Industri pariwisata/ kini tak boleh lagi hanya mengandalkan pada kunjungan wisatawan asing// Aksi-aksi mengerikan/ seperti pemboman yang tak mampu dideteksi sebelumnya/ telah menjadi momok/ yang berakibat sangat vatal bagi dunia pariwisata// Yaitu/ larangan dari sejumlah negara asing agar rakyatnya tidak melancong ke Indonesia//
Sementara/ kunjungan wisatawan nusantara pun/ tampaknya belum dapat diharapkan terlampau besar/ mengingat liburan panjang hanya berlangsung dua atau tiga kali dalam setahunnya// Lantas?/ haruskah tempat-tempat wisata unggulan yang ada di berbagai daerah dibiarkan mati pelan-pelan?// Jawabnya pastilah tidak!!!//
Di tengah ketidakpastian kunjungan pelancong asing dan wisatawan nusantara inilah/ setiap daerah yang memiliki potensi pariwisata unggulan/ haruslah putar otak mencari terobosan baru// Masyarakat setempat/ haruslah disadarkan/ bahwa merekalah yang menjadi salah satu penyambung nafas kehidupan pariwisata di daerah masing-masing//
Seperti dilakukan Bupati Bantul/ Drs HM Idham Samawi/ masyarakat Bantul terus-menerus dikondisikan agar merasa handarbeni potensi wisata yang ada// Apalagi/ tempat wisata itu dibangun dengan menyedot dana milyaran rupiah// Bila obyek wisata itu berasal dari karunia Tuhan/ yang tidak usah dibuat oleh manusia/ seperti pantai-pantai/ gua-gua bersejarah dan sebagainya/ maka pemerintah setempat tinggal memoles saja/ dengan dana yang tak terlampau besar//
FEATURE untuk
APA KABAR JOGJA
Edisi : Minggu
Tanggal : 26 Desember 2004
Untuk menyulap tanah seluas 4 hektar di desa Gabusan, Sewon, Bantul, untuk dijadikan Pasar Seni bertaraf internasional/ pemerintah kabupaten Bantul harus mendanainya sebesar 7 milyar rupiah lebih// Sepinya kunjungan wisatawan asing dan volume pelancong nusantara yang belum optimal/ tampaknya sudah diperhitungkan Bupati Idham Samawi//
Solusinya/ bupati mendorong warga Bantul untuk ber-rekreasi ke Pasar Seni Gabusan// Secara bergantian/ terutama di hari Sabtu dan Minggu/ Bupati mewajibkan pelajar-pelajar sekolah dan karyawan Pem Kab beserta keluarganya/ untuk berwisata ke Pasar Seni Gabusan//
VISUAL:
Selamat Datang di Kota Bantul: 30.19.00 – 30.21.21 Papan Nama Gabusan: 29.31.10 – 29.44.00
Suasana Pasar Seni Gabusan:
13.46.09 – 14.46.00 / 18.35.11 – 18.48.00 / 28.01.15 – 18.10.00
Untuk menjadikan Gabusan hidup/ digelarlah atraksi-atraksi yang dapat mengundang massa dalam jumlah besar// Solusi jitu Idham Samawi sudah terbukti/ Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memimpin upacara peringatan Hari Nusantara pada pertengahan bulan Desember lalu// Di pasar seni gabusan berlangsung lomba Seni tradisional Gejog Lesung//
untuk menumbuk padi/ memisahkan tangkai dan kulit padi sebelum dijemur//
Lesung yang dibawa ke Gabusan/ usianya sudah sekitar 70 tahun// Lesung ini/ kayunya kian menipis/ tinggal beberapa milimeter saja/ khususnya yang berlubang bundar/ lantaran dulu kerap digunakan untuk menumbuk padi// Karenanya/ lesung kuno itu hanya dipajang saja selama berlangsungnya lomba/ agar dapat dinikmati kembali oleh masyarakat modern/ yang tidak lagi mengenal alat pertanian kuno// Sementara/ alunya/ yaitu kayu panjang/ biasanya dibuat dari glugu/ jumlahnya 5 sampai 7 buah untuk satu lesung/ terlihat masih bagus/ belum dimakan rayap//
VISUAL:
Close-up Lesung : 02.15.09 – 02.27.02 Close-Up Lesung : 09.46.10 – 10.11.00 Lesung utuh + alunya : 01.56.00 – 02.13.14
Yang cukup menarik dinikmati pada lomba Gejog lesung kali ini/ adalah adanya upaya regenerasi// Ada grup yang menampilkan anak-anak muda/ namun ada lagi yang tetap mempertahankan generasi tuanya untuk ikut tampil dalam lomba antar kecamatan se Kabupaten Bantul ini//
VISUAL:
Anak muda ikut main : 01.01.10 – 01.05.00
Lesung generasi tua sedang turun dari bus : 11.36.00 – 11.48.00
Keberhasilan lain yang patut dicatat di sini adalah/ pemilihan jenis atraksi yang mampu mendatangkan massa dalam jumlah besar// Dari pemainnya saja/ tiap grup gejog lesung terlihat mengerahkan personil lebih dari 15 orang// Yakni pemukul lesung/ terdiri dari 6 orang/ penyanyi yang berjumlah paling tidak 6 orang/ dan penarinya yang berlenggak-lenggok di panggung/ jumlahnya cukup besar/ satu grup sekitar 12 sampai 20 orang//
Belum lagi pendukungnya/ yang berjumlah di atas 25 orang setiap grupnya// Dengan demikian/ apa yang menjadi kebijakan Idham Samawi dapat terwujud// Yaitu/ Pasar Seni Gabusan sebagai tempat rekreasi dan berbelanja yang hidup sepanjang hari//
VISUAL:
Penabuh Lesung Wanita Tua : 18.50.02 – 19.55.00
Penampilan generasi Muda + Setengah Baya : 22.41.01 – 22.58.00 Penari Latar Lesung (modern) : 28.22.19 – 28.25.00
Penabuh Lesung tua + Penyanyi centhil : 29.02.06 – 29.30.00
tangan-tangan pemerintah/ pastilah tidak akan mampu menjangkau sampai jauh ke pedesaan/ hanya untuk mengurusi pelestarian budaya// Masih banyak hal yang menjadi tanggungjawab pemerintah/ yang juga membutuhkan perhatian ekstra serius//
VISUAL:
Calon Peserta berbaur dengan pendukung : 14.47.07 – 15.11.00 Statement Drs Yoyo : 04.48.00 – 05.36.00
Statement Penari muda : 06.09.10 – 10.11.00
Pemirsa// Di saat yang bersamaan/ hanya berjarak kurang dari 200 meter/ juga di Pasar Seni Gabusan/ digelar pula atraksi seni tradisional/ yang lebih atraktif/ yaitu Seni Jathilan// Kali ini/ yang diberi kesempatan tampil adalah Grup Gagak Rimang//
Gagak Rimang memang sudah layak untuk dikemas sebagai sebuah atraksi yang laku dijual// Dari segi instrumennya/ Gagak Rimang yang bermarkas di Pendowoharjo/ Sewon/ Bantul ini/ memasukkan unsur modern/ yaitu satu set drum lengkap/ menyatu dengan instrumen tradisional/ seperti gendang/ gong/ saron/ dan bonang//
VISUAL:
Jathilan baru turun dari truk : 10.32.01 – 11.21.00 Grup Gagak Rimang Pendowoharjo, Sewon, Bantul :
20.33.10 – 20.35.00
Selain mengkombinasi dengan alat musik modern/ pemainnyapun dipersiapkan sungguh-sungguh/ bagaikan sebuah pentas wayang orang// Lagi-lagi/ regenerasi terjadi pada kelompok jathilan Gagak Rimang// Para penarinya masih muda-muda// Dengan bersemangat mereka datang ke Gabusan/ bagaikan siap tampil di sebuah perhelatan akbar// Paling belakang mengenakan kain sarung/ adalah Mbah Sudi Pawiro/
paranormal milik Gagak Rimang yang akan berperan besar/ selama pemain jathilan kerasukan roh halus/ sebagai adegan berbahaya dalam sebuah penampilan jathilan// Kuda kepang dan topengnyapun/
tampaknya juga dipilihkan yang berkualitas prima/ terbukti masih terlihat bagus dan terawat dengan baik//
VISUAL:
Pemain jathilan baru datang,
paling belakang terlihat Mbah Sudi Pawiro – Paranormal 11.50.04 – 12.03.00
Jaran Kepang + Topeng : 12.04.00 – 12.17.10 Pemain Jathilan santai : 12.24.00 – 12.36.00
Pertunjukan jathilan/ terbagi dalam dua kelompok atraksi// Yaitu/ tari-tarian/ yang terdiri dari sejumlah pemain naik kuda lumping/ di sertai dua pemain lain/ mengenakan topeng Penthul – Tembem// Dua penari bertopeng itu/ berjoged sambil melantunkan kidung-kidungan/ biasanya mengandung unsur magis/ sebagai awal untuk mengundang roh halus//
