sirtu dijumpai disepanjang sungai Mena
Mena) dengan lebar sungai rata-rata 20 m
dan tebal endapan kurang lebih 2 m, maka
sumberdaya tereka dari endapan sirtu
adalah 388.000 m3. Saat ini endapan
tersebut digunakan sebagai bahan baku
pembuatan asphalt mix dalam pembuatan
jalan lintas utara Timor di wilayah
Kabupaten Timor Tengah Utara.
Di lokasi eksplorasi umum dijumpai juga
batuhias, dimana batuhias ini berupa fosil
ammonit berumur Perem, dijumpai berupa
float pada aliran sungai di daerah Desa
Lokomea, Kecamatan Biboki Utara,
dijumpai dalam jumlah sedikit. Setelah
dilakukan pemolesan mempunyai nilai seni
sebagai batu hias.
PROSPEK PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN BAHAN GALIAN
Ada 3 (tiga) jenis bahan baku alamiah
untuk pembuatan pupuk fosfat,
masing-masing diantaranya adalah : fosfat marin,
fosfat primer (batuan beku), serta batuan
fosfat jenis fosfat guano. Dari ketiga jenis
ini, fosfat marin merupakan sumber
terpenting karena merupakan urutan
pertama dalam persediaan cadangan dan
produksi dunia dan jauh dari 70% pupuk
fosfat buatan berasal dari fosfat marin. Hal
ini disebabkan karena sifat endapan
sedimen dari ”marine phosphorite” yang
mempunyai penyebaran lebih luas dan juga
lapisan yang lebih tebal dan teratur.
Lebih dari 90% produksi fosfat di Indonesia
digunakan untuk keperluan industri pupuk,
baik pupuk alam maupun pupuk buatan.
Sisanya dikonsumsi oleh berbagai industri
seperti kaca lembaran, karet, industri kimia.
Penggunaan fosfor dalam bentuk unsur
digunakan untuk keperluan fotografi, korek
api, bahan peledak. Terdapat dua tipe dari
unsur fosfor, yaitu fosfor putih dan fosfor
merah. Fosfor putih hampir tidak larut
dalam air, larut dalam alkohol dan larutan
organik tertentu. Fosfor putih digunakan
dalam pembuatan asam fosfat (H3PO4) dan
bila dicampurkan dengan lelehan metal
seperti timah dan tembaga menghasilkan
alloy tertentu (special alloy), fosfor dalam
bentuk ferro fosfor digunakan dalam
berbagai industri metallurgi, untuk
memperoleh logam dengan standar dan
keperluan tertentu.
Deposit fosfat yang ditemukan di Indonesia
mempunyai kadar rendah sampai sedang,
meskipun pada lokasi tertentu dapat
mencapai kadar 40% P2O5. Terdapat pada
daerah yang terpencar, berupa endapan
fosfat gua atau batugamping fosfatan.
Belum ditemukan deposit dalam jumlah
yang cukup besar, kecuali untuk
diusahakan dalam skala kecil.
Untuk pemupukan tanah, fosfat dapat
langsung digunakan setelah terlebih dahulu
dihaluskan (sebagai pupuk alam). Akan
tetapi untuk tanaman pangan seperti padi,
jagung, kedelai, dan lain-lain, pupuk alam
ini tidak cocok, karena daya larutnya yang
sangat kecil di dalam air sehingga sulit
diserap oleh akar tanaman pangan
tersebut. Untuk itu sebagai pupuk tanaman
pangan, fosfat perlu diolah menjadi pupuk
buatan. Variabel yang sangat menentukan
bagi fosfat sebagai pupuk alam adalah nilai
asam sitrat 2%, kelarutan pada asam
tersebut mencerminkan seberapa besar
fosfat yang dapat diserap oleh akar
tanaman. Nilai kelarutan fosfat dalam air
ditentukan oleh jenis mineral fosfat, mineral
hidroksiapatit merupakan mineral fosfat
yang mempunyai kelarutan tinggi, dengan
demikian idealnya untuk pupuk alam
digunakan endapan fosfat yang kandungan
mineral hidroksiapatitnya cukup tinggi.
Pupuk superfosfat terdiri dari : Single Super
Phosphate (SSP), Triple Super Phosphate
(TSP), Monoammonium Phosphate (MAP),
Diammonium Phosphate (DAP), Nitro
Phosphate (NP), Ammonium Nitro
Phosphate (ANP). Superfosfat merupakan
campuran antara monokalsium fosfat dan
kalsium sulfat. Salah satu bentuk pupuk
buatan adalah Super Fosfat, yaitu hasil
reaksi antara tepung fosfat alam berkadar
30% P2O5 dengan asam sulfat pekat
(Moersidi Sediyarso, 1998).
Di luar kegunaannya sebagai bahan pupuk,
fosfat dalam bentuk senyawa lain
digunakan dalam berbagai industri. Asam
fosfat direaksikan dengan soda abu atau
batu kapur, akan diperoleh senyawa fosfat
tertentu. Asam fosfat dengan batugamping
akan membentuk dikalsium fosfat yang
merupakan bahan dasar pasta gigi dan
makanan ternak. Reaksi sederhananya
sebagai berikut:
Ca3(PO4)2 + CaCO3 =====> CaHPO4
(dikalsium fosfat)
Asam fosfat direaksikan dengan soda abu
menghasilkan 3 produk dengan fungsi
berbeda. Reaksi sederhananya sebagai
berikut :
H3 PO4 + Soda abu ======> 1,2,3.
1. Sodium tripoly phosphate ---> sebagai
bahan detergent
2. Sodium triotho phosphate---> pelembut
air
3.Tetra sodium pyro phosphate --->
industri keramik.
Sedangkan untuk pengembangan dari
batuan pembawa unsur fosfat di daerah
eksplorasi umum ini, berdasarkan hasil
penyelidikan di lapangan serta hasil analisa
laboratorium (kimia dan petrografi) kurang
ekonomis untuk dikembangkan secara lebih
jauh lagi (kualitas dan kuantitas relatif
kecil).
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah dilakukan eksplorasi umum dan
evaluasi, baik hasil lapangan serta hasil
kajian dari berbagai sumber pustaka,
endapan fosfat di daerah utara (Wilayah
Kecamatan Biboki Moenleu), dijumpai
berupa fosfat guano dan fosfat sedimen.
Sedangkan endapan fosfat di daerah
selatan (Wilayah Kecamatan Biboki Utara
dan Biboki Tanpah) dijumpai berupa fosfat
guano.
1. Endapan fosfat guano di daerah utara
dijumpai di Gua Fatiu, pada dinding gua
berupa barik (lensa) fosfat, kandungan
P2O5 nya 1,14% dan 25,55%,
sedangkan pada dasar gua berupa
lempung hasil akumulasi dari pelarutan
dari dinding gua kandungan P2O5 nya
fosfat di gua ini yang dapat dihitung
adalah endapan fosfat berupa lempung
diperkirakan sebesar 50 m3.
2. Endapan fosfat guano di daerah
selatan dijumpai di Gua Niba-niba,
pada dinding gua berupa barik (lensa)
fosfat, kandungan P2O5 nya 11,10%
dan 27,35%, sedangkan pada dasar
gua berupa lempung hasil akumulasi
dari pelarutan dari dinding gua
kandungan P2O5 nya 3,93%; 9,35%
dan 10,04%, sumberdaya tereka fosfat
di gua ini yang dapat dihitung adalah
endapan fosfat berupa lempung
diperkirakan sebesar 40 m3.
3. Di daerah Utara endapan fosfat
dijumpai juga berupa nodul dan sisipan
pada Komplek Bobonaro, bongkah
asing berupa batupasir berukuran 5 x 5
cm2, kandungan P2O5 nya 4,81%,
berupa nodul (cherty) kandungan
P2O5nya 7,84%, selain berupa nodul,
endapan fosfat berasosiasi dengan
mangan sedimenter, berupa perlapisan
diantara endapan mangan seperti yang
dijumpai di penambangan mangan
daerah Dsn. Dua Usfal, Ds. Oepuah
Selatan, Kecamatan Biboki Moenleu,
berupa lempung mengandung butir
putih berukuran pasir, kandungan P2O5
nya 3,40%, sumberdaya tereka sebesar
20.000 m3. Di penambangan daerah
Dsn. Dua Kaubele, Ds. Kaubele,
Kecamatan Biboki Moenleu, berupa
lempung mengandung butir putih
berukuran pasir yang terlipat kuat,
kandungan P2O5 nya 5,40%,
sumberdaya tereka sebesar 25.000 m3.
Sedangkan di penambangan mangan
daerah Garam Besar, Ds. Oepuah
Utara, Kecamatan Biboki Moenleu,
berupa lempung mengandung butir
putih berukuran pasir, kandungan P2O5
nya 3,84%, sumberdaya tereka
sebesar 50.000 m3.
4. Di daerah eksplorasi bagian utara,
batugamping dijumpai di beberapa
tempat, dengan total sumberdaya
tereka 185.965.000 m3. Di daerah
eksplorasi bagian selatan, batugamping
juga dijumpai di beberapa tempat,
dengan total sumberdaya tereka
111.715.000 m3. Di daerah Niba-niba, Ds. Teba, Kecamatan Biboki Tanpah,
batugamping diusahakan sebagai
industri marmer oleh PT. Timor Marmer
Industri Group, mempunyai
sumberdaya tereka 87.000.000 m3.
5. Sirtu dijumpai disepanjang sungai
Mena (dari Patuhaket sampai Mena),
mempunyai sumberdaya tereka
388.000 m3.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdul Fatah Yusuf, dkk, 2003,
”Inventarisasi Bahan Galian Non
Logam di Kabupaten Timor Tengah
Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur”,
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya
Mineral, Bandung.
2. Bartels, J.J. dan Gurr, T.M., 1994,
“Phosphate rock in Industrial Minerals
3. H.M.D Rosidi, dkk., 1979, “Peta
Geologi Lembar Kupang, Atambua,
Timor” skala 1 : 250.000, Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
4. Márta Polgári, Magda Szabó-Drubina
dan Zoltán Szabó., 2004, ” Theoretical
model for Jurassic manganese
mineralization in Central Europe, Úrkút,
Hungary”, Czech Geological Survey.
5. Rogers, M.C., 1995, ”Phosphorite in
Descriptive Mineral Deposit Models of
Metallic and Industrial Deposit Types
and Related Mineral Potential
Assessment Criteria”, Ontario
Geological Survey.
Gambar 2. Peta Geologi Eksplorasi Umum Daerah Selatan