Pemilikan Apartemen (KPA)
Ilham Nurdiansyah (1087022)
Klausula buy back guarantee dalam perjanjian kerjasama bertujuan untuk melindungi bank dalam penyaluran Kredit Pemilikan Apartemen (KPA). Meskipun perjanjian buy back guarantee hanya bersifat tambahan (accessoir) yang di luar perjanjian KPA, perjanjian ini merupakan bentuk implementasi prinsip prudential banking dalam mengefisienkan penyelesaian wanprestasi dari pihak debitur. Buy back guarantee diartikan sebagai kesanggupan pihak ketiga yaitu developer sebagai penjamin terhadap bank, untuk “membeli kembali” objek KPA setelah debitur dinyatakan wanprestasi sesuai isi perjanjian kerjasama antara developer dan bank. Persoalannya adalah akta buy back guarantee tidak mempunyai kekuatan eksekutorial seperti lembaga jaminan fidusia, hipotik dan hak tanggungan, jadi masih bergantung pada itikad baik dari debitur dan developer. Berdasarkan uraian tersebut penulis mencoba untuk meneliti mekanisme pemberlakuan klausula buy back guarantee dalam perjanjian kerjasama dikaitkan dengan penyaluran Kredit Pemilikan Apartemen, dan perlindungan hukum bagi pihak bank yang menerapkan klausula buy back guarantee jika di kemudian hari terjadi gagal bayar atau wanprestasi pada pihak debitur.
Metode penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif dengan spesifikasi deskriptif analitis. Penelitian dilakukan melalui studi kepustakaan, lalu melihat hubungan antara satu undang-undang dengan undang-undang lainnya dan penerapan prakteknya. Setelah mendapatkan gambaran hasil penelitian, penulis melakukan analisa dan menarik kesimpulan atas hasil penelitian yang diperoleh. Pengumpulan data primer juga dilakukan untuk mendukung data sekunder, yaitu diperoleh secara dokumentasi maupun wawancara para pihak yang berkaitan dengan perjanjian KPA dan perjanjian kerjasama yaitu bank, developer, dan konsumen.
Hasil penelitian memperoleh kesimpulan bahwa mekanisme pemberlakuan klausula buy back guarantee dalam perjanjian kerjasama antara bank dengan perusahaan pengembang (developer) terkait penyaluran KPA dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu tahap pernyataan debitur telah wanprestasi, tahap negosiasi, dan tahap kesepakatan pemberlakuan buy back guarantee. Perlindungan hukum bagi bank ketika terjadi wanprestasi dari debitur yaitu pelaksanaan subrogasi untuk pengalihan utang kepada debitur baru, atau penanggungan utang (borgtocht) oleh pihak developer, sesuai dengan klausula buy back guarantee.
Saran yang dapat diberikan penulis antara lain, bank harus menerapkan prinsip prudential banking dengan lebih efektif, developer menjalin kerjasama yang lebih baik dengan bank dan debitur, dan terakhir debitur harus mempunyai itikad baik dalam pembayaran angsuran kredit, dan memberitahukan bank apabila tidak sanggup melunasi angsuran agar segera dilakukan over credit.
Ilham Nurdiansyah (1087022)
Buy back guarantee clause in a partnership agreement designed to protect the bank in transmission of Apartment Ownership Credit. Although the buy back guarantee just an additional (accessoir) outside the KPA agreement, it is an implementation of the prudential banking principles to improve efficiency of settlement from default set by the debtor. Buy back guarantee is defined as the willingness of third-party which is developer as a guarantor of the bank, to "buy back" the KPA object after the debtor set of default, according the content of partnership agreement between the developer and bank. The problem is buy back guarantee act does not have the strength eksekutorial as any existing warranty such as fiduciary, mortgages and security rights, so still rely on the good faith of the debtor and developers. Based on the description the author tries to investigate mechanism of buy back guarantee clause enforcement in partnership agreement associated with the transmission of Apartment Ownership Credit, and legal protection for banks to apply the clause buy back guarantee in case of default of the debtor.
Research methods used in this paper is normative juridical with descriptive analysis specification. Research done through the study of literature, and the relationship between the law with other laws and adoption practice. After getting an overview of results, the authors doing analyze and make conclusions on the results which obtained.. Primary data collecting used to support secondary data, which is obtained from documentation and interviews with the parties relating to KPA agreement and partnership agreement which are banks, developers, and consumers.
This study result conclude that enforcement mechanism of a buy back guarantee clause in the partnership agreement between the bank and the developer associated with KPA transmission are done through several stage; namely the statement was defaulting debtor, negotiation level, and the level of enforcement of agreements buy back guarantee. Legal protection for the bank when there are default from the debtor that is the implementation of subrogation to the removal of debt to new debtor, or incurring debt (borgtocht) by the developer, in accordance with buy back guarantee clause.
