• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberlakuan Klausula Buy Back Guarantee dalam Perjanjian Kerjasama antara Bank dengan Perusahaan Pengembang Sehubungan dengan Penyaluran Kredit Pemilikan Apartemen (KPA).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberlakuan Klausula Buy Back Guarantee dalam Perjanjian Kerjasama antara Bank dengan Perusahaan Pengembang Sehubungan dengan Penyaluran Kredit Pemilikan Apartemen (KPA)."

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

Pemilikan Apartemen (KPA)

Ilham Nurdiansyah (1087022)

Klausula buy back guarantee dalam perjanjian kerjasama bertujuan untuk melindungi bank dalam penyaluran Kredit Pemilikan Apartemen (KPA). Meskipun perjanjian buy back guarantee hanya bersifat tambahan (accessoir) yang di luar perjanjian KPA, perjanjian ini merupakan bentuk implementasi prinsip prudential banking dalam mengefisienkan penyelesaian wanprestasi dari pihak debitur. Buy back guarantee diartikan sebagai kesanggupan pihak ketiga yaitu developer sebagai penjamin terhadap bank, untuk “membeli kembali” objek KPA setelah debitur dinyatakan wanprestasi sesuai isi perjanjian kerjasama antara developer dan bank. Persoalannya adalah akta buy back guarantee tidak mempunyai kekuatan eksekutorial seperti lembaga jaminan fidusia, hipotik dan hak tanggungan, jadi masih bergantung pada itikad baik dari debitur dan developer. Berdasarkan uraian tersebut penulis mencoba untuk meneliti mekanisme pemberlakuan klausula buy back guarantee dalam perjanjian kerjasama dikaitkan dengan penyaluran Kredit Pemilikan Apartemen, dan perlindungan hukum bagi pihak bank yang menerapkan klausula buy back guarantee jika di kemudian hari terjadi gagal bayar atau wanprestasi pada pihak debitur.

Metode penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif dengan spesifikasi deskriptif analitis. Penelitian dilakukan melalui studi kepustakaan, lalu melihat hubungan antara satu undang-undang dengan undang-undang lainnya dan penerapan prakteknya. Setelah mendapatkan gambaran hasil penelitian, penulis melakukan analisa dan menarik kesimpulan atas hasil penelitian yang diperoleh. Pengumpulan data primer juga dilakukan untuk mendukung data sekunder, yaitu diperoleh secara dokumentasi maupun wawancara para pihak yang berkaitan dengan perjanjian KPA dan perjanjian kerjasama yaitu bank, developer, dan konsumen.

Hasil penelitian memperoleh kesimpulan bahwa mekanisme pemberlakuan klausula buy back guarantee dalam perjanjian kerjasama antara bank dengan perusahaan pengembang (developer) terkait penyaluran KPA dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu tahap pernyataan debitur telah wanprestasi, tahap negosiasi, dan tahap kesepakatan pemberlakuan buy back guarantee. Perlindungan hukum bagi bank ketika terjadi wanprestasi dari debitur yaitu pelaksanaan subrogasi untuk pengalihan utang kepada debitur baru, atau penanggungan utang (borgtocht) oleh pihak developer, sesuai dengan klausula buy back guarantee.

Saran yang dapat diberikan penulis antara lain, bank harus menerapkan prinsip prudential banking dengan lebih efektif, developer menjalin kerjasama yang lebih baik dengan bank dan debitur, dan terakhir debitur harus mempunyai itikad baik dalam pembayaran angsuran kredit, dan memberitahukan bank apabila tidak sanggup melunasi angsuran agar segera dilakukan over credit.

(2)

Ilham Nurdiansyah (1087022)

Buy back guarantee clause in a partnership agreement designed to protect the bank in transmission of Apartment Ownership Credit. Although the buy back guarantee just an additional (accessoir) outside the KPA agreement, it is an implementation of the prudential banking principles to improve efficiency of settlement from default set by the debtor. Buy back guarantee is defined as the willingness of third-party which is developer as a guarantor of the bank, to "buy back" the KPA object after the debtor set of default, according the content of partnership agreement between the developer and bank. The problem is buy back guarantee act does not have the strength eksekutorial as any existing warranty such as fiduciary, mortgages and security rights, so still rely on the good faith of the debtor and developers. Based on the description the author tries to investigate mechanism of buy back guarantee clause enforcement in partnership agreement associated with the transmission of Apartment Ownership Credit, and legal protection for banks to apply the clause buy back guarantee in case of default of the debtor.

Research methods used in this paper is normative juridical with descriptive analysis specification. Research done through the study of literature, and the relationship between the law with other laws and adoption practice. After getting an overview of results, the authors doing analyze and make conclusions on the results which obtained.. Primary data collecting used to support secondary data, which is obtained from documentation and interviews with the parties relating to KPA agreement and partnership agreement which are banks, developers, and consumers.

