• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedoman Teknis Insentif Petugas Pengamat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pedoman Teknis Insentif Petugas Pengamat"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

DUKUNGAN PERLINDUNGAN

PERKEBUNAN

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

DESEMBER 2012

PEDOMAN TEKNIS

INSENTIF PETUGAS PENGAMAT

(2)

ii

Pedoman Teknis Kegiatan Insentif Petugas Pengamat tahun 2013 disusun dalam rangka memberikan acuan dan arahan pelaksanaannya kepada Dinas yang membidangi Perkebunan dan Perangkat Perlindungan Perkebunan di Provinsi dan Kabupaten/Kota serta pihak-pihak yang terkait.

Sistematika Pedoman Teknis ini terdiri dari Bab I. Pendahuluan, berisi Latar Belakang, Sasaran Kegiatan, dan Tujuan; Bab II. Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan memuat tentang Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan dan Spesifikasi Teknis; Bab III. Pelaksanaan Kegiatan, berisi Ruang Lingkup, Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan, Lokasi, Jenis, Volume, dan Simpul Kritis; Bab IV. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan; Bab V. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan; Bab VI. Pembiayaan serta Bab VII.Penutup.

(3)

ii Semoga Pedoman Teknis ini dapat memberi manfaat bagi pelaksanaan kegiatan di daerah sesuai dengan target dan sasaran yang direncanakan.

Jakarta, Desember 2012 Direktur Jenderal

(4)

iii

...

DAFTAR ISI ... DAFTAR LAMPIRAN...

I. PENDAHULUAN ...

A. Latar Belakang ... 1

B. Sasaran ... 2

C. Tujuan ... 2

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN 3 A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan ... 3

B. Spesifikasi Teknis ... 6

III. PELAKSANAAN KEGIATAN ... 9

A. Ruang Lingkup ... 9

B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan ... 11

C. Lokasi, Jenis dan Volume ... 13

D. Simpul kritis ... 13

IV. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN. 15 A. Kegiatan Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan Kegiatan... 15

(5)

iv

V. MONITORING, EVALUASI DAN

PELAPORAN ... "

A. Monitoring... 17

B. Evaluasi ... 17

C. Pelaporan ... 18

VI. PEMBIAYAAN ... 21

VII. PENUTUP ... 22

(6)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

#$ % & '( )* + (, -. /0( 1 2 3 ,4( /( 5 2 3,36 */(

*, )3,5 *7$$$$ $$$ $$$$ $$$ $$$$$ $$$$$ $$$ $$$$ $$$$ $ 89 8$ :3,* ) + ( , ;& 0 . /3 '&/2 &,3 , * , )3 , 5*7

(7)

=. > ?@ABCD EDB@ B. Etar Belakanga

F GtuHIs F GnHIImt OrgInisJG FGnggInggu

K L JMuNIn ( POPT) mempunyai peranan yang sangat besar sekaligus menjadi ujung tombak keberhasilan pengendalian OPT di lapangan.

Kelembagaan perlindungan yang

mewadahi pengamat OPT perkebunan adalah Unit Pembinaan Proteksi Tanaman (UPPT), berjumlah 500 unit, dilengkapi dengan petugas UPPT sebanyak 3 orang per unit. Pada awal perkembangannya, UPPT didesain menjadi ujung tombak untuk pelaksanaan pengamatan OPT di lapangan. Kenyataannya saat ini jumlah petugas pengamat/petugas UPPT semakin berkurang karena sebagian besar telah alih tugas ke instansi lain atau

purna tugas/pensiun dan rekruitmen

penggantinya relatif tidak berjalan sesuai kebutuhan.

(8)

P Q sQsQ lR Qn pST Rr sRlRU Rn OV W sS TRkin

Untuk memberikan motivasi kepada petugas dalam melaksanakan pengamatan agar dihasilkan data/informasi yang lebih baik, salah satu upaya yang akan dilakukan pemerintah pada tahun 2013, adalah pemberdayaan petugas melalui pemberian insentif dan bantuan transport.

^. _asaran

Sasaran dari kegiatan pemberian insentif petugas pengamat yaitu terlaksananya kegiatan pengamatan OPT penting tanaman perkebunan secara baik, sehingga diperoleh laporan serangan OPT secara lebih akurat dan kontinyu.

C. Tujuan

(9)

aa.b cdecfghgd bcigf jgdgg df ckaghg d g. brinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan

1. Pendekatan Umum

lrmnsmp pnno nkptpn umumqnlmputm r pl y

pns t nm uprs t po qmnmstrptm u opn qpnpvnqnn knsmptpnw

1.1 SK Tim Pelaksana Kegiatan

pwl nnntpppn x y zmm l nlpkspnp ynsm ptpn olnr ynpplp {mnps|yl} p

pling lp qt pt ~ (satu) minggu

setelah diterimanya penetapan Satker dari Menteri Pertanian. b. Penanggung jawab dan pelaksana

kegiatan pemberdayaan petugas pengamat ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi.

1.2 Rencana kerja

(10)

1.3 Juklak, Juknis

€ nyls‚ƒ ‚n „‚uklk…„uknƒs p‚lƒn† l

‚‡ˆ ‚t ‰ (dua) minggu setelah

Pedoman Teknis dari Ditjen

Perkebunan.

1.4 Revisi

Pengajuan revisi administrasi dan kegiatan (substansi) paling lambat bulan Februari 2013.

1.5Koordinasi

Koordinasi dilakukan oleh Dinas

Provinsi dengan Dinas

Kabupaten/Kota yang menangani perkebunan.

1.6 Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilakukan

selama kegiatan berlangsung,

minimal 2 (dua) kali disesuaikan dengan sumber daya yang ada.

1.7 Laporan

a. Laporan perkembangan

(11)

s

‹suŒ Ž‹n Œn ŒŽuŒl Ž Œn ‘orm ’ ‹ ŽomŒn “ ”•– — ˜™ š

›šœŒporŒn Œkr k‹ ŒtŒn ŽsŒmpŒkŒn k‹ pusŒt pŒln

l

Œž›Œt Ÿ (dua) minggu setelah

kegiatan selesai dan tidak

melewati bulan Desember 2013.

2. Prinsip Pendekatan Teknis

a. Dalam rangka meningkatkan kinerja petugas pengamat, maka diperlukan insentif dan bantuan transport untuk operasional di lapangan. Pengamat yang mendapatkan insentif ditetapkan melalui SK Kepala Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.

b. Penetapan SK pengamat paling lambat akhir Januari 2013.

c. Pelaksanaan pengamatan mengacu kepada pedoman yang diterbitkan

oleh Direktorat Perlindungan

(12)

3. Tindak Lanjut

¡ ¢n£¤kl¤n¥ut £¤r¢ ¦¤s¢l y¤n§ £ ¢ ¦¤r¤pk¤n ¤£ ¤l¤¦ ¨ ©¤§ ¤¢s © ¨r¢kut:

a. Petugas pengamat OPT agar

menyampaikan data pengamatan OPT ke Dinas Kabupaten/Kota yang

membidangi perkebunan secara

berkala (mingguan).

b. Dinas kabupaten/kota yang

membidangi perkebunan

menyampaikan laporan hasil

pengamatan OPT ke Dinas provinsi yang menangani perkebunan secara berkala (bulanan).

c. Dinas provinsi yang membidangi

Perkebunan/UPTD Perlindungan

menyampaikan laporan hasil

pengamatan OPT ke Direktorat

Perlindungan Perkebunan secara

berkala (setiap triwulan).

B. Spesifikasi Teknis 1. Kriteria

(13)

«ro¬ ­ns­ y®n¯ °±°² ­³ ®n¯­

Insentif petugas pengamat diberikan

untuk kegiatan pengamatan dan

pelaporan dengan tahapan:

a. Pengamatan OPT perkebunan mengacu

kepada petunjuk pelaksanaan

pengamatan hama penyakit tanaman perkebunan yang telah diterbitkan oleh Ditjenbun.

(14)

» ¼ ½ ¾n¿ÀrÀÁ Ân lÂporÂn O½ Ã ÄilÂkukÂn ol

¾ Å Æ ÀnÂs ÇÂÈup¾tnÉÇot yÂn¿

Á¾ÁÈ À ÄÂn¿À p¾rk¾ Èu Ânn k¾pÂÄ Â Ä ÀnÂs prov ÀnsÀ yÂn¿ Á¾ÁÈ ÀÄÂn¿À p

¾¾Èrk unÂnÉ Ê Ê ½ Ëý Ì¾Ä ÂnÉ Ê Ê½ Ëý Í ÎrÂÈ ÂyÂÉÊ Ê½ Ë Ã½ Ï ÁÈonÉ Ê½ ý ½ontÀ ÂnÂk s¾su À ľn¿Ân wÀlÂyÂÅ k¾rÐÂ

ÁÂsÀn¿ ÑÁ ÂsÀn¿ Ê ÂlÂÀÒ Ä Ân ÆÀtоn¼ ½ ¾¾ Èrk unÂn ÆÀr¾Âktort ½ ¾rlÀnÄun¿Ân

(15)

ÔÔ Ô.Õ Ö×ØÙÚØÛØØ ÛÙÖÜÔØ ÝØ Û d. Pengamatan dan penyusunan laporan

mengacu pada pedoman pengamatan yang diterbitkan oleh Ditjen. Perkebunan. e. Pengiriman laporan OPT dilakukan oleh Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan kepada dinas provinsi yang membidangi perkebunan/ BBP2TP Medan/ BBP2TP Surabaya/BBP2TP Ambon/BPTP Pontianak sesuai wilayah kerja masing-masing Balai, dan Direktorat Perlindungan Perkebunan, melalui surat

dan e-mail :perlinbun@deptan.go.id, ipopt_tanhun@yahoo.com,

ipoptregar@gmail.com,

(16)
(17)

. elaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan

a. Menyiapkan Terms of

Reference (TOR) dan

Pedoman Teknis.

b. Melakukan bimbingan,

pembinaan, monitoring dan evaluasi.

1.2.2 Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan

a. Menetapkan SK Petugas

Pengamat yang mendapat

insentif.

(18)

( ) *on)/BPTP Pontianak sesuai wilayah kerja masing-masing Balai, dan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan, serta institusi terkait lainnya.

c. Membuat juklak/ juknis

pelaksanaan kegiatan pemberian insentif petugas pengamat.

d. Melakukan pengawalan,

pembinaan, monitoring dan evaluasi, berkoordinasi dengan insentif petugas pengamat ke Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan

Perkebunan/BBP2TP (Medan/

Surabaya/Ambon)/BPTP

(19)

+-, ./n0s 1 02up03tn 41ot0 y0n5

C. Lokasi, Jenis dan Volume

1 3 5/ 0t0n p36 2 3r7 0y00n p3tu50s p3n506 0t 7 /l0ks0n0k0n 7/ => ;ro?/ns/ y0/tu: Aceh,

Sumbar, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumsel, Lampung, Babel, Kepri, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Bali, NTB, NTT, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulut, Gorontalo, Sulsel, Sulteng, Sulbar, Sultra, Papua, dan Papua Barat. Lokasi, jenis dan volume kegiatan seperti padaLampiran 1, dan 2.

D. Simpul Kritis

(20)

Untuk mengatasi hal tersebut Dinas Provinsi/UPTD Perlindungan/

Kabupaten/Kota yang membidangi

perkebunan dalam menetapkan petugas pengamat mengacu kepada Pedoman Teknis Ditjen.Perkebunan.

b. Petugas belum mempedomani

sepenuhnya buku pedoman pengamatan OPT sehingga data yang dihasilkan kurang optimal. Untuk itu Dinas Provinsi yang

Membidangi Perkebunan agar

(21)

DV. E FG HD IJJ I, E FIK FILJMD JI, E FI KJWJ MJI L JIE FILJ G ED IKJI

J. Eembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan

(22)

d. eelaksanaan

Waktu pelaksanaan kegiatan hendaknya selalu di koordinasikan dengan pusat, provinsi dan kabupaten/kota sehingga

pelaksanaan kegiatan pembinaan,

pengendalian dan pengawalan menjadi lebih efektif dan efisien.

Kegiatan pendampingan dilakukan oleh petugas di tingkat lapangan mulai dari persiapan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan.

(23)
(24)

C. Pelaporan

Laporan Mingguan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan setiap minggu berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan setiap minggu hari Jum at.

1.2 Laporan Bulanan

(25)

£¥¦ § ¨por¨n © ª«wul¨n

§ ¨por¨n ©ª«wul¨n ¬ ­«rs« l¨por¨n k

­®¨¯u¨n (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan setiap triwulan dan disampaikan setiap triwulan

kepada Direktorat Jenderal

Perkebunan, paling lambat tanggal 5

pada bulan pertama triwulan

berikutnya. 1.4 Laporan Akhir

Laporan Akhir merupakan laporan keseluruhan pelaksanaan kegiatan, setelah seluruh rangkaian kegiatan selesai dilaksanakan. Laporan akhir

disampaikan kepada Direktorat

Perlindungan Perkebunan, paling lambat 2 minggu setelah kegiatan

selesai. Laporan disampaikan

melalui surat dan e-mail. 2. Out Line Laporan

(26)

²³ ´ µ ¶ ·¸ ¹ULUAN A. Latar belakang B. Tujuan dan Sasaran C. Ruang Lingkup Kegiatan D. Indikator Kinerja

II. TINJAUAN PUSTAKA III. PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Waktu dan Lokasi B. Alat dan Bahan C. Metode

D. Tahap Aktivitas/Kegiatan/ Pelaksanaan

E. Simpul Kritis Kegiatan F. Pelaksana

G. Pembiayaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran/rekomendasi C. Rencana Tindak Lanjut VI. DAFTAR PUSTAKA

(27)

V

¼ .½¾ ¿À ¼ ÁYÁÁÂ

(28)

V

ÔÔ Ô .Õ Ö×Ø ÙØÕ

Ú Û ÜÝÞtÞn pÛß àÛrÝÞn ÝnsÛntÝá pÛtuÜÞs p

ÛnÜÞÞmt âÝßÞksuâkÞn untuk ß Ûß à ÛrÝkÞn m

ot

ÝvÞsÝ kÛpÞâÞ pÛtuÜÞs ÞÜÞr âÞpÞt ß ÛnÝnÜkÞÞtkn kÝ nÛrãÞÞny yÞnÜ â ÝàuktÝkÞn â ÛnÜÞn â ÝäÞsÝlkÞnnyÞ â ÞtÞ åÝnáærmÞsÝ yÞnÜ l

Ûà ÝäÞkurÞt sÛçÞrÞ à ÛrkÛlÞnãutÞn

Untuk keberhasilan pelaksanaannya

diperlukan koordinasi, komitmen dan kerjasama, serta upaya yang sungguh-sungguh dari semua pihak terkait sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsi masing-masing.

(29)

---ooo---êpiran 1. Lokasi dan Jumlah Pengamatam

(30)

ampiran 2. Jenis dan Volume Komponen

Pemberdayaan Petugas Pengamat

o ns olu t

nsnt(orang) 953

2 Honor (orang) 953

3 Bantuan transport (orang) 953

Referensi

Dokumen terkait

If an increase of milk yield is anticipated as a result of PEG-feeding, it is clear that the production system exploiting Mamber goats is more resilient to this new practice (as it

Average ®ber medullation in primary central and lateral follicles in Angora does subjected to low (L) or high (H) nutritional planes in different seasons: WS, winter solstice;

Mean number of uterine contrac- tions moving toward the oviducts was greater ( p <0.05) for the control ewes than the Days 32 or 52 ewes (Table 1).. There were more

Jasa Konsultan Pengawasan RehabiUlasi Puskesmas Telaga Arm. JB: Barang/jasa JP:

Magister Sains (M.Si) dalam bidang ilmu kimia analitik diperoleh tahun 1995 dari Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung dengan beasiswa BPPs.. Pada tahun 2004,

Pada penelitian ini telah berhasil mengkombinasikan antara mikrokontroler ESP32 dan Raspberry Pi untuk mengatur posisi jarak obyek mikroskop digital serta melakukan

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk pembuatan kebijakan manajerial keperawatan dalam hal penerapan gaya kepemimpinan yang

Penggunaan teknik in vitro untuk tujuan perbanyakan vegetatif merupakan teknik yang paling maju dalam kultur jaringan. Perbedaan perbanyakan vegetatif secara in vitro dengan