• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUDAYA KERJA DAN SPIRITUALITAS MELALUI PROSES PENDIDIKAN DI YAYASAN NURUL HAYAT SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BUDAYA KERJA DAN SPIRITUALITAS MELALUI PROSES PENDIDIKAN DI YAYASAN NURUL HAYAT SURABAYA."

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister Dalam Program Studi Pendidikan Agama Islam

Oleh:

IHYAUL KHOLID NIM. F13213144

PROGRAM PASCASARJANA

KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Tesis ini adalah hasil penelitian Ihyaul Kholid yang berjudul “Budaya Kerja

dan Spiritualitas Melalui Proses Pendidikan Di Yayasan Nurul Hayat Surabaya.”

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan tentang: bagaimana spiritualitas dan budaya kerja itu dikembangkan di yayasan Nurul Hayat Surabaya dan bagaimana sudut pandang pendidikan terhadap penanaman budaya kerja dan spiritual di yayasan Nurul Hayat Surabaya.

Dalam penelitian ini, penulis berusaha mengumpulkan data-data lapangan yaitu dari yayasan Nurul Hayat Surabaya, baik berupa data primer maupun data sekunder dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Dalam penelitian ini terdapat dua fenomena yaitu budaya kerja dan spiritualitas yang diterapkan melalui proses pendidikan. Setelah peneliti membandingkan data dari hasil pengamatan dengan data dari hasil wawancara dan dokumentasi tentang penanaman budaya kerja dan spiritualitas di yayasan Nurul Hayat Surabaya, penulis mengkorelasikan dengan komponen-komponen pendidikan yang ada di pendidikan formal.

Dari hasil penelitian tentang budaya kerja dan spiritualitas yang dikembangkan di yayasan Nurul Hayat Surabaya, dapat diketahui bahwa penanaman spiritualitas bagi para karyawan dapat mendorong semangat budaya kerja bagi karyawan. Spiritualitas yang ditanamkan pada karyawan dapat membentuk mainset karyawan bahwa setiap kebaikan yang dilakukan untuk perusahaan, hasilnya pasti akan kembali kepada dirinya sendiri baik dalam bentuk materi maupun non materi. Sehingga karyawan akan mempersembahkan budaya kerja yang terbaik untuk perusahaan. Praktek spiritualitas di tempat kerja mampu menciptakan budaya kerja baru yang menjadikan karyawan merasa lebih bahagia dan bekerja lebih baik serta enggan untuk pindah ke tempat kerja lain. Penanaman spiritual karyawan Nurul Hayat disampaikan dalam bentuk pendidikan seperti training, kajian spiritual berupa ilmu akhlak dan ilmu tasawwuf dan pembiasaan diri membangun spiritual melalui amalan-amalan sunnah. Adapun proses pendidikan yang ada di Nurul Hayat juga memenuhi komponen-komponen pendidikan, seperti adanya peserta didik dan pendidik, terdapat kurikulum, menggunakan metode pembelajaran dan evaluasi pembelajaran.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

DAFTAR TRANSLITERASI ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 9

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 11

E. Kegunaan Penelitian ... 11

F. Kerangka Teoritik ... 12

G. Penelitian Terdahulu ... 17

(8)

I. Sistematika Bahasan ... 27

BAB II : PENDIDIKAN DAN NILAI-NILAI BUDAYA KERJA A. Pendidikan ... 29

B. Nilai dan Budaya Kerja ... 44

C. Macam-macam Nilai Budaya Kerja ... 55

D. Konsep Kerja menurut Islam ... 57

E. Pendidikan Sebagai Pembentuk Budaya Kerja ... 67

BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG YAYASAN NURUL HAYAT SURABAYA A. Sejarah Berdirinya Yayasan Nurul Hayat Surabaya ... 75

B. Identitas dan Legalitas Yayasan ... 76

C. Struktur Kepengurusan dan Keanggotaan Yayasan ... 77

D. Komitmen Yayasan ... 83

E. Program Kemanfaatan Yayasan ... 83

F. Program Kemandirian Yayasan ... 91

BAB IV : PENANAMAN SPIRITUAL DAN BUDAYA KERJA DI YAYASAN NURUL HAYAT SURABAYA A. Spiritualitas dan Budaya Kerja di Yayasan Nurul Hayat Surabaya ... 92

B. Spiritualitas Sebagai Pendorong Budaya Kerja di Yayasan Nurul Hayat Surabaya ... 95

(9)

B. Pendidik Penanaman Budaya Kerja dan Spiritualitas ... 101

C. Kurikulum Penanaman Budaya Kerja dan Spiritualitas... 102

D. Proses Penanaman Budaya Kerja dan Spiritualitas ... 105

E. Strategi Penanaman Spiritualitas dan Budaya Kerja ... 107

F. Evaluasi Penanaman Budaya Kerja dan Spiritualitas ... 110

G. Kesesuaian Antara Pendidikan dan Budaya Kerja Nurul Hayat Dikuatkan dengan Dalil Naqli ... 115

H. Budaya Kerja Nurul Hayat dan Budaya Kerja Kementerian Agama Republik Indonesia... 118

BAB VI: PENUTUP A. Kesimpulan ... 120

B. Saran ... 123

Daftar Pustaka ... 124

Daftar Riwayat Hidup ... 128

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan satu-satunya makhluk Tuhan yang diciptakan paling

sempurna. Dengan kesempurnaan itu patutlah manusia untuk bersyukur atas

nikmat yang diterimanya. Namun tidak banyak manusia yang bisa mengerti dan

paham atas bagaimana cara mensyukuri nikmat kesempurnaan yang ia terima.

Hal ini karena setiap manusia yang dilahirkan ke dunia mempunyai pandangan

hidup yang berbeda-beda. Diantara pandangan hidup yang paling mendasari

perbedaan rasa syukur manusia yaitu pandangan hidup tentang beragama. Yaitu

agama yang dianut satu orang berbeda dengan agama yang dianut oleh orang

lain.1 Perbedaan agama dan kebebasan beragama seperti ini dapat memicu

perbedaan rasa syukur diantara manusia sebagai makhluk yang paling sempurna.

Rasa syukur manusia itu bisa muncul setelah ia mencapai suatu titik

keberhasilan yang didapatnya. Keberhasilan seseorang dalam hidup bisa dinilai

dari tingkat kesejahteraannya. Sedangkan tingkat kesejahteraan manusia itu tidak

bisa diukur dengan satu aspek saja. Secara general tingkat kesejahteraan manusia

dinilai dari aspek status pekerjaannya. Jika manusia tidak mempunyai pekerjaan ia

akan merasa diam dan tidak bisa mencukupi kebutuhannya, sehingga ia tidak

mendapatkan kesejahteraan dalam hidupnya. Menurut Karl Marx: “pekerjaan

adalah tindakan manusia yang paling dasar, dalam pekerjaan manusia membuat

1

(11)

dirinya menjadi nyata”.2

Dalam arti sosial keberadaannya itu dianggap ada oleh

manusia lainnya. Karena manusia yang tidak memiliki pekerjaan atau

pekerjaannya rendah, keberadaannya akan tersisihkan di antara manusia lainnya.

Selain itu pekerjaan adalah sebagai aktualisasi diri manusia untuk

mengungkapkan kemampuan dan bakatnya. Tolak ukur kehidupan seseorang itu

dilihat dari status pekerjaannya. Jika pekerjaannya direndahkan maka harga diri

orang itu juga direndahkan.

Secara general, munculnya Karl Marx dapat membangkitkan semangat

hidup dan semangat bekerja dari masyarakat rendahan untuk mendapatkan status

kesejahteraan hidup dengan menyibukkan diri untuk bekerja dan berkreasi. Entah

menjadi seorang wirausaha taupun sebagai penjual jasa. Seperti yang dikatakan

Amalia Petrovici “Social entrepreneurs act like agents of change in the social sector, by undertaking the mission to create and sustain social value (not just

private value), recognizing and constantly pursuing new opportunities to pursue

that mission; undertaking continuous innovation, adaptation, and learning, acting

beyond the limitations of the resources currently at hand, accounting for the

obtained outcome.”3

Jiwa entrepreneurship sangat berperan sebagai agen

perubahan dalam kehidupan sosial. Melakukan misi untuk menciptakan dan

mempertahankan nilai-nilai sosial seperti tanggung jawab, pembangun inovasi,

adaptasi, dan belajar dari keterbatasan adalah salah satu caranya.

2

Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revesionisme (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), hal 89.

