• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perdamaian dalam kajian al-Quran: studi analisis terhadap penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perdamaian dalam kajian al-Quran: studi analisis terhadap penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10."

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PERDAMAIAN DALAM KAJIAN AL-QURAN

(Studi Analisis terhadap Penafsiran Surat al-Hujurat ayat 9-10)

“SKRIPSI”

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu Ilmu al-Quran

dan Tafsir

Oleh:

MALIHATUL AFIFAH E03213048

PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Malihatul Afifah. E03213048. Perdamaian Dalam Kajian al-Quran (Studi Analisis terhadap Penafsiran Surat al-Hujurat ayat 9-10).

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya konflik yang terjadi dewasa ini, salah satunya adalah intoleransi seperti intimidasi, kekerasan, dan penyerangan sebuah kelompok terhadap kelompok lain yang masih banyak terjadi di sekitar kita. Sebagai referensi utama umat Islam, al-Quran telah memberikan model penyelesaian masalah manusia, mulai dari urusan yang sifatnya pribadi seperti keluarga, sosial, politik, hingga ekonomi. Pengalaman al-Quran yang menanamkan semangat perdamaian dapat menjadi model terbaik penanganan masalah umat dewasa ini. Studi al-Quran tentang perdamaian terdapat dalam surat al-Hujurat ayat 9-10 dan studi ini merupakan salah satu tema yang masih membutuhkan perhatian lebih dari para pegiat perdamaian dan akademisi. Kajian ini sangat penting tidak hanya karena menjadi ikhtiar menciptakan perdamaian di tengah masyarakat, tetapi juga menjadi tanggung jawab umat Islam dalam menawarkan konstruksi perdamaian yang sesuai dengan al-Quran untuk pemecahan masalah umat dewasa ini.

Dari sekian masalah yang ada, maka dalam penelitian ini hanya akan dirumuskan dua masalah. 1) Bagaimana penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10? 2) Bagaimana kontekstualisasi penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10?

Penelitian ini menggunakan model penelitian kualitatif yang mana dalam penyajiannya menggunakan teknik deskriptif-analisis dan menggunakan metode

tahlili. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik library research yakni berupa

buku-buku tafsir dan buku-buku yang memiliki korelasi dengan penelitian ini. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10 memerintahkan dua kelompok beriman yang berkonflik untuk berdamai dengan mencari titik temu menuju kesepahaman secara adil. Allah SWT juga menegaskan jika perdamaian harus lebih diprioritaskan dalam konflik yang berkecamuk.

Penelitian ini hanya sebatas penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10, masih memungkinkan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti surat ataupun ayat-ayat lain yang berkaitan dengan penelitian se-tema. Semoga penelitian ini juga dapat menambah khazanah keilmuan dalam bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir dan perdamaian.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... x

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 11

C. Batasan Masalah ... 11

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Manfaat Penelitian ... 12

1. Secara Teoritis ... 12

(8)

xiv

G. Tinjauan Pustaka ... 13

H. Metode Penelitian ... 15

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan ... 16

2. Sumber Data .... 16

3. Analisis Data ... 17

I. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II: TINJAUAN UMUM MENGENAI PERDAMAIAN A. Pengertian Konflik... 19

B. Aspek-aspek dalam Konflik ... 21

C. Cara-cara Pemecahan Konflik ... 23

D. Pengertian Damai ... 23

E. Perdamaian dalam Islam ... 26

F. Strategi Mewujudkan Perdamaian Qurani ... 30

G. Peace Building (Membangun Perdamaian) ... 40

BAB III: PENAFSIRAN SURAT AL-HUJURAT AYAT 9-10 A. Tinjauan Umum Surat al-Hujurat ayat 9-10 ... 48

1. Ayat dan Terjemah ... 48

2. Tafsir Mufradat ... 48

3. Munasabah Ayat ... 49

4. Sabab Nuzul ... 50

(9)

BAB IV: KONSEP PERDAMAIAN QURANI

A. Analisis Penafsiran Surat al-Hujurat ayat 9-10 ... 70

B. Analisis Kontekstualisasi Penafsiran Surat al-Hujurat ayat 9-10 ... 73

BAB V: PENUTUP

1. Simpulan ... 88 2. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Damai adalah suasana nyaman yang terbebas dari segala gangguan, bebas

dari permusuhan, kebencian, dendam, dan segala perilaku yang menyusahkan orang

lain. Nabi Muhammad SAW mendefinisikan muslim ideal sebagai muslim yang

mampu memberi kedamaian bagi masyarakat dari perilaku dan komunikasinya,

sebagaimana dalam hadis:1

2

ِهِدَيَو ِهِناَسِل ْنِم َنوُمِلْسُما َمِلَس ْنَم ُمِلْسُما

“Seorang muslim sejati adalah yang mampu memberi rasa damai kaum

muslim lainnya dari lisan dan tangannya.”

Hadis ini merupakan jawaban atas pertanyaan Abu Musa kepada Nabi

Muhammad SAW tentang kriteria keislaman yang utama, ayy al-Isla>m afd}al? Islam

yang seperti apa yang lebih utama? Nabi Muhammad SAW menjawab dengan

memberi deskripsi tentang kriteria tersebut, seperti memberi rasa aman dan damai

dari perilaku dan ucapan yang menggangu. Pada hadis lain lain riwayat Abdullah

bin Umar, Nabi Muhammad SAW dimintai keterangan, ayy al-Isla>m khair? Jenis

Islam yang seperti apa yang baik? Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa

1Imam Taufiq, Al-Quran Bukan Kitab Teror: Membangun Perdamaian Berbasis

Al-Quran (Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2016), 7.

2Muh}ammad bin Isma‘>i>l Abu ‘Abdulla>h al-Bukha>ri> al-Ju’fi>, S{ah}ih} Bukha>ri>, juz. 1

(11)

2

Islam yang baik adalah dengan memberi makanan dan mendoakan untuk damai

kepada siapa saja, yang dikenal maupun tidak dikenal.3

Al-Quran berisi beberapa perintah moral dan etika yang tersebar di berbagai

surat berupa model perilaku etis yang disebut jalan Allah SWT yang lurus (s}ira>t} al-Mustaqi>m). Salah satu perintah itu adalah menebarkan kedamaian dan

berkomunikasi dengan cara yang santun. Perdamaian merupakan salah satu ciri

utama sekaligus misi utama agama Islam. Islam yang juga mengandung makna sala>m, menganjurkan untuk menjaga keharmonisan hubungan antar sesama.

Perdamaian bukan semata ucapan “as-Sala>mu‘alaikum” seperti yang

mungkin dipahami oleh banyak orang. Lebih dari itu, perdamaian merupakan

aktualisasi dari perintah moral dalam al-Quran. Beberapa ayat dalam al-Quran yang

mempromosikan perdamaian, diantaranya QS. al-Baqarah ayat 208, QS. an-Nisa’

ayat 94, QS. al-Anfal ayat 61, dan QS. an-Nisa ayat 90 yang berbunyi:

َ

ِّإ

هݚيِ

َٱ

َ

ن

ه

أ ۡݗُهُروُد ُص ۡته ِِهح ۡݗ

ُكوُءكاهج ۡوهأ ٌݎٰهثيِ م ݗُݟهنۡيهبهو ۡݗُكهنۡيهب ۢۡݠهق ٰهَِإ هنݠُݖِصهي

هءكا هش ۡݠه هو هۡݗُݟه ۡݠهق

اݠُݖِتٰ هقُي ۡوهأ ۡݗُكݠُݖِتٰ هقُي

ُ َّٱ

ِنِܗهف هۡݗ

ُكݠُݖهتٰ هقهݖهف ۡݗُكۡيهݖهع ۡݗُݟ هطَݖهسه

ههتۡعٱ

ۡݗُكݠُ

ۡݗهݖهف

ُݗُكۡ هَِإ

اۡݠهقۡلهأهو ۡݗُكݠُݖِتٰ هقُي

هݗهݖ َس ٱ

هݔهعهج اهݙه

ُ َّٱ

مَيِبهس ۡݗِݟۡي

هݖهع ۡݗُكهل

٠

4

90. kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.

3Taufiq, Al-Quran Bukan..., 8.

(12)

3

Seluruh ayat ini menjelaskan imbauan untuk menyebarkan perdamaian dan

menghindari perang dengan penerapan kebijakan damai.

Upaya untuk menciptakan perdamaian juga jelas terekam dalam tradisi dan

hidup Nabi Muhammad SAW. Setidaknya terlihat dari sikap Nabi Muhammad

SAW yang menolak penyelesaian masalah dengan kekerasan. Pada periode

Makkah Nabi Muhammad SAW tidak menunjukkan kecenderungan pada praktik

kekerasan dan kekuatan fisik, bahkan untuk pertahanan diri sekalipun, Nabi

Muhammad SAW tidak mengajarkan tindak kekerasan. Nabi Muhammad SAW

mengampanyekan anti kekerasan yang berporos pada kesabaran dan keteguhan

dalam menghadapi penindasan dan kekerasan.

Nabi Muhammad SAW menempatkan perdamaian pada posisi yang penting

dalam Islam, seperti yang ditunjukkan oleh persaudaraan kaum Muhajirin dan

Anshar di Madinah. Semangat persaudaraan ini melahirkan kedamaian di hati Umat

Islam yang berimbas pada rasa perdamain dalam hubungan sosial, bahkan terhadap

non-muslim sekalipun. Al-Quran telah memaparkan prinsip-prinsip dasar dan

nilai-nilai fundamental dalam kaitannya dengan praktik perdamaian. Mohammad Abu

Nimer melihat surat al-Hujurat ayat 9-10 sebagai basis teologi gagasan membangun

(13)

4

نِ

هݚِم ِناهتهفِئ

كا هط

هيِنِمۡܖُݙ

ۡ

ٱ

اݠُݖهتهتۡقٱ

ه هل اهݙُݟٰىهدۡحِإ ۡتهغهب ۢنِܗهف ۖاهݙُݟهنۡيهب اݠُحِݖ ۡصهأهف

ٱ

ٰىهرۡخ

ُ ۡ

ۡ

اݠُݖِتٰ هقهف

ِت

َلٱ

ِرۡ

ه

أ ٓ

َِإ هءك ِِهت ٰ َتهح ِغۡبهت

ه

هِ َّٱ

ِب اهݙُݟهنۡيهب اݠُحِݖ ۡصهأهف ۡتهءكاهف نِܗهف

ٱ

ِلۡدهع

ۡ

ل

ۡق

ه

أهو

ۖ اكݠ ُطِس

َنِإ

ه َّٱ

ُُِ

ܜ

هيِطِسۡقُݙ

ۡ

ٱ

٩

اهݙَنِإ

هنݠُنِمۡܖُݙ

ۡ

ٱ

هو هۡݗُكۡيهݠهخ

ه

أ ه ۡيهب اݠ ُحِݖ ۡص

ه

أهف ٞةهݠۡخِإ

اݠُقَتٱ

ه َّٱ

هنݠُ هَۡرُت ۡݗُكَݖهعهل

٠

5

9. Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.

10. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.

Menurut Sayyid Quthb ayat tersebut memformulasikan upaya membangun

perdamaian serta upaya mengakhiri pertengkaran. Salah satu strategi yang

ditawarkan ayat di atas adalah mengungkapkan kebenaran, menegakkan keadilan,

serta mendamaikan para pihak yang bertikai. Yang utama dalam konsep masyarakat

Islam adalah persaudaraan yang dibangun atas nilai-nilai cinta, perdamaian, saling

menolong, dan persatuan. Sementara perselisihan dan peperangan merupakan

pengecualian yang harus dihindari guna mewujdkan perdamaian.

Yang lebih menarik lagi bahwa dalam surat al-Hujurat ayat 9-10

menawarkan jalan resolusi konflik secara damai dengan melibatkan pihak ketiga.

Perdamaian ini dimaksudkan untuk membangun hubungan harmonis antara

pihak-pihak yang berkonflik dan membangun kembali persaudaraan yang pernah tergores

sengketa.

(14)

5

Agama (din) dan beragama (tadayyun) adalah dua dimensi yang terintegrasi. Agama merupakan seperangkat keyakinan dan amalan yang bersumber

dari wahyu, yang dipilih dengan kesadaran untuk meraih kebahagiaan di dunia dan

keselamatan di akhirat. Sementara beragama (tadayyun) berarti mengintrodusir nilai-nilai ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, baik secara pribadi, keluarga,

maupun masyarakat. Manusia cenderung mengimplementasikan model

keberagamannya dalam bentuk formal atau bentuk subtstansif. Yang pertama

merupakan model beragama yang mengutamakan formal-logika ajaran agama guna

mewadahi kepentingan umat beragama. Adapun yang kedua menunjukkan model

beragama yang menekankan implementasi substansi ajaran agama pada dirinya dan

berusaha mewujudkannya melalui institusi dan pranata keagamaan dalam

masyarakat. Apapun pilihan model keberagaman seseorang, ketika berhadapan

dengan realitas masyarakat yang majemuk seperti Indonesia, ia sejatinya

memeragakan corak keagamaan dengan toleran, kooperatif, dan demokratis. Orang

beragama yang kuat diukur melalui konsistensi dalam melaksanakan ajaran

agamanya di dalam kehidupan masyarakat.6

Corak keagamaan yang toleran, kooperatif, dan demokratis sering

disederhanakan dengan “Beragama secara damai” yang melibatkan banyak pihak,

di antaranya manusia dengan pemahaman keagamaan yang toleran, pemerintah

dengan berbagai kebijakannya yang adil tanpa diskriminasi, dan umat beragama

6Kata Pengantar Nasaruddin Umar dalam buku al-Quran Bukan Kitab Teror:

(15)

6

dengan partisipasi penuhnya. Tanpa keterlibatan ketiga pihak ini, beragama dengan

damai hanya menjadi utopia belaka.

Pemahaman keagamaan yang toleran harus dimulai dari penafsiran yang

baik. Islam merupakan agama damai. Namun, kita masih menjumpai di sekitar kita

jarak antara pesan damai agama dan dan implementasi beragama. Salah satu sikap

beragama yang penting dalam Islam adalah is}la>h}. Ia diartikan sebagai upaya

mendamaikan konflik (conflict resolution). Al-Quran bahkan menggunakan kata kerja imperatif, as}lih}u> dalam surat al-Hujurat ayat 9 untuk memerintahkan

perdamaian dalam konflik. Salah satu tugas orang yang beragama adalah

mendamaikan pihak yang bertikai, dengan mencari kesepahaman dan kesepakatan

damai. Apabila perundingan damai tidak berhasil, langkah yang harus ditempuh

adalah menyelesaikannya dengan bentuk mediasi atau musyawarah yang memiliki

peran sangat penting dalam perdamaian. Musyawarah merupakan ruang dialog

antar pihak yang berselisih untuk mencari titik temu.

Kebijakan pemerintah yang adil tanpa diskriminasi berperan penting dalam

mewujudkan perdamaian. Dalam hal ini, kementerian agama selalu berupaya

membina harmonisasi dan kedamaian umat beragama. Salah satunya dengan

memberikan wewenang pada beberapa organisasi keagamaan dalam memberi andil

atas perdamaian di Indonesia. Umat beragama hendaknya mempraktikkan kekuatan

agama sebagai sebuah kekuatan sentripetal atau kekuatan kekohesifan yang

menyatukan, bukan sentrifugal yang memecah belah.

Sejumlah penelitian mencatat bahwa Indonesia adalah negara yang kaya

(16)

7

bisa menjadi salah satu faktor pemicu yang luar biasa dalam menciptakan kekerasan

dan konflik berdarah. Menariknya, kekerasan atas nama agama cenderung

meningkat dari tahun ke tahun. Dalam laporan tahunan kehidupan beragama di

Indonesia pada 2010 yang dihimpun oleh Center for Religious and Croos-Cultural

Studies (CRCS), terdapat 39 kasus konflik berbau kekerasan atas nama agama.

Kasus seputar rumah ibadah, konflik atau ketegangan yang melibatkan konflik antar

umat beragama mendominasi, yakni 32 kasus. Sementara itu, empat kasus

melibatkan konflik internal umat beragama, seperti internal umat Muslim satu

kasus, internal umat protestan satu kasus, dan internal umat katolik satu kasus. Dari

32 kasus konflik rumah ibadah dalam klasifikasi antar umat beragama, yang paling

banyak adalah antara umata Muslim dan umat Kristiani. Bentuknya berupa

keberatan umat Muslim terhadap keberadaan gereja atau tempat ibadah umat

Kristiani. Tidak ada satu kasus yang berupa keberatan umat Kristiani terhadap

masjid. Dari 32 kasus tersebut, sebanyak 25 konflik terkait dengan legalitas izin

pendirian bangunan gereja dan terdapat 3 kasus gereja yang berizin, tetapi tetap

dipermasalahkan.7

Konflik di Maluku dengan nuansa SARA membuktikan lemahnya

solidaritas sosial antar umat beragama di Indonesia. Konflik tersebut sebenarnya

tidak berkaitan langsung dengan perbedaan denominasi agama masyarakat Maluku.

Para pengamat menilai bahwa tragedi di wilayah seribu pulau tersebut terjadi, di

antaranya karena lemahnya kinerja badan intelijen negara. Tragedi berdarah

7Ahmad Nurcholish, Peace Education dan Pendidikan Perdamaian Gus Dur

(17)

8

tersebut dengan mudah melebar eskalasinya, karena aparat keamanan merasa ragu

untuk bertindak tegas terhadap kaum perusuh, setelah pencabutan Undang-undang

Subversi. Di samping itu, tragedi berdarah Maluku merupakan refleksi dari

pertikaian antar elit politik, baik para politisi di Jakarta maupun para penguasa lokal

di Maluku sendiri. Terlepas dari berbagai faktor pemicu timbulnya tragedi di

Maluku, konflik berdarah tersebut semula bersumber dari ketidakadilan politik

yang dilakukan rezim Orde Baru terhadap kelompok Kristen di Ambon. Mereka

menganggap bahwa rezim Orde Baru tidak mendistribusikan kekuasaan birokrasi

kepada mereka secara proporsional, hingga keterwakilannya tidak sepadan dengan

jumlah mereka yang relatif berimbang dengan populasi Muslim di wilayah

Ambon.8

Seperti diberitakan bahwa di zaman Orde Baru keanggotaan dalam

organisasi Islam tertentu memberikan jaminan kepada para anggotanya di Ambon

untuk bisa memenangkan berbagai perebutan jabatan di pemerintahan. Kemudahan

yang didasarkan pada primordialisme agama ini lambat laun membuat kelompok

Kristen di Ambon termarjinalisasikan dari lingkup kekuasaan birokrasi yang

sebelumnya pernah mereka kuasai. Ketidakadilan ini menumbuhkan perasaan

dendam kelompok Kristen yang kemudian mendorong mereka untuk melakukan

tindak kekerasan terhadap orang-orang Islam. Hubungan petronase Orde Baru

dengan organisasi Islam tertentu tersebut memang menghasilkan peluang mobilitas

bagi para anggotanya. Sejak menjelang awal tahun 1990-an, rezim Orde Baru telah

8Thoha Hamim dkk, Resolusi Konflik Islam Indonesia (Surabaya: LSAS dan IAIN

(18)

9

memberikan berbagai kemudahan kepada anggota kelompok tersebut, hingga

mereka dengan mudah dapat mendominasi posisi-posisi strategis di lembaga

eksekutif, legislatif, dan yudikatif, baik di pusat pemerintahan maupun di daerah

Ambon. Monopoli kekuasaan dengan cara menutup akses bagi kelompok lain untuk

memasuki struktur kekuasaan inilah yang menjadi pemicu awal dari timbulnya

konflik berdarah antar komunitas Muslim dan Kristen di Maluku. Tragedi Maluku

memang sangat memprihatinkan, bukan karena besarnya jumlah korban nyawa

serta kerugian material saja, tetapi juga karena agama ternyata tela dimanipulir oleh

kelompok Islam tertentu untuk merealisir kepentingan politik serta ambisi

kekuasaan mereka.9

Pada tahun 2011 kasus kekerasan dan pelanggaran terhadap kebebasan

beragama masih terjadi. Laporan SETARA Institute menyebutkan, pada 2011

terjadi 244 kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan dengan 299

bentuk tindak kekerasan. Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan adalah tiga

provinsi dengan tingkat pelanggaran paling tinggi. Ironisnya, negara justru terlibat

sebagai pelaku kekerasan, baik secara aktif melalakukan pelanggaran maupun

pembiaran terhadap masalah itu. SETARA juga mengungkapkan bahwa Front

Pembela Islam (FPI) dan majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah dua organisasi

sebagai aktor non-negara yang paling banyak melakukan tindakan pelanggaran

kebebasan beragama dan berkeyakinan. Mungkin kesimpulan ini tidak seluruhnya

benar. Namun, dalam sejumlah peristiwa kekerasan yang mengatasnamakan agama,

dua organisasi tersebut diikutsertakan baik sebagai pelaku (FPI) maupun digunakan

(19)

10

sebagai justifikasi untuk melakukan tindak kekerasan. Misalnya, dalam

penyerangan terhadap komunitas Ahmadiyah maupun Syiah, fatwa MUI-lah yang

dijadikan landasan atas tindakan penyerangan tersebut.10

Pada tahun yang sama, The Wahid Institute mencatat selama 2011 terjadi 92 kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Jumlah itu meningkat

18 persen dari tahun sebelumnya, 62 kasus. Pelarangan dan pembatasan aktivitas

keagamaan atau kegiatan ibadah tercatat 49 kasus. Disusul tindakan intimidasi dan

ancaman kekerasan oleh aparat negara (20 kasus), pembiaran kekerasan (11 kasus),

kekerasan dan pemaksaan keyakinan, serta penyegelan dan pelarangan rumah

ibadah (9 kasus). Pelanggaran lain adalah kriminalisasi keyakinan (4 kasus). Hal ini

kian menandakan bahwa tindak kekerasan masih menjadi ancaman laten dalam

kehidupan beragama dan bermasyarakat. Jika tidak dilakukan upaya-upaya

pencegahan, akan terus menjadi bahaya laten di Tanah Air.11

Fakta di atas membuka kesadaran bersama akan pentingnya konsep-konsep

perdamaian dalam al-Quran untuk menyelesaikan problematika tersebut.

kandungan al-Quran mengenai perdamiaan merupakan satu tema penting dan

membutuhkan perhatian lebih bagi para aktivis perdamaian dan akademisi. Kajian

ini menjadi lebih signifikan tidak hanya karena menjadi ikhtiar menciptakan

perdamaian di tengah masyarakat, tetapi juga menjadi tanggung jawab umat Islam

dalam menawarkan kontruksi perdamian yang relevan bagi pemecahan

problematika umat dewasa ini.

10Nurcholis, Peace Education, 8-9.

(20)

11

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi

berbagai masalah sebagai berikut:

1. Membedah konsep perdamaian.

2. Peace building dipandang sebagai proses untuk menghadirkan perubahan ke

arah konsolidasi perdamaian (peace consolidation). 3. Konsep dasar perdamaian qurani.

4. Konflik sebagai dinamika perdamaian.

5. Perdamaian qurani dalam masyarakat.

6. Penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10.

7. Kontekstualisasi penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10.

C. Batasan Masalah

Banyak sekali masalah yang dapat ditemukan dari latar belakang di atas.

Oleh karena itu agar pembahasan fokus pada satu masalah, maka pembahasan

dibatasi hanya mengenai penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10 dan kontekstualisasi

surat al-Hujurat ayat 9-10.

D. Rumusan Masalah

Agar penelitian ini menjadi lebih terarah, maka penulis merumuskan

permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini, dengan rumusan sebagai berikut:

1. Bagaimana penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10?

(21)

12

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian permasalahan di atas dapat ditarik tujuan pembuatan

proposal penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mendiskripsikan penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10.

2. Untuk mendiskripsikan kontekstualisasi penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan yang telah disusun di atas, maka

penelitian ini diharapkan dapat memberikan berbagai macam manfaat bagi para

pembaca:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah keilmuan yang

berkaitan dengan perdamaian, yang dapat digunakan sebagai resolusi konflik di

tengah-tengah masyarakat, serta dapat menjadi acuan untuk selalu hidup

berdampingan di antara banyaknya perbedaan agama.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat diterapkan oleh berbagai macam elemen

masyarakat, baik dari kalangan akademisi, politisi, dan masyarakat umum

lainnya sesuai dengan anjuran al-Quran sebagai pedoman hidup. Dan demi

terciptanya masyarakat yang beradab, yang selalu menjunjung tinggi persamaan

(22)

13

G. Tinjauan Pustaka

Pembahasan mengenai perdamaian telah banyak dikaji oleh

penelitian-penelitian terdahulu, tetapi penelitian-penelitian yang membahas mengenai peace building

(membangun perdamaian) dalam al-Quran belum ditemukan. Dari penelusuran

yang dilakukan terhadap kajian-kajian terdahulu, ditemukan beberapa penelitian

yang se-tema dengan judul penelitian, diantaranya:

1. Perdamaian dan Kemanusiaan dalam Pandangan Islam, Supriyanto, Tahun

2013. Dalam jurnal ini diuraikan bahwa ajaran persamaan dalam Islam

mencakup dua aspek sekaligus, yaitu kerohanian dan kemasyarakatan. Aspek

kerohaniannya terletak pada penyadaran manusia akan jati dirinya sebagai

hamba Allah SWT lewat ibadah yang berujung pada tingkat takwa. Sedangkan

aspek kemasyarakatan atau sosial terletak pada penyadaran bahwa manusia

diharapkan berbuat baik dengan saling membantu dan menolong pada

sesamanya. Persaudaraan berdasarkan prinsip persamaan ini akan lebih

memudahkan manusia untuk melakukan sikap saling menghargai, terbuka, dan

membantu berdasarkan prinsip al-Quran.

