PERDAMAIAN DALAM KAJIAN AL-QURAN
(Studi Analisis terhadap Penafsiran Surat al-Hujurat ayat 9-10)
“SKRIPSI”
Diajukan KepadaUniversitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu Ilmu al-Quran
dan Tafsir
Oleh:
MALIHATUL AFIFAH E03213048
PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
Malihatul Afifah. E03213048. Perdamaian Dalam Kajian al-Quran (Studi Analisis terhadap Penafsiran Surat al-Hujurat ayat 9-10).
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya konflik yang terjadi dewasa ini, salah satunya adalah intoleransi seperti intimidasi, kekerasan, dan penyerangan sebuah kelompok terhadap kelompok lain yang masih banyak terjadi di sekitar kita. Sebagai referensi utama umat Islam, al-Quran telah memberikan model penyelesaian masalah manusia, mulai dari urusan yang sifatnya pribadi seperti keluarga, sosial, politik, hingga ekonomi. Pengalaman al-Quran yang menanamkan semangat perdamaian dapat menjadi model terbaik penanganan masalah umat dewasa ini. Studi al-Quran tentang perdamaian terdapat dalam surat al-Hujurat ayat 9-10 dan studi ini merupakan salah satu tema yang masih membutuhkan perhatian lebih dari para pegiat perdamaian dan akademisi. Kajian ini sangat penting tidak hanya karena menjadi ikhtiar menciptakan perdamaian di tengah masyarakat, tetapi juga menjadi tanggung jawab umat Islam dalam menawarkan konstruksi perdamaian yang sesuai dengan al-Quran untuk pemecahan masalah umat dewasa ini.
Dari sekian masalah yang ada, maka dalam penelitian ini hanya akan dirumuskan dua masalah. 1) Bagaimana penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10? 2) Bagaimana kontekstualisasi penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10?
Penelitian ini menggunakan model penelitian kualitatif yang mana dalam penyajiannya menggunakan teknik deskriptif-analisis dan menggunakan metode
tahlili. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik library research yakni berupa
buku-buku tafsir dan buku-buku yang memiliki korelasi dengan penelitian ini. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10 memerintahkan dua kelompok beriman yang berkonflik untuk berdamai dengan mencari titik temu menuju kesepahaman secara adil. Allah SWT juga menegaskan jika perdamaian harus lebih diprioritaskan dalam konflik yang berkecamuk.
Penelitian ini hanya sebatas penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10, masih memungkinkan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti surat ataupun ayat-ayat lain yang berkaitan dengan penelitian se-tema. Semoga penelitian ini juga dapat menambah khazanah keilmuan dalam bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir dan perdamaian.
DAFTAR ISI
SAMPUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ... x
DAFTAR ISI ... xiii
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Masalah ... 11
C. Batasan Masalah ... 11
D. Rumusan Masalah ... 11
E. Tujuan Penelitian ... 12
F. Manfaat Penelitian ... 12
1. Secara Teoritis ... 12
xiv
G. Tinjauan Pustaka ... 13
H. Metode Penelitian ... 15
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan ... 16
2. Sumber Data .... 16
3. Analisis Data ... 17
I. Sistematika Pembahasan ... 18
BAB II: TINJAUAN UMUM MENGENAI PERDAMAIAN A. Pengertian Konflik... 19
B. Aspek-aspek dalam Konflik ... 21
C. Cara-cara Pemecahan Konflik ... 23
D. Pengertian Damai ... 23
E. Perdamaian dalam Islam ... 26
F. Strategi Mewujudkan Perdamaian Qurani ... 30
G. Peace Building (Membangun Perdamaian) ... 40
BAB III: PENAFSIRAN SURAT AL-HUJURAT AYAT 9-10 A. Tinjauan Umum Surat al-Hujurat ayat 9-10 ... 48
1. Ayat dan Terjemah ... 48
2. Tafsir Mufradat ... 48
3. Munasabah Ayat ... 49
4. Sabab Nuzul ... 50
BAB IV: KONSEP PERDAMAIAN QURANI
A. Analisis Penafsiran Surat al-Hujurat ayat 9-10 ... 70
B. Analisis Kontekstualisasi Penafsiran Surat al-Hujurat ayat 9-10 ... 73
BAB V: PENUTUP
1. Simpulan ... 88 2. Saran ... 89
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Damai adalah suasana nyaman yang terbebas dari segala gangguan, bebas
dari permusuhan, kebencian, dendam, dan segala perilaku yang menyusahkan orang
lain. Nabi Muhammad SAW mendefinisikan muslim ideal sebagai muslim yang
mampu memberi kedamaian bagi masyarakat dari perilaku dan komunikasinya,
sebagaimana dalam hadis:1
2
ِهِدَيَو ِهِناَسِل ْنِم َنوُمِلْسُما َمِلَس ْنَم ُمِلْسُما
“Seorang muslim sejati adalah yang mampu memberi rasa damai kaum
muslim lainnya dari lisan dan tangannya.”
Hadis ini merupakan jawaban atas pertanyaan Abu Musa kepada Nabi
Muhammad SAW tentang kriteria keislaman yang utama, ayy al-Isla>m afd}al? Islam
yang seperti apa yang lebih utama? Nabi Muhammad SAW menjawab dengan
memberi deskripsi tentang kriteria tersebut, seperti memberi rasa aman dan damai
dari perilaku dan ucapan yang menggangu. Pada hadis lain lain riwayat Abdullah
bin Umar, Nabi Muhammad SAW dimintai keterangan, ayy al-Isla>m khair? Jenis
Islam yang seperti apa yang baik? Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa
1Imam Taufiq, Al-Quran Bukan Kitab Teror: Membangun Perdamaian Berbasis
Al-Quran (Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2016), 7.
2Muh}ammad bin Isma‘>i>l Abu ‘Abdulla>h al-Bukha>ri> al-Ju’fi>, S{ah}ih} Bukha>ri>, juz. 1
2
Islam yang baik adalah dengan memberi makanan dan mendoakan untuk damai
kepada siapa saja, yang dikenal maupun tidak dikenal.3
Al-Quran berisi beberapa perintah moral dan etika yang tersebar di berbagai
surat berupa model perilaku etis yang disebut jalan Allah SWT yang lurus (s}ira>t} al-Mustaqi>m). Salah satu perintah itu adalah menebarkan kedamaian dan
berkomunikasi dengan cara yang santun. Perdamaian merupakan salah satu ciri
utama sekaligus misi utama agama Islam. Islam yang juga mengandung makna sala>m, menganjurkan untuk menjaga keharmonisan hubungan antar sesama.
Perdamaian bukan semata ucapan “as-Sala>mu‘alaikum” seperti yang
mungkin dipahami oleh banyak orang. Lebih dari itu, perdamaian merupakan
aktualisasi dari perintah moral dalam al-Quran. Beberapa ayat dalam al-Quran yang
mempromosikan perdamaian, diantaranya QS. al-Baqarah ayat 208, QS. an-Nisa’
ayat 94, QS. al-Anfal ayat 61, dan QS. an-Nisa ayat 90 yang berbunyi:
َ
ِّإ
هݚيِ
َٱ
َ
ن
ه
أ ۡݗُهُروُد ُص ۡته ِِهح ۡݗ
ُكوُءكاهج ۡوهأ ٌݎٰهثيِ م ݗُݟهنۡيهبهو ۡݗُكهنۡيهب ۢۡݠهق ٰهَِإ هنݠُݖِصهي
هءكا هش ۡݠه هو هۡݗُݟه ۡݠهق
اݠُݖِتٰ هقُي ۡوهأ ۡݗُكݠُݖِتٰ هقُي
ُ َّٱ
ِنِܗهف هۡݗ
ُكݠُݖهتٰ هقهݖهف ۡݗُكۡيهݖهع ۡݗُݟ هطَݖهسه
ههتۡعٱ
ۡݗُكݠُ
ۡݗهݖهف
ُݗُكۡ هَِإ
اۡݠهقۡلهأهو ۡݗُكݠُݖِتٰ هقُي
هݗهݖ َس ٱ
هݔهعهج اهݙه
ُ َّٱ
مَيِبهس ۡݗِݟۡي
هݖهع ۡݗُكهل
٠
490. kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.
3Taufiq, Al-Quran Bukan..., 8.