3

(12)

Marx menawarkan sebuah teori tentang masyarakat kapitalis berdasarkan

citranya mengenai sifat mendasar manusia. Dia meyakini bahwa manusia pada

dasarnya produktif. Artinya, untuk bertahan hidup manusia perlu bekerja dengan

mengeksploitasi alam. Dengan bekerja seperti itu, mereka menghasilkan

makanan, pakaian, peralatan, perumahan, dan kebutuhan lain yang

memungkinkan mereka hidup. Produktifitas mereka bersifat alamiah, yang

memungkinkan mereka mewujudkan dorongan kreatif mendasar dan yang mereka

miliki. Dorongan ini diwujudkan bersama-sama dengan orang lain. Dengan kata

lain, manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial, mereka perlu bekerja sama

untuk menghasilkan segala sesuatu yang mereka perlukan untuk hidup.4

Perbedaan manusia dengan binatang yaitu binatang berbuat menggunakan naluri

dan hasil pencapaian selalu sama, sedangkan manusia memproduksi hasil dari

gambaran yang dicita-citakan. Dalam bahasa Karl Marx dikatakan: “Pekerjaan

sebagai suatu kekhassan manusia”.5

Oleh karenanya untuk membedakan manusia

dengan makhluk lain, maka setiap orang berusaha melakukan pekerjaannya

dengan penuh tanggung jawab.

Setelah Karl Mark, muncul tokoh lain dari Jerman seperti Max Weber

yang keberadaannya juga sangat berpengaruh pada peradaban dunia. Waber

sebagai seorang revolusioner mempunyai maksud untuk mengabarkan pada dunia

tentang keunikan peradaban bangsa Barat. Selain sebagai penggagas etika-etika

protestan, tampaknya Weber menyamakan persoalan ini dengan masalah

4 Ritzer, G. & Goodman, D.J, Teori Sosiologi Modern, terj. Alimandan dari judul asli “Modern

Sociological Theory” (McGraw-Hill) (Jakarta: Kencana-Prenada Media. 2003), 31-34.

5

(13)

kebangkitan kapitalisme yang sedang melanda bangsa barat.6 Weber berusaha

meingkatkan kesejahteraan manusia dengan meneladani sikap kapitalis yang

dimasuki etika protestan. Weber menjadi seorang revolusioner yang menyerukan

birokrasi rasionalisme telah diakui oleh beberapa kalangan. Hal ini dibuktikan

dalam semangatnya mengkaji Etika Protestan dan semangat Kapitalisme.

Gagasan-gagasan Weber yang paling relevan yaitu kritikan terhadap kapitalisme

dan kaitannya dengan proyek rasionalisasi modernitas.7 Weber mempunyai

kesamaan pemikiran dengan Marx tentang keterpurukan masyarakat buruh itu

adalah efek dari adanya perusahaan-perusahaan kapitalis. Weber berpendapat

bahwa meskipun perusahaan kapitalis itu ada, harus tetap ada kebebasan bagi

kaum buruh, tidak adanya penindasan dan harus terkontrol secara adil dan

sistematis.8

Semangat revolusi Karl Marx dalam hal mencari kebenaran ternyata tidak

bisa menembus pada kebenaran agama. Mark menganggap agama adalah suatu

rintangan yang menghalangi manusia untuk mendapatkan kebahagiaan yang

nyata. Menurutnya agama bukanlah solusi yang nyata, dan dalam kenyataannya

justru merintangi berbagai solusi nyata dengan membuat penderitaan dan

penindasan menjadi dapat ditanggung. Berbalik dengan Weber yang menyatakan

agama mempunyai peran yang sangat penting terhadap perubahan struktural

masyarakat, terutama dalam bidang pembangunan ekonomi. Diantara

pemikirannya yang mempengaruhi dunia yaitu, untuk menggerakkan semangat

6

Stanislav Andreski, Max Weber: Kapitalisme, Birokrasi dan Agama (Jogjakarta: PT. Tiara Wacana Jogja, 1996), 01.

7

Hikmat Budiman, Modernisme dan Krisis Rasionalitas menurut Daniel Bell (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1997), 61.

8

(14)

masyarakat buruh tidak hanya dari motivasi ekonomi saja, namun harus ditopang

dengan semangat ajaran agama.9 Weber dalam bukunya The Protestan Ethic and

The Spirit of Capitalism mengatakan bahwa faktor utama dalam mendorong spirit

kapitalisme dalam kegiatan ekonomi sekaligus menjadi etika dan doktrin yang

berlaku adalah agama Protestan.10 Meskipun Weber menyatakan bahwa agama

sangat berperan terhadap sosial dan ekonomi masyarakat, tetapi hanya protestan

yang dibenarkan, menafikan kebenaran agama yang lainnya tanpa mengetahui

lebih dalam.11 Islam menilai Weber sebagai tokoh revolusioner sosial ekonomi

yang berpedoman pada agama, bertindak terlalu subyektif. Padahal agama Islam

jauh lebih memasyarakat dalam masalah ekonomi dan sosial.

Ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. sangat mengatur tentang

keadilan ekonomi dalam masyarakat, memberikan solusi terhadap pekerjaan yang

baik, tidak merugikan antar sesama, mengembalikan hak-hak terhadap

pemiliknya, bahkan dalam menyikapi kaum buruh yang merasa tertidas dan

sebagai pelopor penghapusan perbudakan yang tidak manusiawi. Ini berarti Islam

adalah agama yang sangat perhatian terhadap masalah ekonomi masyarakat,

memberikan solusi dalam permasalahan masyarakat dan ajaran-ajarannya sangat

rasional, setelah dibuktikan oleh ilmuan-ilmuan dan penemuan masa kini. Pada

hakikatnya, bekerja dapat dipandang dari berbagai perspektif seperti bekerja

merupakan bentuk ibadah, cara manusia mengaktualisasikan dirinya, bentuk nyata

9

Hikmat Budiman, Modernisme dan Krisis Rasionalita, 62. 10

Abdul Jalil, Spiritual Enterpreneurship (Yogyakarta: PT. LKiS Printing Cemerlang, 2013), vii. 11

(15)

dari nilai-nilai, dan sebagai keyakinan yang dianutnya.12 Dan dengan demikian

pekerjaan akan menjadi sebuah kesukaan atau hobi yang tiada bosan untuk

dilakukan. Kalau pekerjaan sudah menjadi hobi, maka tidak akan ada rasa bosan

ataupun lelah dalam bekerja. Seperti yang dikatakan Tito Firmanto dalam

penelitiannya, “budaya kerja kekeluargaan yang ada pada perusahaan akan

meningkatkan komitmen afektif dan selanjutnya komitmen afektif akan

mengurangi turnover intention”13 bahwa turnover intention atau rasa bosan dan

ingin keluar dari pekerjaan itu bergantung pada budaya kerja yang sesuai dengan

kondisi atau kesukaan pekerja.

Urgensi spiritual sangat berperan terhadap optimalisasi pekerjaan duniawi.

Dengan seseorang memahami tentang hakikatnya dia bekerja, untuk siapa dia

bekerja dan seberapa penting dia bekerja dia akan merasa tekun dalam bekerja.

Ketekunan dalam bekerja juga harus diimbangi dengan penerapan nilai-nilai yang

baik. Sementara nilai-nilai yang baik itu tempatnya ada di dalam hati nurani.

Semua orang pasti memiliki potensi hati nurani yang baik dalam bekerja.14

Keadaaan memahami makna bekerja dalam hal ini tidak cukup dengan

mengandalkan kesadaran rasionalitas saja, tapi yang paling berperan dalam hal

ini adalah bersumber dari hati nurani seseorang.15 Dengan semakin dalam tingkat

kesadaran hati nurani seseorang, semangat kinerja seseorang semakin meningkat.

12Dedi Kurniawan, A. Rahman Lubis, Muhammad Adam, “Pengertian Budaya Kerja, dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan Internasional Federtion Red Cross(IFRC) Banda

Aceh”, Jurnal Manajemen, ISSN 2302-0199, (Agustus, 2012), 8. 13Tito Firmanto dan Anang Kistyanto, “Pengaruh Budaya Ker

ja Kekeluargaan terhadap Turnover

Intention Karyawan melalui komitmen Afektif”, Jurnal Ilmu Manajemen, Vol.1 no.1, (Januari, 2013), 6.

14Zainal bin Yang, Nilai, “Etika dan Budaya Kerja dalam Pentadbiran Sektor Awam di Malaysia

dari perspektif Islam”, Jurnal Pengurusan Awam Jilid 2 Bilangan 1, (Januari 2003), 53. 15

(16)

Pernyataan seperti ini telah dibuktikan oleh para pengusaha daerah kota Kudus.

