• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi tentang kehidupan komunitas Syi'ah pasca konflik Sampang Madura dalam perspektif nirkekerasan oleh Chaiwat Satha Anand.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi tentang kehidupan komunitas Syi'ah pasca konflik Sampang Madura dalam perspektif nirkekerasan oleh Chaiwat Satha Anand."

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna memperoleh Gelar Sarjana Strata

Satu (S1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh :

Muqtadir

NIM: E02213028

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang kehidupan komunitas Syi’ah di jemundo

pasca konflik, sedangkan tujuan dari penulisan ini adalah menganalisis bangai mana

mereka bisa bertahan hidup dalam tekanan yang tidak henti-hentinya dan hal apa saja

yang meraka upayakan untuk mendapatkan haknya. Dalam pembahasannya akan

memaparkan hal apasa saja yang mereka lakukan untuk bertahan hidup dalam

tekanan tersebut dan hal apa saja yang mereka upayakan untuk mendapatkan haknya

yang telah hilang darinya. Adapun metode yang di pakai oleh peneliti yaitu setudi

kasus,

sehingga

ditemukan

beberapa

langkah

komunitas

Syi’ah

untuk

mempertahankan hidup dan upaya mendapatkan haknya yaitu salah satunya dengan

cara memuni Presiden Susilo Bangbang Yudoyono Kala itu. Dalam penulisan ini

penulis menggunakan teori nir-kekerasan oleh Chaiwat Satha Anand yang

mempunyai pandangan bahwa tidak semua kekerasan harus dibalas dengan

kekerasan. Dari teori tersebut akan digunakan bagai mana komunitas Syi’ah bertahan

hidup dan mendapatkan haknya tanpa harus melakukan kekerasan dan bahkan tanpa

menaruh dendam sedikitpun. Hasil dari penelitian ini adalah mereka menjalankan

kehidupanya dengan cara berdagang dan bekerja serabutan stiap harinya, dan mereka

selalu sabar tanpa menyalakan orang lain walaupun mereka telah di dholimi oleh

kelompok lain dan juga mereka selalu berupaya mendapatkan haknya tanpa

menggunakan kekeresan sedikitpun. Pembahasan yang telah dilakukan ini masih

memiliki kekurangan yaitu penjabaran teori dalam pembahasan. Hal ini dikarenakan

kurangnya literatur dan penjabaran yang mendetail dari penulis.

(7)

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ...iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ...iv

HALAMAN MOTTO ...v

HALAMAN PERSEMBAHAN ...vi

HALAMAN KATA PENGANTAR ...vii

HALAMAN ABSTRAK ...ix

HALAMAN DAFTAR ISI ...x

BAB I :

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah ...1

B.

Rumusan Masalah ...3

C.

Tujuan Penelitian ...3

D.

Manfaat Penelitian ...4

E.

Kerangka Teori ...4

F.

Telaah Kepustakaan ...17

G.

Metode Penelitian ...19

H.

Sistematika Pembahasan ...22

BAB II :

AWAL DI UNGSIKAN

A.

Sekilas Konflik Syi’ah-Sunni ...24

1.

Faktor Internal ...25

2.

Faktor politik ...25

3.

Faktor pemerintah...26

B.

Kehidupan Syi’ah di Pengungsian...27

1.

Pengungsian di GOR...29

2.

Pengungsian di jemundo...31

(8)

1.

Profil Rusun Jemundo Sidoarjo...33

2.

Keadaan Pengungsi Di Rusun...35

B.

Usaha Bertahan di pengungsian...38

1.

Teologi...40

2.

Sosial...42

3.

Ekonomi...44

C.

Usaha Untuk Kembali ke Kampung Halaman...46

1.

Menemui Pemerintah...47

2.

Bersama LSM-LSM...49

3.

Saling Kunjung...54

BAB IV:

ANALISIS

A.

Hasil Temuan di Lapangan...55

1.

Cara Bertahan di Pengungsian...55

2.

Mendapatkan Haknya...57

B.

Informasi dan Temuan di Lapangan...60

BAB VI:

PENUTUP

A.

Kesimpulan ...64

B.

Saran-Saran ...65

DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Konflik sering berawal dari persoalan kecil dan sederhana. Salah satunya

konflik agama yang masih hangat ditengah-tengah kita yaitu konflik Sunni-Syi’ah

yang terjadi di Desa Karang Gayem, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang,

Madura. Konflik ini selain hingga menelan korban jiwa dan menyebabkan

penganut Syi’ah di desa itu mengungsi, juga sempat menjadi isu nasional dan

mendapat perhatian khusus dari belahan dunia. Yang nama telah terjadi sejak

2004 dan memuncak pada 26 Agustus 2012, dengan pembakaran 37 rumah

pengikut Syi’ah dan berujung pada pengusiran pengikut Syi‘ah di Sampang

Madura.

1

Konflik Sunni-Syi’ah sampai saat ini masih menjadi pusat perhatian dari

berbagai kalangan akademisi dikarenakan sampai saat ini konflik tersebut masih

belum selesai atau sebagainya sehingga penulis mencoba peneliti tentang

kehidupan komunitas Syi’ah Sampang pasca konflik yang berada di penampungan

komplek Rumah Susun Desa Jemundo Sidoarjo Jemundo Sidoarjo.

Membangun kembali masyarakat pasca-konflik membutuhkan pendekatan

dan strategi pembangunan perdamaian pasca-konflik secara khusus, Dalam hal ini

penelitian penting untuk melihat hal apa yang dilakukan oleh komunitas Syi’ah

1

(10)

untuk mencapai hidup damai tanpa ada kesenjangan yang dapat merugikan semua

pihak.

Dengan demikian peneliti mencoba menjelasan bagaimana kehidupan

komunitas Syi’ah yang sampai saat ini masih berada di tempat penampungan

Jemundo Sidoarjo. Dan hal apa yang diupayakan oleh mereka untuk medapatkan

kembali apa yang telah hilang darinya, tentunya dalam perspektif nirkekerasan

oleh Chaiwat Satha Anand yang mana dalam hal ini untuk membuktikan bahwa

bagi kaum Muslim masa kini, jika mereka benar-benar ingin menjadi Muslim

sejati, tidak ada pilihan lain bagi mereka selain berperilaku nirkekerasan.

Dengan menggunakan jalur nir-kekerasan komunitas Syi’ah dipengungsian

bisa mendapatkan hak-haknya kembali, yang mana nirkekerasan ini berarti

sebagai tindakan yang berangkat dari pemikiran bahwa suatu persoalan dapat

diselesaikan dengan jalan yang lebih baik dibandingkan dengan kekerasan.

Dengan jalan nir-kekerasan bukan berarti orang bersikap pasif yang bisa

“diinjak-injak” oleh orang lain. Dalam hal ini orang harus bersikap aktif dengan cara,

dengan aturan main nir-kekerasan. Menurut teori nir-kekerasan jika kita

diperlakukan tidak layak, dan kita menerimanya, bukan berarti kita setuju dengan

perbuatan tersebut. Oleh karena itu penelitian ini mencoba menguji asumsi ini

(11)

B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang diatas, maka

penulis membatasi pembahasan dangan rumusan masalah sebagai berikut :

1.

Bagaimana memahami langkah komunitas Syi’ah bertahan hidup pasca

konflik di penampungan Jemundo dalam perspektif nirkekerasan oleh

Chaiwat Satha Anand?

2.

Langkah/upaya apa yang dilakukan oleh komunitas Syi’ah untuk

medapatkan hak hak nya?

C.

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang terdapat diatas, berikut ini

merupakan tujuan dari penelitian diantaranya :

1.

Untuk mengetahui komunitas Syi’ah bertahan hidup pasca konflik di

penampungan Jemundo dalam perspektif nirkekerasan oleh Chaiwat Satha

Anand.

2.

Untuk mengetahui langkah/upaya apa yang dilakukan oleh komunitas

(12)

D.

Mamfaat Penlitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat. Karena dalam

penelitian ini bermaksud untuk mengetahui kehidupan sehari-hari komunitas

Syi’ah di Jemundo pasca konflik yang terjadi di Sampang Madura.

Dengan demikian maka penelitian ini diharapkan mampu memberi

manfaat sebagaimana yang diharapkan oleh peneliti sebagai berikut:

1.

Manfaat Teoritis, Penelitian ini mengembangkan keilmuan khususnya untuk

memperkaya Ilmu Perbandingan Agama danUmumnya pada ranah

kehidupan umat beragama pasaca konflik.

2.

Manfaat Praktis, Untuk menambah bahan informasi bagi para peneliti yang

berminat untuk mengkaji lebih mendalam mengenai kehidupan komunitas

Syi’ah yang telah mengalami konflik untuk dikembangkan dalam spektrum

yang lebih luas dan dapat berguna dalam mengembangkan wawasan studi.

E.

Kerangka Teori

1.

Gagasan nir-kekerasan

Gagasan nir-kekerasan dapat dikatakan hal baru yang muncul

belakangan ini. Namun dalam tindakan nir kekerasan itu sendiri sudah lama

tercermin seperti dalam tindakan suri tauladan tiga Nabi yaitu: Muhammad,

Yesus, Gandhi, dan Sidharta Gautama, yang mewakili agama-agama besar di

dunia ini. Pada akhir-akhir abad ke-20, terlihat bahwa aksi nirkekerasan telah

(13)

kejadian-kejadian seperti di Filipina, eropa Timur dan rusia, telah membuatnya

yakin bahwa ekspansi tersebut betul-betul nyata.

2

Nirkekerasan sendiri secara harfiyah nir-kekersan berarti tidak

membunuh. Namun jika dikaji lebih dalam lagi yaitu bahwa seseorang tidak boleh

menyerang orang lain dan tidak boleh memendam pemikiran yang jahat atau tidak

mengenal belas kasihan terhadap musuh. Menurut Gandhi:

seseorang yang

engkau anggap sebagai musuh, melainkan seseorang yang barangkali

menganggap dirinya adalah musuhmu.

3

Nirkekerasan telah memperoleh posisi unik pada titik waktu sejarah

saat ini. Dikarenakan Ada banyak bukti bahwa nirkekerasan adalah senjata khusus

yang cukup ampuh, seperti pada Mei 1992, pertumpahan darah di jalan-jalan

Bangkok, tidak dapat menyembunyikan karakter dasar demonstrasi demonstrasi

nirkekerasan yang mendahului penindasan keras orang-orang tidak bersenjata oleh

militer. orang-orang yang turun ke jalan bergerak dengan membawa sejumlah

plakat, termasuk yang bertuliskan: “ahimsa” (nirkekerasan gandhi) dan “ahosi”

(memaafkan).

Chaiwat Satha Anand dalam bukunya yang berjudul “Agama dan

Budaya Perdamaian” menjelaskan bahwa semua agama pada intinya membawa

pesan perdamaian, dengan segala nilai-nilai luhur dan perdamaiannya itu, mampu

2

Gene sharp, “are We in a new situation?”,

Thinking About Nonviolent Struggle: Trends,

Research, and Analysis (Cambridge, Massachussets: The albert einstein institution,

1990), 3.

3

(14)

diinterpretasikan dengan bijak dan benar oleh orang-orang terpilih itu, karena

tidak semua orang mampu meniru dan menauladaninya, yang mana terkadang

terjebak dalam subyektifitas interpretasi yang cenderung mengikuti hawa nafsu

manusia itu sendiri dan menolak nilai-nilai ideal yang bertolak belakang dengan

agresifitas dan nafsu manusia.

4

Dalam kunjungannya di Universitas Paramadina Jakarta, pada Selasa, 6

Oktober 2015, Chaiwat mengatakan: hanya jalan nir-kekerasanlah seorang

Muslim untuk menunaikan dua prinsip agamanya sekaligus, melindungi nyawa

tak berdosa dan memerangi ketidakadilan di dunia. Sebagai mana beliau

menguatkan pemikirannya dengan menunjukkan dalil-dalil agamanya, bukti-bukti

empirisnya, dan sejarahnya. Ayat ke-32 dari surat Al-Maidah menjadi titik tolak

utama Chaiwat.

5

Lepas dari nilai ideal ajaran agama, yang mencerminkan tindakan

nirkekerasan dalam menyelesaikan konflik dan masalah. Manusia dan perbuatan

yang dilakukannya merupakan dua hal yang berbeda. Perbuatan baik akan selalu

mendapatkan penerimaan yang baik dan perbuatan buruk akan mendapatkan

penerimaan yang buruk. Sementara, si pelaku perbuatan itu, apakah perbuatan itu

baik atau buruk senantiasa pantas mendapatkan penghormatan serta belas kasih.

Sedangkan Gandhi menjelaskan Lima Aksioma Tentang Nir-kekerasan;

Pertama: Nir-kekerasan mensyaratkan pemurnian dan pensucian diri sesempurna

4

Chaiwat Satha-Anand “Barangsiapa Memelihara Kehidupan”, Esai-esai tentang

Nirkekerasan dan Kewajiban Islam, vol. 1 (Oktober 2015),

5

(15)

mungkin yang bisa diraih secara manusiawi.

Kedua: Kekuatan nir-kekerasan

terletak pada kemampuan dan kerelaan, bukan sekedar kemauan, seorang

penganut nir-kekerasan untuk menahan diri terhadap tindakan yang bisa

menimbulkan kekerasan.

Ketiga: Nir-kekerasan pasti bisa mengungguli

kekerasan. Kekuatan yang lahir dari para penganut nir-kekerasan selalu lebih

besar daripada kekuatan yang dihasilkan daripada penganut kekerasan. Keempat:

Nir-kekerasan tidak mengenal kekalahan. Akhir dari kekerasan adalah yang

tak-terelakkan.

Kelima: Muara akhir dari nir-kekerasan adalah kemenangan yang

pasti, jika istilah menang boleh diterapkan dalam nir-kekerasan. Sesungguhnya,

ketika kita tidak memikirkan kekalahan, maka kita juga tidak memerlukan

kemenangan.

Gandhi juga menulis: Kebenaran dan aksi-aksi nirkekerasan tidak

mungkin tanpa keyakinan yang hidup kepada Tuhan, Tuhan dalam arti Kekuatan

hidup Yang berdiri sendiri dan Maha-tahu yang melekat dalam setiap kekuatan

lain yang dikenal di dunia ini dan yang tidak tergantung pada apa pun, dan yang

akan hidup terus sementara kekuatan-kekuatan lain mungkin lenyap atau berhenti

bekerja.

6

2.

Tindakan nirkekerasan tiga nabi

Dalam pandangan orang beriman, ketiga nabi ini, Buddha, Yesus dan

Muhammad lebih dari sekadar manusia biasa. Contohnya, Buddha dapat di

pandang sebagai seorang manusia, makhluk spiritual atau pun seseorang yang

berada di antara keduanya. dalam kenyataannya, bagi kebanyakan pemeluk

6
(16)

Buddhisme, jasad manusia Buddha dan eksistensi kesejarahannya terlihat seperti

“beberapa potongan kain buruk yang menutupi kemuliaan spiritual.”

7

Orang

Kristen di seluruh dunia membacakan doa setiap minggu yang mengakui bahwa

Yesus adalah anak Tuhan dan bahwa seluruh yang ada di alam semesta diciptakan

melaluinya. Dari sudut pandang kaum Muslim, Muhammad adalah simbol

kesempurnaan baik sebagai manusia pribadi maupun manusia sosial. Ia juga

prototipe individu manusia dan kolektivitas manusia. Di dalam lingkaran mistik

islam, ia dipandang sebagai simbol kembali ke asal dan kebangkitan kembali

kepada realitas abadi.

8

a)

Buddha dan Aksinya

Lima tahun setelah Buddha mengalami pencerahan dan ayahnya baru

saja meninggal, suatu pertikaian pecah antara orang sakya dan tetangganya

Koliya mengenai irigasi sungai rohini.

9

sungai, yang kini disebut rowai,

membentuk perbatasan antara kawasan orang sakya dan tanah suku Koliya.

Sungai rohini dibendung sebuah dam yang dibangun bersama oleh kedua

pihak. Bendungan ini mengalirkan air ke ladang-ladang mereka. Kemudian

terjadi musim kemarau sehingga air mustahil mengairi ladang kedua pihak.

Pertikaian pun pecah antara pekerja ladang kedua pihak. Kedua pihak yang

berlawanan saling mencerca dan “perang” pun tidak dapat dielakkan. Dalam

kenyataannya, setelah sorak-sorai, terjadi perkelahian tangan kosong.

7

Edward Conze, Buddhism:

Its Essence and Development (new York: harper Colophon

Books, 1975), hal. 34-38. Kutipan dari hal. 38.

8

Seyyed hossein nasr, Ideals and Realities of Islam (london: unwin hyman, 1988), hal. 89.

9
(17)

Umat Buddha melukiskan adegan itu sebagai berikut: “pembicaraan

bertambah panas, hingga akhirnya salah seorang bangkit dan memukul yang

lainnya. Yang dipukul balas memukul dan perkelahian umum terjadi.

Orang-orang yang berkelahi itu membuat masalah bertambah runyam dengan lontaran

kata-kata kotor tentang asal-usul keluarga kerajaan kedua pihak.”

10

Sehingga

akibatnya, pimpinan kedua suku memutuskan untuk siap-siap berperang, bukan

untuk menyelesaikan masalah kekurangan air, tetapi untuk penghinaan yang

mereka alami. Buddha memutuskan mencampuri urusan tersebut, sebab “jika

saya menahan diri dari mendatangi mereka, maka orang-orang ini akan saling

menghancurkan. Jelas merupakan tugas saya pergi menemui mereka.”