Advices given by author are; banks should apply the prudential banking more effectively, developers establish better cooperation with banks and the debtor, and the debtor must have a good faith in the loan payment, and notify the bank if debtor not able to repay the installments, for immediately done over credit.
DAFTAR ISI
JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PANITIA SIDANG UJIAN ... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan dan Sasaran ... 9
D Kegunaan ... 9
E. Kerangka Pemikiran ... 10
F. Metode Penelitian ... 13
G. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II TINJAUAN UMUM SISTEM PERBANKAN INDONESIA A. Pengaturan Sistem perbankan Indonesia... 17
2. Peran Perbankan Indonesia... 18
3. Jenis Bank di Indonesia ... 19
4. Kegiatan Usaha Bank ... 21
B. Struktur Perbankan Indonesia... 25
C. Asas – Asas Perbankan Indonesia... 27
1. Asas Kepercayaan... 28
2. Asas Kerahasiaan Bank ... 28
3. Asas Kehati-hatian Bank ... 29
4. Prinsip Customer Due Dilligence (CDD) ... 35
D. Prinsip Prudential Banking dalam Penyaluran Kredit Perbankan ... 36
E. Manajemen Risiko Perbankan... 41
BAB III BUY BACK GUARANTEE DALAM PERLANJIAN KREDIT PEMILIKAN APARTEMEN A. Perjanjian Pada Umumnya... 45
1. Perjanjian Sebagai Sumber Perikatan ... 45
2. Syarat Sah Perjanjian... 47
3. Asas-Asas Pembentukan Perjanjian... 51
B. Perjanjian Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) Dalam Praktik Perbankan Indonesia... 53
1. Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian KPA... 53
C. Buy Back Guarantee Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan
Apartemen... 74
1. Para Pihak Dalam Buy Back Guarantee... 74
2. Isi Perjanjian (Klausula)... 77
BAB IV MEKANISME PEMBERLAKUAN KLAUSULA BUY BACK
GUARANTEE DALAM PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA
BANK DENGAN PERUSAHAAN PENGEMBANG
SEHUBUNGAN DENGAN PENYALURAN KREDIT PEMILIKAN
APARTEMEN (KPA)
A. Mekanisme Pemberlakuan Klausula Buy Back Guarantee
Dalam Perjanjian Kerjasama Dikaitkan Dengan Perjanjian
Penyaluran Kredit Pemilikan Apartemen (KPA)... 81
1. Tahapan Pra Kontraktual Antara Bank Dengan Debitur... 81
2. Tahapan Pemberlakuan Klausula Buy Back Guarantee
Dalam Kaitannya Dengan Penyaluran Kredit
Pemilikan Apartemen (KPA)... 87
B. Penerapan Klausula Buy Back Guarantee Sebagai
Perlindungan Hukum Bagi Pihak Bank Atas Wanprestasi
Debitur Dalam Perjanjian KPA... 95
1. Risiko Yang Dihadapi Bank Dalam Penyaluran Kredit
Pemilikan Apartemen (KPA)... 95
2. Upaya Perlindungan Hukum Oleh Bank Dalam
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 106
B. Saran ... 107
DAFTAR PUSTAKA ... 109
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan kawasan perkotaan sangat dipengaruhi oleh tingkat
pertumbuhan penduduknya. Peningkatan pertumbuhan penduduk
meningkatkan pula kebutuhan lahan permukiman di kawasan perkotaan.
Keterbatasan lahan-lahan di perkotaan mengakibatkan banyak pembangunan
permukiman penduduk dengan konsep vertikal atau yang biasa disebut dengan
Rumah Susun atau Apartemen.
Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional,
merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan rakyat yang adil dan makmur.
Dalam rangka memelihara kesinambungan pembangunan tersebut, para
pelakunya meliputi baik pemerintah maupun masyarakat sebagai orang
perseorangan dan badan hukum, sangat memerlukan dana dalam jumlah yang
besar. Hal ini berakibat meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat juga
keperluan akan tersedianya dana yang sebagian besar diperoleh melalui
kegiatan perkreditan. Mengingat pentingnya dana perkreditan tersebut dalam
proses pembangunan, sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit
hak jaminan yang kuat dan yang dapat memberikan kepastian hukum bagi
semua pihak yang berkepentingan.1
Dalam proses pembangunan Rumah Susun atau Apartemen yang
dikelola oleh pihak pengusaha atau developer, pihak pengusaha atau developer
tersebut membutuhkan dana untuk melakukan pembangunan dan pemasaran.
Dengan kata, lain transaksi untuk pemesanan atas pemilikan satuan Rumah
Susun atau Apartemen tersebut tidak selalu tunai, sehingga pihak developer
biasanya melakukan kerja sama dengan pihak bank untuk mendanai
pembangunan atas Rumah susun atau Apartemen tersebut dengan perjanjian
penyaluran kredit konstruksi. Selain itu, pihak Bank melakukan suatu program
perjanjian Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) untuk para debitur atau
konsumen yang akan membeli satuan Rumah Susun tersebut, dasarnya adalah
perjanjian kerjasama antara developer dengan bank.
Program perjanjian Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) dilakukan
sebelum unit atas satuan Rumah Susun tersebut berdiri karena pihak bank
memprioritaskan dana angsuran dari debitur adalah untuk mendanai
pembangunan atas Rumah Susun tersebut. Dengan kata lain perjanjian Kredit
Pemilikan Apartemen bersifat Kredit Tanpa Agunan (KTA) karena tanpa
adanya suatu aset debitur yang dijaminkan dalam perjanjian kredit tersebut.
Agunan atau jaminan merupakan salah satu unsur jaminan kredit agar
Bank dapat memperoleh tambahan keyakinan atas kemampuan debitur untuk
mengembalikan utangnya.2 Selain itu bank juga harus menerapkan prinsip
kehati-hatian dalam menjalanknan usahanya, Prinsip kehati-hatian itu adalah
suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan
usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada
masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip
kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan
baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang
berlaku di dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian tertera dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 atas perubahan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang menyatakan:
Pasal 2:
“Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”.
Pasal 29 ayat (2):
“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”.
Dalam kenyataannya, tidak semua kredit yang disalurkan oleh bank
kepada debiturnya akan berjalan lancar dan dibayarkan, hal tersebut
mempengaruhi tingkat kesehatan bank untuk menjalankan usahanya.
Perjanjian Kredit Pemilikan Apartmen (KPA) adalah kredit yang diberikan
oleh bank kepada debitur untuk digunakan membeli atau membayar Satuan
Unit Rumah Susun (Sarusun) guna dimiliki atau dihuni. Dalam perjanjian ini
biasanya debitur memberikan jaminan berupa Sertifikat Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun (SHMSRS) dengan fasilitas kredit dari bank tersebut.
Pada kenyataannya, SHMSRS yang diperjanjikan untuk dijadikan
sebagai jaminan tersebut tidak ada karena status apartemen tersebut
masih dalam pembangunan yang keterbangunannya masih dibawah 20%
(dua puluh persen). Dalam perjanjian kredit tersebut pihak Bank sebagai
pemberi kredit hanya mendapatkan jaminan berupa dokumen Perjanjian
Pemesanan dan konfirmasi Jual Beli (PPKJB)3 atas satuan unit Rumah Susun
atau Apartemen yang sifatnya di bawah tangan, sehingga perjanjian Kredit
Pemilikan Apartemen tersebut dapat dikategorikan sebagai Kredit Tanpa
Agunan (KTA).
Bank menetapkan berbagai persyaratan yang harus dilengkapi
sehubungan dengan proses pengajuan KPA tersebut salah satunya adalah bukti
transaksi antara pihak konsumen dengan pihak developer, yaitu formulir isian
perjanjian pemesanan, bukti pembayaran booking fee, dan bukti pembayaran
uang muka atau down payment sebesar 30% (tiga puluh persen). Dengan
terjadinya perjanjian kredit tersebut maka pihak konsumen berkewajiban
membayar secara angsuran kepada bank setiap bulannya sesuai dengan
3 PPKJB adalah dokumen Perjanjian Pemesanan dan Konfirmasi Jual Beli yang sifatnya dibawah
tangan dan tidak dibuat dihadapan notaris. Penulis menemukan dokumen perjanjian tersebut di salah satu developer Rumah Susun di kota Bandung. PPKJB dibuat mengingat adanya aturan mengenai pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun yang berisikan tentang : PPJB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas : a. Status kepemilikan tanah; b. Kepemilikan IMB; c. Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; d. Keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh
perjanjian atau akad yang telah disepakati oleh konsumen dan pihak bank.
Sementara itu pihak bank membayar lunas kepada pihak developer atas
pembelian satuan unit Rumah Susun atau apartemen yang telah diperjanjikan
oleh konsumen. Sehubungan dengan terjadinya hal tersebut timbul masalah
mengenai penyelesaian sengketa apabila dikemudian hari pihak konsumen
wanprestasi (gagal memenuhi kewajiban pelunasan angsuran) kepada Bank.
Di sisi lain pihak bank telah membayar lunas kepada developer dalam
pembayaran atas unit Apartemen. Untuk mengatasi hal tersebut diberlakukan
klausula tentang Buyback Guarantee.