Karena umumnya masyarakat Kudus adalah orang-orang yang rajin dan taat

menjalankan ibadah, baik yang mahdhah maupun yang ghoyru mahdhah.16

Pengakuan para masyarakat sekitar Kudus, dengan melakukan berbagai amaliyah

sunnah akan membuat hikmah dan barokah kelancaran rejeki yang diterimanya.

Hal ini terbukti dengan majunya tingkat perekonomian masyarakat Kudus,

terutama dalam hal perindustrian dan perniagaan. Kemakmuran masyarakat

seperti ini juga digambarkan oleh masyarakat Ciampea Bogor yang mempunyai

keanekaragaman mata pencaharian dari hasil pendidikan. Di pesantren Darul

Fallah terdapat kurikulum dan tambahan ketrampilan yang memadai, seperti ilmu

pertanian, teknik, sosial, ekonomi, ilmu pasti, ilmu pengetahuan, peternakan, dan

pertukangan.17 Yakni dengan hadirnya pondok pesantren Darul Fallah dapat

meningkatkan stabilitas ekonomi masyarakat Ciampea Bogor. Berbeda dengan

pondok pesantren yang lainnya yang semata-mata mendalami ilmu agama saja,

tanpa dibekali kemampuan untuk berwirausaha.

Pada era sekarang sudah waktunya kita prihatin terhadap masyarakat

muslim di sekitar kita untuk mengeluarkannya dari belenggu-belenggu

keduniawiaan belaka. Keadaan ekonomi yang ada di Indonesia, khususnya dalam

persoalan agama bagi para pekerja di perusahaan-perusahaan di Indonesia masih

sangat memprihatinkan. Para buruh atau karyawan perusahaan sangat

mementingkan masalah pekerjaan dan mengesampingkan urusan agamanya.

Keterbelakangan dalam urusan agama bagi para pekerja di Indonesia ada kalanya

16

Abdul Jalil, Spiritual Enterpreneurship, 8. 17

(17)

disebabkan oleh tidak punya kesempatan untuk melakukan kewajiban agamanya

karena sistem atau peraturan di perusahaan itu bisa juga karena kemalasan sendiri

bagi karyawan untuk melakukan kewajiban agamanya. Bila hal ini didiamkan

maka akan terlihat seperti ajaran Marxisme yang mengedepankan masalah

pekerjaan dan tidak menghiraukan agama.

Melihat problematika budaya kerja yang ada di Indonesia, penulis tertarik

untuk menyuguhkan sebuah profil dan program kerja dari suatu lapangan

pekerjaan berbentuk sebuah yayasan yang berkiprah dalam bidang sosial dan

dakwah yaitu Yayasan Nurul Hayat Surabaya. Nurul Hayat bisa kita jadikan Pilot

Project dalam masalah budaya kerja bagi sesama yayasan sosial yang lain atau

bagi perusahaan yang lain sebagai sesama bentuk lapangan pekerjaan. Nurul

Hayat memiliki program pendidikan keislaman yang begitu padat namun budaya

kerja disana semakin meningkat. Yayasan Nurul Hayat tidak sebatas sebagai

yayasan dakwah Islam saja namun telah menjadi sebuah yayasan sosial yang telah

diakui kinerjanya baik ditingkat provinsi maupun tingkat nasional. Dalam bidang

sosial Yayasan Nurul Hayat bekerjasama dengan Kementrian Sosial dalam

program pengentasan kemiskinan baik dalam pembinaan panti asuhan maupun

pembinaan anak jalanan.18 Pengentasan kemiskinan yang dilakukan Nurul Hayat

juga berbentuk lapangan pekerjaan, yang mana karyawannya dari seluruh cabang

hampir mencapai angka 400 orang. Dalam bidang pemberdayaan juga menjadi

Ormas terbaik se-Walikota Surabaya. Sehingga mendapatkan apresiasi langsung

dari Ibu walikota Surabaya, Ibu Tri Risma Harini sebagai organisasi sosial terbaik

18

(18)

dan professional dalam pemberdayaan para dhuafa dalam kesempatan peringatan

Hari pahlawan (10/11) tahun 2014.19 Dari sini patutlah yayasan Nurul Hayat patut

dijadikan sebagai pilot project yayasan lainnya.

Dalam pembahasan ini, penulis bermaksud mengenalkan kepada publik

tentang konsep penanaman nilai-nilai budaya kerja yayasan Nurul Hayat Surabaya

perspektif pendidikan agama Islam. Bagaimana strategi pimpinan Nurul Hayat

untuk membentuk budaya kerja yang islami tanpa mengurangi profesionalitas

kinerja karyawan. Sehingga Nurul Hayat dapat dijadikan contoh oleh yayasan

atau perusahaan lain sebagai yayasan yang bermanfaat untuk seluruh umat Islam.

Menyadari pentingnya eksistensi nilai-nilai budaya keislaman di

lingkungan pekerjaan, maka peneliti ingin mengungkap “Budaya Kerja Dan

Spiritualitas Melalui Proses Pendidikan Di Yayasan Nurul Hayat

Surabaya”. Peneliti memilih Yayasan Nurul Hayat Surabaya sebagai obyek

penelitian karena Yayasan ini telah dinobatkan sebagai yayasan sosial terbaik

tingkat nasional oleh kemensos pada Desember 2014 dan juga banyak kerabat

dari penulis yang bekerja di yayasan tersebut.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Untuk lebih mempertajam dan mempermudah analisa serta kajian

selanjutnya, penulis memberikan Identifikasi dan Batasan masalah, sehingga

kajian Tesis ini berfokus pada permasalahan yang ada terhadap fenomena yang

terjadi dalam tempat penelitian.

(19)

Adapun identifikasi masalah yang terdapat dalam latar belakang masalah

di atas adalah sebagai berikut:

1. Kesuksesan seseorang dalam masalah pekerjaan tidak bisa menjamin

kebahagiaan hidup,

2. Banyak lapangan pekerjaan yang tidak memberikan kebebasan dalam

beribadah,

3. Pegetahuan agama yang rendah oleh para karyawan perusahaan,

4. Budaya kerja perusahaan yang jauh dari nilai spiritual,

5. Minimnya lembaga pendidikan Islam yang menanamkan nilai budaya kerja.

Adapun batasan masalah sehingga penelitian menjadi lebih fokus dalam

pembahasan tesis ini, sebagai berikut: Tempat penelitian ini hanya dilaksanakan

di yayasan Nurul Hayat pusat, yakni di Surabaya bukan di kantor cabang-cabang

yang lain. Fokus penelitian ini yaitu telaah pada penanaman spiritualitas dan

budaya kerja melalui proses pendidikan yang ada di yayasan Nurul Hayat

Surabaya.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada di atas, maka rumusan masalah yang

akan dijadikan arah pedoman dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana spiritualitas dan budaya kerja dikembangkan di Yayasan Nurul

Hayat Surabaya?

2. Bagaimana sudut pandang pendidikan terhadap penanaman budaya kerja di

(20)

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yang disesuaikan dengan Rumusan

Masalah yang akan dikaji lebih dalam. Tujuan penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui spiritualitas dan budaya kerja dikembangkan di Yayasan

Nurul Hayat Surabaya.

2. Untuk mengetahui sudut pandang pendidikan terhadap penanaman budaya

kerja di Yayasan Nurul Hayat Surabaya.

E. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna,

sekurang-kurangnya:

1. Secara teoritis; untuk menambah wawasan dan pengembangan keilmuan pada

masyarakat.

2. Secara Praktis;

a. Bagi penulis, untuk menambah keilmuan dan persyaratan tugas akhir

kuliah pascasarjana,

b. Bagi lembaga yang diteliti, untuk kemajuan lembaga dan pengakuan

yang terbaik, dari dan untuk masyarakat.

c. Bagi lembaga lain, untuk dijadikan pilot project lembaga lain sebagai

lembaga yang ideal dalam keseimbangannya pada urusan dunia dan

(21)

F. Kerangka Teoritik

1. Pendidikan Islam

Pendidikan diartikan sebagai sebuah proses, yang menerapkan

metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan,

pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.20

Sedangkan kata Islam pada pendidikan Islam menunjukkan warna pendidikan

tertentu, pendidikan yang berwarna Islam yang secara normatif berdasarkan

al-Qur’an dan al-Sunnah. Menurut Muhaimin Pendidikan Islam adalah proses

transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pada diri anak

didik melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya guna

mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya.21

Yang mana secara global terbagi menjadi tiga aspek utama Islam, yaitu:

al-Iman, al-Islam, dan al-Ihsan.22

Sementara tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri untuk mencapai

kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Seperti yang terdapat di dalam al-Qur’an

Surat Al-Baqarah ayat 201.23

مُهۡنِمَو

نم

ُو ُ َ

ٓ َن َ

َنِتاَء

ِ

ٱ

َيۡند

ٗ َن َ َ

ِ َو

ٱ

ِ َ ِٓ

ٗ َن َ َ

َنِقَو

َااَ َ

ٱ

ِ

١

20

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dalam Pendekatan Baru (Bandung: PT. Rosdakarya, 1992), 10.