This study result conclude that enforcement mechanism of a buy back guarantee clause in the partnership agreement between the bank and the developer associated with KPA transmission are done through several stage; namely the statement was defaulting debtor, negotiation level, and the level of enforcement of agreements buy back guarantee. Legal protection for the bank when there are default from the debtor that is the implementation of subrogation to the removal of debt to new debtor, or incurring debt (borgtocht) by the developer, in accordance with buy back guarantee clause.

Advices given by author are; banks should apply the prudential banking more effectively, developers establish better cooperation with banks and the debtor, and the debtor must have a good faith in the loan payment, and notify the bank if debtor not able to repay the installments, for immediately done over credit.

(3)

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PANITIA SIDANG UJIAN ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Sasaran ... 9

D Kegunaan ... 9

E. Kerangka Pemikiran ... 10

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II TINJAUAN UMUM SISTEM PERBANKAN INDONESIA A. Pengaturan Sistem perbankan Indonesia... 17

(4)

2. Peran Perbankan Indonesia... 18

3. Jenis Bank di Indonesia ... 19

4. Kegiatan Usaha Bank ... 21

B. Struktur Perbankan Indonesia... 25

C. Asas – Asas Perbankan Indonesia... 27

1. Asas Kepercayaan... 28

2. Asas Kerahasiaan Bank ... 28

3. Asas Kehati-hatian Bank ... 29

4. Prinsip Customer Due Dilligence (CDD) ... 35

D. Prinsip Prudential Banking dalam Penyaluran Kredit Perbankan ... 36

E. Manajemen Risiko Perbankan... 41

BAB III BUY BACK GUARANTEE DALAM PERLANJIAN KREDIT PEMILIKAN APARTEMEN A. Perjanjian Pada Umumnya... 45

1. Perjanjian Sebagai Sumber Perikatan ... 45

2. Syarat Sah Perjanjian... 47

3. Asas-Asas Pembentukan Perjanjian... 51

B. Perjanjian Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) Dalam Praktik Perbankan Indonesia... 53

1. Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian KPA... 53

(5)

C. Buy Back Guarantee Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan

Apartemen... 74

1. Para Pihak Dalam Buy Back Guarantee... 74

2. Isi Perjanjian (Klausula)... 77

BAB IV MEKANISME PEMBERLAKUAN KLAUSULA BUY BACK

GUARANTEE DALAM PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA

BANK DENGAN PERUSAHAAN PENGEMBANG

SEHUBUNGAN DENGAN PENYALURAN KREDIT PEMILIKAN

APARTEMEN (KPA)

A. Mekanisme Pemberlakuan Klausula Buy Back Guarantee

Dalam Perjanjian Kerjasama Dikaitkan Dengan Perjanjian

Penyaluran Kredit Pemilikan Apartemen (KPA)... 81

1. Tahapan Pra Kontraktual Antara Bank Dengan Debitur... 81

2. Tahapan Pemberlakuan Klausula Buy Back Guarantee

Dalam Kaitannya Dengan Penyaluran Kredit

Pemilikan Apartemen (KPA)... 87

B. Penerapan Klausula Buy Back Guarantee Sebagai

Perlindungan Hukum Bagi Pihak Bank Atas Wanprestasi

Debitur Dalam Perjanjian KPA... 95

1. Risiko Yang Dihadapi Bank Dalam Penyaluran Kredit

Pemilikan Apartemen (KPA)... 95

2. Upaya Perlindungan Hukum Oleh Bank Dalam

(6)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 109

LAMPIRAN

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan kawasan perkotaan sangat dipengaruhi oleh tingkat

pertumbuhan penduduknya. Peningkatan pertumbuhan penduduk

meningkatkan pula kebutuhan lahan permukiman di kawasan perkotaan.

Keterbatasan lahan-lahan di perkotaan mengakibatkan banyak pembangunan

permukiman penduduk dengan konsep vertikal atau yang biasa disebut dengan

Rumah Susun atau Apartemen.

Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional,

merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan rakyat yang adil dan makmur.

Dalam rangka memelihara kesinambungan pembangunan tersebut, para

pelakunya meliputi baik pemerintah maupun masyarakat sebagai orang

perseorangan dan badan hukum, sangat memerlukan dana dalam jumlah yang

besar. Hal ini berakibat meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat juga

keperluan akan tersedianya dana yang sebagian besar diperoleh melalui

kegiatan perkreditan. Mengingat pentingnya dana perkreditan tersebut dalam

proses pembangunan, sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit

(8)

hak jaminan yang kuat dan yang dapat memberikan kepastian hukum bagi

semua pihak yang berkepentingan.1

Dalam proses pembangunan Rumah Susun atau Apartemen yang

dikelola oleh pihak pengusaha atau developer, pihak pengusaha atau developer

tersebut membutuhkan dana untuk melakukan pembangunan dan pemasaran.