Klausula Hak Membeli Kembali (Buyback guarantee) adalah suatu
klausula dalam perjanjian pemasaran perumahan maupun Rumah Susun atau
Apartemen antara Bank dengan developer dimana pihak developer harus
membayar kewajiban pembayaran angsuran kredit konsumen yang
mendapatkan fasilitas Kredit Pemilkkan Apartemen (KPA) dari Bank, apabila
debitur dikualifikasikan dalam kondisi lalai atau dinyatakan sebagai
wanprestasi.4Buyback guarantee adalah penyelesaian total outstanding kredit
debitur oleh developer dengan konsekuensi pemindahan semua hak bank
seperti yang tertara pada akta Perjanjian Kredit dan pemindahan jaminan
kepada developer.
Dengan timbulnya hal tersebut maka para pelaku usaha menerapkan
klausula tentang Hak Membeli Kembali (Buyback guarantee) yang tidak
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Lahirnya perjanjian
4 Hassanain Haykal, Penerapan Klausula BuyBack Agreement Dalam Perjanjian Pemasaran
BuyBack Guarantee merupakan kebutuhan praktik masyarakat yang berdasar
pada asas kebebasan berkontrak sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang berisikan tentang: “semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”, hal tersebut sebagai solusi untuk penyelesaian sengketa diluar
pengadilan apabila dikemudian hari debitur lalai dalam memenuhi
kewajibannya atau wanprestasi.
Sistem Buyback Guarantee diterapkan oleh Bank sebagai implementasi dari prinsip Prudential Banking. Bank mencegah terjadinya
risiko kerugian akibat kredit macet dngan cara membebankan kepada
developer untuk bertanggungjawab atas tindakan wanprestasi debitur dengan
membebankan kewajiban kepada developer untuk mencari debitur baru,
sebagaimana yang dituangkan dalam perjanjian, maka developer dianggap
telah wanprestasi. Pengalihan piutang pada debitur baru dilakukan dengan
cara subrogasi.5
Subrogasi adalah penetapan mengenai debitur lama dan debitur baru
dilakukan oleh pihak developer dalam memasarkan kembali atas unit
apartemen yang diperjanjikan sebagai bentuk kewajiban pihak developer
dalam kerjasama dengan Bank untuk pengalihan akta subrogasi.
Manfaat atau tujuan diterapkannya klausula Buyback Guarantee bagi
Bank adalah, Bank dapat meminimalisir sekecil mungkin risiko kredit macet,
sehingga Bank yang bersangkutan berada pada posisi yang aman sebagai
penerima jaminan dari developer. Hal ini dikarenakan jaminan yang diterima
oleh Bank dapat mengcover nilai kredit macet yang disalurkan kepada debitur,
karena pihak developer mengikutsertakan assetnya yang dijaminkan kepada
pihak bank.6
Klausula Buyback Guarantee cukup mengamankan posisi pihak Bank
dalam menjalankan usahanya sebagai badan usaha yang memberikan fasilitas
kredit dalam perjanjian Kredit Pemilikan Apartemen (KPA), namun tidak
menjamin sepenuhnya semua fasilitas kredit tersebut dapat berjalan sesuai
dengan peraturan yang tercantum pada akta perjanjian dan diberlakukan oleh
bank kepada developer karena bank masih menhadapi risiko kredit dalam
bentuk lainnya yang dapat timbul dikemudian hari, yaitu antara lain:
1. Dalam hal proses pengurusan dokumen jaminan sertifikat SHM yang
belum dipecah;
2. Dokumen tanah dan bangunan yang masih dalam proses pengurusan;
3. Masalah dalam penyelesaian bangunan seperti, bangunan belum selesai
melewati jangka waktu yang telah ditetapkan sebelumnya, spesifikasi
bangunan yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan dan lain
sebagainya.
Hal ini mengakibatkan kerugian pada pihak bank selaku penerima
jaminan dalam perjanjian pemberian fasilitas kredit, sehingga dalam
penyelesaiannya diperlukan penerapan prinsip kehati-hatian bank atau
Prudential Banking dalam memberikan fasilitas kredit.
Apabila dilihat dari sudut pandang pihak bank dalam perjanjian Kredit
Pemilikan Apartemen (KPA) tersebut, maka bagaimana penyelesaian masalah
sengketa apabila pihak debitur atau konsumen yang membeli atas satuan
Rumah Susun atau Apartemen yang di kemudian hari telah mengalami gagal
bayar atau wanprestasi sehingga tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk
melunasi Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) dengan tanpa adanya suatu
agunan atau jaminan yang dijaminkan oleh debitur kepada pihak bank, dengan
mengacu dan menerapkan asas Prudential Banking untuk dapat berjalannya
prinsip asas kehati-hatian dan agar dapat tejaganya kesehatan bank dengan
tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat dalam
memberikan pinjaman kredit pemilikan atas satuan Rumah Susun. Buyback
Guarantee merupakan bentuk implementasi mengenai penerapan prinsip Prudential Banking tetapi hal tersebut mengandung resiko yang dapat timbul
dikemudian hari mengenai bentuk jaminan yang dijaminkan oleh pihak
developer maupun debitur yang dijaminkan kepada bank, maka dari itu
penulis tertarik untuk meneliti perihal “Pemberlakuan Klausula Buy back
Guarantee Dalam Perjanjian Kerjasama Antara Bank Dengan
Perusahaan Pengembang Sehubungan Dengan Penyaluran Kredit
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana mekanisme pemberlakuan klausula buy back guarantee
dalam perjanjian kerjasama dikaitkan dengan perjanjian penyaluran
Kredit Pemilikan Apartemen (KPA)?
2. Bagaimana perlindungan hukum bagi pihak bank yang menerapkan
klausula buy back guarantee jika di kemudian hari terjadi gagal bayar
atau wanprestasi pada pihak debitur?
C. TUJUAN DAN SASARAN
Tujuan dari penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui mekanisme pemberlakuan klausula buy back
guarantee dalam dalam perjanjian kerjasama dikaitkan dengan
perjanjian penyaluran Kredit Pemilikan Apartemen (KPA).
2. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pihak bank yang
menerapkan klausula buy back guarantee jika di kemudian hari terjadi
gagal bayar atau wanprestasi pada pihak debitur.
D. KEGUNAAN
Kegunaan dalam meneliti perjanjian Kredit Pemilikan Apartemen
(KPA) yang sifatnya dibawah tangan dan atau dapat dikategorikan sebagai
Kredit Tanpa Agunan (KTA) diharapkan dapat memberikan kegunaan dari
1. Dari sisi praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan untuk memberikan
masukan bagi praktisi perbankan maupun pengusaha atau developer
Rumah Susun dalam pemberlakuan klausula buyback guarantee dan
merumuskan isi dalam perjanjian yang dapat meminimalkan risiko
kredit bagi para pihak.
2. Dari sisi teoritis, hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan dapat
memberikan masukan pemikiran pendalaman ilmu hukum mengenai
hukum perikatan dan perjanjian dalam transaksi perbankan.
E. Kerangka Pemikiran
Bank adalah komponen penting dalam sistem perekonomian,
kesehatan bank mempengaruhi kesetabilan ekonomi dalam suatu negara. Bank
merupakan lembaga intermediasi, yaitu merupakan penyalur dana dari
unit-unit ekonomi yang memiliki kelebihan dana kepada unit-unit-unit-unit ekonomi yang
mengalami kekurangan dana. Transaksi dalam bentuk menerima simpanan
uang dari nasabah, yang kebetulan belum memerlukan uang tunai dan
memberikan pinjaman kepada nasabah lain, yang memerlukan dana,
merupakan transaksi pokok bagi bank sebagai suatu cabang usaha. Bank akan
memperoleh keuntungan dari selisih antara tingkat bunga pinjaman dengan
tingkat bunga simpanan nasabah.7
Fungsi diatas dikenal sebagai fungsi intermediasi (perantara)8, dalam
menjalankan fungsi tersebut bank menghadapi risiko kredit yang dapat timbul
dari nasabah yang mengalami gagal bayar atau wanprestasi. Risiko kredit
adalah risiko terjadinya kerugian-kerugian akibat kegagalan pembayaran oleh
peminjam atau debitur, atau terjadinya kemerosotan kualitas kemampuan
pembayaran utang pihak debitur.9 Maka dari itu, bank dalam menjalankan
praktek uasahanya sebagai lembaga intertmediasi harus mengacu dan
berdasarkan prinsip kehati-hatian atau asas Prudential Banking dan
manajemen risiko agar tercapainya kualitas kesehatan bank yang sehat.
Pengelolaan risiko diimplementasikan dengan mendasarkan segala
keputusan berdasarkan itikad baik dengan sebaik-baiknya (ultimate good
faith). Parameter yang menunjukan adanya ultimate good faith ini diantaranya
adalah:
1. “Dilakukan dengan tidak mencari keuntungan bagi diri sendiri,
keluarga, atau kelompoknya dengan cara kolusi, praktek-praktek nepotisme dan tindakan-tindakan yang koruptif.
2. Dilakukan dengan analisis mendalam dengan hasil yang positif.
3. Disertai dengan tindakan preventif untuk meminimalisasi celah yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan kebijakan.
