• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan reward dan punishment dalam tinjauan teori John M. Ivancevich, Robert Konopaske, dan Michael T. Matteson : studi di lembaga manajemen infaq Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan reward dan punishment dalam tinjauan teori John M. Ivancevich, Robert Konopaske, dan Michael T. Matteson : studi di lembaga manajemen infaq Surabaya."

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN REWARD DAN PUNISHMENT DALAM TINJAUAN TEORI

JOHN M. IVANCEVICH, ROBERT KONOPASKE, DAN MICHAEL T. MATTESON

(Studi di Lembaga Manajemen Infaq Surabaya)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

MUHAMAD HIDAYAT B74213056

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Muhamad Hidayat. 2017. Penerapan Reward dan Punishment dalam Tinjauan Teori John M. Ivancevich, Robert Konopaske, dan Michael T. Matteson (Studi di Lembaga Manajemen Infaq Surabaya). Di bawah bimbingan Aun Falestien Faletehan, MHRM.

Rumusan masalah dalam skripsi ini, yaitu (1) bagaimana proses reward

dan punishment di Lembaga Manajemen Infaq Surabaya? (2) apa saja bentuk-bentuk reward dan punishment di Lembaga Manajemen Infaq Surabaya?

Beberapa perusahaan, lembaga, maupun organisasi memiliki alasan untuk mewujudkan penerapan reward dan punishment, termasuk di Lembaga Manajemen Infaq. Penerapan reward dan punishment di Lembaga Manajemen Infaq menjadi perhatian bagi managerial kepada karyawan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses reward dan punishment serta bentuk-bentuk

reward dan punishment di Lembaga Manajemen Infaq Surabaya. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif grounded theory dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah proses reward dan punishment di Lembaga Manajemen Infaq Surabaya meliputi: a) reward dan punishment

dikonfirmasi dengan peraturan, b) menindaklanjuti reward dan punishment

dengan pembinaan pada aspek knowledge, skill, dan attitude, c) mengkomunikasikan kesimpulan konfirmasi terkait waktu pemberian reward dan

punishment kepada karyawan, d) hasil pemberian reward dan punishment

dievaluasi berdasarkan dampaknya. Kemudian, bentuk-bentuk reward yang diberikan oleh Lembaga Manajemen Infaq Surabaya terbagi menjadi dua kategori, yaitu finansial dan nonfinansial. Bentuk reward finansial berupa uang (gaji) dan tunjangan. Selain finansial, terdapat bentuk reward nonfinansial berupa penghargaan interpersonal (status, serta pengakuan dan perhatian sosial), promosi, dan kebebasan dalam memilih penugasan kerja. Sedangkan bentuk-bentuk

punishment yang terdapat di Lembaga Manajemen Infaq Surabaya berupa teguran lisan, surat peringatan dan pemutusan hubungan kerja, mutasi dan penurunan jabatan, serta potong gaji atau pengurangan jumlah pendapatan.

(7)

DAFTAR ISI

JUDUL SKRIPSI ... i

LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN OTENTISITAS SKRIPSI ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Definisi konsep ... 7

F. Sistematika Pembahasan ... 8

BAB II: KAJIAN TEORITIK A. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 10

B. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Reward a. Pengertian Reward ... 11

b. Fungsi dan Tujuan Reward ... 14

c. Jenis-jenis Reward ... 15

d. Mengatur Penentu Reward ... 19

(8)

b. Fungsi dan Tujuan Punishment ... 23

c. Jenis-jenis Punishment... 25

d. Manajemen Aversif melalui Pemberian Punishment ... 26

3. Reward dan Punishment dalam Perspektif Islam ... 32

BAB III: METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 35

B. Lokasi Penelitian ... 35

C. Jenis dan Sumber Data ... 36

D. Tahap-Tahap Penelitian ... 38

E. Teknik Pengumpulan Data ... 43

F. Teknik Validitas Data ... 45

G. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV: HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. Sejarah Singkat Lembaga Manajemen Infaq ... 48

2. Visi, Misi, dan Program Kegiatan Lembaga Manajemen Infaq ... 49

3. Struktur Organisasi Lembaga Manajemen Infaq Surabaya ... 54

B. Penyajian Data ... 56

C. Analisis Data ... 80

BAB V: PENUTUP A. Simpulan ... 101

B. Saran dan Rekomendasi ... 102

C. Keterbatasan Penelitian ... 102

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 10

Tabel 2.2 Perilaku yang Dapat Dihukum (Punishable Behaviors) ... 23

Tabel 3.1 Data Narasumber ... 37

Tabel 3.2 Data Observasi ... 44

Tabel 3.3 Data Wawancara ... 44

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Bangunan Fisik Lembaga Manajemen Infaq Surabaya ... 49

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Lembaga Manajemen Infaq Surabaya ... 56

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pertemuan komunitas keuangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

membahas beberapa hal yang diperhatikan dalam dana pensiun organisasi nirlaba.

Tujuan dari dana pensiun adalah sebagai tabungan saat beranjak usia tua. Dana

pensiun biasanya diberikan secara periodik dan dapat turun ke ahli waris, seperti

istri atau anak. Begitu pentingnya hingga beberapa instansi, baik milik pemerintah

maupun swasta membuat program dana pensiun.1

Pada organisasi nirlaba, hubungan biaya dengan manfaat sukar untuk

diukur. Lepas dari kesukaran tersebut, organisasi berupaya untuk mengendalikan

dan mengelola sumber daya secara efektif dan efisien.2 Organisasi nirlaba di

kehidupan masyarakat berupa organisasi kesejahteraan dan kesehatan, lembaga,

serta universitas. Sebagai contoh, saat kondisi tingginya laju pertumbuhan

masyarakat dan biaya semakin mahal terdapat lembaga yang memberikan

beasiswa pendidikan.3

Perkembangan dan kesuksesan sebuah organisasi ditentukan oleh

faktor-faktor pendukung yang dimiliki. Rangkaian tata pikir dapat menimbulkan adanya

falsafah manajemen yang melandasi antara pemimpin dan bawahan dalam proses

1

Komunitas Pengelola Keuangan Organisasi Nirlaba, 2014, Kopdar: Dana Pensiun bagi Organisasi Nirlaba Mungkinkah?, diakses pada tanggal 14 November 2016 dari http://keuanganlsm.com/kopdar-dana-pensiun-bagi-organisasi-nirlaba-mungkinkah/

2

Robert N. Anthony, 1992, Sistem Pengendalian Manajemen, Jakarta, Erlangga, hal. 757. 3

(12)

2

manajemen.4 Estimasi intensitas berbagai kekuatan berbeda dari satu organisasi

dengan organisasi yang lainnya. Hal ini bergantung pada situasi sistem klien dan

tuntutan mendesak dari lingkungan. Begitu menarik jika memperhatikan

probabilitas timbulnya kekuatan yang mendorong organisasi untuk memulai

perubahan. Namun, terdapat juga probabilitas kekuatan yang timbul saat program

perubahan yang diperkenalkan menghasilkan pencapaian sesuai dengan harapan.5

Kondisi visi terowongan (tunnel vision) disebabkan oleh sudut pandang, seperti orang yang memandang melalui terowongan. Seseorang hanya

memandang sempit ujung terowongan yang lain dan saat bersamaan kehilangan

bidang pandangan yang lebih luas. Artinya, perhatian terhadap karyawan dapat

menjadi berlebihan, sehingga tujuan semula menghimpun orang-orang yang

menjadi keluaran (produktif) organisasi kerapkali mengabaikan masyarakat.

Perilaku organisasi yang sehat dapat membantu mencapai tujuan organisasi,

bukan menggantikannya. Orang yang mengabaikan kebutuhan karyawan termasuk

menyalahgunakan gagasan perilaku organisasi. Perilaku organisasi yang sehat

mengakui sistem sosial yang terdapat jenis kebutuhan manusia untuk dilayani

melalui berbagai cara.6

Organisasi yang efektif dan sehat adalah organisasi yang tidak

menekankan hierarki kekuasaan atau kewenangan, melainkan menonjolkan

kebersamaan dan keserasian interaksi antara seseorang dengan orang lain maupun

4

Susilo Martoyo, 1998, Pengetahuan Dasar Manajemen dan Kepemimpinan, Yogyakarta, BPFE, hal. 20.