3
Seluruh ayat ini menjelaskan imbauan untuk menyebarkan perdamaian dan
menghindari perang dengan penerapan kebijakan damai.
Upaya untuk menciptakan perdamaian juga jelas terekam dalam tradisi dan
hidup Nabi Muhammad SAW. Setidaknya terlihat dari sikap Nabi Muhammad
SAW yang menolak penyelesaian masalah dengan kekerasan. Pada periode
Makkah Nabi Muhammad SAW tidak menunjukkan kecenderungan pada praktik
kekerasan dan kekuatan fisik, bahkan untuk pertahanan diri sekalipun, Nabi
Muhammad SAW tidak mengajarkan tindak kekerasan. Nabi Muhammad SAW
mengampanyekan anti kekerasan yang berporos pada kesabaran dan keteguhan
dalam menghadapi penindasan dan kekerasan.
Nabi Muhammad SAW menempatkan perdamaian pada posisi yang penting
dalam Islam, seperti yang ditunjukkan oleh persaudaraan kaum Muhajirin dan
Anshar di Madinah. Semangat persaudaraan ini melahirkan kedamaian di hati Umat
Islam yang berimbas pada rasa perdamain dalam hubungan sosial, bahkan terhadap
non-muslim sekalipun. Al-Quran telah memaparkan prinsip-prinsip dasar dan
nilai-nilai fundamental dalam kaitannya dengan praktik perdamaian. Mohammad Abu
Nimer melihat surat al-Hujurat ayat 9-10 sebagai basis teologi gagasan membangun
4
نِ
هݚِم ِناهتهفِئ
كا هط
هيِنِمۡܖُݙ
ۡ
ٱ
اݠُݖهتهتۡقٱ
ه هل اهݙُݟٰىهدۡحِإ ۡتهغهب ۢنِܗهف ۖاهݙُݟهنۡيهب اݠُحِݖ ۡصهأهف
ٱ
ٰىهرۡخ
ُ ۡ
ۡ
اݠُݖِتٰ هقهف
ِت
َلٱ
ِرۡ
ه
أ ٓ
َِإ هءك ِِهت ٰ َتهح ِغۡبهت
ه
هِ َّٱ
ِب اهݙُݟهنۡيهب اݠُحِݖ ۡصهأهف ۡتهءكاهف نِܗهف
ٱ
ِلۡدهع
ۡ
ل
ۡق
ه
أهو
ۖ اكݠ ُطِس
َنِإ
ه َّٱ
ُُِ
ܜ
هيِطِسۡقُݙ
ۡ
ٱ
٩
اهݙَنِإ
هنݠُنِمۡܖُݙ
ۡ
ٱ
هو هۡݗُكۡيهݠهخ
ه
أ ه ۡيهب اݠ ُحِݖ ۡص
ه
أهف ٞةهݠۡخِإ
اݠُقَتٱ
ه َّٱ
هنݠُ هَۡرُت ۡݗُكَݖهعهل
٠
59. Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.
10. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
Menurut Sayyid Quthb ayat tersebut memformulasikan upaya membangun
perdamaian serta upaya mengakhiri pertengkaran. Salah satu strategi yang
ditawarkan ayat di atas adalah mengungkapkan kebenaran, menegakkan keadilan,
serta mendamaikan para pihak yang bertikai. Yang utama dalam konsep masyarakat
Islam adalah persaudaraan yang dibangun atas nilai-nilai cinta, perdamaian, saling
menolong, dan persatuan. Sementara perselisihan dan peperangan merupakan
pengecualian yang harus dihindari guna mewujdkan perdamaian.
Yang lebih menarik lagi bahwa dalam surat al-Hujurat ayat 9-10
menawarkan jalan resolusi konflik secara damai dengan melibatkan pihak ketiga.
Perdamaian ini dimaksudkan untuk membangun hubungan harmonis antara
pihak-pihak yang berkonflik dan membangun kembali persaudaraan yang pernah tergores
sengketa.
5
Agama (din) dan beragama (tadayyun) adalah dua dimensi yang terintegrasi. Agama merupakan seperangkat keyakinan dan amalan yang bersumber
dari wahyu, yang dipilih dengan kesadaran untuk meraih kebahagiaan di dunia dan
keselamatan di akhirat. Sementara beragama (tadayyun) berarti mengintrodusir nilai-nilai ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, baik secara pribadi, keluarga,
maupun masyarakat. Manusia cenderung mengimplementasikan model
keberagamannya dalam bentuk formal atau bentuk subtstansif. Yang pertama
merupakan model beragama yang mengutamakan formal-logika ajaran agama guna
mewadahi kepentingan umat beragama. Adapun yang kedua menunjukkan model
beragama yang menekankan implementasi substansi ajaran agama pada dirinya dan
berusaha mewujudkannya melalui institusi dan pranata keagamaan dalam
masyarakat. Apapun pilihan model keberagaman seseorang, ketika berhadapan
dengan realitas masyarakat yang majemuk seperti Indonesia, ia sejatinya
memeragakan corak keagamaan dengan toleran, kooperatif, dan demokratis. Orang
beragama yang kuat diukur melalui konsistensi dalam melaksanakan ajaran
agamanya di dalam kehidupan masyarakat.6
Corak keagamaan yang toleran, kooperatif, dan demokratis sering
disederhanakan dengan “Beragama secara damai” yang melibatkan banyak pihak,
di antaranya manusia dengan pemahaman keagamaan yang toleran, pemerintah
dengan berbagai kebijakannya yang adil tanpa diskriminasi, dan umat beragama
6Kata Pengantar Nasaruddin Umar dalam buku al-Quran Bukan Kitab Teror:
6
dengan partisipasi penuhnya. Tanpa keterlibatan ketiga pihak ini, beragama dengan
damai hanya menjadi utopia belaka.
Pemahaman keagamaan yang toleran harus dimulai dari penafsiran yang
baik. Islam merupakan agama damai. Namun, kita masih menjumpai di sekitar kita
jarak antara pesan damai agama dan dan implementasi beragama. Salah satu sikap
beragama yang penting dalam Islam adalah is}la>h}. Ia diartikan sebagai upaya
mendamaikan konflik (conflict resolution). Al-Quran bahkan menggunakan kata kerja imperatif, as}lih}u> dalam surat al-Hujurat ayat 9 untuk memerintahkan
perdamaian dalam konflik. Salah satu tugas orang yang beragama adalah
mendamaikan pihak yang bertikai, dengan mencari kesepahaman dan kesepakatan
damai. Apabila perundingan damai tidak berhasil, langkah yang harus ditempuh
adalah menyelesaikannya dengan bentuk mediasi atau musyawarah yang memiliki
peran sangat penting dalam perdamaian. Musyawarah merupakan ruang dialog
antar pihak yang berselisih untuk mencari titik temu.
Kebijakan pemerintah yang adil tanpa diskriminasi berperan penting dalam
mewujudkan perdamaian. Dalam hal ini, kementerian agama selalu berupaya
membina harmonisasi dan kedamaian umat beragama. Salah satunya dengan
memberikan wewenang pada beberapa organisasi keagamaan dalam memberi andil
atas perdamaian di Indonesia. Umat beragama hendaknya mempraktikkan kekuatan
agama sebagai sebuah kekuatan sentripetal atau kekuatan kekohesifan yang
menyatukan, bukan sentrifugal yang memecah belah.
Sejumlah penelitian mencatat bahwa Indonesia adalah negara yang kaya
7
bisa menjadi salah satu faktor pemicu yang luar biasa dalam menciptakan kekerasan
dan konflik berdarah. Menariknya, kekerasan atas nama agama cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Dalam laporan tahunan kehidupan beragama di
Indonesia pada 2010 yang dihimpun oleh Center for Religious and Croos-Cultural
Studies (CRCS), terdapat 39 kasus konflik berbau kekerasan atas nama agama.
