ANALISA UJI KUAT TEKAN AGREGAT HALUS PASIR BESI
TULUNGAGUNG PADA CAMPURAN ASPAL DENGAN
MENGGUNAKAN MARSHALL TEST
TUGAS AKHIR
Diajukan Oleh : EKO SUHARIYONO
1053010018
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
ANALISA UJI KUAT TEKAN AGREGAT HALUS PASIR BESI
TULUNGAGUNG PADA CAMPURAN ASPAL DENGAN
MENGGUNAKAN MARSHALL TEST
TUGAS AKHIR
Diajukan Oleh : EKO SUHARIYONO
1053010018
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
ANALISA UJI KUAT TEKAN AGREGAT HALUS PASIR BESI
TULUNGAGUNG PADA CAMPURAN ASPAL DENGAN
MENGGUNAKAN MARSHALL TEST
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Tugas Akhir Program Studi Teknik Sipil FTSP UPN “Veteran” Jawa Timur
Pada tanggal 16 Juli 2014
Mengetahui
Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan
Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehinggga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan tugas akhir ini dengan judul “
ANALISA UJI KUAT TEKAN
AGREGAT HALUS PASIR BESI TULUNGAGUNG PADA
CAMPURAN ASPAL DENGAN MENGGUNAKAN MARSHALL
TEST
”.Penyusunan proposal tugas akhir ini dilakukan guna melengkapi tugas
akademik dan memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan
strata 1 (S1) di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” JawaTimur.
Dalam menyelesaikan proposal tugas akhir ini penulis berusaha semaksimal
mungkin menerapkan ilmu yang penulis dapatkan dibangku perkuliahan dan
buku-buku literatur yang sesuai dengan judul proposal tugas akhir ini. Disamping itu
penulis juga menerapkan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh dosen pembimbing,
namun sebagai manusia biasa dengan keterbatasan yang ada penulis menyadari
bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala saran dan
kritik yang bersifat membangun dari setiap pembaca akan penulis terima demi
kesempurnaan proposal tugas akhir ini.
Dengan tersusunnya proposal tugas akhir ini penulis tidak lupa mengucapkan
terimakasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah memberikan
bimbingan, semangat, arahan serta berbagai macam bantuan baik berupa moral
ii
1. Allah SWT yang telah memberikan jalan keluar atas masalah yang terjadi
pada saat penggerjaan tugas akhir dan telah memperlancar semua urusan
saya sehingga saya bisa lulus tepat waktu.
2. Ibu Ir. Naniek Ratni Juliardi AR., M. Kes, selaku Dekan Fakultas Teknik
Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur.
3. Bapak Ibnu Sholichin, ST, MT selaku Kepala Program Studi Teknik
Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Ibu Ir. Siti Zainab, MT selaku dosen wali terima kasih atas bimbingan
dan saran-saran serta motivasi yang telah diberikan selama masa kuliah.
5. Bapak Ibnu Sholichin, ST, MT selaku dosen pembimbing utama, yang
senantiasa memberikan bimbingan, arahan, nasihat dan masukan serta
motivasi kepada penulisan selama pembuatan tugas akhir ini.
6. Bapak Iwan Wahjudijanto, ST., MT selaku dosen pembimbing kedua,
terima kasih atas bimbingan, arahan, nasihat, serta motivasi yang
diberikan demi terselesaikannya tugas akhir ini.
7. Bapak Iwan Wahjudijanto, ST., MT yang telah mengizinkan untuk
menggunakan laboratorium konstruksi dan bahan jalan.
8. Mas Yayan yang telah berkenan membantu dan memberi saran demi
terselesainnya tugas akhir ini.
9. Para Dosen dan Staff pengajar Program Studi Teknik Sipil UPN
“Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan bekal ilmu dan
iii
10. Kedua orang tuaku, saudaraku semua yang telah banyak memberikan
dukungan lahir dan batin, materil serta spiritual sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini.
11. Segenap keluarga besar Teknik Sipil semua angkatan dan khususnya
angkatan 2010 terima kasih atas dorongan semangat serta bantuan dalam
menyelesaikan proposal tugas akhir ini.
Sebagai akhir kata penulis harapkan agar tugas akhir ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Surabaya, Juli 2014
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 2
1.3. Maksud dan Tujuan ... 2
1.4. Batasan Masalah ... 3
1.5. Lokasi Pengambilan Sampel ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspal ... 5
2.2. Aspal Beton ... 7
2.3. Sifat-Sifat Aspal Beton ... 8
2.4. Jenis-Jenis Aspal Beton ... 9
2.5. Spesifikasi Aspal Beton ... 11
2.6. Bahan Campuran Aspal Beton ... 13
2.6.1. Agregat ... 13
2.6.2. Bahan Pengisi (Filler) ... 19
vi
2.8. Marshall Test ... 20
2.9. Perencanaan dan Pengujian Benda Uji ... 21
2.10. Parameter Pengujian Marshall ... 26
2.10.1. Kelelehan (Flow) ... 27
2.10.2. Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB) ... 27
2.10.3. Rongga Antar Agregat (VMA) ... 28
2.10.4. Rongga Udara (VIM) ... 28
2.10.5. Stabilitas Marshall ... 29
2.10.6. Hasill Bagi Marshall (Marshall Quotient) ... 29
2.11. Penelitian Yang Sudah Dilakukan ... 29
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ... 34
3.2. Presentase Aspal Optimum ... 34
3.3. Pemeriksaan Karakteristik Bahan Campuran ... 34
3.3.1. Agregat Kasar dan Agregat Halus ... 35
3.3.2. Pengujian Bahan Bitumen ... 35
3.4. Uji Campuran Bitumen ... 35
3.5. Uji Marshall ... 35
3.6. Identifikasi Benda Uji ... 36
3.7. Flow Chart ... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pemeriksaan Benda UJi ... 38
4.2. Analisa Saringan Agregat Kasar dan Halus ... 38
vii
4.2.2. Agregat Kasar ... 40
4.2.3. Agregat Halus ... 41
4.3. Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat ... 44
4.4. Pemeriksaan Sifat Fisik Aspal ... 47
4.4.1. Pemeriksaan Uji Penetrasi ... 47
4.4.2. Pemeriksaan Uji Daktilitas ... 48
4.4.3. Pemeriksaan Uji Titik Lembek ... 49
4.4.4. Pemeriksaan Uji Titik Nyala ... 50
4.5. Penentuan Kadar Aspal ... 52
4.6. Hasil Pengujian Marshall Test ... 53
4.7. Hasil Penelitian ... 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 64
5.2. Saran ... 65
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Persyaratan Aspal Keras ... 7
Tabel 2.2 Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston (AC) ... 9
Tabel 2.3 Gradasi Menerus Agregat Campuran Ac type X ... 12
Tabel 2.4 Berat dan Gradasi benda uji ... 14
Tabel 2.5 Gradasi Bahan pengisi atau filler ... ` 19
Tabel 2.6 Viscositas Penentu Suhu “Titik Lembek” ... 24
Tabel 3.1 Identifikasi Benda Uji ... 36
Tabel 4.1 Tes Analisa Agregat Kasar (Batu Pecah 10 mm) ... 39
Tabel 4.2 Analisa Saringan Agregat Kasar (Batu Pecah 20 mm) ... 40
Tabel 4.3 Analisa Saringan Agregat Halus (pasir) ... 41
Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Benda Uji ... 45
Tabel 4.5 Hasil pemeriksaan benda uji agregat kasar ... 45
Tabel 4.6 Hasil pemeriksaan benda uji agregat halus ... 46
Tabel 4.7 Hasil Uji Penetrasi ... 48
Tabel 4.8 Hasil Uji Daktilitas ... 49
Tabel 4.9 Hasil Uji Titik Lembek ... 50
Tabel 4.10 Pemeriksaan Titik Nyala ... 51
Tabel 4.11 Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Aspal ... 52
Tabel 4.12 Perhitungan Blending Agregat ... 52
Tabel 4.13 Kadar Pasir Besi Optimum ... 55
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Contoh Pasir Besi ... 4
Gambar 1.2 Lokasi Pengambilan Sampel ... 4
Gambar 2.1 Benda Uji Aspal Beton ... 22
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ... 37
Gambar 4.1 Foto Analisa Saringan ... 38
Gambar 4.2 Grafik Analisa Saringan Agregat Kasar (10 mm) ... 40
Gambar 4.3 Grafik Analisa Saringan Agregat Kasar (20 mm) ... 41
Gambar 4.4 Grafik Analisa Saringan pasir ... 42
Gambar 4.5 Grafik Kombinasi Analisa Agregat ... 43
Gambar 4.6 Foto Uji Penetrasi ... 47
Gambar 4.7 Foto Uji Daktilitas ... 48
Gamabr 4.8 Foto Uji Titik Lembek ... 49
Gamabr 4.9 Foto Uji Titik Nyala ... 51
Gambar 4.10 Grafik Hubungan Kadar Pasir Besi dengan VMA (Rongga dalam campuran) ... 57
Gambar 4.11 Grafik Hubungan Kadar Pasir Besi dengan VFA (Rongga Terisi Aspal) ... 58
Gambar 4.12 Grafik Hubungan Kadar Pasir Besi dengan VIM (Rongga udara) ... 59
Gambar 4.13 Grafik Hubungan Kadar Pasir Besi dengan Stabilitas ... 60
x
Gambar 4.15 Grafik Hubungan Kadar Pasir Besi dengan (Marshall
Quotient) ... 62
iv
ANALISA UJI KUAT TEKAN AGREGAT HALUS PASIR BESI
TULUNGAGUNG PADA CAMPURAN ASPAL DENGAN
MENGGUNAKAN MARSHALL TEST
Oleh : Eko Suhariyono NPM : 1053010018
ABSTRAK
Aspal merupakan material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi aspal akan mencair jika dipanaskan sampai temperatur tertentu dan kembali membeku jika temperatur turun. Aspal terbuat dari minyak mentah, melalui proses penyulingan atau dapat ditemukan dalam kandungan alam sebagai bagian dari komponen alam. Pasir besi adalah salah satu hasil sumber daya alam yang ada di Indonesia dan merupakan salah satu bahan baku dasar dalam industri besi baja dimana ketersediaanya dapat dijumpai di daerah pesisir pantai pulau Jawa, Sumatra dan Sulawesi. Sehingga percobaan penggunaan pasir besi sebagai bahan campuran aspal beton diharapkan dapat meningkatkan kekuatan dan keawetan pada perkerasan. Untuk mengetahui kuat tekan aspal menggunakan Marshall Test. Dari pencampuran kadar pasir besi 0% didapat nilai kekuatan 1145,99 kg, kadar pasir besi 25% didapat nilai kekuatan 1268,46 kg, kadar pasir besi 50% didapat nilai kekuatan 1428,11 kg, kadar pasir besi 75% didapat nilai kekuatan 1082,57 kg, kadar pasir besi 100% didapat nilai kekuatan 662,66 kg. Dari hasil pengujian metode Marshall didapat nilai VMA sebesar 56,6%, untuk VFA sebesar 8,3%, untuk VIM sebesar 52%, untuk stabilitas didapat sebesar1340 kg, untuk flow didapat sebesar 3,1 mm, dan untuk Marshall Quotient (MQ) didapat sebesar 467,3 kg/mm. Dari hasil Marshall didapat nilai keawetan pada campuran pasir besi dengan lama waktu rendaman selama 2 jam. Dengan kadar pasir besi 0% didapat nilai sebesar 1145,99 kg, kadar pasir besi 25% sebesar 1268,46 kg, kadar pasir besi 50% didapat nilai sebesar 1428,11 kg, kadar pasir besi 75% didapat nilai sebesar 1082,57 kg, kadar pasir besi 100% didapat nilai sebesar 662,66 kg. Dalam penelitian ini didapat prosentase optimum campuran pasir besi sebesar 37,5% dari berat agregat halus.
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jalan merupakan salah satu sarana yang sangat penting digunakan untuk alat
transportasi darat bagi masyarakat. Sehingga banyak masyarakat yang menggunakan
jalan sebagai sarana distribusi barang dan jasa untuk menunjang perekonomian. Jalan
juga berfungsi sebagai pembatas wilayah seperti balok bangunan. Peranan jalan juga
terkait sebagai pekerjaan transportasi untuk menuju suatu tempat ke tempat lain.
Saat ini sudah banyak dilakukan penelitian tentang campuran aspal beton
dengan menggunakan bahan tambahan. Salah satunya pada teknik bahan perkerasan
jalan yaitu penggunaan bahan pasir besi. Pasir besi ini sebagai bahan campuran aspal
beton karena dapat meningkatkan elastisitas aspal dan daya tahan terhadap air.
Umumnya bahan campuran ini dipakai dengan harapan mampu memberikan nilai
tambah yang sebesar–besarnya. Pada penelitian ini akan dicoba diterapkan teknik
optimasi dengan menggunakan pasir besi pada campuran aspal beton.
Pasir besi adalah salah satu hasil sumber daya alam yang ada di Indonesia dan
merupakan salah satu bahan baku dasar dalam industri besi baja dimana
ketersediaanya dapat dijumpai di daerah pesisir pantai pulau jawa, Sumatra dan
Sulawesi. Selain sebagai bahan industri baja, pasir besi juga dimanfaatkan sebagai
bahan baku industri semen dalam pembuatan beton. Pasir besi mempunyai
kandungan Fe203, Si02, Mg0. Pasir besi ini diambil pada daerah pesisir pantai Desa
2 Karena disebabkan banyaknya kerusakan dan ketidakawetan pada konstruksi
aspal beton, maka akan diteliti bahan alternatif untuk mengatasi masalah tersebut.
Sehingga percobaan penggunaan pasir besi sebagai bahan campuran aspal beton
diharapkan dapat meningkatkan kekuatan dan keawetan pada perkerasan dengan
menggunakan metode BINA MARGA 1998.
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang dapat diambil berdasarkan latar belakang yang
dijelaskan diatas, adalah :
1. Berapakah kekuatan campuran aspal beton dengan menggunakan bahan
pasir besi ?
2. Berapa nilai stabilitas, kelelehan (flow), serta analisis kepadatan dan pori
dari campuran pasir besi dengan menggunakan metode Marshall ?
3. Bagaimana nilai keawetan pada campuran aspal beton yang menggunakan
bahan pasir besi ?
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penelitian yang akan dicapai adalah :
1. Mengetahui kekuatan campuran aspal beton dengan menggunakan bahan
pasir besi.
2. Mengetahui nilai stabilitas, kelelehan (flow), serta analisa kepadatan dan
pori dari campuran pasir besi.
3. Mengetahui nilai keawetan pada campuran aspal beton yang
3 1.4. Batasan Masalah
Penelitian ini hanya mencakup tentang pemakaian pasir besi dan pasir pantai
untuk campuran aspal beton sehingga pengujian – pengujian hanya meliputi :
1. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan Jalan dan Lalu Lintas,
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Campuran menggunakan pasir besi untuk campuran aspal beton.
3. Pengujian terhadap kekuatan campuran pasir besi.
4. Pengujian menggunakan alat Marshall Test.
5. Bahan pasir besi yang dipakai 0%, 25%, 50%, 75%, 100% dari berat
agregat halus.
6. Tidak menghitung biaya penggunaan campuran aspal beton dengan bahan
4 1.5. Lokasi Pengambilan Sampel
Lokasi pengambilan sampel pasir besi berada di Desa Panggungkalak,
Kecamatan Pucanglaban, Kabupaten Tulungagung.
Gambar 1.2 Lokasi Pengambilan Sampel Lokasi Pengambilan Sampel
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aspal
Aspal atau bitumen adalah suatu cairan kental yang merupakan senyawa
hidrokarbon dengan sedikit mengandung sulfur, oksigen, dan klor. Bitumen atau
aspal merupakan campuran hidrokarbon yang tinggi berat molekul. Rasio persentase
antara komponen bervariasi, sehubungan dengan asal-usul minyak mentah dan
metode distilasi. Bahkan, aspal sudah dikenal sebelum awal eksploitasi ladang
minyak sebagai produk asal alam, yang disebut dalam hal ini adalah aspal asli.
Bitumen diperoleh sebagai produk sampingan dari penyulingan minyak bumi dapat
digunakan sebagai atau mengalami proses fisik dan kimia yang mengubah komposisi
dalam rangka untuk memberikan sifat tertentu. Operasi yang paling umum adalah
proses oksidasi dan pencampuran dengan polimer yang berbeda.
1. Aspal alam
Aspal alam yaitu aspal yang didapat di suatu tempat di alam, dan dapat
digunakan sebagaimana diperoleh atau dengan sedikit pengolahan. Aspal alam
ada yang diperoleh di gunung-gunung seperti aspal di Pulau Buton, dan ada
pila yang diperoleh di danau seperti di Trinidad. Aspal alam terbesar di dinia
terdapat di Trinidad, berupa aspal danau (Trinidad Lake Asphalt), terkenal
dengan nama Asbuton (Aspal Batu Buton). Asbuton merupakan batu yang
mengandung aspal. Cadangan deposit nberkisar 200 juta ton dengan kadar
aspal bervariasi antara 10 sampai 35% aspal. Penggunaan asbuton sebagai
6 Asbuton merupakan campuran antara bitumen dengan mineral lainnya dalam
bentuk batuan. Karena asbuton merupakan material yang ditemukan begitu
saja di alam, maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari
rendah sampai tinggi. Untuk mengatasi hal ini, maka asbuton mulai
diproduksi dalam berbagai bentuk di pabrik pengolahan asbuton.
2. Aspal minyak
Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak
bumi. Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic base
crude oil yang banyak mengandung aspal paraffin base crudeoil yang
banyak mengandung paraffin, atau mixed base crude oil yang mengandung
campuran antara paraffin dan aspal. Untuk perkerasan jalan umumnya
digunakan aspal minyak jenis asphaltic base crude oil.
Residu aspal berbentuk padat, tetapi melalui pengolahan hasil residu
ini dapat pula berbentuk cair atau emulsi pada suhu ruang. Aspal padat
adalah aspal yang berbentuk padat atau semi padat pada suhu ruang dan
menjadi cair jika dipanaskan. Aspal padat dikenal dengan nama semen
aspal (asphalt cement). Aspal cair (cutbackasphalt) yaitu aspal yang
berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal cair merupakan semen aspal yang
dicairkan dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi seperti
minyak tanah, bensin, atau solar. Aspal emulsi (emulsified asphalt) adalah
suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi, yang dilakukan di
7 2.2. Aspal Beton
Aspal beton adalah lapisan penutuo konstruksi jalan yang mempunyai nilai
struktural yang pertama dikembangkan di Amerika oleh The Asphalt Institude
dengan nama Asphalt Contrete (AC). Umumnya campuran ini terdiri dari atas
agregat menerus dengan aspal keras, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam
keadaan panas pada suhu tertentu. Dalam perkerasan bahan utama aspal sebagai
bahan pengikat antara butiran-butiran agregat sehingga terbentuk struktur yang dapat
dilintasi kendaraan berat ataupun kendaraan ringan. Persyaratan aspal dapat dilihat
pada tabel 2.1 sebagai berikut :
Tabel 2.1 Persyaratan Aspal Keras.
No. Jenis Pemeriksaan
7. Penetrasi setelah kehilangan berat
54 - 50 - % semula
8. Daktilitas setelah kehilangan berat
50 - 75 - Cm
9. Berat jenis 25O C 1 - 1 - gr / cc
8 2.3. Sifat-Sifat Aspal Beton
Aspal beton merupakan campuran panas atau hotmix yang bergradasi tertutup
atau menerus, sehingga aspal beton mempunyai fungsi sebagai berikut :
a) Sebagai pendukung beban lalu lintas.
b) Sebagai pelindung konstruksi dibawahnya dari kerusakan akibat pengaruh air
dan cuaca.
c) Sebagai lapisan aus.
d) Menyediakan permukaan jalan yang rata dan tidak licin.
Aspal beton juga mempunyai sifat :
1. Tahan terhadap keausan akibat beban lalu lintas.
2. Kedap air
3. Mempunyai nilai struktural
4. Mempunyai stabilitas yang tinngi.
Ketentuan mengenai sifat-sifat aspal dari campuran Laston (AC) dapat dilihat
9 Tabel 2.2 Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston (AC)
Sifat-Sifat Campuran LASTON (AC) WC BC Base
Penyerapan Aspal (%) Maks. 1,2
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Rongga dalam campuran (%) Min. 3,5
Maks. 5,5
Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min. 15 14 13
Rongga terisi aspal (%) Min. 65 63 60
Stabilitas Marshall (Kg) Min. 800 1500
Maks.
Kelelehan (Flow) (mm) Min. 3 5
Maks.
Marshall Quotient (Kg/mm) Min. 250 350
Stabilitas marshall sisa (%) setelah
perendaman selama 24 jam. 60°C Min. 75 Rongga dalam campuran (%) pada
kepadatan membal (refusal) Min. 2,5
Sumber : Revisi SNI 03-1737-1989
2.4. Jenis – Jenis Aspal Beton
Saat ini, di Indonesia terdapat berbagai macam jenis beton aspal campuran
panas yang digunakan untuk lapisan perkerasan jalan. Perbedaannya terletak pada
jenis gradasi agregat dan kadar aspal yang digunakan. Pemilihan jenis beton aspal
yang akan digunakan di suatu lokasi, sangat ditentukan oleh jenis karakteristik beton
aspal yang lebih diutamakan. Sebagai contoh, jika perkerasan jalan direncanakan
akan digunakan untuk melayani lalu lintas kendaraan berat, maka sifat stabilitas lebih
diutamakan. Ini berarti jenis beton aspal yang paling sesuai adalah beton aspal yang
sesuai adalah beton aspal yang memiliki agregat campuran bergradasi baik.Jenis
beton aspal dapat dibedakan berdasarkan suhu pencampuran material pembentuk
10 Berdasarkan temperature ketika mencampur dan memadatkan campuran,
beton aspal dapat dibedakan atas :
a. Beton aspal campuran aspal (hotmix), adalah beton aspal yang material
pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 140OC.
b. Beton aspal campuran sedang (warm mix), adalah beton aspal yang material
pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 60OC.
c. Beton aspal campuran dingin (cold mix), adalah beton aspal yang material
pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 25OC.
Berdasarkan fungsinya aspal beton dapat dibedakan atas :
a. Sebagai lapis permukaan yang tahan terhadap cuaca, gaya geser, dan tekanan
roda serta memberikan lapis kedap air yang dapat melindungi lapis
dibawahnya dari rembesan air.
b. Sebagai lapis pondasi atas.
c. Sebagai lapis pembentuk pondasi, jika dipergunakan pada pekerjaan
peningkatan atau pemeliharaan. Sesuai dengan fungsinya maka lapis aspal
beton mempunyai kandungan agregat dan aspal yang berbeda. Sebagai lapis
aus, maka kadar aspal yang dikandungnya haruslah cukup sehingga dapat
memberikan lapis yang kedap air. Agregat yang dipergunakan lebih halus
dibandingkan dengan aspal beton yang berfungsi sebagai lapis pondasi.
Berdasarkan metode pencampurannya, aspal beton dapat dibedakan atas:
a. Aspal beton Amerika, yang bersumber kepada Asphalt Institute.
b. Aspal beton durabilitas tinggi, yang bersumber pada BS 594, Inggris, dan
11 2.5. Spesifikasi Aspal Beton
Campuran aspal beton terdiri dari agregat kasar, agregat halus, pasir, filler,
aspal.Jika di inginkan untuk meningkatkan kekuatan perlu ditambahkan bahan
additive. Kekuatan aspal beton diperoleh dari interlocking yaitu antara semua bahan
mempunyai tugas untuk saling mungunci satu sama lain. Dan gesekan antara agregat
partikel pengisinya dan kohesi antara butir yang diperoleh dari bitumen pengikat.
Campuran aspal beton digunakan untuk memenuhi kebutuhan suatu lapisan
permukaan yang kedap air dan yang mampu memberikan ketahanan terhadap
keausan akibat beban lalu lintas serta stabilitas yang tinggi. Biasanya campuran ini
digunakan pada jalan yang memiliki beban lalu lintas yang tinggi atau berat,
persimpangan, kondisi geometrik jalan dengan kemiringan yang berjenjang
(tanjakan, turunan, dan tikungan tajam), pada kondisi lapis permukaan yang
mengalami tekanan roda kendaraan yang berlebih. Sedangkan untuk aspal dan
material campuran akan dipakai tergantung dari spesifikasi agregat yang ada.
Dalam pembuatan campuran aspal beton diberikan persyaratan terhadap
12 Tabel 2.3 Gradasi Menerus Agregat Campuran AC type X
Ukuran/No BM X
Sumber : Tata Cara Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (LASTON) Untuk Jalan Raya, SNI 03-1737-1989
Dalam merencanakan campuran aspal ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan, yaitu :
a. Stabilitas (stability), yaitu kekuatan dari campuran aspal untuk menahan
deformasi akibat beban tetap dan berulang tanpa mengalami keruntuhan
(plastic flow).
b. Ketahanan (durability), yaitu ketahanan campuran aspal terhadap cuaca /
iklim / pelapukan dan terhadap aksi perusakan dari beban roda kendaraan.
c. Fleksibilitas (flexibility), yaitu kemampuan campuran aspal untuk dapat
melentur akibat beban dan mengikuti variasi dari pondasi dan subgrade dalam
jangka panjang tanpa mengalami retak.
d. Ketahanan lelah (fatigue resistance), yaitu kemampuan campuran aspal beton
untuk melentur berulang–ulang kali tanpa retak.
e. Permeability, yaitu kemudahan campuran aspal dirembesi air dan udara.
13 g. Skid resistance, yaitu kemampuan perkerasan aspal membentuk permukaan
aspal yang mempunyai cukup kekasaran terhadap geseran roda sehingga roda
dapat berhenti pada jarak yang diinginkan (waktu mengerem) atau untuk
mencegah slip pada tikungan–tikungan dan pada waktu hujan.
Sehingga untuk menghasilkan campuran aspal beton yang bermutu baik maka aspal
beton tersebut harus mempunyai sifat–sifat sebagai berikut :
a. Memiliki kadar aspal yang cukup tinggi untuk menjamin keawetan campuran.
b. Memiliki nilai stabilitas yang cukup untuk mampu memikul beban lalu lintas.
c. Kadar rongga yang cukup untuk menampung penambahan kekuatan.
d. Workabilitas yang cukup untuk memudahkan pekerjaan.
2.6. Bahan Campuran Aspal Beton 2.6.1. Agregat
Agregat adalah suatu bahan yang keras dan kaku yang digunakan sebagai
bahan campuran dan berupa berbagai jenis butiran atau pecahan, termasuk
didalamnya antara lain ; pasir, kerikil, agregat pecah dan debu agregat. Banyaknya
agregat dalam campuran aspal pada umumnya berkisar antara 90% sampai dengan
95% terhadap total berat campuran atau 70% sampai dengan 85% terhadap volume
campuran aspal. Mineral agregat utamanya untuk menahan beban yang bekerja pada
perkerasan tersebut.
a) Agregat Kasar
Agregat kasar pada campuran beraspal berfungsi memberikan kekuatan
yang pada akhirnya mempengaruhi stabilitas dalam campuran, dengan kondisi
14 kasar untuk campuran adalah yang tertahan ayakan no.8 (2,63 mm), yaitu
harus terdiri dari batu pecah atau kerikil pecah dan harus bersih, keras, awet
dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikendaki lainnya dan
memenuhi ketentuan. Keausan agregat yang diperiksa dengan mesin Los
Angeles pada putaran (PB 0206 – 76) harus mempunyai nilai maksimum
40%. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan ketahanan agregat kasar
terhadap keausan dengan menggunakan mesin Los Angeles. Keausan tersebut
dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus lewat saringan nomor
12 terhadap berat semula, dalam persen ( % ) dapat dilihat pada tabel 2.4
Tabel 2.4 Berat dan Gradasi benda uji
Ukuran saringan Berat dan gradasi benda uji ( gram )
Lewat
15 Setelah dilakukan pemeriksaan hitung keausan agregat dengan rumus :
c = a - b….……….(2.1)
keausan
=c
ax 100%...(2.2)
dimana :
a = benda uji awal (gram)
b = benda uji tertahan saringan No.12 (gram)
c = benda uji lolos saringan No.12 (gram)
a. Kelekatan terhadap aspal (PB 0205 – 76) harus lebih besar dari 95%.
b. Indeks kepipihan agregat maksimum 25% (B.S).
c. Minimum 50% dari agregat kasar harus mempunyai sedikitnya satu
bidang pecah.
d. Peresapan agregat terhadap air (PB. 0202 – 76) maksimum 3%.
Pemeriksaan penyerapan agregat kasar dimaksudkan untuk mengetahui
presentase berat air yang dapat diserap pori terhadap berat agregat kering.
Penyerapan adalah persentase berat air yang dapat diserap pori terhadap
agregat kering.
Untuk menghitung penyerapan agregat dengan rumus :
16 Dimana :
Bk = berat benda uji kering oven, (gram)
Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh. (gram)
e. Berat jenis semu (apparent) (PB 0202 – 76) agregat minimum 2,50.
Pemeriksaan ini dimaksud untuk menentukan berat jenis (bulk), berat
jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry), berat jenis semu
(apparent), dari agregat kasar. Sedangkan untuk berat jenis (buik specific
gravity) adalah perbadingan antara berat agregat kering dan berat air yang
isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
Berat jenis kering permukan (saturated surface dry) adalah perbandingan
antara berat agregat kering permukaan jenuh dan air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Berat
jenis semu (apparent specific gravity) adalah perbandingan antara berat
agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat
keadaan kering pada suhu tertentu.
Untuk menghitung berat jenis (bulkspecific gravity) pada agregat kasar
dengan rumus :
= …………...………...(2.4)
Untuk menghitung Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (saturated
17
= ………...………...(2.5)
Untuk menghitung Berat Jenis Semu (apparent specific gravity) pada
agregat kasar dengan rumus :
= ………...…...………..…(2.6)
Dimana :
Bk = berat benda uji kering oven, (gram)
Bj = berat benda uji kering permukaan. (gram)
Ba = berat benda uji dalam air, (gram)
f. Gumpalan lempung agregat maksimum 0.25 %.
g. Bagian – bagian batu yang lunak dari agregat maksimum 5 %.
b. Agregat Halus
Agregat halus adalah agregat yang lolos pada saringan no.8 (2,36 mm)
yang terdiri dari batu pecah tersaring atau pasir yang bersih, keras, dan bebas
dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi
ketentuan. Berfungsi untuk mendukung stabilitas dan mengurangi deformasi
permanen. Agregat halus mempunyai persyaratan sebagai berikut :
a. Nilai sand equivalent (AASHTO 1 – 176) dari agregat harus minimum 50.
b. Berat jenis semu (apparent) (PB. 0203 – 76) minimum 2.50. Pada
18 pemeriksaan berat jenis agregat kasar. Dimana dimaksudkan untuk
menentukan berat jenis (bulk), berat jenis kering – permukaan jenuh
(Saturated surface dry / SSD), berat jenis semu (apparent specific grafity),
dari agregat halus.
Untuk menghitung berat jenis (bulk specific gravity) pada agregat halus
dengan rumus :
=
( – )...………...……….………....(2.7)
Untuk menghitung berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) pada
agregat halus dengan rumus :
=
( – )……….………...(2.8)
Untuk menghitung berat jenis semu (apparent specific gravity) pada
agregat halus dengan rumus :
=
( – )……….(2.9)
Dimana :
Bk = berat benda uji kering oven, (gram)
B = berat piknometer berisi air, (gram)
Bt = berat piknometer berisi benda uji dan air, (gram)
19 i. Peresapan agregat terhadap air ( PB. 0202 – 76 ) maksimum
3%.pemeriksaan penyerapan agregat kasar dimaksudkan untuk
mengetahui presentase berat air yang dapat diserap pori terhadap berat
agregat kering.
Untuk menghitung penyerapan agregat dengan rumus :
= 500 − Bk
Bk
x 100 %...(2.10)
Dimana :
Bk = berat benda uji kering oven, (gram)
2.6.2. Bahan Pengisi (Filler)
Bahan pengisi atau filler adalah bahan pengisi rongga dalam campuran ( void
in mix ) yang mempunyai butiran halus yang lolos saringan no.30 dimana presentase
berat yang lolos saringan no.200 minimum 65% (SKBI – 2.4.26.1987). Fungsi filler
pada perkerasan ialah untuk meningkatkan stabilitas dan mengurangi rongga udara
dalam campuran. Filler juga harus memenuhi syarat gradasi lihat pada tabel 2.5
sebagai berikut :
Tabel 2.5 Gradasi Bahan pengisi atau filler
Ukuran Saringan Ukuran
20 2.7. Perencanaan Campuran Aspal Beton
Pada perencanaan campuran ini, bertujuan untuk mendapatkan resep
campuran yang memenuhi spesifikasi, menghasilkan campuran yang memenuhi
kinerja yang baik dari agregat yang tersedia. Saat ini, metode rancangan campuran
yang paling banyak dipergunakan di Indonesia adalah metode rancangan campuran
berdasarkan pengujian empiris, dengan menggunakan alat Marshall.
2.8. Marshall Test
Marshall test ini ditemukan oleh Bruce Marshall dan dikembangkan oleh U.S.
Corps of Engineer, yang telah distandarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO melalui
beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau AASHTO T-245-90. Prinsip
dasar metode marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta
analisa kepadatan dan pori–pori dari campuran padat yang terbentuk.
Alat marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan cincin penguji
berkapasitas 23,2 KN atau setara dengan 5000 lbs dan flow meter. Cincin penguji
digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flow meter untuk mengukur kelelehan
plastis atau flow. Benda uji marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inch (10,2 cm)
dan tinggi 2,5 inch (6,35 cm). Prosedur pengujian mengikuti SNI 06-2489-1991, atau
AASHTO T 245-90, atau ASTM D 1559-76.
Secara garis besar pengujian marshall meliputi : persiapan benda uji,
penentuan berat jenis bulk dari benda uji, pemeriksaan nilai stabilitas dan flow, dan
21 dari tujuan dilakukannya uji marshall tersebut. AASHTO menetapkan minimal 3
buah benda uji untuk setiap kadar aspal yang digunakan.
2.9. Pencampuran dan Pengujian Benda Uji
Tujuan percampuran adalah untuk mengetahui persentase aspal optimum
yang mempunyai ketahanan maksimum terhadap kelelehan plastis tinggi untuk
campuran aspal beton. Ketahanan adalah suatu campuran aspal beton untuk
menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram
atau pound. Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu aspal yang
terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm. Untuk
merencanakan campuran aspal dengan menggunakan rumus :
Pb = 0,035 (% CA) + 0,045 (% FA) + 0,18 (% Filler) + konstanta …….(2.11)
Dimana :
CA : agregat kasar tertahan saringan No. 8
FA : agregat halus lolos saringan No. 8 dan tertahan saringan No. 200
Filler : agregat halus lolos saringan No.200
Nilai konstanta sekitar 0,5 sampai dengan 1,0 untuk AC.
Peralatan yang digunakan :
a. 3 buah cetakan benda uji yang berdiameter 10 cm (4”) dan tinggi 7,5cm
22 Gambar 2.1 Benda Uji Aspal Beton
b. Alat pengukur benda uji. Untuk benda uji yang sudah didapat dari dalam
cetakan benda uji dipakai sebuah alat ejektor.
c. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata berbentuk silinder,
deangan berat 4,536 kg (10 pound), dan tinggi jatuh beban 45,7 cm (18”).
d. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati atau yang sejenis)
berukuran kira-kira 20x20x50cm (8”x8”x18”) yang dilapis dengan pelat
baja berukuran 30x30x2,5cm (12”x12”x1”) dan dikaitkan pada lantai
beton dengan 4 bagian siku.
e. Silinder cetakan benda uji
f. Mesin tekan lengkap dengan :
1. Kepala penekan berbentuk lengkung (Breaking Head).
2. Cincin penguji yang berkapasitas 25000kg (5000 pound) dengan
ketelitian 12,5 (25 pound) dilengkapi dengan arloji tekan dengan
ketetlitian 0,0025cm (0,10001”). 10 cm
23 3. Arloji kelelehan dengan ketelitian 0,25mm (0,01”) dengan
perlengkapannya.
g. Oven yang dilengkapi dengan pengaturan suhu untuk memanasi sampai
(200±3)0C.
h. Bak perendam (water bath) dilengkapi dengan pengatur suhu minimum
200C.
i. Perlengkapan lain:
1. Panci – panci untuk memanaskan agrerat ,sapal dan campuran aspal.
2. Pengukur suhu dari logam mineral (metal termometer) berkapasitas
2500C dan 1000C dengan ketelitian 0,5 atau 1% dari kapasitas.
3. Timbangan yang dilengkapi penggantung benda uji berkapasitas 2 kg
dengan ketelitian 0,1gram dan timbangan berkapasitas 5 kg dengan
ketelitian 1 gram.
4. Kompor
5. Sarung asbes dan karet
6. Sendok pengaduk dan perlengkapan lainnya.
Tahap Pencampuran dan Pengujian benda uji :
a. Persiapan benda uji.
Benda uji yang digunakan adalah silinder aspal beton dengan diameter 10
cm (4”) dan tinggi 7,5cm (3”) yang terdiri dari 5 jenis benda uji untuk
mendapatkan kadar aspal optimum, yaitu 1%, 3%, 5%, 7%, 9%. Pada
penelitian ini digunakan bahan campuran sesuai dengan analisa saringan
24 ayakan. Untuk satu sampel ditentukan berat agregat 1200 gram. Cuci
agregat dan keringkan agregat sampai beratnya tetap pada suhu (105 ±
5)oC. Setelah dikeringkan agregat dipisah-pisahkan sesuai ukurannya
dengan mempergunakan saringan.
b. Penentuan suhu pencampuran dan pemadatan. Suhu pencampuran dan
pemadatan harus ditentukan sehingga bahan pengikat yang dipakai
menghasilkan viscositas seperti yang ada di tabel 2.6
Tabel 2.6 Viscositas Penentu Suhu “Titik Lembek”
Bahan Pengikat
Campuran Pemadat
Kinematik Saybolt
Furol Engler Kinematik
Saybolt
Sumber : Buku Lab. Konstruksi dan Bahan Jalan Program Studi Teknik Sipil, UPN “Veteran” Jawa Timur.
c. Persiapan campuran
Untuk benda uji diperlukan agregat halus sebanyak 500 gram dan agregat
kasar sebanyak 1000 gram sehingga menghasilkan tinggi benda uji
kira-kira 6,25cm ± 0,125cm (2,5±0,05”). Panci dipanaskan beserta
percampuran agregat kira- kira 28oC diatas suhu pencampur untuk aspal
panas dan tar diaduk sampai merata, untuk aspal dingin pemanasan
sampai 14oC di atas suhu percampuran. Aspal yang dipanaskan dicampur
pada agregat dan diaduk hingga merata sampai aspal bercampur dengan
25 d. Pemadatan benda uji
Alat penumbuk cetakan bagian muka dibersihkan dengan seksama dan
pemegang cetakan dilakukan pemadatan dengan alat penumbuk sebanyak
75 kali, dengan tinggi jatuh 45 cm ( 18” ). Selama pemadatan sumbu palu
selalu tegak lurus pada alas cetakan. Terhadap permukaan benda uji yang
sudah dibalik ini ditumbuk dengan jumlah tumbukan yang sama. Sesudah
pemadatan dilepaskan alas dengan hati-hati dikeluar dan diletakkan
benda uji diatas permukaan rata yang halus. Kemudian benda uji
dibiarkan selama kira-kira 24 jam pada suhu ruang.
e. Pengujian Benda Uji
Sebelum pengujian, benda uji harus bersih dari kotoran yang menempel
dan diberi tanda pengenal pada masing – masing benda uji. Ukur tinggi
benda uji dengan ketelitian 0,1 mm dan ditimbang. Benda uji direndam
dalam air selama 24 jam dalam suhu ruangan. Timbang benda uji di
dalam air untuk mendapatkan berat jenis benda uji di dalam air. Timbang
benda uji setelah kering permukaan untuk mendapatkan kering
permukaan jenuh (saturated surface dry). Sebelum melakukan pengujian,
benda uji dibersihkan batang penuntun (guide rod) dan permukaan dalam
dari kepala penekan (test head). Dilumasi dengan oli batang penuntun
sehingga kepala penekan yang atas dapat meluncur bebas. Benda uji
dikeluarkan dari bak perendam atau dari oven atau dari pemanas udara
dan diletakkan ke dalam segmen bawah kepala penekan. Pasang segmen
atas diatas benda uji dan diletakkan keseluruhannya dalam mesin
26 salah satu batang penuntun dan atur kedudukan jarum penunjuk pada
angka nol, sementara selubung tangkai arloji (sleeve) dipegang teguh
terhadap segmen atas kepala penekan (breaking head). Selubung tangkai
arloji kelelehan tersebut ditekan pada segmen atas dari kepala penekan
selama pembebanan berlangsung. Sebelum pembebanan diberikan,
kepala penekan beserta benda ujinya dinaikkan hingga menyentuh alas
cincin penguji. Kedudukan jarum diatur sehingga arloji tekan pada angka
nol. Pembebanan diberikan kepada benda uji dengan kecepatan tetap
sebesar 50 mm/menit sampai pembebanan maksimum tercapai, atau
pembebanan menurun seperti yang ditunjukan oleh jarum arloji tekan dan
catat pembebanan maksimum yang dicapai. Setelah mendapatkan hasil
dari stabilitas dan kelelehan (flow) dari hasil Marshall test, kemudian
dibuat tabel perhitungan hotmix design untuk mendapatkan stabilitas,
kelelehan dan marshall quotient. Dari tabel tersebut kemudian dibuat
grafik yang disesuaikan dengan batasan lapisan aspal beton yang ada.
2.10. Parameter Pengujian Marshall
Aspal beton terbentuk dari agregat, aspal dan atau bahan tambahan yang
dicampur secara merata dengan suhu tertentu. Kemudian dihamparkan dan
dipadatkan sampai terbentuk aspal beton. Parameter pengujian Marshall antara lain
kepadatan (Marshall Density), Stabilitas Marshall, Kelelehan (Flow), Hasil Bagi
Marshall (Marshall Quotient), Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB), Rongga Antar
27 2.10.1.Kelelehan (Flow)
Flow (kelelehan) adalah deformasi vertical yang terjadi mulai awal
pembebanan sampai kondisi stabilitas menurun yang menunjukkan besarnya
deformasi yang terjadi pada lapisan perkerasan akibat menahan beban. Nilai Flow
dipengaruhi oleh kadar aspal, gradasi agregat, viscositas aspal, jumlah dan
temperature pemadatan.
2.10.2.Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB)
VFA adalah bagian dari rongga yang berada diantara mineral agregat (VMA)
yang telah terisi oleh aspal. VFA bertujuan menjaga keawetan aspal beton dengan
member batasan yang cukup. Sehingga semakin tinggi nilai VFA maka banyak kadar
aspal yang digunakan. VFA, VMA, VIM saling berhubungan bila diantaranya
diketahui maka dapat mengevaluasi yang lain. VFA dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
VFA = ( ) ……….(2.12)
Dimana :
VFA = Rongga terisi aspal
VMA = Rongga antar agregat
28 2.10.3.Rongga Antar Agregat (VMA)
Rongga antar agregat (VMA) adalah volume ronnga yang terdapat diantara
partikel agregat pada campuran beraspal yang telah dipadatkan. VMA dihitung
berdasarkan berat jenis curah (Bulk). Rumus VMA dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
VMA = 100 − !"
"
………...(2.13)
Dimana :
VMA = rongga diantara mineral agregat
Gsb = berat jenis curah agregat
Ps = persen agregat terhadap berat total campuran
Gmb = berat jenis curah campuran padat
2.10.4.Rongga Udara (VIM)
Rongga udara (VIM) adalah total udara yang berada diantara partikel agregat
yang berada dalam suatu campuran beraspal yang telah dipadatkan. VIM dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
VIM = 100 −
………(2.14)
Dimana :
VIM = rongga di dalam campuran, persen terhadap volume total campuran
Gmb = berat jenis curah campuran padat
29 2.10.5.Stabilitas Marshall
Stabilitas Marshall adalah beban maksimum yang dibutuhkan untuk hasil
kegagalan tekan saat pengujian benda uji dengan menggunakan prosedur Marshall.
Pada umumnya batas stabilitas Maeshall bagi lalu-lintas berat di Indonesia adalah
840 Kg untuk British Standart, dan 680 Kg atau 1500 lbs untuk AASHTO.
2.10.6.Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient)
Marshall Quotient sebagai karakteristik harga modulus daya tekan atau
kekuatan. Nilai yang rendah dari Marshall Quotient berarti daya tekan akan lembek
dan stabilitasnya kurang cukup dengan resiko yang mungkin retak pada permukaan
dan pergerakan horizontal pada arah perjalanan.
2.11. Penelitian Yang Sudah Dilakukan
Banyak penelitian yang telah dilakukan berkaitan pada bahan campuran aspal
beton dan dapat sebagai acuan untuk menyusun tugas akhir.
a. Sumarni Hamid Aly & Taufik Takdir (2011).
Di dalam penelitian ini ditulis tentang “Penggunaan pasir besi sebagai agregat
halus pada beton aspal lapisan aus”. Dimana untuk mencari KAO (Kadar Aspal Optimum) ketiga variasi campuran. Campuran Variasi 1 mempunyai
nilai KAO tertinggi, yaitu 5,85 %, diikuti berturut-turut oleh
campuran-campuran Variasi 2 dan Variasi 3, dengan masing-masing mempunyai KAO
30 menggunakan agregat halus pasir besi mengalami penurunan seiring dengan
meningkatnya kadar aspal, pada rentang kadar aspal 4,5%-6,5%. Nilai
stabilitas maksimum, sebesar 2.081,67 kg, terjadi pada kadar aspal 4,5%.
Penambahan pasir besi, sebagai bagian agregat halus, menyebabkan jumlah
media gelincir semakin bertambah, karena permukaan pasir besi yang lebih
licin menyebabkan daya lekat terhadap aspal menjadi lebih kecil. Akibatnya
stabilitas campuran AC-WC mengalami penurunan, walaupun nilai-nilai
stabilitas yang turun akibat penambahan jumlah pasir besi ini masih
memenuhi spesifikasi campuran AC-WC, yaitu minimal 800 kg. Kelelehan
(flow) campuran AC-WC yang menggunakan agregat halus pasir besi
meningkat dengan meningkatnya kadar aspal. Campuran dengan agregat
halus pasir besi mempunyai nilai kelelehan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan campuran yang menggunakan pasir sungai. kelelehan terbesar terjadi
pada kadar aspal 6,5%. Campuran dengan 100 % pasir besi mempunyai
kelelehan sebesar 4,35 mm, sedangkan campuran tanpa pasir besi dan
campuran yang menggunakan 50% pasir besi, mempunyai kelelehan
berturut-turut sebesar 4,32 mm dan 4,27 mm. Nilai Rongga Dalam Campuran (VIM)
akan menurun dengan bertambahnya kadar aspal dan jumlah pasir besi dalam
campuran, hal ini disebabkan karena pasir besi memiliki rongga yang lebih
sedikit dibandingkan dengan pasir sungai. Kondisi ini diindikasikan oleh nilai
absorbsi pasir besi lebih kecil dibandingkan nilai absorbsi abu batu dan pasir
sungai, sehingga kurangnya pori dalam agregat menyebabkan aspal yang
digunakan lebih banyak mengisi rongga di antara partikel agregat. Campuran
31 Agregat (VMA) yang tinggi, hal ini disebabkan karena pasir besi mempunyai
sifat fisik yang lebih padat dan memiliki rongga dalam agregat lebih kecil
sehingga absorsi terhadap aspal juga kecil. Jika terjadi penambahan aspal
pada campuran yang menggunakan agregat halus pasir besi, aspal tersebut
cenderung hanya akan mengisi rongga-rongga di antara partikel agregat
sehingga rongga di antara agregat menjadi lebih kecil. Nilai Rongga Terisi
Aspal (VFB) campuran yang menggunakan agregat halus pasir besi lebih
tinggi daripada VFB campuran yang menggunakan agregat halus pasir
sungai, Hal ini disebabkan karena rongga dalam agregat pasir besi lebih kecil
sehingga nilai absorbsi aspalnya juga rendah. Tingginya nilai absorbsi pasir
sungai menyebabkan banyak aswpal yang diserap, sehingga menurunkan nilai
VFB. Secara keseluruan, untuk ketiga variasi campuran, bertambahnya kadar
aspal pada campuran meningkatkan nilai VFB. Campuran AC-WC yang
menggunakan pasir sungai memiliki nilai Marshall Quotient (MQ) yang
paling tinggi, dengan nilai MQ maksimum, yaitu 654,31 kg/mm, terjadi pada
kadar aspal 6,0 %. Sedangkan nilai MQ terendah adalah untuk campuran
dengan agregat halus pasir besi, yang pada kadar aspal 6,5% sebesar 273,48
kg/mm.
b. Hadi Ali (2011)
Dalam penelitian ini yang berjudul “Karakteristik campuran Asphall
Concrete-Wearing Course (AC-WC) dengan penggunaan abu vulkanik dan
abu batu sebagai filler”. Nilai kepadatan dan Stabilitas Marshall dengan abu
vulkanik memiliki nilai lebih tinggi dari pada campuran dengan abu batu.
32 filler abu batu dan 2,3259 gr/cm3 untuk filler abu vulkanik, sedangkan
kepadatan tertinggi terjadi pada kadar aspal 6 % sebesar 2,366 gr/cm3 untuk
abu batu dan 2,3718 gr/cm3 untuk abu vulkanik. Sedangkan nilai stabilitas
tertingi terjadi pada kadar aspal 5,5 % yaitu 1009,35 kg untuk filler abu batu
dan 1025,301 kg untuk abu vulkanik. Pada seluruh kadar aspal, nilai flow
campuran dengan abu batu lebih tinggi dari pada campuran dengan abu
vulkanik. Nilai tertinggi pada abu batu sebesar 4,66667 mm, sedangkan abu
vulkanik sebesar 4,26667 mm. Marshal Quottient untuk kedua jenis filler,
nilai terendah terjadi pada kadar aspal tertinggi (6,5 %) yaitu sebesar
217,19407 kg/mm untuk filler abu batu dan 239,5274 kg/mm untuk filler abu
vulkanik. Filler abu vulkanik memiliki nilai VFA lebih tinggi dari pada abu
batu, namun nilai VMA lebih rendah. Sedangkan nilai Rongga udara dalam
campuran (VIM), filler abu batu lebih tinggi dari pada abu vulkanik atau filler
abu batu daya serap terhadap aspal lebih tinggi dari pada abu vulkanik. Kadar
Aspal Optimum (KAO) untuk filler abu batu lebih tinggi dari pada abu
vulkanik yaitu 5,875% untuk filler abu batu dan 5,825% untuk abu vulkanik.
c. Anas Tahir (2009)
Dalam penetilian ini yang berjudul “Karakteristik campuran beton aspal
(AC-WC) dengan menggunakan variasi kadar filler abu terbang batu bara”.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan analisis karakteristik campuran aspal
beton dengan menggunakan variasi kadar filler abu terbang batu bara
menunjukan adanya peningkatan kinerja campuran beton aspal. Stabilitas
campuran yang menggunakan filler abu terbang batu bara cenderung
33 penurunan. Stabilitas tertinggi tercapai pada kadar aspal 6% dengan kadar
filler optimum berkisar 6% - 7%Fleksibilitas campuran dinyatakan daengan
Marshall Quotient (MQ), menunjukan bahwa nilainya cenderung meningkat
seiring dengan bertambahnya kadar filler abu terbang batu bara kedalam
campuran beton aspal. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa campuran akan
semakin kaku dengan nilai MQ yang cenderung meningkat seiring dengan
bertambahnya variasi kadar filler abu terbang batu bara kedalam campuran.
Durabilitas campuran dinyatakan dengan nilai stabilitas sisa. Nilai durabilitas
meningkat seiring meningkatnya kadar filler abu terbang batu bara yang
digunakan berturut 4%,5%, 6%, 7% dan 8% yaitu sebesar 91,433%,
93,042%. 95,216%, 95,400%, dan 95,703%. Untuk rentang kadar filler 4%
sampai 8%, meningkatkan nilai durabilitas, yang mengidikasikan adanya
ketahanan campuran terhadap pengaruh cuaca dan beban lalu lintas atau nilai
keawetan yang cukup baik. Dari kelima variasi kadar filler abu terbang batu
bara yang digunakan, kadar filler 6% menjadi kadar filler yang optimum atau
ideal sebagai bahan pengisi dalam campuran beton aspal, dengan Kadar
34 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini akan dilakukan di laboratorium dimana penelitian ini
membuat benda uji degan diameter 10 cm atau 4 inchi dan tinggi 7,5 cm atau 3 inchi,
yang memerlukan material sebanyak ± 1000 gram untuk agregat kasar, dan ± 500
gram untuk agregat halus. Benda uji tersebut menggunakan agregat kasar berupa
batu pecah, agregat halus berupa pasir besi dan aspal.
3.2. Persentase Aspal
Pada perencanaan ini bertujuan mencari kadar aspal. Pada perencanaan ini
prosedur yang dilakukan sesuai dengan perencanaan mix design atau pembuatan dan
benda uji aspal beton. Persentase aspal yang digunakan 4,5% dari jumlah berat
agregat halus.
3.3. Pemeriksaan Karakteristik Bahan Campuran
Pada campuran aspal beton dipengaruhi oleh mutu bahan penyusun
campuran. Untuk mengetahui mutu dari bahan perlu dilakukan analisa karakteristik
bahan. Analisa bahan untuk agregat kasar maupun agregat halus meliputi analisa
saringan agregat, berat jenis agregat, keausan agregat dengan mesin Los Angeles,
sedangkan untuk analisa bahan aspal meliputi analisa titik lembek aspal dan titik
35 3.3.1. Agregat Kasar dan Agregat Halus
Pengujian laboratorium untuk agregat kasar yang digunakan dalam campuran
aspal adalah :
a. Gradasi
b. Analisa berat jenis dan penyerapan agregat kasar
c. Analisa berat jenis dan penyerapan agregat halus.
3.3.2. Pengujian Bahan Bitumen
Pengujian laboratorium terhadap bahan bitumen meliputi :
a. Uji penetrasi
b. Uji daktilitas
c. Uji titik lembek
d. Uji titik nyala dan titik bakar
3.4. Uji Campuran Bitumen
Benda uji yang telah didapat diuji stabilitas, kelelehan, keawetan terhadap
kerusakan yang diakibatkan oleh air. Pengujian benda uji menggunakan metode
Marshall untuk stabilitas dan kelelehannya, sedangkan untuk keawetannya
menggunakan Marshall Rendaman.
3.5. Uji Marshall
Prinsip dasar metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan
(flow), serta analisa kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Dalam
36 didapat dari hasil uji gredasi, sesuai spesifikasi campuran. Pengujian Marshall untuk
mendapatkan stabilitas dan kelelehan (flow) mengikuti prosedur SNI 06 – 2489 –
1991 atau AASHTO T245 – 90. Dari hasil gambar hubungan antara kadar aspal dan
parameter Marshall, maka akan diketahui kadar aspal optimumnya.
3.6. Identifikasi Benda Uji
Benda uji akan dibuat pada penelitian ini dengan campuran pasir besi sebagai
campuran aspal beton. Sehingga perlu identifikasi benda uji untuk membedakan
campuran kadar pasir besi dengan presentase 0%, 25%, 50%, 75%, 100%.
Tabel 3.1 Identifikasi Benda Uji
37 Selesai
Pembuatan Benda Uji Prosentase Pasir Besi 0%. 25%, 50%, 75%, 100%
• Pemeriksaan agregat
• Pemeriksaan bitumen / Aspal Mulai
Pemeriksaan Berat Jenis Benda Uji
Kesimpulan Persiapan alat dan bahan
Hasil 3.7. Flow Chart
Sesuai syarat bahan uji
YA
TIDAK
Gambar 3.1 Diagram Alur penelitian Uji Marshall
Benda uji direndam selama 24 jam
Benda uji direndam dengan suhu 60°C
38 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian Benda Uji
Pada penelitian ini pengujian material dilakukan dengan acuan Standart
Nasional Indonesia (SNI) 03-1737-1989 tentang Pelaksanaan Lapis Campuran
Beraspal Panas.
4.2. Analisa Saringan Agregat
Pemeriksaan ini dimaksud untuk menentukan pembagian butir (gradasi)
agregat kasar dan halus dengan menngunakan saringan yang dapat dilihat pada
gambar 4.1
39 4.2.1. Agregat Kasar
Jenis Material : Agregat Kasar (Batu pecah 10 mm)
Berat Contoh : 1000 gram
Dari hasil analisa saringan pada agregat kasar (batu pecah 10 mm) dapat
dibuat tabel dengan hasil tabel 4.1 sebagai berikut :
Tabel 4.1 Tes Analisa Saringan Agregat Kasar (Batu Pecah 10 mm) Ukuran
Berat kerikil tertahan = berat saringan tertahan – berat saringan
= 1341,74 – 559,7 = 782,04
Prosentase jumlah =
Σ
100%
=
,100% = 78,204
Prosentase lolos = Prosentase lolos - Prosentase jumlah
= 100 – 78,204 = 21,796
40 Gambar 4.2 Grafik Analisa Saringan Agregat Kasar (10 mm)
4.2.2. Agregat Kasar
Jenis Material = Agregat Kasar (Batu Pecah 20 mm)
Berat Contoh = 1000 gram
Hasil analisa ayakan pada agregat kasar (batu pecah 20 mm) dilihat pada
tabel 4.2 dibawah ini.
41 `Dari tabel 4.2 hasil prosentase lolos dapat digambarkan pada gambar grafik
4.3 sebagai berikut :
Gambar 4.3 Grafik Analisa Saringan Agregat Kasar (20 mm)
4.2.3 Agregat halus
Jenis Material : Agregat Halus (pasir)
Berat Contoh : 500 gram
Hasil analisa saringan agregat halus (pasir) dapat dilihat pada tabel 4.3
42 Dari tabel 4.3 hasil prosentase lolos dapat di gambarkan pada gambar grafik
4.4 sebagai berikut :
Gambar 4.4 Grafik Analisa Saringan pasir
Dari gambar grafik 4.2 sampai tgrafik 4.4 dapat dikombinasikan dengan
44 4.3. Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat
Agregat kasar yang digunakan pada penelitian ani adalah batu pecah dengan
ukuran 10-20 mm, sedangkan agregat halus yang digunakan adalah 0-5 mm dan
pasir. Untuk memperoleh aspal beton yang baik maka gradasi agregat harus
memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Pada penelitian ini didapat hasil
perbandingan campuran agregat dengan komposisi ukuran 10-20 mm sebesar 56,9
%, sedangkan agregat halus sebesar 38,6 %.
Setelah dilakukan pengujian gradasi agregat, selanjutnya dilakukan pengujian
berat jenis agregat. Dari hasil pengujian terhadap agregat kasar didapat berat jenis
(Bulk Specific grafity) sebesar 2,27 gr/cm3, berat jenis permukaan jenuh (SSD
Grafity) sebesar 2,52 gr/cm3, berat jenis semu (Apparent Spesific Grafity) sebesar
3,04 gr/cm3, dan penyerapan (Absorptoin) sebesar 1,116%.
Untuk hasil pemeriksaan pada agregat halus didapat berat jenis (Bulk Specific
grafity) sebesar = 2,75 gr/cm3, berat jenis permukaan jenuh (SSD Grafity) sebesar
2,76 gr/cm3, berat jenis semu (Apparent Spesific Grafity) sebesar 2,27 gr/cm3, dan
penyerapan (Absorptoin) sebesar 0,26%. Dari keseluruhan pengujian agregat harus
memenuhi syarat sesuai dengan SNI 03-1737-1989. Untuk lebih jelas dapat dilihat
45 Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Benda uji
Karakteristik Standart Pengujian Persyaratan Hasil Keterangan Agregat Kasar
Penyerapan air SNI 03-1969-1990 maks. 3% 1.12% Memenuhi
Berat Jenis SNI 03-1970-1990 min 2.5 gr/cm3 2.94 gr/cm3 Memenuhi
Agregat Halus
Penyerapan air SNI 03-1969-1990 maks. 3% 0.26% Memenuhi
Berat Jenis SNI 03-1970-1990 min 2.5 gr/cm3 2.75 gr/cm3 Memenuhi
Sumber : Hasil Pengujian.
Dari tabel 4.4 diatas dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini :
a. Agregat Kasar
Tabel 4.5 Hasil pemeriksaan benda uji agregat kasar
Jenis Pengujian Percobaan (gram)
Berat Benda Uji (Bk) 1000
Berat Benda Uji Kering Permukaan Jenuh (Bj) 1111.6
Berat Benda Uji dalam air (Ba) 771.94
i. Berat Jenis (Bulk Specific Grafity)
=
=
, .!
= 2,94 gr/cm3
ii. Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (Saturated Sufrace Dry)
=
= ,
, ,
= 2,26 gr/cm3
iii. Berat Jenis Semu (Apparent Spesific Grafity)
=
=
46 iv. Penyerapan (Absorbtion)
=
= ,
= 1,116%
b. Agregat Halus
Tabel 4.6 Hasil pemeriksaan benda uji agregat halus
Jenis Pengujian Percobaan (gram)
berat benda uji kering permukaan jenuh 500
berat piknometer + air (B) 1252.75
berat benda uji + air + piknometer (Bt) 1571.74
berat benda uji kering oven (Bk) 498.67
i. Berat Jenis (Bulk Specific Grafity)
= "
#$
= ! ,
$ , $#$ $ ,
= 2,75 gr/cm3
i. Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (Saturated Sufrace Dry)
= $ #$
= $
$ , $#$ $ ,
= 2,76 gr/cm3
ii. Berat Jenis Semu (Apparent Spesific Grafity)
= "
#
= ! ,
$ , $# ! , $ ,
47 iii. Penyerapan (Absorbtion)
= $
"
100%
= $ ! ,
! ,
100%
= 0,26%4.4. Pemeriksaan Sifat Fisik Aspal 4.4.1. Pemeriksaan Uji Penetrasi
Pemeriksaan ini dimaksud untuk menentukan penetrasi bitumen keras atau
lembek. Dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu, beban, dan waktu
tertentu kedalam bitumen pada suhu tertentu pula. Pada pemeriksaan uji penetrasi
dapat dilihat pada gambar 4.6
48 Dari hasil pemeriksaan uji penetrasi dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7 Hasil Uji Penetrasi Percobaan pada 25°C 100
gram, 5 detik Penetrasi
Percobaan 1 2 3
1 73 62 75
2 79 72 74
3 78 59 65
Rata-Rata 73
Sumber : Hasil Pengujian
4.4.2. Pemeriksaan Uji Daktilitas
Maksud pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur jarak terpanjang yang
dapat ditarik antara tiga cetakan yang berisi bitumen keras sebelum putus pada suhu
dan kecepatan tertentu. Pada pemeriksaan uji daktilitas dapat dilihat pada gambar 4.7
Gambar 4.7 Uji Foto Daktilitas
49 Tabel 4.8 Hasil Uji Daktilitas
Pengamatan Benda Uji Pembacaan Pengukuran
Pada Alat (cm) Keterangan
1 150 Tidak Putus
2 150 Tidak Putus
3 150 Tidak Putus
Rata – Rata 150
Sumber : Hasil Pengujian
4.4.3. Pemeriksaan Uji Titik Lembek
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembel aspal dan ter
yang berkisar antara 300C sampai 2000C. Yang dimaksudkan dengan titik lembek
adalah suhu pada saat bola baja dengan berat tertentu, mendesak turun suatu lapisan
aspal atau ter tertahan dalam cincin berukuran tertentu,sehingga aspal atau ter
tersebut menyentuh pelat dasar yng terletak dibawah cincin pada tinggi tertentu yang
dapat dilihat pada gambar 4.8
50 Hasil dari pemeriksaan uji titik lembek dapat dilihat pada tabel 4.9
Tabel 4.9 Hasil Uji Titik Lembek
No.
Suhu yang diambil
°C
Waktu (detik) Titik Lembek
(°C) Rata - Rata
4.4.4. Pemeriksaan Uji Titik Nyala
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar
dari semua jenis minyak bumi kecuali minyak bakar dan bahan lainnya yang
mempunyai titik nyala open cup kurang dari 790C. Titik nyala adalah suatu suhu
pada saat terlihat nyala singkat pada suatu titik diatas permukaan aspal. Titik bakar
adalah suatu suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik pada suatu
51 Gambar 4.9 Uji Titik Nyala
Hasil dari pemeriksaan uji titik nyala dapat dilihat pada tabel 4.10
Tabel 4.10 Pemeriksaan Titik Nyala
No
°C
Dibawah Waktu Temperatur
Keterangan Titik
Nyala (detik) °C
1 58 60 184
2 53 120 189
3 48 180 194
4 42 240 199
5 38 300 204
6 33 360 209
7 38 420 214
8 23 480 219
9 18 540 224
10 13 600 229
11 8 660 234
12 3 720 239
Sumber : Hasil Pengujian
52 Hasil tersebut telah memenuhi syarat SNI 06-2433-1991. Untuk lebih jelas
dapat dilihat pada tabel 4.11 sebagai berikut :
Tabel 4.11 Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Aspal
Pengujian Standart pengujian
Syarat
Satuan Hasil Keterangan Min. Maks.
4.5. Penentuan Kadar Aspal
Setelah didapat nilai presentase agregat kasar dan halus selanjutnya
menentukan perkiraan kadar aspal. Dalam revisi SNI 03-1737-1989 dijelaskan untuk
menentukan perkiraan kadar aspal sebagai berikut :
Tabel 4.12 Perhitungan Blending Agregat
Saringan No.
53 CA = 100% - ∑ Total gradasi lolos saringan no. 8
= 100% - (0,03+0,036+38,077) = 100% - 38,143%
= 61,857%
FA = ∑ Total gradasi lolos saringan no. 8 - ∑ Total gradasi lolos saringan no. 200
= 38,143% - 0,161%
= 37,982%
FF = ∑ Total gradasi lolos saringan no. 200
= 0,161%
Penentuan Perkiraan Kadar Aspal
Pb = 0,035 * (%CA) + 0,045 * (%FA) + 0,18 * (%FF) + Konstanta