2. Pendidikan Damai (Peace Education) dalam Islam, Ahmad Minan Zuhri, Tahun

2010. Skripsi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga ini menjelaskan bahwa Allah

SWT adalah salam dan sumber kedamaian, bermakna bahwa kedamaian Tuhan melingkupi seluruh ciptaan-Nya dan mencakup semua dimensi kehidupan. Ini

bermakna bahwa kedamaian sosial dan kelestarian alam bukan hanya

manifestasi dari penghayatan nilai Ilahiyah dan ketenangan pribadi melainkan

(23)

14

3. Memelihara Perdamaian Melalui Pengelolaan Konflik dan Human Security,

Theofransus Litaay, Tahun 2011. Jurnal dari Fakultas Hukum UKSW, Salatiga

dan anggota Satya Wacana Peace Center ini membahas tentang perdamaian, kerentanan sosial dan human security. Ia mengemukakan bahwa konflik tercipta dan perdamaian menjadi terancam akibat dari meningkatnya rasa ketidakamanan

(insecurity). Kondisi tersebutlah yang menimbulkan kerentanan sosial yang

kuat.

4. Menciptakan Perdamaian Melalui Pendidikan Perdamaian di Sekolah, Taat

Wulandari, Tahun 2010. Jurnal dari salah satu dosen UNY pada Program Studi

Pendidikan IPS ini berisi tentang uraian konflik, perdamaian, dan pendidikan.

Dalam jurnal ini juga dijelaskan bahwa sekolah sebagai sarana untuk

mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pendidikan perdamaian

juga harus diterapkan pada semua jenjang sekolah. Karena pendidikan adalah

proses yang terus-menerus sampai akhir hayat. Sehingga usaha untuk

mengenalkan dan mengembangkan sikap pro-perdamaian harus diberikan mulai

dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah disebutkan di atas, maka dapat

ditegaskan bahwa skripsi yang akan dibahas tidak memiliki kesamaan yang

mendasar dengan penelitian di atas.

(24)

15

H. Metode Penelitian

Kata “Metode” berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau jalan. Bangsa arab menerjemahkannnya dengan t}ariqat atau manhaj. Dalam bahasa Indonesia kata metode mengandung arti cara yang teratur yang terpikir baik-baik

untuk mencapai maksud, cara kerja yang bersistem untuk memudahkan

pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai sesuatu yang ditentukan.12

Penelitian adalah terjemah dari bahasa Inggris yaitu research yang berarti usaha untuk mencari kembali yang dilakukan dengan metode tertentu dan dengan

hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan sehingga dapat

digunakan untuk menyelesaikan atau menjawab problem yang terjadi. Jadi metode

penelitian adalah cara yang akan ditempuh oleh peneliti untuk menjawab

permasalahan penelitian.13

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode tahlili. Metode tahlili

ialah menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan memaparkan segala aspek yang

terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan

makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan

mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Dalam metode ini, biasanya mufassir

menguraikan makna yang dikandung oleh al-Quran, ayat demi ayat, dan surat demi

surat sesuai dengan urutannya di dalam mushaf. Uraian tersebut menyangkut

berbagai aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan, seperti pengertian kosakata

(makna mufradat), konotasi kalimatnya (tafsir mufradat), latar belakang turunnya

12Nasruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2012), 1.

(25)

16

ayat (sabab nuzul), kaitannya dengan ayat-ayat yang lain (munasabah ayat), baik sebelum maupun sesudahnya, dan tidak ketinggalan pendapat-pendapat yang telah

diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW, sahabat, para tabi‘in, maupun ahli tafsir lainnya.14

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Pemilihan jenis penelitian juga mempertimbangkan pendekatan yang

digunakan dalam menyelesaikan masalah penelitian. Jenis penelitian ini adalah

kepustakaan, karena data-data yang diambil dalam penelitian ini berasal dari

buku-buku primer dan sekunder yang berhubungan dengan judul penelitian. Pendekatan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

2. Sumber Penelitian

Data penelitian merupakan informasi tentang suatu kenyataan atau

fenomena empiris yang berupa angka atau pernyataan. Salah satu tahapan penelitian

adalah proses pengumpulan data. Data primer adalah data yang terkait langsung

dengan masalah penelitian dan dijadikan bahan analisis serta penarikan simpulan

dalam penelitian. Data sekunder adalah data yang terkait tidak langsung dengan

masalah penelitian dan tidak dijadikan acuan utama dalam analisis dan penarikan

kesimpulan.15

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pustaka yaitu dengan mengumpulkan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian

kemudian memilah-milahnya dengan mengambil data-data yang berkaitan dengan

14Baidan, Metodologi Penafsiran..., 31.

15Musfiqon, Panduan lengkap Metodologi Penelitian Pendiddikan (Jakarta: PT.

(26)

17

penelitian. Sumber data yang digunakan sebagai pemabahasan dalam penelitian ini

mengambil sumber-sumber yang sesuai dan terdapat hubungan dengan topik

pembahasan serta dapat dipertanggungjawabkan. Adapun sumber-sumbernya

sebagai berikut:

a. Sumber Primer

Sumber utama penelitian ialah al-Quran dan kitab-kitab tafsir, yaitu:

1. Tafsir al-Mara>ghi> karya Ahmad Mustafa al-Maraghi

2. Tafsir Tafsir fi> z}ila>lil Qura>n karya Sayyid Quthb

3. Tafsir al-Azhar karya karya Hamka

4. Tafsir al-Mishbah karya Muhammad Quraish Shihab

b. Sumber Sekunder

Selain data primer, terdapat data sekunder yang juga membantu dalam penelitian

ini, data-data sekunder tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Peace Education dan Pendidikan Perdamaian Gus Dur karya Ahmad

Nurcholis

2. Al-Quran Bukan Kitab Teror karya Imam Taufiq

3. Nirkekerasan dan Bina Damai dalam Islam karya Mohammed Abu-Nimer

4. Resolusi Konflik Islam Indonesia karya Thoha Hamim dkk

5. Serta buku-buku lain yang berkaitan dengan penelitian

3. Analisis Data

Tahapan akhir penelitian adalah content analysis. Analisis dilaksanakan setelah data terkumpul sesuai dengan fokus masalah penelitian. Data yang dianalisis

(27)

18

I. Sistematika Pembahasan

Dalam penulisan hasil penelitian, dibutuhkan sebuah sistematika agar

pembahasan menjadi sistematis dan tidak keluar dari fokus pembahasan. Penelitian

ini terbagi menjadi lima bab, yaitu sebagai berikut:

BAB I berisi pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Identifikasi

Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat

Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.

BAB II berisi tinjauan umum tentang perdamaian yang meliputi Pengertian

Konflik, Dampak Positif Konflik, Aspek-aspek dalam Konflik, Cara-cara

Pemecahan Konflik, Pengertian Damai, Perdamaian dalam Islam, Strategi

Mewujudkan Perdamaian Qurani, dan Peace building (Membangun Perdamaian). BAB III berisi penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10 mengenai perdamaian yang

meliputi Tinjauan Umum Surat Hujurat ayat 9-10 dan Penafsiran Surat

al-Hujurat ayat 9-10.

BAB IV berisi Konsep Perdamaian Qurani yang meliputi Analisis Penafsiran Surat

al-Hujurat ayat 9-10 dan Analisis Kontekstualisasi Penafsiran Surat al-Hujurat ayat

9-10.

BAB V berisi Penutup yang meliputi Kesimpulan dan Saran.

(28)

19

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PERDAMAIAN

A. Pengertian Konflik

Manusia adalah makhluk sosial. Ia tidak mungkin hidup sendiri terasing dari

manusia lain. dengan berinteraksi bersama sesamanya ia menjadi hidup dan

menghidupkan. Tetapi dalam interaksi itu pula, konflik, ketegangan, salah

pengertian, salah paham, perselisihan, pertengkaran, dan benturan seringkali

terjadidan kadang-kadang tak dapat dihindari. Sejarah kehidupan umat manusia di

mana pun mereka berada hampir-hampir tak pernah melewati era yang dilaluinya

tanpa konflik. Kapanpun dan di mana pun umat manusia berada tidak pernah

terbebas dari konflik, pertengkarang, dan perselisihan. Konflik tersebut bisa dalam

skala pribadi, keluarga, maupun lembaga. Dapat pula konflik itu terjadi antar etnis,

suku, ras, agama, bangsa, dan juga negara.1

Akar konflik adalah perbedaan. Perbedaan ras, kulit, suku, kelas, ekonomi,

bahasa, budaya, dan agama merupakan cikal bakal konflik, dan sekaligus tempat

subur persemaian konflik. Perbedaan itu sendiri ada secara alami, karena terbentuk

oleh keyakinan dan pandangan hidup yang dibentuk oleh kepentingan-kepentingan

untuk memepertahankan diri atau kelompok. Dengan demikian konflik merupakan

1Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Isu-isu Kontemporer I (Jakarta: Lajnah

(29)

20

bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial. Dengan kalimat lain, konflik sosial

adalah keniscayaan hidup.2

Dari waktu ke waktu selalu terjadi konflik di tengah-tengah kehidupan

manusia. Konflik-konflik sosial tersebut tidak jarang menimbulkan kekerasan dan

mengancam kedamaian. Meskipun konflik adalah bagian tak terpisahkan dari

kehidupan, tetapi manusia tak akan bertahan hidup dalam pertentangan dan

perselisihan terus menerus. Manusia niscaya berusaha menghindari konflik dan

mengatasinya serta mencari jalan keluar darinya.3

Istilah “conflict” di dalam bahasa berarti suatu perkelahian, peperangan,

atau perjuangan, yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Tetapi arti

kata itu kemudian berkembang dengan masuknya ide-ide lain. dengan kata lain,

istilah tersebut sekarang juga menyentuh aspek psikologis, selain konfrontasi fisik

itu sendiri. Secara singkat, istilah “conflict” berarti persepsi mengenai perbedaan

kepentingan (perceived divergence of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan.4

Istilah konflik cenderung menimbulkan respon-respon yang bernada

ketakutan atau kebencian, padahal konflik itu sendiri merupakan suatu unsur yang

penting dalam pengembangan dan perubahan. Konflik dapat memberikan akibat

yang merusak terhadap diri seseorang, terhadap anggota-anggota kelompok

lainnya, selain itu konflik juga dapat membangun kekuatan yang konstruktif dalam

2Ibid., 2-3.

3Kementerian Agama RI, Al-Quran dan..., 3.

4Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin, Social Conflict, terj. Helly P. Soetjipto dan

(30)

21

hubungan kelompok. Konflik merupakan suatu sifat dan komponen yang penting

dari proses kelompok, yang terjadi melalui cara-cara yang digunakan orang untuk

berkomunikasi satu sama lain. Konflik mengandung suatu pengertian tingkah laku

yang lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya

sebagai pertentangan yang kasar dan perang.5

B. Aspek-aspek dalam konflik

Terdapat beberapa aspek dari penelitian ilmu sosial tentang konflik yang

perlu didiskusikan secara mendalam dan konsisten, yaitu:6

1. Perlu adanya suatu kerangka teoritis yang tepat untuk penelitian konflik dalam

memfokuskan penelitian untuk mendapatkan strategi penyelesaian yang efektif

dan komprehensif. Saat ini, yang ada masih mencari-cari kerangka teoritis yang

tepat untuk memahami masalah konflik dan mencari solusi yang efektif.

2. Perlunya pengembangan studi dasar penunjang studi konflik, seperti studi

etnisitas, agama, dan studi-studi lainnya yang relevan. Persoalan yang kita

hadapi saat ini adalah kurangnya hasil-hasil studi tentang isu-isu tersebut.

Studi-studi tentang agama umumnya cenderung berfokus hanya pada kelompok

masing-masing dan mengabaikan studi perbandingan yang bersifat sosiologis,

sehingga ketika dibutuhkan untuk membantu menjembatani konflik-konflik

yang terjadi di antara dua komunitas pendukung agama yang berbeda, tidak ada

rekomendasi praktis yang bisa diberikan oleh ilmu-ilmu sosial. Padahal, dari

5Wahyu, Wawasan Ilmu Sosial Dasar (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), 158.

6Taufik Abdullah, Ilmu Sosial dan tantangan Zaman (Jakarta: PT. RajaGrafindo

(31)

22

tulisan Philipus Tule dalam jurnal Antropologi Indonesia no 63 yang berbicara

tentang manipulasi simbol-simbol keagamaan oleh kelompok-kelompok tertentu

yang dikaitkannya dengan apa yang disebutnya sebagai religious bigotry. 3. Penelitian terhadap kasus-kasus konflik itu sendiri. Dari studi-studi yang sudah

ada, dapat dikatakan adanya berbagai macam konflik, dari konflik yang

dikategorikan bersifat horizontal sampai ke konflik yang bersifat vertikal antara

negara dan masyarakat. Menurut studi-studi tersebut, konflik Aceh merupakan salah satu contoh dari “Konflik vertikal”. Ada juga konflik yang terjadi antara

dua komunitas yang berbeda etnis ataupun agama, seperti kasus Dayak-Madura

atau kasus Ambon dan Poso. Masing-masing kasus ini perlu diteliti secara

khusus dan mendetail agar bisa memberikan masukan yang realistis dan praktis

bagi pencarian model penyelesaian konflik yang bersangkutan.

4. Tentang metodologi penelitian konflik. Ada banyak model yang ditawarkan oleh

literatur Barat mengenai hal ini, seperti penahapan konflik, urutan kejadian,

pemetaan konflik, analisis kekuatan konflik, dan analogi pilar dan piramida.

Akan tetapi, kesulitan utama bagi penerapannya di Indonesia adalah sulitnya

mengidentifikasi agen-agen atau pihak-pihak yang berkonflik karena sulit untuk

mendapatkan jawaban langsung tentang siapa yang terlibat konflik, khususnya

jika mereka yang terlibat itu mempunyai kedudukan di dalam pemerintahan,

merupakan anggota militer atau tokoh masyarakat yang sangat berpengaruh dan

mempunyai massa pengikut yang banyak.

(32)

23

C. Cara-cara pemecahan konflik

1. Elimination: yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik.

2. Subjugation atau domination: artinya orang atau pihak yang mempunyai

kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya.

Tentu saja cara ini bukan suatu cara pemecahan yang memuaskan bagi

pihak-pihak yang terlibat.

3. Majority rule: artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.

4. Minority consent: artinya kelompok mayoritas yang menang, namun kelompok

minoritas tidak merasa dikalahkan, dan menerima keputusan serta sepakat untuk

melakukan kegiatan bersama.

5. Compromise: artinya kedua atau semua kelompok yang terlibat di dalam konflik, berusaha mencari dan mendapatkan “Jalan tengah”.

6. Integration: artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan,

dipertimbangkan, dan ditelaah kembali sampai semua kelompok mencapai suatu

keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.

D. Pengertian Damai

Kata damai adalah antonim dari kata konflik, permusuhan, perseteruan,

sengketa, pertengkaran, perselisihan, dan pertikaian. Kendati demikian, dalam

hukum logika biner, keberadaan atau ketiadaan salah satu merupakan keberadaan

(33)

24

Damai menjadi ada hanya karena konflik juga ada. Ketika damai dinegasikan,

hadirlah konflik. Jika konflik dinegasikan, hadirlah damai. Damai adalah cermin

dari terkelolanya konflik. Damai bukanlah semata-mata ketiadaan perang, karena

perdamaian yang sejati adalah damai yang dinamis, partisipatif, dan berjangka

waktu panjang. Damai sejati dapat terwujud manakala nilai-nilai kemanusiaan

universal telah mengakar di segala lini, mulai dari kehidupan keluarga, sekolah,

komunitas, masyarakat, hingga negara.7

Secara etimologis, istilah perdamaian diterjemahkan dan dilafalkan secara

berbeda sesuai konstruksi bahasa dan tradisi masyarakat masing-masing.

Masyarakat Jerman memiliki istilah friede, Bangladesh mengenal istilah shanti, dan Jepang menyebutnya heiwa. Masyarakat Indonesia sendiri menggunakan istilah damai yang sering diartikan sebagai kondisi harmoni, tenang, dan tenteram.

Perdamaian dimaknai sebagai segala prakarsa dan upaya kreatif manusia untuk

mengatasi dan menghilangkan segala bentuk kekerasan, baik langsung maupun

tidak langsung, struktural, kultural, maupun personal di masyarakat.

Dalam ajaran Islam, perdamaian merupakan kunci pokok menjalin

hubungan antar manusia. Sedangkan perang dan pertikaian adalah sumber

malapetaka yang berdampak pada kerusakan sosial. Agama mulia ini sangat

memperhatikan keselamatan dan perdamaian, juga menyeru kepada umat manusia

agar selalu hidup rukun dan damai dengan tidak mengikuti hawa nafsu.8

7Imam Taufiq, Al-Quran Bukan Kitab Teror: Membangun Perdamaian Berbasis

al-Quran (Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2016), 31-32.

8Perpustakaan Nasional, Ensiklopedia Pengetahuan al-Quran dan Hadis (Jakarta:

(34)

25

Dalam mendukung sifat damai Islam, para sarjana mengartikan kata Bahasa

Arab Islam sebagai “Perwujudan perdamaian”. Seorang Muslim menurut al-Quran adalah ia yang damai dengan Tuhan dan manusia. Maksud damai dengan Tuhan

adalah ketundukan sempurna pada kehendak-Nya yang jadi sumber segala

kemurnian dan kebaikan. Adapun maksud damai dengan manusia adalah

melakukan kebaikan kepada sesama manusia. “Tidak demikian, barang siapa yang

menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT dan berbuat kebaikan kepada yang lain, maka baginya pahala dari Tuhannya, dan tak ada kekhawatiran

terhadap mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati” (2:12).

Penjelasan terkenal tentang pentingnya perdamaian tercermin dalam sapaan

Muslim sehari-hari yaitu “As-Salamu‘alaikum” yang berarti “Kedamaian atas kamu” ucapan ini berasal dari al-Quran:

ۡۡݗُݟٰىقݠۡعقل

ۡ

ۡ قݑقݜٰ ق ۡܞُسۡܛقݟيق

ۡ܅ݗُݟ܅ݖ ٱ

ۡ

ۡ قن

ق

أۡ ۡݗُݟٰىقݠۡعقلۡ ُܱقخاقءقوۡۚ ݗٰقلقسۡܛقݟيق ۡ ۡݗُݟُت܅يق

َقو

ق

ُۡܯۡݙق

ۡٱ

ۡ

ۡ

ۡ قكجقرۡق ܅قّ

ۡقيقݙ

قݖٰقعۡلٱ

ۡ

٠

9

10. Do´a mereka di dalamnya ialah: "Subhanakallahumma", dan salam

penghormatan mereka ialah: "Salam". Dan penutup doa mereka ialah: "Alhamdulilaahi

Rabbil ´aalamin".

Dalam surga yang digambarkan Islam tidak ada kata terdengar kecuali damai,

seperti bunyi ayat berikut:

(35)

26

ۡ

ق

ل

ۡ

ۡܛًݙيق

ۡ

ܕقتۡ

لقوۡا مݠۡغقلۡܛقݟيق ۡ قنݠُعقݙ ۡسقي

ق

ۡܛ مݙٰقل قسۡܛ مݙٰقل قسۡ مٗيق ۡ

لقإ

܅

10

25. Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa.

26. akan tetapi mereka mendengar ucapan salam.

E. Perdamaian dalam Islam

Kedamaian dalam Islam dipahami sebagai suatu keadaan harmonis secara

fisik, mental, spiritual, dan sosial. Berdamai dengan tuhan lewat ketaatan dan

berdamai dengan sesama manusia dengan menghindari pelanggaran. Islam

mewajibkan para pengikutnya untuk mencari kedamaian di segala bidang

kehidupan. Tujuan utama wahyu al-Quran bagi kaum Muslim adalah untuk

menciptakan tatanan sosial yang adil dan damai. Kedamaian dianggap sebagai hasil

yang dicapai hanya dengan ketaatan penuh pada kehendak Tuhan. Karena itu,

kedamaian mempunyai penerapan internal, personal, dan sosial, dan Tuhan

merupakan sumber penopang kedamaian tersebut.11

Menghindari kekerasan dan penyerangan dalam segala bentuknya menjadi

fokus utama dari nilai dan tradisi keislaman. Banyak ayat al-Quran yang

menekankan prinsip ini, di antaranya:

ۡ ܅نقإ۞

ۡق ܅ّٱ

ۡ

ۡقبۡ ُُܱ

ۡ

ܕقي

ۡقظۡܯقع

ۡ

لٱ

ۡۡقو

ۡقݚٰ قسۡحق

ۡٱ

ۡ

ۡ

ۡيقمۡ ِي

ٓܛقتيِ

ٰۡقبُܱۡݐ

ۡ

لٱ

ۡ

ۡ قݚقعۡ ٰ

قَۡݜقيقو

قءٓܛ قش ۡحقݍ

ۡ

لٱ

ۡۡقو

ۡقكݜُݙ

ۡ

ٱ

ۡقܱۡ

ۡقو

ۡيق

ۡغق ۡۡٱ

ۡ

ۡ قنوُܱ܅كقܰقتۡۡݗُك܅ݖقعقلۡۡݗُك ُ݄قعقي

٠

12

10Al-Quran, 56:25-26.

11Mohammed Abu Nimer, Nirkekerasan dan Bina-Damai dalam Islam, terj: M.

Irsyad Rhafsadi dan Khairil Azhar (Jakarta: Democracy Project, 2010), 114-115.

(36)

27

90. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

Pada ayat lain juga berbunyi:

ۡۡ݅ق ۡلٱ

ۡۡقب

ۡ قت

܅لٱ

ۡ

ۡ ُݚ قسۡح

ق

أۡ ق قِ

ۡۚقܟقܚقكي ܅س ٱ

ۡ

ۡۡ

ق

ن

ۡ قنݠُݍ قفقيۡܛقݙقبُۡݗ

قݖۡعقأۡ ُݚ

٩

13

96. Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan.

Karena itu ketika perbuaan buruk dilakukan padamu, lebih baik tidak

membalasnya dengan perbuatan buruk, tapi lakukan yang terbaik dalam menghalau

perbuatan buruk.

Pencarian perdamaian juga jelas dalam tradisi dan hidup Nabi Muhammad

SAW. Tradisi Nabi juga mendukung penghindaran kekerasan. Pengampunan atau

pemaafan dipandang sebagai reaksi terbaik terhadap kemarahan dan perselisihan.

Penggunaan kekerasan sebagai cara menyelesaikan konflik dikesampingkan dalam

kehidupan Nabi dan al-Quran serta senantiasa dilihat sebagai usaha terakhir.

Semasa periode Makkah (610-622 M), Nabi Muhammad SAW tidak menunjukkan

kecenderungan pada pengerahan kekuatan dalam bentuk apapun, bahkan untuk

pertahanan diri. Bahkan ia melakukan kampanye perlawanan nirkekerasan melalui

ajarannya di masa itu, ketika kaum Muslim merupakan kaum minoritas.14

Ajaran Nabi pada masa itu khususnya berpusat pada nilai-nilai kesabaran

dan keteguhan dalam menghadapi penindasan. Selama 13 tahun, Nabi secara penuh

13Al-Quran, 23:96.

(37)

28

memakai metode nirkekerasan, bersandar pada ajaran spiritualnya dalam

menghadapi serangan dan bentrokan. Pada masa itu, meski ia disiksa, difitnah, dan

dihinakan, serta keluarga dan para pengikutnya diasingkan, dia tidak mengutuk

musuh-musuhnya ataupun menganjurkan kekerasan. Sebaliknya, ajarannya

terpusat pada ibadah dan harapan akan pencerahan dan kedamaian.

Dalam Islam, pengupayaan perdamaian meluas menyangkut perselisihan

dan pertentangan antar-perorangan maupun masyarakat. Muslim dilarang

menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan perbedaaan mereka, melainkan

harus bersandar pada arbitrase atau bentuk intervensi lainnya. Berbagai ayat

al-Quran memerintahkan orang-orang yang beriman untuk mengembalikan

perselisihan kepada Tuhan dan Nabi-Nya. Untuk menjaga perdamaian antar umat

manusia dan umat beragama, tugas pokok para pemimpin adalah berupaya

mencegah meletusnya konflik dengan melakukan hal-hal berikut.15

Pertama, untuk menghadapi konflik pada umumnya, lebih-lebih konflik

antar agama, para pemimpin hendaknya memahami secara lebih baik tentang peran

agama bagi kehidupan para pemeluknya di mana pun mereka berada. Dunia Barat

yang sekuler seringkali meremehkan peran agama dan simbol-simbolyang melekat

di dalamnya, sehingga tidak jarang menimbulkan tindakan pelecehan terhadap kitab

suci dan penghinaan para pemimpin atau Nabi yang sangat dihormati, seperti yang

terjadi di Denmark, maupun di Inggris dengan kasus Salman Rushdi. Hal ini

menunjukkan ketidakpekaan para pemimpin politik dan agama terhadap

(38)

29

keberagaman kelompok tertentu sehingga menimbulkan respon keras di dalam

negeri, hingga menyebar luas hampir ke seluruh dunia Muslim.

Kedua, para pemimpin harus mewaspadai benih-benih konflik yang

mengarah pada timbulnya kekerasan untuk mengubah keadaan atau untuk

menghentikan perubahan. Para pemimpin bertugas menyalurkan kekuatan para

tokoh atau pemmpimpin kelompok yang berselisih ke arah perubahan yang damai

dan nirkekerasan.

Ketiga, dalam kasus-kasus yang disebut konflik agama, sebenarnya agama hanyalah salah satu dari banyak faktor yang terlibat. Adapun isu pokoknya boleh

jadi persoalan-persoalan yang terkait dengan keberlangsungan hidup, keamanan,

keadilan, atau kejujuran hingga permasalahan-permasalahan kompleks seperti

kebutuhan untuk diakui, dihormati, otonomi, dan penentuan nasib. Rasa takut tak

jarang berperan sebagai pembakar emosi dan tindakan kekerasan yang mudah

meledak.

Keempat, Para pemimpin mendorong para kelompok yang berselisih untuk

menemukan pemecahan persoalan atas inisiatif mereka sendiri. Hal itu membantu

mereka membangun dan menumbuhkan cara-cara pemecahan masalah secara

mandiri dan mebangun komunitas yang lebih kokoh dengan cara mereka sendiri.

Mereka juga mengingatkan pihak-pihak yang terlibat konflik bahwa nilai-nilai

kebaikan, seperti kasih sayang, taat hukum, keadilan, hormat kepada orang lain atau

kelompok lain dan rendah hati adalah sifat-sifat yang dapat mendukung

(39)

30

Kelima, para pemimpin agama mengingatkan kelompok-kelompok yang

berkonflik, bahwa keimanan atau kepercayaan mereka selamanya tidak

membolehkan tindakan menyerang kelompok lain atau melakukan tindakan

kekerasan apapun. Di samping itu, mereka hendaknya dapat menuntun proses

pengungkapan rasa penyesalan, rasa iba, kesedihan, dan pemberian maaf sebelum

langkah mengurai konflik dan perdamaian yang diusahakan. Dalam proses resolusi,

para diharap menghimbau seluruh kelompok yang berselisih untuk mendasarkan

apa saja yang akan mereka lakukan di atas landasan kepercayaan spiritual mereka

dan di atas nilai-nilai yang disetujui bersama.

F. Strategi Mewujudkan Perdamaian Qurani

Masyarakat qurani dibangun atas dasar persaudaraan antar orang-orang

yang beriman. Persaudaraan ini pun lalu memunculkan rasa cinta, perdamaian, rasa

tolong-menolong, persatuan, dan kasih sayang yang merupakan fondasi dasar

dalam masyarakat Islam. Allah SWT pun memerintahkan orang-orang yang

beriman untuk bisa bersatu padu, bukan atas dasar kepentingan khusus, ataupun

karena silsilah tertentu. persatuan yang dianjurkan adalah persatuan karena

keimanan kepada Allah SWT. Inilah kenikmatan dan persatuan yang dibutuhkan

dalam masyarakat Islam. Sesungguhnya persatuan adalah satu nikmat yang Allah

SWT anugerahkan kepada hamba-hamba-Nya yang mencintai-Nya.16

16Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan Al-Quran, terj: Sari

(40)

31

Secara garis besar, untuk mewujudkan perdamaian, al-Quran menggunakan

istilah is}la>h}. Secara etimologi, kata is}la>h} digunakan untuk menunjukkan segala

upaya guna memperbaiki dan mendamaikan pertentangan yang terjadi, khususnya

di kalangan kaum muslim. Is}la>h} adalah upaya menghentikan kerusakan atau

meningkatkan kualitas sesuatu sehingga manfaatnya lebih banyak lagi. Memang,

ada nilai-nilai yang harus dipenuhi sesuatu agar ia bermanfaat atau agar ia dapat

berfungsi dengan baik. Kursi misalnya, harus memiliki kaki yang sempurna baru

dapat berfungsi dengan baik dan dapat bermanfaat. Jika salah satu kaki kursi

tersebut rusak, maka perlu dilakukan is}la>h}} atau perbaikan agar ia dapat berfungsi

dengan baik serta bermanfaat sebagai kursi. Dalam konteks hubungan antar

manusia, nilai-nilai itu tercermin dalam keharmonisan hubungan. Ini berarti jika

hubungan antara kedua belah pihak retak atau terganggu, akan terjadi kerusakan

dan hilang atau paling tidak berkurang kemanfaatan yang diperoleh dari mereka.

Ini menuntut adanya is}la>h}, yakni agar keharmonisan pulih dan dengan demikian

terpenuhi nilai-nilai bagi hubungan tersebut dan sebagai dampaknya akan lahir

aneka manfaat dan kemaslahatan.17 Perbaikan masyarakat dimulai dari kelompok terkecil dari masyarakat itu sendiri, seperti keluarga batih18, keluarga besar, keluarga se-desa, sampai kehidupan sosial yang jauh lebih luas. Di samping itu, is}la>h} juga digunakan untuk menyebut upaya perbaikan atas kerusakan yang

diakibatkan oleh pelanggaran umat manusia terhadap ketentuan yang berlaku. Oleh

karena itu, di dalam al-Quran is}la>h} dikontraskan dengan kata ifsa>d.

17M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol: 12 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 596.

(41)

32

Dalam konteks strategi perdamaian, is}la>h} dalam al-Quran digunakan

dengan bentuk kata kerja perintah sebagaimana dinyatakan dalam QS. al-Hujurat:

9-10 berikut:

نِ

ۡ

ۡ قݚقمۡ قنܛقتقݍقئ

ٓܛ قط

ۡقيقݜقمۡܖُݙ

ۡ

ٱ

ۡ

ۡ اݠُݖقتقتۡ ٱ

ۡ

ۡ

ق قلۡܛقݙُݟٰىقܯۡحقإۡ ۡܠقغقبۡۢنقܗقفۡۖܛقݙُݟقݜۡيقبۡ اݠُحقݖ ۡصقܕقف

ٱ

ٰۡىقܱۡخ

ُ ۡ

ۡ

ۡ

ۡ اݠُݖقتٰ قققف

ۡ قت

܅لٱ

ۡ

ۡقܱۡ

ق

أۡٓ

َقإۡقءٓ قِقتۡ ٰ ܅تقحۡ قغۡܞق

ق

ۡۚق ܅ّٱ

ۡ

ۡقبۡܛقݙُݟقݜۡيقبۡ اݠُحقݖ ۡصقܕقفۡ ۡتقءٓܛقفۡنقܗقف

ٱ

ۡقظۡܯقع

ۡ

ل

ۡ

ۡۡق

ق

أقو

ۡۖ آݠ ُ݁قس

ۡ

ۡ ܅نقإ

ۡق ܅ّٱ

ۡ

ۡ ܆ܜق ُُ

ۡقيق݁قسۡݐُݙ

ۡ

ٱ

ۡ

٠و

ܛقݙ܅نقإ

ۡ

ۡقنݠُݜقمۡܖُݙ

ۡ

ٱ

ۡ

ۡقوۡۚۡݗُكۡيقݠقخ

ق

أۡ ق ۡيقبۡ اݠ ُحقݖ ۡص

ق

ܕقفۡ حقݠۡخقإ

ۡ اݠُݐ܅ ٱ

ۡ

ۡق ܅ّٱ

ۡ

ۡ قنݠُ قَُܱۡتۡۡݗُك܅ݖقعقل

٠

19

9. Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.

10. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.

Ayat di atas menggambarkan bahwa ketika ada dua orang berseteru, umat

Islam diperintahkan untuk mendamaikannya. Ketika ada dua kelompok beriman

sedang berselisih hendaknya segera dilerai dengan mengajak keduanya mencari

titik temu menuju kesepahaman untuk menyelesaikan pertikaian. Namun, bila salah

satunya menolak, jalan yang ditempuh adalah mencoba menyelesaikannya dengan

jalur hukum secara adil. Menariknya, setelah perintah menyelesaikan pertikaian

dengan cara adil, Allah SWT mendorong agar proses keadilan tersebut diterima

oleh kedua belah pihak. Allah SWT juga menegaskan pentingnya membangun

(42)

33

keharmonisan di antara kaum muslim sehingga is}la>h} harus lebih diprioritaskan

dalam konflik yang berkecamuk.

Proses is}la>h} itu sendiri sangat beragam. Al-Quran memiliki beberapa

representasi bentuk is}la>h} dalam proses perdamaian. Dalam hal ini ada satu rumusan

istilah dalam al-Quran yang menjadi jalan alternatif dalam proses is}la>h}, yakni

musyawarah. Secara umum musyawarah bermakna bertukar pikiran atau

berargumen. Dalam proses perdamaian, forum musyawarah sangat penting karena

forum ini adalah ruang dialog antar pihak yang berselisih dengan tujuan mencari

solusi untuk mencapai titik temu menuju jalan damai. Dalam konteks ini Allah

SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW agar berlaku lemah lembut

dan bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya, sebagaimana ayat berikut:

ܛقݙقܞقف

ۡ

ۡ قݚقكمۡلܟق َۡقر

ۡق ܅ّٱ

ۡ

ۡ ق݂يقݖقغۡܛ ً݄ق ۡ قܠݜ

ُكۡۡݠق قوۡۖۡݗُݟقۡ قܠقِ

ۡقܜ

ۡ

ݖقݐ

ۡ

لٱ

ۡ

ۡ

ق

ل

ۡ اݠ ܆ُقݍف

ۡ

ۡقفۡۖ قݑق ۡݠقحۡ ۡݚقم

ٱ

ۡ ُفۡع

ۡ

ۡقوۡ ۡݗُݟۡݜقع

ܱۡۡقݍۡغقتۡسٱ

ۡ

ۡ قِۡ ۡݗُهۡرقوܛقشقوۡ ۡݗُݟ

ق

ۡ قܱۡ

ق ۡ

ۡٱ

ۡ

ۡ

ق قلۡ ۡ ܅َقݠقتق ۡ قܠۡمقܲقعۡاقمقܗقف

ۡۚق ܅ّٱ

ۡ

ۡ ܅نقإ

ۡق ܅ّٱ

ۡ

ۡ܆ܜق ُُ

ۡ

ۡققككقݠقتُݙ

ۡ

ٱ

ۡ قي

٩

20

159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

(43)

34

Ayat ini turun setelah perang Uhud. Ketika itu Nabi Muhammad SAW

kecewa atas tindakan indisipliner sebagian sahabat dalam pertempuran yang

mengakibatkan kekalahan di pihak Nabi. Melalui ayat ini, Allah SWT

mengingatkan Nabi bahwa dalam posisinya sebagai pemimpin umat ia harus

bersikap lemah lembut terhadap para sahabatnya, memafkan kekeliruan mereka,

dan bermusyawarah dengan mereka dalam urusan-urusan mereka. Sebenarnya

cukup banyak hal dalam peristiwa perang Uhud yang dapat mengundang emosi

manusia untuk marah. Namun demikian, cukup banyak pula bukti yang

menunjukkan kelemah lembutan Nabi SAW. Beliau bermusyawarah dengan

mereka sebelum memutuskan berperang, beliau menerima usul mayoritas mereka,

walau beliau sendiri kurang berkenan. Beliau tidak memaki dan

mempermasalahkan para pemanah yang meninggalkan markas mereka, tetapi

hanya menegurnya dengan halus dan lain-lain.21

Strategi perdamaian selanjutnya adalah ma’ru>f. Ma’ru>f sebagai strategi

adalah proses perdamaian dengan cara yang baik menurut syara’ dan hukum yang

telah ditetapakan manusia. Ma’ru>f adalah sesuatu yang dikenal dan dibenarkan oleh

masyarakat, dengan kata lain adat istiadat yang didukung oleh nalar yang sehat serta

tidak bertentangan dengan ajaran agama. Ia adalah kebajikan yang jelas dan

diketahui semua orang serta diterima dengan baik oleh manusia-manusia normal.

Ia adalah yang disepakati sehingga tidak perlu didiskusikan apalagi

diperbantahkan.22 Segala sesuatu dapat dianggap sebagai hal yang makruf jika

21Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol. 2, 256.

(44)

35

dapat diterima oleh wahyu dan akal. Penggunaan kata makruf dalam al-Quran tidak

hanya berkaitan dengan orang Islam, tetapi juga dengan orang Nasrani, Yahudi,

bahkan dengan orang munafik.23

Ma’ru>f menurut wahyu adalah segala yang diperintahkan oleh Allah SWT

dan Rasul-Nya. Adapun ma’ru>f dalam pandangan akal adalah sesuatu yang dinilai

baik, tidak merugikan diri sendiri dan masyarakat. Istilah ma’ru>f dalam al-Quran

hanya digunakan dalam interaksi antar manusia. Oleh karena itu, istilah ini tidak

dapat diidentikkan dengan akhlak yang mencakup hubungan manusia dengan

Tuhan. Istilah ma’ruf hanya dapat digunakan untuk konsep moral, dengan syarat

bahwa ma’ru>f haruslah adil dan sesuai dengan tuntutan agama. Dalam

perkembangannya, kata makruf sering diungkapkan dengan kata ‘urf sebagaimana

dalam QS. al-‘Araf: 199.

ۡقُܰخ

ۡ

ۡقݠۡݍقع

ۡ

لٱ

ۡ

ۡقبُܱۡۡ

ۡ

أقو

ۡقطُܱۡع

ۡ

لٱ

ۡ

ۡ قݚقعۡ

ۡضقܱۡع

ق

أقو

ۡقيقݖقݟٰ ق

ۡ

لٱ

ۡ

٩

24

199. Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma´ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.

Dalam disiplin kajian ushul fiqh, ‘urf adalah kata lain untuk menyebut

kearifan lokal. Kearifan lokal merupakan tradisi dalam masyarakat, meliputi

ketentuan-ketentuan sikap dan tutur, tertulis maupun tidak tertulis. Dalam berbagai

kasus, kearifan lokal merupakan alternatif yang bisa digunakan untuk menekan

munculnya konflik. Sebelum menjalankan strategi ‘urf, secara implisit dalam surat

23Taufiq, Al-Quran Bukan..., 104.

(45)

36

al-‘Araf di atas menyuruh kita untuk berlapang dada dan menahan diri untuk tidak

membalas dendam. Karena dengan balas dendam, kobaran api permusuhan dan

pertikaian akan semakin membara. Dari sini kita menemukan satu strategi

perdamaian yang perlu diterapkan, yakni ‘afw. Kata ‘afw ini berarti memaafkan

dengan tidak membalas kejahatan dan kesalahan. Pemaafan yang dapat

mengalahkan kebencian dan kemarahan adalah nilai luhur yang dapat dijunjung

dalam Islam, bahkan melebihi keadilan. Bahkan, orang-orang yang beriman

didorong untuk memaafkan sekalipun ketika marah. “Tuhan memenuhi kedamaian

dan keimanan kepada hati orang yang meredam amarahnya, seka

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan hukum mengenai percampuran harta bersama dan harta bawaan dalam perkawinan diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1

Butir-butir yang berbeza dalam Buku Tunai dan Penyata Bank bagi bulan tersebut ialah.. Cek belum dikreditkan RM370 Cek belum dikemukakan RM620 Faedah atas simpanan RM30 Baki Buku

Tujuan dari simulasi adalah memahami perilaku sistem atau mengevaluasi berbagai strategi dalam batas yang telah ditentukan dengan kriteria tertentu untuk pengoperasian

program spss16. Teknik analisis data dengan menggunakan statistik deskriptif dengan persentase. Hasil penelitian diketahui bahwa: 1) minat belajar dari faktor intrinsik peserta

Menurut hasil penelitian Yanuarisman (2012), pemberian pupuk bookashi eceng gondok pada tanaman sawi terhadap variabel tinggi tanaman menunjukan not signifikan

 Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan dari hasil kegiatan/pertemuan sebelumnya maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi yang

Salah satu hal penting dari computer vision adalah ciri ( feature ) citra, ciri digunakan sebagai dasar untuk mendeteksi objek baik itu benda, manusia maupun hewan, ciri

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis merasa tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui perilaku agresif anak berkebutuhan khusus di SLB-BC ARAS Cimahi dan