PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2011
TENTANG
RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LOMBOK TENGAH,
Menimbang
Mengingat :
:
a. bahwa berdasarkan ketentuan pasal 108 ayat (1), pasal 140 dan pasal 141 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, golongan Retribusi Perizinan Tertentu merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota;
b. bahwa potensi penerimaan Retribusi perizinan tertentu merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang cukup memadai untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Perizinan Tertentu
1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3208);
3. Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
5. Undang–Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1992 tentang Perdagangan Barang-Barang Dalam Pengawasan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2473) Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2004, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4402);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4090);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu;
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan Di Daerah; 13. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
43/M-DAG/PER/9/2009 tentang Pengadaan, Pengedaran, Penjualan, Pengawasan, dan Pengendalian Minuman Beralkohol;
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan.
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH dan
BUPATI LOMBOK TENGAH
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Lombok Tengah;
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah; 3. Bupati adalah Bupati Lombok Tengah;
4. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lombok Tengah;
5. Pejabat adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas tertentu dibidang Perpajakan Daerah sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku yang ditunjuk oleh Bupati;
6. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan;
7. Retribusi Perizinan Tertentu adalah Retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan;
8. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut Peraturan Perundang Undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusii termasuk pemungut atau pemotong Retribusi tertentu;
9. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan;
10. Izin Mendirikan Bangunan adalah Izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan untuk mendirikan suatu bangunan yang dimaksudkan agar desain, pelaksanaan pembangunan dan bangunan sesuaii dengan tata ruang yang berlaku, sesuai dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Luar Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggiaan Bangunan (KKB) yang ditetapkan dan sesuai dengan syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut;
11. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pembayaran atas pemberian izin mendirikan bangunan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan termasuk mengubah bangunan;
12. Gangguan adalah segala perbuatan dan/atau kondisi yang tidak menyenangkan atau mengganggu kesehatan, keselamatan, ketentraman dan/atau kesejahteraan terhadap kepentingan umum secara terus menerus;
13. Izin gangguan yang selanjutnya disebut izin adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat ,maupun Pemerintah Daerah;
tempat usaha yang lokasinya telah ditunjuk oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;
15. Trayek adalah Lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, mobil penumpang dan angkatan khusus yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap dalam wilayah daerah;
16. Retribusi Izin Trayek yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pembayaran atas pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek dalam wilayah daerah;
17. Surat Izin Usaha Perikanan yang selanjutnya disingkat SIUP adalah surat izin tertulis yang harus dimiliki oleh orang pribadi atau badan untuk melakukan usaha dibidang perikanan dengan tujuan komersial, dengan menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin tersebut;
18. Retribusi Izin Usaha Perikanan yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pembayaran atas pemberian izin usaha dibidang perikanan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan;
19. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang dapat disingkat SSRD, adalah surat yang oleh Wajib Retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran Retribusi yang terutang ke kas daerah atau ketempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah;
20. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang dapat disingkat SKRD, adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan besarnya pokok Retribusi;
21. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran Retribusi karena jumlah kredit Retribusi lebih besar dari pada Retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang;
22. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang dapat disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan Retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda;
23. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara obyektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan Retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan Peraturan Perundang – Undangan Perpajakan Daerah dan Retribusi daerah;
24. Penyidikan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah dan Retribusi adalah
NAMA DAN JENIS JENIS RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU Pasal 2
b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; c. Retribusi Izin Gangguan;
d. Retribusi Izin Trayek;
e. Retribusi Izin Usaha Perikanan.
BAB III
RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Bagian Kesatu
Nama, Obyek, Subyek dan Wajib Retribusi Pasal 3
(1) Dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan. (2) Obyek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah pemberian izin untuk
mendirikan bangunan.
(3) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang, dengan tetap memperhatikan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB) dan Pengawasan Penggunaan Bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut.
(4) Tidak termasuk Obyek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemberian izin untuk bangunan milik Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Pasal 4
(1) Subyek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin mendirikan suatu bangunan.
(2) Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin mendirikan bangunan
Bagian Kedua Perizinan
Pasal 5
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu atas nama Bupati berwenang menerbitkan IMB untuk semua jenis bangunan.
Pasal 6
Setiap orang pribadi atau badan, dilarang mendirikan bangunan apabila: a. Tidak mempunyai IMB;
b. Menyimpang dari ketentuan atau syarat-syarat IMB;
d. Menyimpang dari peraturan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini atau peraturan lain yang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.
Pasal 7
1. Pemohon mengajukan permohonan IMB harus melengkapi persyaratan dokumen a. Administrasi; dan
b. Rencana teknis
2. Persyaratan dokumen administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. Tanda bukti status kepemilikan atas tanah atau perjanjian. b. Pemanfaatan tanah;
c. Data kondisi/situasi tanah (letak/lokasi dan topografi); d. Data pemilik bangunan;
e. Surat pernyataan bahwa tanah tidak dalam status sengketa;
f. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB) tahun berkenaan; dan
g. Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pengendalian Lingkungan (UKL - UPL) bagi yang terkena kewajiban.
3. Persyaratan dokumen rencana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. Gambar rencana/arsitektur bangunan; b. Gambar dan sistem struktur;
c. Gambar dan sistem utilitis;
d. Perhitungan struktur dan/atau bentang struktur bangunan disertai hasil penyelidikan tanah bagi bangunan 2 (dua) lantai atau lebih;
e. Perhitungan utilitis bagi bangunan gedung bukan hunian rumah tinggal; dan f. Data penyedia jasa perencanaan.
4. Dokumen rencana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disesuaikan dengan klasifikasi bangunan.
Pasal 8
Izin Mendirikan Bangunan tidak diperlukan dalam hal :
a. Pemeliharaan/perbaikan bangunan dengan tidak mengubah denah, konstruksi dan arsitekturis dari bangunan semula yang telah mendapat izin;
b. Mendirikan bangunan yang tidak permanen untuk pemeliharaan binatang jinak atau taman dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Ditempatkan dihalaman belakang;
d. mendirikan bangunan sementara yang pendiriannya telah diperoleh izin untuk paling lama 1(satu) bulan.
Pasal 9
Permohonan IMB ditolak apabila bangunan yang direncanakan dalam IMB bertentangan dengan:
a. Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku; b. Kepentingan umum;
c. Ketertiban umum;
d. Kelestarian, keserasian, dan keseimbangan lingkungan;
e. Rencana Umum Tata Ruang, Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Teknik Tata Ruang.
Pasal 10
Bupati dapat memerintahkan kepada pemilik bangunan untuk menghapus bangunan yang dinyatakan:
a. Rapuh;
b. Membahayakan keselamatan umum;
c. Tidak sesuai dengan Tata Ruang dan ketentuan lain yang berlaku.
Bagian Ketiga
Golongan Retribusi dan cara mengukur tingkat penggunaan jasa
Pasal 11
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu.
Pasal 12
(1) Tingkat penggunaan jasa izin mendirikan bangunan diukur dengan perhitungan yang didasarkan atas faktor luas lantai bangunan, jumlah tingkat bangunan, rencana penggunaan/fungsi bangunan, dan konstruksi bangunan.