11

Lantaran integritas spiritual dan pertalian kekeluargaan Buddha dengan

para pemimpin sakya, kedua pihak mendengarnya ketika ia mulai menanyai

mereka tentang sebab-sebab pertikaian. Seluruh orang mulai dari rajahingga

panglima perang, dan guru lupa akan sebab konflik yang mereka hadapi.

Hanya budak-budak pekerja yang bisa menjawab bahwa pertikaian itu

disebabkan oleh air. Di penghujung perang, sebab awal pertikaian terlihat lepas

dari pertimbangan kedua pihak. Kemudian Buddha berkata: “Berapa banyak

lagi air yang bisa dimanfaatkan, wahai raja yang agung?” “sangat sedikit, Tuan

pendeta yang mulia.” “Berapa (pejuang) Khattiya yang tinggal, wahai raja yang

agung?” “orang-orang Khattiya amat berharga, Tuan pendeta yang mulia.”

“apakah tidak cukup bahwa lantaran Sedikit air engkau harus melenyapkan

10

Burlingame, Buddhist Legends, bagian ke-3 (harvard oriental series lanman vol. 30 for

pTs, 1969), hal. 70.

11

(18)

orang-orang Khattiya yang amat berharga.” Mereka terdiam. Kemudian sang

guru menasehati mereka dan berkata, “raja-raja yang agung, kenapa kalian

berbuat seperti itu? Seandainya saya tidak ada hari ini, kalian akan mengalirkan

sebuah sungai dengan darah. Kalian telah bertindak secara tidak terpuji.”

12

Yang terjadi dalam kasus ini adalah suatu bentuk persuasi nirkekerasan.

Buddha meminta pihak-pihak yang bertikai merenungkan

konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi jika pertikaian itu menjadi keras. Dalam proses,

mereka diingatkan untuk membandingkan nilai kehidupan mereka dan akibat

yang mungkin terjadi karena perang. Dalam rangka melakukan hal itu, ia harus

mencairkan kebuntuan ketika pihak-pihak yang bertikai “lupa” akan sebab

awal konflik dan lebih berkonsentrasi pada akibat penghinaan dan harga diri

yang terluka. Meskipun ia mampu mengendalikan perhatian mereka, lantaran

kedua pihak mengetahui siapa dirinya dan terlihat menghormati otoritas

moralnya, keputusan untuk mengintervensi ini pertama kali berasal dari

dirinya. Ia bisa saja menegaskan bahwa konflik politik berada di luar

kewajiban seorang biarawan Buddha. Ia memilih bertindak dan aksinya

menggagalkan pecahnya suatu perang yang “akan mengalirkan sungai darah.”

Sebagaimana selalu ditegaskan Sharp, “aksi nirkekerasan adalah persis seperti

yang dikatakan: aksi yang nirkekerasan, bukan inaksi.”

13

Buddha bertindak

nirkekerasan dengan melangkah masuk untuk mencegah kemungkinan

terjadinya perang dan ia berhasil.

12

Buddhist Legends, bagian ke-3, hal. 7.

13

Gene sharp, Civilian-Based Defense: A Post-Military Weapons System

(princeton, new

(19)

b)

Yesus dan Keputusan

Suatu ketika ada kasus yang mana para juru tulis dan orang-orang Farisi

membawa seorang perempuan yang ditangkap karena berzina; dan

membawanya berdiri di tengah-tengah masyarakat dan di hadapan Yesus.

Mereka berkata kepada Yesus, “guru, perempuan ini tertangkap sedang

berzina. apa yang mesti engkau katakan?” Mereka mengajukan pertanyaan ini

kepada Yesus sebagai suatu ujian untuk mencari tuduhan yang dapat digunakan

untuk menentangnya. Tetapi, Yesus membungkukkan badan dan mulai

menulis di atas tanah dengan tangannya. Ketika mereka tetap mengajukan

pertanyaannya, Yesus meluruskan badan dan berkata, “silakan salah satu dari

kamu yang merasa tidak bersalah menjadi orang pertama yang merajamnya.”

Ia kemudian membungkuk dan meneruskan menulis di atas tanah.

sementara si perempuan tetap berada di tengah. Yesus meluruskan badannya

lagi dan berkata, “Wahai perempuan, di manakah mereka? Apakah tidak

seorang pun yang mempersalahkan engkau?” “Tidak seorang pun, tuan,” jawab

perempuan tersebut. “saya juga tidak mempersalahkan engkau,” kata Yesus.

“pergilah, dan sejak saat ini jangan lagi berbuat dosa.” Lanjudnya.

14

Dalam kejadian ini dapat dipandang sebagai suatu kasus di mana Yesus

berperan sebagai hakim. Dalam kenyataannya, kasus ini sering dipahami

sebagai “ujian kecakapan kasuistiknya sebagai seorang rabbi.” Tetapi, Joachim

14
(20)

Jeremias memandangnya sebagai “tantangan untuk berperan serta (atau turut

campur) dalam proses pengadilan, yang mungkin dikehendaki Yesus.”

15

Bagi seseorang seperti Yesus, adalah logis meyakini bahwa

menyelamatkan nyawa dengan menerima tantangan untuk memutuskan

tuduhan itu menjadi pijakan dari keputusannya dalam bertindak. Senada

dengan Buddha dalam kisah kasus di atas, Yesus menggunakan bujukan

rasional nirkekerasan untuk menghentikan masyarakat merajam perempuan

yang dituduh berzina. Namun demikian Yesus tidak menanggalkan hukum

Musa, tetapi ia bertanya siapa yang ditetapkan untuk menjalankan hukuman

guna mengetahui dengan pasti bahwa mereka pantas melakukan tugas tersebut.

dalam proses penilaian-diri, mereka menyadari bahwa mereka juga orang

berdosa dan tidak berani melakukan rajaman pertama.

c)

Muhammad dan Kebijaksanaannya

Menurut al-Qur’an, Kabah dibangun oleh ibrahim

16

sebagai rumah

Tuhan pertama dalam tradisi monoteisme. di dalam Kabah, ada sebuah batu

hitam yang diyakini sebagai sebuah meteor. Imam al-ghazali menulis bahwa

batu hitam itu “adalah salah satu permata dari permata-permata surga.”

17

dalam

tradis islam, batu ini berasal dari langit, yang melambangkan asal-usul

15

John howard Yorder, The Politics of Jesus (grand rapids, Michigan: William B.

Eerdmans pub. Co., 1987), hal. 62.

16

The Massage of the Qur’an, trans. Muhammad asad (gibraltar: dar al-andalus, 1980),

ii:125-127.

17

(21)

perjanjian (al-mitsaq) antara Tuhan dan manusia, serta bahwa manusia harus

hidup selaras dengan kebenaran dan memelihara dunia.

18

Pada 605 M, ketika nabi Muhammad berusia 35 tahun, masyarakat

Mekkah membangun kembali Kabah, yang sebelumnya rusak oleh banjir.

Ketika itu, Kabah tegak tanpa atap dan hanya sedikit lebih tinggi dari tubuh

manusia. Berbagai klan mengumpulkan batu untuk meninggikan bangunan

Kabah. Mereka bekerja secara terpisah, hingga temboknyacukup tinggi untuk

meletakkan batu hitam itu di sudutnya. Kemudian meletuslah pertikaian

pendapat karena setiap klan ingin mendapatkan kehormatan sebagai

pengangkat batu tersebut dan meletakkannya di tempatnya. Kebuntuan

berlangsung empat atau lima hari dan masing-masing klan siapsiap bertarung

untuk menyelesaikan konflik.

Kemudian, orang tertua dari yang hadir mengusulkan kepada

kelompok-kelompok yang bertikai itu supaya mereka mengikuti apa yang

disarankan orang berikutnya yang memasuki kompleks Kabah melalui gerbang

“Bab al-safa”. seluruh pihak menyepakati usulan ini. orang pertama yang

masuk melalui gerbang tersebut adalah Muhammad. setiap orang gembira

karena Muhammad mereka kenal sebagai al-amîn, yang terpercaya lagi.

Mereka siap menerima keputusannya.

Setelah mendengarkan kasusnya, Muhammad meminta mereka

membawakan untuknya sepotong jubah, yang kemudian ia bentangkan di atas

tanah. Ia mengambil batu hitam dan meletak kannya di tengah-tengah kain itu.

18
(22)

lalu, ia berkata: “Marilah setiap klan memegang pinggiran jubah. Kemudian,

kalian angkatlah bersama-sama.” Ketika mereka mengangkatnya mencapai

ketinggian yang tepat, Muhammad mengambil batu itu dan meletakkannya di

sudut. Dan pembangunan kembali Kabah dilanjutkan hingga selesai.