4. Disertai dengan tindakan antisipatif apabila keputusan yang diambil ternyata tidak tepat sasaran.
5. Adanya sistem pemantauan efektif “.10
Istilah kontrak berasal dari bahasa inggris yaitu contracts. Sedangkan
dalam bahasa belanda disebut dengan overeenkomst (perjanjian). Pengertian
8 Ibid., hlm. 26.
9 Ibid., hlm. 68.
10 Fadil zumhanna. Kredit Macet dan Strategi Pencegahan Terjadinya Tindak Pidana Korupsi,
kontrak berdasarkan pasal 1313 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata
menyatakan bahwa: “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan nama
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih”.11 Dalam prakteknya transaksi antara bank dengan nasabah berdasarkan
atas perjanjian, maka perjanjian tersebut menghasilkan produk yang
dikeluarkan oleh bank yaitu kontrak. Isi dalam kontrak tersebut harus
memenuhi unsur atau asas – asas yang menjamin keseimbangan, keadilan, dan
pengikatan para pihak di dalamnya sebagai suatu perjanjian yang sah. Hal –
hal tersebut dapat diuraikan antara lain:
a. Asas Keseimbangan adalah suatu asas yang dimaksudkan untuk
menyelaraskan pranata-pranata hukum dan asas-asas pokok hukum
perjanjian yang menekankan keseimbangan posisi hukum bagi para
pihak yang berkontrak.12
b. Asas Keadilan adalah kepastian untuk mendapatkan apa yang telah
diperjanjikan dengan memperhatikan norma-norma yang berlaku.13
c. Asas Mengikat adalah perikatan yang dibuat dengan sengaja, atas
kehendak para pihak secara sukarela, maka segala sesuatu yang telah
disepakati, dan disetujui harus dilaksanakan sebagaimana telah
dikehendaki oleh para pihak. Apabila salah satu pihak tidak
melaksanakannya, maka pihak lain dalam perjanjian berhak untuk
11Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, jakarta, sinar grafika, buku
ke satu, 2003, hlm. 15.
12 http://kontrakdanperikatan.com/
13
memaksakan pelaksanaannya melalui mekanisme dan jalur hukum yang
berlaku.14
F. Metode Penelitian
Berdasarkan landasan bahan penelitian diatas, penulis menggunakan
metode penelitian dengan menggunakan pendekatan Yuridis Normatif yaitu
suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa terhadap
pasal-pasal yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan khususnya Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang
sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan yang mengatur terhadap permasalahan pemberlakuan klausula
buy back guarantee dalam perjanjian Kredit Pemilikan Apartemen (KPA)
sebagai implementasi penerapan prinsip prudential banking yang mengatur
mengenai risiko-risiko yang timbul dalam penerapan klausula buy back
guarantee.
Metode penelitian yang digunakan berupa pendekatan yuridis normatif
dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analisis.
a. Tahap penelitian dan bahan penelitian yaitu tahap penelitian terdiri atas
penelitian kepustakaan dalam upaya mencari data sekunder dengan
menggunakan bahan tersier. Tahap penelitian lapangan dilakukan guna
memperoleh data primer untuk mendukung data sekunder. Maka
14 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, jakarta, Pradnya
penelitian ini akan mengumpulkan data yang paling lengkap mengenai
pemberlakuan klausula buyback guarantee dalam perjanjian kerjasama
antara bank dengan perusahaan pengembang sehubungan dengan
penyaluran Kredit Pemilikan Apartemen (KPA).
b. Penelitian hukum secara yuridis maksudnya penelitian yang mengacu
pada studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data sekunder yang
digunakan. Sedangkan bersifat normatif dimaksudkan penelitian hukum
yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang
hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan
dalam prakteknya. Dalam penelitian hukum normatif maka yang diteliti
pada awalnya data sekunder yaitu peraturan perundang-undangan
khususnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang sebagaimana
telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian tehadap
data primer yaitu untuk mengetahui mekanisme penyelesaian kredit
macet pada perjanjian Kredit Pemilikan Apartemen (KPA), dan
penerapan klausula buyback guarantee pada penyelesaian kredit macet
sebagai implementasi prinsip prudential banking dalam hukum
perbankan.
Untuk memenuhi validitas bahan hukum atau data yang akurat, penulis
mengumpulkan data tambahan melalui wawancara yang berkaitan dengan
penyaluran Kredit Pemilikan Apartemen (KPA). Pengumpulan data primer
yaitu pengumpulan sejumlah data atau fakta yang diperoleh secara langsung
melalui suatu penelitian lapangan dengan wawancara tersusun dengan para
pihak yang bersangkutan antara lain pihak developer, konsumen, dan pihak
bank.
G. Sistematika Penulisan
a. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi uraian tentang Latar Belakang Masalah yang
mendasari pentingnya diadakan penelitian, Identifikasi Masalah,
Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran,
Metode Penelitian serta Sistematika Penulisan.
b. BAB II TINJAUAN UMUM SISTEM PERBANKAN INDONESIA
Bab ini berisi Tinjauan teori yang mendiskripsikan pengertian
(perbankan), aturan-aturan hukum yang melatar belakangi
hukum perbankan, prinsip-prinsip pengelolaan usaha bank,
prinsip Prudential Banking, serta Manajemen Risiko dalam
Hukum Perbankan Indonesia
c. BAB III BUY BACK GUARANTEE DALAM PERJANJIAN KREDIT
PEMILIKAN APARTEMEN
Bab ini berisi uraian tentang tinjauan umum perjanjian,
pihak-pihak dan hubungan hukum dalam Kredit Pemilikan Apartemen
termasuk juga klausula buyback guarantee dalam perjanjian
penyaluran KPA.
d. BAB IV PEMBERLAKUAN BUY BACK GUARANTEE DALAM
PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA BANK DENGAN
PERUSAHAAN PENGEMBANG SEHUBUNGAN DENGAN
PENYALURAN KREDIT PEMILIKAN APARTEMEN (KPA)
Dalam bab ini diuraikan tentang analisa pemberlakuan klausula
buy back guarantee dalam perjanjian kerjasama antara developer dengan bank terkait penyaluran KPA, yang meliputi:
1. Bagaimana mekanisme pemberlakuan klausula buy back
guarantee dalam perjanjian kerjasama dikaitkan dengan
perjanjian penyaluran Kredit Pemilikan Apartemen (KPA)?
2. Bagaimana perlindungan hukum bagi pihak bank yang
menerapkan klausula buy back guarantee jika di kemudian
hari terjadi gagal bayar atau wanprestasi pada pihak debitur?
e. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi uraian tentang pokok-pokok kesimpulan dan saran-saran
yang perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adanya jaminan buy back guarantee dalam perjanjian kerjasama
penyaluran KPA merupakan salah satu bentuk prinsip kehati-hatian kegiatan
perbankan Indonesia. Berdasarkan bahasan mengenai hal tersebut pada bab
sebelumnya, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai
berikut:
1. Mekanisme pemberlakuan klausula buy back guarantee dalam suatu
perjanjian kerjasama antara bank dengan perusahaan pengembang
(developer) terkait penyaluran KPA dilakukan melalui beberapa tahap:
a. Tahap pernyataan debitur telah wanprestasi
Meliputi pemberitahuan kepada developer bahwa debitur telah
wanprestasi. Bank bersangkutan akan meminta pertanggungjawaban
developer untuk melunasi hutang debitur, beberapa hari setelah
diterimanya surat pemberitahuan dari bank tersebut.
b. Tahap negosiasi
Meliputi penyesuaian klausula-klausula dalam perjanjian kerjasama,
seperti pemberian jangka waktu tambahan bagi developer untuk
pelaksanaan klausula buy back guarantee atau mengenai kesepakatan
c. Tahap kesepakatan pemberlakuan buy back guarantee
Meliputi kesepakatan antara bank dan developer tentang cara-cara
yang memungkinkan bagi developer untuk pelaksanaan klausula pada
akta buy back guarantee.
2. Perlindungan hukum bagi pihak bank yang menerapkan perjanjian
kerjasama dengan buy back guarantee diperoleh melalui mekanisme:
a. Pelaksanaan subrogasi, yaitu berupa kewajiban developer untuk
mencari debitur baru agar dapat dilakukan pengalihan hutang dari
debitur lama yang telah dinyatakan wanprestasi.
b. Borgtocht (penanggungan utang), yaitu berupa kewajiban developer
untuk membayar utang pokok, bunga, biaya-biaya, ongkos-ongkos,
dan kewajiban lainnya yang timbul, sampai seluruh hutang debitur
dapat dilunasi oleh si penanggung.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan sehubungan dengan penerapan buy
back guarantee dalam penyaluran KPA, antara lain:
1. Dalam kegiatan perkreditan, bank harus lebih selektif terhadap analisis
permohonan kredit calon debitur, karena kesehatan sebuah bank sangat
bergantung dari pelunasan dana kredit. Selain itu, bank harus dapat
mengantisipasi kecurangan-kecurangan yang mungkin dilakukan oleh
2. Developer sebaiknya tidak hanya mengejar target penjualan tetapi juga
memperhatikan kepentingan semua pihak yang terlibat dalam penyaluran
KPA. Dengan begitu, kerjasama dengan bank dan debitur akan terus
terjaga dengan baik.
3. Apabila debitur tidak sanggup lagi untuk memenuhi kewajiban
angsurannya, sebaiknya debitur bekerja sama dengan bank dan developer
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku:
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1992.
Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, Jakarta, Sinar Grafika, 2010.
Ahmad Sani Albusain, Analisis Perkembangan Peran Perbankan Dan Pasar
Modal di Indonesia, dalam kajian: Vol. 5 Nomor 1 Maret 2000, Pusat
Pengkajian dan Pelayanan Informasi, Sekretariat Jendral Dewan Perwakilan Rakyat RI.