(2) Faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan bobot Indeks.
a. Indeks Bangunan Gedung
No bangunanFungsi Jenis bangunan
Indeks
a. Sederhana 0.30 0.025 0.00
b. Tidak sederhana
2 Keagamaan
Masjid/Mushalla, Gereja, Vihara, Kelenteng, pura dan Bangunan pelengkap
4 Sosial dan Budaya Bagunan sosial dan budaya.
a. Bangunan olah raga; 0.60 0.30 0.00
b. Bangunan pemakaman 0.30 0.30 0.00
c. Bangunan
kesenian/kebudayaan
0.75 0.375 0.00
d. Bangunan perbelanjaan
(pasar tradisional); 0.60 0.30 0.18
e. Saran umum lainya
(terminal, halte, bus, dsb); 0.70 0.35 0.00
f. Bangunan pendidikan; 0.54 0.27 0.162
g. Bangunan kesehatan 0.60 0.30 0.18
h. Kantor pemerintahan; 0.00 0.00 0.00
i. Bangunan panti jompo, panti asuhan dan
center-sport hall-hiburan, dsb. 4.00 2.00 1.20
b. Indeks Bangunan Bukan Gedung
No Jenis tenis, lapangan basket, lapangan dan lain-lain sejenisnya;
1.00 0.50
-2 Pondasi, Pondasi tangki dan lain-lainsejenisnya; 1.00 0.50
-3 Pagar tembok/besi dan tanggul, turapdan lain-lain sejenisnya; 0.01 0.00
-4 Septictank/baak penampungan bekasair kotor dan lain-lain sejenisnya 0.01 0.00
-5 Sumur resapan dan lain-lainsejenisnya 0.00 0.00
-6
Teras tidak beratap atau tempat pencucian, balkon dan lain-lain sejenisnya
1.00 0.50
-7 Dinding penahan tanah, dan lain-lainsejenisnya 1.00 0.50
-8 Jembatan peyebrangan orang,jembatan jalan perumahan, dan lain-lain sejenisnya
1.00 0.50
9
Penanaman tanki, landasan tanki, bangunan pengolahan air, gardu listrik, gardu telepon, menara telekomunikasi dan sejenisnya
a. Tinggi maskimal 20 meter 1.00 0.50
-b. Tinggi maksimal 40 meter 2.00 1.00
-c. Tinggi maksimal 60 meter 3.00 1.50
-d. Tinggi >60 meter 4.00 2.00
-10 Tiang listri/telepon, dan lain-lainsejenisnya 1.00 0.50
11 Kolam renang, kolam ikan air deras,dan lain-lain sejenisnya 1.00 0.50
12 Gapura, patung, bangunan reklame,monumen, dan lain-lain sejenisnya. 1.00 0.50
Pasal 13
Tingkat penggunaan jasa dihitung sebagai perkalian antara besaran persentase tarif IMB, luas bangunan berdasarkan gambar rencana, dan indeks jenis bangunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (3) huruf a dan huruf b.
Bagian Keempat
Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif
Pasal 14
(2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penertiban dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dari pemberian izin tersebut.
Bagian Kelima
Struktur dan Besarnya Tarif
Pasal 15
(1) Struktur dan besarnya tarif IMB ditetapkan berdasarkan hasil perkalian antara Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atas Tanah dikalikan besaran persentase sebesar 5 % (lima persen).
(2) Rumus untuk memperoleh besaran jumlah retribusi IMB ditetapkan berdasarkan perkalian tarif IMB dengan luas bangunan sesuai gambar rencana dan indeks bangunan.
BAB IV
RETRIBUSI IZIN TEMPAT PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL
Bagian Kesatu
Nama, Obyek, Subyek dan Wajib Retribusi
Pasal 16
(1) Dengan nama Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu.
(2) Obyek Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu. (3) Tempat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu :
a. Hotel berbintang 3, 4, dan 5;
b. Restoran dengan tanda Talam Kencana dan Talam Selaka; dan c. Bar termasuk Pub dan Klab malam.
Pasal 17
(1) Subyek Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Izin Tempat Penjulan Minuman Beralkohol.
Bagian Kedua
Golongan Retribusi dan cara mengukur tingkat penggunaan jasa
Pasal 18
Retribusi Izin Tempat Penjulan Minuman Beralkohol digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu.