Dengan kata, lain transaksi untuk pemesanan atas pemilikan satuan Rumah

Susun atau Apartemen tersebut tidak selalu tunai, sehingga pihak developer

biasanya melakukan kerja sama dengan pihak bank untuk mendanai

pembangunan atas Rumah susun atau Apartemen tersebut dengan perjanjian

penyaluran kredit konstruksi. Selain itu, pihak Bank melakukan suatu program

perjanjian Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) untuk para debitur atau

konsumen yang akan membeli satuan Rumah Susun tersebut, dasarnya adalah

perjanjian kerjasama antara developer dengan bank.

Program perjanjian Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) dilakukan

sebelum unit atas satuan Rumah Susun tersebut berdiri karena pihak bank

memprioritaskan dana angsuran dari debitur adalah untuk mendanai

pembangunan atas Rumah Susun tersebut. Dengan kata lain perjanjian Kredit

Pemilikan Apartemen bersifat Kredit Tanpa Agunan (KTA) karena tanpa

adanya suatu aset debitur yang dijaminkan dalam perjanjian kredit tersebut.

Agunan atau jaminan merupakan salah satu unsur jaminan kredit agar

Bank dapat memperoleh tambahan keyakinan atas kemampuan debitur untuk

(9)

mengembalikan utangnya.2 Selain itu bank juga harus menerapkan prinsip

kehati-hatian dalam menjalanknan usahanya, Prinsip kehati-hatian itu adalah

suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan

usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada

masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip

kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan

baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang

berlaku di dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian tertera dalam Pasal 2

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 atas perubahan Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang menyatakan:

Pasal 2:

“Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan

demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”.

Pasal 29 ayat (2):

“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”.

Dalam kenyataannya, tidak semua kredit yang disalurkan oleh bank

kepada debiturnya akan berjalan lancar dan dibayarkan, hal tersebut

mempengaruhi tingkat kesehatan bank untuk menjalankan usahanya.

Perjanjian Kredit Pemilikan Apartmen (KPA) adalah kredit yang diberikan

oleh bank kepada debitur untuk digunakan membeli atau membayar Satuan

(10)

Unit Rumah Susun (Sarusun) guna dimiliki atau dihuni. Dalam perjanjian ini

biasanya debitur memberikan jaminan berupa Sertifikat Hak Milik Atas

Satuan Rumah Susun (SHMSRS) dengan fasilitas kredit dari bank tersebut.

Pada kenyataannya, SHMSRS yang diperjanjikan untuk dijadikan

sebagai jaminan tersebut tidak ada karena status apartemen tersebut

masih dalam pembangunan yang keterbangunannya masih dibawah 20%

(dua puluh persen). Dalam perjanjian kredit tersebut pihak Bank sebagai

pemberi kredit hanya mendapatkan jaminan berupa dokumen Perjanjian

Pemesanan dan konfirmasi Jual Beli (PPKJB)3 atas satuan unit Rumah Susun

atau Apartemen yang sifatnya di bawah tangan, sehingga perjanjian Kredit

Pemilikan Apartemen tersebut dapat dikategorikan sebagai Kredit Tanpa

Agunan (KTA).

Bank menetapkan berbagai persyaratan yang harus dilengkapi

sehubungan dengan proses pengajuan KPA tersebut salah satunya adalah bukti

transaksi antara pihak konsumen dengan pihak developer, yaitu formulir isian

perjanjian pemesanan, bukti pembayaran booking fee, dan bukti pembayaran

uang muka atau down payment sebesar 30% (tiga puluh persen). Dengan

terjadinya perjanjian kredit tersebut maka pihak konsumen berkewajiban

membayar secara angsuran kepada bank setiap bulannya sesuai dengan

3 PPKJB adalah dokumen Perjanjian Pemesanan dan Konfirmasi Jual Beli yang sifatnya dibawah

tangan dan tidak dibuat dihadapan notaris. Penulis menemukan dokumen perjanjian tersebut di salah satu developer Rumah Susun di kota Bandung. PPKJB dibuat mengingat adanya aturan mengenai pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun yang berisikan tentang : PPJB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas : a. Status kepemilikan tanah; b. Kepemilikan IMB; c. Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; d. Keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh

(11)

perjanjian atau akad yang telah disepakati oleh konsumen dan pihak bank.

Sementara itu pihak bank membayar lunas kepada pihak developer atas

pembelian satuan unit Rumah Susun atau apartemen yang telah diperjanjikan

oleh konsumen. Sehubungan dengan terjadinya hal tersebut timbul masalah

mengenai penyelesaian sengketa apabila dikemudian hari pihak konsumen

wanprestasi (gagal memenuhi kewajiban pelunasan angsuran) kepada Bank.

Di sisi lain pihak bank telah membayar lunas kepada developer dalam

pembayaran atas unit Apartemen. Untuk mengatasi hal tersebut diberlakukan

klausula tentang Buyback Guarantee.

Klausula Hak Membeli Kembali (Buyback guarantee) adalah suatu

klausula dalam perjanjian pemasaran perumahan maupun Rumah Susun atau

Apartemen antara Bank dengan developer dimana pihak developer harus

membayar kewajiban pembayaran angsuran kredit konsumen yang

mendapatkan fasilitas Kredit Pemilkkan Apartemen (KPA) dari Bank, apabila

debitur dikualifikasikan dalam kondisi lalai atau dinyatakan sebagai

wanprestasi.4Buyback guarantee adalah penyelesaian total outstanding kredit

debitur oleh developer dengan konsekuensi pemindahan semua hak bank

seperti yang tertara pada akta Perjanjian Kredit dan pemindahan jaminan

kepada developer.

Dengan timbulnya hal tersebut maka para pelaku usaha menerapkan

klausula tentang Hak Membeli Kembali (Buyback guarantee) yang tidak

diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Lahirnya perjanjian

4 Hassanain Haykal, Penerapan Klausula BuyBack Agreement Dalam Perjanjian Pemasaran

(12)

BuyBack Guarantee merupakan kebutuhan praktik masyarakat yang berdasar

pada asas kebebasan berkontrak sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang berisikan tentang: “semua perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya”, hal tersebut sebagai solusi untuk penyelesaian sengketa diluar

pengadilan apabila dikemudian hari debitur lalai dalam memenuhi

kewajibannya atau wanprestasi.

Sistem Buyback Guarantee diterapkan oleh Bank sebagai implementasi dari prinsip Prudential Banking. Bank mencegah terjadinya

risiko kerugian akibat kredit macet dngan cara membebankan kepada

developer untuk bertanggungjawab atas tindakan wanprestasi debitur dengan

membebankan kewajiban kepada developer untuk mencari debitur baru,

sebagaimana yang dituangkan dalam perjanjian, maka developer dianggap

telah wanprestasi. Pengalihan piutang pada debitur baru dilakukan dengan

cara subrogasi.5

Subrogasi adalah penetapan mengenai debitur lama dan debitur baru

dilakukan oleh pihak developer dalam memasarkan kembali atas unit

apartemen yang diperjanjikan sebagai bentuk kewajiban pihak developer

dalam kerjasama dengan Bank untuk pengalihan akta subrogasi.

Manfaat atau tujuan diterapkannya klausula Buyback Guarantee bagi

Bank adalah, Bank dapat meminimalisir sekecil mungkin risiko kredit macet,

sehingga Bank yang bersangkutan berada pada posisi yang aman sebagai

(13)

penerima jaminan dari developer. Hal ini dikarenakan jaminan yang diterima

oleh Bank dapat mengcover nilai kredit macet yang disalurkan kepada debitur,

karena pihak developer mengikutsertakan assetnya yang dijaminkan kepada

pihak bank.6

Klausula Buyback Guarantee cukup mengamankan posisi pihak Bank

dalam menjalankan usahanya sebagai badan usaha yang memberikan fasilitas

kredit dalam perjanjian Kredit Pemilikan Apartemen (KPA), namun tidak

menjamin sepenuhnya semua fasilitas kredit tersebut dapat berjalan sesuai

dengan peraturan yang tercantum pada akta perjanjian dan diberlakukan oleh

bank kepada developer karena bank masih menhadapi risiko kredit dalam

bentuk lainnya yang dapat timbul dikemudian hari, yaitu antara lain:

1. Dalam hal proses pengurusan dokumen jaminan sertifikat SHM yang

belum dipecah;

2. Dokumen tanah dan bangunan yang masih dalam proses pengurusan;

3. Masalah dalam penyelesaian bangunan seperti, bangunan belum selesai

melewati jangka waktu yang telah ditetapkan sebelumnya, spesifikasi

bangunan yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan dan lain

sebagainya.

Hal ini mengakibatkan kerugian pada pihak bank selaku penerima

jaminan dalam perjanjian pemberian fasilitas kredit, sehingga dalam

penyelesaiannya diperlukan penerapan prinsip kehati-hatian bank atau

Prudential Banking dalam memberikan fasilitas kredit.

(14)

Apabila dilihat dari sudut pandang pihak bank dalam perjanjian Kredit

Pemilikan Apartemen (KPA) tersebut, maka bagaimana penyelesaian masalah

sengketa apabila pihak debitur atau konsumen yang membeli atas satuan

Rumah Susun atau Apartemen yang di kemudian hari telah mengalami gagal

bayar atau wanprestasi sehingga tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk

melunasi Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) dengan tanpa adanya suatu

agunan atau jaminan yang dijaminkan oleh debitur kepada pihak bank, dengan

mengacu dan menerapkan asas Prudential Banking untuk dapat berjalannya

prinsip asas kehati-hatian dan agar dapat tejaganya kesehatan bank dengan

tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat dalam

memberikan pinjaman kredit pemilikan atas satuan Rumah Susun. Buyback

Guarantee merupakan bentuk implementasi mengenai penerapan prinsip Prudential Banking tetapi hal tersebut mengandung resiko yang dapat timbul

dikemudian hari mengenai bentuk jaminan yang dijaminkan oleh pihak

developer maupun debitur yang dijaminkan kepada bank, maka dari itu

penulis tertarik untuk meneliti perihal Pemberlakuan Klausula Buy back

Guarantee Dalam Perjanjian Kerjasama Antara Bank Dengan

Perusahaan Pengembang Sehubungan Dengan Penyaluran Kredit

(15)

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana mekanisme pemberlakuan klausula buy back guarantee

dalam perjanjian kerjasama dikaitkan dengan perjanjian penyaluran

Kredit Pemilikan Apartemen (KPA)?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi pihak bank yang menerapkan

klausula buy back guarantee jika di kemudian hari terjadi gagal bayar

atau wanprestasi pada pihak debitur?

C. TUJUAN DAN SASARAN

Tujuan dari penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui mekanisme pemberlakuan klausula buy back

guarantee dalam dalam perjanjian kerjasama dikaitkan dengan

perjanjian penyaluran Kredit Pemilikan Apartemen (KPA).

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pihak bank yang

menerapkan klausula buy back guarantee jika di kemudian hari terjadi

gagal bayar atau wanprestasi pada pihak debitur.

D. KEGUNAAN

Kegunaan dalam meneliti perjanjian Kredit Pemilikan Apartemen

(KPA) yang sifatnya dibawah tangan dan atau dapat dikategorikan sebagai

Kredit Tanpa Agunan (KTA) diharapkan dapat memberikan kegunaan dari

(16)

1. Dari sisi praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan untuk memberikan

masukan bagi praktisi perbankan maupun pengusaha atau developer

Rumah Susun dalam pemberlakuan klausula buyback guarantee dan

merumuskan isi dalam perjanjian yang dapat meminimalkan risiko

kredit bagi para pihak.

2. Dari sisi teoritis, hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan dapat

memberikan masukan pemikiran pendalaman ilmu hukum mengenai

hukum perikatan dan perjanjian dalam transaksi perbankan.

E. Kerangka Pemikiran

Bank adalah komponen penting dalam sistem perekonomian,

kesehatan bank mempengaruhi kesetabilan ekonomi dalam suatu negara. Bank

merupakan lembaga intermediasi, yaitu merupakan penyalur dana dari

unit-unit ekonomi yang memiliki kelebihan dana kepada unit-unit-unit-unit ekonomi yang

mengalami kekurangan dana. Transaksi dalam bentuk menerima simpanan

uang dari nasabah, yang kebetulan belum memerlukan uang tunai dan

memberikan pinjaman kepada nasabah lain, yang memerlukan dana,

merupakan transaksi pokok bagi bank sebagai suatu cabang usaha. Bank akan

memperoleh keuntungan dari selisih antara tingkat bunga pinjaman dengan

tingkat bunga simpanan nasabah.7

(17)

Fungsi diatas dikenal sebagai fungsi intermediasi (perantara)8, dalam

menjalankan fungsi tersebut bank menghadapi risiko kredit yang dapat timbul

dari nasabah yang mengalami gagal bayar atau wanprestasi. Risiko kredit

adalah risiko terjadinya kerugian-kerugian akibat kegagalan pembayaran oleh

peminjam atau debitur, atau terjadinya kemerosotan kualitas kemampuan

pembayaran utang pihak debitur.9 Maka dari itu, bank dalam menjalankan

praktek uasahanya sebagai lembaga intertmediasi harus mengacu dan

berdasarkan prinsip kehati-hatian atau asas Prudential Banking dan

manajemen risiko agar tercapainya kualitas kesehatan bank yang sehat.

Pengelolaan risiko diimplementasikan dengan mendasarkan segala

keputusan berdasarkan itikad baik dengan sebaik-baiknya (ultimate good

faith). Parameter yang menunjukan adanya ultimate good faith ini diantaranya

adalah:

1. “Dilakukan dengan tidak mencari keuntungan bagi diri sendiri,

keluarga, atau kelompoknya dengan cara kolusi, praktek-praktek nepotisme dan tindakan-tindakan yang koruptif.

2. Dilakukan dengan analisis mendalam dengan hasil yang positif.

3. Disertai dengan tindakan preventif untuk meminimalisasi celah yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan kebijakan.

4. Disertai dengan tindakan antisipatif apabila keputusan yang diambil ternyata tidak tepat sasaran.

5. Adanya sistem pemantauan efektif “.10

Istilah kontrak berasal dari bahasa inggris yaitu contracts. Sedangkan

dalam bahasa belanda disebut dengan overeenkomst (perjanjian). Pengertian

8 Ibid., hlm. 26.

9 Ibid., hlm. 68.

10 Fadil zumhanna. Kredit Macet dan Strategi Pencegahan Terjadinya Tindak Pidana Korupsi,

(18)

kontrak berdasarkan pasal 1313 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata

menyatakan bahwa: “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan nama

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau

lebih”.11 Dalam prakteknya transaksi antara bank dengan nasabah berdasarkan

atas perjanjian, maka perjanjian tersebut menghasilkan produk yang

dikeluarkan oleh bank yaitu kontrak. Isi dalam kontrak tersebut harus

memenuhi unsur atau asas – asas yang menjamin keseimbangan, keadilan, dan

pengikatan para pihak di dalamnya sebagai suatu perjanjian yang sah. Hal –

hal tersebut dapat diuraikan antara lain:

a. Asas Keseimbangan adalah suatu asas yang dimaksudkan untuk

menyelaraskan pranata-pranata hukum dan asas-asas pokok hukum

perjanjian yang menekankan keseimbangan posisi hukum bagi para

pihak yang berkontrak.12

b. Asas Keadilan adalah kepastian untuk mendapatkan apa yang telah

diperjanjikan dengan memperhatikan norma-norma yang berlaku.13

c. Asas Mengikat adalah perikatan yang dibuat dengan sengaja, atas

kehendak para pihak secara sukarela, maka segala sesuatu yang telah

disepakati, dan disetujui harus dilaksanakan sebagaimana telah

dikehendaki oleh para pihak. Apabila salah satu pihak tidak

melaksanakannya, maka pihak lain dalam perjanjian berhak untuk

11Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, jakarta, sinar grafika, buku

ke satu, 2003, hlm. 15.

12 http://kontrakdanperikatan.com/

13

(19)

memaksakan pelaksanaannya melalui mekanisme dan jalur hukum yang

berlaku.14

F. Metode Penelitian

Berdasarkan landasan bahan penelitian diatas, penulis menggunakan

metode penelitian dengan menggunakan pendekatan Yuridis Normatif yaitu

suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa terhadap

pasal-pasal yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan khususnya Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang

sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak

Tanggungan yang mengatur terhadap permasalahan pemberlakuan klausula

buy back guarantee dalam perjanjian Kredit Pemilikan Apartemen (KPA)

sebagai implementasi penerapan prinsip prudential banking yang mengatur

mengenai risiko-risiko yang timbul dalam penerapan klausula buy back

guarantee.

Metode penelitian yang digunakan berupa pendekatan yuridis normatif

dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analisis.

a. Tahap penelitian dan bahan penelitian yaitu tahap penelitian terdiri atas

penelitian kepustakaan dalam upaya mencari data sekunder dengan

menggunakan bahan tersier. Tahap penelitian lapangan dilakukan guna

memperoleh data primer untuk mendukung data sekunder. Maka

14 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, jakarta, Pradnya

(20)

penelitian ini akan mengumpulkan data yang paling lengkap mengenai

pemberlakuan klausula buyback guarantee dalam perjanjian kerjasama

antara bank dengan perusahaan pengembang sehubungan dengan

penyaluran Kredit Pemilikan Apartemen (KPA).

b. Penelitian hukum secara yuridis maksudnya penelitian yang mengacu

pada studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data sekunder yang

digunakan. Sedangkan bersifat normatif dimaksudkan penelitian hukum

yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang

hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan

dalam prakteknya. Dalam penelitian hukum normatif maka yang diteliti

pada awalnya data sekunder yaitu peraturan perundang-undangan

khususnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang sebagaimana

telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang

Perbankan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak

Tanggungan untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian tehadap

data primer yaitu untuk mengetahui mekanisme penyelesaian kredit

macet pada perjanjian Kredit Pemilikan Apartemen (KPA), dan

penerapan klausula buyback guarantee pada penyelesaian kredit macet

sebagai implementasi prinsip prudential banking dalam hukum

perbankan.

Untuk memenuhi validitas bahan hukum atau data yang akurat, penulis

mengumpulkan data tambahan melalui wawancara yang berkaitan dengan

(21)

penyaluran Kredit Pemilikan Apartemen (KPA). Pengumpulan data primer

yaitu pengumpulan sejumlah data atau fakta yang diperoleh secara langsung

melalui suatu penelitian lapangan dengan wawancara tersusun dengan para

pihak yang bersangkutan antara lain pihak developer, konsumen, dan pihak

bank.

G. Sistematika Penulisan

a. BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian tentang Latar Belakang Masalah yang

mendasari pentingnya diadakan penelitian, Identifikasi Masalah,

Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran,

Metode Penelitian serta Sistematika Penulisan.

b. BAB II TINJAUAN UMUM SISTEM PERBANKAN INDONESIA

Bab ini berisi Tinjauan teori yang mendiskripsikan pengertian

(perbankan), aturan-aturan hukum yang melatar belakangi

hukum perbankan, prinsip-prinsip pengelolaan usaha bank,

prinsip Prudential Banking, serta Manajemen Risiko dalam

Hukum Perbankan Indonesia

c. BAB III BUY BACK GUARANTEE DALAM PERJANJIAN KREDIT

PEMILIKAN APARTEMEN

Bab ini berisi uraian tentang tinjauan umum perjanjian,

pihak-pihak dan hubungan hukum dalam Kredit Pemilikan Apartemen

(22)

termasuk juga klausula buyback guarantee dalam perjanjian

penyaluran KPA.

d. BAB IV PEMBERLAKUAN BUY BACK GUARANTEE DALAM

PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA BANK DENGAN

PERUSAHAAN PENGEMBANG SEHUBUNGAN DENGAN

PENYALURAN KREDIT PEMILIKAN APARTEMEN (KPA)

Dalam bab ini diuraikan tentang analisa pemberlakuan klausula

buy back guarantee dalam perjanjian kerjasama antara developer dengan bank terkait penyaluran KPA, yang meliputi:

1. Bagaimana mekanisme pemberlakuan klausula buy back

guarantee dalam perjanjian kerjasama dikaitkan dengan

perjanjian penyaluran Kredit Pemilikan Apartemen (KPA)?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi pihak bank yang

menerapkan klausula buy back guarantee jika di kemudian

hari terjadi gagal bayar atau wanprestasi pada pihak debitur?

e. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi uraian tentang pokok-pokok kesimpulan dan saran-saran

yang perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang

(23)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adanya jaminan buy back guarantee dalam perjanjian kerjasama

penyaluran KPA merupakan salah satu bentuk prinsip kehati-hatian kegiatan

perbankan Indonesia. Berdasarkan bahasan mengenai hal tersebut pada bab

sebelumnya, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai

berikut:

1. Mekanisme pemberlakuan klausula buy back guarantee dalam suatu

perjanjian kerjasama antara bank dengan perusahaan pengembang

(developer) terkait penyaluran KPA dilakukan melalui beberapa tahap:

a. Tahap pernyataan debitur telah wanprestasi

Meliputi pemberitahuan kepada developer bahwa debitur telah

wanprestasi. Bank bersangkutan akan meminta pertanggungjawaban

developer untuk melunasi hutang debitur, beberapa hari setelah

diterimanya surat pemberitahuan dari bank tersebut.

b. Tahap negosiasi

Meliputi penyesuaian klausula-klausula dalam perjanjian kerjasama,

seperti pemberian jangka waktu tambahan bagi developer untuk

pelaksanaan klausula buy back guarantee atau mengenai kesepakatan

(24)

c. Tahap kesepakatan pemberlakuan buy back guarantee

Meliputi kesepakatan antara bank dan developer tentang cara-cara

yang memungkinkan bagi developer untuk pelaksanaan klausula pada

akta buy back guarantee.

2. Perlindungan hukum bagi pihak bank yang menerapkan perjanjian

kerjasama dengan buy back guarantee diperoleh melalui mekanisme:

a. Pelaksanaan subrogasi, yaitu berupa kewajiban developer untuk

mencari debitur baru agar dapat dilakukan pengalihan hutang dari

debitur lama yang telah dinyatakan wanprestasi.

b. Borgtocht (penanggungan utang), yaitu berupa kewajiban developer

untuk membayar utang pokok, bunga, biaya-biaya, ongkos-ongkos,

dan kewajiban lainnya yang timbul, sampai seluruh hutang debitur

dapat dilunasi oleh si penanggung.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan sehubungan dengan penerapan buy

back guarantee dalam penyaluran KPA, antara lain:

1. Dalam kegiatan perkreditan, bank harus lebih selektif terhadap analisis

permohonan kredit calon debitur, karena kesehatan sebuah bank sangat

bergantung dari pelunasan dana kredit. Selain itu, bank harus dapat

mengantisipasi kecurangan-kecurangan yang mungkin dilakukan oleh

(25)

2. Developer sebaiknya tidak hanya mengejar target penjualan tetapi juga

memperhatikan kepentingan semua pihak yang terlibat dalam penyaluran

KPA. Dengan begitu, kerjasama dengan bank dan debitur akan terus

terjaga dengan baik.

3. Apabila debitur tidak sanggup lagi untuk memenuhi kewajiban

angsurannya, sebaiknya debitur bekerja sama dengan bank dan developer

(26)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku:

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1992.

Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, Jakarta, Sinar Grafika, 2010.

Ahmad Sani Albusain, Analisis Perkembangan Peran Perbankan Dan Pasar

Modal di Indonesia, dalam kajian: Vol. 5 Nomor 1 Maret 2000, Pusat

Pengkajian dan Pelayanan Informasi, Sekretariat Jendral Dewan Perwakilan Rakyat RI.

Arie S. Hutagalung, Kondominium dan Permasalahannya, Depok, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002.

Hasanudin Rahman, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di

Indonesia, Bandung, Citra Aditya bakti, 1996.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet. 2, Jakarta, Kencana, 2006.

J. Satrio, Hukum Perikatan (Perikatan pada umumnya), Bandung, Alumni, 1993.

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Jakarta, Pradnya Paramita, 2009.

Mahmoedin, Etika Bisnis Perbankan, Cetakan Pertama, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1994.

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Alumni, 1994.

(27)

Muhamad Djumhana, Asas-asas Hukum Perbankan Indonesia, Cetakan Kesatu, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2008.

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern “Berdasarkan Undang-Undang Tahun

1998”, cet. 1, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999.

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2002.

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung, Bina Cipta, 1994.

Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Jakarta, sinar grafika, buku ke satu, 2003.

Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Hukum Perbankan Di

Indonesia (Bank Umum), Bandung, Mandar Maju, 2003.

Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa, 1985.

Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit, termasuk Hak Tanggungan, Menurut Hukum Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti,

1996.

Sutan Remi Syahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang

Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta, Institut Bankir Indonesia, 1993.

Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Bandung, Mandar Maju, 2000.

Wawan H. Purwanto, Risiko Manajemen Perbankan, Jakarta, CMB Press, 2011.

B. Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Dasar 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

(28)

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah.

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011 atas Perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1987 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak atas Tanah untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia bank.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/8/PBI/2005 tentang Sistem Informasi Debitur.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/23/PBI/2003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/20/PBI/2010 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/27/PBI/2000 Tentang Bank Umum.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006 tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 72/PBI/2005 tentang Kualitas Kredit.

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KE/DIR Tahun 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bagi Bank Umum.

(29)

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 23/12/BPPP Tahun 1991 tentang Penggolongan Kolektibilitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Cadangan Atas Aktiva.

C. Internet:

Admin, 2012, Aspek Hukum Pembelian Unit Apartment,http:// thepresidentpostindonesia.com/2012/11/05/aspek-hukumpembelian-unit-apartment/, diakses 26 Mei 2014.

Biro Informasi Kredit, http://www.bi.go.id/id/moneter/biro-informasi-kredit/idi-historis/ Contents/Default.aspx, diakses tanggal 12 Agustus 2014.

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, http://putusan.mahkamahagung.go.id, diunduh pada tanggal 9 Agustus 2014.

Fredrick Geraldy, 2013, http://fredrickgeraldy.blogspot.com, diakses 25 Juni 2014.

Hasil wawancara dengan narasumber Sasha Anggea mewakili PT. Bank Permata pada tanggal 25 Juni 2014.

Heri Faisal, 2014, Bisnis Indonesia, http://finansial.bisnis.com/read/2014 0708/90/241946/penyaluran-kpr- bank-permata-diperkirakan-melambat,

Hidayat Setiaji, 2014, Detik Finance, http://finance.detik.com/read/2014/07/ 15/101805/2637266 /5/survei-bi- sebut-bank-makin-ketat-salurkan-kredit-bunga-pun-makin-naik, diakses tanggal 18 Juli 2014.

Imam Buhori, 2013, Pembangunan apartemen di Jakarta terus meningkat, http://www.merdeka.com/foto/uang/2013-pembangunan-apartemen-di-jakarta-terus-meningkat.html, diakses tanggal 2 Juni 2014.

(30)

D. Sumber Lainnya:

Bank Indonesia, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, RISK BASED CAPITAL : Dari Basel I menuju Basel II.

Bank Indonesia, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Pedoman Standar Pengendalian Intern Bagi Bank Umum.

Hasil wawancara dengan narasumber Maria Natasia mewakili PT. Surya Istana Cahaya Abadi pada tanggal 20 Juni 2014.

Hasil wawancara dengan narasumber Sasha Anggea mewakili PT. Bank Permata pada tanggal 25 Juni 2014.

Hassanain Haykal, Penerapan Klausula BuyBack Agreement Dalam Perjanjian Pemasaran Perumahan Berdasarkan Sistem Kredit Pemilikan Rumah, Bandung, Tesis, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 2004.

Hassanain Haykal, Buyback Agreement Dalam perjanjian Kredit Pemilikan

Rumah,Jurnal Ilmu Hukum Litigasi, belum diterbitkan.

Fadil zumhanna. Kredit Macet dan Strategi Pencegahan Terjadinya Tindak

Pidana Korupsi, 2011, Makalah disampaikan dalam diskusi terbatas kegiatan perbankan dalam perspektif tindak pidana korupsi, kerjasama Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dengan Direktorat Hukum Bank Indonesia, diselenggarakan di Universitas

Padjadjaran, Bandung, 6 oktober 2011.

Referensi

Dokumen terkait