19

Pada waktu kejadian ini berlangsung, nabi Muhammad belum menjadi

nabi. Karena itu, pada awalnya Muhammad tidak memilih untuk

mengintervensi. para pihak yang bertikailah yang memutuskan menyerahkan

nasib mereka pada keputusan orang yang pertama kali memasuki Kabah.

Klan-klan yang bertikai telah membuat persetujuan di antara mereka untuk

mendengarnya.

Tetapi, kekuatan persuasif metodenya dalam menyelesaikan pertikaian

itulah yang diterima. Jika sarannya tidak melegakan seluruh pihak, maka

mungkin sejumlah orang yang terlibat dalam perseteruan itu tidak akan

menerima putusannya. Bahkan jika itu terjadi, mereka mungkin melakukannya

tanpa sadar dan kekerasan pun

akan

pecah. Tetapi, menyusuli

kebijaksanaannya, terlihat bahwa pihak-pihak yang bertikai pulang dengan

senyum puas diwajahnya, sebab tidak seorang pun kehilangan kesempatan

melakukan tugas mulia. nabi Muhammad amat bijak dalam tidak memutuskan

individu atau klan manakah yang mestinya mendapat kehormatan meletakkan

Batu hitam ke tempatnya. Malahan ia mampu menemukan pemecahan

sehingga seluruh kelompok yang bertikai dapat berpartisipasi dalam kedudukan

yang sama, dan karena itu memuaslegakan seluruh pihak. Dengan meletakkan

19
(23)

Batu hitam ke atas jubah, ia berhasil memperluas ruang partisipasi yang pada

gilirannya menyelesaikan secara nirkekerasan konflik tersebut tepat di akarnya.

akibatnya, kemungkinan pecah peperangan di kalangan orang-orang arab yang

sangat menjunjung tinggi kehormatan dan martabat secara efektif dihindarkan.

3.

Praktek nirkekerasan

Di Negara India yang beberapa tahun terakhir kerap dilanda konflik

hindu-Muslim, ashis nandy menemukan bahwa dalam setiap kerusuhan yang

dilaporkan, selalu ada kisah “keberanian yang ditunjukkan orang-orang yang

melindungi tetangga mereka dengan mempertaruhkan nyawa dan keluarganya

sendiri.”

20

Bahkan pada masa getir ketika anak-benua asia ini terpecah, di mana

ratusan ribu nyawa menjadi korban, hindu maupun Muslim, selalu ada riwayat

mengenai seseorang dari salah satu kelompok yang menolong keluarga dari

“kelompok lain”.

21

Koeksistensi semacam itu bertahan, karena dari 2.800

kelompok masyarakat india yang didominasi hindu atau Muslim sejak tahun

1990an, hanya sekira 350-an yang benar-benar eksklusif hindu atau Muslim,

sementara 600-an komunitas serupa hidup bersama dalam suasana multikultur.

22

Berbeda kasus di Thailand salah satu masalah paling menghawatirkan

yaitu tentang masalah penyalagunaan Narkoba, Bisnis narkoba bertahan dan

bahkan berkembang karena dilindungi orang-orang berpengaruh di Thailand,

20

Ashis nandy, “The Twilight of Certitudes: secularism, hindu nationalism, and other

Masks of deculturation,” Alternatives 22 (1997), hal. 160.

21

Nandy, “The Twilight of Certitudes”, hal. 160.

22
(24)

diduga melibatkan pejabat kepolisian dan politisi papan atas.

23

Tak heran jika

narkoba menjadi masalah besar di Thailand.

Yang luar biasa adalah ketika komunitas-komunitas kecil memutuskan

untuk melawan. Para penduduk pinggiran Bangkok yang sudah lama hidup

diliputi ketakutan pada geng pengedar narkoba yang bertransaksi secara

terang-terangan. Di satu wilayah seluas 2000-an m tinggal komunitas “Mitraparb”

(persahabatan), namun penghuni setempat lebih mengenalnya dengan “desa

apache”. penduduknya sekitar 800 orang, sebagian besar adalah Muslim yang

bekerja sebagai buruh pabrik dan usaha kecil. Pencurian dan tindak kriminal

ringan merajalela seiring meningkatnya jumlah pecandu di wilayah tersebut. polisi

setempat umumnya telah disuap sehingga tak bisa diandalkan. pada oktober 1997,

penduduk Mitraparb yang sudah jengah menggelar rapat desa untuk merespons

masalah ini. Mereka memutuskan untuk mengatur waktu jaga 24 jam dengan cara

ronda keliling kampung. Pada malam pertama, para peronda menangkap 17 orang

yang sedang bertransaksi. Dari oktober 1997 hingga Juni 1998, tercatat ada 64

pengguna/penjual yang tertangkap. Pemuka setempat mengatakan bahwa

kebanyakan penjual berasal dari daerah lain. Ketika ditangkap, petugas ronda

mencatat nomor identitas dan nama mereka. Mereka diperingatkan jika mereka

kembali, warga tak akan segan menyerahkan mereka pada polisi. alhasil, angka

23
(25)

kejahatan menurun tajam. Perempuan dan anak-anak dapat ke jalan tanpa diliputi

ketakutan.

24

Dengan demikian penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif dan

memahami pola masyarakat dengan kekerasan yang mana Gagasan

nir-kekerasan, ini nantinya bisa mengembalikan atau merespon komunitas Syi’ah

untuk selalu tabah dalam menghadapi apapun yang terjadi. Dan dengan demikian

penelitian ini bersifar narasi bukan menciptakan atau membuat sendiri

batasan-batasannya. Atas dasar itu, pada hakikatnya penelitian kualitatif.

F.

Telaah Pustaka

Konflik Syi’ah sampang yang sampai sekarang masih belum

menemukan titik terang sehingga masih menarik banyak minat pihak untuk

melakukan penelitian seperti yang di lakukan oleh dosen Fak. Ushuluddin UIN

SUNAN AMPEL yaitu salah satunya Muhammad Afdillah dalam tesis yang

berjudul

Dari Masjid ke Panggung Politik: Studi Kasus Peran Pemuka Agama

dan Politisi dalam Konflik Kekerasan Agama antar Komunitas Suinni-Syiah di

Sampang Jawa Timur

25

. Yang mana dalam tesis ini beliau menitik beratkan pada

fakotr-faktor penyebab kekerasan dalam konflik seperti : faktor keluarga, faktor

perebutan pengaruh keagamaan di masyarakat, faktor ekonomi, faktor politik dan

faktor penistaan agama.

24

Ampa Santimetaneedol, “Villagers Find Courage to drive out drug dealers,” (Bangkok

Post, 8 Juni 1998).

25

(26)

Penelitian lain yang dilakukan oleh Ahmad Zainul Hamdi dalam

penelitian yang berjudul :

Klain Religious Autthority dalam konflik Sunni-Syi’ah

Sampang Madura.

26

Zainul mengatakan awal mula konflik ini didasaari pada

usaha mempertahankan kelompok yang telah lama berkuasa. Dan jauh dari itu

yaitu upaya menghakimi kokmunitas Syi’ah sebagai ajaran yang sesat.

Penelitian yang dilakukan oleh Affaf Mujahidah,

27

Eksistensi Civic

Engagement dan Elite Integration dalam Konflik Sunni-Syiah di Sampang, dalam

jurnal Studi Agama Agama ini menelaah problematika yang terjadi dalam proses

konflik tersebut serta keberadaan civi cengagement dan elite integration pada

masyarakat yang berkonflik.

Kontras yang dari awal telah mengikuti kasus ini juga mengeluarkan

laporan dan bahkan dengan dokumentasinya tentang konflik Syi’ah-sunni di

Sampang yang terjadi pada tanggal 29 desember 2011. Yang mana laporan ini

menjelaskan latar belakang terbentukmya komunitas Syia’ah dan sampai

faktor-faktor terpecahnya konflik. Dan bahkan yang baru baru ini Kontras mengadakan

upaya mengenang komunitas Syi’ah mengungsi di negeri sendiri.

28

26

Ahmad Zainul Hamdi “klaim Religious Autority

dalam

konflik Sunni-Syi’I Sampang

Madura”. ISLAMICA. Vol. 6 No. 2 (Maret, 2012)

27

Affaf Mujahidah “Eksistensi Civic Engagement dan Elite Integration dalam Konflik

Syiah Sampang” (Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel,

2014).

28

Petrus Riski, “Lima Tahun Terusir Dari Kampung Halaman Pengungsi Syiah Sampang

Berharap Negara Hadir” Laporan KontraS,

http//www.voaindonsia.com/a/lima-tahun-

(27)

Dan juga LSM-LSM seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH)

Surabaya, Gus Durian Jatim (JIAD), PMII Jawa Timur. Ini sudah pernah

melaporkan mengenai Kronologi terjadinya konflik Syi’ah Sampang pada 26

Agustus 2012.

Dan penelitian yang baru baru ini dilakukan oleh Romel Masykuri

Dkk

29

“Dibalik

Dinding

Rusunawa

(Mengungkap

Pengalaman

Komunitas Syiah Sampang Di Pengungsian” Dalam laporan mini riset

ini, Romel sangat detail dalam menjelaskan keadaan komunitas pengungsi Syi’ah

di sidoarjo. sebenarnya hampir sama dalam keseluruhan isi materi dengan dengan

apa yang akan di tuliskan oleh penelitian kami namun yang membedakan nantinya

peneliti memfokuskan pada teori yang akan peneliti angkat yaitu dalam

nir-kekerasannya sehingga bisa dikatakan tidak ada plagiat yang dilakukan oleh

peneliti. Sehingga tidak nantinya tidak ada yang dirugikan setelah kami

menyelesaikan penelitian kami.

Berbeda dengan beberapa karya skripsi yang dipaparkan sebelumnya,

disini peneliti memfokuskan pada “Studi tentang Kehidupan komunitas Syi’ah

Pasca Konflik Sampang Madura dalam Perspektif Nirkekerasan oleh Chaiwat

Satha Anand”. Jika penelitian sebelumnya memfokuskan pada titik konflik maka

peneliti mencoba memfokuskan pada pasca konfliknya dalam

Perspektif

Nirkekerasan oleh Chaiwat Satha Anand Karena di rasa belum ada yang meneliti

29

Romel Masykuri dkk., Laporan mini reset

“mengungkap Penglaman Komunitas Syiah

(28)

mengenai ini, maka penulis ingin lebih dalam meneliti tentang kehidupan

masyarakat Syi’ah pasca konflik.

G.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field

research) dengan pendekatan kualitatif. Kirk dan Miller mendefinisikan penelitian

kualitatif sebagai suatu tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang

secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam

kawasannya maupun dalam peristilahannya.

30

Penelitian kualitatif adalah

penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur

analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya.

Penentuan fokus penelitian kualitatif, pada umumnya didasarkan pada

pendahuluan, pengalaman, refrensi serta saran dari pembimbing atau orang tua

yang dianggap ahli. Tidak hanya itu, bahkan menggali data secara mendalam yang

melibatkan beragam sumber informasi yang kaya akan konteks.

31

Untuk mendapatkan Sumbar data yang diperlukan, peneliti melakukan

berbadai cara pengumpulan data yaitu pertama Observasi, yang mana cara

pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa alat standart lain keperluan

30

Lexy J Moleong,

Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2006), h. 4.

31
(29)

penelitian.

32

Obsevasi merupakan metode awal bagi penulis untuk mengamati dan

meneliti fenomena-fenomena, fakta-fakta yang akan diteliti.

33

Penulis

menggunakan metode ini dengan menggunakan pendekatan pribadi terhadap

pimpinan komunitas Syi’ah (Tajul Muluk) selain cara tersebut peneliti juga hadir

dalam acara pertemuan dengan pengungsi Syi’ah di Puspa Agro Jemondo. Acara

tersebut diisi dengan

shering dari pihak pengungsi mengenai keinginan mereka

untuk segera dipulangkan.

Cara yang kedua wawancara, wawancara tersebut merupakan proses

memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil

bertatap muka untuk memperoleh informasi dari responden.

34

Wawancara ini

dilakukan dengan cara berdialog dengan masyarakat bagaimana kehidupan

masyarakat Syi’ah pasca konflik. Target yang dipilih dalam wawancara yaitu

komunitas Syi’ah yang terlibat didalam kejadian langsung seperti Tajul Muluk,

Iklil al-Milal selaku pimpinan komunitas Syi’ah dan bahkan nantinya beberapa

pengikut aliran Syi’ah lainnya seperti Roziq, Rohma, Abduh yang juga mengunsi

di Jemundo, Sidorjo.

Metode ini digunakan untuk analisis data secara langsung dengan

masyarakat setempat agar mendapatkan bukti kebenarannya. Akan tetapi, tidak

menutup kemungkinan metode-metode penelitian lain yang sekiranya dapat

menunjang dalam perolehan data penelitian secara valid turut pula diterapkan.

32

Muh. Nzir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), 202.

33

Lexy J. Moleong, “Metodologi Penelitian Kualitatif,

(Bandung: Remaja Rosdakarya,

2009), h., 6.

34
(30)

Cara yang ketiga yaitu melalui dokumentasi, Dokumentasi diperoleh

melalui pengumpulan atau pengolahan data. Sifat yang terkandung dalam

data-data yang berbentuk dokumentasi tak terbatas pada ruang dan waktu. Hal ini lah

yang kemudian memberi kesempatan bagi peneliti untuk tidak hanya terfokus

pada pengetahuan yang ada di masa sekarang namun juga hal-hal yang pernah

terjadi di masa lampau.

35

Dokumentasi ini digunakan sebagai bukti yang real

dalam pengumpulan data menjadi penting saat digunakan untuk mendukung dan

menambah bukti dari sumber-sumber lain. Metode ini digunakan untuk

memperkuat atau melengkapi data penting yang harus di ringkas untuk

menciptakan pertanyaan yang akan di ajukan penetilian.

36

Setelah keseluruhan data yang diperoleh selanjutnya di lakukan

pengolahan data. Analisa perlu dilakukan untuk mengetahui keakuratan dan untuk

mempertanggung jawabkan keabsahan data.

Alanalisis yang dilakukan dengan hal-hal yang telah diteliti yang

kemudian akan dikaitkan dengan teori yang telah ditentukan. Dalam hal ini tidak

cukup hanya dengan melakukan penjabaran, melaikan juga dengan penjelasan

yang akan di pandu dengan teori yang ditentukan.

Anaisis dilakukan dengan pengelolaaan data yang sudah ada. Dari

penyuntingan hingga analisa yang merupakan hasil akhir penelitian. Penyuntingan

adalah pemeriksaan kembali seluruh daftar pertanyaan yang dikembalikan

responden. Dengan begitu penulis bisa menyimpulkan dan menjelaskan

35

Burhan Bungin, peenlitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2007), h., 124-125.

36

Dawson R. Hancock,

Doing Case Study Research, (New York: Teacher College Press,

(31)

bagaimana kehidupan masyarakat syi’ah pasca konflik di penampungan Rusun

Jemundo sidoarjo. Denga demikian hasil penelitian yang telah direvisi dan

pengecekan ulang dapat di pertanggung jawabkan secara akademik.

H.

Sistematika Pembahasan

Sistematika

penulisan

dalam

penelitian

ini

desususn

untuk

mempermudah pemahaman sehingga dapat menghasilkan pembahasan yang

sistematis. Penulisan penelitian ini dibagi menjadi lima bab, yang terdiri dari

berbagai bab, sebagai berikut pemabahasan terperinci penulis yang diganakan,

yaitu:

Bab pertama merupakan pendahuluan, yang mana padabab ini

mengawakili seluruh rangkaian pembahasan yang terdiri dari sub-sub bab, yang

meliputi latar belakang penelitian, rumusa nmasalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, telaah kepustakaan, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika

pembahasan.

Bab kedua menjelaskan kembali secara singkat tentang latar belakang

pecahnya konflik di Karang Gayam Omben, Sampang. Dan sampain pada awal

diungsikannya komunitas Syi’ah di berbagai tempat sampai pada Jemundo

sidoarjo.

Bab ketiga merupakan pembahasan tentang klasifikasi data penelitian.

Dalam bab ini dijelaskan tempat penelitian, dan gambaran umum tempat

(32)

apa saja yang mereka lakukan untuk mendapatkan haknya pasca konflik di

penampungan, Jemundo Sidoarjo.

Bab keempat merupakan penggabungan antara hasil penelitian dengan

teori. mengenai kehidupan komunitas Syi’ah di penampungan dan hal apa saj

ayeng meraka upayakan untuk pendapatkan haknya yang telah direnggut paksa

darinya pasca konflik.

Bab kelima, berisi kesimpulan dari hasil penelitian, analisis serta saran

dari penulis, dan harapan dalam kesimpulan dapat menjawab permasalahan

penelitian yang terdapat pada rumusan masalah, dan dapat memberikan saran

yang sesuai dengan hasil kesimpulan penelitian. Bagian akhir yang berisi daftar

(33)

BAB II

AWAL PENGUNGSIAN

A.

Sekilas Konflik Syi’ah-Sunni

Konflik antara komunitas Syi’ah dan Sunni merupakan konflik

internal-umat satu agama yang memiliki pemahaman yang berbeda. Konflik ini telah

berlangsung cukup lama dan berulang-ulang, hingga akhirnya mencapai

klimaks pada 26 Agustus 2012 menjadi salah satu kasus konflik antar

kelompok agama yang menyedot perhatian dalam beberapa tahun terakhir ini.

Pasalnya, konflik tersebut telah mengakibatkan korban yang cukup parah.

Terdiri dari satu orang tewas dan sejumlah orang lainnya luka parah, serta

puluhan rumah terbakar. Selain itu, telah mengakibatkan sejumlah warga syiah

diungsikan ke Rumah Susun di komplek pasar Puspa Agro, Desa Jemundo

Sidoarjo. Hingga kini, pengungsi Syi’ah sebanyak 235 jiwa, terdiri atas orang

dewasa dan anak-anak.

1

Konflik ini bukanlah murni karena persoalan keyakinan. Mulai dari

faktor intern (keluarga) yang meluas menjadi faktor keagamaan dan faktor

kepentingan (politik) serta puncaknya yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Sampang bahkan Menteri Agama menegaskan bahwa Syi’ah sebagai aliran

sesat yang bertentangan dengan ajaran Islam. Beberapa faktor pemicu konflik

antara lain:

1

(34)

1.

Faktor Internal (Keluarga)

Berlatar belakang asmara perseteruan antara dua saudara yaitu Raisul

Hukama dan Tajul Muluk yang kedunya sama-sama kaum Syi’ah dan

keduanya merupakan pengurus IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia).

Raisul ingin menikahi salah satu santrinya yang bernama Halimah, namun

Tajul Muluk tidak merestuinnya.

2

Raisul merasa terkhianati kemudian Raisul

keluar dari ajaran Syi’ah dan bergabung dengan kelompok yang berlawanan

(Suni) untuk membangun kekuatan mengalahkan Tajul Muluk dengan

menyebarkan isu penolakan terhadap ajaran syi’ah yang dipimpin Tajul Muluk

(2005). Pada bulan Maret 2009, Halimah menikah dengan Abdul Aziz yang

merupakan orang dekat Tajul Muluk. Tajul Muluk yang menikahkan sekaligus

menjadi saksi, hal ini semakin memperuncing pertikaian diantara kakak

beradik ini.

2.

Faktor Kepentingan (Politik)

Politik demokrasi dan keragaman sosikultural Indonesia membari

kontribusi yang besar bagi tumbuh dan berkembangnya demograsi yang

berbasis pada pluralitas politik dan multikultural.

3

Implementasi dari politik

demokrasi antara lain adalah pemilohan kepala daerah (Pilkada). Keseluruhan

proses Pilkada merupakan suatu arena unjuk pluralitas politik pada daerah

2

Muhammad Afdillah, “

Dari Masjid Ke Panggung Politik...”,

(Yogyakarta: CRCS 2016),

h.,55

3

(35)

otonom. Dalam era pembaharuan politik, format. Pilkada adalah untuk

menghasilkan demokrasi yang mendekati subtansi. Pilkada sebagai salah satu

bagian integral dari proses demokratisasi di Indonesia.

4

3.

Faktor Pemerintahan

Berdasarkan Keputusan Fatwa MUI Propinsi Jatim Tentang Kesesatan

Aliran Syiah (21 Januari 2012)

5

yang sebelumnya telah terjadi penyerangan

terhadap warga Syiah di Sampang (21 Desember 2011) disusul dengan

dikeluarkannya Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 55 Tahun 2012

Tentang Pembinaan Kegiatan Keagamaan dan Pengawasan Aliran Sesat di

Jawa Timur (Pergub Jatim No. 55 Tahun 2012) yang keluar pada tanggal 23

Juli 2012

6

yang menguatkan Fatwa MUI Jatim yang telah dikeluarkan

sebelumnya. Hal ini membuktikan bahwa kebebasan beragama di Indonesia

masih sangat kurang.

Terlebih setelah Pergub No. 55 Tahun 2012 dikeluarkan terjadi lagi

penyerangan dengan skala lebih besar yang mengakibatkan sembilan rumah

terbakar, dua orang meninggal, lima lainnya orang terluka, selain korban dari

warga Kapolsek Omben juga terluka parah. Ada dua versi tentang bentrokan

tersebut. Versi pertama, insiden itu berawal dari rencana keluarga membesuk

4

Siti Aminah,

“Kuasa Negara Pada Ranah Politik Lokal”

, (Jakarta: kencana Prenada

media Group, 2014), h. 225

5

Fatwa MUI Jawa Timur Tentang Kesesatan Ajaran syiah No. Kep-01/Skf

MUI/JTM/I2012 ditanda tangani pada tanggal 21 Januari 2012oleh ketua umum KH.

Abdusshomad Buchori dan Sekretaris Umum Drs. H. Imam Tabroni MM

6

(36)

Tajul Muluk di lapas. Diperjalanan, mobil yang dikendarai keluarga Tajul

Muluk dicegat kelompok lain. Mereka mengolok-olok keluarga Tajul Muluk

sebagai penganut ajaran sesat. Untuk menghindari bentrokan, keluarga Tajul

Muluk mengurungkan niat pergi ke lapas. Namun, kelompok penghadang terus

membuntuti akhirnya bentrokan pun tak terhindarkan. Versi kedua, bentrokan

ini berawal dari keberangkatan 20 santri kelompok syiah yang hendak balik ke

pondok di Bangil, Pasuruan dan Pekalongan. Mereka kemudian dihadang

kelompok anti syiah, warga syiah diminta kembali ke rumah mereka dengan

turun dari mobil. Lalu mereka diarak. Setiba dikampung Syi’ah suasana

bertambah panas. Bentrokan diantara kedua kelompok pun pecah.

7

B.

Kehidupan Syi’ah di Pengungsian

Dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya konflik membuat

penduduk setempat harus mengungsi ke tempat yang lebih aman dan

kondusif sehingga secara langsung mengganggu bahkan menghentikan

aktifitas sehari-hari yang sudah menjadi rutinitas penduduk. Dikarenakan

aktifitas yang terganggu maka dalam pemenuhan kebutuhan hidup

sehari-hari tidak dapat terpenuhi dengan baik seperti sebelum terjadinya konflik.

Mau tidak mau korban konflik yang bertempat tinggal di pengungsian

harus berupaya semaksimal mungkin untuk dapat memenuhi kebutuhan

7

(37)

hidup sehari-hari, meskipun melihat kondisi di tempat pengungsian yang

tidak memungkinkan bagi mereka untuk mencari penghasilan yang

digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Polres Sampang memutuskan membawa dan mengamankan Tajul

Muluk ke kantor Polres Sampang. Untuk semtara waktu Tajul Muluk

ditempatkan di rumah kediaman Wakapolres Sampang. Karena tidak ada

kejelasan dalam penyelesaian masalah dan tidak nyaman diperlakukan

layaknya tahanan rumah akhirnya pada tanggal 16 April 2011 Tajul Muluk

memutuskan untuk pergi ke Malang karena banyak kerabat dan temannya

disana.

8

Semua pihak yang berwenang di Sampang telah mengambil keputusan

bahwa solusi awal dalam penyelesain konflik Syiah-Suni adalah dengan

mengasingkan Tajul Muluk keluar dari pulau Madura. Mereka berpendapat

bahwa dengan ditinggalnya Tajul Muluk warga yang menjadi pengikut

Syiah akan berbalik kepada ajaran Suni. Namun, pendapat tersebut salah,

jamaah Syiah dengan gigih tetap mempertahankan keyakinannya. Kondisi

ini membuat situasi desa memanas. 20 Desember 2011 didusun Gedeng

Laok, rumah salah satu pengikut syiah yang masih kerabat dekat Tajul

Muluk dibakar massa, sebelum dibakar pintu rumah ditutup dengan palang

kayu dari depan. Untunglah ia bisa menyelamatkan diri. 29 Desember 2011,

massa yang berjumlah 500 an mengepung pesantren dalam waktu singkat

(38)

merusak dan membakarnya hingga habis. Kompleks pesantren yang terdiri

dari rumah tinggal keluarga Tajul, mushola, ruang kamar santri, ruang

kamar kelas, toko kelontong dan segala isinya ludes terbakar. Setelah

membakar rumah Tajul dan pesantrennya massa bergerak ke menuju rumah

warga yang penganut syiah lain yaitu Iklil dan Syaiful rumah mereka

dibakar hingga menjadi abu. Khawatir warga pengikut Syiah melakukan

perlawanan yang dapat menimbulkan korban di kedua belah pihak, aparat

kepolisian

mendatangi

rumah-rumah

warga

pengikut

syiah

dan

mengevakuasi mereka ke kantor kecamatan Omben. Karena keadaan kantor

yang tidak memungkinkan untuk menapung warga maka selanjutnya

mereka dipindahkan ke Gedung Olahraga Kabupaten Sampang. Dari total

jamaah syiah di dusun Nangkareng yang berjumlah 584 atau 135 kepala

keluarga hanya 306 orang yang dievakuasi, dimana sebagian besar terdiri

dari perempuan, anak-anak, dan balita.

1.

Pengungsian di Gor (Gedung Olahraga)

Di GOR (Gedung Olahraga) Kabupaten Sampang yang berbentuk

bundar Warga Syi’ah diungsikan. Pengungsi tidur beralaskan tikar dan

karpet seadanya, banyak diantara mereka harus tidur beralaskan kardus

karena jumlah karpet dan tikar yang tidak memadai. Untuk kebutuhan

sehari-hari para pengungsi tidak mendapatkan pelayanan dan fasilitas yang

cukup. Meraka mendapatkan jatah makan 3 kali sehari berupa nasi bungkus

(39)

saja hal ini sangat tidak berimbang dengan kebutuhan pengungsi yang

berjumlah ratusan orang. Pembuatan kamar mandi dan WC darurat baru

disediakan oleh pemerintah setelah satu minggu pengungsi menghuni Gor

Sampang. Belum lagi soal kesehatan. Sama sekali tidak ada dokter yang

memantau atau memeriksa keadaan kesehatan pengungsi. Untuk pelayanan

kesehatan hanya ditempatkan beberapa petugas dari dinas kesehatan yang

tidak terlalu peduli dengan keadaan pengungsi. Keadaan semakin runyam

ketika pemerintah melarang pengungsi mendirikan dapur umum, sedangkan

pemerintah tidak menyediakan logistik yang memadai. Sebagian besar

pengungsi adalah anak-anak, akan tetapi pemerintah tidak menyediakan

kebutuhan belajar dan bermain serta kebutuhan psiko sosial bagi anak-anak.

Bahkan untuk kebutuhan dasar bagi balita pun juga tidak tersedia. Banyak

diantara ibu-ibu kesulitan untuk memandikan bayinya karena tidak ada air

hangat.

9

Pengungsi yang telah bertahan di GOR sering mengalami intimidasi

agar mau di relokasi. Bahkan pemerintah kabupaten Sampang menghentikan

bantuan agar masyarakat Syi’ah direlokasi atau berpindah mahzab menjadi

Sunni. Penghentian bantuan itu tidak hanya sekali dua kali bahkan

berkali-kali. Selang sebulan, pada tanggal 20 Juni 2013, sejumlah massa

mendatangi GOR Tennis Indoor Kabupaten Sampang. Mereka mendesak

agar pemerintah memindahkan pengungsi Syi’ah ke Rusunawa Jemundo,

Sidoarjo. Menanggapi tuntutan ini, Pemkab Sampang memindahk

9

(40)

pengungsi dengan 3 truk, 2 bus polisi, dan dikawal dengan 2 mobil polisi.

Sejak saat itu, sekitar 168 orang pengungsi Syiah menempati Rusunawa

Jemundo, Sidoarjo.

10

2.

Rusun Jemundo Sidoarjo

Ketidak jelasan terkait sampai kapan warga Syi’ah Sampang

menempati rumah susun di Jemundo, Kecamatan Taman, Kabupaten

Sidoarjo ini, memicu kekhawatiran akan kelangsungan masa depan para

orang tua dan anak-anak yang merasa terusir. Ummi Khulsum, warga Syiah

Sampang mengatakan, relokasi paksa ini menunjukkan bahwa pemerintah

tidak berpihak pada masyarakat yang menjadi korban.

“Iya itu gak ada kepastian dari pemerintah, sampai berapa bulan disini

kita tidak dikasi tahu. Nah itu saya kecewanya sama pemerintah, kenapa

pemerintah memperlakukan kita seperti ini,” papar Ummi Khulsum, Warga

Syiah Sampang. Menurut Iklil Almilal, relokasi paksa oleh kelompok

intoleran yang didukung pemerintah, menimbulkan trauma tersendiri pada

anak-anak maupun para perempuan. “Setelah sampai disini, anak-anak kecil

terutama ya trauma. Sebenarnya kejadian kemarin (itu terjadi) di depan

mereka, dengan paksa. Mereka ya jelas (anak-anak itu) masih ada rasa

ketakutan, seperti itu,” jelas Iklil Almilal, Pemimpin Syiah Sampang

10

(41)

Pengusiran paksa yang tidak manusiawi serta tidak memperdulikan

kesamaan hak warga negara, disesalkan Komisi untuk Orang Hilang dan

Korban Tindak Kekerasan. Pengusiran paksa yang dilakukan oleh jajaran

pemerintah di Kabpaten Sampang, baik itu DPRD, Wakil Bupati, dan

beberapa pemerintah yaitu Kesbangpol, dan juga melihat pembiaran

Kepolisian terkait pemaksaan yang dilakukan oleh beberapa Kiyai yang

masuk di dalam gedung GOR waktu itu.”

11

Mengakibatkan komunitas

Syi’ah sampai sekarang masih mengungsi di rusun jemundo sidoarjo.

11

(42)

BAB III

TEMUAN DI LAPANGAN

A.

Gambaran Umum Pengungsi Syi’ah di Rusun Jemundo Sidoarjo

1.

Profil Rusun Jemundo Sidoarjo

Rusun (Rumah susun) Jemundo Sidoarjo merupakan dua bangunan

yang besar dan terdiri dari lima lantai manun demikian dingding temboknya

sudah mulai pecah-pecah dan bahkan ada yang sampai ngelupas, selain itu cat

temboknya yang mulai memudar sehingga kondisinya sudah mulai

menghawatirkan orang yang menempatinya. Bangunan berwarna biru tersebut

dikelilingi oleh halaman yang cukup luas. Kondisi Rusun saat peneliti kunjungi

tampak sepi, tidak banyak orang yang lalu lalang di sekitar Rusun. Rusun

Jemundo ini tidak semuanya dihuni oleh komunitas Syi’ah dari Sampang

melainkan ada beberapa warga merupakan penduduk yang menyewa Rusun

tersebut. Memasuki kawasan Rusunawa, aktivitas penghuni terlihat tidak telalu

ramai, hanya beberapa aktivitas pengungsi, yaitu ibu-ibu yang sedang mencuci

baju dan bapak-bapak yang sedang berbincang-bincang santai.

(43)

selebihnya berada di Gedung A.

1

hubungan sosial antara warga yang bukan

pengungsi dengan warga pengungsi Syiah juga nampak harmonis. Sementara

itu, untuk aktivitas keagamaan seperti mengaji dan belajar anak-anak,

pengungsi Syi’ah selalu menggunakan lantai 5 atau terkadang juga di lokasikan

perkiran sepeda motor bagian bawah.

Para pengungsi Syi’ah masing-masing menempati kamar berukuran

6x6 meter yang digunakan untuk ruang kumpul keluarga, ruang tamu, dan

bahkan termasuk dapur, dan kamar mandi. Sementara untuk kebutuhan MCK

sudah tersedia fasilitas air yang menggunakan pompa air, meski terkadang

sering macet airnya. Sementara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti

sandang dan pangan warga Syiah masih mendapatkan bantuan dari Pemerintah

Daerah Jawa Timur serta BPBD setempat. Banyak warga yang mengeluhkan

ingin segera kembali ke kampung halamannya di Sampang, namun demi alasan

keamanan sampai saat ini terhitung lima tahun sudah mereka belum juga bisa

kembali ke kampung halaman mereka masing-masing. kebanyakan dari mereka

sudah pasrah dan menyerahkan urusan ini kepada pemerintah untuk mencari

solusi terbaiknya.

2

Rusun Jemundo Puspa Agro berada di komplek Pasar Induk Puspa

Agro yang secara administratif beralamat di Jl. Sawunggaling 177–183

Jemundo, Taman Sidoarjo. Di dalam komplek Puspa Agro terlihat bangunan

1

Romel Masykuri dkk., Laporan mini reset

“mengungkap Penglaman Komunitas Syiah

Sampang di Pengungsian”

Magister Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya

(februari, 2017)

2

(44)

yang megah di sekitar Rusunawa, mulai dari pasar, laboratorium klinis, balai

pertemuan, perkantoran, mini market, dan area wisata agro. Di komplek Puspa

Agro ini terdapat dua Rusun, yang satu warna biru dan satunya lagi berwarna

merah. Rusun yang ditempati komunitas Syiah Sampang berwana biru,

memiliki lima lantai yang terdiri dari 76 kamar di blok A dan 76 kamar di blok

B, jadi total kamar berjumlah 152 kamar. Berdasarkan informasi yang kami

terima tidak semua kamar ditempati oleh komunitas Syi’ah yang berjumlah 82

KK. kurang lebih hanya 76 kamar, yang lain ditempati oleh penyewa, sebagian

juga ditempati pengungsi WNA dari Timur Tengah. Barulah setelah

meletusnya konflik Sunni-Syiah di Sampang, Madura. Rusun ini digunakan

sebagai tempat relokasi atau pengungsian bagi warga Syiah yang sebelumnya

menghuni GOR Sampang. Para pengungsi mulai menghuni Rusun ini pada

hari Kamis, 20 Juni 2013.

3

2.

Keadaan Pengungsi di Rusun

Pada tahun pertama mengungsi, Pemprov Jatim memberikan bantuan

berupa nasi yang dimasak oleh Tim Taruna Siaga Bencana (TAGANA).

Kurang lebih selama satu tahun komunitas Syi’ah menerima bantuan nasi

tersebut. Namun demikian, bantuan nasi ini terkadang abai terhadap anak-anak

dan balita sebagai mana makanan yang disediakan tidak sesuai dengan gizi

yang seharusnya diberikan terhadapanya. Bahkan, terkadang kualitas makanan

yang diberikan tidak layak. Akibatnya, kurang lebih selama tahun-tahun

3
(45)

pertama mengungsi, komunitas Syiah Sampang berusaha untuk memenuhi

kebutuhannya sendiri.

4

Ibu Hayati juga mengungkapkan bahwa nasi bungkus

yang diberikan terkadang berasnya apek.

5

Dan juga dulu awal komunitas Syi’ah mengungsi Pemprov Jatim

menyediakan layanan kesehatan gratis, akan tetapi penyediaan layanan

kesehatan tersebut hanya bersifat sementara. Penuturan mereka cukup kesulitan

untuk mengakses fasilitas kesehatan karena persoalan administratif.

6

Bantuan

nasi dari Tim Tagana dirasa tidak efektif lagi untuk jangka panjang. Akhirnya

Pemprov Jatim memberikan bantuan berupa Tunjangan Hidup (Jadup) sebesar

Rp 709.000,00 dan bantuan nasi dari TAGANA dihentikan. Suwisyono,

Kasubag

Pencegahan

Konflik

Bakesbangpol

Provinsi

Jawa

Timur

menyebutkan bahwa alokasi bantuan Jadup tersebut diambil dari dana APBD

karena merupakan kebijakan Pemprov Jawa Timur.

7

Berdasarkan penjelasan komunitas Syi’ah di penampungan, saat ini

sejumlah 332 jiwa menjadi pengungsi terdiri dari 154 anak-anak usia sekolah

dan 9 usia batita (0-4 th). Dan saat penulis berada di lokasi, terhitung hanya

sekitar 234 jiwa yang menetap di rusun lima lantai tersebut. Sementara Yang

lain tinggal bersama keluarganya karena menikah dengan orang luar (non

4

Iklil,

Wawancara

, Sidoarjo, 21 Juli 2017. Dan juga, Laporan mini reset

“Mengungkap

Penglaman Komunitas Syiah Sampang di Pengungsian”

Magister Ilmu Politik

Universitas Airlangga Surabaya (februari, 2017)

5

Hayati

Wawancara

, Sidoarjo, 21 Juli 2017.

6

Rohma,

Wawancara

, Sidoarjo, tanggal 21 juli 2017.

7

Romel Masykuri dkk., Laporan mini reset

“mengungkap Penglaman Komunitas Syiah

(46)

pengungsi),. “Ada juga yang bekerja di Malaysia sehingga ketika konflik pecah

dan komunitas Syi’ah di ungsikan mereka yang menjadi TKI kembali lagi

menjadi TKI, ada juga yang tinggal bersama orang tuanya karena mengurus

orang tua yang sudah tua.”

8

Selama hidup di pengungsian, komunitas Syiah Sampang tetap

berusaha untuk melanjutkan kehidupan sebagaimana mestinya. Mereka hidup

dalam keadaan bimbang, pasrah akan nasib serta masa depan mereka.

Terkadang saat hujan turun komunitas Syi’ah merasa takut dan hawatir

dingding bangunan tiba-tiba roboh ketika di timpa hujan dan angin yang

kencang yang memang dingding tersebut sudah mulai menghawatirkan

kondisinya. Namun demikian komunitas Syi’ah Sampang yang hampir

memasuki tahun ketujuhnya dapat hidup berdampingan dalam kehidupan

sehiri-harinya, baik dengan sesama komunitasnya maupun dengan penduduk

sekitar. Namun mereka tetap menginginkan untuk segera pulang ke Sampang.

Orang tua dan anak-anak menginginkan untuk dapat segera pulang ke

Sampang, hidup dengan damai, dan melakukan aktivitasnya seperti dahulu.

Harapan untuk pulang masih mengebu-ngebu dalam hati mereka sampai

sekarang.

Selain belum adanya kepastian dan jaminan keamanan para pengungsi

untuk pulang menyebabkan para pengungsi merasa takut untuk kembali ke

Sampang meskipun mayoritas pengungsi ingin pulang. Permasalahan lain yang

8
(47)

dialami oleh pengungsi hingga saat ini adalah belum adanya kejelasan akan

nasib harta benda mereka yang telah mereka tinggalkan di Sampang dimana

para warga disana memiliki rumah dan tanah serta harta benda namun tidak

legal secara hukum melainkan kepemilikan sejak dahulu secara turun temurun

sehingga menyebabkan banyak sekali rumah dan tanah dari para pengungsi

yang diambil dan ditempati oleh orang lain sehingga tuntutan para pengungsi

Syi’ah Sampang kepada pemerintah terus dilakukan namun hingga saat ini

tidak ada kejelasan akan harta mereka.

Tekanan-tekanan yang terjadi menyebabkan banyak konflik yang ada

dalam diri para pengungsi konflik sampang ini yang menyebabkan mereka

harus terus beradaptasi dengan apa yang terjadi atau bahkan menerima kondisi

apapun yang mereka alami sehingga dibutuhkan adanya cara bagi para

pengungsi untuk terus bertahan dalam kondisi penuh dengan tekanan dan

ketidakpastian tersebut.

B.

Usaha Bertahan di Pengungsian

(48)

maka dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari tidak dapat terpenuhi dengan

baik seperti sebelum terjadinya konflik.

Mau tidak mau korban konflik yang bertempat tinggal di pengungsian

harus berupaya semaksimal mungkin untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari dan ertahan hidup, meskipun melihat kondisi di tempat pengungsian

yang tidak memungkinkan bagi mereka untuk mencari penghasilan yang

digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun mereka tetap berupaya

semaksimal mungkin karena banyaknya kebutuhan.

Banyak hal yang membuat mereka tetap semangat dan bisa bertahan

hingga sekarang namun demikian awal dipindahkannya mereka ke Rusun

Jemundo, tidak banyak yang bisa mereka lakukan, dalam kegiatan sehari-harinya,

mereka hanya bercengkraman dengan komunitasnya.

Namun, belakangan Tajul yang

telah di lepaskan dari penjara mulai melakukan aktifitas seperti beternak kambing di

sebelah rusun dan menanam sayyur-sayuran dan bahkan berternak lele untuk mengisi

waktu luangnya dan untuk kebutuhan sehari-hari mereka.

Selain itu, tajul yang merupakan salah satu pimpinann komunitas Syi’ah

memulai memimpin kegiatan keagamaan bersama pengungsi di Rusun, biasanya

kegiatan dipusatkan di lantai lima. "Setiap malam ada tadarus Al-qur’an bersama.

Sedangkan pengajian rutin biasanya digelar setiap malam Jumat."

9

Dalam

kegiatan rutin tersebut Tajul sering menasehati agar komunitas Syi’ah selalu tegar

dalam menghadapi hal ini karena sejatinya manusia hidup didunia ini hanya akan

9

Referensi

Dokumen terkait

Standar ini menetapkan klasifikasi, syarat bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan makanan, cara penanganan dan pengolahan, teknik sanitasi dan higiene, syarat mutu dan

Apabila nilai koefisien ACF pada setiap lag sama atau mendekati nol maka data stasioner, jika sebaliknya, nilai koefisien ACF relatif tinggi maka data tidak stasioner.Jika

Teknik pembutan mi jagung dengan ekstrusi piston atau ram (Subarna dkk, 1999) serta teknik pembuatan mi jagung menggunakan sistem ekstrusi ulir (Waniska et al., 2000)

Pada penelitian tersebut, kejadian menggigil pasca anestesi tidak terjadi pada kelompok yang mendapat tramadol 3 mg/kg BB intra vena yang diberikan saat penutupan luka,

Penerapan program Perhutanan Sosial melalui sistem mina hutan ( silvofishery ) di ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu pendekatan yang tepat dalam pemanfaatan

Dominasi tanaman pertanian sebagai penghasil pangan pada pola agroforestri baik dari kuantitas jenis maupun penempatan ruang tumbuh memberi indikasi bahwa petani di Desa

In the case of the story of Liang Shanbo 梁山伯 and Zhu Yingtai 祝英台 , where we have seen the publication of large compilations of materials, the projects seems to have had

Tinggi badan anak baru masuk SD dapat memberikan gambaran pertumbuhan umur sebelumnya yang berkaitan erat dengan riwayat kesehatan dan gizi masa lampau,