Pasal 19
Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan golongan minuman beralkohol
Bagian Ketiga
Penggolongan dan Jenis Minuman Beralkohol
Pasal 20
Minuman Beralkohol dikelompokkan dalam golongan sebagai berikut :
a. Minuman Beralkohol golongan A adalah minuman beralkohol dengan kadar ethanol (C2H5OH) di atas 0% (nol perseratus) sampai dengan 5% (lima perseratus).
b. Minuman Beralkohol golongan B adalah minuman beralkohol dengan kadar ethanol (C2H5OH) di atas 5% (lima perseratus) sampai dengan 20% (dua puluh perseratus).
c. Minuman Beralkohol golongan C adalah minuman beralkohol dengan kadar ethanol (C2H5OH) di atas 20% (Dua puluh perseratus) sampai dengan 55% (Lima Puluh Lima perseratus).
Bagian Keempat
Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif
Pasal 21
(1) Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutupi sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.
Bagian Kelima
Struktur dan Besarnya Tarif
Pasal 22
Struktur dan besarnya tarif Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol ditetapkan berdasarkan golongan dan volume minuman beralkohol sebagai berikut : - Golongan A Rp.
1.500.000,-- Golongan B Rp. 2.250.000,- - Golongan C Rp. 3. 500.000
Bagian Keenam
Jangka Waktu/Masa Berlaku Pasal 23
Masa berlaku Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol yaitu selama 3 (tiga) tahun.
BAB V
RETRIBUSI IZIN GANGGUAN Bagian Kesatu
Nama, Obyek, Subyek dan Wajib Retribusi Pasal 24
(1) Dengan nama Retribusi Izin Gangguan dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan.
(2) Obyek Retribusi Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan, termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan, dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Tidak termasuk Obyek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Pasal 25
(1) Subyek Retribusi Izin Gangguan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin ganguan dari Pemerintah Daerah.
Bagian Kedua
Golongan Retribusi dan cara mengukur tingkat penggunaan jasa Pasal 26
Retribusi Izin Gangguan digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu.
Pasal 27
(1) Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan perkalian antara luas ruang tempat usaha dan tarif jenis usaha.
(2) Luas ruang tempat usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah luas bangunan yang dihitung sebagai jumlah luas setiap lantai.
Bagian Ketiga
Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 28
(1) Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutupi sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.
(2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.
Bagian Keempat Struktur dan Besarnya Tarif
Pasal 29
Struktur dan besarnya tarif retribusi izin gangguan ditetapkan sebagai berikut :
a. Izin gangguan untuk usaha penggilingan padi atau huller sebesar Rp. 4.000/M2, Penggilingan Daging sebesar Rp. 5.000/M2, dan penggilingan kacang sebesar Rp. 5.000,-/M2.
b. Izin gangguan untuk pangkalan bahan bakar minyak, SPBU, SPBE sebesar Rp.5.000,-/M2.
c. izin gangguan untuk usaha bengkel kendaraan bermotor roda 2 sebesar Rp.7.500/M2, Roda 4 sebesar Rp. 10.000/M2, bengkel las karbit sebesar
Rp.2.500,-/M2, bengkel las listrik sebesar Rp.2000,-/M2, bengkel las listri dan
karbit sebesar Rp. 3.750,-/M2, pengecatan mobil sebesar Rp.2.500,-/M2, vulkanisir
ban sebesar Rp. 2.500/M2.
d. Izin usaha untuk usaha pengolahan kayu sebesar Rp. 3.000/M2, usaha meubel
sebesar Rp. 5000,-/M2.
e. Izin gangguan untuk usaha tempat permainan billyard atau sejenisnya sebesar Rp. 10.000,-/M2.
g. Izin usaha untuk gudang penyimpanan barang sebesar Rp. 7.500,-/M2,
pengumpulan barang bekas sebesar Rp. 5.000/M2.
h. Izin usaha untuk tempat pengelolaan hasil laut sebesar Rp. 3.000,-/M2 , jagal
sebesar Rp. 7.500,-/M2.