Sebelum acara dimulai/ biasanya ada seorang paranormal yang dibawa grup jathilan/ melakukan upacara ritual// Mbah Sudi Pawiro/ mengaku berusia 85 tahun/ melakukan upacara bakar kemenyan di depan kuda lumping yang akan digunakan menari// Sejumlah penonton tertarik mengikuti upacara ritual ini/ karena mbah Sudi Pawiro
melakukannya cukup lama/ lebih dari 10 menit// Biasanya cukup dua tiga menit saja// Reporter AR Maryadi dari Apa Kabar Jogja
menanyakan kenapa upacaranya cukup lama/ dijawab oleh Mbah Sudi/ bahwa para danyang/ atau roh halus penunggu daerah ini harus diberi pengertian/ bahwa pemanggilan roh ini adalah hanya untuk sebuah pertunjukan saja/ bukan untuk pemindahan roh dari Gabusan ke tempat lain//
VISUAL:
Mbah Sudi komat-kamit bakar kemenyan : 19.58.10 – 20.30.00
Catatan untuk mas Iwan: Kalau visualnya kurang panjang, tambahkan sedikit dari VISUAL: Penari Jathilan sedang main (24.46.09
– 24.56.00)
Penonton kian bertambah banyak/ ketika pemain mulai
menampakkan gejala-gejala akan kerasukan roh halus// Banyak yang menonton dari jarak dekat/ tetapi ada pula yang hanya dari kejauhan saja// VISUAL:
Ketika bunyi musik makin keras tanpa iringan penyanyi/ terlihat beberapa penari mulai kerasukan/ atau dalam isitilah Jawanya/ mulai
“NDADI”// Biasanya/ penari yang kerasukan hanya satu atau dua orang saja// Tetapi/ dalam pentas di gabusan ini/ ada lima orang yang tampak kerasukan/ termasuk satu orang pemain bertopeng // Ini sebuah moment yang bagus untuk diabadikan melalui kamera//
Tetapi/ ketika Reporter APA KABAR JOGJA baru merekam dua orang yang sedang kerasukan/ seseorang menghampiri dan
memperingatkan untuk tidak melanjutkan lagi perekamannya// Orang itu mengatakan/ bahwa roh yang merasukinya termasuk gawat karena didatangkan dari kraton// Daripada kameranya rusak/ lebih baik
dihentikan saja merekamnya// Inilah pengambilan rekaman terakhir/ sebelum APA KABAR JOGJA meninggalkan Gabusan//
VISUAL:
Mengulang sedikit saat Mbah Sudi Pawiro komat-kamit: 20.15.00 – 20.30.00
Penari mulai “ndadi” (kerasukan) : 27.35.04 – 27.40.00 Penari kerasukan : 28.12.20 – 28.20.00
Pemirsa/ Pasar Seni Gabusan/ kini sudah benar-benar hidup sepanjang hari// Minimal/ hari Sabtu dan Minggu/ sudah banyak didatangi pengunjung lokal Bantul/ bahkan dari kota Jogjakarta dan Kabupaten Sleman juga rekreasi ke Gabusan// Sementara/ DUA JUTA WISATAWAN yang berkunjung ke Parangtritis setiap tahunnya/
Sedangkan bagi buyers asing/ Gabusan merupakan titik awal untuk memilih kerajinan apa yang mereka perlukan// Setelah cocok/ barulah buyer-buyer itu diantar ke sentra-sentra kerajinan yang tersebar di 75 lokasi di seantero Kabupaten Bantul/ untuk memesan dalam
jumlah besar//
VISUAL:
Selain berbelanja/ pelancong dapat juga membeli camilan khas Bantul/ geplak dan rempeyek tumpuk/ yaitu rempeyek yang kacangnya bertumpuk-tumpuk// Meski tebal/ rasanya tetap gurih dan renyah
disantap// Untuk menciptakan ketenanganpun/ kepolisian Bantul sudah menerjunkan Polisi Pariwisata/ yang menggunakan seragam khas/ berdasi merah hati// Pemirsa/ Selamat Datang di Pasar Seni Gabusan Kabupaten Bantul***
VISUAL :
Pengunjung Gabusan naik sepeda: 17.54.04 – 18.00.00 Pengunjung naik di bangunan bertingkat: 27.02.03 – 27.10.00
Ada yang jualan makanan tradisional Bantul: 24.26.20 – 24.45.00
Geplak dan Peyek Tumpuk : 24.57.13 – 25.15.00 Polisi Pariwisata :
22.33.21 – 22.38.00 / 23.45.10 – 24.04.00 / 24.06.14 – 24.21.00 Ditutup dengan Visual