• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA KARYAWAN UPT PSDA WS SAMPEAN BARU BONDOWOSO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KINERJA KARYAWAN UPT PSDA WS SAMPEAN BARU BONDOWOSO."

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Pr ogram Studi Manajemen

Diajukan oleh :

Rifan Fatkhurahman 0812010109 / FE / EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

J AWA TIMUR

(2)

KINERJ A

KARYAWAN UPT PSDA WS SAMPEAN BARU

BONDOWOSO

SKRIPSI

Diajukan oleh :

Rifan Fatkhurahman 0812010109 / FE / EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

J AWA TIMUR

(3)

BONDOWOSO

Yang Diajukan Oleh

Rifan Fatkhurahman 0812010109 / FE / EM

Telah disetujui untuk diseminarkan oleh:

Pembimbing Utama

Dra.Ec.Kustini.Msi Tanggal :...

Mengetahui

Ketua Program Studi Manajemen Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Jawa Timur

(4)

USULAN PENELITIAN

KINERJ A

KARYAWAN UPT PSDA WS SAMPEAN BARU

BONDOWOSO

Yang Diajukan Oleh

Rifan Fatkhurahman 0812010109 / FE / EM

Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh:

Pembimbing Utama

Dra.Ec.Kustini.Msi Tanggal :...

Mengetahui

Ketua Program Studi Manajemen Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Jawa Timur

(5)

BONDOWOSO

Yang Diajukan Oleh

Rifan Fatkhurahman 0812010109 / FE / EM

Disetujui untuk ujian skripsi oleh:

Pembimbing Utama

Dra.Ec.Kustini.MSi Tanggal :...

Mengetahui

Wakil Dekan 1 Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Jawa Timur

(6)

SKRIPSI

KINERJ A

KARYAWAN UPT PSDA WS SAMPEAN BARU

BONDOWOSO

Disusun Oleh : Rifan Fatkhurahman 0812010109/ FE / EM

Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Pr ogram Studi Manajemen Fakultas Ekonomi

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada Tanggal : 13 J uni 2013

Pembimbing :

Pembimbing Utama Tim Penguji Ketua

Dra. Ec.Kustini, MSi Dr. Prasetyohadi, MM Sekr etaris

Dra. Ec.Kustini, Msi Anggota

Dra. Ec. Nur Mahmudah, MS

Mengetahui

Dekan Fakultas Ekonomi

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur

(7)

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan berkat-Nya yang diberikan kepada penyusun sehingga skripsi yang berjudul “Kinerja Karyawan UPT PSDA WS Sampean Baru Bondowoso”.

Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat penyelesaian Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bimbingan, petunjuk serta bantuan baik spirituil maupun materiil, khususnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Dr. Dhani Ichsanudin Nur. SE, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Dr. Muhadjir Anwar,MM, MS. Selaku Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Dra.Ec.Kustini,Msi selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan skripsi sehingga peneliti bisa merampungkan tugas skripsinya 5. Para Dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis

(8)

6. Kepada kedua orang tuaku dan adik tercinta yang telah memberikan dukungan baik moril ataupun material.

7. Berbagai pihak yang turut membantu dan menyediakan waktunya demi terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa apa yang telah disusun dalam skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat berharap saran dan kritik membangun dari pembaca dan pihak lain.

Akhir kata, Peneliti berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Salam hormat, Surabaya, Mei 2013

(9)

DAFTAR ISI ... iii 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... 9

2.2 Landasan Teori ... 12

2.2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia .... 12

2.2.2. Lingkungan Kerja ... 13

2.2.2.1. Pengertian Lingkungan Kerja ... 13

2.2.2.2. Jenis Lingkungan Kerja ... 14

2.2.3. Stress Kerja ... 18

2.2.3.1. Pengertian Stress Kerja ... 18

2.2.3.2. Faktor-faktor Penyebab Stres ... 18

2.2.3.3. Indikator Stres Kerja ... 23

2.2.4. Kinerja Karyawan ... 23

2.2.4.1. Pengertian Kinerja Karyawan ... 23

2.2.4.2. Pengukuran Kinerja ... 24

2.2.4.3. Faktor – faktor Kinerja Karyawan ... 25

(10)

2.4. Pengaruh Stress Kerja Terhadap Kinerja Karyawan ... 28

2.5. Kerangka Konseptual ... 30

2.6. Hipotesis ... 30

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 31

3.1.1. Definisi Operasional... 31

3.1.2. Pengukuran Variabel ... 32

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskriptif Hasil Penelitian ... 52

4.1.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 53

4.1.2. Visi Dan Misi Perusahaan ... 58

4.2. Analisis Karakteristik Responden ... 60

4.2.1. Deskripsi Variabel... 61

4.2.1.1. Deskripsi Variabel Lingkungan Kerja ... 61

4.2.1.2. Deskripsi Variabel Stress Kerja ... 63

(11)

4.3.2.2. Analisis Model PLS ... 73 4.3.2.3. Evaluasi Pengujian Inner Model ... 73 4.4. Pembahasan ... 77

4.4.1. Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan ... 77 4.4.2. Pengaruh Stress Kerja Terhadap Kinerja Karyawan .. 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 80 5.2. Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Rekapitulasi Pemeriksaan UPT PSDA WS Sampean Baru

Bondowoso Terhadap pegawai Tahun 2009-2012... 4

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 60

Tabel 4.3. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Lingkungan Kerja ... 61

Tabel 4.4. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Stress Kerja ... 63

Tabel 4.5. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Kinerja Karyawan ... 65

Tabel 4.6. Outlier Data ... 68

Tabel 4.7 Outer loading ... 69

Tabel 4.8. Average Variance Extract (AVE) ... 70

Tabel 4.9. Reliabilitas Data ... 71

Tabel 4.10. R-Square ... 74

Tabel 4.11. Outter Weights ... 75

Tabel 4.12. Inner weight... 76

DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1. Langkah-Langkah Analisis PLS ... 38

Gambar 3.2. Contoh Diagram Jalur Untuk PLS... 40

Gambar 3.3. Contoh Diagram Jalur PLS Hasil PLS ... 51

(13)

Lampiran 1 : Kuesioner

Lampiran 2 : Tabulasi Jawaban Responden Lampiran 3 : Hasil Uji Outlier

(14)

KINERJ A

KARYAWAN UPT PSDA WS SAMPEAN BARU

BONDOWOSO

Bondowoso adalah departemen yang bergerak dipengelolaan sumber daya air, sangat membutuhkan kinerja karyawan yang tinggi untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat, karena dengan memiliki tanggung jawab yang tinggi, tujuan yang realitas, rencana kerja yang menyeluruh, maka pelayanan terhadap masyarakat akan meningkat, oleh karena itu salah satunya adalah dengan meminimalisir stres kerja dan menciptakan lingkungan kerja yang baik serta kondusif. Tetapi belakang ini mengalami penurunan dalam ketepatan waktu penyelesaian tiap tugas yang diemban

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan UPT Sampean Baru Bondowoso sebanyak 147 karyawan. Pengambilan sampel metode sensus yang berarti semua populasi didaftar untuk menjadi sampel, dengan demikian maka yang menjadi sample adalah semua karyawan UPT Sampean Baru Bondowoso sebesar 147 karyawan. Data yang dipergunakan adalah data primer yaitu data yang berdasarkan kuisioner hasil jawaban responden. Sedangkan analisis yang dipergunakan adalah Partial least Square..

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa 1).Lingkungan kerja yang harmonis dan nyaman dalam pekerjaan dapat meningkatkan kinerja karyawan di UPT Sampean Baru Bondowoso.2).Stress kerja dalam pekerjaan yang tinggi dapat direspon dengan baik apat meningkatkan kinerja karyawan di UPT Sampean Baru Bondowoso.