i. Izin gangguan untuk pendirian Tower/Alat Telekomunikasi sebesar Rp. 10.000,-/M2
dan stasiun TV/Radio sebesar Rp. 5.000/M2.
j. Izin gangguan untuk tempat usaha TV Kabel sebesar Rp. 2.500,-/M2, Warnet,
rental VCD/DVD sebesar Rp. 4.000/M2.
k. Izin gangguan untuk tempat usaha air mineral dan air minum isi ulang sebesar Rp. 1.000,-/M2.
l. Izin usaha untuk tempat penggergajian kayu permanen sebesar Rp. 3.000,-/M2.
m. Izin gangguan untuk usaha konveksi/sablon sebesar Rp. 5.000,-/M2, jahit
menjahit sebesar Rp. 1.500/M2, percetakan, pengetikan dan penjilidan sebesar
Rp. 4.000/M2, studio foto dan cuci cetak sebesar Rp. 5.000/M2.
n. Izin gangguan pangkalan taxi, rent car sebesar Rp. 5.000,-/M2, show room
sebesar Rp. 7.500/M2, ekspedisi sebesar Rp. 2.500,-/M2.
o. dihapus
p. Izin gangguan untuk usaha reparasi tv, jam, kulkas, alat elektronik sebesar Rp. 1.500,-/M2.
q. Izin gangguan untuk usaha Laboratorium sebesar Rp. 5.000/M2,alat kantor dan
foto copy sebesar Rp. 2.500/M2.
r. Izin gangguan untuk usaha pestisida dan obat-obatan pertanian sebesar Rp. 5.000/M2.
s. Izin gangguan untuk usaha pengolahan ikan sebesar Rp. 2.500,-/M2, pembuatan
kue, pembuatan tahu dan tempe sebesar Rp. 2.500/M2,
t. Izin gangguan untuk usaha kursus-kursus, sanggar olah raga dan kesenian sebesar Rp. 2.500/M2, penyaluran TKI sebesar Rp. 1.500/M2.
u. Izin gangguan untuk usaha pertokoan sebesar Rp. 5.000/M2, kios/waring sebesar
Rp. 2.500/M2.
v. Izin gangguan untuk usaha oven tembakau, pembakaran kapur, genteng/bata, prosesing batu apung sebesar Rp. 5.000/M2, prosesing batu/kerikil Rp. 3.000/M2,
perajangan tembakau sebesar Rp. 2.500/M2,
w. Izin gangguan untuk usaha pembuatan beton/batako sebesar Rp. 2.000/M2,
grabah sebesar Rp. 1.250,-/M2.
x. Izin gangguan untuk usaha praktek bidan sebesar Rp. 5.000,-/M2, praktek dokter,
klinik kesehatan, apotik, toko obat sebesar Rp. 7.500,-/M2.
y. Izin gangguan untuk usaha peternakan ayam, itik, unggas, budidaya mutiara, tambak,penangkaran bibit, kandang ternak, sebesar Rp. 2.500,-/M2, sebesar Rp.
z. Izin gangguan untuk usaha perkantoran sebesar Rp. 5.000/M2, hotel/villa, rumah
makan, restoran, salon kecantikan, kolam renang sebesar Rp. 5.000/M2,
penginapan sebesar Rp. 3.000/M2, binatu sebesar Rp. 2.500,-/M2.
Bagian Kelima
Jangka Waktu/Masa Berlaku Pasal 30
BAB VI
RETRIBUSI IZIN TRAYEK Bagian Kesatu
Nama, Obyek, Subyek dan Wajib Retribusi Pasal 31
(1) Dengan nama Retribusi Izin Trayek dipungut Retribusi sebagai pemberian izin kepada Badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu dalam wilayah daerah.
(2) Obyek Retribusi Izin Trayek adalah Pemberian izin kepada badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu.
Pasal 32
(1) Subyek Retribusi izin trayek adalah badan yang memperoleh Izin Trayek dari Pemerintah Daerah.
(2) Wajib Retribusi adalah badan yang memperoleh Izin Trayek.
