80 BAB III
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Seperti telah Penulis paparkan sebelumnya, Bab ini berisi pemaparan hasil
penelitian (analisa) berkaitan dengan usaha menjawab rumusan masalah dalam
penelitian Penulis. Pemaparan hasil penelitian yang menjawab rumusan masalah
didahului dengan sedikit mengenai dasar perlindungan korban tindak pidana melalui
media cyber dan teknologi telekomunikasi. Menyusul dasar perlindungan korban tindak pidana melalui media cyber dan teknologi telekomunikasi, Penulis
mendeskripsikan hasil penelitian berupa dasar perlindungan terhadap korban tindak
pidana cyber, setelah itu penulis juga mendiskripsikan tentang upaya perlindungan
korban tindak pidana yang dilakukan melalui media cyber dan teknologi
telekomunikasi dan selanjutnya uraian tentang hasil penelitian berupa putusan kasus
tanpa hak atau melaawan hukum dengan cara apapun memindahkan atau mentransfer
data elektonik kepada sistem orang lain yang tidak berhak1, dan uraian tentang hasil
penelitian berupa putusan kasus pencemaran nama baik2.
Dalam Bab ini akan dikemukakan juga suatu hasil analisis Penulis atas kasus
pertama yang terjadi dalam putusan di Pengadilan Negeri Surakarta dengan No.
Perkara No 19 / Pid.Sus / 2011 / PN.Ska. Perkara ini diregistrasi pada tanggal 4
Februari 2011 dan diputus pada tanggal 14 Juni 2011. Pihak saksi sekaligus korban
1
Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dengan nomor perkara No 19 / Pid.Sus / 2011 / PN.Ska 2
81 dalam perkara ini adalah Umar Edrus A.H, sedangkan Terdakwa dalam perkara ini
adalah Suherman alias Herman. Dalam kasus ini, korban atau Umar Edrus A.H telah
dirugikan karena perbuatan terdakwa atau Suherman, yang telah melakukan tindak
pidana memindahkan atau mentransfer data elektonik kepada system orang lain yang
tidak berhak, sebagai nama diatur dalam Pasal 30 ayat (1) UU RI No.11 Tahun 2008
Tentang ITE, yang berakibat merugikan secara materiil berupa hilangnya data
elektronik berupa alamat email dan kerugian materi kurang lebih sebesar 5,1 milyar
rupiah dan moril berupa tercemarnya nama baik dari korban yakni, Umar Edrus A.H
yang menjadi korban sekaligus saksi dalam perkara ini.
Kedua penulis akan mengemukakan juga suatu hasil analisis Penulis atas
kasus pencemaran nama baik melalui SMS (Short Message Service) yang terdapat
dalam Putusan Pengadilan Negeri Kendal dengan Nomor. 232/Pid.B/2010/PN.Kdl.
Perkara ini diregistrasi pada tanggal 2 Desember 2010 dan diputus pada tanggal 20
Desember 2010. Pihak saksi sekaligus korban dalam perkara ini adalah Nur Dewi
Alfiyana Binti Adadi, sedangkan Terdakwa dalam perkara ini adalah Prabowo Bin
Tjasan Pramono Saputro. Dalam kasus ini korban, Nur Dewi Alfiyana Binti Adadi
telah dirugikan karena perbuatan terdakwa Prabowo Bin Tjasan Pramono Saputro
yang telah melakukan tindak pidana tanpa hak telah mendistribusikan dan atau
mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau
dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU RI No.11 Tahun 2008 Tentang
82 A. Hasil Penelitian
1. Hakikat Perlindungan Korban Cyber Crime
Pentingnya korban memperoleh pemulihan sebagai upaya menyeimbangkan
kondisi korban yang mengalami gangguan, dengan tepat dikemukakan Muladi saat menyatakan: korban kejahatan perlu dilindungi karena, masyarakat dianggap sebagai
suatu wujud sistem kepercayaan yang melembaga (system of institutionalized trust).
Kepercayaan ini terpadu melalui norma-norma yang diekspresikan di dalam struktur
kelembagaan, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan sebagainya.
Secara eksplisit, UU ITE tidak memberikan definisi untuk memerlihatkan
hakikat perlindungan hukum terhadap korban cyber crime. Akan tetapi, sebagai calon
ahli hukum maka dituntut untuk memiliki kemampuan penafsiran tentang
istilah-istilah yang berhubungan dengan ilmu hukum.
Menurut Penulis dengan tetap melihat atau mengacu pada UU ITE dan juga
melihat pada ketentuan KUHP dan KUHAP maka perlindungan terhadap korban
tindak pidana cyber adalah suatu bentuk perbuatan hukum yang dilakukan oleh lembaga hukum yang bersangkutan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap
83 2. Bentuk Perlindungan Terhadap Korban Cyber Crime
Dasar perlindungan terhadap korban tindak pidana cyber, yang pertama terdapat pada instrumen PBB dalam Tenth United Nations Congress on the
Prevention of Crime and the Treatment of Offenders yang diselenggarakan di Vienna, 10-17 April 2000, dalam deklarasi tersebut setelah penulis kaji belum
menyertakan konsep-konsep perlindungan namun memberikan definisi yang detail
terhadap cyber crime, yang secara sempit cyber crime didefinisikan sebagai ") Cyber crime in a narrow sense (“computer crime”): any illegal behavior directed by
means of electronic operations that targets the security of computer systems and the data processed by them”; sedangkan secara luas kejahatan cyber diartikan sebagai “Cyber crime in a broader sense (“computer-related crime”): any illegal behaviour
committed by means of, or in relation to, a computer system or network, including
such crimes as illegal possession, offering or distributing information by means of a computer system or network”.
Sedangkan Convention on Cyber Crime (Budapest, 23.XI.2001), memberikan ketentuan-ketentuan yang dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Title 1 – Offences against the confidentiality, integrity and availability of computer data and systems
b. Title 2 – Computer-related offences c. Title 3 – Content-related offences
d. Title 4 – Offences related to infringements of copyright and related
84 e. Title 5 – Ancillary liability and sanctions Corporate Liability
Setelah penulis amati berdasarkan konvensi-konvensi internasional tersebut
dapat disimpulkan bahwa rumusan-rumusan yang ada membentuk suatu pola yang
nantinya berujung pada suatu pola perlindungan terhadap korban dari tindak
kejahatan cyber. sebagian telah diratifikasi oleh UU ITE, mengenai, criteria cyber crime, yang dapat menjadi acuan untuk mengidentifikasi jenis dari kejahatan dunia
maya.
B. Analisis
Di dalam pembahasan terhadap kasus yang terdapat dari putusan
pengadilan penulis akan membahas dua putusan yang di dalamnya terdapat
korban tindak pidana dari media cyber yang menggunakan jaringan atau teknologi
telekomunikasi. Yang terdapat dalam putusan dengan nomor perkara 19 / Pid.sus
/ 2011 / PN.Ska. dengan dugaan melakukan Illegal access (akses secara tidak sah terhadap sistem komputer), yaitu dengan sengaja dan tanpa hak melakukan akses
secara tidak sah terhadap seluruh atau sebagian sistem komputer, dengan maksud
untuk mendapatkan data computer atau maksud-maksud tidak baik lainnya, atau
berkaitan dengan sistem computer yang dihubungkan dengan sistem komputer
lain.
Adapun maksud dari pemaparan analisis atas putusan pengadilan
85 pertanyaan dalam rumusan masalah yang telah dikemukakan dalam Bab I,
yaitu bagaimana perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana yang
dilakukan melalui media cyber dan teknologi telekomunikasi.3 dan sebagai
perbandingan penulis juga akan mengkaji putusan dengan nomor perkara 232
/ Pid.B / PN. Kdl. Dengan dugaan melakukan pencemaran nama baik, seperti
yang tertulis pada UU ITE Pasal 27 ayat (3). Kedua putusan tersebut akan
penulis kaji dengan prespektif perlindungan korban.
1. Analisis Kasus Pada Putusan Dengan Nomor Perkara 19 / Pid.sus / 2011 / PN.Ska.
Pertama, penulis akan mengkaji putusan dengan nomor perkara 19 /
Pid.sus / 2011 / PN.Ska, dengan tersangka yang bernama Suherman Alias
Herman didakwa melakukan tindak pidana khusus “Dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum mengakses computer dan / atau system elektronik milik orang lain dengan cara apapun” yang telah diatur dalam
pasal 30 ayat (1) UU RI No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan teransaksi
elektronik. Melalui perbuatannya itu merugikan Umar Edrus Al Habsyi yang
berkekudukan sebagai saksi dan korban, yang karena perbuatan terdakwa,
dirugikan berupa hilangnya data yang ada di dalam alamat email saksi, dan
menyebabkan kerugian materiil total sebesar 5,1 milyar rupiah.
3
86 Selanjutnya ditinjau dari pertimbangan hakim, dalam sebagian besar
prtimbangan hakim hanya terpaku dalam sudut pandang terdakwa saja, dalam
kasus ini majelis hakim menimbang hal-hal yang memberatkan terdakwa dan
yang meringankan terdakwa, hal yang memberatkan terdakwa adalah
Tedakwa tidak bersikap terus terang atas perbuatan nya; Perbuatan
terdakwa adalah kejahatan hukum telematika atau hukum tekhnologi
informasi atau istilah lain hukum dunia maya yang dampak diakibatkannya
bisa demikian kompleks dan rumit, karena dapat dikirim ke berbagai penjuru
dunia dalam waktu hitungan detik. Berikut adalah hal yang meringankan
hukuman terhadap terdakwa,Terdakwa belum pernah dihukum; Terdakwa
mempunyai tanggungan keluarga; Terdakwa berlaku sopan di persidangan.
Dengan pertimbangan para majelis hakim pelaku hanya diputus pidana
penjara 10 (sepuluh) bulan dipotong masa penahanan 144 (seratus empat
puluh empat) hari dan denda Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah), jika denda
tidak dibayar akan diganti dengan kurungan selama 1 (satu) bulan.
Sedangkan saksi yang sekaligus korban hanya mendapatkan
pengembalian barang-barang bukti berupa dua buah laptop dan berkas-berkas
yang dijadikan alat bukti pada persidangan. Korban sekaligus saksi tidak
mendapatkan ganti rugi berupa kompensasi ataupun restitusi dari pemerintah
87 Dari kasus pertama ini memberikan bukti bahwa dalam proses
peradilan belum memihak pada saksi yang disini sekaligus menjadi korban
tindak pidana yang dilakukan melalui media cyber yang menggunakan
jaringan telekomunikasi yaitu berupa internet (Dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum mengakses komputer dan / atau sistem elektronik milik
orang lain dengan cara apapun). Korban disini dirugikan secara materril dan
immaterril, yaitu menderita kerugian uang senilai hampir 5,1 (lima koma satu)
milyar, dan nama baiknya tercemar karena tindakan yang diperbuat oleh
terdakwa.
Berikut penulis akan membahas kasus yang kedua dengan nomor
perkara 232/Pid.B/2010/PN.Kdl. dengan terdakwa Prabowo Bin Tjasan
Pramono Saputro, yang didakwa melakukan Tindak Pidana “tanpa hak telah mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik ” sebagaimana diatur
dalam Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) UU RI No.11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Melalui perbuatannya itu
merugikan Saksi sekaligus korban Nur Dewi Alfiyana Binti Adadi yang telah
dicemarkan nama baiknya, melalui pesan singkat yang dikirim oleh terdakwa.
Pada kasus pencemaran nama baik ini terdakwa hanya dijatuhi hukuman
88 juta rupiah), jika denda tidak dibayar akan diganti dengan kurungan selama 1
(satu) bulan. Sedangkan perlindungan yang harusnya diberikan kepada saksi
sekaligus korban dalam kasus ini tidak sama sekali dicantumkan kedalam
amar putusan.
Menurut pendapat penulis berdasar teori dan berdasar undang-undang
No. 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, saksi sekaligus
korban dalam kasus ini hendaknya mendapatkan pemulihan nama baik atau
mendapatkan identitas baru. dalam hal ini saksi sekaligus korban, sama sekali