Kasus seputar rumah ibadah, konflik atau ketegangan yang melibatkan konflik antar
umat beragama mendominasi, yakni 32 kasus. Sementara itu, empat kasus
melibatkan konflik internal umat beragama, seperti internal umat Muslim satu
kasus, internal umat protestan satu kasus, dan internal umat katolik satu kasus. Dari
32 kasus konflik rumah ibadah dalam klasifikasi antar umat beragama, yang paling
banyak adalah antara umata Muslim dan umat Kristiani. Bentuknya berupa
keberatan umat Muslim terhadap keberadaan gereja atau tempat ibadah umat
Kristiani. Tidak ada satu kasus yang berupa keberatan umat Kristiani terhadap
masjid. Dari 32 kasus tersebut, sebanyak 25 konflik terkait dengan legalitas izin
pendirian bangunan gereja dan terdapat 3 kasus gereja yang berizin, tetapi tetap
dipermasalahkan.7
Konflik di Maluku dengan nuansa SARA membuktikan lemahnya
solidaritas sosial antar umat beragama di Indonesia. Konflik tersebut sebenarnya
tidak berkaitan langsung dengan perbedaan denominasi agama masyarakat Maluku.
Para pengamat menilai bahwa tragedi di wilayah seribu pulau tersebut terjadi, di
antaranya karena lemahnya kinerja badan intelijen negara. Tragedi berdarah
7Ahmad Nurcholish, Peace Education dan Pendidikan Perdamaian Gus Dur
8
tersebut dengan mudah melebar eskalasinya, karena aparat keamanan merasa ragu
untuk bertindak tegas terhadap kaum perusuh, setelah pencabutan Undang-undang
Subversi. Di samping itu, tragedi berdarah Maluku merupakan refleksi dari
pertikaian antar elit politik, baik para politisi di Jakarta maupun para penguasa lokal
di Maluku sendiri. Terlepas dari berbagai faktor pemicu timbulnya tragedi di
Maluku, konflik berdarah tersebut semula bersumber dari ketidakadilan politik
yang dilakukan rezim Orde Baru terhadap kelompok Kristen di Ambon. Mereka
menganggap bahwa rezim Orde Baru tidak mendistribusikan kekuasaan birokrasi
kepada mereka secara proporsional, hingga keterwakilannya tidak sepadan dengan
jumlah mereka yang relatif berimbang dengan populasi Muslim di wilayah
Ambon.8
Seperti diberitakan bahwa di zaman Orde Baru keanggotaan dalam
organisasi Islam tertentu memberikan jaminan kepada para anggotanya di Ambon
untuk bisa memenangkan berbagai perebutan jabatan di pemerintahan. Kemudahan
yang didasarkan pada primordialisme agama ini lambat laun membuat kelompok
Kristen di Ambon termarjinalisasikan dari lingkup kekuasaan birokrasi yang
sebelumnya pernah mereka kuasai. Ketidakadilan ini menumbuhkan perasaan
dendam kelompok Kristen yang kemudian mendorong mereka untuk melakukan
tindak kekerasan terhadap orang-orang Islam. Hubungan petronase Orde Baru
dengan organisasi Islam tertentu tersebut memang menghasilkan peluang mobilitas
bagi para anggotanya. Sejak menjelang awal tahun 1990-an, rezim Orde Baru telah
8Thoha Hamim dkk, Resolusi Konflik Islam Indonesia (Surabaya: LSAS dan IAIN
9
memberikan berbagai kemudahan kepada anggota kelompok tersebut, hingga
mereka dengan mudah dapat mendominasi posisi-posisi strategis di lembaga
eksekutif, legislatif, dan yudikatif, baik di pusat pemerintahan maupun di daerah
Ambon. Monopoli kekuasaan dengan cara menutup akses bagi kelompok lain untuk
memasuki struktur kekuasaan inilah yang menjadi pemicu awal dari timbulnya
konflik berdarah antar komunitas Muslim dan Kristen di Maluku. Tragedi Maluku
memang sangat memprihatinkan, bukan karena besarnya jumlah korban nyawa
serta kerugian material saja, tetapi juga karena agama ternyata tela dimanipulir oleh
kelompok Islam tertentu untuk merealisir kepentingan politik serta ambisi
kekuasaan mereka.9
Pada tahun 2011 kasus kekerasan dan pelanggaran terhadap kebebasan
beragama masih terjadi. Laporan SETARA Institute menyebutkan, pada 2011
terjadi 244 kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan dengan 299
bentuk tindak kekerasan. Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan adalah tiga
provinsi dengan tingkat pelanggaran paling tinggi. Ironisnya, negara justru terlibat
sebagai pelaku kekerasan, baik secara aktif melalakukan pelanggaran maupun
pembiaran terhadap masalah itu. SETARA juga mengungkapkan bahwa Front
Pembela Islam (FPI) dan majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah dua organisasi
sebagai aktor non-negara yang paling banyak melakukan tindakan pelanggaran
kebebasan beragama dan berkeyakinan. Mungkin kesimpulan ini tidak seluruhnya
benar. Namun, dalam sejumlah peristiwa kekerasan yang mengatasnamakan agama,
dua organisasi tersebut diikutsertakan baik sebagai pelaku (FPI) maupun digunakan
10
sebagai justifikasi untuk melakukan tindak kekerasan. Misalnya, dalam
penyerangan terhadap komunitas Ahmadiyah maupun Syiah, fatwa MUI-lah yang
dijadikan landasan atas tindakan penyerangan tersebut.10
Pada tahun yang sama, The Wahid Institute mencatat selama 2011 terjadi 92 kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Jumlah itu meningkat
18 persen dari tahun sebelumnya, 62 kasus. Pelarangan dan pembatasan aktivitas
keagamaan atau kegiatan ibadah tercatat 49 kasus. Disusul tindakan intimidasi dan
ancaman kekerasan oleh aparat negara (20 kasus), pembiaran kekerasan (11 kasus),
kekerasan dan pemaksaan keyakinan, serta penyegelan dan pelarangan rumah
ibadah (9 kasus). Pelanggaran lain adalah kriminalisasi keyakinan (4 kasus). Hal ini
kian menandakan bahwa tindak kekerasan masih menjadi ancaman laten dalam
kehidupan beragama dan bermasyarakat. Jika tidak dilakukan upaya-upaya
pencegahan, akan terus menjadi bahaya laten di Tanah Air.11
Fakta di atas membuka kesadaran bersama akan pentingnya konsep-konsep
perdamaian dalam al-Quran untuk menyelesaikan problematika tersebut.
kandungan al-Quran mengenai perdamiaan merupakan satu tema penting dan
membutuhkan perhatian lebih bagi para aktivis perdamaian dan akademisi. Kajian
ini menjadi lebih signifikan tidak hanya karena menjadi ikhtiar menciptakan
perdamaian di tengah masyarakat, tetapi juga menjadi tanggung jawab umat Islam
dalam menawarkan kontruksi perdamian yang relevan bagi pemecahan
problematika umat dewasa ini.
10Nurcholis, Peace Education, 8-9.
11
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi
berbagai masalah sebagai berikut:
1. Membedah konsep perdamaian.
2. Peace building dipandang sebagai proses untuk menghadirkan perubahan ke
arah konsolidasi perdamaian (peace consolidation). 3. Konsep dasar perdamaian qurani.
4. Konflik sebagai dinamika perdamaian.
5. Perdamaian qurani dalam masyarakat.
6. Penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10.
7. Kontekstualisasi penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10.
C. Batasan Masalah
Banyak sekali masalah yang dapat ditemukan dari latar belakang di atas.
Oleh karena itu agar pembahasan fokus pada satu masalah, maka pembahasan
dibatasi hanya mengenai penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10 dan kontekstualisasi
surat al-Hujurat ayat 9-10.
D. Rumusan Masalah
Agar penelitian ini menjadi lebih terarah, maka penulis merumuskan
permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini, dengan rumusan sebagai berikut:
1. Bagaimana penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10?
12
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian permasalahan di atas dapat ditarik tujuan pembuatan
proposal penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mendiskripsikan penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10.
2. Untuk mendiskripsikan kontekstualisasi penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10.
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan yang telah disusun di atas, maka
penelitian ini diharapkan dapat memberikan berbagai macam manfaat bagi para
pembaca:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah keilmuan yang
berkaitan dengan perdamaian, yang dapat digunakan sebagai resolusi konflik di
tengah-tengah masyarakat, serta dapat menjadi acuan untuk selalu hidup
berdampingan di antara banyaknya perbedaan agama.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat diterapkan oleh berbagai macam elemen
masyarakat, baik dari kalangan akademisi, politisi, dan masyarakat umum
lainnya sesuai dengan anjuran al-Quran sebagai pedoman hidup. Dan demi
terciptanya masyarakat yang beradab, yang selalu menjunjung tinggi persamaan
13
G. Tinjauan Pustaka
Pembahasan mengenai perdamaian telah banyak dikaji oleh
penelitian-penelitian terdahulu, tetapi penelitian-penelitian yang membahas mengenai peace building
(membangun perdamaian) dalam al-Quran belum ditemukan. Dari penelusuran
yang dilakukan terhadap kajian-kajian terdahulu, ditemukan beberapa penelitian
yang se-tema dengan judul penelitian, diantaranya:
1. Perdamaian dan Kemanusiaan dalam Pandangan Islam, Supriyanto, Tahun
2013. Dalam jurnal ini diuraikan bahwa ajaran persamaan dalam Islam
mencakup dua aspek sekaligus, yaitu kerohanian dan kemasyarakatan. Aspek
kerohaniannya terletak pada penyadaran manusia akan jati dirinya sebagai
hamba Allah SWT lewat ibadah yang berujung pada tingkat takwa. Sedangkan
aspek kemasyarakatan atau sosial terletak pada penyadaran bahwa manusia
diharapkan berbuat baik dengan saling membantu dan menolong pada
sesamanya. Persaudaraan berdasarkan prinsip persamaan ini akan lebih
memudahkan manusia untuk melakukan sikap saling menghargai, terbuka, dan
membantu berdasarkan prinsip al-Quran.
2. Pendidikan Damai (Peace Education) dalam Islam, Ahmad Minan Zuhri, Tahun
2010. Skripsi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga ini menjelaskan bahwa Allah
SWT adalah salam dan sumber kedamaian, bermakna bahwa kedamaian Tuhan melingkupi seluruh ciptaan-Nya dan mencakup semua dimensi kehidupan. Ini
bermakna bahwa kedamaian sosial dan kelestarian alam bukan hanya
manifestasi dari penghayatan nilai Ilahiyah dan ketenangan pribadi melainkan
14
3. Memelihara Perdamaian Melalui Pengelolaan Konflik dan Human Security,
Theofransus Litaay, Tahun 2011. Jurnal dari Fakultas Hukum UKSW, Salatiga
dan anggota Satya Wacana Peace Center ini membahas tentang perdamaian, kerentanan sosial dan human security. Ia mengemukakan bahwa konflik tercipta dan perdamaian menjadi terancam akibat dari meningkatnya rasa ketidakamanan
(insecurity). Kondisi tersebutlah yang menimbulkan kerentanan sosial yang
kuat.
4. Menciptakan Perdamaian Melalui Pendidikan Perdamaian di Sekolah, Taat
Wulandari, Tahun 2010. Jurnal dari salah satu dosen UNY pada Program Studi
Pendidikan IPS ini berisi tentang uraian konflik, perdamaian, dan pendidikan.
Dalam jurnal ini juga dijelaskan bahwa sekolah sebagai sarana untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pendidikan perdamaian
juga harus diterapkan pada semua jenjang sekolah. Karena pendidikan adalah
proses yang terus-menerus sampai akhir hayat. Sehingga usaha untuk
mengenalkan dan mengembangkan sikap pro-perdamaian harus diberikan mulai
dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah disebutkan di atas, maka dapat
ditegaskan bahwa skripsi yang akan dibahas tidak memiliki kesamaan yang
mendasar dengan penelitian di atas.
15
H. Metode Penelitian
Kata “Metode” berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau jalan. Bangsa arab menerjemahkannnya dengan t}ariqat atau manhaj. Dalam bahasa Indonesia kata metode mengandung arti cara yang teratur yang terpikir baik-baik
untuk mencapai maksud, cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai sesuatu yang ditentukan.12
Penelitian adalah terjemah dari bahasa Inggris yaitu research yang berarti usaha untuk mencari kembali yang dilakukan dengan metode tertentu dan dengan
hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan sehingga dapat
digunakan untuk menyelesaikan atau menjawab problem yang terjadi. Jadi metode
penelitian adalah cara yang akan ditempuh oleh peneliti untuk menjawab
permasalahan penelitian.13
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode tahlili. Metode tahlili
ialah menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan memaparkan segala aspek yang
terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan
makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan
mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Dalam metode ini, biasanya mufassir
menguraikan makna yang dikandung oleh al-Quran, ayat demi ayat, dan surat demi
surat sesuai dengan urutannya di dalam mushaf. Uraian tersebut menyangkut
berbagai aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan, seperti pengertian kosakata
(makna mufradat), konotasi kalimatnya (tafsir mufradat), latar belakang turunnya
12Nasruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2012), 1.
16
ayat (sabab nuzul), kaitannya dengan ayat-ayat yang lain (munasabah ayat), baik sebelum maupun sesudahnya, dan tidak ketinggalan pendapat-pendapat yang telah
diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW, sahabat, para tabi‘in, maupun ahli tafsir lainnya.14
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Pemilihan jenis penelitian juga mempertimbangkan pendekatan yang
digunakan dalam menyelesaikan masalah penelitian. Jenis penelitian ini adalah
kepustakaan, karena data-data yang diambil dalam penelitian ini berasal dari
buku-buku primer dan sekunder yang berhubungan dengan judul penelitian. Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
2. Sumber Penelitian
Data penelitian merupakan informasi tentang suatu kenyataan atau
fenomena empiris yang berupa angka atau pernyataan. Salah satu tahapan penelitian
adalah proses pengumpulan data. Data primer adalah data yang terkait langsung
dengan masalah penelitian dan dijadikan bahan analisis serta penarikan simpulan
dalam penelitian. Data sekunder adalah data yang terkait tidak langsung dengan
masalah penelitian dan tidak dijadikan acuan utama dalam analisis dan penarikan
kesimpulan.15
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pustaka yaitu dengan mengumpulkan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian
kemudian memilah-milahnya dengan mengambil data-data yang berkaitan dengan
14Baidan, Metodologi Penafsiran..., 31.
15Musfiqon, Panduan lengkap Metodologi Penelitian Pendiddikan (Jakarta: PT.
17
penelitian. Sumber data yang digunakan sebagai pemabahasan dalam penelitian ini
mengambil sumber-sumber yang sesuai dan terdapat hubungan dengan topik
pembahasan serta dapat dipertanggungjawabkan. Adapun sumber-sumbernya
sebagai berikut:
a. Sumber Primer
Sumber utama penelitian ialah al-Quran dan kitab-kitab tafsir, yaitu:
1. Tafsir al-Mara>ghi> karya Ahmad Mustafa al-Maraghi
2. Tafsir Tafsir fi> z}ila>lil Qura>n karya Sayyid Quthb
3. Tafsir al-Azhar karya karya Hamka
4. Tafsir al-Mishbah karya Muhammad Quraish Shihab
b. Sumber Sekunder
Selain data primer, terdapat data sekunder yang juga membantu dalam penelitian
ini, data-data sekunder tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Peace Education dan Pendidikan Perdamaian Gus Dur karya Ahmad
Nurcholis
2. Al-Quran Bukan Kitab Teror karya Imam Taufiq
3. Nirkekerasan dan Bina Damai dalam Islam karya Mohammed Abu-Nimer
4. Resolusi Konflik Islam Indonesia karya Thoha Hamim dkk
5. Serta buku-buku lain yang berkaitan dengan penelitian
3. Analisis Data
Tahapan akhir penelitian adalah content analysis. Analisis dilaksanakan setelah data terkumpul sesuai dengan fokus masalah penelitian. Data yang dianalisis
18
I. Sistematika Pembahasan
Dalam penulisan hasil penelitian, dibutuhkan sebuah sistematika agar
pembahasan menjadi sistematis dan tidak keluar dari fokus pembahasan. Penelitian
ini terbagi menjadi lima bab, yaitu sebagai berikut:
BAB I berisi pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Identifikasi
Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.
BAB II berisi tinjauan umum tentang perdamaian yang meliputi Pengertian
Konflik, Dampak Positif Konflik, Aspek-aspek dalam Konflik, Cara-cara
Pemecahan Konflik, Pengertian Damai, Perdamaian dalam Islam, Strategi
Mewujudkan Perdamaian Qurani, dan Peace building (Membangun Perdamaian). BAB III berisi penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10 mengenai perdamaian yang
meliputi Tinjauan Umum Surat Hujurat ayat 9-10 dan Penafsiran Surat
al-Hujurat ayat 9-10.