Bagian Kedua
Golongan Retribusi dan cara mengukur tingkat penggunaan jasa Pasal 33
Retribusi Izin Trayek digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu.
Pasal 34
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jumlah izin yang diberikan dan jenis angkutan penumpang umum.
Bagian Ketiga
Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 35
(1) Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutupi sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.
(2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.
Bagian Keempat Struktur dan Besarnya Tarif
Pasal 36
a. Mobil penumpang umum untuk paling banyak 4 (empat) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi sebesar Rp. 250.000,-(dua ratus lima puluh ribu rupiah);
b. Mobil penumpang umum untuk paling banyak 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi sebesar Rp. 250.000,-(dua ratus lima puluh ribu rupiah);
c. Mobil Carry Pick Up / Angkutan Pedesaan sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah);
d. Mobil Mini Bus sebesar Rp.300.000,- (tiga ratus ribu rupiah); e. Mobil Bus sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah);
f. Izin Insidentil dikenakan Retribusi untuk satu kali perjalanan sebagai berikut : 1. Mobil Penumpang Umum Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah);
2. Mobil Mini Bus / Bus Rp. 7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah).
(2) Untuk pengawasan operasional izin trayek kendaraan bermotor umum diberikan kartu pengawasan (KPS) setiap tahun dengan membayar Retribusi sebagai berikut :
a. Mobil Penumpang dikenakan biaya Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah); b. Mobil Pick Up dikenakan biaya Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah);
c. Mobil Mini Bus dikenakan biaya Rp. 75.000,- (tujuh puluh lima ribu rupiah).; d. Mobil Bus dikenakan biaya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
(3) Perubahan izin trayek dikenakan biaya sebesar Rp.250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Bagian Kelima
Jangka Waktu/Masa Berlaku Pasal 37
Masa berlaku Retribusi Izin Trayek yaitu selama 5 (lima) tahun.
BAB VII
RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN Bagian Kesatu
Nama, Obyek, Subyek dan Wajib Retribusi Pasal 38
(1) Dengan nama Retribusi Izin Usaha Perikanan dipungut Retribusi atas pelayanan pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan.
(2) Obyek Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan, meliputi:
c. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI)
(3) Tidak termasuk obyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah usaha/kegiatan di bidang perikanan yang tidak memerlukan izin berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 39
(1) Subyek Retribusi izin perikanan adalah orang pribadi atau badan, yang memperoleh izin perikanan dari Pemerintah Daerah.
(2) Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin perikanan.
Bagian Kedua
Golongan Retribusi dan cara mengukur tingkat penggunaan jasa Pasal 40
Retribusi izin perikanan digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu.
Pasal 41
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan luas, banyak dan jenis usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan.
Bagian Ketiga
Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 42
(1) Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutupi sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.
(2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan dilapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.
Bagian Keempat Struktur dan Besarnya Tarif
Pasal 43
Struktur dan besarnya tarif Retribusi izin Perikanan ditetapkan sebagai berikut:
A. Izin Usaha Penangkapan :
1. Jukung, Sampan/Perahu (bermotor tempel);
Berukuran 5 GT – 10 GT……….. Rp. 17.500,-/unit 3. Alat Tangkap :
a. Trawll Permukaan & Pertengahan Rp. 35.000/Unit b. Pukat Cincin (Purese Seine) Rp. 35.000/unit c. Pukat Pantai Rp. 20.000/unit d. Gill Net-Hanyut Rp. 1.500/unit e. Gill Net Lingkar Rp. 3.000/unit f. Gill Net Dasar Rp. 5.000/unit g. Gill Net Tetap Permukaan Rp. 1.000/unit h. Bagan Sampan Rp. 15.000/unit
i. Bagan Rakit Rp. 25.000/unit
j. Bagan Perahu Rp. 35.000/unit k. Bagan Tancap Rp. 30.000/unit l. Pole and Line Rp. 15.000/unit
m.Muroami Rp. 15.000/unit
n. Jaring Klitik Rp. 1.500/unit o. Alat tangkap lainnya Rp. 2.000/unit
B. Izin Usaha Budidaya :
1. Usaha Budidaya Air Tawar :
a. Usaha Budidaya kolam Air Tenang Rp. 500/are b. Usaha Budidaya Kolam Air Deras Rp. 1.000/are c. Usaha Budidaya Kolam air Mengalir Rp. 750/are d. Budidaya air Tawar Lainnya Rp. 100/are e. Jakapung/Keramba Rp. 5.000/unit 2. Usaha Budidaya Air Payau
a. Usaha Budidaya Tambak Udang Rp. 2500/are b. Usaha BudidayaTambak Bandeng Rp. 1000/are c. Budidaya Tambak Lainnya Rp. 1000/are 3. Usaha Budidaya Laut :
a. Usaha Budidaya Mutiara Rp. 6.000.000/titik
b. Jakapung/Keramba Rp.10.000/m2
c. Usaha Budidaya Rumput Laut
- Patok Rp.250/m2
- Tali Rentang Rp.100/m2
Bagian Kelima
Jangka Waktu/Masa Berlaku Pasal 44
Masa berlaku Retribusi Izin Perikanan yaitu selama 3 (tiga) tahun.
BAB VIII
WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 45
Retribusi Daerah dipungut di wilayah Kabupaten Lombok Tengah.
BAB IX
MASA RETRIBUSI, SAAT RETRIBUSI TERUTANG DAN SURAT PEMBERITAHUAN RETRIBUSI DAERAH
Pasal 46
Masa Retribusi adalah jangka waktu yang lamanya (1) satu tahun Kalender.
Pasal 47
Saat Retribusi terhutang adalah sejak diterbitkan SKRD.
Pasal 48 (1) Setiap Wajib Retribusi wajib mengisi SSRD.
(2) SSRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap.
(3) SSRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) harus disampaikan kepada Bupati paling lambat 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa Retribusi. (4) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SSRD ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB X
TATA CARA PUNGUTAN DAN PEMBAYARAN RETRIBUSI Pasal 49
(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan.
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa karcis, kupon, dan kartu langganan.
Pasal 50
(1) Pembayaran Retribusi harus dilakukan sekaligus atau lunas.
(3) Dalam hal pembayaran dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, maka hasil penerimaan Retribusi harus disetor ke Kas Daerah paling lambat 1 (satu) kali 24 (dua puluh empat) jam atas dasar waktu yang ditentukan oleh Bupati.
(4) Tata cara pembayaran, penentuan tempat pembayaran, angsuran dan penundaan pembayaran Retribusi diatur dalam Peraturan Bupati
Pasal 51
Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang bayar.
BAB XI
TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 52
(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi.
(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB XII
TATA CARA PENAGIHAN RETRIBUSI
Pasal 53
(1) Surat teguran/peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan Retribusi dikeluarkan setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo waktu pembayaran.
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah diterimanya surat teguran/peringatan dan/atau surat lain yang sejenis, Wajib Retribusi dapat melunasi Retribusi terhutang.
(3) Surat teguran yang sejenis sebaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Bupati.
(4) Tata cara penagihan dan penerbitan surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis diatur dengan Peraturan Bupati
BAB XIII
KEDALUWARSA PENAGIHAN
(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, Kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika:
a. Diterbitkan surat teguran ;atau
b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. (5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.
Pasal 55
(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIV PENYIDIKAN
Pasal 56
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi daerah sebagimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan memilih keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi daerah agar keterangan atau laporan menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Retribusi daerah;
d. Memeriksa buku, catatan dan dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi daerah;
e. Melakukan pemeriksaan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi daerah;
g. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah dan Retribusi;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. Menghentikan penyidikan; dan/atau
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah dan Retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 57
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak 3 kali jumlah Retribusi terhutang.