21

Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Trigenda Karya, 1993), 136.

22

Ismail Nawawi Uha, Isu-isu Ekonomi Islam (Jakarta: VIV Press, 2013), 6. 23

(22)

Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka"

Kebahagiaan di dunia dalam ayat ini ditafsirkan oleh Imam Ahmad

Ibn Muhammad al-Showi dalam kitab tafsirnya Hathiyah al-Shawi dengan

bentuk kesehatan dzahir batin, istri yang sholihah, rumah yang luas, dan

lain-lain.24 Sama halnya yang dijelaskan dalam tafsir Ibnu Katsir kebaikan di

dunia ini termasuk semua yang didambakan di dunia seperti istri sholihah,

amal sholih, rumah yang luas, rizki melimpah, kendaraan yang mewah, dan

sebutan yang baik-baik.25

Mengingat pentingnya pendidikan Islam sehingga harus disajikan

dimanapun tempat, baik dalam sekolah maupun luar sekolah. Pendidikan luar

sekolah juga merupankan salah satu tujuan Pemerintah dalam menegakkan

pendidikan dalam seluruh lapisan masyarakat, seperti: di Masjid, Pondok

Pesantren, perkantoran, tempat pekerjaan dan lain-lain. Disamping efesiensi

waktu yang tepat untuk penyampaian, juga lebih efektif dalam ukuran

mencari ilmu, hal ini karena ilmu yang disampaikan sesuai dengan

pengalaman hidup yang dirasakan seseorang saat itu. Sehingga masyarakat

kota pada zaman ini lebih antusias untuk menekuni ilmu agama yang dikemas

oleh lembaga-lembaga non formal, seperti Paramadina di Jakarta.26 Yang

mempunyai kelebihan dibanding dengan lembaga formal lain dalam hal

suasana belajar dan muatan materi yang diberikan. Dengan menfasilitasi para

24

Muhammad Jamil, Hasyiyyatushshowi (Jiddah: Haramain, t.t.), 131. 25

Al-Imam Abu Fida Ismail Ibnu Kasir, Tafsir Ibnu Kasir (Bandung: Sinar Baru Al Gesindo, 2000), Vol.2. 336.

26

(23)

pekerja agar tetap bisa menuntut ilmu meskipun sudah tidak sekolah lagi,

dapat membina dan memperdalam ajaran Islam dan mengapresiasikannya

dalam dunia kerja.

Karena fungsi dari pendidikan Islam tidak hanya memberikan

pengetahuan saja tetapi juga menciptakan ketrampilan dalam bekerja sesuai

dengan syariat Islam. Sehingga muncul lah cabang-cabang ilmu Islam seperti

pendidikan Islam, ekonomi Islam dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan harapan

hidup manusia di bumi yaitu menghendaki kebahagiaan di dunia dan di

akhirat.

2. Spiritualitas

Pembahasan tentang spiritualitas berakar pada filsafat spiritualisme,

yakni aliran yang menyatakan bahwa pokok dari realitas adalah spirit; jiwa

dunia yang meliputi alam semesta dalam segala tingkatan aktivitasnya;

sebagai penyebab dari aktifitasnya; perintah dan bimbingan (petunjuk); dan

bertindak sebagai penjelasan yang lengkap dan rasional.27 Abdul Jalil dalam

penelitiannya menyimpulkan bahwa spiritual merupakan kesadaran manusia

akan adanya relasi manusia dengan tuhan meliputi inner life individu,

idealism, sikap, pemikiran, perasaan, dan pengharapannya kepada Yang

Mutlak, serta bagaimana individu mengekpresikan hubungan tersebut dalam

kehidupan sehari-hari.28 Kegiatan spiritual mermuara dari hati nurani

seseorang menuju keyakinan kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa. spiritual

27

Peter A. Angeles, Dictionary of Philosophy (New York: Harper Collins Publishers, 1981), 273. 28

(24)

lebih bersifat pribadi atau batin dan jauh dari benda-benda yang dhohir

seperti rumah, mobil, jabatan dan pekerjaan.

3. Budaya Kerja

Setiap lembaga maupun perusahaan yang dikatakan hidup pasti

memiliki unsur budaya, utamanya budaya kerja. Karena dengan adanya

budaya akan terbentuk jiwa kesatuan antar karyawan utuk menggapai visi,

misi dan tujuan yang ada di dalam lembaga itu. Kebudayaan bukan sekedar

nilai seni saja, melainkan meliputi segala aspek seperti jaringan kerja dalam

kehidupan antar manusia.29 Jadi pemaknaan tentang budaya tidak sesempit

oleh kegiatan kesenian saja.

Kata budaya berasal dari bahasa sansekerta “budhayah” sebagai

bentuk jamak dari kata dasar “budhi” yang artinya akal atau segala sesuatu

yang berkaitan dengan nilai-nilai akal pikiran dan sikap mental (Keputusan

MENPAN No. 5/KEP/M.PAN/04/2002).30 Kata “kerja” didefinisikan oleh

Sinarno JH sebagai segala aktifitas manusia dalam mengerahkan energi

biopsiko-spiritual dirinya dengan tujuan memperoleh hasil tertentu.31

Sehingga dari pengertian diatas budaya kerja bisa kita artikan dengan

undang-undang atau aturan-aturan dalam berpikir, bersikap dan perbuat, baik

yang tertulis maupun tidak tertulis yang telah disepakati bersama dalam

komunitas itu. Lebih umumnya budaya kerja dalam suatu organisasi bisa

diartikan sebagai sistem nilai yang diyakini, dipelajari, dan diterapkan oleh

29

Alo Liliw, Makna Budaya Dan Komunikasi Antar Budaya (Jakarta: PT. LKiS Printing Cemerlang, 2009), 7.

30

Ispektorat Jenderal Departemen Agama, Pengembangan Budaya Kerja Departemen Agama

(Jakarta: Kemenag RI, 2009), 20. 31

(25)

semua anggota organisasi serta dikembangkan secara berkesinambungan.32

Sehingga sistem yang diyakini itu bisa menjadi sebuah hukum yang tidak

tertulis dan disepakati bersama.

Secara fungsional budaya kerja pada karyawan terbagi menjadi dua.

Yang pertama yaitu untuk pengetahuan dan pelaksanaan ajaran agama Islam

di dalam dunia kerja. Yang kedua untuk membentuk perilaku bekerja yang

berprinsip sesuai ajaran Islam, tetapi tidak melepas tujuan bekerja itu sendiri

untuk memenuhi kebutuhan finansial.

Untuk membentuk sistem yang baru seperti diatas itu pasti perlu

perjuangan untuk dapat diterima oleh seluruh anggota pada semua bagian.

Karena itu sistem harus tertulis, teraudit, dan terevaluasi. Sehingga sistem

benar-benar berjalan dengan lancar, penuh kesadaran dari semua anggota dan

pada akhirnya sistem itu menjadi budaya dalam tersendiri dalam lingkungan

itu. Bahkan ketika sistem itu tidak tertulis pun, semua anggota tidak enggan

untuk melaksanakannya. Karena budaya itu sudah terbentuk dalam pribadi

seluruh anggota.

G. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang berhubungan dengan tema saya adalah:

1. Dokumen Kementrian Agama Republik Indonesia yang berjudul “Nilai-nilai

budaya kerja kementrian agama RI” menyatakan bahwa nilai mencerminkan

tentang sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anggota organisasi

32

(26)

dalam melaksanakan misi untuk mencapai visi. Adapun nilai budaya kerja

yang diterapkan dalam Kemenag RI meliputi: integritas, profesionalitas,

inovasi, tangung jawab dan keteladanan. 33 Dalam buku tersebut kelima nilai

di atas memiliki indikasi baik positif maupun indikasi negatif untuk dapat

diukur. Setelah budaya kerja dinyatakan mempunyai nilai, dengan ukuran

terdapatnya indikasi positif dalam organisasi tersebut, maka setiap anggota

dapat melaksanakan tugas dan fungsi dengan sebaik-baiknya, semangat

bekerja menjadi tinggi, serta terhindar dari bentuk pelanggaran dan

penyampingan. Dengan demikian visi dan misi organisasi tersebut akan

segera tercapai secara maksimal.

2. Sebuah dokumen dari Kemendiknas yang berjudul “Budaya Kerja

Kementrian Pendidikan Nasional”. Buku ini membahas tentang budaya baru

kemendikanas, meliputi profil atribut budayanya, seperti: karakteristik

organisasi yang dominan, kepemimpinan dalam organisasi, manajemen

sumber daya manusia, perekat organisasi, penekanan dalam strategi dan

kriteria keberhasilan.34

Terbitnya buku ini merevisi aturan-aturan budaya

kerja yang lama, sehingga banyak aturan baru yang harus diketahui oleh

setiap pagawai dan karyawan mengenai budaya kerja yang ada di negeri ini.

Dalam buku ini dijelaskan apa makna budaya kerja, fungsi budaya

kerja, agenda perubahan budaya kerja, isi dan logo sosialisasi budaya baru.

Yang mana guna pembaharuan budaya kerja ini untuk mencapai target

33

Kemenag RI, Nilai-nilai Budaya Kerja Kementrian Agama Republik Indonesia (Jakarta, 2014), 4.

34

(27)

pendidikan nasional, diantaranya: tersedia merata di nusantara, terjangkau

oleh seluruh lapisan masyarakat, berkualitas atau bermutu dan releven, setara

dalam keanekaragaman latar belakang masyarakat, dan menjamin kepastian

pada masyarakat dalam tujuan hidupnya.35

3. Penelitian lainnya yaitu sebuah jurnal yang dibuat oleh Sutono dan Iwan

Suroso yang berjudul “Tinjauan Teori Kepemimpinan dan Etos Kerja Islami

terhadap Kinerja Karyawan”. Dalam jurnal ini dibahas mengenai seberapa

penting pengaruh kepemimpinan seorang pemimpin untuk membentuk

kinerja karyawan dan seberapa pentingnya keberhasilan etos kerja islami

untuk membentuk kinerja karyawan yang bagus.

Menurut Sutono permasalahan yang terpenting dalam sebuah

organisasi dalam peningkatan kinerja karyawan yaitu pengelolahan

kepemimpinan, tanpa kepemimpinan yang adil dan teladan yang baik kepada

karyawan, tentunya tidak akan menghasilkan produk yang optimal.36 Begitu

pula dengan etos kerja yang sangat berperan terhadap peningkatan kemauan

karyawan untuk mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan suatu

tindakan pada diri sendiri dan orang lain untuk mencapai suatu tujuan

bersama.

Dalam etos kerja islami bukan sekedar semangat bekerja atau

bergerak saja tapi juga menumbuhkan emosional kepribadian yang

bermuatan moral dan menjadikan landasan moralnya sebagai cara mengisi

dan menggapai tujuan hidup yang diridhai-Nya, memperoleh kebahagiaan di

35

Ibid., 23.

36Sutono dan Iwan Suroso, “Tinjauan Teoti Kepemim pinan dan Et

os Kerja Islami terhadap

(28)

dunia dan di akhirat. Sehingga etos kerja harus bersenyawa dengan

semangat, kejujnuran, dan kepawaian dalam bidangnya.37 Untuk

membudayakan etos kerja yang islami seperti itu peran kepemimpinan

pemimpin sangatlah penting dalam memberiakn teladan kapada para anggota.

4. Penelitian yang hampir sama yaitu penelitian yang dilakukan oleh Novan

Bagus Firmansyah dengan judul penelitian tesisnya “Prioritas Distribusi Dana Zakat ada LAZ Nurul Hayat dalam Perspektif Fikih Zakat Yusuf

Qardawi'. Penelitian yang dilakukan oleh Novan yaitu beliau mencoba

mengkorelasikan antara prioritas distribusi Zakat yang ditetapkan oleh

pemerintah yang sesuai dengan BAZNAS dengan yang ditetapkan oleh Yusuf

Qardawi dalam Fikih Zakatnya. Dalam persyaratannya Yusuf Qardawi

memprioritaskan pada delapan golongan penerima zakat. Sedangkan

BAZNAS merupakan badan resmi dan satu-satunya yang dibentuk oleh

pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI (Kepres Nomor 8 Tahun

2001). BAZNAS memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan

zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat nasional. 38

5. Penelitian oleh Abdul Jalil dalam Disertasinya yang berjudul Spiritual

Enterpreneurship (Transformasi Spiritual Kewirausahaan) mempunyai

kesamaan obyek penelitian. Dalam penelitiannya membahas tentang problem

ketenagakerjaan orang Indonesia yang kurang ideal.39 Antara pencari kerja

dan lapangan pekerjaan kurang berimbang, sehingga mengakibatkan banyak

37

Ibid., 153. 38

Novan Bagus Firmansyah,“Prioritas Distribusi Dana Zakat ada LAZ Nurul Hayat dalam Perspektif Fikih Zakat Yusuf Qardawi'” (Tesis—IAIN, Surabaya, 2014)

39

(29)

pengangguran dan kekayaan penduduk yang tidak merata. Dengan demikian

perlu adanya kekuatan internal untuk membangun kemandirian para

masyarakat Indonesia.

Fokus penelitian Abdul Jalil yaitu pada kemandirian masyarakat

Daerah Demak Jawa Tengah, tentang jiwa enterpreneurship orang Demak

yang terdorong oleh kekuatan spiritual. Telah diasumsikan bahwa

peningkatan kualitas kesejahteraan orang Demak, dalam hal ini adalah

kesuksesan dalam berwirausaha berbanding lurus terhadap tingkat

spiritualitas masyarakat Demak.

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Penelitian ini tergolong dalam penelitian kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi, dimana dalam penelitian ini meneliti tentang dua fenomena

atau lebih ditinjau dari segi persamaan dan perbedaan yang ada.40 Namun

kebanyakan penelitian jenis ini membandingkan dua fenomena terhadap

suatu standar.

Dengan menggunakan pendekatan fenomenologi, maka peneliti

menyadari bahwa ia harus bertolak dari subyek dan mengembalikan

kesadaran pada kesadaran murninya untuk mendapatkan jawaban yang

sebenarnya mengapa mereka melakukan seperti itu.41 Artinya peneliti harus

bekerja secara obyektif dengan membiarkan orang atau benda yang diteliti

40

Amri Darwis, Metode Penelitian Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014), 18.

41

(30)

berbicara sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Dengan cara mengangkat

makna etika dalam berteori dan berkonsep, bukan sekedar memaparkan teori

secara konseptual.

Jika dilihat dari tujuannya, penelitian ini tergolong dalam penelitian

deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mendeskripsikan

suatu keadaan atau fenomena-fenomena apa adanya. Peneliti tidak

melakukan manipulasi atau memberikan perlakuan-perlakuan tertentu

terhadap objek penelitian.42 Metode deskripsi adalah suatu metode dalam

penelitian status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem

pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.

2. Sumber Data

Sumber data ada dua, yaitu sumber primer dan sumber sekunder.

Sumber primer ialah sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data. Sedangkan sumber sekunder ialah sumber data yang tidak

langsung memberikan data kepada pengumpul data, misal lewat orang lain

atau lewat dokumen.43 Adapun sumber data dari penelitian ini antara lain :

Ketua yayasan Nurul Hayat, direktur eksekutif yayasan Nurul Hayat, HRD

yayasan Nurul Hayat, jajaran direktur, jajaran manager, jajaran staff setiap

devisi dan berbagai dokumen yang mendukung penelitian ini.

42

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, 18. 43

(31)

3. Jenis Data

Jenis data ada dua, yaitu : data kualitatif, yaitu yang berupa

kata-kata, dan data kuantitatif, yaitu data yang berupa angka-angka.44 Jenis data

yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu fakta atau

keterangan yang dinyatakan dalam bentuk kategori seperti: rusak, baik,

senang dan puas.45 Contoh data kualitatif di atas memberikan keterangan

nilai terhadap suatu fakta.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik atau metode pengumpulan data ialah cara-cara yang digunakan

oleh peneliti untuk mengumpulkan data.46 Ketepatan dalam memilih teknik

pengumpulan data sangat berpengaruh pada kevalidan hasil penelitian.

Adapun teknik pengumpulan data yang diterapkan oleh penulis dalam

penelitian ini antara lain :

a. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara

melakukan pengamatan secara langsung ke obyek penelitian untuk

melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Observasi dilakukan apabila

obyek penelitian bersifat prilaku dan tindakan manusia, fenomena alam

(kejadian-kejadian yang ada di alam sekitar), proses kerja dan

penggunaan responden kecil.47 Observasi ini dilakukan untuk

memperoleh data yang berhubungan dengan kondisi Yayasan Nurul

44

Riduwan, Metode Dan Teknik Menyusun Tesis, 106. 45

Jusuf Soewardji, Pengantar Metodologi Penelitian,146. 46

Ibid., 97. 47

(32)

Hayat, keadaan karyawan, kinerja manajer, semagat kerja karyawan dan

proses penerapan budaya-budaya islami dalam setiap kegiatan.

b. Wawancara

Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang

berlangsung secara lisan di mana dua orang atau lebih bertatap muka

mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau

keterangan-keterangan.48 Kelebihan dari wawancara yaitu kita bisa memperoleh

informasi langsung dari sumbernya, jadi dengan wawancara, kita bisa

mendapatkan data primer. Adapun data yang akan kumpulkan oleh

peneliti dengan wawancara antara lain: sejarah berdirinya Yayasan Nurul

Hayat, Struktur Kepengurusan Yayasan, Jumlah Karyawan, dan Proses

penanaman budaya kerja dan spiritualitas pada karyawan Nurul Hayat

dan bagaimana proses pendidikan yang dapat menumbuhkan spiritual

dan budaya kerja di yayasan Nurul Hayat Surabaya.

c. Studi Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang

diperoleh melalui dokumen-dokumen. Data-data yang dikumpulkan

dalam teknik ini cenderung merupakan data sekunder.49 Sedangkan

dokumen sendiri merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berupa tulisan, gambar, dan karya-karya monumental

48

Colid Narbuko Dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 83. 36

Riduwan, Metode Dan Teknik Menyusun Tesis, 102. 49

(33)

dari seseorang.50 Dokumen yang diteliti dapat terdiri dari berbagai

macam, seperti struktur kepengurusan, legalitas kelembagaan, program

kerja tahunan, bulanan dan harian. Selain berbagai hal yang disebutkan

di atas peneliti menggunakan teknik ini untuk memperoleh data

mengenai letak geografis, sejarah berdirinya, jumlah karyawan, dan

partisipannya.

5. Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan dan analisis data bersifat

interaktif, berlangsung dalam lingkaran yang saling tumpang tindih. Ketika

peneliti melakukan kegiatan pengumpulan data pada saat yang sama ia

menganalis data tersebut. Analisis data merupakan upaya mencari dan

menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya

untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan

menyajikanya sebagai temuan bagi orang lain.51

Adapun tahap-tahap analisis data dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Reduksi data

Setelah peneliti mengumpulkan data maka data tersebut direduksi.

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran

yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan

pengumpulan data selanjutnya, dan mencari bila diperlukan.

50

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, 329. 51

(34)

b. Penyajian data

Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah menyajikan data.

Dalam penelitian kuantitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk

angka-angka. Sedangkan dalam penelitian ini penyajian data yang

digunakan yaitu uraian singkat atau dengan teks yang bersifat narasi,

tetapi dalam hal-hal tertentu tidak menutup kemungkinan ditampilkan

angka-angka sebagai penguat untuk memberikan penjelasan terhadap

obyek.

c. Penarikan kesimpulan dan verifikasi

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan

kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih

bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang

kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data selanjutnya. Tetapi

apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh

bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan

mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan

kesimpulan yang kredibel. Jadi dalam aktivitas analisis data ini mulai dari

kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penyajian dan penarikan

kesimpulan merupakan suatu proses yang bisa diibaratkan sebagai siklus

yang berlangsung terus menerus.

6. Pengecekan Keabsahan Data

Menurut Guba, sebagaimana yang dikutip oleh Noeng Muhadjir,

(35)

(a) Memperpanjang waktu tinggal, (b) Observasi lebih tekun, dan (c)

Menguji dengan triangulasi.52 Triangulasi adalah teknik pengumpulan data

yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan

sumber data yang telah ada.53 Triangulasi dalam penelitian ini dicapai

melalui beberapa tahapan berikut :

a. Membandingkan data dari hasil pengamatan dengan data dari hasil

wawancara, dan dokumentasi.

b. Membandingkan data keadaan dari pendapat satu responden dengan

pendapat responden lain.

c. Membandingkan data hasil wawancara dengan dokumen yang terkait dengan

Yayasan Nurul Hayat Surabaya.

I. Sistematika Pembahasan

Tesis ini oleh penulis dibagi menjadi lima bab. Pembagian ini dilakukan

oleh penulis agar menjadi acuan dan pedoman dalam melakukan penelitian

sekaligus memberi kemudahan bagi penulis dalam menyusun tesis ini.

Bab pertama, pendahuluan yang menjelaskan tentang : latar belakang,

identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian dan

sistematika pembahasan.

Bab kedua, landasan teori yang membahas tinjauan umum tentang budaya

kerja, spiritual dan pendidikan, yang meliputi: pengertian pendidikan islam dan

52

Noeng Muhadjir, Metode Penelitian, 172. 53

(36)

tujuannya, pengertian spiritualitas, pegertian budaya kerja, konsep kerja menurut

islam dan pendidikan sebagai pembentuk budaya kerja.

Bab ketiga, gambaran umum tentang Yayasan Nurul Hayat Surabaya. Bab

ini akan dibahas tentang profil Yayasan tersebut mulai dari letak geografis,

sejarah berdiri dan perkembangannya, identitas yayasan, legalitas yayasan,

struktur kepengurusan organisasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Yayasan

Nurul Hayat Surabaya.

Bab keempat, penyajian dan analisis data. Bab ini akan menyajikan dan

menganalisis data tentang hasil-hasil temuan selama penelitian yakni

macam-macam spiritualitas yang dikembangkan di Yayasan Nurul Hayat Surabaya dan

bagaimana spiritualitas sebagai pedorong budaya kerja di Yayasan Nurul Hayat

Surabaya.

Bab kelima, sudut pandang pendidikan terhadap penanaman budaya kerja

dan spiritualitas di yayasan Nurul Hayat Surabaya dan pembahasan tentang

budaya kerja Kementrian Agama Republik Idonesia. Sudut pandang pendidikan

tersebut adalah komponen-komponen pendidikan yang ada pada lembaga

pendidikan formal dikorelasikan dengan pendidikan yang ada di yayasan Nurul

Hayat Surabaya.

Bab keenam, penutup. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan

(37)

BAB II

PENDIDIKAN DAN NILAI BUDAYA KERJA

A. PENDIDIKAN

1. Pengertian Pendidikan

Secara etimologi, pendidikan berasal dari bahasa Yunani,

Paedagogiek, pais berarti anak; gogos berarti membimbing atau tuntunan,

dan iek artinya ilmu. Jadi secara etimologi Paedagogiek adalah ilmu yang

membicarakan bagaimana memberikan bimbingan kepada anak.1 Mengenai

bagaimana cara memberikan pemahaman, pengetahuan dan bimbingan kepada

anak yang dilakukan oleh orang dewasa untuk tujuan masa depan anak.

Arti kata pendidikan menurut Brojonegoro dalam Suwarno (1982: 1-2)

menjelaskan tentang pendidikan sebagai tuntunan kepada pertumbuhan

manusia mulai lahir sampai tercapainya kedewasaan secara jasmani dan

rohani agar dapat memenuhi sendiri tugas hidupnya.2 Pendidikan juga bisa

diartikan sebagai sebuah proses, yang menerapkan metode-metode tertentu

sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah

laku yang sesuai dengan kebutuhan.3 Sedangkan Pendidikan dalam arti luas

merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang

berlangsung sepanjang hidup.4 Rata-rata para pakar pendidikan mengartikan

1

Madya Eko Susilo, Dasar-dasar Pendidikan (Semarang, Effhar Publishing, 1993), 12. 2

Nanang Purwanto, Pengantar Pendidikan (Malang: Graha Ilmu, 2014), 21. 3

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dalam Pendekatan Baru (Bandung: PT. Rosdakarya, 1992), 10.

4

(38)

pendidikan sebagai sebuah proses pencapaian terhadap suatu cita-cita dalam

hidupnya.

Hal ini sesuai dengan definisi pendidikan yang tercantum dalam

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan

merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.5 Dari berbagai pengertian pendidikan

di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah sebuah usaha yang

diupayakan manusia dewasa untuk mencerdaskan anak didiknya agar tercapai

kebahagiaan hidup di masa mendatang.

2. Pendidikan Agama Islam

Pendidikan menurut undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional mempunyai pengertian usaha sadar dan terencana utuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.6

Sedangkan kata Islam menunjukkan ciri khas atau konsentrasi

pendidikan itu. Menurut Abd. Halim Soebahar pendidikan Islam menyangkut

empat persepsi: pertama, pendidikan Islam dalam pengertian materi; kedua,

5

Nanang Purwanto, Pengantar Pendidikan, 23. 6

(39)

pendidikan Islam dalam pengertian institusi; ketiga, pendidikan Islam dalam

pengertian kultur dan aktivitas; dan keempat, pendidikan Islam dalam

pengertian pendidikan yang Islami.7 Yang dimaksud pendidikan Islam dalam

pengertian yang pertama adalah materi Pendidikan Agama Islam (PAI) yang

ada di semua jenjang pendidikan baik SD, SMP, SMA, SMK dan sederajad.

Dimana materi yang diberikan sekurang-kurangnya berisi tentang ilmu

Qur’an, Hadits, siroh, mu’amalah, akhlaq dan aqidah. Yang dimaksud

pendidikan Islam yang kedua adalah institusi-institusi pendidikan Islam

seperti: pondok pesantren, madrasah diniyah, madrasah yang berciri khas

Islam dan sebagainya. Dimana pondok pesantren adalah institusi pendidikan

Islam yang pertama di Indonesia. Komponen yang terdapat di pondok

pesantren meliputi: kyai, santri, musholla dan kitab-kitab yang diajarkan.

Yang dimaksud pendidikan Islam yang ketiga di sini adalah kultur pendidikan

Islam, dalam hal ini adalah nilai-nilai keislaman. Lebih tepatnya adalah

praktek keislaman seseorang terhadap Khaliq dan kepada sesama makhluk.

Yang dimaksud dengan pendidikan Islam yang keempat adalah sistem

pendidikan yang islami. Sebagaimana institusi pendidikan yang lainya

memiliki komponen-komponen seperti: dasar, tujuan, prinsip, metode,

evaluasi dan sebagainya.

7

Abd. Halim Soebahar, Kebijakan Pendidikan Islam dari Ordonansi Guru Sampai UU Sisdiknas

(40)

3. Tujuan Pendidikan Islam

Berbicara tentang tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan

hidup manusia. Sedangkan tujuan hidup manusia yang ideal adalah sesuai

dengan tujuan diciptakannya manusia itu sendiri. Seperti yang dikatakan

Ahmad Asifuddin (2010: 56) setidaknya dalam diciptakanya manusia

memenuhi empat macam tujuan hidup.8 Tujuan hidup yang pertama adalah

beribadah kepada Allah. Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam

al-Qur’an surat al-Dzariyat(51) ayat 56:9

اَمَو

ُ ۡ َ َ

ٱ

ۡ

َو

ٱ

َن

ۡ

ووُ ُ ۡ َ

٦

Terjemahnya:

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Tujuan hidup yang kedua adalah untuk menjadi khalifah Allah di bumi,

sebagaimana yang difirmankan Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah(2)

ayat 30:10

ۡم

َااَ

َ َن

ةَك ٓ

َلَمۡ

ي

ٞ ااَ

ٱ

ۡ

َ ۡ

ۖةَي َ

ْ ٓ ُ اَ

ُ َ ۡ

َ

َ

اَه ف

َم

ُ ۡيُ

اَه ف

ُ ي ۡ َ َو

ٱ

َ ٓاَم ي

ُ ۡ

َو

َ

ُ ي َ

ُ

َ ۡمَ

ُ ي َ ُ َو

َ

َ

َااَ

ٓ

ي

ُ َ ۡا

َ

اَم

َ

َو ُمَ ۡ َ

٠

Terjemahanya:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan

8

Sutrisno dan Muhyidi Albarobis, Pendidikan Islam, 26. 9

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 523.

(41)

memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Tujuan hidup yang ketiga adalah untuk mendapatkan ridha Allah,

sebagaimana yang difirmankan dalam surat al-Taubah(9) ayat 100:11

َوٱ

َو ُ ل

ٱ

َو ُ و

َ ۡ

َ م

ٱ

َ َ ُم

ۡ

َو

ٱ

نا َن

َ ۡ

َو

ٱ

َ

ٱ

ُه ُ َ

ٖ َلۡ

َ ن

ٱ

ُ

ۡ ُهۡ َ

ْ ُ َنَو

ُ ۡ َ

َا

َ

َو

ۡ ُهَ

ٖ َ

٩ ۡ

َ

اَهَتۡ

َ

َ

ٱ

ُ َ ۡ

َ ۡ

َ َ

ٓاَه ف

ۚ ۖ َ

َ

َ َ

ٱ

ُهۡ َيۡ

ٱ

ُ َ ۡ

Terjemahnya:

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.

Tujuan hidup yang keempat adalah untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di

akhirat, sebagaiman yang difirmankan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah(2)

ayat 201-202:12

ُهۡ مَو

م

ُا ُ َ

ٓاَ َن

اَ ت َ

ٱ

اَ ۡ

ۖةَ َ َ

َو

ٱ

َ

ۖةَ َ َ

اَ َو

َا َ َا

ٱ

نا

َ ٓ

َ ْوُ

ۡ ُهَ

ٞي نَ

ام ي

ْۚ ُ َ َ

َو

ٱ

ُ

ُي َ

ٱ

اا َ

ۡ

Terjemahnya:

Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka"

Mereka Itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.

11

Ibid, 203. 12

(42)

4. Macam-Macam Pendidikan

Secara garis besar kegiatan pendidikan yang ada di masyarakat kita

dibagi menjadi dua, yaitu pendidikan Sekolah dan Pendidikan Luar Sekolah.

a. Pendidikan Sekolah

Istilah sekolah seperti yang dikutip Soewarno, 1982: 70 sudah ada

sejak peradaban Yunani kuno dan Cina kuno, sehingga arti kata sekolah

berasal dari bahasa yunani “schola” yang berarti waktu luangnya

berdiskusi untuk menambah ilmu dan mencerdaskan akal.13 Dari

pengertian Soewarno sekolah di sini mempunyai arti sebuah tempat,

wadah atau komunitas yang di dalamnya terdapat tujuan untuk mentranfer

sebuah ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan. Lebih tepatnya hanya

sekedar tempat untuk memberikan intruksi atau informasi oleh guru atau

instruktur kepada anak didik. Sehingga sekolah sendiri mempunyai

pengertian suatu institusi atau lembaga pendidikan formal yang secara

khusus didirikan untuk memberikan pelayanan dan menyelenggarakan

proses sosialisasi atau pendidikan dalam rangka menyiapkan manusia

menjadi individu, warga masyarakat, negara, dan dunia di masa depan.14

Adapun pengertian pendidikan Sekolah adalah pendidikan yang

berjenjang, berstruktur, dan berkesinambungan sampai dengan pendidikan

tinggi.15 Pendidikan sekolah ini sangat urgen sekali buat seluruh lapisan

masyarakat, sehingga Negara mewajibkan untuk progam wajib belajar,

13

Ibid., 77. 14

Ibid., 78. 15

(43)

yakni belajar di pendidikan formal itu. Mulai dari Sekolah Dasar, SLTP,

SLTA dan Perguruan Tinggi.

Adapun sifat-sifat pendidikan Sekolah yaitu;16

1) Tumbuh sesudah keluarga, artinya keluarga menyerahkan tanggung

jawab mendidik putra-putrinya kepada lembaga sekolah karena

keterbatasan keluarga atau tidak selamanya keluarga mampu

menyediakan kesempatan dan kesanggupan dalam memberikan

pendidikan ilmu yang macam-macam.

2) Lembaga pendidikan formal, sekolah memiliki bentuk program yang

jelas secara terencana dan diresmikan. Yang mana terimplikasi pada

peraturan sekolah, program semester, silabus, RPP, dan rencana

pelaksanaan pembelajaran.

3) Lembaga pendidikan yang tidak bersifat kodrati. Karena hubungan

antara pendidik dan anak didik bersifat formal, tetapi tidak seakrab

hubungan dalam keluarga, sebab tidak ada ikatan hubungan darah.

Meskipun bersifat kodrati, demikian itu tetap terjalin pendidikan

tertentu.

Meskipun pendidikan merupakan tawaran lembaga pendidikan

wajib dan strategis dari pemerintah untuk seluruh warga Indonesia, tapi

bukan satu-satunya tempat pendidikan, karena masih ada pendidikan luar

sekolah yang juga banyak berpengaruh terhadap pembekalan masa depan

anak didik.

16

(44)

b. Pendidikan Luar Sekolah

Pendidikan luar sekolah atau pendidikan non formal ialah semua

pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib dan berencana, di

luar kegiatan persekolahan.17

Pendidikan luar sekolah menurut P.H. Coombs adalah setiap

kegiatan yang terorganisasi, sistematis, dan dilaksanakan diluar sistem

pendidikan formal, dengan kemandirian dan menfokuskan pada pemberian

pelayanan kepada anak didik dalam mencapai tujuan belajarnya.18 Adapun

pengertian lain Menurut Komunikasi Pembaruan Nasional Pendidikan

(KPNP): Pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan dimana

terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah dan seseorang

memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai

dengan usia dan kebutuhan kehidupan, dengan tujuan mengembangkan

tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya

menjadi peserta-peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan

keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya.19

Sehingga apabila dilihat dari segi tempat dan prakteknya, pendidikan luar

sekolah telah jauh ada lebih dulu dari pada pendidikan sekolah.

Pendidikan luar sekolah ini berbeda dengan pendidikan sekolah

pada umumnya baik di dalam keterikatan jenjang maupun kurikulum yang

begitu spesifik, namun tetap teroganisir dan prefentif. Adapaun program

pendidikan luar sekolah ini yaitu berupa pengembangan peserta didik

17

Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), 164. 18

Nanang purwanto, Pengantar Pendidikan, 90. 19

(45)

dalam bidang sosial, keagamaan, budaya, ketrampilan, dan keahlian.20

Dengan pendidikan luar sekolah diharapkan dapat memperluas pada

wawasan pemikiran masyarakat Indonesia, memperluas kualitas

pribadinya, dan semakin dekat dengan pencapaian tujuan hidup.

Pendidikan luar sekolah dapat memberikan kontribusi yang lebih

bagi anak didik dengan cara memberikan kesempatan secara teratur diluar

sekolah untuk mengembangkan ketrampilan, memperluas informasi,

pengetahuan dan bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan kehidupan.

Pendidikan luar sekolah ini bisa diadakan dimanapun tempat yang bisa

mendukung maksud dan tujuan pendidikan tanpa legalitas dari pemerintah

namun peran dan manfaat yang diberikan sangat maksimal untuk masa

depan peserta didik. Pendidikan luar sekolah ini akrab kita sapa dengan

pendidikan non formal dan informal yang ada di seluruh lapisan

masyarakat.

Lingkungan masyarakat memiliki pengaruh sangat besar terhadap

perkembangan seseorang. Lingkungan masyarakat berperan penting dalam

upaya penyelenggaraan pendidikan karena masyarakat yang telah

membantu pengadaan dari sarana dan prasarana juga menyediakan

lapangan kerja untuk warganya.

Komponen yang perlu disesuaikan dengan keadaan peserta didik,

agar memperoleh hasil yang memuaskan, antara lain:21

1) Guru atau tenaga pengajar atau tutor,

20

Fudd Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, 20. 21

(46)

2) Fasilitas,

3) Cara menyampaikan atau metode, dan

4) Waktu yang diperluakan.

Adapun fungsi lembaga non formal atau lingkungan masyarakat

antara lain:

1) Mengembangkan potensi dan skill yang ada dari setiap individu

2) Transmisi atau pemindahan kebudayaan

3) Pengembangan sikap dan kepribadian yang lebih profesional

4) Menjamin integrasi kehidupan sosial

5) Melestarikan kebudayaan yang ada

6) Berpartisipasi secara maksimal dalam kehidupan sosial dan

bermasyarakat

Pendidikan luar sekolah ini dapat dibedakan menjadi tiga bagian.

Pertama; Pendidikan ketrampilan yaitu mempersiapkan peserta didik

untuk memiliki kemampuan melaksanakan suatu jenis pekerjaan tertentu.

Kedua; pendidikan perluasan wawasan yaitu pendidikan untuk

memperluasan wawasan pemikiran peserta didik. Ketiga; pendidikan

keluarga, yang dapat memberikan ketrampilan dasar, agama, kepercayaan,

nilai moral, norma sosial, dan pandangan hidup yang diperlukan peserta

didik untuk dapat berperan dalam keluarga dan dalam masyarakat.22

Demikian ini menunjukkan bahwa pendidikan luar sekolah meskipun tidak

22

(47)

dikelolah oleh lembaga formal tapi tetap urgen untuk mengantarkan masa

depan bangsa.

Adapun ciri-ciri dari pendidikan luar sekolah yaitu;23

a. Macam bentuk Pendidikan Luar Sekolah (PLS) tergantung macam

tujuan pendidikan,

b. Keterbatasan PLS yang dipandang sebagai pendidikan formal dan

dipandang sebagai pelengkap bentuk-bentuk pendidikan formal,

c. Tanggung jawab penyelenggaraan PLS dibagi oleh pengawasan umum

atau masyarakat, pengawasan pribadi atau kombinasi keduanya,

beberapa lembaga PLS didisiplinkan secara ketat terkait hal waktu

pengajaran, teknoligi modern, kelengkapan dan buku-buku bacaan,

d. Metode pengajaran bermacam-macam dari tatap muka atau guru dan

kelompok-kelompok belajar sampai penggunaan audio televisi, unit

latihan keliling, demontrasi, kursus-kursus kosespondensi, dan alat-alat

bantu visual,

e. Penekanan pada PLS terkait pada penyebaran program teori dan

praktek secara relatif,

f. Tingkat atau jenjang sistem PLS terbatas pada kredensial, yaitu proses

pembentukan kualifikasi profesional yang berlisensi, yang diberikan

kepada anggota atau organisasi, dengan menilai latar belakang dan

legitimasi,

23

(48)

g. Guru-guru dilatih secara khusus untuk tugas tertentu atau hanya

mempunyai kualifikasi profesional dan tetap bukan termasuk identitas

guru,

h. Pencatatan termasuk pemasukan murid, guru dan kredensial pimpinan,

kesuksesan latihan, dan pengaruh PLS terhadap peningkatan produksi

ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan pendapatan peserta,

i. Pemantapan bentuk PLS mempunyai dampak pada produksi ekonomi

dan perubahan sosial dalam waktu singkat daripada kasus pendidikan

formal sekolah,

j. Sebagian besar program PLS dilaksanakan oleh remaja dan

orang-orang dewasa secara terbatas pada kehidupan dan pekerjaan,

k. Peraanan PLS mencakup pengetahuan, ketrampilan, dan pengaruh

pada nilai-nilai program dalam rangka menuju pembangunan nasional.

Adapun untuk memahami karakteristik dari PLS, terlebih dahulu harus

memahami definisi dan ciri-ciri pendidikan sekolah untuk dibandingkan

dengan PLS.

Bagi masyarat Indonesia gaya belajar masih banyak dipengaruhi

oleh proses belajar tradisional, sehingga apabila pendidikan formal tidak

diterima oleh sebagian masyarakat, maka pendidikan luar sekolah sangat

sesuai karena sesuai dengan daya tangkap masyarakat, juga karena

pendekatan yang dilakukan.

Karena kekhassan PLS dalam melakukan pendeka

Referensi

Dokumen terkait

Faktor ± Faktor yang Menghambat Implementasi Pengalihan Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) Sebagai Pajak Daerah Dalam Peningkatan Pendapatan Asli

Pada item ketiga, 13% responden menyatakan sangat setuju, 78% responden menyatakan setuju, 9% responden memilih bersikap ragu-ragu, 0% responden menyatakan tidak setuju dan

[r]

Dengan pengolahan tertentu yaitu proses aktivasi seperti perlakuan dengan tekanan dan suhu tinggi, dapat diperoleh karbon aktif yang memiliki permukaan dalam yang luas.

Penyusunan program bimbingan dan konseling dibuat berdasarkan hasil dari analisis DCM (Daftar Cek Masalah) dan instrument lain untuk mengetahui keadaan kelas yaitu

This represents the complete list of mills in ADM Lincoln´s supply chain, which are sourced indirectly through

Dalam setiap Organisasi baik Pemerintah maupun Organisasi Swasta dalam melakukan kegiatan haruslah mempunyai sebuah struktur organisasi, yang tidak hanya sekedar

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk rancangan pembelajaran berbasis model kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) untuk meningkatkan