5

Sondang. P. Siagian, 1995, Teori Pengembangan Organisasi, Jakarta, Bumi Aksara, hal. 87. 6

(13)

3

antara satu kelompok dengan kelompok yang lain.7 Di sisi lain, aksentuasi

perilaku organisasi secara berlebihan dapat menimbulkan hasil negatif, seperti

yang ditunjukkan oleh hukum menyusutnya tingkat pengembalian. Hukum

menyusutnya tingkat pengembalian perilaku organisasi berlangsung dengan cara

yang sama. Hukum ini menyatakan bahwa peningkatan yang diinginkan pada

situasi tertentu menyebabkan penurunan tingkat pengembalian. Dengan kata lain,

fakta diinginkannya suatu praktik tidak berarti lebih banyak dengan

pencapaiannya. Lebih banyak hal yang baik tidak berarti selalu berarti baik.8

Kehidupan kekaryaan dewasa ini dan di masa yang akan datang

mengaitkan reward terhadap harkat dan martabat manusia. Reward adalah ganjaran, hadiah, penghargaan, atau imbalan yang bertujuan agar seseorang

menjadi lebih giat usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja yang

telah dicapai.9 Seseorang memasuki suatu organisasi sebagai tempat bekerja tidak

lagi semata-mata untuk mencari nafkah, melainkan upaya untuk memuaskan

berbagai jenis kebutuhannya. Jenis kebutuhan tidak hanya dalam arti benda, tetapi

menyangkut seluruh aspek kehidupannya.10

Selain daripada reward, organisasi juga memberikan punishment kepada karyawan. Punishment adalah suatu sanksi yang diterima oleh seseorang sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan yang telah ditetapkan.11 Tanpa melihat

diversitas sebagai aplikasi dari konsekuensi yang tidak diinginkan dan penarikan

7

Sondang. P. Siagian, 1995, Teori Pengembangan Organisasi, hal. 90. 8

Keith Davis dan John W. Newstrom, 1993, Perilaku dalam Organisasi, hal. 232. 9

Bambang Nugroho, 2006, Reward dan Punishment dalam Pelaksanaan Good Governance, Bulletin Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum Edisi Nomor: 6/IV/Juni 2006, hal. 5.

10

Sondang. P. Siagian, 1995, Teori Pengembangan Organisasi, hal. 258. 11

(14)

4

diri dari konsekuensi yang diinginkan, punishment bisa menjadi efektif jika timbul kesadaran dan pengurangan perilaku buruk. Pemimpin mengkritik bawahan bukan

menjadi punishment, kecuali perilaku mendahului terjadinya kritik frekuensi yang menyebabkan lemah atau berkurang. Pemimpin memberikan punishment kepada bawahan yang kenyataannya untuk mendukung dan memberikan perhatian lebih.

Punishment ditentukan dan dilakukan berdasarkan dampak terhadap perilaku, bukan berdasarkan persepsi orang atau sesuatu yang mengetahui sebuah

punishment dapat dilakukan.12

Secara realitas, Lembaga Manajemen Infaq bergerak di bidang pekerjaan

sosial. Menurut Zastrow dalam Lestari, pekerjaan sosial adalah sebagai profesi

terdepan dalam pemberian pelayanan sosial untuk membantu orang, baik secara

individual, kelompok, keluarga, maupun masyarakat. Misi utama pekerjaan sosial

bukan sekedar membantu pemecahan masalah, tetapi juga menciptakan kondisi

kemasyarakatan pokok yang menunjang pencapaian tujuan.13

Lembaga Manajemen Infaq merupakan lembaga filantropi profesional

yang berkhidmat mengangkat harkat dan martabat masyarakat dhuafa (masyarakat

kurang mampu) melalui penghimpunan Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf

(ZISWAF). Dana yang diperoleh Lembaga Manajemen Infaq berasal dari

masyarakat dan corporate social responsibilty perusahaan. Program-program sosial dan pemberdayaan telah digulirkan untuk memenuhi kebutuhan, sehingga

memiliki nilai tambah dan manfaat yang berlipat ganda bagi masyarakat yang

kurang mampu. Karenanya, Lembaga Manajemen Infaq senantiasa berusaha

12

Fred Luthans, 2006, Perilaku Organisasi, Yogyakarta, ANDI Yogyakarta, hal. 604. 13

(15)

5

menumbuhkan iklim transparansi dan profesionalitas untuk mengawal amanah

masyarakat yang demikian besar.14

Perjalanan Lembaga Manajemen Infaq dalam mengawal amanah

masyarakat ditunjang oleh peran sumber daya manusia yang berkualitas. Hal yang

mendasar adalah Lembaga Manajemen Infaq didominasi oleh orang-orang yang

latar belakangnya pernah menjadi aktivis kampus. Lembaga Manajemen Infaq

erat kaitannya dengan idealisme, sehingga orang-orang yang bekerja begitu

militan. Orang-orang yang bekerja di Lembaga Manajemen Infaq jika diibaratkan

dengan pakaian, maka hal yang serupa adalah casual. Kendati demikian, performa saat bekerja disesuaikan dengan panggung yang dibutuhkan.15

Beberapa perusahaan, lembaga, maupun organisasi memiliki alasan untuk

mewujudkan penerapan reward dan punishment, termasuk di Lembaga Manajemen Infaq. Penerapan reward dan punishment di Lembaga Manajemen Infaq menjadi perhatian bagi managerial kepada karyawan. Penjelasan reward dan

punishment akan menjadi sesuatu yang menarik untuk diketahui dalam penerapannya.

B. Rumusan Masalah

Latar belakang penelitian dapat menimbulkan pertanyaan yang dijadikan rumusan

masalah, antara lain:

1. Bagaimana proses reward dan punishment di Lembaga Manajemen Infaq Surabaya?

14

Lembaga Manajemen Infaq, 2015, diakses pada tanggal 14 November 2016 dari http://lmizakat.org/profil-lembaga/

15

(16)

6

2. Apa saja bentuk-bentuk reward dan punishment di Lembaga Manajemen Infaq Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Merujuk pada rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui proses reward dan punishment di Lembaga Manajemen Infaq Surabaya.

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk reward dan punishment di Lembaga Manajemen Infaq Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

Setelah mengetahui rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka berikut ini

merupakan manfaat penelitian, antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini didedikasikan dalam ilmu manajemen tentang reward dan

punishment. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Lembaga Manajemen Infaq Surabaya

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

dalam menentukan kebijakan terkait penerapan reward dan punishment

untuk masa yang akan datang.

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pengetahuan dan pemahaman

(17)

7

F. Definisi Konsep

Konsep diartikan sebagai sejumlah teori yang berkaitan dengan suatu

obyek. Konsep diciptakan dengan menggolongkan atau mengelompokkan

obyek-obyek tertentu yang mempunyai kesamaan ciri-ciri.16 Untuk mengantisipasi

terjadinya kesalahan pengertian dan pemahaman makna dalam penelitian, maka

ditegaskan istilah-istilah yang terdapat pada judul, antara lain:

1. Penerapan

Penerapan adalah “hal, cara, atau hasil”.17

Selain itu, penerapan adalah

“mempraktikkan atau memasangkan”.18 Berdasarkan pengertian tersebut,

dapat disimpulkan bahwa penerapan merupakan sesuatu yang dilakukan

melalui cara dengan maksud untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

2. Reward

Reward adalah imbalan yang diberikan kepada tenaga kerja karena telah memberikan sumbangan tenaga dan pikiran guna mencapai tujuan

organisasi atau perusahaan.19 Reward adalah usaha menumbuhkan perasaan diterima (diakui) di lingkungan kerja yang menyentuh aspek kompensasi dan

aspek hubungan antara para karyawan yang satu dengan yang lainnya.20

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa reward merupakan

16

Husein Umar, 2004, Metode Riset Ilmu Administrasi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, hal. 51. 17

J. S. Badudu dan Zain Sutan Mohammad, 1996, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, hal. 1487.

18

Lukman Ali, 1995, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, hal. 1044. 19

Arlina Delas Umayah, 2015, Pengaruh Sistem Reward, Job Relevan Information (JRI),

Manager’s Value Orientation Towards Innovation (VOI Manajer) terhadap Kinerja Karyawan melalui Kepuasan Kerja sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus Pada Kantor Pusat PT. Wika Gedung Jakarta), vol. IV, no. 1, hal. 22.

20

(18)

8

imbalan yang diberikan untuk menghargai dan menyenangkan karyawan atau

tenaga kerja dengan tujuan agar senantiasa melakukan pekerjaan yang baik.

3. Punishment

Punishment diartikan sebagai siksa yang dikenakan kepada orang yang melanggar undang-undang. 21 Punishment adalah segala sesuatu yang melemahkan perilaku dan cenderung menurunkan frekuensi. 22 Berdasarkan

pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa punishment merupakan suatu perbuatan negatif yang dikenakan hukuman atau sanksi sebagai efek jera

kepada karyawan yang melanggar peraturan.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan merupakan runtutan dan sekaligus kerangka

berfikir dalam penulisan skripsi. Apabila ingin lebih mudah memahami penulisan

skripsi, maka disusun sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama yaitu pendahuluan. Pada bab ini disajikan dengan tujuan agar

pembaca dapat mengetahui tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, dan sistematika pembahasan dalam

penelitian.

Bab kedua yaitu kajian teoritik. Pada bab ini berisi tentang penelitian

terdahulu yang relevan dan teori atas pengertian, fungsi dan tujuan, serta

jenis-jenis reward maupun punishment. Selain itu, dijelaskan teori mengatur penentu

reward dan manajemen aversif melalui pemberian punishment.

21

Depdikbud, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, hal. 315. 22

(19)

9

Bab ketiga yaitu metode penelitian. Pada bab ini membahas secara detail

mengenai penggunaan metode dalam upaya penelitian yang terdiri dari

pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, jenis dan sumber data,

tahap-tahap penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, serta teknik

validitas atau keabsahan data. Pembahasan tersebut disajikan untuk memberikan

gambaran secara utuh mengenai metode yang digunakan, sehingga hasil penelitian

dapat menjawab rumusan masalah.

Bab keempat yaitu penyajian dan analisis data. Pada bab ini menjelaskan

mengenai gambaran umum lokasi penelitian, yaitu Lembaga Manajemen Infaq

Surabaya yang meliputi sejarah singkat, visi dan misi, program kegiatan, struktur

organisasi, serta penyajian dan analisis data mengenai penerapan reward dan

punishment.

Bab kelima yaitu penutup. Pada bab ini berisi penutup yang menjelaskan

(20)

BAB II

KAJIAN TEORITIK A. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian terdahulu memberikan makna sebagai bahan pertimbangan agar

tidak bersinggungan dengan penelitian selanjutnya. Tujuan dicantumkannya

penelitian terdahulu adalah untuk mengetahui bangunan atau letak keilmuan yang

sudah digunakan oleh orang lain, sehingga penelitian yang akan dilakukan

benar-benar baru. Berikut ini merupakan penelitian terdahulu yang dijadikan bahan

referensi.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan

1. Nama Peneliti Eni Nurmiyati

Judul Hubungan Pemberian Reward dan Punishment dengan Kinerja Karyawan pada BPRS Harta Insan Karimah Universitas Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2011

Hasil Penelitian Diketahui hasil penelitian ini berupa adanya hubungan positif yang cukup signifikan antara pemberian reward

dengan kinerja karyawan. Sedangkan pemberian

punishment tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan kinerja karyawan. Selain itu, reward yang dibahas adalah keseluruhan aspek kompensasi. Sedangkan punishment yang dibahas adalah bentuk-bentuknya.

Persamaan Persamaan dengan penelitian ini adalah terdapat kompensasi yang termasuk kategori bentuk-bentuk

reward, yaitu uang sebagai gaji dan tunjangan.

Perbedaan Perbedaan dengan penelitian ini adalah peneliti menggunakan penelitian kualitatif, sehingga reward

dan punishment tidak hanya berpengaruh pada kinerja saja.

2. Nama Peneliti Qonitatun Najah

Judul Sistem Reward dan Punishment di SMP Al-Hikmah Surabaya

Universitas Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel 2013 Hasil Penelitian Diketahui hasil penelitian sistem reward dan

(21)

11

kerja, penghargaan ditinjau dari prestasi, turunnya jabatan, serta denda berupa uang karena belum menuntaskan kontrak kerja selama lima tahun.

Persamaan Persamaan dengan penelitian ini adalah menggunakan penelitian kualitatif. Selain itu, penelitian ini membahas pemberian bentuk reward dan punishment, serta dampaknya pula.

Perbedaan Perbedaan dengan penelitian ini adalah peneliti membahas peraturan, pembinaan, waktu pemberian, serta kriteria penentu reward dan punishment.

3. Nama Peneliti Ade Vici Purnama

Judul Pengaruh Reward and Punishment Terhadap Kinerja Karyawan PT. Kereta Api Indonesia Persero DAOP 8 Surabaya

Universitas Universitas Wijaya Putra Surabaya 2015

Hasil Penelitian Diketahui hasil penelitian ini adalah reward

berpengaruh secara parsial terhadap kinerja. Sedangkan punishment tidak berpengaruh secara parsial terhadap kinerja. Selain itu, reward

menghasilkan motivasi dalam bekerja.

Persamaan Persamaan dengan penelitian ini adalah terdapat bentuk-bentuk pemberian reward dan punishment yang digunakan sebagai kerangka teori.

Perbedaan Perbedaan dengan penelitian ini adalah peneliti tidak memprioritaskan pembahasan dampak reward dan

punishment yang hanya merujuk pada kinerja.

yang berarti “ganjaran, hadiah, upah, atau pahala”.23

Menurut Ivancevich

dkk, reward adalah penghargaan yang diinginkan dan dipersepsikan oleh seseorang saat melakukan pekerjaan yang baik.24 Handoyo dalam Siahaan

23

John M. Echols dan Hassan Shadily, 2005, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta, PT. Gramedia, hal. 485.

24

(22)

12

mendefinisikan reward sebagai bentuk apresiasi yang diberikan untuk mendapatkan tenaga kerja profesional sesuai dengan tuntutan jabatan,

sehingga diperlukan suatu pembinaan yang berkeseimbangan, yaitu

kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggunaan, dan pemeliharaan

tenaga kerja agar dapat melaksanakan tugas secara efektif dan efisien.25

Manajemen imbalan (reward) merupakan bagian dari kajian sumber daya manusia yang berkembang pesat. Sebuah reward dapat terjadi atas konsekuensi dari lingkungan yang setidaknya menimbulkan

ekspektasi seseorang dan dianggap menyenangkan. Tentu saja manajemen

reward menjadi bidang yang begitu menantang. Hal ini selaras dengan yang dikemukakan oleh Michael Beer dalam Armstrong dan Murlis:

“Desain dan manajemen imbalan menjadi salah satu tugas paling sulit bagi general manager. Di antara semua kebijakan dalam bidang sumber daya manusia, dalam manajemen imbalanlah ditemukan kontradiksi tersebar antara janji teori dan kenyataan

implementasi.”26

Menurut Caplin, reward adalah situasi atau pernyataan lisan yang dapat menghasilkan kepuasan atau menambah probabilitas suatu perbuatan

yang dikerjakan.27Begitu pula, Manullang mendefinisikan reward sebagai sarana motivasi yang jenis penghargaannya diberikan dalam bentuk uang.

Penghargaan tersebut ditetapkan berdasarkan tolok ukur sebuah prestasi.28

25

Rumiris Siahaan, 2013, Pengaruh Reward dan Punishment terhadap Disiplin Kinerja Karyawan pada PT. Perkebunan Nusantara III Rambutan, vol. 1, no. 01, hal. 20.

26

Michael Armstrong dan Helen Murlis, 2003, Reward Management (Manajemen Imbalan) Strategi dan Praktik Remunerasi, Jakarta, PT. Bhuana Ilmu Populer, hal. xi.

27

C. P. Caplin, 1989, Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta, Rajawali, hal. 436. 28

(23)

13

Pada kondisi yang lebih spesifik, sistem reward dapat memotivasi untuk pencapaian prestasi, yaitu dapat dibuktikan dengan adanya

kontraprestasi. Organisasi akan mendapatkan pola perilaku yang

mengantar kontraprestasi untuk dihargai karyawan. Hal ini dapat terjadi

karena setiap individu mempunyai kebutuhan dan sikap dalam menjalani

kehidupan di dunia.29

Menurut Davis dkk dalam Mangkunegara yang dikutip oleh

Siahaan, reward kerapkali diberikan dalam bentuk piagam dan sejumlah uang dari organisasi maupun perusahaan untuk karyawan yang

mempunyai prestasi. Selain itu, terdapat pemberian reward oleh organisasi maupun perusahaan kepada karyawan karena masa kerja dan

pengabdiannya dapat dijadikan teladan bagi karyawan lainnya.

Pemberian reward karena masa kerja karyawan bertujuan untuk memotivasi gairah dan loyalitas. Pemberian reward merupakan upaya dalam memberikan balas jasa atas hasil kerja karyawan, sehingga dapat

mendorong lebih giat dan berpotensi. Karyawan memerlukan suatu reward

saat hasil kerjanya telah memenuhi atau bahkan melebihi standar yang

telah ditentukan oleh organisasi maupun perusahaan.30

b. Fungsi dan Tujuan Reward

Setiap pemimpin dapat menentukan bawahan untuk dinilai dan

dihargai. Keputusan tersebut berpengaruh terhadap perilaku bawahan.

Rasa peduli perlu ditekankan untuk menjamin sistem penilaian dan reward

29

Manahan P. Tampubolon, 2008, Perilaku Keorganisasian, Bogor, Ghalia Indonesia, hal. 190. 30

(24)

14

organisasi. Reward dapat memotivasi jenis perilaku agar mengarah kepada tuntutan manajemen.31 Menurut Handoko dalam Siahaan, reward terdiri dari tiga fungsi, yaitu memperkuat motivasi untuk memacu diri agar

mencapai prestasi, memberikan tanda bagi seseorang yang memiliki

kemampuan lebih, dan bersifat universal.32

Reward mengarah pada kinerja yang berhasil disesuaikan terhadap kebutuhan individu. Kondisi ini akan mengurangi ketidakpuasan di antara

para karyawan, mengurangi ketidakhadiran dan perputaran (keluar

masuknya) karyawan, serta meningkatkan komitmen berorganisasi.

Apabila kondisi tersebut tidak ada, maka probabilitas tindakan

mengundurkan diri akan meningkat. Begitu pula, kecenderungan kinerja

semakin rendah atau hanya sekadar mencukupi untuk meningkat.33

Menurut Ivancevich dkk, tujuan reward adalah menarik orang yang memiliki kualifikasi untuk bergabung dengan organisasi,

mempertahankan karyawan agar konsisten untuk bekerja, dan memotivasi

untuk mencapai tingkat kinerja yang tinggi.34 Kendati demikian, tujuan

reward dapat menjaga hasil pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana, ketentuan-ketentuan, dan instruksi yang telah ditetapkan untuk

diimplementasikan.35

31

Stephen P. Robbins, 2002, Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi, Jakarta, Erlangga, hal. 277. 32

Rumiris Siahaan, 2013, Pengaruh Reward dan Punishment terhadap Disiplin Kinerja Karyawan pada PT. Perkebunan Nusantara III Rambutan, vol. 1, no. 01, hal. 21.

33

Stephen P. Robbins, 2002, Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi, hal. 277. 34

John M. Ivancevich dkk, 2007, Perilaku dan Manajemen Organisasi, hal. 226. 35

(25)

15

c. Jenis-jenis Reward

Jenis reward yang diberikan oleh organisasi lebih kompleks dari yang secara umum dibayangkan. 36 Jenis reward berdasarkan aspek manajemen terbagi menjadi dua kategori, yaitu finansial dan nonfinansial.

Adapun penjelasan reward finansial dan nonfinansial adalah sebagai berikut:

1) Reward Finansial

Reward finansial diberikan kepada karyawan atas prestasinya melebihi sasaran kinerja yang ditetapkan.37 Menurut Ivancevich dkk,

reward finansial meliputi gaji dan upah, serta tunjangan. Pertama,

reward finansial berupa gaji dan upah.38 Gaji merupakan uang yang dibayarkan secara bulanan kepada karyawan atas pelayanan kerja.

Sedangkan upah adalah pembayaran berupa uang yang biasanya

dibayarkan secara per jam, per hari, maupun per setengah hari kepada

karyawan atas pelayanan kerja.39 Uang merupakan penghargaan utama

yang diberikan oleh organisasi. Selain itu, uang dapat memodifikasi

perilaku karyawan. Apabila karyawan tidak melihat adanya hubungan

antara kinerja dengan kenaikan yang pantas, uang tidak akan menjadi

motivator yang kuat.

36

Stephen P. Robbins, 2002, Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi, hal. 275. 37

Michael Armstrong dan Helen Murlis, 2003, Reward Management (Manajemen Imbalan) Strategi dan Praktik Remunerasi, hal. 4.

38

John M. Ivancevich dkk, 2007, Perilaku dan Manajemen Organisasi, hal. 228. 39

(26)

16

Suatu persoalan kontroversial berkaitan dengan sistem

pembayaran. Membandingkan keterbukaan dengan kerahasiaan bukan

persoalan memilih satu dari dua hal. Namun, persoalan tersebut

berkaitan dengan problem tingkatan. Beberapa organisasi akan

mengungkapkan kisaran pembayaran, kriteria keputusan pembayaran,

dan waktu menerima kenaikan pembayaran. Organisasi lain mungkin

menyajikan keseluruhan susunan karyawan dan kenaikan pembayaran

yang diterima dalam periode peninjauan kinerja tertentu. Sistem

pembayaran yang dilakukan secara terbuka bertujuan untuk

menghindari kerahasiaan yang dibayarkan kepada karyawan. Hal ini

dapat menghasilkan pengukuran obyektif dan terdapat interdependensi

yang rendah antarkaryawan.

Kedua, reward finansial berupa tunjangan. Tunjangan utama dari kebanyakan organisasi adalah program pensiun, biaya opname,

dan liburan. Secara umum, tunjangan tersebut tidak bergantung pada

kinerja karyawan, melainkan berdasarkan senioritas atau catatan

kehadiran.40

2) Reward Nonfinansial

Uang adalah penghargaan yang kebanyakan diberikan oleh

organisasi. Namun, reward nonfinansial juga mendapat perhatian karena menjadi peringkat yang lebih tinggi daripada reward

40

(27)

17

finansial. 41 Menurut Robbins, klasifikasi reward nonfinansial

cenderung sebagai “smorgasbord” dari hal-hal yang diinginkan,

sehingga organisasi memberikan yang menjadi potensial. Kreasi

reward nonfinansial dibatasi dengan keterampilan, kemampuan, dan kebijaksanaan manajer untuk mengasumsikan imbalan yang diberikan

kepada para karyawan.42

Reward nonfinansial yang terjadi di organisasi meliputi penghargaan interpersonal dan promosi. Pertama, reward nonfinansial berupa penghargaan interpersonal. Manajer memiliki sejumlah

kekuasaan untuk mendistribusikan penghargaan interpersonal, seperti

status, serta pengakuan dan perhatian sosial. Status adalah

penghargaan yang diberikan oleh manajer dengan menugaskan

seseorang pada pekerjaan yang berwibawa. Selain itu, manajer dapat

meningkatkan atau menurunkan status yang dimiliki seseorang.

Apabila seseorang telah berjasa atas pekerjaan yang dilakukan tetapi

rekan kerja tidak meyakininya, maka probabilitas status tidak akan

diberikan. Hal ini berarti manajer dan rekan kerja berperan penting

dalam memberikan status pekerjaan.43

Sedangkan pengakuan dan perhatian sosial terbagi menjadi

dua, yaitu formal dan informal. Pada kasus pengakuan yang bersifat

formal, terdapat kekuatan sebuah program hadiah yang diberikan

kepada karyawan. Sebagai contoh, hadiah sederhana dengan

41

Fred Luthans, 2006, Perilaku Organisasi, hal. 607. 42

Stephen P. Robbins, 2002, Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi, hal. 276. 43

(28)

18

memberikan gantungan kunci kepada karyawan menjadi pengakuan

dari organisasi. Kegembiraan yang didukung dengan gantungan kunci

membuat karyawan senang karena merasa diakui.44

Lain halnya dengan pengakuan yang bersifat formal, bahwa

informal merupakan pemberian sejumlah perhatian sosial yang dapat

menjadi kekuatan bagi kebanyakan orang. Perhatian sosial berupa

tepukan di bahu atau pujian dengan kata-kata yang tulus. Pengakuan

informal cenderung berpengaruh besar terhadap manajemen perilaku

jika dibandingkan dengan pengakuan formal. Seiring berjalannya

waktu, program pengakuan formal dapat berubah menjadi sesuatu yang

palsu, tidak berdasarkan yang menerima, dan mengikuti norma

kelompok atau budaya.45

Kedua, reward nonfinansial berupa promosi. Promosi (promotion) adalah perpindahan yang dialami seorang karyawan dari satu tempat atau jabatan ke tempat atau jabatan yang lebih tinggi.46

Bagi para karyawan, promosi tidak sering terjadi. Bahkan beberapa

karyawan tidak pernah mengalami dalam mendapatkan promosi

selama bekerja di organisasi.47 Manajer menjadikan promosi sebagai

usaha untuk menempatkan bawahan pada pekerjaan yang tepat.

44

John M. Ivancevich dkk, 2007, Perilaku dan Manajemen Organisasi, hal. 229-230. 45

Fred Luthans, 2006, Perilaku Organisasi, hal. 609. 46

FX. Suwarto, 2010, Perilaku Keorganisasian, Yogyakarta, Universitas Atma Jaya, hal. 141. 47

(29)

19

Kriteria yang kerapkali digunakan untuk mencapai keputusan promosi

adalah prestasi dan senioritas.48

d. Mengatur Penentu Reward

Metode dan waktu pendistribusian reward merupakan persoalan kritis yang dihadapi oleh manajer, seperti gaji, transfer, promosi, pujian,

dan pengakuan. Manajer dapat membantu menciptakan iklim yang

menghasilkan pekerjaan lebih menantang dan memuaskan. Kendati

demikian, reward dianggap penting oleh karyawan karena memiliki dampak terhadap perilaku dan kinerja.49

Seseorang yang layak dihargai mungkin saja dipengaruhi oleh

faktor suka atau tidak suka dari orang lain. Sebagian orang menentukan

kelayakan sebagai “kepantasan”. Sementara bagi orang lain, kelayakan

adalah “keluarbiasaan”. Hal ini tidak dapat menimbulkan definisi yang

jelas satu sama lain. Sebuah pertimbangan atas “kepantasan” dapat

ditentukan melalui intelejensi, usaha, maupun senioritas. Sedangkan

pertimbangan atas “keluarbiasaan” mengarah pada kinerja. Berikut ini

merupakan prasyarat pemberian reward berdasarkan kriteria populer yang dikemukakan oleh Robbins, yaitu kinerja, usaha, senioritas, keterampilan

yang dimiliki, kerumitan pekerjaan, dan kebebasan memilih waktu.

Pertama, kinerja merupakan ukuran dari sebuah pencapaian atau

hasil. Pada kebanyakan pekerjaan, produktivitas digunakan sebagai satu

kriteria tunggal yang mutlak. Namun, jika pekerjaan tidak memiliki

48

FX. Suwarto, 2010, Perilaku Keorganisasian, hal. 141. 49

(30)

20

standarisasi dan bersifat rutin, maka produktivitas menjadi lebih sukar

untuk diukur. Kendati demikian, para manajer senior mengawasi unit

usaha tertentu untuk meningkatkan perhatian terhadap hubungan reward, terutama terkait pembayaran gaji dengan kinerja.

Kedua, usaha merupakan contoh klasik dalam pemberian reward. Organisasi yang memiliki kinerja rendah biasanya memberikan reward

atas sebuah usaha. Hal ini semata-mata hanya sebagai kriteria pembeda

dari reward. Usaha dapat dihitung lebih dari kinerja aktual jika terdapat keyakinan bahwa orang-orang yang mencoba melakukan akan diberi

dukungan.

Ketiga, senioritas merupakan rentang waktu yang dijadikan faktor

utama dalam menentukan alokasi reward. Gambaran terhebat senioritas tidak mutlak terhadap kriteria-kriteria lain, tetapi mudah ditentukan.

Senioritas menunjukkan penilaian yang mudah sebagai pengganti kinerja.

Keempat, keterampilan yang dimiliki merupakan praktik yang

lazim digunakan di suatu organisasi. Setiap orang yang memiliki tingkat

keterampilan atau bakat sangat tinggi akan diberikan reward yang memuaskan. Kompetisi telah berfungsi menjadikan keterampilan sebagai

elemen utama dalam meraih paket reward.50

Kelima, kerumitan pekerjaan merupakan hal yang dapat dijadikan

kriteria pemberian reward. Kerumitan pekerjaan menimbulkan tekanan atau kondisi yang tidak menyenangkan, sehingga sukar untuk dilakukan.

50

(31)

21

Solusi atas permasalahan tersebut mungkin melalui cara memberikan

reward yang tinggi dan bertujuan untuk menarik minat karyawan agar melakukan pekerjaan.

Keenam, kebebasan memilih waktu. Artinya, semakin besar

kebebasan dalam memilih kerja, maka semakin besar faktor kesalahan, dan

semakin besar kebutuhan penilaian yang baik. Apabila kebebasan memilih

waktu bertambah, maka semakin diperlukan adanya kemampuan dalam

membuat penilaian dan reward juga harus dinaikkan.51 2. Tinjauan tentang Punishment

a. Pengertian Punishment

Menurut Echols dan Shadily, punishment berasal dari bahasa Inggris yang berarti “hukuman atau siksaan”.52 Menurut Purwanto,

punishment adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh individu setelah terjadinya suatu pelanggaran, kejahatan, atau

kesalahan.53 Probabilitas hubungan dapat terjadi antara tanggapan yang

ditentukan dengan konsekuensi yang tidak disukai. Karyawan dikenakan

pengurangan upah karena ketidakhadiran atau pengumuman memo tentang

prestasi karyawan yang buruk. Beberapa pihak menolak terhadap

penggunaan punishment yang didasarkan atas moral. Karenanya, tindakan yang menyakitkan adalah buruk dan perlu dihindari.54

51

Stephen P. Robbins, 2002, Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi, hal. 274. 52

John M. Echols dan Hassan Shadily, 2005, Kamus Inggris Indonesia, hal. 456. 53

M. Ngalim Purwanto, 1995, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung, Remaja Rosdakarya, hal. 186.

54

(32)

22

De Coninck dalam Ivancevich dkk mendefinisikan punishment

sebagai tindakan yang menyajikan konsekuensi tidak dikehendaki dari

hasil dilakukannya perilaku tertentu. Adanya punishment membuat manajerial memikirkan strategi untuk mengatasinya. Beberapa faktor yang

berhubungan dengan pekerjaan dan menjadi pertimbangan sebagai

punishment adalah kritik yang dilakukan oleh pemimpin atau diturunkannya jabatan. Apabila punishment digunakan secara efektif untuk menekan perilaku, maka dianggap sebagai metode kontroversial dalam

memodifikasi perilaku organisasi. Punishment perlu digunakan setelah melalui pertimbangan cermat dan obyektif dari semua aspek yang relevan

dengan situasi.55

Ketika memberi punishment kepada bawahan, manajer dapat menolak untuk memberikan suatu reward yang diharapkan, seperti pemberian pujian atau pembayaran untuk prestasi dapat digantikan dengan

stimulus tidak menyenangkan yang berupa teguran atau denda uang.

Berdasarkan hasil studi menunjukkan bahwa punishment diterapkan kepada karyawan karena prestasi buruk akan menyebabkan peningkatan

kinerja, meskipun tanpa mendapatkan dampak penting atas kepuasan.

Namun, punishment yang dirasakan oleh karyawan sebagai tindakan arbitrer dan sesuka hati akan menyebabkan penyusutan kepuasan dan

kinerja.56

55

John M. Ivancevich dkk, 2007, Perilaku dan Manajemen Organisasi, hal. 224. 56

(33)

23

Menurut Thorndike dalam Suwarto, bahwa punishment

memaksakan dampaknya atas perilaku dengan melemahkan hubungan

antara stimulus dan tanggapan yang selanjutnya ditinjau ulang. Apabila

punishment tampak melemahkan tanggapan, maka merupakan dampak tidak langsung. Probabilitas punishment akan melemahkan kesan dari tindakan tanggapan, tetapi tidak dapat mencerminkan kesan dari tindakan

berimbalan (reward). Sebagai contoh, jika tanggapan seorang karyawan diberi sebuah reward, tentu pengulangan tanggapan akan diberi reward

pula. Namun, jika tanggapan karyawan tersebut diberi punishment, maka tanggapan yang akan diberi reward tidak eksplisit. Akibatnya, punishment

dapat mencegah pelaksanaan suatu pekerjaan yang tidak boleh dilakukan

tanpa memberitahu esensi perilaku yang perlu diikuti. Berikut ini

merupakan penyajian perilaku yang dapat dihukum.

Tabel 2.2 Perilaku yang Dapat Dihukum (Punishable Behaviors)57  Keabsenan

Menurut Soekanto dalam Siahaan, suatu organisasi menerapkan

punishment karena menjadi peraturan yang berfungsi untuk membentuk

57

(34)

24

kedisplinan, tanggung jawab, dan menciptakan kepribadian yang baik

kepada setiap anggota. Fungsi penting dari punishment dalam pembentukan tingkah laku yang diharapkan terbagi menjadi tiga. Pertama,

membatasi perilaku, yaitu punishment dapat menghalangi terjadinya pengulangan tingkah laku yang tidak diharapkan. Kedua, punishment

bersifat pedagogis. Ketiga, punishment dapat memperkuat motivasi untuk menghindarkan diri dari tingkah laku yang tidak diharapkan.58

Di sisi lain, organisasi memiliki tujuan dalam memberikan

punishment. Menurut Mangkunegara, pemberian punishment bertujuan untuk memperbaiki, memelihara peraturan yang berlaku, dan memberikan

pelajaran kepada karyawan yang melakukan pelanggaran. 59 Tujuan

pemberian punishment diperkuat dengan beberapa teori.

Purwanto mengemukakan teori punishment terbagi menjadi lima. Pertama, teori pembalasan, yaitu hukuman dilakukan sebagai akibat dari

kelalaian dan pelanggaran yang diberikan kepada pelanggar. Kedua, teori

perbaikan, yaitu hukuman diberikan untuk memberantas kejahatan dan

memperbaiki agar pelanggar tidak berbuat kesalahan lagi. Ketiga, teori

perlindungan, yaitu hukuman dilakukan untuk melindungi orang-orang

dari perbuatan yang tidak lazim. Keempat, teori ganti rugi, yaitu hukuman

dilakukan untuk mengganti kerugian-kerugian yang telah diderita akibat

dari kejahatan atau pelanggaran. Kelima, teori menakut-nakuti, yaitu

58

Rumiris Siahaan, 2013, Pengaruh Reward dan Punishment terhadap Disiplin Kinerja Karyawan pada PT. Perkebunan Nusantara III Rambutan, vol. 1, no. 01, hal. 22.

59

(35)

25

hukuman dilakukan untuk menimbulkan perasaan takut kepada pelanggar,

sehingga bersedia meninggalkan perbuatan yang buruk.60

c. Jenis-jenis Punishment

Jenis-jenis punishment diberikan kepada karyawan dengan pertimbangan secara saksama agar setimpal dengan perilaku yang

diperbuat. Punishment dapat diterima dengan rasa keadilan dan diharapkan menjadi batu loncatan untuk memperbaiki kinerja, sehingga membawa

perubahan yang lebih efektif dan efisien dalam bekerja. Menurut Rivai,

jenis-jenis punishment terbagi menjadi tiga kategori, yaitu hukuman ringan, hukuman sedang, dan hukuman berat.

Pertama, hukuman ringan berupa teguran lisan kepada karyawan

yang bersangkutan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tidak

tertulis. Kedua, hukuman sedang berupa penundaan kenaikan gaji yang

sebelumnya telah direncanakan sebagaimana karyawan lainnya, penurunan

gaji yang besarannya disesuaikan dengan peraturan organisasi atau

perusahaan, dan penundaan program promosi atau kenaikan jabatan.

Ketiga, hukuman berat berupa penurunan jabatan atau demosi,

pembebasan dari jabatan untuk dijadikan karyawan biasa, pemberhentian

kerja atas permintaan karyawan yang bersangkutan, dan pemutusan

hubungan kerja secara tidak hormat sebagai karyawan di organisasi atau

perusahaan.61

60

M. Ngalim Purwanto, 1995, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, hal. 187-186. 61

(36)

26

Tindakan aversif secara material tidak banyak digunakan atau

diterapkan oleh berbagai organisasi, kecuali untuk problem perilaku yang

dianggap serius. Menurut Winardi, terdapat dua macam tipe dalam

pemberian punishment. Tipe pertama berupa penyajian suatu kejadian aversif setelah terjadinya perilaku yang tidak dikehendaki. Tipe kedua

terkait ditiadakannya suatu kejadian menyenangkan setelah terjadinya

perilaku yang dikehendaki.

Kedua macam tipe pemberian punishment di atas dapat menimbulkan dampak berupa penyusutan target frekuensi perilaku.

Punishment melalui tindakan “penarikan” (withdrawal) berupa macam-macam bentuk. Salah satu bentuk punishment melalui tindakan

“penarikan” adalah dikenakan denda berupa uang kepada orang yang

bersangkutan karena perilakunya tidak dikehendaki. Bentuk lainnya adalah

bahwa orang yang bersangkutan akan kehilangan hal-hal istimewa

bersamaan dengan terjadinya perilaku yang tidak dikehendaki.62

d. Manajemen Aversif melalui Pemberian Punishment

Pengendalian aversif merupakan aspek penting dalam manajemen

perilaku karyawan. Istilah aversif diartikan sebagai sesuatu yang tidak

menyenangkan. Pengendalian aversif berarti penerapan kejadian-kejadian

untuk mengatur dan mengelola perilaku karyawan yang tidak

menyenangkan. Menurut Winardi, jenis-jenis pengendalian aversif

dibedakan menjadi dua, yaitu penguatan negatif dan pemberian

62

(37)

27

punishment. Kedua jenis konsep tersebut kerapkali dicampuradukkan, sehingga perlu diketahui perbedaan khususnya.63 Berikut ini merupakan

penjelasan reinforcement (penguatan) negatif yang dikemukakan oleh Ivancevich dkk:

Reinforcement negatif merujuk pada suatu peningkatan dalam frekuensi dari suatu respons karena disebabkan oleh disingkirkannya stimulus yang tidak diinginkan. Sebagai contoh, memberikan usaha yang tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan mungkin akan mendatangkan reinforcement negatif karena tidak harus mendengarkan atasan yang “terus mengomel” (tidak

dinginkan).”64

Reinforcement negatif hanya memperkuat dan meningkatkan perilaku karyawan. Praktik reinforcement negatif mengaksentuasikan pada penipuan sosial untuk menghindari punishment. Sebagai tambahan, Luthans mengemukakan perbedaan antara reinforcement (penguatan) negatif dengan punishment secara spesifik:

“Penguatan negatif memperkuat dan meningkatkan perilaku,

sedangkan hukuman melemahkan dan menurunkan perilaku. Tetapi, keduanya adalah bentuk dari kontrol negatif dari perilaku. Penguatan negatif adalah bentuk dari penipuan sosial karena orang tersebut akan melakukan apa pun demi menghindari hukuman.”65

Secara realitas, konsep yang lebih mudah dipahami adalah

pemberian punishment. Definisi umum tentang pemberian punishment

adalah sesuatu yang dianggap tidak menyenangkan bagi pihak tertentu.

Menurut perspektif behavioral, pemberian punishment merupakan sebuah istilah teknikal yang kompleks. Seseorang yang memberi punishment

dengan sendirinya telah berada di kejadian aversif untuk mengurangi

63

J. Winardi, 2004, Manajemen Perilaku Organisasi, hal. 245. 64

John M. Ivancevich dkk, 2007, Perilaku dan Manajemen Organisasi, 223. 65

(38)

28

frekuensi perilaku tertentu.66 Adapun argumentasi kontra penggunaan

punishment menurut Suwarto sebagai berikut.

Pertama, penggunaan punishment setidaknya untuk mengurangi terjadinya perilaku yang tidak dikehendaki. Kedua, diasumsikan oleh

penyanggah bahwa penggunaan punishment akan menimbulkan dampak yang tidak diharapkan. Ketiga, dampak punishment hanya bersifat sementara. Apabila ancaman punishment ditiadakan, maka tanggapan yang diharapkan akan kembali seperti semula. Keempat, melalui belajar

observasi, probabilitas punishment menimbulkan tanggapan negatif dari rekan kerja terhadap orang yang dihukum.67

Punishment kerapkali hanya menekan perilaku karyawan yang tidak dikehendaki dalam jangka waktu pendek, bukan berarti ditiadakan

sama sekali. Punishment dilakukan secara konstan dalam jangka waktu panjang agar perilaku yang tidak dikehendaki dapat ditekan. Mengingat

bahwa punishment dapat menimbulkan terjadinya upaya di masa yang akan datang untuk menghindari atau melepaskan dari situasi tersebut.68

Manajer yang menerapkan strategi punishment dapat menghadapi problem-problem penolakan. Bahkan tidak jarang sabotase akan dihadapi

oleh manajer. Adapun hal penting yang diingat oleh manajer sebagai

berikut.

Pertama, meskipun sebuah perilaku dapat ditekan sebagai akibat

punishment tidak akan ditiadakan secara permanen. Misalnya seorang

66

J. Winardi, 2004, Manajemen Perilaku Organisasi, hal. 245. 67

Suwarto, FX, 2010, Perilaku Keorganisasian, hal. 144. 68

(39)

29

karyawan mendapatkan teguran karena sembunyi-sembunyi menghentikan

pekerjaan di luar jam istirahat. Probabilitas perilaku tersebut dapat

dihentikan jika manajer hadir di tempat. Begitu ancaman diterapkannya

punishment ditiadakan dari situasi yang berlaku, maka probabilitas perilaku yang tidak dikehendaki akan berulang.

Kedua, seseorang yang menerapkan punishment terkadang dianggap negatif oleh orang lain. Manajer kerapkali memberikan

punishment kepada bawahan akan berpengaruh terhadap keadaan yang menyenangkan pada unit kerja. Di sisi lain, dampak yang diperoleh

manajer dalam menerapkan punishment dirasakan sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan bagi bawahan.

Ketiga, probabilitas punishment dikompensasi dengan perkuatan positif yang diterima dari sumber lain. Seorang bawahan dapat diperkuat

oleh rekan-rekannya. Bersamaan dengan itu, bawahan tersebut mendapat

punishment dari manajer. Nilai positif dari hubungan persahabatan dengan rekan kerja terkadang cukup kuat dalam mendapatkan punishment, sehingga perilaku yang tidak dikehendaki bisa kontinu.69

Menurut perspektif keorganisasian, probabilitas reaksi kurang

menguntungkan terjadi karena karyawan menghindari pekerjaan tertentu

akibat diterapkannya punishment. Problem lain yang berhubungan dengan

punishment adalah potensi untuk menekan inisiatif dan keluwesan karyawan. Karyawan yang dimarahi hanya mengerjakan sesuai dengan

69

(40)

30

yang diperintahkan, tidak lebih dari itu.70 Menurut Suwarto, beberapa

persyaratan yang lazim diterapkan dalam penggunaan punishment meliputi penentuan waktu, intensitas, penjadwalan, kejelasan alasan, dan tidak

bersifat pribadi.

Pertama, penentuan waktu (timing) merupakan hal yang penting.

Punishment dapat dilaksanakan selama timbulnya tindakan yang perlu dihukum. Kedua, intensitas (intensitas) merupakan pencapaian keefektifan

punishment lebih besar jika stimulus yang tidak disukai relatif kuat. Artinya, punishment dapat menghalangi perilaku yang menyenangkan karena dianggap terlalu keras.

Ketiga, penjadwalan (sceduling) merupakan dampak punishment

yang bisa menjadi efektif jika dilaksanakan dengan jadwal berlanjut.

Keempat, kejelasan alasan (clarifying the reasons) merupakan kesadaran atau pengertian sebagai peranan penting dalam punishment. Alasan dapat memberikan tentang sesuatu yang tidak boleh dilakukan.

Kelima, tidak bersifat pribadi (impersonal) merupakan punishment

yang ditujukan pada tindakan khusus. Probabilitas punishment dapat meminimalisir dampak emosional sampingan yang tidak diharapkan dari

karyawan atau timbul kerenggangan hubungan permanen dengan manajer.

Metode pemberian punishment ini mungkin lebih positif jika dibandingkan dengan penerapan punishment yang didasari emosi.71

70

J. Winardi, 2004, Manajemen Perilaku Organisasi, hal. 248. 71

(41)

31

Pengakuan bahwa penerapan punishment yang tidak dilakukan di muka umum menimbulkan dampak yang berbeda jika dibandingkan

dengan yang dilakukan di muka umum. Menurut Winardi, terdapat sebuah

peribahasa yang menyatakan bahwa “Berilah pujian di muka umum, tetapi

terapkan hukuman secara tersendiri”. Pengendalian aversif berhubungan

secara langsung dengan target perilaku yang tidak dikehendaki. Sebuah

peringatan yang perlu diperhatikan adalah menghukum perilaku khusus

yang tidak dikehendaki dan bukan orang yang bersangkutan. Punishment

memusatkan persoalan yang tidak boleh dilakukan oleh karyawan, maka

penting untuk menyampaikan perilaku yang patut diikuti.72

Menurut Tosi dkk dalam Winardi, terdapat lima macam petunjuk

dalam menerapkan punishment. Pertama, menceritakan kepada karyawan yang bersangkutan tentang kesalahannya. Selanjutnya mengidentifikasi

perilaku yang tidak dikehendaki secara eksplisit. Kedua, memberikan

informasi kepada karyawan yang bersangkutan tentang sesuatu yang

dianggap benar. Hal ini menciptakan alternatif yang tepat terhadap

perilaku yang sedang mendapatkan punishment. Ketiga, melaksanakan

punishment secara pribadi untuk menghindari perasaan malu di hadapan orang lain. Keempat, mengupayakan agar punishment segera diterapkan jika terjadi perilaku yang tidak dikehendaki. Kelima, mengupayakan agar

punishment diterapkan berdasarkan keadilan, sehingga tolok ukur dapat

72

(42)

32

dipertimbangkan melalui tingkat perilaku yang dianggap tidak

dikehendaki.73

3. Reward dan Punishment dalam Perspektif Islam

Reward merupakan salah satu kebutuhan yang didambakan oleh karyawan. Pemberian reward akan diterima oleh karyawan saat melakukan pekerjaan yang bermanfaat bagi organisasi. Hal ini selaras dengan surat

Al-Imran ayat 57.

ظل بح َ َ ۡ

جأ ۡ ف ف تح صل ْ ع ْ

ء ل أ

٧٥

Artinya: “Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan

yang saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka dan Allah tidak menyukai orang-orang yang

zalim”.74

Ayat di atas menjelaskan bahwa jika setiap manusia yang mempunyai

ketetapan hati untuk melakukan perbuatan terpuji, niscaya Allah SWT akan

menggantinya dengan pahala. Pada kehidupan yang nyata, karyawan bekerja

untuk memenuhi kebutuhan. Imbalan tidak diperoleh secara instan. Seseorang

terlebih dahulu menunjukkan kinerjanya, baik sebelum diterima (persaingan

saat rekrutmen dan seleksi) maupun setelah diterima di organisasi. Ketika

pencapaian tersebut telah diraih, maka seseorang akan mendapatkan imbalan.

Pemberian imbalan disesuaikan dengan kadar kemampuan organisasi.

Organisasi memerlukan pertimbangan-pertimbangan untuk menghindari

ketidakadilan. Organisasi biasanya memberikan imbalan untuk memotivasi

karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa organisasi mengharapkan agar

73

(43)

33

karyawan berlomba-lomba untuk lebih produktivitas. Sebagaimana hadits

Rasulullah SAW berikut ini.

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Yazid bin Abu Ziyad dari Abdullah bin al Harits berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam membariskan Abdullah, Ubaidullah dan banyak lagi sahabat dari kalangan Bani Al Abbas, seraya bersabda: "Barangsiapa paling dahulu sampai kepadaku, maka ia akan mendapatkan ini dan itu”. Abdullah berkata: “Lalu mereka saling berlomba untuk sampai kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, sehingga di antara mereka ada yang menyentuh dada beliau dan ada juga yang menyentuh punggung beliau. Kemudian beliau menciumi

mereka dan memeluk mereka”.75

Lain halnya dengan reward, punishment menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan bagi karyawan. Karenanya, karyawan yang melakukan

pelanggaran atau kesalahan akan menerima balasan sebagai punishment. Hal ini selaras dengan surat An-Nisa’ ayat 79.

