-
--h:;"~~)
Pikiran
Rakyat
~NPAD
"
FDN UNPADAda
~"Peh
CUll"
d
i Tangerang
-
-
~ ~ ~~= ==
. - . " --- . - -; - ~---L
AIN ladang lain belalang, di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Hal itu diyakini dengan penuh kesadaran oleh para pendatang dari ranah Cina manakala tiba dan menetap di Nusantara. Begitu pula yang dikembangkan para imigran Cina ketika tumbuh dan berkembang di wilayah Tangerang, Banten.Tradisi Peh Cun yang kini jadi salah satu agenda budaya di Kota Tangerang kembali diangkat pada pascareformasi setelah puluhan tahun tiarap karena dipaksa tidak boleh dirayakan oleh rezim Orba. Hal itu berkaitan dengan peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Pada saat ini, pelaksanaan per-ayaan Peh Cun dibarengkan den-gan Festival Cisadane. Di sekitar dan sepanjang sungai Cisadane dalam seminggu penuh dimeri-ahkan berbagai macam kesenian, baik yang tradisi maupun yang kontemporer. Di ajang itU, kita bisa menyaksikan keindahan beragam kes'enian khas Betawi-Tangerang, seperti Gambang Kromong dan Cokek.
Dalam perayaan itu, batas warga pribumi dan pendatang nyaris tidak ada karena keduanya meny-atu dalam semangat kebersamaan. Dengan kebudayaan, perbedaan bisa disatukan dengan peleburan dan pencarian nilai-nilai kemanu-sian yang universal. Melalui per-ayaan tradisi Peh Cun, warga Tangerang bisa memahami bahwa perbedaan kebudayaan ada1ah rah-mat sekaligus kekayaan yang tak temilai.
Puncak perayaan Peh Cun dan Festival Cisadane adalah lomba
- --...
perahu naga dan perahu papak di sungai Cisadane. Seperti semangat yang terkandung dalam tradisi Peh Cun dan FestivalTangerang, lomba perahu ini menuntut kerja sarna dan kekompakan. Se6ab, bila me-mentingkan individualisme, selain tidak akan memenangi lomba atau melewati garis finis yang telah di-tentukan, juga akan mendatangkan marabahaya. Sebab, bisajadi, per-ahu yang dijalankan akan karam ke dasar sungai yang cukup dalam.
Sebelum lomba perahu naga dan papak, diadakan ritual menaburi sungai Cisadane dengan aneka rupa kekembangan. Akan tetapi, ritual yang tak pemah dilewatkan dalam tradisi Peh Cun adalah me-mandikan parahu keramat yang ditemukan padatahun 1912. Air yang digunakan untuk me-mandikan perahu keramat tersebut diambil dari sungi Cisadane. Akan tetapi, air sisa memandikan perahu tersebut tidak langsung dibuang, malah jadi rebutan warga Tangerang dan pengunjung ritual lainnya. Konon, air sisa me-mandikan perahu keramat tersebut mengandung berkah untuk ke-pentingan kehidupan.
**
DALAM tahun Masehi, ritus Peh Cun biasanya diadakan pada penghujung bulan Mei atau pert en-gahan Juni. Berdasarkan cerita rakyat masyarakat Tangerang, per-ayaan ini merupakan ritus
masyarakat Cina Tangerang untuk mengucap syukur yang dilakukan pada saat musim kemarau. Di negeri Cina sendiri, perayaan ini telaQ dilaksanakan sejak ribuan tahun yang lalu.-._~ .- -.. .
KHping
Hum\Js
Unpad
2009
"
Peh Cun berasal dari kata Peh
yang berarti dayung (merengkuh
dayung) dan Cun yang berarti
per-ahu. Dengan demikian, Peh Cun
dapat diartikan sebagai hari raya
merengkuh atau mendayung
pe-rahu.
Terdapat dua kisah asal usul
fes-tival ini. Yangpertama adalah
peringatan atas kematian seorang
menteri dari negeri Chu bernama
Qu
Yuan dan yang kedua berasal
dari tradisi penghormatan suku
kuno Yue di Cina Selatan. Menurut
kisah yang pertama, konon Qu
Yuan adalah seorang menteri besar
yang bijaksana dan sukses dari
negeri Ch\l. Kesuksesannya
mem-buat iri banyak menteri, terutama
mereka yang tidak setia kepada
negeri Chu . Melalui perbuatan
li-cik dan fitnah, Qu Yuan dijatuhi
hukuman. Ia dibuang dan
dias-ingkan ke daerah Danau Tong
Ting, deka,tsungai Miluo. Dalam
pengasingannya, Ia mengalami
presi dan cemas terhadap masa
de-pan negeri Chu, kemudian bunuh
diri dengan melompat ke Sungai
Miluo.
Ia menceburkan diri ke sungai
saat musim kemarau, tepat pada
tanggal 5 bulan 5 penanggalan
Cina. Rakyat yang mencintainya
pun sedih dan berusaha mencari
je-nazah sang menteri. Karena
pen-carian mereka sia-sia, mereka pun
hanya melemparkan nasi dan
makanan lain ke dalam sungai agar
ikan dan'udang tidak memakan
je-nazah sang menteri. Akan tetapi,
ternyata di sungai tersebut tinggal
pula seekor naga yang segera
menghabiskan makanan yang telah
dibuang ke sungai. Untuk mence-
-
..-.
Sen;no
Selasao
Rabuo
Kam;sC)
Jumat
o
Sabtuo
M;nggu1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
';
18 19 2021
2
23
24
25
26
27
28
29
30
ISMAR PATRIZKljANTARA
WARGA mengikuti prosesi pembakaran replika perahu naga pada perayaan tradisi Tionghoa, "Peh Gun", di
Kp. Eretan, Tangerang, Banten, Kamis
(28/5).
Puncak "PehGun"atauperayaan mengucap syukur pada musim
kemarau tersebut, sekaligus mengenang negarawan legenda Tiongkok cikal bakal "PehGun
",
Khot Goan.*
gah makanan tersebut dimakan
na-ga, mereka lalu membungkus
makanan dengan daun bambu
(ba-cang). Banyaknyaorang yang
bo-lak-balik mencarijenazah sang
menteri inilah, yang menjadi cikal
bakal perlombaan perahu naga
atau perayaan Peh Cun setiap
tahunnya.
_
Kedua, pe~yaan sejenis P~hc:un
ini sebelumnya telah dirayakan oleh suku Yuedi bagian selatan negeri Cina pada zaman Dinasti Qin dan Dinasti Han. Perayaan yang dilakukan tersebut meru-pakan bentuk peringatan dan peng-hormatan kepada nenek moyang mereka. Setelah terjadi asimilasi secara budaya dengan suku mayori-tas, Han, perayaan ini kemudian
-".z..
---berubah dan berkembang menjadi perayaan.
Lepas dari kebenaran asal usul cerita rakyat tersebut, festival Peh Cun di Tangerang merupakan jawa-ban menyejukkan di tengah gencar-nya bahaya disintegrasi baI1$sa.
(Djasepudin, alumnus Prodi
Sas-tra Sunda Unpad, bergiat di