(2) Tindak pidana sebagimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 58 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka :
1. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
2. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Gangguan;
3. Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 tentang Retribusi Surat Izin Usaha Angkutan Kendaraan Bermotor
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP Pasal 59
Ketentuan mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 60
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Tengah.
Ditetapkan di Praya
pada tanggal 3 Oktober 2011
BUPATI LOMBOK TENGAH
H. MOH. SUHAILI FT Diundangkan di Praya
Pada tanggal
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN LOMBOK TENGAH
H. L. SUPARDAN
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2011
TENTANG
RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU
I. UMUM.
Bahwa untuk menunjang pelaksanaan Pemerintahan serta pelayanan kepada masyarakat diperlukan dana yang memadai. Penerimaan Daerah dari Retribusi Perizinan Tertentu adalah cukup potensial untuk menunjang pelaksanaan Otonomi Daerah yang dinamis, nyata dan bertanggung jawab, terutama di Kabupaten Lombok Tengah.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pada Pasal 140 disebutkan bahwa Retribusi Perizinan Tertentu dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Sehubungan fungsi strategis dari jenis Retribusi Perizinan Tertentu ini, maka pembentukan Peraturan Daerah tentang Retribusi Perizinan Tertentu menjadi mutlak adanya.
II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1
Cukup jelas Pasal 2
Cukup jelas Pasal 3
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Ayat 3
Cukup jelas Pasal 4
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 7 Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Ayat 3
Cukup jelas Ayat 4
Cukup jelas Pasal 8
Cukup jelas Pasal 9
Cukup jelas Pasal 10
Cukup jelas Pasal 11
Cukup jelas Pasal 12
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Ayat 3
Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Cukup jelas Pasal 13
Cukup jelas Pasal 1 4
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Pasal 15
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas
Pasal 16 Ayat 1
Cukup jelas
Ayat 2
Cukup jelas Ayat 3
Cukup jelas Pasal 17
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Pasal 18
Cukup jelas Pasal 19
Cukup jelas Pasal 20
Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Pasal 21
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Pasal 22
Cukup jelas Pasal 23
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas
Ayat 3
Cukup jelas Pasal 25
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Pasal 26
Cukup jelas Pasal 27
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Pasal 28
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Pasal 29
Huruf a s/d z Cukup jelas Pasal 30
Cukup jelas Pasal 31
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Pasal 32
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Pasal 33
Cukup jelas Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35 Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Pasal 36
Ayat (1) Huruf a
Yang dimaksud dengan mobil penumpang umum untuk paling banyak 4 (empat) tempat duduk adalah taxi
Huruf b
Yang dimaksud dengan mobil penumpang umum untuk paling banyak 8 (delapan) tempat duduk adalah seperti mobil station dan sejenisnya.
Huruf c s.d. f Cukup jelas Ayat 2 dan 3
Cukup jelas Pasal 37
Cukup jelas Pasal 38
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Ayat 3
Cukup jelas Pasal 39
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Pasal 40
Pasal 41
Cukup jelas Pasal 42
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas Pasal 45
Cukup jelas Pasal 46
Cukup jelas Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48 Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Ayat 3
Cukup jelas Ayat 4
Cukup jelas Pasal 49
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Ayat 3
Cukup jelas Pasal 50
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 3
Cukup jelas Ayat 4
Cukup jelas Pasal 51
Cukup jelas Pasal 52
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Pasal 53
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Ayat 3
Cukup jelas Ayat 4
Cukup jelas Pasal 54
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Ayat 3
Cukup jelas Ayat 4
Cukup jelas Ayat 5
Cukup jelas Pasal 55
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Ayat 3
Pasal 56 Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Ayat 3
Cukup jelas Ayat 4
Cukup jelas Pasal 57
Ayat 1
Cukup jelas Ayat 2
Cukup jelas Pasal 58
Cukup jelas Pasal 59
Cukup jelas Pasal 60
Cukup jelas