ۚكسۡف ف ٖة س كب صأ ٓ َ ف ٖة سح ۡ كب صأ ٓ

ل ك ۡس ۡ أ

اد ش َٱب فك ۚ اَ س

٥٧

Artinya: “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah

menjadi saksi.”76

Ayat di atas menjelaskan bahwa segala nikmat yang diperoleh manusia

berasal dari Allah SWT. Sedangkan kesalahan, keburukan, maupun musibah

disebabkan oleh tindakan manusia sendiri. Pada konteks organisasi, karyawan

terkadang pernah melakukan kesalahan dalam bekerja. Kesalahan yang

75

(44)

34

dilakukan oleh karyawan mungkin dapat ditoleransi oleh organisasi. Apabila

karyawan kerapkali melakukan kesalahan yang sama maupun berbeda, maka

tidak menutup kemugkinan organisasi akan memberikan punishment.

Punishment diberikan sesuai dengan tingkat kesalahan karyawan. Organisasi memiliki peraturan dalam memberikan punishment untuk menghindari ketidakadilan. Selain itu, pemberian punishment dapat mengubah perilaku karyawan agar menjadi lebih baik. Sebagaimana hadits Rasulullah

SAW berikut ini.

بْ ع س أ

بْخأ ثك ْب د ل ْل ل ق ْفس بْخأ َ دْبع ْب ع ثدح

ْب

تْ ك ل ق ة س بأ ْب ع ع س أ سْ ك

ف َغ

ْجح

َ ص َ ل س

س ْ ع َ ص َ ل س ل ل قف ةفْحصل ف ش ت د ْت ك س ْ ع

ْت ْتل ف ك ْلك ك ب ْلك َ س َغ

دْعب

ْعط ك

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah Telah mengabarkan kepada kami Sufyan ia berkata; Al Walid bin Katsir Telah mengabarkan kepadaku, bahwa ia mendengar Wahb bin Kaisan bahwa ia mendengar Umar bin Abu Salamah berkata; Waktu aku masih kecil dan berada di bawah asuhan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tanganku bersileweran di nampan saat makan. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai Ghulam, bacalah Bismilillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu." Maka seperti itulah gaya makanku setelah itu.77

77

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan kegunaan tertentu. 78 Sehubungan dengan itu, penelitian ini

menggunakan pendekatan grounded theory. Menurut Creswell, “Grounded theory

merupakan strategi penelitian yang di dalamnya peneliti “memproduksi” teori

umum dan abstrak dari suatu proses, aksi, atau interaksi tertentu yang berasal dari

pandangan-pandangan partisipan”.

Sedangkan jenis penelitian ini menggunakan kualitatif. Menurut Creswell,

penelitian kualitatif sebagai metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna

yang membahas problem sosial atau kemanusiaan dari sejumlah individu maupun

sekelompok orang.79 Kendati demikian, penelitian kualitatif digunakan untuk

mendapatkan realitas tentang penerapan reward dan punishment di Lembaga Manajemen Infaq Surabaya.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini membahas tentang penerapan reward dan punishment di Lembaga Manajemen Infaq. Letak Lembaga Manajemen Infaq Kantor Pusat

berada di jalan Barata Jaya XXII / 20 Surabaya. Perjalanan menuju ke lokasi

dapat diakses dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.

Eksistensi Lembaga Manajemen Infaq berdiri kokoh di pemukiman padat

penduduk.

78

Sugiyono, 2014, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D, Bandung, Alfabeta, hal. 2. 79

(46)

36

Secara geografis, Lembaga Manajemen Infaq bagian utara, timur, dan

barat berbatasan dengan pemukiman penduduk, serta bagian selatan berbatasan

jalan raya. Lembaga Manajemen Infaq menyediakan facebook (Lembaga Manajemen Infaq), twitter (@lmizakat), email (info@lmizakat.org), website

(www.lmizakat.org), instagram (LMIzakat), dan youtube (LMIzakat) dalam menunjang layanan informasi. Berkaitan dengan layanan informasi fast respon, Lembaga Manajemen Infaq menyediakan nomor telepon (031-5053883), faximile

(031-5022662), hotline atau whatsapp (0822-30000909), dan Blackberry Messenger (53233772).

C. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Pencarian data menjadi aktivitas untuk menemukan informasi yang

spesifik di lokasi penelitian. Data merupakan fakta empirik yang dikumpulkan

untuk kepentingan dalam memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan

penelitian. Data penelitian dapat berasal dari berbagai sumber yang dikumpulkan

dengan menggunakan berbagai teknik selama kegiatan penelitian berlangsung.

Jenis dan sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, antara lain:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama, yaitu

individu atau kelompok yang terdapat di lokasi penelitian.80 Data primer dapat

berupa hasil observasi dan wawancara. Observasi yang dilakukan di lokasi

penelitian menghasilkan gambaran terkait penerapan reward. Selain itu, penelitian ini dilakukan secara purposive dalam melakukan wawancara, yaitu

80

(47)

37

memilih narasumber dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Begitu pula,

teknik pengambilan sampel menggunakan snowball sampling, yaitu sumber data yang mulanya berjumlah sedikit, tetapi semakin lama menjadi banyak.81

Adapun narasumber yang menjadi sumber data dalam kegiatan wawancara

sebagai berikut.

Tabel 3.1 Data Narasumber

No. Narasumber

1. Direktur Pelaksana

2. Kepala Kantor Perwakilan Jawa Timur

3. Senior Manajer Perhimpunan

4. Manajer SDM atau HRD

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua setelah

data primer.82 Probabilitas peneliti terkadang sukar untuk mendapatkan data

primer karena faktor tertentu yang bersifat pribadi. Data sekunder digunakan

sebagai bahan tambahan dari data primer yang telah diperoleh. Data sekunder

dalam penelitian berasal dari website dan dokumentasi terkait Lembaga Manajemen Infaq.

D. Tahap-Tahap Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan secara ilmiah, sistematis, dan logis.

Penelitian berdasarkan tahap-tahap dilakukan sesuai dengan kondisi dan situasi

81

Sugiyono, 2014, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D, hal. 216 dan 218. 82

(48)

38

yang dihadapi tanpa mengabaikan prinsip-prinsip yang digunakan dalam proses

penelitian. Berikut ini merupakan tahap-tahap yang digunakan dalam penelitian

ini, antara lain:

1. Tahap Pra Lapangan

Tahap pra lapangan merupakan tahap dipersiapkannya segala sesuatu

sebelum menuju ke lokasi penelitian. Menurut Moleong, terdapat enam tahap

yang dilakukan oleh peneliti dan ditambah dengan satu pertimbangan yang

perlu dipahami, yaitu etika penelitian lapangan.83 Adapun kegiatan dan

pertimbangan dalam tahap pra lapangan sebagai berikut:

a. Menyusun Rancangan Penelitian

Penyusunan rancangan penelitian terlebih dahulu dimulai dengan

membuat proposal penelitian. Proposal penelitian membahas tentang latar

belakang masalah, sehingga menimbulkan rumusan masalah yang dapat

diangkat dalam penelitian. Langkah berikutnya adalah mencari dan

menentukan teori yang disesuaikan dengan kebutuhan. Singkatnya,

proposal penelitian sudah selesai dikerjakan dan siap untuk diujikan.

Ketika proses proposal penelitian diuji, tentunya tim penguji

memberikan saran dan kritik. Selanjutnya, proposal penelitian direvisi agar

lebih baik. Begitu pula, untuk mempersiapkan penelitian, maka permintaan

saran kepada dosen pembimbing diperlukan hingga proposal penelitian

dianggap layak untuk diserahkan ke lokasi penelitian.

83

Lexy J. Moleong, 1996, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya

Gambar

Tabel 3.3 Data Wawancara .....................................................................................
Gambar 4.3 Penggalan Peraturan Lembaga Manajemen Infaq Surabaya  ............... 61
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Tabel 2.2 Perilaku yang Dapat Dihukum (Punishable Behaviors)57
+7

Referensi

Dokumen terkait