Arie S. Hutagalung, Kondominium dan Permasalahannya, Depok, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002.
Hasanudin Rahman, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di
Indonesia, Bandung, Citra Aditya bakti, 1996.
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet. 2, Jakarta, Kencana, 2006.
J. Satrio, Hukum Perikatan (Perikatan pada umumnya), Bandung, Alumni, 1993.
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Jakarta, Pradnya Paramita, 2009.
Mahmoedin, Etika Bisnis Perbankan, Cetakan Pertama, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1994.
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Alumni, 1994.
Muhamad Djumhana, Asas-asas Hukum Perbankan Indonesia, Cetakan Kesatu, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2008.
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern “Berdasarkan Undang-Undang Tahun
1998”, cet. 1, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999.
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2002.
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung, Bina Cipta, 1994.
Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Jakarta, sinar grafika, buku ke satu, 2003.
Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Hukum Perbankan Di
Indonesia (Bank Umum), Bandung, Mandar Maju, 2003.
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa, 1985.
Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit, termasuk Hak Tanggungan, Menurut Hukum Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti,
1996.
Sutan Remi Syahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang
Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta, Institut Bankir Indonesia, 1993.
Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Bandung, Mandar Maju, 2000.
Wawan H. Purwanto, Risiko Manajemen Perbankan, Jakarta, CMB Press, 2011.
B. Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang Dasar 1945.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah.
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011 atas Perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1987 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak atas Tanah untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia bank.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/8/PBI/2005 tentang Sistem Informasi Debitur.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/23/PBI/2003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/20/PBI/2010 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/27/PBI/2000 Tentang Bank Umum.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006 tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 72/PBI/2005 tentang Kualitas Kredit.
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KE/DIR Tahun 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bagi Bank Umum.
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 23/12/BPPP Tahun 1991 tentang Penggolongan Kolektibilitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Cadangan Atas Aktiva.
C. Internet:
Admin, 2012, Aspek Hukum Pembelian Unit Apartment,http:// thepresidentpostindonesia.com/2012/11/05/aspek-hukumpembelian-unit-apartment/, diakses 26 Mei 2014.
Biro Informasi Kredit, http://www.bi.go.id/id/moneter/biro-informasi-kredit/idi-historis/ Contents/Default.aspx, diakses tanggal 12 Agustus 2014.
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, http://putusan.mahkamahagung.go.id, diunduh pada tanggal 9 Agustus 2014.
Fredrick Geraldy, 2013, http://fredrickgeraldy.blogspot.com, diakses 25 Juni 2014.
Hasil wawancara dengan narasumber Sasha Anggea mewakili PT. Bank Permata pada tanggal 25 Juni 2014.
Heri Faisal, 2014, Bisnis Indonesia, http://finansial.bisnis.com/read/2014 0708/90/241946/penyaluran-kpr- bank-permata-diperkirakan-melambat,
Hidayat Setiaji, 2014, Detik Finance, http://finance.detik.com/read/2014/07/ 15/101805/2637266 /5/survei-bi- sebut-bank-makin-ketat-salurkan-kredit-bunga-pun-makin-naik, diakses tanggal 18 Juli 2014.
Imam Buhori, 2013, Pembangunan apartemen di Jakarta terus meningkat, http://www.merdeka.com/foto/uang/2013-pembangunan-apartemen-di-jakarta-terus-meningkat.html, diakses tanggal 2 Juni 2014.
D. Sumber Lainnya:
Bank Indonesia, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, RISK BASED CAPITAL : Dari Basel I menuju Basel II.
Bank Indonesia, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Pedoman Standar Pengendalian Intern Bagi Bank Umum.
Hasil wawancara dengan narasumber Maria Natasia mewakili PT. Surya Istana Cahaya Abadi pada tanggal 20 Juni 2014.
Hasil wawancara dengan narasumber Sasha Anggea mewakili PT. Bank Permata pada tanggal 25 Juni 2014.
Hassanain Haykal, Penerapan Klausula BuyBack Agreement Dalam Perjanjian Pemasaran Perumahan Berdasarkan Sistem Kredit Pemilikan Rumah, Bandung, Tesis, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 2004.
Hassanain Haykal, Buyback Agreement Dalam perjanjian Kredit Pemilikan
Rumah,Jurnal Ilmu Hukum Litigasi, belum diterbitkan.
Fadil zumhanna. Kredit Macet dan Strategi Pencegahan Terjadinya Tindak
Pidana Korupsi, 2011, Makalah disampaikan dalam diskusi terbatas kegiatan perbankan dalam perspektif tindak pidana korupsi, kerjasama Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dengan Direktorat Hukum Bank Indonesia, diselenggarakan di Universitas
Padjadjaran, Bandung, 6 oktober 2011.