BAB IV berisi Konsep Perdamaian Qurani yang meliputi Analisis Penafsiran Surat
al-Hujurat ayat 9-10 dan Analisis Kontekstualisasi Penafsiran Surat al-Hujurat ayat
9-10.
BAB V berisi Penutup yang meliputi Kesimpulan dan Saran.
19
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PERDAMAIAN
A. Pengertian Konflik
Manusia adalah makhluk sosial. Ia tidak mungkin hidup sendiri terasing dari
manusia lain. dengan berinteraksi bersama sesamanya ia menjadi hidup dan
menghidupkan. Tetapi dalam interaksi itu pula, konflik, ketegangan, salah
pengertian, salah paham, perselisihan, pertengkaran, dan benturan seringkali
terjadidan kadang-kadang tak dapat dihindari. Sejarah kehidupan umat manusia di
mana pun mereka berada hampir-hampir tak pernah melewati era yang dilaluinya
tanpa konflik. Kapanpun dan di mana pun umat manusia berada tidak pernah
terbebas dari konflik, pertengkarang, dan perselisihan. Konflik tersebut bisa dalam
skala pribadi, keluarga, maupun lembaga. Dapat pula konflik itu terjadi antar etnis,
suku, ras, agama, bangsa, dan juga negara.1
Akar konflik adalah perbedaan. Perbedaan ras, kulit, suku, kelas, ekonomi,
bahasa, budaya, dan agama merupakan cikal bakal konflik, dan sekaligus tempat
subur persemaian konflik. Perbedaan itu sendiri ada secara alami, karena terbentuk
oleh keyakinan dan pandangan hidup yang dibentuk oleh kepentingan-kepentingan
untuk memepertahankan diri atau kelompok. Dengan demikian konflik merupakan
1Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Isu-isu Kontemporer I (Jakarta: Lajnah
20
bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial. Dengan kalimat lain, konflik sosial
adalah keniscayaan hidup.2
Dari waktu ke waktu selalu terjadi konflik di tengah-tengah kehidupan
manusia. Konflik-konflik sosial tersebut tidak jarang menimbulkan kekerasan dan
mengancam kedamaian. Meskipun konflik adalah bagian tak terpisahkan dari
kehidupan, tetapi manusia tak akan bertahan hidup dalam pertentangan dan
perselisihan terus menerus. Manusia niscaya berusaha menghindari konflik dan
mengatasinya serta mencari jalan keluar darinya.3
Istilah “conflict” di dalam bahasa berarti suatu perkelahian, peperangan,
atau perjuangan, yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Tetapi arti
kata itu kemudian berkembang dengan masuknya ide-ide lain. dengan kata lain,
istilah tersebut sekarang juga menyentuh aspek psikologis, selain konfrontasi fisik
itu sendiri. Secara singkat, istilah “conflict” berarti persepsi mengenai perbedaan
kepentingan (perceived divergence of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan.4
Istilah konflik cenderung menimbulkan respon-respon yang bernada
ketakutan atau kebencian, padahal konflik itu sendiri merupakan suatu unsur yang
penting dalam pengembangan dan perubahan. Konflik dapat memberikan akibat
yang merusak terhadap diri seseorang, terhadap anggota-anggota kelompok
lainnya, selain itu konflik juga dapat membangun kekuatan yang konstruktif dalam
2Ibid., 2-3.
3Kementerian Agama RI, Al-Quran dan..., 3.
4Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin, Social Conflict, terj. Helly P. Soetjipto dan
21
hubungan kelompok. Konflik merupakan suatu sifat dan komponen yang penting
dari proses kelompok, yang terjadi melalui cara-cara yang digunakan orang untuk
berkomunikasi satu sama lain. Konflik mengandung suatu pengertian tingkah laku
yang lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya
sebagai pertentangan yang kasar dan perang.5
B. Aspek-aspek dalam konflik
Terdapat beberapa aspek dari penelitian ilmu sosial tentang konflik yang
perlu didiskusikan secara mendalam dan konsisten, yaitu:6
1. Perlu adanya suatu kerangka teoritis yang tepat untuk penelitian konflik dalam
memfokuskan penelitian untuk mendapatkan strategi penyelesaian yang efektif
dan komprehensif. Saat ini, yang ada masih mencari-cari kerangka teoritis yang
tepat untuk memahami masalah konflik dan mencari solusi yang efektif.
2. Perlunya pengembangan studi dasar penunjang studi konflik, seperti studi
etnisitas, agama, dan studi-studi lainnya yang relevan. Persoalan yang kita
hadapi saat ini adalah kurangnya hasil-hasil studi tentang isu-isu tersebut.
Studi-studi tentang agama umumnya cenderung berfokus hanya pada kelompok
masing-masing dan mengabaikan studi perbandingan yang bersifat sosiologis,
sehingga ketika dibutuhkan untuk membantu menjembatani konflik-konflik
yang terjadi di antara dua komunitas pendukung agama yang berbeda, tidak ada
rekomendasi praktis yang bisa diberikan oleh ilmu-ilmu sosial. Padahal, dari
5Wahyu, Wawasan Ilmu Sosial Dasar (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), 158.
6Taufik Abdullah, Ilmu Sosial dan tantangan Zaman (Jakarta: PT. RajaGrafindo
22
tulisan Philipus Tule dalam jurnal Antropologi Indonesia no 63 yang berbicara
tentang manipulasi simbol-simbol keagamaan oleh kelompok-kelompok tertentu
yang dikaitkannya dengan apa yang disebutnya sebagai religious bigotry. 3. Penelitian terhadap kasus-kasus konflik itu sendiri. Dari studi-studi yang sudah
ada, dapat dikatakan adanya berbagai macam konflik, dari konflik yang
dikategorikan bersifat horizontal sampai ke konflik yang bersifat vertikal antara
negara dan masyarakat. Menurut studi-studi tersebut, konflik Aceh merupakan salah satu contoh dari “Konflik vertikal”. Ada juga konflik yang terjadi antara
dua komunitas yang berbeda etnis ataupun agama, seperti kasus Dayak-Madura
atau kasus Ambon dan Poso. Masing-masing kasus ini perlu diteliti secara
khusus dan mendetail agar bisa memberikan masukan yang realistis dan praktis
bagi pencarian model penyelesaian konflik yang bersangkutan.
4. Tentang metodologi penelitian konflik. Ada banyak model yang ditawarkan oleh
literatur Barat mengenai hal ini, seperti penahapan konflik, urutan kejadian,
pemetaan konflik, analisis kekuatan konflik, dan analogi pilar dan piramida.
Akan tetapi, kesulitan utama bagi penerapannya di Indonesia adalah sulitnya
mengidentifikasi agen-agen atau pihak-pihak yang berkonflik karena sulit untuk
mendapatkan jawaban langsung tentang siapa yang terlibat konflik, khususnya
jika mereka yang terlibat itu mempunyai kedudukan di dalam pemerintahan,
merupakan anggota militer atau tokoh masyarakat yang sangat berpengaruh dan
mempunyai massa pengikut yang banyak.
23
C. Cara-cara pemecahan konflik
1. Elimination: yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik.
2. Subjugation atau domination: artinya orang atau pihak yang mempunyai
kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya.
Tentu saja cara ini bukan suatu cara pemecahan yang memuaskan bagi
pihak-pihak yang terlibat.
3. Majority rule: artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4. Minority consent: artinya kelompok mayoritas yang menang, namun kelompok
minoritas tidak merasa dikalahkan, dan menerima keputusan serta sepakat untuk
melakukan kegiatan bersama.
5. Compromise: artinya kedua atau semua kelompok yang terlibat di dalam konflik, berusaha mencari dan mendapatkan “Jalan tengah”.
6. Integration: artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan,
dipertimbangkan, dan ditelaah kembali sampai semua kelompok mencapai suatu
keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.
D. Pengertian Damai
Kata damai adalah antonim dari kata konflik, permusuhan, perseteruan,
sengketa, pertengkaran, perselisihan, dan pertikaian. Kendati demikian, dalam
hukum logika biner, keberadaan atau ketiadaan salah satu merupakan keberadaan
24
Damai menjadi ada hanya karena konflik juga ada. Ketika damai dinegasikan,
hadirlah konflik. Jika konflik dinegasikan, hadirlah damai. Damai adalah cermin
dari terkelolanya konflik. Damai bukanlah semata-mata ketiadaan perang, karena
perdamaian yang sejati adalah damai yang dinamis, partisipatif, dan berjangka
waktu panjang. Damai sejati dapat terwujud manakala nilai-nilai kemanusiaan
universal telah mengakar di segala lini, mulai dari kehidupan keluarga, sekolah,
komunitas, masyarakat, hingga negara.7
Secara etimologis, istilah perdamaian diterjemahkan dan dilafalkan secara
berbeda sesuai konstruksi bahasa dan tradisi masyarakat masing-masing.
Masyarakat Jerman memiliki istilah friede, Bangladesh mengenal istilah shanti, dan Jepang menyebutnya heiwa. Masyarakat Indonesia sendiri menggunakan istilah damai yang sering diartikan sebagai kondisi harmoni, tenang, dan tenteram.
Perdamaian dimaknai sebagai segala prakarsa dan upaya kreatif manusia untuk
mengatasi dan menghilangkan segala bentuk kekerasan, baik langsung maupun
tidak langsung, struktural, kultural, maupun personal di masyarakat.
Dalam ajaran Islam, perdamaian merupakan kunci pokok menjalin
hubungan antar manusia. Sedangkan perang dan pertikaian adalah sumber
malapetaka yang berdampak pada kerusakan sosial. Agama mulia ini sangat
memperhatikan keselamatan dan perdamaian, juga menyeru kepada umat manusia
agar selalu hidup rukun dan damai dengan tidak mengikuti hawa nafsu.8
7Imam Taufiq, Al-Quran Bukan Kitab Teror: Membangun Perdamaian Berbasis
al-Quran (Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2016), 31-32.
8Perpustakaan Nasional, Ensiklopedia Pengetahuan al-Quran dan Hadis (Jakarta:
25
Dalam mendukung sifat damai Islam, para sarjana mengartikan kata Bahasa
Arab Islam sebagai “Perwujudan perdamaian”. Seorang Muslim menurut al-Quran adalah ia yang damai dengan Tuhan dan manusia. Maksud damai dengan Tuhan
adalah ketundukan sempurna pada kehendak-Nya yang jadi sumber segala
kemurnian dan kebaikan. Adapun maksud damai dengan manusia adalah
melakukan kebaikan kepada sesama manusia. “Tidak demikian, barang siapa yang
menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT dan berbuat kebaikan kepada yang lain, maka baginya pahala dari Tuhannya, dan tak ada kekhawatiran
terhadap mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati” (2:12).
Penjelasan terkenal tentang pentingnya perdamaian tercermin dalam sapaan
Muslim sehari-hari yaitu “As-Salamu‘alaikum” yang berarti “Kedamaian atas kamu” ucapan ini berasal dari al-Quran:
ۡۡݗُݟٰىقݠۡعقل
ۡ
ۡ قݑقݜٰ ق ۡܞُسۡܛقݟيق
ۡ܅ݗُݟ܅ݖ ٱ
ۡ
ۡ قن
ق
أۡ ۡݗُݟٰىقݠۡعقلۡ ُܱقخاقءقوۡۚ ݗٰقلقسۡܛقݟيق ۡ ۡݗُݟُت܅يق
َقو
ق
ُۡܯۡݙق
ۡٱ
ۡ
ۡ
ۡ قكجقرۡق ܅قّ
ۡقيقݙ
قݖٰقعۡلٱ
ۡ
٠
910. Do´a mereka di dalamnya ialah: "Subhanakallahumma", dan salam
penghormatan mereka ialah: "Salam". Dan penutup doa mereka ialah: "Alhamdulilaahi
Rabbil ´aalamin".
Dalam surga yang digambarkan Islam tidak ada kata terdengar kecuali damai,
seperti bunyi ayat berikut:
26
ۡ
ق
ل
ۡ
ۡܛًݙيق
ۡ
ܕقتۡ
لقوۡا مݠۡغقلۡܛقݟيق ۡ قنݠُعقݙ ۡسقي
ق
ۡܛ مݙٰقل قسۡܛ مݙٰقل قسۡ مٗيق ۡ
لقإ
܅
1025. Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa.
26. akan tetapi mereka mendengar ucapan salam.
E. Perdamaian dalam Islam
Kedamaian dalam Islam dipahami sebagai suatu keadaan harmonis secara
fisik, mental, spiritual, dan sosial. Berdamai dengan tuhan lewat ketaatan dan
berdamai dengan sesama manusia dengan menghindari pelanggaran. Islam
mewajibkan para pengikutnya untuk mencari kedamaian di segala bidang
kehidupan. Tujuan utama wahyu al-Quran bagi kaum Muslim adalah untuk
menciptakan tatanan sosial yang adil dan damai. Kedamaian dianggap sebagai hasil
yang dicapai hanya dengan ketaatan penuh pada kehendak Tuhan. Karena itu,
kedamaian mempunyai penerapan internal, personal, dan sosial, dan Tuhan
merupakan sumber penopang kedamaian tersebut.11
Menghindari kekerasan dan penyerangan dalam segala bentuknya menjadi
fokus utama dari nilai dan tradisi keislaman. Banyak ayat al-Quran yang
menekankan prinsip ini, di antaranya:
ۡ ܅نقإ۞
ۡق ܅ّٱ
ۡ
ۡقبۡ ُُܱ
ۡ
ܕقي
ۡقظۡܯقع
ۡ
لٱ
ۡۡقو
ۡقݚٰ قسۡحق
ۡٱ
ۡ
ۡ
ۡيقمۡ ِي
ٓܛقتيِ
ٰۡقبُܱۡݐ
ۡ
لٱ
ۡ
ۡ قݚقعۡ ٰ
قَۡݜقيقو
قءٓܛ قش ۡحقݍ
ۡ
لٱ
ۡۡقو
ۡقكݜُݙ
ۡ
ٱ
ۡقܱۡ
ۡقو
ۡيق
ۡغق ۡۡٱ
ۡ
ۡ قنوُܱ܅كقܰقتۡۡݗُك܅ݖقعقلۡۡݗُك ُ݄قعقي
٠
1210Al-Quran, 56:25-26.
11Mohammed Abu Nimer, Nirkekerasan dan Bina-Damai dalam Islam, terj: M.
Irsyad Rhafsadi dan Khairil Azhar (Jakarta: Democracy Project, 2010), 114-115.
27
90. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Pada ayat lain juga berbunyi:
ۡۡ݅ق ۡلٱ
ۡۡقب
ۡ قت
܅لٱ
ۡ
ۡ ُݚ قسۡح
ق
أۡ ق قِ
ۡۚقܟقܚقكي ܅س ٱ
ۡ
ۡۡ
ق
ن
ۡ قنݠُݍ قفقيۡܛقݙقبُۡݗ
قݖۡعقأۡ ُݚ
٩
13
96. Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan.
Karena itu ketika perbuaan buruk dilakukan padamu, lebih baik tidak
membalasnya dengan perbuatan buruk, tapi lakukan yang terbaik dalam menghalau
perbuatan buruk.
Pencarian perdamaian juga jelas dalam tradisi dan hidup Nabi Muhammad
SAW. Tradisi Nabi juga mendukung penghindaran kekerasan. Pengampunan atau
pemaafan dipandang sebagai reaksi terbaik terhadap kemarahan dan perselisihan.
Penggunaan kekerasan sebagai cara menyelesaikan konflik dikesampingkan dalam
kehidupan Nabi dan al-Quran serta senantiasa dilihat sebagai usaha terakhir.
Semasa periode Makkah (610-622 M), Nabi Muhammad SAW tidak menunjukkan
kecenderungan pada pengerahan kekuatan dalam bentuk apapun, bahkan untuk
pertahanan diri. Bahkan ia melakukan kampanye perlawanan nirkekerasan melalui
ajarannya di masa itu, ketika kaum Muslim merupakan kaum minoritas.14
Ajaran Nabi pada masa itu khususnya berpusat pada nilai-nilai kesabaran
dan keteguhan dalam menghadapi penindasan. Selama 13 tahun, Nabi secara penuh
13Al-Quran, 23:96.
28
memakai metode nirkekerasan, bersandar pada ajaran spiritualnya dalam
menghadapi serangan dan bentrokan. Pada masa itu, meski ia disiksa, difitnah, dan
dihinakan, serta keluarga dan para pengikutnya diasingkan, dia tidak mengutuk
musuh-musuhnya ataupun menganjurkan kekerasan. Sebaliknya, ajarannya
terpusat pada ibadah dan harapan akan pencerahan dan kedamaian.
Dalam Islam, pengupayaan perdamaian meluas menyangkut perselisihan
dan pertentangan antar-perorangan maupun masyarakat. Muslim dilarang
menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan perbedaaan mereka, melainkan
harus bersandar pada arbitrase atau bentuk intervensi lainnya. Berbagai ayat
al-Quran memerintahkan orang-orang yang beriman untuk mengembalikan
perselisihan kepada Tuhan dan Nabi-Nya. Untuk menjaga perdamaian antar umat
manusia dan umat beragama, tugas pokok para pemimpin adalah berupaya
mencegah meletusnya konflik dengan melakukan hal-hal berikut.15
Pertama, untuk menghadapi konflik pada umumnya, lebih-lebih konflik
antar agama, para pemimpin hendaknya memahami secara lebih baik tentang peran
agama bagi kehidupan para pemeluknya di mana pun mereka berada. Dunia Barat
yang sekuler seringkali meremehkan peran agama dan simbol-simbolyang melekat
di dalamnya, sehingga tidak jarang menimbulkan tindakan pelecehan terhadap kitab
suci dan penghinaan para pemimpin atau Nabi yang sangat dihormati, seperti yang
terjadi di Denmark, maupun di Inggris dengan kasus Salman Rushdi. Hal ini
menunjukkan ketidakpekaan para pemimpin politik dan agama terhadap
29
keberagaman kelompok tertentu sehingga menimbulkan respon keras di dalam
negeri, hingga menyebar luas hampir ke seluruh dunia Muslim.
Kedua, para pemimpin harus mewaspadai benih-benih konflik yang
mengarah pada timbulnya kekerasan untuk mengubah keadaan atau untuk
menghentikan perubahan. Para pemimpin bertugas menyalurkan kekuatan para
tokoh atau pemmpimpin kelompok yang berselisih ke arah perubahan yang damai
dan nirkekerasan.
Ketiga, dalam kasus-kasus yang disebut konflik agama, sebenarnya agama hanyalah salah satu dari banyak faktor yang terlibat. Adapun isu pokoknya boleh
jadi persoalan-persoalan yang terkait dengan keberlangsungan hidup, keamanan,
keadilan, atau kejujuran hingga permasalahan-permasalahan kompleks seperti
kebutuhan untuk diakui, dihormati, otonomi, dan penentuan nasib. Rasa takut tak
jarang berperan sebagai pembakar emosi dan tindakan kekerasan yang mudah
meledak.
Keempat, Para pemimpin mendorong para kelompok yang berselisih untuk
menemukan pemecahan persoalan atas inisiatif mereka sendiri. Hal itu membantu
mereka membangun dan menumbuhkan cara-cara pemecahan masalah secara
mandiri dan mebangun komunitas yang lebih kokoh dengan cara mereka sendiri.
Mereka juga mengingatkan pihak-pihak yang terlibat konflik bahwa nilai-nilai
kebaikan, seperti kasih sayang, taat hukum, keadilan, hormat kepada orang lain atau
kelompok lain dan rendah hati adalah sifat-sifat yang dapat mendukung
30
Kelima, para pemimpin agama mengingatkan kelompok-kelompok yang
berkonflik, bahwa keimanan atau kepercayaan mereka selamanya tidak
membolehkan tindakan menyerang kelompok lain atau melakukan tindakan
kekerasan apapun. Di samping itu, mereka hendaknya dapat menuntun proses
pengungkapan rasa penyesalan, rasa iba, kesedihan, dan pemberian maaf sebelum
langkah mengurai konflik dan perdamaian yang diusahakan. Dalam proses resolusi,
para diharap menghimbau seluruh kelompok yang berselisih untuk mendasarkan
apa saja yang akan mereka lakukan di atas landasan kepercayaan spiritual mereka
dan di atas nilai-nilai yang disetujui bersama.
F. Strategi Mewujudkan Perdamaian Qurani
Masyarakat qurani dibangun atas dasar persaudaraan antar orang-orang
yang beriman. Persaudaraan ini pun lalu memunculkan rasa cinta, perdamaian, rasa
tolong-menolong, persatuan, dan kasih sayang yang merupakan fondasi dasar
dalam masyarakat Islam. Allah SWT pun memerintahkan orang-orang yang
beriman untuk bisa bersatu padu, bukan atas dasar kepentingan khusus, ataupun
karena silsilah tertentu. persatuan yang dianjurkan adalah persatuan karena
keimanan kepada Allah SWT. Inilah kenikmatan dan persatuan yang dibutuhkan
dalam masyarakat Islam. Sesungguhnya persatuan adalah satu nikmat yang Allah
SWT anugerahkan kepada hamba-hamba-Nya yang mencintai-Nya.16
16Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan Al-Quran, terj: Sari
31
Secara garis besar, untuk mewujudkan perdamaian, al-Quran menggunakan
istilah is}la>h}. Secara etimologi, kata is}la>h} digunakan untuk menunjukkan segala
upaya guna memperbaiki dan mendamaikan pertentangan yang terjadi, khususnya
di kalangan kaum muslim. Is}la>h} adalah upaya menghentikan kerusakan atau
meningkatkan kualitas sesuatu sehingga manfaatnya lebih banyak lagi. Memang,
ada nilai-nilai yang harus dipenuhi sesuatu agar ia bermanfaat atau agar ia dapat
berfungsi dengan baik. Kursi misalnya, harus memiliki kaki yang sempurna baru
dapat berfungsi dengan baik dan dapat bermanfaat. Jika salah satu kaki kursi
tersebut rusak, maka perlu dilakukan is}la>h}} atau perbaikan agar ia dapat berfungsi
dengan baik serta bermanfaat sebagai kursi. Dalam konteks hubungan antar
manusia, nilai-nilai itu tercermin dalam keharmonisan hubungan. Ini berarti jika
hubungan antara kedua belah pihak retak atau terganggu, akan terjadi kerusakan
dan hilang atau paling tidak berkurang kemanfaatan yang diperoleh dari mereka.
Ini menuntut adanya is}la>h}, yakni agar keharmonisan pulih dan dengan demikian
terpenuhi nilai-nilai bagi hubungan tersebut dan sebagai dampaknya akan lahir
aneka manfaat dan kemaslahatan.17 Perbaikan masyarakat dimulai dari kelompok terkecil dari masyarakat itu sendiri, seperti keluarga batih18, keluarga besar, keluarga se-desa, sampai kehidupan sosial yang jauh lebih luas. Di samping itu, is}la>h} juga digunakan untuk menyebut upaya perbaikan atas kerusakan yang
diakibatkan oleh pelanggaran umat manusia terhadap ketentuan yang berlaku. Oleh
karena itu, di dalam al-Quran is}la>h} dikontraskan dengan kata ifsa>d.
17M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol: 12 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 596.
32
Dalam konteks strategi perdamaian, is}la>h} dalam al-Quran digunakan
dengan bentuk kata kerja perintah sebagaimana dinyatakan dalam QS. al-Hujurat:
9-10 berikut:
نِ
ۡ
ۡ قݚقمۡ قنܛقتقݍقئ
ٓܛ قط
ۡقيقݜقمۡܖُݙ
ۡ
ٱ
ۡ
ۡ اݠُݖقتقتۡ ٱ
ۡ
ۡ
ق قلۡܛقݙُݟٰىقܯۡحقإۡ ۡܠقغقبۡۢنقܗقفۡۖܛقݙُݟقݜۡيقبۡ اݠُحقݖ ۡصقܕقف
ٱ
ٰۡىقܱۡخ
ُ ۡ
ۡ
ۡ
ۡ اݠُݖقتٰ قققف
ۡ قت
܅لٱ
ۡ
ۡقܱۡ
ق
أۡٓ
َقإۡقءٓ قِقتۡ ٰ ܅تقحۡ قغۡܞق
ق
ۡۚق ܅ّٱ
ۡ
ۡقبۡܛقݙُݟقݜۡيقبۡ اݠُحقݖ ۡصقܕقفۡ ۡتقءٓܛقفۡنقܗقف
ٱ
ۡقظۡܯقع
ۡ
ل
ۡ
ۡۡق
ق
أقو
ۡۖ آݠ ُ݁قس
ۡ
ۡ ܅نقإ
ۡق ܅ّٱ
ۡ
ۡ ܆ܜق ُُ
ۡقيق݁قسۡݐُݙ
ۡ
ٱ
ۡ
٠و
ܛقݙ܅نقإ
ۡ
ۡقنݠُݜقمۡܖُݙ
ۡ
ٱ
ۡ
ۡقوۡۚۡݗُكۡيقݠقخ
ق
أۡ ق ۡيقبۡ اݠ ُحقݖ ۡص
ق
ܕقفۡ حقݠۡخقإ
ۡ اݠُݐ܅ ٱ
ۡ
ۡق ܅ّٱ
ۡ
ۡ قنݠُ قَُܱۡتۡۡݗُك܅ݖقعقل
٠
199. Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.
10. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
Ayat di atas menggambarkan bahwa ketika ada dua orang berseteru, umat
Islam diperintahkan untuk mendamaikannya. Ketika ada dua kelompok beriman
sedang berselisih hendaknya segera dilerai dengan mengajak keduanya mencari
titik temu menuju kesepahaman untuk menyelesaikan pertikaian. Namun, bila salah
satunya menolak, jalan yang ditempuh adalah mencoba menyelesaikannya dengan
jalur hukum secara adil. Menariknya, setelah perintah menyelesaikan pertikaian
dengan cara adil, Allah SWT mendorong agar proses keadilan tersebut diterima
oleh kedua belah pihak. Allah SWT juga menegaskan pentingnya membangun
33
keharmonisan di antara kaum muslim sehingga is}la>h} harus lebih diprioritaskan
dalam konflik yang berkecamuk.
Proses is}la>h} itu sendiri sangat beragam. Al-Quran memiliki beberapa
representasi bentuk is}la>h} dalam proses perdamaian. Dalam hal ini ada satu rumusan
istilah dalam al-Quran yang menjadi jalan alternatif dalam proses is}la>h}, yakni
musyawarah. Secara umum musyawarah bermakna bertukar pikiran atau
berargumen. Dalam proses perdamaian, forum musyawarah sangat penting karena
forum ini adalah ruang dialog antar pihak yang berselisih dengan tujuan mencari
solusi untuk mencapai titik temu menuju jalan damai. Dalam konteks ini Allah
SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW agar berlaku lemah lembut
dan bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya, sebagaimana ayat berikut:
ܛقݙقܞقف
ۡ
ۡ قݚقكمۡلܟق َۡقر
ۡق ܅ّٱ
ۡ
ۡ ق݂يقݖقغۡܛ ً݄ق ۡ قܠݜ
ُكۡۡݠق قوۡۖۡݗُݟقۡ قܠقِ
ۡقܜ
ۡ
ݖقݐ
ۡ
لٱ
ۡ
ۡ
ق
ل
ۡ اݠ ܆ُقݍف
ۡ
ۡقفۡۖ قݑق ۡݠقحۡ ۡݚقم
ٱ
ۡ ُفۡع
ۡ
ۡقوۡ ۡݗُݟۡݜقع
ܱۡۡقݍۡغقتۡسٱ
ۡ
ۡ قِۡ ۡݗُهۡرقوܛقشقوۡ ۡݗُݟ
ق
ۡ قܱۡ
ق ۡ
ۡٱ
ۡ
ۡ
ق قلۡ ۡ ܅َقݠقتق ۡ قܠۡمقܲقعۡاقمقܗقف
ۡۚق ܅ّٱ
ۡ
ۡ ܅نقإ
ۡق ܅ّٱ
ۡ
ۡ܆ܜق ُُ
ۡ
ۡققككقݠقتُݙ
ۡ
ٱ
ۡ قي
٩
20159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
34
Ayat ini turun setelah perang Uhud. Ketika itu Nabi Muhammad SAW
kecewa atas tindakan indisipliner sebagian sahabat dalam pertempuran yang
mengakibatkan kekalahan di pihak Nabi. Melalui ayat ini, Allah SWT
mengingatkan Nabi bahwa dalam posisinya sebagai pemimpin umat ia harus
bersikap lemah lembut terhadap para sahabatnya, memafkan kekeliruan mereka,
dan bermusyawarah dengan mereka dalam urusan-urusan mereka. Sebenarnya
cukup banyak hal dalam peristiwa perang Uhud yang dapat mengundang emosi
manusia untuk marah. Namun demikian, cukup banyak pula bukti yang
menunjukkan kelemah lembutan Nabi SAW. Beliau bermusyawarah dengan
mereka sebelum memutuskan berperang, beliau menerima usul mayoritas mereka,
walau beliau sendiri kurang berkenan. Beliau tidak memaki dan
mempermasalahkan para pemanah yang meninggalkan markas mereka, tetapi
hanya menegurnya dengan halus dan lain-lain.21
Strategi perdamaian selanjutnya adalah ma’ru>f. Ma’ru>f sebagai strategi
adalah proses perdamaian dengan cara yang baik menurut syara’ dan hukum yang
telah ditetapakan manusia. Ma’ru>f adalah sesuatu yang dikenal dan dibenarkan oleh
masyarakat, dengan kata lain adat istiadat yang didukung oleh nalar yang sehat serta
tidak bertentangan dengan ajaran agama. Ia adalah kebajikan yang jelas dan
diketahui semua orang serta diterima dengan baik oleh manusia-manusia normal.
Ia adalah yang disepakati sehingga tidak perlu didiskusikan apalagi
diperbantahkan.22 Segala sesuatu dapat dianggap sebagai hal yang makruf jika
21Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol. 2, 256.
35
dapat diterima oleh wahyu dan akal. Penggunaan kata makruf dalam al-Quran tidak
hanya berkaitan dengan orang Islam, tetapi juga dengan orang Nasrani, Yahudi,
bahkan dengan orang munafik.23
Ma’ru>f menurut wahyu adalah segala yang diperintahkan oleh Allah SWT
dan Rasul-Nya. Adapun ma’ru>f dalam pandangan akal adalah sesuatu yang dinilai
baik, tidak merugikan diri sendiri dan masyarakat. Istilah ma’ru>f dalam al-Quran
hanya digunakan dalam interaksi antar manusia. Oleh karena itu, istilah ini tidak
dapat diidentikkan dengan akhlak yang mencakup hubungan manusia dengan
Tuhan. Istilah ma’ruf hanya dapat digunakan untuk konsep moral, dengan syarat
bahwa ma’ru>f haruslah adil dan sesuai dengan tuntutan agama. Dalam
perkembangannya, kata makruf sering diungkapkan dengan kata ‘urf sebagaimana
dalam QS. al-‘Araf: 199.
ۡقُܰخ
ۡ
ۡقݠۡݍقع
ۡ
لٱ
ۡ
ۡقبُܱۡۡ
ۡ
أقو
ۡقطُܱۡع
ۡ
لٱ
ۡ
ۡ قݚقعۡ
ۡضقܱۡع
ق
أقو
ۡقيقݖقݟٰ ق
ۡ
لٱ
ۡ
٩
24199. Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma´ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.
Dalam disiplin kajian ushul fiqh, ‘urf adalah kata lain untuk menyebut
kearifan lokal. Kearifan lokal merupakan tradisi dalam masyarakat, meliputi
ketentuan-ketentuan sikap dan tutur, tertulis maupun tidak tertulis. Dalam berbagai
kasus, kearifan lokal merupakan alternatif yang bisa digunakan untuk menekan
munculnya konflik. Sebelum menjalankan strategi ‘urf, secara implisit dalam surat
23Taufiq, Al-Quran Bukan..., 104.
36
al-‘Araf di atas menyuruh kita untuk berlapang dada dan menahan diri untuk tidak
membalas dendam. Karena dengan balas dendam, kobaran api permusuhan dan
pertikaian akan semakin membara. Dari sini kita menemukan satu strategi
perdamaian yang perlu diterapkan, yakni ‘afw. Kata ‘afw ini berarti memaafkan
dengan tidak membalas kejahatan dan kesalahan. Pemaafan yang dapat
mengalahkan kebencian dan kemarahan adalah nilai luhur yang dapat dijunjung
dalam Islam, bahkan melebihi keadilan. Bahkan, orang-orang yang beriman
didorong untuk memaafkan sekalipun ketika marah. “Tuhan memenuhi kedamaian
dan keimanan kepada hati orang yang meredam amarahnya, seka