(15)

1.1. Latar Belakang Masalah

Diera reformasi sekarang ini, pemerintah dihadapkan pada masalah- masalah yang sangat pelik dan komplek yang bersifat multidimensional, baik menyangkut masalah sosial, ekonomi, politik, budaya bahkan perilaku manusia yang menuntut adanya perubahan yang mendasar. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi kebutuhan dan langkah strategik bagi setiap pemerintahan daerah. Substansi penting pengembangan SDM menghadapi otonomi daerah dan good governance adalah perubahan paradigma, sikap, nilai dan perilaku para aparatur pemerintah (Ambat T, 2004). Salah satu yang dapat dijadikan parameter pengembangan tentang kualitas dan kuantitas kerja sumber daya manusia adalah tingkat kinerja yang ada pada sumber daya manusia tersebut. Secara logika dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kinerja seorang karyawan maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pula kualitas dan kuantitas kerja karyawan tersebut. Kinerja karyawan tidak akan timbul begitu saja, melainkan membutuhkan suatu pendekatan yang intensif untuk memahami faktor-faktor yang dapat menumbuhkan kinerja karyawan.

(16)

2

berprestasi akan memberikan sumbangan yang optimal bagi perusahaan. Selain itu, dengan memiliki karyawan yang berprestasi perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaannya. Karena sering kali perusahaan menghadapi masalah mengenai sumber daya manusianya. Masalah sumber daya manusia menjadi tantangan tersendiri bagi manajemen karena keberhasilan manajemen dan yang lain itu tergantung pada kualitas sumber daya manusianya. Apabila individu dalam perusahaan yaitu SDM-nya dapat berjalan efektif maka perusahaan tetap berjalan efektif. Dengan kata lain kelangsungan suatu perusahaan itu ditentukan oleh kinerja karyawannya.

Usaha untuk meningkatkan kinerja karyawan diantaranya adalah dengan memperhatikan stress kerja. Stress merupakan suatu kondisi keadaan seseorang megalami ketenggangan karena adanya kondiisi yang mempengaruhinya, kondisi tersebut dapat diperoleh dari dalam seseorang maupun lingkungan diluar diri seseorang. Stress dapat menimbulkan dampak yang negatif terhadap keadaan psikologis dan biologis bagi karyawan, menurut Robbin, (2002: 318) stress merupakan kondisi dinamis dimana seseorang individu dihadapkan dengan kesempatan, keterbatasan atau tuntutan sesuai dengan harapan dari hasil yang ingin dia capai dalam kondisi penting dan tidak menentu. Menurut Sari dalam dwi (2010) meneliti tentang pengaruh seumber-sumber stress kerja terhadap kinerja karyawan yang menunjukan bahwa individual stress berpengaruh paling dominan terhadap kinerja karyawan.

(17)
(18)

4

Tabel 1: Rekapitulasi Pemeriksaan UPT PSDA WS Sampean Baru Bondowoso Terhadap pegawai Tahun 2009-2012.

Tahun

Sumber: UPT PSDA WS Sampean Baru Bondow oso, 2013

(19)

melakukan pengecekan dan penyetujuan terhadap pekerjaan yang beresiko sedang dan besar guna menghindari kecacatan dalam penyelesaian pekerjaan nantinya. Dari penjelasan data diatas menunjukan bahwa beban kerja karyawan semakin tahun semakin bertambah besar hal ini haruslah menjadi bahan evaluasi agar di tahun mendatang tugas – tugas dapat terselesaikan sesuai dengan jadwal.

Fakta lain ada hubungan kurang harmonis antara kepala bagian Tata Usaha (TU) dengan karryawan. Hal ini dapat mempengaruhi lingkungan kerja yang kondusif, rasa aman dan memungkinkan pegawai untuk tidak dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosional pegawai. Jika pegawai menyenangi lingkungan kerja di mana dia bekerja, maka pegawai tersebut akan betah di tempat kerjanya untuk melakukan aktivitasnya sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif. kemungkinan lingkungan kerja yang kurang harmonis tersebut mempengaruhi emosional pegawai dalam menyelesaikan sesuai dengan waktu yang tentukan. (Mardiana, 2005).

(20)

6

Dengan beban kerja yang setiap tahunnya terus bertambah serta ditambah dengan keadaan cuaca yang tidak menentu diindikasikan bahwa adanya stress kerja yang dialami oleh karnyawan UPT PSDA WS Sampean Baru Bondowoso. Diketahu bahwa dalam pengelolaan sumber daya air seperti pengawasan, perencanaan atau penyiapan strategi dan juga tindakan, sehingga pada saat kegiatan di lapangan bisa berjalan sesuai sebagaimana mestinya. Dengan keadaan yang cuaca yang terkadang tidak menentu dibutuh kesiapan seluruh pegawai UPT Bondowoso untuk dapat mengangani situasi yang darurat sekalipun. Namun hal tersebut bertolak belakang dengan kondisi yang ada. Meskipun mereka kurang mampu untuk mengelola fasilitas sarana dan prasarana secara efektif agar dapat memaksimalkan kapasitas kinerjanya dan menekan hilangnya waktu karena deadline maupun untuk banyaknya tugas yang harus diselesaikan, hal inilah akhirnya dapat menimbulkan stress kerja dalam perusahaan yang dapat menybabkan turunnya kinerja karyawan.

(21)

Stress adalah suatu respon yang adaptif, dihibingkan dengan karakteristik dan atau proses psikologis individu, yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan eksternal, situasi, atau peristiwa yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik khusus pada seseorang, para peneliti menyimpulkan bahwa stress kerja memicu salah satu dari dua reaksi berikut, yaitu memerangi secara aktif atau melarikan diri secara pasif yang disebut respon memerangi atau melarikan diri (fight or flight response. Secara fisiologis, respon stress merupakan “penyampaian suatu pesan” biokimiawi yang melibatkan perubahan hormonal yang memobilitas tubuh terhadap tuntutan yang luar biasa. Contoh pada era modern sekarang ini adalah adanya persoalan seperti tenggat waktu, konflik peran, tanggungjawab finansial, kelebiahan informasi teknologi, ambiguitas, persoalan pribadi ataupun keluarga dan beban kerja yang berat. Respon stress yang kadang terjadi dan adanya perubahan kesehatan tubuh, misal sakit kepala, serangan jantung, tekanan darah tinggi , insomnia dan stroke yang dampaknya adalah merusak aktifitas kehidupan kita sehari-hari. Menurut Sari dalam dwi (2010) meneliti tentang pengaruh sumber-sumber stress kerja terhadap kinerja karyawan yang menunjukkan bahwa individual stress berpengaruh paling dominan terhadap kinerja karyawan.

(22)

8

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan masalah dan penjelasan masalah teoritis tentang analisis lingkungan kerja dan stress kerja terhadap kinerja karyawan sebagaimana diuraikan dalam latar belakang masalah maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Apakah lingkungan kerja karyawan berpengaruh terhadap kinerja karyawan UPT Sampean Baru Bondowoso?

b. Apakah stress kerja karayawan berpengaruh terhadap kinerja karyawan UPT Sampean Baru Bondowoso?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk menganalisis pengaruh lingkungan kerja karyawan terhadap kinerja karyawan UPT Sampean Baru Bondowoso.

b. Untuk menganalisis pengaruh stress kerja terhadap kinerja karyawan UPT Sampean Baru Bondowoso.

1.4.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Sebagai bahan pertimbangan bagi pimpinan UPT Sampean Baru Bondowoso dalam menentukan kebijaksanaan, khususnya yang berkaitan dengan masalah personalia.

(23)
(24)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini, oleh: Septianto, Dwi,(2010) dengan judul “pengaruh lingkungan kerja dan stres kerja Terhadap Kinerja Karyawan Studi Pada PT. Pataya Raya Semarang”. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk mengetahui apakah lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan?. 2). untuk mengetahui apakah stress kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Untuk menguji hipotesis yang diujikan dalam penelitian ini digunakan analisa regresi berganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa a. Lingkungan kerja pada PT. Pataya Raya Semarang mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan ditolak. Karena dari hasil penelitian diperoleh nilai signifikan lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,102. b. Stres kerja pada PT. Pataya Raya Semarang mempunyai pengaruh negative signifikan terhadap kinerja karyawan ditolak. Karena dari hasil penelitian diperoleh nilai signifikan lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,173. c. Berdasarkan nilai Adjusted R Square dapat diketahui pengaruh lingkungan kerja dan stres kerja terhadap kinerja karyawan bagian karyawan operasional pada PT. Pataya Raya Semarang sebesar 4,5%

(25)

motivasi kerja terhadap kinerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Karanganyar dalam usaha meningkatkan kinerja pegawainya.

Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis faktor dilanjutkan dengan analisa regresi berganda.

(26)

12

sebagai variabel moderating sudah tepat dan bisa dipakai untuk memprediksi kinerja pegawai.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia.

Perubahan pandangan ini menunjukan betapa pentingnya sumber daya manusia pada organisasi. Manusia merupakan Sumber daya paling penting dalam usaha organisasi mencapai keberhasilan. Sumber daya manusia ini menunjang organisasi untuk mencapai keberhasilan.sumber daya manusia ini menunjang organisasi dengan karya, bakat, kreatifitas dan dorongan. Betapapun sempurnanya aspek teknologi dan ekonomi, tanpa aspek manusia sulit kiranya tujuan-tujuan organisasi dapat tercapai. Manajemen sumber daya manusia adalah sebuah istilah modern untuk menggantikan istilah manajemen personalia atau administrasi personalia, karena beberapa penulis menganggap bahwa ruang lingkup manajemen personalia lebih sempit daripada manajemen sumber daya manusia. Seperti yang telah disebutkan oleh Simamora (2001:3) mendefinisikan manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok pekerja.

(27)

keputusan dan praktik manajemen yang secara langsung mempengaruhi sumber daya manusia, orang-orang yang bekerja bagi organisasi.

2.2.2 Lingkungan Kerja

2.2.2.1. Pengertian Lingkungan Kerja

Buchori Zainun (2004: 59) mengatakan bahwa kinerja pegawai ditentukan pula oleh faktor-faktor lingkungan luar dan iklim kerja organisasi. Bahkan kemampuan kerja dan motivasi itu pun ditentukan pula oleh faktor-faktor lingkungan organisasi itu.

Sedangkan Hendiana dalam Ishak Arep dan Hendri Tanjung (2004: 46) mengatakan faktor motivasi yang berhubungan nyata terhadap kondisi pemberdayaan pegawai di antaranya yaitu kondisi lingkungan kerja baik secara fisik maupun non fisik.

Menurut Sedarmayanti (2001, h.21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua yaitu:

1) Lingkungan kerja fisik

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

2) Lingkungan kerja non fisik

(28)

14

2.2.2.2. J enis lingkungan kerja

Menurut jurnal Stewart and Stewart, jenis lingkungan kerja di bagi menjadi dua yakni Kondisi Fisik dari lingkungan kerja dan Kondisi psikologis dari lingkungan kerja. Pressilia,(2012).

1. Kondisi Fisik dari lingkungan kerja

Kondisi fisik dari lingkungan kerja di sekitar karyawan sangat perlu diperhatikan oleh pihak badan usaha, sebab hal tersebut merupakan salah satu tugas tanpa mengalami gangguan. Memperhatikan kondisi fisik dari lingkungan kerja karyawan dalam hal ini berarti berusaha menciptakan kondisi lingkungan kerja yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan para karyawan sebagai pelaksanan kerja pada tempat kerja tersebut.

Faktor-faktor lingkungan ker ja meliputi: a. Illumination

(29)

b. Temperature

Bekerja pada suhu yang panas atau dingin dapat menimbulkan penurunan kinerja. Secara umum, kondisi yang panas dan lembab cenderung meningkatkan penggunaan tenaga fisik yang lebih berat, sehingga pekerja akan merasa sangat letih dan kinerjanya akan menurun.

c. Noise

Bising dapat didefinisikan sebagai bunyi yang tidak disukai, Suara bising adalah suatu hal yang dihindari oleh siapapun, lebih-lebih dalam melaksanakan suatu pekerjaan, karena konsentrasi karyawan akan dapat terganggu. Dengan terganggunya konsentrasi ini maka pekerjaan yang dilakukkan akan banyak timbul kesalahan ataupun kerusakan sehingga akan menimbulkan kerugian.

d. Motion

Kondisi gerakan secara umum adalah getaran. Getaran-getaran dapat menyebabkan pengaruh yang buruk bagi kinerja, terutama untuk aktivitas yang melibatkan penggunaan mata dan gerakan tangan secara terus-menerus. e. Pollution

(30)

16

tersebut akan sangat berbahaya jika di tempat tersebut tidak terdapat ventilasi yang memadai

f. Aesthetic Factors

Faktor keindahan ini meliputi: musik, warna dan bau-bauan. Musik, warna dan bau-bauan yang menyenangkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dalam melaksankan pekerjaanya.

2. Kondisi psikologis dari lingkungan ker ja

Rancangan fisik dan desain dari pekerjaan, sejumlah ruangan kerja yang tersedia dan jenis-jenis dari perlengkapan dapat mempengaruhi perilaku pekerja dalam menciptakan macam-macam kondisi psikologi.

Faktor-faktor dari kondisi psikologis meliputi: a. Feeling of privacy

Privasi dari pekerja dapat dirasakan dari desain ruang kerja. Ada ruang kerja yang didesain untuk seorang pekerja, adapula yang didesain untuk beberapa orang.

b. Sense of status and impotance

(31)

1. Keanekaragaman keterampilan: tingkat sampai mana pekerjaan membutuhkan beragam aktivitas sehingga pekerja bisa menggunakan sejumlah keterampilan dan bakat yang berbeda.

2. Identitas tugas: Tingkat sampai mana suatu pekerjaan membutuhkan penyelesaian dari seluruh bagian pekerjaan yang bisa diidentifikasikan. 3. Artinya tugas: Sejauh mana pekerjaan itu menuntut di selesaikannya

seluruh potongan kerja secara utuh dan dapat di kenali.

4. Otonomy: tingkat sampai mana suatu pekerjaan memberikan kebebasan, kemerdekaan, serta keleluasaan yang subtansial untuk individu dalam merencanakan pekerjaan dan menentukan presedur-prosedur yang akan digunakan untuk menjalankan perkerjaan tersebut.

5. Umpan balik: tingkat sampai mana pelaksanaan aktivitas kerja membuat seorang individu mendapatkan informasi yang jelas dan langsung mengenai keefektifan kinerjanya.

Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan oleh pimpinan. Menurut Ratnawati (dikutip dari Arikunto 2006), adapun indikator dari lingkungan kerja adalah sebagai berikut:

a) Penerangan cahaya b) Suhu udara

(32)

18

2.2.3. Str ess Kerja

2.2.3.1. Pengertian Stress Kerja

Menurut Schuler dalam Sutanto dan Djohan (2006), stres adalah suatu kondisi dinamik yang di dalamnya seorang individu di konfrontasikan dengan suatu peluang, kendala, atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting ,

Menurut Griffin (2004:20) Stress adalah situasi ketegangan atau emosional yang dialami seseorang yang sedang menghadapi tuntutan sangat besar, hambatan-hambatan dan adanya kesempatan yang sangat penting yang dapat mempengaruhi emosi, pikiran dan kondisi fisik seseorang.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang dimana ia terpaksa memberikan tanggapan melebihi kemampuan penyesuaian dirinya terhadap tuntutan lingkungan. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Sebagai hasilnya adalah pada diri karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan pekerjaan mereka.

2.2.3.2. Faktor-faktor Penyebab Stres

(33)

1. Faktor lingkungan

Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi desain dari struktur suatu organisasi, ketidakpastian itu juga mempengaruhi tingkat stres dikalangan karyawan dalam organisasi tersebut.

• Faktor lingkungan dipengaruhi oleh:

a. Ketidakpastian ekonomi

Apabila perekonomian suatu bangsa dalam keadaan mengerut, orang menjadi makin mencemaskan mereka. Karena anjuran ke bawah dalam ekonomi sering diiringi dengan pengurangan tenaga kerja yang permanen, pemberhentian masal sementara, gaji yang dikurangi, masa kerja yang lebih pendek dan semacamnya.

b. Ketidakpastian politik

Ancaman dan perubahan politik dapat menyebabkan stres. Oleh karena itu, mencegahnya kondisi politik suatu Negara haruslah stabil sehingga tidak akan cenderung menciptakan stres.

c. Ketidakpastian teknologis

Inovasi baru dapat membuat keterampilan dan pengalaman seorang karyawan usang dalam waktu yang pendek, dan merupakan ancaman bagi banyak orang sehingga dapat menyebabkan para pekerja menjadi stres.

2. Faktor organisasi

(34)

20

dalam suatu kurun waktu yang terbatas serta beban kerja yang berlebihan. Terdiri dari:

a. Tuntutan tugas

Merupakan faktor yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang. Mencakup desain pekerjaan individu, kondisi kerja dan tata letak kerja fisik.

b. Tuntutan peran

Berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu.

c. Tuntutan antar pribadi

Adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain, kurangnya dukungan sosial dari rekan kerja dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, teristimewa diantara para karyawan dengan kebutuhan sosial yang tinggi.

d. Struktur organisasi

(35)

e. Kepemimpinan organisasi

Menggambarkan gaya manajerial dari eksekutif senior organisasi. Beberapa pejabat eksekutif kepala menciptakan suatu budaya yang dicirikan oleh ketegangan, rasa takut, dan kecemasan. Mereka membangun tekanan yang tidak realistis untuk berprestasi dalam jangka pendek, memaksakan pengawasan yang berlebihan ketatnya dan secara rutin memecat karyawan yang tidak dapat mengikuti.

f. Tahap hidup organisasi.

Suatu tahap kehidupan organisasi yakni dimana dia ada dalam daur empat tahap ini menciptakan masalah dan tekanan yang berbeda untuk para karyawan. Tahap pendirian dan kemerosotan terutama penuh dengan stres. Yang pertama dicirikan oleh besarnya kegairahan dan ketidakpastian, sedangkan yang kedua lazimnya menuntut pengurangan, pemberhentian, dan suatu perangkat ketidakpastian yang berbeda.

3. Faktor individu

Faktor individu mencakup faktor yang berhubungan dengan kehidupan pribadi karyawan. Terdiri dari:

a. Masalah keluarga

(36)

22

b. Masalah ekonomi

Masalah ekonomi yang diciptakan oleh individu yang terlalu merentangkan sumber daya keuangan mereka merupakan suatu perangkat kesulitan pribadi lain yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan menganggu perhatian mereka terhadap kerja.

Menurut Handoko (1995:200), ada 2 kategori penyebab stres yaitu: 1. Kondisi didalam Pekerjaan (on the job) antara lain:

a. Beban kerja yang berlebihan b. Tekanan / desakan Waktu c. Kualitas supervisi yang jelek d. Iklim politis yang tidak aman

e. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai

f. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab

g. Kemenduan peranan (role ambiquity) h. Frustasi

i. Konflik antar pribadi dan antar kelompok

j. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan k. Berbagai bentuk Perubahan

2. Kondisi diluar Pekerjaan (off the job ) antara lain: a. Kekuatiran finansial

(37)

d. Masalah perkawinan

e. Perubahan-perubahan yang terjadi ditempat tinggal f. Masalah pribadi lainnya

2.2.3.3. Indikator Str es Kerja

Adapun indikator stres kerja menurut Igor S dalam Septianto,(2010) sebagai berikut:

a) Intimidasi dan tekanan

b) Ketidakcocokan dengan pekerjaan c) Pekerjaan yang berbahaya

d) Beban lebih

e) Target dan harapan yang tidak realistis

2.2.4. Kinerja Karyawan

2.2.4.1. Pengertian Kinerja Karyawan

Simanjuntak (2005) menyatakan evaluasi kinerja adalah penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit kerja organisasi atau perusahaan. Selanjutnya Kusriyanto dalam Mangkunegara (2006:9) mendefinisikan kinerja sebagai perbandingan hasil yang dicapai dengan tenaga kerja per satuan waktu (lazimnya per jam).

(38)

24

2.2.4.2. Pengukuran Kinerja

Definisi kinerja menurut Teguh (2003 : 223) Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Indikator kinerja menurut Teguh (2003 : 225) adalah : 1. Kemampuan (capability).

Adalah kemampuan karyawan dalam berpartisipasi dan bekerjasama dengan orang lain dalam menyelesaikan tugas.

2. Prakarsa inisiatif (initiative).

Yakni bersemangat dalam menyelesaikan tugasnya, serta kemampuan dalam membuat suatu keputusan yang baik tanpa adanya pengarahan terlebih dahulu.

3. Ketepatan waktu (time accuracy).

Adalah ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas sesuai sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

4. Kualitas hasil kerja (quality of work)

Kualitas kerja adalah menunjukan hasil kerja yang dicapai dari segi ketepatan, ketelitian dan keterampilan.

5. Komunikasi (communication).

(39)

2.2.4.3. Faktor – Faktor Yang Mempengar uhi Kiner ja Karyawan

1. Faktor lingkungan kerja menurut Newstrom, (1996:469-478) presillia (2012): a. Illumination

Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi para karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Dengan penerangan yang baik para karyawan akan dapat bekerja dengan cermat dan teliti sehingga hasil kerjanya mempunyai kualitas yang memuaskan. Cahaya yang kurang jelas (kurang cukup) mengakibatkan penglihatan kurang jelas, sehingga pekerjaan menjadi lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksankan pekerjaan, sehingga tujuan dari badan usaha sulit dicapai.

b. Temperature

Bekerja pada suhu yang panas atau dingin dapat menimbulkan penurunan kinerja. Secara umum, kondisi yang panas dan lembab cenderung meningkatkan penggunaan tenaga fisik yang lebih berat, sehingga pekerja akan merasa sangat letih dan kinerjanya akan menurun.

c. Noise

(40)

26

d. Motion

Kondisi gerakan secara umum adalah getaran. Getaran-getaran dapat menyebabkan pengaruh yang buruk bagi kinerja, terutama untuk aktivitas yang melibatkan penggunaan mata dan gerakan tangan secara terus-menerus.

e. Pollution

Pencemaran ini dapat disebabkan karena tingkat pemakaian bahanbahan kimia di tempat kerja dan keanekaragaman zat yang dipakai pada berbagai bagian yang ada di tempat kerja dan pekerjaan yang menghasilkan perabot atau perkakas. Bahan baku-bahan baku bangunan yang digunakan di beberapa kantor dapat dipastikan mengandung bahan kimia yang beracun. Situasi tersebut akan sangat berbahaya jika di tempat tersebut tidak terdapat ventilasi yang memadai

f. Aesthetic Factors

Faktor keindahan ini meliputi: musik, warna dan bau-bauan. Musik, warna dan bau-bauan yang menyenangkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dalam melaksankan pekerjaanya.

Faktor individu meliputi: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang.

2. Faktor stress kerja menurut handoko, 2001 : 200 Ada 2 kategori, yaitu on the

job dan off the :

On the job antara lain:

(41)

b. tekanan atau desakan waktu c. kualitas supervisi yang jelek d. iklim politis yang tidak aman

e. umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai

f. wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab g. kemenduaan peranan (role ambiguity)

h. frustasi

i. konflik antar pribadi dan antar kelompok

j. perbedaan antara nilai – nilai perusahaan dana karyawan k. berbagai bentuk perusahaan

Off the job antara lain : 1. kekuatiran financial

2. masalah – masalah yang bersangkutan dengan anak 3. masalah – masalah fisik

4. masalah – masalah perkawinan (misal perceraian) 5. perubahan – perubahan yang terjadi ditempat tinggal 6. masalah – masalah pribadi lainnya, seperti kematian

2.3. Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan

(42)

28

semangat kerja dan kegairahan kerja karyawan dalam melakasanakan pekerjaannya, kinerja karyawan akan meningkat. Sedangkan lingkungan kerja yang tidak memadai dapat mengggangu konsentrasi karyawan dalam melaksanakan pekerjaaannya sehingga menimbulkan kesalahan dalam bekerja dan kinerja karyawan akan menurun.Analisa, Wulan,(2011).

Lingkungan Kerja merupakan salah satu faktor penting dalam menciptakan kinerja karyawan. Karena Lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap karyawan didalam menyelesaikan pekerjaan yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja oragnisasi. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik apabila karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Oleh karena itu penentuan dan penciptaan lingkungan kerja yang baik akan sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Sebaliknya apabila lingkungan kerja yang tidak baik akan dapat menurunkan motivasi serta semangat kerja dan akhirnya dapat menurunkan kinerja karyawan. Menurut Sedarmayanti ( 2001 ).

Hasil penelitian ini didukung oleh Wulan (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa lingkungan kerja secara signifikan bepengaruh terhadap kinerja karyawan DESPERINDAG dan dari variable lingkungan kerja yang dominan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

2.4. Pengaruh Stress Kerja Ter hadap Kinerja Karyawan

(43)

mempunyai pengaruh terhadap diri pribadi tetapi juga berpengaruh terhadap kumpulan individu atau organisasi, sebagai akibatnya kepuasan kerja, ketidakhadiran dan kinerja dari kumpulan individu tersebut dapat terganggu.

Stres adalah suatu respon yang adaptif, dihubungkan dengan karakteristik dan atau proses psikologis individu, yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan eksternal, situasi, atau peristiwa yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik khusus pada seseorang. Para peneliti menyimpulkan bahwa stres memicu salah satu dari dua reaksi berikut, yaitu memerangi secara aktif atau melarikan diri secara pasif yang disebut respon memerangi atau melarikan diri (fight or flight response). Secara fisiologis, respons stres merupakan “penyampaian suatu pesan” biokimiawi yang melibatkan perubahan hormonal yang memobilisasi tubuh terhadap tuntutan yang luar biasa. Contoh pada era modern sekarang ini adalah adanya persoalan seperti tenggat waktu, konflik peran, tanggungjawab finansial, kelebihan informasi teknologi, ambiguitas, persoalan pribadi ataupun keluarga dan beban kerja yang berat. Respon stres yang kadang terjadi adalah adanya perubahan kesehatan tubuh, misalnya sakit kepala, serangan jantung, tekanan darah tinggi, insomnia, dan stroke yang dampaknya adalah merusak aktifitas kehidupan kita sehari-hari. Menurut Sari dalam dwi (2010) meneliti tentang pengaruh sumber-sumber stress kerja terhadap kinerja karyawan yang menunjukkan bahwa individual stress berpengaruh paling dominan terhadap kinerja karyawan.

(44)

30

karyawan wanita di PT. TIKI JNE (Jalur Nugraha Ekakurir) dan dari variabel stres kerja yang dominan berpengaruh terhadap kinerja

2.4. Kerangka Konseptual

.

2.5. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, penelitian terdahulu serta landasan teori yang dipergunakan dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

1. Diduga Lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan UPT Sampean Baru Bondowoso

2. Diduga stress kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan UPT Sampean Baru Bondowoso.

Lingkungan Ker ja

(X1)

Kiner ja Kar yawan

(Y)

(45)

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional

Berdasarkan uraian diatas, variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Lingkungan Kerja (X1) Lingkungan kerja adalah suasana dimana para pegawai melaksanakan pekerjaan (Sumarni, 2003: 72). Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan karena berkaitan erat dengan tinggi rendahnya semangat kerja para pegawai. Menurut Ratnawati (dikutip dari Arikunto 2006), adapun indikator dari lingkungan kerja adalah sebagai berikut:

a) Penerangan cahaya b) Suhu udara

c) Suara bising d) Keamanan kerja e) Hubungan karyawan

2. Stres Kerja (X2) Stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam, (Anoraga 2001, h.108). Adapun indikator stres kerja menurut Igor S dalam Septianto,(2010) sebagai berikut:

(46)

32

b) Ketidakcocokan dengan pekerjaan c) Pekerjaan yang berbahaya

d) Beban lebih

e) Target dan harapan yang tidak realistis

3. Kinerja Karyawan (Y) Definisi kinerja menurut Teguh (2003 : 223) Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Indikator kinerja menurut Teguh (2003 : 225) adalah :

a) Kemampuan (capability). b) Prakarsa inisiatif (initiative). c) Ketepatan waktu (time accuracy). d) Kualitas hasil kerja (quality of work) e) Komunikasi (communication). 3.1.2. Pengukuran Variabel

Variabel ini diukur dengan data yang berskala interval. sedangkan teknik pengukurannya menggunakan semantik diferensial yang mempunyai skala 7 poin dengan pola sebagai berikut :

1 7 Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju

(47)

3.2. Teknik Penentuan Populasi Dan Sampel a. Populasi

Populasi yang dituju dalam penelitian ini adalah karyawan PNS UPT Sampean Baru Bondowoso sebanyak 147 karyawan.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari sebuah populasi, yang mempunyai ciri dan karakteristik yang sama dengan populasi tersebut, karena itu sebuah sampel harus merupakan representatif dari sebuah populasi,(Sumarsono, 2002 : 44). Dalam penentuan sample dalam penelitian menggunakan metode sensus yang berarti semua populasi didaftar untuk menjadi sampel, dengan demikian maka yang menjadi sample adalah semua karyawan PNS UPT Sampean Baru Bondowoso sebesar 147 karyawan. Dalam penelitian ini yang menilai kinerja karyawan adalah seorang kepala UPT PSDA WS Sampean Baru Bondowoso.

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. J enis Data

Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian dengan cara kuesioner.

3.3.2. Sumber Data

(48)

34

3.3.3. Pengumpulan Data

Terkait dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan, berikut disajikan metode pengumpulan data terkait dengan penelitian yang dilakukan:

a. Interview, yaitu mengadakan wawancara pada pimpinan perusahaan tentang masalah yang ada diperusahaan saat ini.

b. Kuesioner, yaitu metode pengumpulan data dengan cara membagikan lembar pertanyaan yang harus diisi oleh responden guna melengkapi data untuk uji Pls.

3.4. Uji Validitas Dan Reliabilitas 3.4.1. Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu derajat ketepatan alat ukur penelitian tentang isi sebenarnya yang diukur. Analisis validitas item bertujuan untuk menguji apakah tiap butir pertanyaan benar-benar sudah sahih, paling tidak kita dapat menetapkan derajat yang tinggi dari kedekatan data yang diperoleh dengan apa yang diyakini dalam pengukuran. Sebagai alat ukur yang digunakan, analisis ini dilakukan dengan cara mengkorelasiakn antar skor item denga skor total item. Dalam hal ini koefisien korelasi yang nilai signifikasinya lebih kecil dari 5 % (level of significance) menunjukkan bahwa item-item tersebut sudah sahih sebagai pembentukan indikator.

3.4.2. Uji Reliabilitas

(49)

dilakukan dengan tujuan mengetahui konsistensi dari instrument sebagai alat ukur, sehingga hasil pengukuran dapat dipercaya. Dalam penelitian ini menggunakan rumus Cronbach Alpha dengan bantuan software smart PLS. Suatu pertanyaan pada kuesioner dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach > 0,60 (Purbayu & Ashari, 2005 : 247).

3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.5.1. Teknik Analisis

Partial Least Square (PLS) merupakan sebuah metode untuk mengkonstruksi model-model yang dapat diramalkan ketika faktor-faktor terlalu banyak. PLS dikembangkan pertama kali oleh Wold sebagai metode umum untuk mengestimasi path model yang menggunakan variabel laten dengan mutiple indikator. PLS juga merupakan factor indeterminacy metode analisis yang powerful karena tidak mengasumsikan data harus dengan pengukuran skala tertentu, jumlah sampel kecil. Awalnya Partial least Square berasal dari ilmu sosial (khususnya ekonomi, Herman Wold, 1996). Model ini dikembangkan sebagai alternatif untuk situasi dimana dasar teori pada perancangan model lemah atau indikator yang tersedia tidak memenuhi model pengukuran refleksif. PLS selain dapat digunakan sebagai konfirmasi teori juga dapat digunakan untuk membangun hubungan yang belum ada landasan terorinya atau untuk pengujian proposisi. Selain PLS, metode lain yang dapat digunakan adalah SEM (Structur Equation Modelling) tetapi dengan jumlah sample yang besar.

(50)

36

persamaan struktural untuk menguji teori atau pengembangan teori untuk tujuan prediksi oleh Ghozali (2008: 5) . Pada situasi dimana penelitian mempunyai dasar teori yang kuat dan pengujian teori atau pengembangan teori sebagai tujuan utama riset, maka metode dengan covariance based (Generalized Least Squares) lebih sesuai. Namun demikian adanya indeterminacy dari estimasi factor score maka akan kehilangan ketepatan prediksi dari pengujian teori tersebut. Untuk tujuan prediksi, pendekatan PLS lebih cocok. Karena pendekatan untuk mengestimasi variabel laten dianggap sebagai kombinasi linier dari indikator maka menghindarkan masalah indeterminacy dan memberikan definisi yang pasti dari komponen skor.

PLS merupakan pendekatan yang lebih tepat untuk tujuan prediksi, hal ini terutama pada kondisi dimana indikator bersifat formatif. Dengan variabel laten berupa kombinasi linier dari indikatornya, maka prediksi nilai dari variabel laten dapat dengan mudah diperoleh, sehingga prediksi terhadap variabel laten yang dipengaruhinya juga dapat dengan mudah dilakukan (Ghozali 2008). Sedangkan SEM kurang cocok untuk tujuan prediksi karena indikatornya bersifat refleksif, sehingga perubahan nilai dari suatu indikator sangat sulit untuk mengetahui perubahan nilai dari variabel laten, sehingga pelaksanaan prediksi sulit dilakukan. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan metode PLS.

3.5.1.1. Cara Kerja PLS

(51)

yang menghubungkan variabel laten dan antar variabel laten dan indikatornya (loading), ketiga berkaitan dengan means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten. Untuk memperoleh ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses iterasi tiga tahap dan setiap tahap iterasi menghasilkan estimasi. Tahap pertama menghasilkan weight estimate, tahap kedua menghasilkan estimasi untuk inner model dan outer model, tahap ketiga menghasilkan estimasi means dan lokasi(konstanta).

Selama iterasi berlangsung inner model estimate digunakan untuk mendapatkan outside approximation weigth, sementara itu outer model estimate digunakan untuk mendapatkan inside approximation weight. Prosedur iterasi ini akan berhenti ketika persentase perubahan setiap outside approximation weight relatif terhadap proses iterasi sebelumnya kurang dari 0,01.

3.5.1.2. Model Spesifikasi PLS

PLS terdiri atas hubungan eksternal ( outer model atau model pengukuran) dan hubungan internal (inner model atau model struktural). Hubungan tersebut didefinisikan sebagai dua persamaan linier, yaitu model pengukuran yang menyatakan hubungan antara peubah laten dengan sekelompok peubah penjelas dan model struktural yaitu hubungan antar peubah-peubah laten (Gefen,2000).

(52)

38

3.5.1.3. Langkah-Langkah PLS

Langkah-langkah pemodelan persamaan struktural PLS dengan software adalah seperti dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Langkah-langkah Analisis PLS

(1). Langkah Pertama: Merancang Model Str uktural (inner model)

Perancangan model struktural hubungan antar variabel laten pada PLS didasarkan pada rumusan masalah atau hipotesis penelitian. Pada SEM perancangan model adalah berbasis teori, akan tetapi pada PLS bisa berupa:

(a) Teori, kalau sudah ada

Merancang Model Struktural

(53)

(b) Hasil penelitian empiris

(c) Analogi, hubungan antar variabel pada bidang ilmu yang lain

(d) Normatif, misal peraturan pemerintah, undang-undang, dan lain sebagainya

(e) Rasional.

Oleh karena itu, pada PLS dimungkinkan melakukan eksplorasi hubungan antar variabel laten, sehingga sebagai dasar perancangan model struktural bisa berupa proposisi. Hal ini tidak direkomendasikan di dalam SEM, yaitu perancangan model berbasis teori, shingga pemodelan didasarkan pada hubungan antar variabel laten yang ada di dalam hipotesis.

(2). Langkah Kedua: Merancang Model Pengukuran (outer model)

Pada SEM perancangan model pengukuran hanya merujuk pada definisi operasional variabel, sesuai dengan proses perancangan instrumen penelitian. Model indikator di dalam SEM semua bersifat refleksif, sehingga perancangan model pengukuran jarang dibicarakan secara detail.

Di sisi lain, pada PLS perancangan model pengukuran (outer model) menjadi sangat penting, yaitu terkait dengan apakah indikator bersifat refleksif atau formatif. Merancang model pengukuran yang dimaksud di dalam PLS adalah menentukan sifat indikator dari masing-masing variabel laten, apakah refleksif atau formatif. Kesalahan dalam menentukan model pengukuran ini akan bersifat fatal, yaitu memberikan hasil analisis yang salah.

(54)

40

sebelumnya, atau kalau belum ada adalah rasional. Pada tahap awal penerapan PLS, tampaknya rujukan berupa teori atau penelitian empiris sebelumnya masih jarang, atau bahkan belum ada. Oleh karena itu, dengan merujuk pada definisi konseptual dan definisi operasional variabel, diharapkan sekaligus dapat dilakukan identifikasi sifat indikatornya, bersifat refleksif atau formatif.

(3). Langkah Ketiga: Mengkonstruksi diagr am J alur

Bilamana langkah satu dan dua sudah dilakukan, maka agar hasilnya lebih mudah dipahami, hasil perancangan inner model dan outer model tersebut, selanjutnya dinyatakan dalam bentuk diagram jalur. Contoh bentuk diagram jalur untuk PLS dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.2 Contoh Diagram Jalur untuk PLS (sama dengan Gambar 1)

(4). Langkah Keempat: Konversi diagr am J alur ke dalam Sistem Per samaan

(55)

mendefinisikan karakteristik variabel laten dengan indikatornya. Model indikator refleksif dapat ditulis persamaannya sebagai berikut:

x = Λxξ + εx y = Λy η + εy

Di mana X dan Y adalah indikator untuk variabel laten eksogen (ξ) dan

endogen (η). Sedangkan Λx dan Λy merupakan matriks loading yang

menggambarkan seperti koefisien regresi sederhana yang menghubungkan variabel laten dengan indikatornya. Residual yang diukur dengan εx danεy

dapat diinterpretasikan sebagai kesalahan pengukuran atau noise. Model indikator formatif persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:

ξ = ΠξXi + δx

η = ΠηYi + δy

Dimana ξ, η, X, dan Y sama dengan persamaan sebelumnya. Πx dan Πy adalah seperti koefisen regresi berganda dari variabel laten terhadap indikator, sedangkan δx dan δy adalah residual dari regresi.

Pada model PLS Gambar 3 terdapat outer model sebagai berikut: Untuk variabel latent eksogen 1 (reflektif)

x1 = λx1 ξ1 + δ1

x2 = λx2 ξ1 + δ2

(56)

42

Untuk variabel latent eksogen 2 (formatif) ξ2 = λx4 X4 + λx5 X5 + λx6 X6 + δ4

Untuk variabel latent endogen 1 (reflektif) y1 = λy1 η1 + ε1

y2 = λy2 η1 + ε2

Untuk variabel latent endogen 2 (reflektif) y3 = λy3 η2 + ε3

y4 = λy4 η2 + ε4

b) Inner model, yaitu spesifikasi hubungan antar variabel laten (structural model), disebut juga dengan inner relation, menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan teori substansif penelitian. Tanpa kehilangan sifat umumnya, diasumsikan bahwa variabel laten dan indikator atau variabel manifest diskala zero means dan unit varian sama dengan satu, sehingga parameter lokasi (parameter konstanta) dapat dihilangkan dari model.

Model persamaannya dapat ditulis seperti di bawah ini: η = βη + Γξ + ζ

Dimana η menggambarkan vektor vaariabel endogen (dependen), ξ adalah

(57)

ηj = Σi βji ηi + Σi γjbξb + ζj

Dimana γjb (dalam bentuk matriks dilambangkan dengan Γ) adalah koefisien jalur yang menghubungkan variabel laten endogen (η) dengan

eksogen (ξ). Sedangkan βji (dalam bentuk matriks dilambangkan dengan

β) adalah koefisien jalur yang menghubungkan variabel laten endogen (η)

dengan endogen (η); untuk range indeks i dan b. Parameter ζj adalah

variabel inner residual.

Pada model PLS Gambar 3 inner model dinyatakan dalam sistem persamaan sebagai berikut:

η1 = γ1ξ1 + γ2ξ2 + ζ1

η2 = β1η1 + γ3ξ1 + γ4ξ2 + ζ2

c) Weight relation, estimasi nilai variabel latent. Inner dan outer model memberikan spesifikasi yang diikuti dengan estimasi weight relation dalam algoritma PLS:

ξb = Σkb wkb xkb

ηi = Σki wki xki

Dimana wkb dan wki adalah k weight yang digunakan untuk membentuk estimasi variabel laten ξb dan ηi. Estimasi data variabel laten adalah linear agregat dari indikator yang nilai weight-nya didapat dengan prosedur estimasi PLS.

(5). Langkah Kelima: Estimasi

(58)

44

cara iterasi, dimana iterasi akan berhenti jika telah tercapai kondisi konvergen. Pendugaan parameter di dalam PLS meliputi 3 hal, yaitu :

1) Weight estimate yang digunakan untuk menghitung data variabel laten 2) Estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan antar variabel laten dan

estimasi loading antara variabel laten dengan indikatornya.

3) Means dan parameter lokasi (nilai konstanta regresi, intersep) untuk indikator dan variabel laten.

Sebagai langkah awal iterasi, algoritmanya adalah menghitung aproksimasi outside dari variabel latent dengan cara menjumlahkan indikator dalam setiap kelompok indikator dengan bobot yang sama (equal weight). Bobot untuk setiap iterasi diskalakan untuk mendapatkan unit varian dari skor variabel laten untuk N kasus dalam sampel. Dengan menggunakan skor untuk setiap variabel latent yang telah diestimasi, kemudian digunakan untuk pendugaan aproksimasi inside variabel laten.

(59)

(komponen utama) dari variabel laten tetangganya. Skema weighting dengan faktor memaksimumkan varian dari komponen utama variabel laten ketika jumlah variabel laten menjadi tak terhingga jumlahnya. Skema dengan path weighting membobot variabel laten tetangga dengan cara berbeda tergantung apakah variabel laten tetangga merupakan anteseden atau konsekuen dari variabel laten yang ingin kita estimasi.

Dengan hasil estimasi variabel laten dari aproksimasi inside, maka didapatkan satu set pembobot baru dari aproksimasi outside. Jika skor aproksimasi inside dibuat tetap (fixed), maka dapat dilakukan regresi sederhana atau regresi berganda bergantung apakah indikator dari variabel laten bersifat refleksif ataukah model berbentuk formatif. Oleh karena

inside

outside

(60)

systematic part accounted

(6). Langkah Keenam: Goodness of Fit outer model

convergent discriminant validity composite

realibility outer model

substantive content

relative weight

weight

inner model

Stone-Geisser Q Square test

(61)

try out

Convergent validity

loading

Discriminant validity

cross loading

cross loading

cross loading

square root of average variance extracted

square root of average

variance extracted

discriminant validity

i

i i i

λ

λ ε

=

+

(62)

Composite reliability

composite reliability

i i

i c

i

λ ρ

λ ε

=

+

b). Inner model

Goodness of Fit Model

Q-Square predictive

relevance

predictive relevance

predictive relevance

m

R path analysis

(63)

inner model

inner model

distribution free

t-test p-value

outter model

(64)

number of samples

case per sample

3. Asumsi PLS

inner model

4. Sample Size

resampling Bootestrapping

structural paths inner model.

(65)
(66)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskr iptif Hasil Penelitian 4.1.1. Gambaran Umum Per usahaan

Sebelum ditetapkannya pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam UU No. 22 tahun 1999, dan PP. No. 25 tahun 2000, yang akan dilakukan serentak oleh semua dinas sektoral di Tingakat Pemerintah Kabupaten, Dinas PU Pengairan Propinsi Jawa Timur telah melaksanakan kebijakan Pemerintah tentang penyelenggaraan otonomi yang dititik beratkan pada Daerah Tingkat II. Sebagai dasar pelaksanaan tersebut adalah U U No. 5 tahun 1974 dan PP No. 45 tahun 1992. Tindak lanjut tersebut diterbitkan Perda Propinsi Dati I Jawa Timur No. 17 tahun 1994 tentang penyerahan sebagian urusan Pemerintah Bidang PU Pengairan ke Kabupaten Dati II. Urusan yang diserahkan ke Kabupaten Dati II adalah Irigasi secara utuh, kecuali irigasi yang besifat lintas Dati II/Kabupaten.

(67)

Dati I Jawa Timur Nomor 9 tahun 1996 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) PU Pengairan Daerah Propinsi Dati I Jawa Timur tanggal 30 Nopember 1996. Salah satu UPTD tersebut adalah Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai Sampean Baru, dimana wilayah kerjanya adalah merupakan satuan wilayah sungai yang berada di 3 (tiga) kabupaten yaitu Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi,

Pada tahun 1998, tepatnya tanggal 22 Januari 1998, Institusi Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai (BPSAWS) yang baru, telah resmi melakukan kegiatan Balai dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Nomor : 821.2/67/1998 tentang Pengangkatan Pejabat Balai dan pelantikannya pada bulan Pebruari 1998.

Kemudian setelah ditetapkan awal pelaksanaan Otonomi Daerah pada tahun 2000, sebagai implementasi UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan PP. No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerinta Pusat dan Daerah, maka dasar kebijakan institusi Balai masuk dalam Perda 23 tahun 2000, yaitu tentang Dinas PU Pengairan Propinsi Jawa Timur dimana struktur organisasi Balai terdiri dari Kepala Balai, Kasubag Tata Usaha dan Seksi Tata Operasional dan 3 (tiga) Subseksi yaitu Operasi Pengolahan Data, Pemeliharaan dan Perbaikan, serta Pengendalian dan Pengamanan. Strukutr organisasi Perda tersebut dapat dilihat pada data terlampir.

(68)

54

tersebar lebih dari satu kabupaten serta kegiatan fungsional tahunan berupa Proyek Pembangunan, maka perda No. 23 Tahun 2000 ditinjau kembali untuk dikembangkan sesuai dengan analisa beban kerja Balai terutama dibidang keteknikannya, yang sebelumnya satu seksi ditambah menjadi tiga seksi.

Tugas pokok Balai PSAWS adalah meliputi urusan : a. Irigasi lintas Kabupaten/Kota;

b. Penyediaan Air Baku untuk berbagai keperluan (Industri) pelabuhan, air bersih, listrik tenaga air, tambak, pariwisata dan lain-lain;

c. Sungai;

d. Danau, waduk, situ dan embung;

e. Pengendalian banjir dan penanggulangan kekeringan; f. Rawa;

g. Pengendalian pencemaran; h. Perlindungan pantai; i. Muara dan delta.

Selain tugas pokok tersebut, Balai mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Pelaksanaan operasional pelayanan kepada masyarakat dibidang Pengairan; b. Pelaksanaan operasional konservasi/pelestarian air dan sumber air;

c. Pelaksanaan pelayanan teknis administrasi ketata usahaan.

(69)

Bondowoso setelah diberlakukannya pelaksanaan otonomi daerah antara tahun 2000 sampai dengan sekarang tahun 2008 adalah melaksanakan Tupoksi Balai sesuai perda No. 23 tahun 2000 dengan uraian sebagai berikut :

a. Pelaksanaan operasional pelayanan kepada masyarakat di bidang pengelolaan sumberdaya air serta tata pengaturan air (alokasi air).

b. Pelaksanaan konservasi / pelestarian air dan sumber-sumber air c. Pemeliharaan sumber-sumber air dan bangunan pengairan d. Pengendalian banjir dan penanggulangan kekeringan e. Pengendalian pencemaran air

f. Pelaksanaan ketata usahaan

g. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas PU Pengairan Propinsi Jawa Timur.

Pada tahun 2008 Balai Pengeloalaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai (BPSAWS) Nomenklatur kelembagaan berubah menjadi Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (UPT PSAWS). Di Jawa Timur ada 9 (sembilan) UPT PSAWS salah satunya adalah UPT PSAWS Sampean Baru Bondowoso.

Jadi Kelembagaan UPT Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Sampean Baru Bondowoso, adalah merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi Jawa Timur berdasarkan :

(70)

56

tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas P.U. Pengairan Propinsi Jawa Timur

Perubahan nomenklatur tersebut sehubungan adanya perubahan regulasi maupun regulasi baru yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Regulasi / peraturan yang baru tentunya mengikuti adanya perkembangan sisitim tatanan pemerintah yang sedang berjalan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah daerah (kabupaten / kota), kondisi masyarakat sekarang, perkembangan pemanfaat (stakeholders) serta kondisi alam yang ada dengan tetap memperhatikan azas – azas sumber daya air antara lain berkeadilan, merupakan kemanfaatan umum, harus ada keterpaduan, ada keseimbangan fungsi sosial dan nilai ekonomis, kemandirian, transparansi dan akuntabilitas publik. Disamping itu, juga dalam rangka upaya mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan air guna mencukupi kebutuhan air bagi pengguna agar selalu ada keseimbangan, keterpaduan dalam pengelolaan sumber daya air antar sektor, antar wilayah, antar generasi, serta dengan semangat demokratisasi, desentralisasi dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara sehingga dapat tercapainya peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

1. Dasar Hukum perubahan Kelembagaan UPT PSAWS di Jawa Timur , Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut :

(71)

d. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah;

e. Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air;

f. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Timur.

g. Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 89 tahun 2008 tentang Uraian Tugas Sekretariat, Bidang, Sub Bagian dan Seksi Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Provinsi Jawa Timur

h. Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 126 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Provinsi Jawa Timur.

2. UPT Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas di bidang teknis operasional pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai yakni pengawasan, pengkoordinasian pengelolaan Sumber Daya Air dan sumber2 air pada wilayah sungai serta urusan ketatausahaan dan pelayanan masyarakat

Untuk melaksanakan tugas UPT Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai mempunyai fungsi;

a. pelaksanaan operasi pelayanan kepada masyarakat di bidang pengelolaan sumberdaya air;

(72)

58

d. pengendalian banjir dan menanggulangi kekeringan; e. pengendalian pencemaran air;

f. pelaksanaan ketatausahaan dan pelayanan masyarakat;

g. pelaksanaan tugas - tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas. UPT Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai terdiri atas :

a. Kepala UPT

b. Sub Bagian Tata Usaha c. Seksi Operasi

d. Seksi Pemeliharaan dan Perbaikan.

Sub Bagian dan Seksi dipimpin Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala UPT. Kepala UPT Pengelo!aan Sumber Daya Air Wilayah Sungai mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas di bidang teknis operasional pengeloIaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai yakni memimpin, mengawasi, mengkoordinasikan pengelolaan Sumber Daya Air dan sumber air pada wilayah sungai serta urusan ketatausahaan dan pelayanan masyarakat.

4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan

(73)

• Misi adalah pernyataan komprehensif tentang hal-hal yang hendak dicapai Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur dalam rangka mewujudkan visi. Misi yang ditetapkan adalah :

a. Meningkatkan pengelolaan SDA permukaan yang memberikan keadilan dan keselarasan masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhan antar daerah dan antar kepentingan dengan melakukan konservasi SDA, pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak. b. Mendayagunakan sumber daya air secara adil serta memenuhi

persyaratan kualitas dan kuantitas untuk berbagai kebutuhan masyarakat.

c. Mengendalikan dan mengurangi dampak negatif daya rusak air.

d. Meningkatkan peran serta masyarakat, dunia usaha dan peran Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya air.

e. Membangun jaringan sistem informasi sumber daya air yang terpadu, antar sektor dan antar wilayah. Meningkatkan pengelolaan sumber daya air permukaan yang memberikan keadilan dan keselarasan masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhan antar daerah dan antar kepentingan dengan melakukan konservasi SDA, pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak air.

f. Meningkatkan standart pelayanan minimum (SPM) yang dapat memenuhi persyaratan minimal kelayakan, sehingga dapat menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dan proporsional.

g. Meningkatkan tata pengaturan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

(74)

60

4.2. Analisis Karakteristik Responden

Data mengenai keadaan responden dapat diketahui melalui jawaban responden dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner.

a. Jenis Kelamin

Dari 147 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat diketahui jenis kelamin dari responden yakin pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

1 Laki-laki 115 78.2% kuisioner, 115 berjenis kelamin laki-laki dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 32 responden, hal ini menunjukkan bahwa mayoritas yang menjadi karyawan pada perusahaan tersebut adalah laki-laki.

b. Usia

Dari 147 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat diketahui usia para responden yaitu pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

No Usia (Tahun) Jumlah Persentase (%)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat nasabah karyawan yang bekerja di

(75)

tahun sebanyak 77 responden, kemudian pada peringkat kedua adalah responden yang berusia 21-30 tahun sebanyak 45 responden.

4.2.1. Deskr ipsi Variabel

4.2.1.1. Deskr ipsi Variabel Lingkungan Kerja (X1)

Tabel 4.3. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Lingkungan Kerja

No Pertanyaan Skor Jawaban Skor

1 2 3 4 5 6 7

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Indikator pertama dari lingkungan kerja, yaitu Pemberian penerangan cahaya di tempat kerja anda sudah optimal, mendapat respon terbanyak pada skor 5 dengan jumlah responden sebanyak 55, kemudian terbanyak kedua terdapat pada skor 6 dengan jumlah resonden 37 Artinya, sebagian besar responden yang menjawab setuju.

Gambar

Tabel 1: Rekapitulasi Pemeriksaan UPT PSDA WS Sampean Baru
Gambar 3.1.  Langkah-langkah Analisis PLS
Gambar 3.2 Contoh Diagram Jalur untuk PLS (sama dengan Gambar 1)
Tabel 4.1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait