LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
NOMOR 4 TAHUN 2015
PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
NOMOR 4 TAHUN 2015
TENTANG
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,
Menimbang : a. bahwa pendidikan merupakan hak asasi manusia yang harus dipenuhi secara berkualitas dan dilaksanakan dengan memperhatikan hak-hak dasar lainnya untuk membangun sumberdaya manusia yang bermutu, religius, berbudaya dan partisipatif;
b. bahwa pendidikan harus mampu membekali peserta didik agar tangguh menghadapi perubahan lokal, nasional dan global, maka pendidikan harus dilakukan secara terencana, terarah dan berkesinambungan untuk mewujudkan pemerataan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan serta efisien dalam pengelolaan penyelenggaraan pendidikan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 64 tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649);
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
4. Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5657); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4496) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5410);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4769);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4863);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4864);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Tunjangan Profesi guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pendidikan Kedinasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5101);
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157); 15. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44
Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar (Berita Negera Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 665);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
dan
GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
2. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Gubernur beserta Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
3. Gubernur adalah Gubernur Nusa Tenggara Barat.
4. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota beserta Perangkat Daerah Kabupaten/kota sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
5. Masyarakat adalah perorangan, kelompok atau lembaga yang merupakan penduduk Nusa Tenggara Barat dan mengembangkan diri secara sosial untuk kepentingan daerah Nusa Tenggara Barat dan mempunyai perhatian dan peranan dalam pendidikan.
6. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendaalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
7. Lembaga Penyelenggara Pendidikan adalah organisasi dan/atau badan hukum yang mendapat izin untuk menyelenggarakan satuan pendidikan formal, non formal maupun informal.
8. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
10. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
11. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
12. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
13. Pendidikan Dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
14. Pendidikan Menengah adalah jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat. 15. Pendidikan Khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelaian fisik, emosional, mental dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
16. Pendidikan Layanan Khusus adalah pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
17. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
18. Peran serta adalah seluruh sumbangan dan aktivitas masyarakat secara material, finansial, pemikiran, tenaga, waktu dan lainnya untuk keperluan kemajuan pendidikan.
19. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggara pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
20. Keunggulan lokal adalah aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi, ekologi yang bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik.
21. Muatan Lokal adalah merupakan klegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri hkhas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokan dalam materi pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
23. Penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
24. Kurikulum muatan lokal adalah seperangkat rencana dan pengaturan megenai isi dan bahan pelajaran yang ditetapkan oleh daerah sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar.
25. Kelokalan adalah kelokalan potensi dan permasalahan masyarakat dan budayanya sebagai potensi yang dapat dikembangkan untuk mendorong percepatan pencapaian tujuan pendidikan.
26. Nilai budaya adalah keseluruhan sistem norma yang berakar dari kebudayaan daerah yang membangun pranata kehidupan masyarakat budaya dalam menciptakan masyarakat yang religius, maju dan harmonis.
27. Kebudayaan daerah adalah seluruh potensi budaya etnik yang hidup berkembang dan didukung oleh masyarakat NTB.
28. Transformasi budaya adalah upaya penggalian, penerusan dan internalisasi nilai melalui proses rekonstruksi dan reformulasi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan masyarakat.
29. Masyarakat pendidikan adalah sekelompok masyarakat yang memiliki kepedulian dan perhatian terhadap usaha-usaha peningkatan akses, mutu dan relevansi pendidikan.
30. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
31. Warga sekolah adalah kepala sekolah, guru, tenaga administrasi, murid, petugas kebersihan, penjaga, dan atau siapa saja yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
32. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpatisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
33. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia padajalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
34. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
35. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar;
36. Pengawasan proses pendidikan dan pembelajaran adalah pengawasan atas proses dalam pendidikan dan pembelajaran di satuan pendidikan yang meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut;
meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut;
38. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertangungjawaban penyelenggaraan pendidikan. 39. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang
sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia
40. Lingkungan pendidikan adalah keseluruhan sistem penunjang yang menyebabkan terselenggaranya pendidikan dengan baik dan bermutu, baik di lingkungan satuan pendidikan maupun di lingkungan masyarakat sekitarnya.
Pasal 2
Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dengan asas:
a. mutu;
b. transparansi; c. akuntabilitas; d. keadilan; dan e. partisipatif.
Pasal 3
Pendidikan di Daerah dimaksudkan untuk mempercepat tercapaiya tujuan Pendidikan Nasional dalam mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak, bermartabat, beradab, sehat, cerdas, kreatif, demokratis, dan bertanggungjawab.
Pasal 4
Pendidikan di Daerah bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang berbasis pada nilai-nilai, potensi, dan keunggulan daerah.
Pasal 5
Penyelenggaraan pendidikan berfungsi untuk:
a. menumbuhkembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik; b. mengembangkan kemampuan intelektual, emosional, spiritual,
kepekaan sosial dan kecakapan-kecakapan vokasional khusus lainnya sesuai dengan permasalahan dan potensi peserta didik; c. membentuk watak dan kepribadian peserta didik yang terpuji; dan d. mentransformasi nilai-nilai kearifan yang bersumber dari budaya
bangsa.
Pasal 6
BAB II
PENDEKATAN PENDIDIKAN
Pasal 7
(1) Penyelenggaraan Pendidikan menggunakan pendekatan mutu, religius, budaya dan partisipatif.
(2) Pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di Daerah berdasarkan Sistem Pendidikan Nasional dengan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur budaya.
(3) Nilai-nilai luhur budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah nilai-nilai yang berasal dari agama, Pancasila, UUD Negara RI Tahun 1945 dan budaya.
BAB III
PERENCANAAN PENDIDIKAN
Pasal 8
(1) Pemerintah Daerah menyusun perencanaan pendidikan.
(2) Perencanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perencanaan strategis dan perencanaan interaktif diarahkan untuk mencapai tujuan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dengan memperhatikan masukan dari masyarakat.
Pasal 9
(1) Gubernur menetapkan target tingkat partisipasi pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan yang harus dicapai pada tingkat provinsi yang meliputi :
a. antar kabupaten; b. antar kota;
c. kabupaten dan kota; dan
d. antara peserta didik laki-laki dan perempuan.
(2) Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana diaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
(3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Provinsi mengutamakan perluasan dan pemerataan akses pendidikan melalui jalur pendidikan formal dan non formal.
(4) Pemerintah Provinsi bersama Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan koordinasi dalam percepatan partisipasi pendidikan.
Pasal 10
(2) Pemerataan partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. antar kabupaten; b. antar kota;
c. kabupaten dan kota; dan
d. antara peserta didik laki-laki dan perempuan.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perencanaan pendidikan diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga
Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia Bidang Pendidikan
Pasal 11
(1) Pemerintah Daerah bersama kabupaten/kota berupaya melakukan percepatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bidang pendidikan.
(2) Percepatan IPM bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui :
a. peningkatan koordinasi, sinergi, sinkronisasi antara pemerintah provinsi dengan kabupaten/kota, dan pemangku kepentingan dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi; dan b. optimalisasi peranserta institusi pemerintah daerah, masyarakat,
dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka meningkatkan angka partisipasi sekolah di semua jenjang pendidikan.
Bagian Keempat
Pembentukan Generasi Emas
Pasal 12
(1) Pemerintah Daerah bersama kabupaten/kota membentuk generasi emas yang cerdas, sehat dan unggul.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai percepatan pembentukan generasi emas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB IV
BUDAYA PENDIDIKAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 13
(1) Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, religius, dan berbudaya.
(2) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada :
c. pendidikan informal; dan
d. pendidikan bagi anak usia dini.
Bagian Kedua Mutu
Pasal 14
(1) Setiap satuan Pendidikan harus menyelenggarakan pendidikan yang bermutu.
(2) Penyelenggaraan pendidikan yang bermutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah satuan pendidikan yang mencerminkan suasana akademis, religius, budaya dan partisipatif dalam setiap aktivitas warga sekolah.
(3) Setiap Satuan Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. memiliki Prosedur Operasional Standar (POS) yang menunjang peningkatan mutu pendidikan, baik mutu proses, mutu hasil maupun mutu pengelolaan dengan menerapkan konsep pelayanan prima;
b. memiliki program peningkatan mutu untuk menunjang POS peningkatan mutu secara komprehensif dan mandiri meliputi aspek-aspek: mutu sumberdaya manusia (pendidik dan tenaga kependidikan), mutu penyelenggaraan sekolah, mutu penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran, dan mutu hasil pendidikan; dan
c. melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah, menjaminan keamanan dan kenyamanan setiap warga sekolah.
Pasal 15
(1) Dalam rangka menjamin mutu pendidikan, Pemerintah Provinsi melakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi terhadap pencapaian 8 (delapan) standar nasional pendidikan.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan Pemerintah Provinsi dan kabupaten/Kota melalui koordinasi dan kerjasama melakukan Penjaminan Mutu Pendidikan dalam pemenuhan 8 (delapan) standar nasional Pendidikan.
(3) Standar Nasional Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Standar kompetensi kelulusan; b. standar isi;
c. standar Proses; d. standar penilaiaan; e. standar pengelolaan;
f. standar pendidik dan tenaga kependidikan; g. standar sarana dan prasarana; dan
h. standar pembiayaan.
(1) Untuk mewujudkan pendidikan bermutu, setiap Satuan Pendidikan harus:
a. menyiapkan ruang/media ekspresi untuk pengembangan bakat, minat dan kemampuan bagi peserta didik, baik bidang akademik maupun nonakademik;
b. mewujudkan budaya membaca karya sastra sesuai dengan tingkat satuan pendidikan;
c. menyelenggarakan lomba tingkat sekolah secara perorangan, kelompok maupun kelas paralel; dan
d. lomba tingkat sekolah dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat kecamatan sampai tingkat provinsi.
(2) Setiap Satuan Pendidikan dapat memberikan penghargaan kepada pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik yang berprestasi akademik dan/atau nonakademik.
(3) Prestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan sebagai salah satu indikator pertimbangan dalam penentuan akreditasi sekolah.
Bagian Ketiga Religius
Pasal 17
(1) Penyelenggaraan pendidikan mencerminkan ciri religiusitas sebagai berikut:
a. keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. budaya sekolah yang dapat membentuk sikap dan perilaku sesuai nilai-nilai dan norma agama; dan
c. budaya yang guyup, aman, damai, harmonis dan sejahtera berdasarkan keragaman.
(2) Dalam penyelenggaraan pendidikan yang mencerminkan ciri religiusitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masyarakat harus berkomitmen untuk mendukung upaya mewujudkan lingkungan pendidikan yang religius.
(3) Setiap Satuan Pendidikan menerapkan perilaku religius yang meliputi:
a. kegiatan iman dan taqwa (imtaq) setiap hari Jum’at sebelum jam pelajaran dimulai;
b. pakaian seragam yang mencerminkan religiusitas, dan pakaian khusus keagamaan yang diberlakukan pada kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
c. mempersyaratkan kemampuan baca dan tulis Al-Qur’an bagi lulusan satuan pendidikan dasar dan menengah yang beragama Islam dan peserta didik nonmuslim menyesuaikan.
(4) Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi penyediaan tempat ibadah di satuan pendidikan untuk mendukung perilaku religius dengan memperhatikan rasio peserta didik.
MATAKIN untuk mendorong terwujudnya religiusitas dalam dunia pendidikan.
(6) Pendidikan yang mencerminkan religiusitas diselenggarakan oleh satuan pendidikan melalui mata pelajaran pendidikan agama dan kegiatan keagamaan lainnya.
(7) Ketentuan tentang penyediaan tempat ibadah di satuan pendidikan untuk mendukung perilaku religius sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di atur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
Bagian Keempat Budaya
Pasal 18
(1) Setiap Satuan Pendidikan harus mencerminkan ciri kelokalan sesuai dengan budaya daerah setempat.
(2) Pencerminan budaya daerah setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam penerapan nilai, norma, aturan dan tata tertib yang diberlakukan pada satuan pendidikan.
(3) Rumusan tentang pencerminan budaya daerah dapat dilakukan oleh satuan pendidikan pendidikan dengan tidak bertentangan dengan budaya yang berlaku dan berkembang di daerah setempat.
BAB V
KURIKULUM MUATAN LOKAL, KELOKALAN KURIKULUM DAN EKSTRA KURIKULER
Bagian Kesatu Kurikulum Muatan Lokal
Pasal 19
(1) Pemerintah Daerah menetapkan standar penyelenggaraan pendidikan berbasis kearifan dan keunggulan lokal dengan memperhatikan standar nasional pendidikan sebagai media transformasi budaya pada setiap satuan pendidikan.
(2) Penyusunan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyusun suplemen kurikulum yang memiliki muatan kearifan lokal dan budaya daerah serta pendidikan budi pekerti melalui pelajaran terkait.
(3) Bahasa daerah wajib diajarkan sebagai muatan lokal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
Bagian Kedua Kelokalan Kurikulum
Pasal 20
(1) Kurikulum Muatan Lokal dilaksanakan di semua jenjang dan jenis satuan pendidikan.
(2) Kurikulum Muatan Lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah wajib memuat mata pelajaran yang berisikan materi tentang :
a. pelestarian budaya daerah; b. pendidikan karakter;
c. pendidikan antikorupsi;
d. pendidikan anti pornografi dan pornoaksi; e. pendidikan kebencanaan.
(3) Pemerintah Provinsi bersama Pemerintah Kabupaten/Kota menyiapkan sumberdaya manusia pendidik yang berkualifikasi mengajarkan muatan lokal.
(4) Ketentuan mengenai Kurikulum Muatan Lokal diatur lebih lanjut dalam Keputusan Gubernur.
Pasal 21
(1) Pemerintah Daerah harus menyediakan materi kelokalan kurikulum.
(2) Materi kelokalan kurikulum sebagaimana diimaksud pada ayat (1) diselenggarakan secara terintegrasi melaui proses kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran terkait.
Bagian Ketiga Ekstra Kurikuler
Pasal 22
(1) Satuan Pendidikan harus menyelenggarakan kegiatan ekstra kurikuler.
(2) Kegiatan ekstra kurikuler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk mengembangkan seni budaya lokal, keahlian, pendidikan karakter dan peningkatan rasa kebangsaan (patriotisme).
(3) Ekstrakurikuler yang harus dikembangkan di sekolah meliputi :
a. kegiatan keagamaan; b. kesenian Daerah;
c. olahraga dan / atau permainan Daerah; d. kewirausahaan berbasis lokal;
(4) Untuk mendukung kegiatan ekstra kurikuler, Pemerintah Daerah menyelenggarakan kompetisi.
(5) Ketentuan tentang pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VI
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 23
(1) Dalam penyelenggaraan pendidikan, Pemerintah Provinsi merumuskan dan menetapkan kebijakan bidang pendidikan menengah dan pendidikan khusus.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang kebijakan penyelenggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB VII
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEUNGGULAN LOKAL DAN/ATAU KEUNGGULAN TERTENTU
Pasal 24
(1) Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat dapat menyelenggarakan satuan pendidikan berciri keunggulan lokal dan/atau keunggulan tertentu.
(2) Persyaratan pendirian sekolah yang bericiri keunggulan lokal dan/atau keunggulan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi persyaratan:
a. studi kelayakan; dan
b. persetujuan Bupati/Walikota.
(4) izin pendirian sekolah yang berciri kelokalan dan/atau keunggulan tertentu dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah.
(5) Ketentuan tentang ciri kelokalan dan/atau keunggulan tertentu, standar pendirian dan standar penyelenggaraan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
BAB VIII
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Pasal 25
Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota wajib :
b. meningkatkan kualifikasi akademik guru sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku melalui pemberian bantuan pendidikan;
c. mendukung dan memacu peningkatan kompetensi guru melalui sertifikasi kompetensi;
d. meningkatkan wawasan, kompetensi, dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan masyarakat;
e. membantu pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat; dan
f. memberikan penghargaan kepada pendidik dan tenaga kependidikan yang berprestasi.
BAB IX
SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN
Pasal 26
(1) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota menjamin ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan jenjang pendidikan pendidikan dasar dan menengah sesuai kewenangannya.
(2) Pemerintah Provinsi mendukung ketercukupan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(3) Sarana dan prasarana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diadakan dan dirawat sesuai kualifikasi mutu dengan memperhatikan kemampuan satuan pendidikan.
BAB X
HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA DAN MASYARAKAT
Bagian kesatu Orang tua
Pasal 27
Setiap orang tua berhak:
a. memperoleh informasi yang akurat dan 14eligio tentang satuan pendidikan yang ada di sekitarnya;
b. memberikan masukan kepada satuan pendidikan tempat belajar anaknya;
c. memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya; dan/atau
d. mengikuti pendidikan sesuai dengan bakat dan minat anaknya.
Pasal28
Bagian Kedua Masyarakat
Pasal 29
Masyarakat berhak :
a. memperoleh informasi tentang penyelenggaraan dan kebijakan penggunaan anggaran pendidikan;
b. menentukan arah pengembangan satuan pendidikan yang berada di wilayahnya;
c. memberikan masukan untuk kemajuan pendidikan kepada Pemerintah Daerah dan Satuan Pendidikan;
d. memberikan dukungan terhadap upaya-upaya peningkatan akses, mutu dan relevansi pendidikan, baik secara moril, materiil maupun organisatoris; dan
e. menjadi anggota Komite Sekolah pada satuan pendidikan yang ada di sekitarnya.
BAB XI
PERANSERTAMASYARAKAT
Pasal30
(1) Masyarakat dapat berperanserta dalam penyelenggaraan dan pengelolaan Pendidikan.
(2) Peranserta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh: perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dunia usaha dan dunia 15eligiou, serta organisasi kemasyarakatan.
(3) Peran serta masyarakat dalam pendidikan dapat disalurkan antara lain melalui :
a. Dewan Pendidikan; b. Komite Sekolah;
c. Lembaga yang mewakili pemangku kepentingan pendidikan.
(4) Peranserta masyarakat dalam pendidikan berfungsi memperbaiki dan membantu pengembangan akses, mutu, daya saing, relevansi, tata kelola, dan akuntabilitas pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan berbasis 15eligious, budaya dan berorientasi mutu.
(5) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan:
a. membangunan jejaring kerja dalam mendukung pelaksanaan pendidikan yang berbasis religius, budaya dan berorientasi mutu;
b. memantau perkembangan, kegiatan dan kemajuan belajar anak usia dini dan anak usia sekolah di lingkungannya;
c. menjaga dan memelihara satuan pendidikan yang ada di sekitarnya;
e. berperan aktif dalam perencanaan, monitoring dan evaluasi. penyelenggaraan pendidikan;
f. berperan dalam menentukan arah pengembangan satuan pendidikan;
g. membina hubungan sekolah dengan masyarakat sekitar;
h. kepala desa, kepala lingkungan dan tokoh masyarakat sekitar sekolah menjadi bagian dalam Komite Sekolah;
i. kepala desa, lurah, kepala lingkungan, dan masyarakat di sekitar satuan pendidikan memantau, mendata, dan melaporkan anak usia sekolah yang belum atau tidak bersekolah yang berada di wilayahnya;
j. membantu pendanaan pendidikan;
k. mengembangkan pendidikan anak usia dini berbasis lingkungan tempat tinggal; dan/atau
l. aktif memantau dan mengawasi agar peserta didik tidak meninggalkan satuan pendidikannya pada jam belajar.
(6) Pemerintah dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat memberikan penghargaan kepada masyarakat/lembaga yang berjasa dalam memajukan pendidikan.
BAB XII
PENGEMBANG KURIKULUM
Pasal 31
(1) Pemerintah Daerah membentuk Tim Pengembang Kurikulum untuk kelancaran pelaksanaan kurikulum.
(2) Di tingkat satuan pendidikan, dibentuk Tim Pengembang Kurikulum tingkat sekolah.
(3) Tim Pengembang Kurikulum provinsi dan kabupaten/kota melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas yang terkait dengan pengembangan kurikulum.
(4) Pembentukan, tugas dan tata kerja Tim Pengembang Kurikulum tingkat provinsi ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
BAB XIII
BAHASA PENGANTAR PENDIDIKAN
Pasal 32
(1) Bahasa pengantar pada satuan pendidikan adalah bahasa Indonesia.
(2) Bahasa pengantar untuk satuan pendidikan anak usia dini dan ekolah dasar kelas rendah (kelas 1, 2 dan 3) dapat menggunakan bahasa ibu.
BAB XIV
KERJASAMADAN KEMITRAAN
Pasal33
(1) Pemerintah Provinsi dapat bekerja sama dengan Pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pendidikan.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
a. koordinasi, fasilitasi, pengawasan dan sinkronisasi penyelenggaraan pendidikan;
b. pendanaan pendidikan; dan
c. peningkatan kapasitas sumberdaya manusia.
(3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui penandatanganan nota kesepahaman dan perjanjian.
(4) Selain kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah dapat bekerja sama dengan dunia usaha dan industri, lembaga non pemerintah, dan/atau lembaga internasional.
(5) Kerjasama dan kemitraan dapat juga berlangsung antarsatuan pendidikan.
(6) Kerjasama antarsatuan pendidikan dapat dilaksanakan dalam bentuk pertukaran dan/atau magang pendidik dan peserta didik.
(7) Tata cara kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
BAB XV
DATA DAN INFORMASI
Pasal 34
(1) Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan berdasarkan data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. penyelenggaraan pendidikan;
b. organisasi dan tata kelola pendidikan; c. potensi sumber daya manusia;
d. informasi kegiatan satuan pendidikan; e. input dan output pendidikan; dan f. tingkat partisipasi sekolah.
BAB XVI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 35
(1) Pemerintah Daerah melaksanakan pembinaan terhadap penyelenggaraan pendidikan.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk kegiatan:
a. pendidikan dan pelatihan; b. koordinasi; dan
c. sosialisasi.
Pasal 36
(1) Pemerintah Daerah melaksanakan pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan.
(2) Pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan dapat dilakukan oleh pemerintah bersama legislatif.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pemantauan dan peninjauan penyelenggaraan pendidikan.
Pasal 37
(1) Pemerintah Provinsi melakukan Koordinasi dan Supervisi Kurikulum.
(2) Koordinasi dan supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
BAB XVII PEMBIAYAAN
Pasal 38
(1) Penyelenggaraan pendidikan dibiayai dengan dana yang bersumber dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi;
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota; d. Masyarakat Penyelenggara Pendidikan;
e. Sumber lain yang tidak mengikat.
Pasal 39
Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota wajib mengalokasikan dana pendidikan untuk:
a. biaya operasional dan personal yang tidak dibayai oleh dana APBN; b. pelaksanaan program wajib belajar 12 (dua belas) tahun;
c. bantuan khusus untuk peserta didik dari keluarga tidak mampu; d. bantuan khusus kepada satuan pendidikan yang terkena bencana
dan/atau di daerah tertinggal;
e. bantuan khusus untuk penyelenggaraan pendidikan (sekolah/madrasah) swasta.
Pasal 40
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan pendidikan dan pengalokasiannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39 diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB XVIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 41
Semua izin di bidang pendidikan yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini tetap berlaku sampai dengan habis berlakunya.
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42
(1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua ketentuan yang mengatur mengenai penyelenggaraan pendidikan, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.
Pasal 43
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dalam Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Ditetapkan di Mataram pada tanggal 6 April 2015
GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,
ttd.
H. M. ZAINUL MAJDI
Diundangkan di Mataram pada tanggal 6 April 2015
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI NTB,
ttd.
H. MUHAMMAD NUR
LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 NOMOR 4
NOREG PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT: (4/2015)
Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIS DAERAH PROVINSI NTB
Kepala Biro Hukum,
H . R U S M A N
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
NOMOR 4 TAHUN 2015
TENTANG
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
I. UMUM
Salah satu tujuan negara Republik Indonesia sebagaimana termaktub di dalam Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, oleh sebab itu, menjadi kewajiban negara menyelenggarakan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan merupakan hak asasi manusia yang harus dipenuhi secara berkualitas dan dilaksanakan dengan memperhatikan hak-hak dasar lainnya untuk membangun sumberdaya manusia yang bermutu, religius, berbudaya dan partisipatif;
Pendidikan harus mampu membekali peserta didik agar tangguh menghadapi perubahan lokal, nasional dan global, maka pendidikan harus dilakukan secara terencana, terarah dan berkesinambungan untuk mewujudkan pemerataan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan serta efisien dalam pengelolaan penyelenggaraan pendidikan.
Pengelolaan pendidikan selain untuk meningkatkan kemampuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan juga untuk menanamkan karakter peserta didik dengan tetap menjaga nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh daerah melalui pengayaan kurikulum lokal dan kelokalan kurikulum dengan memperhatikan keunggulan lokal dengan tetap mengacu kepada pendidikan yang bermutu, religius, berbudaya dan partisipatif.
Untuk meletakkan dasar dan pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan, maka diperlukan landasan hukum bagi Pemerintah Daerah Provinsi dengan menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat tentang Penyelenggaraan Pendidikan.
2. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7 Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Nilai-nilai luhur budaya diantaranya meliputi :
a. kejujuran;
b. kerendahan hati; c. ketertiban/disiplin; d. kesusilaan;
e. kesopanan/kesantunan; f. kesabaran;
g. kerjasama; h. toleransi;
i. tanggungjawab; j. keadilan;
k. kepedulian; l. percaya diri; m. pengendalian diri; n. integritas;
o. kerja keras/keuletan/ketekunan; p. ketelitian;
q. kepemimpinan; dan/atau r. ketangguhan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Perencanaan strategis yang selanjutnya dijabarkan dalam perencanaan operasional, yang berfungsi untuk menentukan arah perubahan, dan membimbing cara mencapai kondisi yang dikehendaki,berdasarkan pada analisis diagnostik atas kondisi internal dan eksternal. Sedangkan perencanaan interaktif atau evaluasional, berfungsi untuk menghadapi keadaan yang tidak terduga, mengingat pengelolaan pendidikan ditentukan pula oleh konteks yang tidak seluruhnya dalam jangkauan pengelolaan, seperti musibah,bencana alam,perubahan kebijakan.
Pasal 9
Ayat (1)
Penetapan target tingkat partisipasi pendidikan pada tingkat provinsi dilakukan berdasarkan target RPJMD Provinsi
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah Indeks Pencapaian kemampuan dasar pembangunan yang dibangun melalui pendekatan 3 (tiga) dimensi dasar yaitu meliputi : harapan hidup, tingkat pendidikan, dan pendapatan.
Percepatan IPM dilakukan melalui berbagai program dan strategis seperti Angka Buta Aksara Menuju Nol (ABSANO) dan Angka Dropout Menuju Nol (ADONO)
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 12 Ayat (1)
Generasi Emas yang dimaksudkan adalah program yang dilaksanakan secara terintegrasi yang bertujuan untuk optimalisasi tumbuh kembang anak terutama dalam 1000 (seribu) hari pertama kehidupan guna mewujudkan generasi yang ungul di tahun 2025.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Pendidikan formal yang dimaksud meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah serta pendidikan khusus dan layanan khusus
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
a. Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lul usan yang mencakup sikap,pengetahuan, dan keterampilan.
c. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oelh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
d. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
f. Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan ya ng berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi, dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran,
termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
g. Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang ber kaitandengan perencanaan,pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pe ndidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota,
provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyeleng garaan pendidikan.
h. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan be sarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
i. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yan g berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrument penilaian hasil belajar peserta didik.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas Ayat (6)
Kegiatan keagamaan lainnya dimaksudkan adalah selain kegiatan pada perayaan hari-hari besar keagamaan, seperti pondok ramadhán (pesantren kilat-bagi agama islam), prasaman (bagi agama Hindu), dan lain-lainnya.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pendidikan khusus yang dimaksudkan berbentuk Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Madrasah Ibtidaiyah Luar Biasa (MILB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Madrasah Tsanawiyah Luar Biasa (MTsLB), Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), Madrasah Aliyah Luar Biasa (MALB), Sekolah Menengah Kejuruan Luar Biasa (SMKLB)
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24 Ayat (1)
Keunggulan Lokal adalah keunggulan daerah yang bersifat kopetitif (berdaya Saing) maupun komperatif (Keunggulan Khusus yang hanya dimiliki oleh suatu daerah) yang dapat memperkaya kompetensi pendidikan
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Huruf a
Biaya operasional dan personal yang dimaksudkan dapat berupa pemberian Bantuan Operasional Daerah untuk Sekolah/Madrasah (Bosda)
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas