HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN LOYALITAS KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI
KALIMANTAN TIMUR
Anggita Sekar Arum Gupita ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan yang positif antara adversity quotient dan loyalitas kerja pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur. Subjek dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil di Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur yang berjumlah 74 orang.. Data penelitian dikumpulkan menggunakan Skala adversity quotient dan Skala loyalitas kerja yang telah disusun dengan teknik likert. Skala adversity quotient memiliki reliabilitas 0,914 dan skala loyalitas kerja memiliki reliabilitas 0,936. Analisis data dilakukan dengan uji hipotesis yang menggunakan pearson correlation. Hasil menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,733 yang berarti bahwa memiliki hubungan yang tinggi dan kuat, kemudian nilai signifikansi menunjukkan 0,00 ( p< 0,001 atau < 0,005 ), hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara adversity quotient dan loyalitas kerja pada pegawai negeri sipil. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang tinggi, kuat dan positif antara adversity quotient dan loyalitas kerja pada pegawai negeri sipil.
THE RELATION ADVERSITY QUOTIENT AND WORK LOYALTY TO CIVIL SERVANTS
IN DEPARTMENT OF TRANSPORTATION IN EASTKALIMANTANPROVINCE
Anggita Sekar Arum Gupita
ABSTRACT
This study aims to know the positive relation between adversity quotient and work loyalty of civil servants at the Department of Transportation in East Kalimantan province . The Subjects in this study were 74 Civil Servants at Department of Transportation in East Kalimantan Province. Researchers hypothesis that there is a positive relation between adversity quotient and work loyalty of civil servants.The research data revealed by the Scale adversity quotient and Scale work loyalty that has been compiled with the Likert technique . The scale adversity quotient has a reliability of 0.914 and the scale work loyalty has reliability 0.936 . The data was analyzed with Pearson correlation for hypothesis test, the results showed a correlation coefficient was 0.733 , which means that it has a high and strong relationship , then the value of significance was 0,00 ( p < 0.001 or < 0.005 ) , this indicating that there is a significant relation between adversity quotient and work loyalty in civil servants . In addition, the researchers also do hyphotesis test using linear test . The test results showed which means that there is a high, strong and positive relation between adversity quotient and work loyalty in civil servants.
i
HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN LOYALITAS KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI
KALIMANTAN TIMUR SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh : Anggita Sekar Arum Gupita
099114051
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
SKRIPSI
HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN LOYALITAS KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI
KALIMANTAN TIMUR
Disusun Oleh : Anggita Sekar Arum Gupita
099114051
Telah disetujui oleh :
Dosen Pembimbing Skripsi
iii
SKRIPSI
HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN LOYALITAS KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI
KALIMANTAN TIMUR
Dipersiapkan dan ditulis oleh: Anggita Sekar Arum Gupita
NIM: 099114051
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal20 Januari 2014
dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji :
Nama Lengkap Tanda Tangan
1. Ketua :Dr.T.Priyo Widiyanto, M.Si ... 2. Penguji 1 :M. M Nimas Eki Suprawati, M.Si, Psi ... 3. Penguji 2 : Dewi Soerna Anggraeni , M.Psi ...
Yogyakarta, Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Dekan,
iv
MOTTO
Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil, kita baru
yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik.
- Evelyn Underhill -
Artinya : “Allah meninggikan orang
-orang yang beriman diantara kamu
dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Dep
ag
RI, 1989 : 421)
Kemenangan yang seindah
–
indahnya dan sesukar
–
sukarnya yang
boleh direbut oleh manusia ialah menundukan diri sendiri. (R.A Kartini )
Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa
v
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini pada kedua orangtuaku yang dengan sabar
membesarkanku, memahamiku, mencintaiku dan menyayangiku. Semua
ini tidak lepas dari doa, dukungan dan kasih sayang yang telah kalian
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan dalam daftar pustaka, sebagaiman layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 20 Februari 2014
Penulis,
vii
HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN LOYALITAS KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI
KALIMANTAN TIMUR
Anggita Sekar Arum Gupita ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan yang positif antara adversity quotient dan loyalitas kerja pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur. Subjek dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil di Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur yang berjumlah 74 orang.. Data penelitian dikumpulkan menggunakan Skala adversity quotient dan Skala loyalitas kerja yang telah disusun dengan teknik likert. Skala adversity quotient memiliki reliabilitas 0,914 dan skala loyalitas kerja memiliki reliabilitas 0,936. Analisis data dilakukan dengan uji hipotesis yang menggunakan pearson correlation. Hasil menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,733 yang berarti bahwa memiliki hubungan yang tinggi dan kuat, kemudian nilai signifikansi menunjukkan 0,00 ( p< 0,001 atau < 0,005 ), hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara adversity quotient dan loyalitas kerja pada pegawai negeri sipil. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang tinggi, kuat dan positif antara adversity quotient dan loyalitas kerja pada pegawai negeri sipil.
viii
THE RELATION ADVERSITY QUOTIENT AND WORK LOYALTY TO CIVIL SERVANTS
IN DEPARTMENT OF TRANSPORTATION IN EASTKALIMANTANPROVINCE
Anggita Sekar Arum Gupita
ABSTRACT
This study aims to know the positive relation between adversity quotient and work loyalty of civil servants at the Department of Transportation in East Kalimantan province . The Subjects in this study were 74 Civil Servants at Department of Transportation in East Kalimantan Province. Researchers hypothesis that there is a positive relation between adversity quotient and work loyalty of civil servants.The research data revealed by the Scale adversity quotient and Scale work loyalty that has been compiled with the Likert technique . The scale adversity quotient has a reliability of 0.914 and the scale work loyalty has reliability 0.936 . The data was analyzed with Pearson correlation for hypothesis test, the results showed a correlation coefficient was 0.733 , which means that it has a high and strong relationship , then the value of significance was 0,00 ( p < 0.001 or < 0.005 ) , this indicating that there is a significant relation between adversity quotient and work loyalty in civil servants . In addition, the researchers also do hyphotesis test using linear test . The test results showed which means that there is a high, strong and positive relation between adversity quotient and work loyalty in civil servants.
ix
PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma
Nama : Anggita Sekar Arum Gupita
Nomor Mahasiswa : 099114051
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma, karya ilmiah saya yang berjudul:
HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN LOYALITAS KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI
KALIMANTAN TIMUR
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin kepada saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 20 Februari 2014 Yang menyatakan,
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum WR WB
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia – Nya setiap saat, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi berjudul “ Hubungan Adversity Quotient dan Loyalitas Kerja
pada Pegawai Negeri Sipil Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur”. Penulis
menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih
yang tidak terhingga kepada :
1.) Bapak DR.T. Priyo Widiyanto selaku Dekan Fakultas Psikologi Sanata Dharma
dan dosen pembimbing, terimakasih telah mengajarkan saya banyak hal dalam
mengerjakan skripsi ini, terimakasih karena bapak mengajarkan saya dengan
kesabaran dan ketulusan yang sangat berarti bagi saya.
2.)Kedua Orangtuaku, atas segala doa, kepercayaan, dukungan dan kasih sayang
kalian kepada anakmu yang sangat menyayangimu. Semoga selanjutnya anakmu ini
dapat terus membanggakan dan membahagiakanmu.
3.)Adik perempuan dan adik laki – laki ku, terima kasih telah memberikan dukungan
dan kebahagiaan selama ini, semoga kakakmu ini bisa terus menjadi contoh yang baik
bagi kalian berdua.
4.)Okkynanda sekeluarga, terimakasih atas dukungan dan doa yang telah diberikan
xi
5.)Allah SWT, atas segala kepercayaan Nya kepada hamba atas berkah yang tidak
ternilai sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir yang mulia ini.
6.)Universitas Sanata Dharma Fakultas Psikologi, telah banyak ilmu dan wawasan
serta pengalaman hidup yang telah saya dapatkan disini. Semua itu tidak akan pernah
saya lupakan dan akan terus menjadi bekal saya di kehidupan saya selanjutnya.
7.)Teman – teman Fakultas Psikologi angkatan 2009, ( Cik stephie, ruthi, vero,
sherly, dinda, naomi, ayu, tyas, novi, pingkan, angga, riri, asty, gatyo, putra, brian,
gusbay, panjul, hani, arin, indri, ichan, adi, IOPC ) dan semua teman – teman yang
tidak bisa disebutkan namanya satu persatu, terima kasih banyak untuk dukungan
kalian.
8.)Seluruh pimpinan dan pegawai negeri di Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan
Timur, terimakasih karena telah mengijinkan saya melakukan penelitian dan
mendukung seluruh rangkaian penelitian yang dilakukan hingga skripsi ini selesai.
9.) Ibu M. M Nimas Eki Suprawati, M.Si, Psi dan Ibu Dewi Soerna Anggraeni M.Psi
sebagai dosen penguji skripsi saya, seluruh masukan dan pertanyaan yang diberikan
sangat membantu saya untuk dapat terus memperbaiki diri dan belajar dengan lebih
giat
Yogyakarta,
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
1. Manfaat Teoretis ... 8
xiii
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
A. Loyalitas Kerja... 10
1. Pengertian Loyalitas Kerja ... 10
2. Aspek-aspek dalam Loyalitas Kerja ... 11
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Loyalitas Kerja ... 13
B. Adversity Quotient ... 15
1. Pengertian Adversity Quotient ... 15
2. Tingkatan pada Adversity ... 16
3. Teori Dasar Adversity Quotient ... 18
4. Dimensi Adversity Quotient ... 20
5. Manfaat dari Kepemilikan Adversity Quotient ... 22
C. Pegawai Negeri ... 26
1. Pengertian Pegawai Negeri ... 26
2. Jenis-jenis Pegawai Negeri Sipil ... 27
3. Pegawai Negeri Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur ... 28
D. Dinamika Hubungan antara Adversity Quotient dan Loyalitas Kerja pada PNS di Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur ... 30
xiv
BAB III METODE PENELITIAN ... 35
A.Jenis Penelitian ... 35
1. Pendekatan Penelitian ... 35
2. Metode Penelitian ... 35
3. Definisi Konseptual Variabel ... 36
4. Definisi Operasional Variabel ... 37
B.Subjek Penelitian ... 38
1. Populasi ... 38
2. Teknik Pengambilan Sampel ... 38
C.Teknik Pengumpulan Data ... 39
1. Metode Pengumpulan Data ... 39
2. Alat Ukur Penelitian ... 40
3. Validitas dan Reliabilitas ... 44
4. Analisis Data ... 50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52
A. Proses Penelitian ... 52
1. Perijinan Penelitian ... 52
2. Pelaksanaan Penelitian ... 53
B. Deskripsi Subjek ... 54
C. Analisis Data Penelitian ... 55
1. Perbandingan Data Teoretis dan Data Empiris ... 55
xv
3. Uji Linearitas ... 58
4. Uji Korelasi ... 58
D. Pembahasan ... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 64
A. Kesimpulan ... 64
B. Keterbatasan Penelitian ... 64
C. Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 66
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Blue Print Skala Adversity Quotient sebelum Uji Coba ... 41
Tabel 2 Blue Print Skala Loyalitas Kerja sebelum Uji Coba ... 43
Tabel 3 Blue Print Skala Adversity Quotient setelah Uji Coba ... 46
Tabel 4 Blue Print Skala Loyalitas Kerja setelah Uji Coba ... 48
Tabel 5 Bidang / Bagian dan Jumlah Pegawai Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur ... 54
Tabel 6 Deskripsi Data Penelitian ... 56
Tabel 7 Hasil Uji Normalitas Data ... 57
Tabel 8 Hasil Uji Korelasi ... 59
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian dari Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ... 69
Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian dari Dinas Perhubungan Provinsi
Kalimantan Timur ... 71
Lampiran 3 Skala Adversity Quotient dan Loyalitas Kerja ( Tryout ) ... 73
Lampiran 4 Reliabilitas Skala Adversity Quotient dan Loyalitas Kerja ... 80
Lampiran 5 Skala Adversity Quotient dan Loyalitas Kerja (Skala
Penelitian) ... 86
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi ini, perkembangan dan kemajuan dari suatu instansi
dan organisasi menjadi tuntutan utama di setiap daerah maupun kota. Di dalam
proses perkembangannya, para pegawai yang dimiliki mempunyai peranan
penting. Salah satu hal yang menentukan keberhasilan suatu instansi atau
organisasi adalah produktivitas dan kinerja pegawai yang dimiliki. Hal ini
diperkuat oleh Daryanto (2007) yang menyatakan bahwa sumberdaya manusia
(pegawai) merupakan salah satu faktor utama untuk meningkatkan kemampuan
bersaing dan bertahan bagi institusi atau organisasi di era globalisasi.
Selain bergantung pada kemampuan sumberdaya manusia (pegawai),
instansi dan organisasi juga bergantung pada loyalitas kerja yang dimiliki
pegawainya. Loyalitas kerja yang dimiliki para pegawai diperlukan untuk
kesuksesan instansi atau organisasi tersebut. Semakin tinggi loyalitas yang dimiliki
pegawai akan semakin mudah instansi atau organisasi untuk mencapai tujuan -
tujuan yang telah ditetapkan (Reichheld, dalam Utomo, 2012). Loyalitas yang
tinggi dapat membuat seseorang lebih bertanggung jawab dalam mencapai tujuan
kesuksesan jangka panjangnya melalui kualitas dan loyalitas para pegawai
(Keiningham dan Aksoy, 2009).
Secara umum loyalitas kerja dapat diartikan sebagai kesetiaan, pengabdian,
dan kepercayaan yang diberikan ditujukan kepada seseorang atau lembaga.Di
dalamnya terdapat rasa cinta dan tanggung jawab untuk memberikan pelayanan
dan perilaku terbaik terhadap orang lain atau lembaga (Rasimin, 1898). Loyalitas
dinilai sebagai tekad dan kesanggupan individu untuk mentaati, melaksanakan,
mengamalkan peraturan – peraturan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab
dan dibuktikan dengan adanya tingkah laku kerja yang positif (Siswanto, 1989).
Loyalitas kerja menitikberatkan pada cara untuk menghadapi situasi yang sulit
membutuhkan dorongan yang kuat dan keinginan berusaha dengan maksimal
(Steers & Porter 1983, dalam Sari dan Widyastuti 2013). Loyalitas kerja
merupakan sarana bagi seseorang untuk memberikan karya, bekerja dengan
sepenuh dan tidak mengambil keuntungan dari hal – hal tersebut (Hart and
Thompson, 2007).
Minimnya loyalitas kerja para pegawai dapat menjadi salah satu masalah
yang dimiliki beberapa instansi atau organisasi di Indonesia. Hal ini karena
loyalitas pegawai merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan
instansi atau organisasi tersebut (Sari dan Widyastuti, 2013).Kartono (1985) juga
berpendapat bahwa tidak adanya loyalitas kerja dapat mengakibatkan terjadinya
pemogokan, kemangkiran, sabotase, absensi yang tinggi dan turn over atau
daya manusia yang produktif adalah tampak tindakannya konstruktif, percaya diri,
mempunyai rasa tanggung jawab, memiliki rasa cinta terhadap pekerjaan,
mempunyai pandangan jauh ke depan, dan mampu menyelesaikan persoalan.
Kemajuan suatu bangsa tidak hanya bergantung dari sumberdaya alam yang
dimiliki, tetapi juga ditentukan oleh kemampuan bangsa dalam mengelola
sumberdaya manusianya dengan baik agar mendapatkan sumberdaya manusia
yang berkualitas (Daryanto, 2007).
Pegawai negeri sipil (PNS) sebagai sumber daya manusia yang bertugas
melayani kepentingan publik seharusnya memiliki kualitas yang baik agar dapat
menjalankan tugasnya dengan tepat dan benar (Daryanto, 2007). Beberapa bukti
kurang baiknya kinerja dan pelayanan dari pegawai negeri sipil (PNS) di Indonesia
yakni, pelayanan yang sulit, pungutan liar, bekerja sebagai pejabat daripada
sebagai abdi masyarakat, mendahulukan kepentingan pribadi atau golongan
dibandingkan kepentingan umum dan sikap acuh terhadap keluhan masyarakat
(Daryanto, 2007). Masalah ini penting untuk dipecahkan karena dunia kerja di
Indonesia membutuhkan pegawai yang memiliki loyalitas kerja.Herman (2011)
berpendapat bahwa kelancaran perkembangan dari instansi pemerintahan
bergantung dari kesempurnaan aparatur negaranya yakni Pegawai Negeri Sipil .
Masalah yang berkaitan dengan sumberdaya manusia terjadi pada para
pegawai negeri sipil di Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan pimpinan Dinas
negeri yang berada di kantor memiliki permasalahan yang cukup beragam.
Pertama, para pegawai dinilai kurang memiliki disiplin yang baik, hal ini terbukti
dengan pegawai yang sering datang terlambat ke kantor dan terlalu cepat pulang
kembali.Kedua, beberapa pegawai yang ada dinilai tidak memiliki kemampuan
yang baik sesuai dengan bidang pekerjaannya. Ketiga, kurangnya partisipasi antar
bidang di Dinas untuk bekerja sama dalam melakukan tugas bersama. Menurut
beliau, masalah – masalah ini masih terjadi di dalam Dinas Perhubungan Provinsi
Kalimantan Timur.
Berbagai masalah yang dihadapi tersebut diantaranya berkaitan dengan
loyalitas kerja. Masalah yang terjadi pada pegawai negeri sipil di Dinas
Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur tersebut diakibatkan oleh beberapa
faktor penting. Menurut Steers dan Porter (1983), terdapat faktor - faktor yang
mempengaruhi minimnya loyalitas kerja yakni, pertama, karakteristik pribadi,
karakteristik pekerjaan, karakteristik desain perusahaan dan pengalaman dalam
pekerjaan. Dari keempat faktor tersebut, yang ditemukan pada pegawai negeri sipil
Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur yakni, karakterisik pribadi yang
bekaitan dengan usia. Para pegawai negeri sipil masih banyak yang berusia muda
sehingga belum memiliki banyak pengalaman dalam bekerja di bidangnya. Hal ini
membuat beberapa pegawai negeri Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur
kesulitan dalam menghadapi pekerjaannya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi loyalitas kerja berkaitan dengan
pekerjaan (Steers&Porters, 1983). Konsep adversity quotient mengungkapkan
lebih mendalam mengenai tantangan bekerja tersebut. Hal ini karena Adversity
Quotient (AQ) merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengamati
kesulitan dan mengolah kesulitan tersebut dengan kecerdasan yang dimiliki
sehingga menjadi sebuah tantangan untuk diselesaikan (Stoltz, 2000). Tantangan
pekerjaan yang termasuk dalam faktor yang mempengaruhi loyalitas kerja,
merupakan komponen penting di dalam konsep adversity quotient yang
mengutamakan kemampuan mengolah kesulitan untuk menjadikannya sebagai
tantangan pekerjaan.
Individu dengan Adversity Quotient cukup tinggi dinilai memiliki
kemampuan yang baik dalam menghadapi tantangan dalam dunia pekerjaan.
Individu yang memiliki Adversity Quotient yang tinggi dapat berhasil dalam
pekerjaan, tidak memiliki rasa putus asa dan berani menghadapi tantangan
pekerjaan. Hal ini karena Adversity Quotient merupakan dasar seseorang agar
dapat membantu diri sendiri dalam meningkatkan daya juang untuk menghadapi
banyaknya kesulitan dan tantangan pekerjaan (Stoltz, 2000).
Kemunculan Adversity Quotient dianggap sebagai bukti bahwa konsep
Intellegence Quotient danEmotional Quotient belum cukup menjadi modal bagi
seseorang untuk mencapai kesuksesan dalam pekerjaan. Individu – individu yang
memiliki kecerdasan intelektual serta kecerdasan emosional yang baik, dinilai
masih belum cukup dalam menunjukkan kemampuannya mencapai kesuksesan di
dengan dunia pekerjaan, seperti dengan kinerja, motivasi dan produktivitas.
Terdapat beberapa penelitian yang mengukur kinerja seseorang menggunakan
skala Adversity Quotient. Beberapa diantaranya menyatakan bahwa individu
denganAdversity Quotient cukup tinggi dinilai memiliki kemampuan yang baik
dalam menghadapi tantangan dalam dunia pekerjaan. Individu dengan Adversity
Quotient yang tinggidapat berhasil dalam pekerjaan, tidak memiliki rasa putus asa,
berani menghadapi tantangan pekerjaan dan memiliki daya juang yang tinggi.
Sebenarnya daya juang merupakan salah satu hal penting agar memiliki kekuatan
yang baik, yakni kekuatan yang tidak memiliki batas dalam bekerja (Seery,
Holman and Silver, 2010).
Loyalitas kerja para pegawai dapat terlihat dari daya juang, tanggung
jawab, pengabdian, dan kecintaan terhadap pekerjaan. Dalam menghadapi
berbagai tuntutan pelayanan terhadap masyrakat provinsi maupun daerah,
kemajuan suatu provinsi atau daerah menjadi tantangan tersendiri di dalam proses
bekerja seorang pegawai negeri sipil. Dalam hal ini, Adversity Quotient merupakan
bagian yang mengutamakan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan sebuah
tantangan pekerjaan. Secara tidak langsung, proses pencapaian sebuah loyalitas
kerja membutuhkan daya juang, tanggung jawab, kegigihan, kecintaan, dan
pengabdian dalam menyelesaikan tantangan pekerjaan, yang mana menyelesaikan
tantangan pekerjaan merupakan kemampuan utama dalam Adversity Quotient
Pada penelitian sebelumnya banyak peneliti yang hanya meneliti masing –
masing dari variabel adversity quotient dan variabel loyalitas kerja tanpa melihat
hubungan diantara keduanya. Penelitian loyalitas kerja yang terdahulu berkaitan
dengan “Pengaruh kepuasan kerja dan loyalitas kerja terhadap organizational citizen behaviour pada karyawan PT Surya Timur Sakti Jawa Timur” yang diteliti
oleh Soegandhi dkk (2013). Selain itu, penelitian loyalitas kerja yang lain yakni,
“Loyalitas karyawan ditinjau dari persepsi terhadap penerapan keselamatan kerja
dan kesehatan kerja (K3)” yang diteliti oleh Sari dan Widyastuti (2012). Penelitian
adversity quotient sebelumnya banyak berkaitan dengan bidang pendidikan yakni, “ Hubungan antara adversity quotient dengan prestasi belajar siswa SMU 102 Jakarta Timur” yang diteliti oleh Hasanah (2010). Penelitian adversity quotient
lainnya yakni, “ Pengaruh adversity quotient terhadap prestasi belajar matematika”
yang diteliti oleh Supardi (2013). Dari beberapa penelitian tersebut, hubungan
antara adversity quotient dan loyalitas kerja belum pernah diteliti. Atas dasar hal
tersebut maka peneliti memilih topik yakni, hubungan antara adversity quotient
dan loyalitas kerja pada pegawai negeri sipil di Dinas Perhubungan Provinsi
B. Rumusan Masalah
Berkaitan dengan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah, apakah ada hubungan yang positif
antara Adversity Quotient dengan Loyalitas kerja pada pegawai negeri sipil di
Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan
positif antara adversity quotient dengan loyalitas kerja pada pegawai negeri sipil di
Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis dalam penelitian ini adalah memberikan informasi
tambahan untuk penelitian adversity quotientyang selama ini lebih banyak
meneliti di bidang pendidikan. Penelitian ini dapat memberi informasi
mengenai adversity quotient lebih mendalam pada bidang psikologi industri dan
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah memberikan pengetahuan
lebih mendalam kepada para pegawai negeri sipil khususnya di Dinas
Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur dan memberikan kesadaran tinggi
mengenai pentingnya Loyalitas Kerja. Memberikan wawasan baru kepada para
pegawai negeri sipil khususnya di Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan
Timur mengenai Adversity Quotient yang dinilai penting dalam dunia pekerjaan
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Loyalitas Kerja
1. Pengertian Loyalitas Kerja
Loyalitas kerja merupakan salah satu unsur atau bagian yang digunakan
sebagai penilaian atas kesetiaannya terhadap pekerjaan, jabatan dan organisasi.
Kesetiaan tersebut tercermin dalam kesediaan dari seorang individu untuk
menjaga dan membela organisasi di dalam ataupun di luar pekerjaan dari
berbagai hal yang tidak bertanggung jawab (Hasibuan, 2001). Menurut tim
penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), loyalitas diartikan sebagai
sebuah kesetiaan, kepatuhan dan ketaatan. Loyalitas kerja merupakan salah satu
komponen penting dalam proses kinerja seseorang. Loyalitas kerja dapat
menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki kecintaan terhadap
pekerjaannya. Sebagaimana menurut Fletcher (dalam Sudimin, 2003), yang
merumuskan loyalitas sebagai kesetiaan terhadap sesuatu atau seseorang dan
tidak membelot serta mengkhianati pada waktu yang diperlukan.
Menurut Steers dan Potters, (dalam Soegandhi dkk, 2013), loyalitas
adalah identifikasi yang dilakukan seorang individu pada tempat kerjanya yang
ditunjukkan dengan keinginan untuk bekerja dan berusaha dengan sebaik –
untuk mentaati, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan
penuh keasadaran dan tanggung jawab (Flippo, 1996).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
loyalitas kerja merupakan keadaan dimana seorang individu melakukan usaha
yang sebaik – baiknya dalam bekerja. Loyalitas kerja merupakan kesetiaan
seorang individu yang ditunjukkan dengan bertanggung jawab atas pekerjaan,
jabatan yang dimiliki serta organisasi yang merupakan tempatnya bekerja.
2. Aspek – aspek dalam Loyalitas Kerja
Loyalitas kerja memiliki beberapa aspek dan menjadi contoh perilaku
yang menunjukkan perilaku loyalitas kerja pada pegawai. Aspek – aspek dalam
loyalitas kerja yang menitikberatkan pada pelaksanaan kerja yang dikemukakan
oleh Siswanto (dalam Soegandhi dkk, 2013), yakni :
a. Mentaati peraturan yang telah disusun
Setiap perusahaan pasti memiliki berbagai macam peraturan dan
kebijakan yang pada dasarnya dibuat dengan tujuan untuk ditaati. Ini untuk
memperlancar dan mengatur jalannya berbagai macam pelaksaan tugas.
Perusahaan atau organisasi mendapatkan keuntungan karena menimbulkan
kedisplinan yang baik.
b. Bertanggung jawab terhadap tempat bekerjanya
Kesanggupan atau kesediaan dari pekerja untuk melaksanakan tugas
sebuah kesadaran. Kesadaran tersebut mengenai keberanian dan tanggung
jawab terhadap resiko atas apa yang telah dilaksanakan.
c. Memiliki kemauan untuk bekerja sama
Bekerja sama dengan orang – orang dalam suatu kelompok akan
memungkinkan untuk mencapai sebuah tujuan bersama yang utama, dimana
hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh orang – orang tersebut secara
individual.
d. Mempunyai rasa saling memiliki
Pekerja yang mempunyai rasa memiliki terhadap perusahaan dapat
membuat pekerja memiliki sikap menjaga dan bertanggung jawab terhadap
perusahaan sehingga menimbulkan loyalitas demi tercapainya tujuan
perusahaan.
e. Menjaga dan menjalin hubungan antar pribadi dengan baik
Karyawan yang memiliki loyalitas kerja tinggi, akan memiliki sikap
fleksibel dalam hubungan antar pribadi. Hubungan antar pribadi yang
dimaksud yakni, hubungan sosial diantara pekerja, hubungan yang harmonis
antar atasan dan bawahan, serta sugesti dari teman kerja.
f. Memiliki rasa suka yang besar terhadap pekerjaan
Perusahaan harus mampu menghadapi kenyataan bahwa pekerjanya
tiap hari datang untuk bekerjasama sebagai manusia seutuhnya dalam hal
melakukan pekerjaannya dan dengan perasaan hati yang senang saat
keunggulan pegawai dalam bekerja dan pekerja tidak pernah menuntut apa
yang diterimanya diluar gaji pokok.
3.Faktor – faktor yang Mempengaruhi Loyalitas Kerja
Loyalitas kerja dapat tercipta apabila karyawan merasa tercukupi
kebutuhan akan pekerjaannya. Kebutuhan tersebut dapat berupa rasa puas
terhadap pekerjaannya dan juga bisa berupa penghargaan dari atasan atas
pekerjaannya. Beberapa hal tersebut dapat membuat karyawan betah dengan
pekerjaannya. Yuliandri (dalam Kadarwati, 2003), menyatakan bahwa faktor –
faktor yang mempengaruhi loyalitas kerja adalah adanya fasilitas – fasilitas
kerja, tinjauan kesejahteraan, suasana kerja dan juga upah dari perusahaannya.
Steers dan Porter 1983, (dalam Sari dan Widyastuti, 2012) menegaskan bahwa
timbulnya loyalitas dipengaruhi oleh empat faktor yaitu, :
a. Karakteristik Pribadi
Hal – hal yang termasuk di dalamnya yakni, usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, masa kerja, prestasi yang dimiliki, ras dan beberapa sifat
kepribadian.
b. Karakteristik Pekerjaan
Pada karakteristik pekerjaan terkait dengan tantangan dalam
pekerjaan, kesempatan dalam berinterikasi sosial, identifikasi tugas, stres
c. Karakteristik Desain Perusahaan
Menyangkut pada intern suatu perusahaan seperti, tingkat
keikutsertaan dalam pengambilan keputusan, tingkat formalisasi,
desentralisasi, tingkat asosiasi dengan tanggung jawab perusahaan,
ketergantungan fungsional maupun fungsi kontrol perusahaan.
d. Pengalaman dalam pekerjaan
Meliputi sikap positif terhadap perusahaan, rasa percaya dan rasa
aman terhadap kebijakan perusahaan.
Berdasarkan faktor – faktor tersebut dapat dilihat bahwa masing –
masing faktor memiliki dampak tersendiri bagi kelangsungan hidup perusahaan.
Tuntutan loyalitas yang diharapkan oleh instansi maupun organisasi, baru dapat
terpenuhi apabila pegawainya memiliki karakteristik seperti yang sesuai dengan
kriteria dari instansi maupun organisasi tersebut. Selain itu, instansi atau
organisasi sendiri telah mampu memenuhi harapan dari para pegawainya.
Beberapa faktor tersebut dapat dibagi menjadi ke dalam dua faktor yakni
internal dan eksternal. Faktor internal meliputi karakteristik pribadi sedangkan
faktor eksternal meliputi karakteristik pekerjaan, karakteristik perusahaan dan
B. Adversity Quotient
1. Pengertian Adversity Quotient
Menurut kamus bahasa Inggris (Shadily and Echols,1988), adversity
yang kata dasarnya adalah adverse memiliki arti yakni kondisi tidak
menyenangkan atau kemalangan. Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa
adversity adalah sebuah kesulitan ataupun masalah. Sedangkan quotient, dalam
kamus bahasa Inggris berarti jumlah dari kualitas spesifik atau dengan kata lain
merupakan pengukuran kemampuan seseorang. Adversity Quotient sendiri
berasal dari sebuah pemikiran Stoltz (2000) yang merasa bahwa kesuksesan
seseorang tidak hanya dilihat dari keberadaan IQ (kecerdasan intelektual) dan
EQ (kecerdasan emosional) saja. Keberadaan Adversity Quotient dinilai Stoltz
memiliki pengaruh yang cukup besar dalam meramalkan kesuksesan seseorang.
Stoltz (2000) menyatakan bahwa meskipun seseorang memiliki IQ
(kecerdasan intelektual) dan EQ (kecerdasan emosional) yang baik, apabila
individu tersebut tidak memiliki daya juang dan kegigihan yang baik untuk
menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan semuanya akan menjadi sia
– sia. Menurut Stoltz, Adversity Quotient merupakan kemampuan seseorang
dalam mengolah kesulitan yang dihadapi menjadi sebuah tantangan untuk
diselesaikan (Stoltz, 2000). Adversity quotient merupakan teori dari kinerja
manusia dan mempunyai akar dalam beberapa ilmu pengetahuan dan
berdasarkan pada sekitar 1.500 penelitian dari seluruh dunia ( Stoltz, 2003
hadapi pada lingkungan masyarakat, yakni kinerja seseorang, motivasi yang
dimiliki, kreativitas seseorang, produktivitas, pengetahuan yang dimiliki,
pengharapan seseorang, kesehatan emosional dan jasmani, ketekunan
seseorang, daya tahan seseorang, dan respon terhadap perubahan (Stoltz, 2000).
Stoltz(2003) menyatakan pada buku keduanya, terdapat ciri – ciri
seseorang yang memiliki adversity quotient yang tinggi yakni, menjadi orang
dengan kinerja puncak dan dapat mempertahankan kinerja tinggi, bersikap
optimistik dengan sebenarnya, mengambil risiko yang perlu, dapat berkembang
dengan baik jika terjadi perubahan, berani menghadapi tantangan yang sulit dan
kompleks, menjadi pemecah masalah dan pemikir yang gesit dan melakukan
inovasi untuk menemukan penyelesaian. Ciri – ciri lain yang kemungkinan
muncul pada orang – orang yang memiliki adversity quotient rendah yaitu,
mudah menyerah dan ditundukkan, tidak memanfaatkan sepenuhnya potensi
yang dimiliki, merasa tidak berdaya dan terbenam dalam masalah dan
menghindari tantangan pekerjaan dan situasi.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
Adversity Quotient merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam
menghadapi berbagai tantangan dan masalah menjadi sebuah hal menarik untuk
diselesaikan yang dapat mengasah potensi yang dimiliki dalam diri seseorang.
2. Tingkatan pada Adversity
Model ini menggambarkan menumpuknya kesulitan di mayarakat,
individu dalam menjalani kehidupan. Model ini menggambarkan suatu
kenyataan bahwa kesulitan merupakan bagian dari hidup yang ada dimana –
mana, yang nyata dan tidak bisa dihindari (Stoltz, 2000).
a. Kesulitan dalam lingkungan masyarakat
Saat ini di dalam kehidupan masyarakat banyak terjadi
perubahan.Perubahan – perubahan tersebut memiliki pengaruh yang cukup
besar terhadap kehidupan masyarakat. Pengaruh – pengaruh tersebut dapat
menyebabkan berbagai hal yang menimbulkan kesulitan bagi masyarakat,
yakni : ketidakpastian masa depan, rasa cemas terhadap permasalahan
perekonomian, krisis pada kehidupan rumah tangga, kehilangan kepercayaan
terhadap lembaga – lembaga perlindungan dan sistem pendidikan yang
berubah – ubah. Berbagai macam hal diatas menjadi tanda- tanda kesulitan
terjadi.
b. Kesulitan dalam lingkungan pekerjaan
Pada lingkungan pekerjaan, setiap individu sering menghadapi
berbagai macam kesulitan yang cukup mempengaruhi perilaku individu.
Beberapa masalah yang sering terjadi di dalam lingkungan pekerjaan, yakni :
pemotongan gaji, persaingan antara pegawai yang tinggi di lingkungan
pekerjaan dan bahkan pemecatan pegawai. Kenyataan ini membuat para
pegawai semakin berupaya meningkatkan kemampuan dan keahlian dalam
c. Kesulitan dalam diri pribadi
Kesulitan atau masalah yang terjadi pada diri pribadi terletak di
bagian yang paling dasar dalam tingkatan kesulitan. Contoh kesulitan dalam
diri individu yakni : lingkungan yang terkena polusi membuat individu
terkena berbagai penyakit seperti penyakit asma, kanker, dan juga keracunan
makanan. Individu harus dapat mengantisipasi dan menentukan terjadinya
sebuah perubahan yang terjadi akibat berbagai kesulitan yang dialami.
Permulaan terjadi dari dalam diri individu kemudian melewati tingkatan
kesulitan yang lain dan di tingkat ini individu dapat menciptakan sebuah
perubahan dari kesulitan yang ada.
3. Teori Dasar Adversity Quotient
Adversity quotient merupakan faktor utama yang menentukan
kemampuan seseorang dalam mencapai kesuksesan. Adversity quotient
berdasarkan pada tiga bidang ilmu yang berbeda. Masing – masing menjadi
landasan yang apabila digabung akan membentuk adversity quotient seseorang
(Stoltz, 2000)
a. Psikologi kognitif
Psikologi kognitif merupakan cabang dari psikologi yang
mempelajari tentang proses mental individu seperti, bagaimana individu
berpikir, menerima, mengingat dan mempelajarinya. Psikologi kognitif
merupakan landasan dari adversity quotient karena mencakup beberapa teori
yang akan dilakukan seorang individu tidak perlu merasa khawatir, karena
semua situasinya akan berjalan dan menjadi sama saja. Keyakinan ini
membuat kendali yang dirasakan individu dalam melakukan sesuatu
meningkat, yang mana kendali termasuk dimensi pertama yang ada di dalam
adversity quotient.
b. Psikoneuroimunologi
Ilmu ini berkaitan dengan pikiran, kerja otak dan sistem imun
(kekebalan) seseorang. Menurut Dreher (dalam Stoltz,2000), banyak ahli
imunologi merasa heran dengan pikiran dan perasaan yang ditimbulkan
melalui kerja otak yang ternyata juga mengatur pertahanan tubuh seseorang.
Dengan kata lain, emosi yang terdapat dalam diri seseorang secara langsung
mempengaruhi kesehatan jasmani seseorang. Respon seseorang dalam
menghadapi berbagai kesulitan dapat berpengaruh secara mendalam
terhadap kesehatan dan kemampuan seseorang dalam mencapai kesuksesan.
c. Neurofisiologi
Nuwer (dalam Stoltz, 2000) berpendapat, bahwa proses belajar
berlangsung di wilayah sadar bagian luar yang disebut dengan cerebral
cortex. Proses belajar merupakan awal aktivitas yang membutuhkan banyak
darah dan oksigen. Saat pengulangan sebuah pola pikiran atau perilaku,
maka kegiatan tersebut berpindah ke daerah yang disebut basal ganglia.
tidak disadari tindakan itu yang kemudian menjadi sebuah kebiasaan. Proses
ini menjadi bagian dari struktur fisiologi sebuah kebiasaan.
4.Dimensi Adversity Quotient
Stoltz (2000), menyatakan bahwa terdapat empat dimensi pokok yang
ada di dalam adversity quotient, yaitu :
a. Control
C adalah singkatan dari control atau kendali. C mempertanyakan
seberapa banyak kendali yang seseorang miliki terhadap sebuah kejadian
yang menimbulkan kesulitan.Untuk memperkirakan seberapa besar sebuah
kendali tersebut sangat sulit, akan tetapi tanpa sebuah kendali kehidupan,
harapan serta seluruh tindakan akan berakhir gagal atau sia – sia. Orang –
orang yang memiliki adversity quotient yang tinggi akan cenderung dapat
memegang kendali atas apa yang dihadapinya dengan baik dibandingkan
orang – orang yang memiliki adversity quotient yang rendah.
b. Origin and Ownership
O2 merupakan kependekan dari origin yang berarti asal usul dan
ownership yang berarti pengakuan. O2 mempertanyakan dua hal yakni, hal
apa saja yang menjadi asal usul sebuah kesulitan dan bagaimana seseorang
dapat mengakui perasaan bersalahnya atas suatu kejadian. Orang yang
memiliki adversity quotient rendah cenderung menempatkan rasa bersalah
yang tidak semestinya akibat peristiwa – atau kejadian buruk yang terjadi.
usul atau origin penyebab suatu masalah atau peristiwa buruk tersebut dapat
terjadi.
Sebenarnya suatu perasaan bersalah terkadang diperlukan untuk
menciptakan pembelajaran yang kritis dan dibutuhkan untuk melakukan
perbaikan secara terus menerus asalkan dengan adil dan tepat. Ownership
merupakan sebuah pengakuan, orang – orang yang memiliki adversity
quotient yang rendah cenderung tidak mengakui atau menghindari adanya
peristiwa yang buruk. Mereka selalu menyalahkan orang lain dan tidak akan
belajar apapun dari hal tersebut.
c. Reach
Reach yang berarti pula jangkauan ini mempertanyakan sejauh mana
kesulitan akan menjangkau bagian – bagian yang ada dalam diri atau
kehidupan seseorang. Orang – orang yang memiliki skor yang rendah,
cenderung menganggap suatu peristiwa sebagai sebuah bencana yang dapat
menghancurkan seluruh kebahagiaan. Sedangkan orang – orang yang
memiliki skor tinggi akan semakin besar kemungkinannya untuk membatasi
jangkauan masalahnya pada peristiwa yang sedang dihadapi. Sebuah konflik
hanyalah sebuah konflik bukan berarti hal tersebut dapat begitu saja
menghancurkan kehidupan dan kebahagiaan seseorang selama hidupnya.
d. Endurance
kesulitan akan berlangsung atau terjadi dan seberapa lama penyebab dari
kesulitan atau masalah tersebut akan berlangsung. Seseorang dengan skor
yang yang rendah menganggap sebuah kesulitan dan penyebab –
penyebabnya akan berlangsung lama di dalam hidup orang tersebut.
Sebaliknya jika seseorang memiliki skor yang tinggi maka menganggap
segala kesulitan tidak akan berlangsung lama dan akan segera berakhir
dengan daya upaya yang dilakukan untuk menyelesaikannya.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa
adversity quotient memiliki empat dimensi penting (control, origin and ownership, reach and endurance) yang merupakan komponen utama dalam
konsep adversity quotient.
5.Manfaat dari Kepemilikan Adversity Quotient
Stoltz (2000) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki adversity
quotient, akan mendapatkan berbagai manfaat sebagai berikut :
a. Memiliki daya saing
Satterfield dan Seligman (dalam Stoltz, 2000) menemukan bahwa
orang – orang yang merespon kesulitan secara optimis bersikap lebih
produktif dan berani untuk melakukan pekerjaan yang lebih banyak
resikonya. Orang – orang yang pesimis terhadap kesulitan menimbulkan
lebih banyak sikap pasif dan hati – hati dalam melakukan pekerjaannya.
b. Memiliki produktivitas kerja yang baik
Dalam berbagai penelitian yang dilakukan di perusahaan –
perusahaan, orang – orang yang merespon kesulitan secara destruktif terlihat
kurang produktif dibandingkan dengan orang yang tidak destruktif. Para
pemimpin perusahaan mempunyai persepsi bahwa orang – orang dengan
adversity quotient yang tinggi akan unggul dibandingkan orang – orang dengan adversity quotient yang rendah. Selligman (dalam Stoltz, 2000)
membuktikan bahwa orang yang tidak merespon kesulitan dengan baik akan
kurang produktif, dan kinerjanya lebih buruk daripada orang yang
merespons kesulitan dengan baik.
c. Memiliki kreativitas yang luas
Di dalam sebuah kreativitas terdapat berbagai ide dan inovasi yang
dimunculkan oleh seseorang. Inovasi membutuhkan keyakinan yang cukup
besar karena memunculkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada kemudian
menjadi ada. Menurut futuris Joel Barker (dalam Stoltz, 2000), kreativitas
dapat muncul dari sebuah keputusasaan. Kreativitas menuntut kemampuan
untuk mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh hal – hal yang tidak pasti.
d. Memiliki motivasi kerja
Sebuah penelitian di suatu perusahaan farmasi, (Stoltz, 2000)
meminta untuk mengurutkan tim di dalam perusahaan tersebut sesuai dengan
motivasi yang terlihat kemudian mengukur adversity quotient dari para
maupun untuk jangka panjang, mereka yang memiliki adversity quotient
tinggi dianggap sebagai orang – orang yang paling memiliki motivasi.
e. Memiliki keberanian untuk mengambil resiko
Seseorang yang memiliki kemampuan dalam memegang kendali,
sebenarnya tidak memiliki alasan untuk tidak mengambil resiko dalam
hidupnya, bahkan resiko – resiko yang dinilai tidak masuk akal untuk
dipikirkan. Sebagaimana telah dibuktikan oleh Satterfield dan Selligman
(dalam Stoltz, 2000), orang – orang yang merespon kesulitan secara lebih
konstruktif, bersedia mengambil lebih banyak resiko karena resiko dianggap
sebagai hal yang esensial dalam proses mendaki.
f. Memiliki kemampuan dalam melakukan perbaikan
Pada saat ini, kita sedang berada pada zaman yang harus selalu
melakukan perbaikan untuk dapat bertahan hidup. Orang - orang harus dapat
melakukan perbaikan untuk mencegah agar tidak ada orang yang ketinggalan
oleh zaman baik dalam karier maupun dalam hubungan sosial. Ditemukan
bahwa orang – orang yang memiliki adversity quotient yang tinggi menjadi
lebih baik dalam kehidupannya.
g. Memiliki ketekunan
Ketekunan merupakan inti dari proses mendaki seseorang. Ketekunan
adalah kemampuan untuk terus menerus berusaha, bahkan saat seseorang
dihadapkan dengan sebuah kemunduran ataupun kegagalan. Selligman
dengan baik akan cepat pulih dari kekalahan dan mampu untuk terus
bertahan. Orang – orang yang responnya buruk saat berhadapan dengan
kesulitan akan mudah untuk menyerah. adversity quotient dinilai dapat
menentukan keuletan yang dibutuhkan untuk menciptakan ketekunan.
h. Memiliki keinginan untuk terus belajar
Pada abad ini, mengumpulkan dan memproses ilmu pengetahuan
tidak pernah berhenti. Hal ini dibuktikan oleh Carol Dweck (Stoltz,2000),
bahwa anak – anak dengan respon – respon yang pesimistis dalam
menghadapi kesulitan tidak akan banyak belajar dan berprestasi. Sedangkan
anak – anak yang memiliki respon – respon yang optimistis akan jauh lebih
baik dalam belajar menghadapi kesulitan.
i. Memiliki kemampuan untuk dapat merangkul perubahan
Saat individu mengalami perubahan yang tidak pernah berhenti
dalam hidup, maka kemampuan individu dalam menghadapi ketidakpastian
dan pijakan yang berubah menjadi hal yang penting. Individu bisa sukses
apabila memiliki keefektifan dalam mengatasi dan merangkul perubahan
tersebut. Individu harus menghindari pemikiran bahwa akan dikalahkan dan
dilumpuhkan dengan adanya perubahan tersebut, hal ini berdampak pada
C. Pegawai Negeri
1. Pengertian Pegawai Negeri
Menurut Widjaja (2006), pegawai merupakan tenaga kerja jasmaniah
dan rohaniah (mental dan pikiran) yang selalu dibutuhkan. Hal ini menjadikan
salah satu modal utama dalam bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan
tertentu (organisasi). Selanjutnya, ditegaskan pula bahwa pegawai juga
merupakan orang – orang yang dipekerjakan dalam suatu badan atau lembaga
tertentu baikdi lembaga pemerintahan maupun di suatu badan usaha tertentu
(Widjaja, 2006). Selain itu, pengertian pegawai negeri juga telah diatur dalam
Undang – Undang Pokok Kepegawaian No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan
UU No.8 Tahun 1974 Tentang Pokok – Pokok Kepegawaian yakni :
a. Pegawai Negeri merupakan unsur aparatur negara, abdi negara, abdi
masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan pada Pancasila dan UUD
1945, negara dan pemerintah, serta menyelenggarakan tugas pemerintahan
dan pembangunan.
b. Pegawai negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat – syarat yang
ditentukan dalam peraturan perundang – undangan yang berlaku, diangkat
oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri
atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan suatu
peraturan perundangan – undangan dan digaji menurut peraturan perundang
Berdasarkan beberapa pengertian dan pemahaman mengenai pegawai
negeri, maka dapat disimpulkan bahwa pegawai negeri merupakan orang –
orang yang telah memenuhi berbagai syarat dan bekerja di suatu lembaga atau
badan usaha tertentu kemudian diberi suatu jabatan dan tugas – tugas dalam
melayani negara dan masyarakat serta mendapatkan gaji atau imbalan sesuai
dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku di negara.
2. Jenis – jenis Pegawai Negeri Sipil
Berdasarkan Pasal 2 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1974
Tentang Pokok – Pokok Kepegawaian, menjelaskan Pegawai Negeri Sipil
terdiri atas :
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat
Merupakan orang – orang yang bekerja sama pada departemen,
lembaga pemerintah non departemen, lembaga tertinggi atau tinggi negara,
kesekretariatan, dan instansi vertikal di daerah – daerah dan kepaniteraan
pengadilan. Selain itu, pegawai juga merupakan orang – orang yang bekerja
pada perusahaan jawatan misalnya perusahaan jawatan kereta api,
penggadaian, dan lain – lain. Pegawai negeri sipil pusat meliputi orang –
orang yang diperbantukan atau dipekerjakan pada Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten atau Kota. Mereka termasuk orang – orang yang
berdasarkan suatu peraturan perundang – undangan dan diperbantukan atau
lainnya. Mereka juga merupakan orang – orang yang menyelenggarakan
tugas negara lainnya, misalnya hakim pada pengadilan negeri atau
pengadilan tinggi dan lainnya.
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah
Pegawai negeri sipil daerah merupakan orang – orang yang diangkat
dan bekerja pada pemerintahan daerah otonom baik pemerintah provinsi
maupun pemerintah kabupaten atau kota.
c. Pegawai Negeri Sipil lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah
Pegawai negeri ini merupakan pegawai negeri sipil yang ditetapkan
dengan peraturan pemerintah misalnya kepala - kepala kelurahan dan
pegawai negeri kantor sesuai dengan UU No.43 Tahun 1999 Tentang
Perubahan Atas Undang – Undang No.8 Tahun 1974 Tentang Pokok –
Pokok Kepegawaian.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pegawai negeri sipil
merupakan aparatur negara yang kedudukannya sebagai abdi negara dan
masyarakat serta bekerja untuk melayani publik, bangsa dan negara. Dalam hal
ini memiliki tugas untuk membantu proses penyelenggaraan pemerintah dan
pelaksanaan pembangunan nasional.
3. Pegawai Negeri Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur
a. Visi dan Misi
Visi dari Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur adalah
profesional. Misi dari Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur adalah
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan keselamatan
dan keamanan dalam bertransportasi, membangun, meningkatkan dan
mempertahankan sarana dan prasarana transportasi, meningkatkan
koordinasi, pembinaan, pengawasan dan pengendalian di bidang transportas
dan meningkatkan kualitas dan pengelolaan jasa transportasi.
b. Tugas Pokok Dinas Perhubungan
Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 45 Tahun 2008 tentang
Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi
Kalimantan Timur pada Pasal 115 tertulis, Dinas Perhubungan mempunyai
tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang
perhubungan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan serta
melaksanakan kewenangan desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang
perhubungan
c. Fungsi Dinas Perhubungan
Dalam menyelenggarakan tugas pokok Dinas Perhubungan Provinsi
Kalimantan Timur mempunyai fungsi antara lain, perumusan kebijaksanaan
teknis di bidang perhubungan sesuai dengan rencana strategis yang telah
ditetapkan Pemerintah Daerah. Selain itu, fungsi Dinas Perhubungan untuk
mengumpulkan bahan dan mengolah data dalam rangka penyusunan
program dan rencana kegiatan, koordinasi, pengendalian dan pengawasan
Dinas ini juga mengurusi tentang masalah kepegawaian, keuangan,
perlengkapan, hukum, humas, tata usaha serta rumah tangga Dinas
Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur. Dinas Perhubungan juga memiliki
wewenang dalam pemberian perijinan dan fasilitas bimbingan keselamatan
dan ketertiban perhubungan. Selain melakukan pelaksanaan pengendalian
operasi bidang perhubungan, Dinas Perhubungan juga melakukan
pengawasan dan pengendalian kegiatan perhubungan serta penyidikan
pelanggaran di bidang perhubungan.
d. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dari dinas ini adalah mendukung perwujudan Kalimantan
Timur yang lebih sejahtera dan sejalan dengan perwujudan RPJMD Provinsi
Kalimantan Timur yakni, menjabarkan visi, misi, agenda pembangunan dan
program Gubernur/Wakil Gubernur Kalimantan Timur ke dalam arah
kebijakan dan program pembangunan. Sasaran pembangunan Dinas
Perhubungan Provinsi Kalimantam Timur diarahkan kepada upaya
penyelenggaraan transportasi guna mewujudkan Kalimantan Timur yang
lebih sejahtera, aman dan damai serta berkeadilan merata.
D.Dinamika Hubungan antara Adversity Quotient dan Loyalitas Kerja pada PNS di Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur
Di tengah proses pencapaian dan perkembangannya, instansi atau
sipil merupakan salah satu sumberdaya manusia yang penting dalam
perkembangan dan kemajuan instansinya. Herman (2011) berpendapat bahwa
kelancaran perkembangan dari instansi pemerintahan bergantung dari
kesempurnaan aparatur negaranya yakni Pegawai Negeri Sipil. Pegawai negeri
sipil yang sempurna adalah pegawai negeri yang penuh kesetiaan terhadap
pancasila, Undang – Undang Dasar 1945, dan pemerintah, serta bersatu padu,
bermental baik, berdisplin tinggi, berdaya guna, berkualitas tinggi dan sadar akan
tanggung jawab sebagai unsur pertama aparatur negara (Marsono, 1974).
Menurut wawancara awal peneliti dengan pimpinan Dinas Perhubungan
Provinsi Kalimantan Timur diperoleh informasi bahwa para pegawai negeri sipil di
Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur pun memiliki tugas pokok dan
fungsi yang penting. Pegawai negeri dituntut untuk melaksanakan urusan
pemerintahan daerah di bidang perhubungan dan melaksanakan kewenangan
desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang perhubungan. Tugas pokok ini
merupakan tantangan pekerjaan yang cukup berat dan memerlukan tanggung
jawab yang baik dan daya juang yang tinggi. Pegawai juga memiliki fungsi yang
penting di Kalimantan timur, salah satunya mengumpulkan bahan dan mengolah
data dalam rangka penyusunan program dan rencana kegiatan, koordinasi,
pengendalian dan pengawasan serta evaluasi pelaksanaan tugas di bidang
perhubungan. Fungsi ini juga merupakan tantangan yang cukup berat untuk
Adversity quotient merupakan kemampuan seseorang dalam mengolah
kesulitan yang dihadapi menjadi sebuah tantangan untuk diselesaikan (Stoltz,
2000), sedangkan loyalitas kerja merupakan tekad dan kesanggupan seseorang
untuk melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh
kesadaran dan tanggung jawab (Flippo, 1996). Dalam hal ini, jika pegawai yang
memiliki adversity quotient tinggi maka loyalitas kerja yang dimiliki oleh pegawai
akan tinggi. Pegawai yang memiliki adversity quotient (AQ) tinggi cenderung
memiliki kemampuan yang baik dalam mengolah kesulitan dan tantangan yang
dihadapi. Secara tidak langsung, adversity quotient yang tinggi dapat membuat
pegawai Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur dapat mengolah dan
melaksanakan tugas pokok dan fungsi pentingnya dengan lebih baik serta dapat
menghadapi tantangan pekerjaannya dengan baik pula.
Pegawai yang memiliki loyalitas kerja yang tinggi cenderung memiliki
kecintaan terhadap pekerjaannya sehingga melaksanakan tugas dengan sebaik –
baiknya dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. Secara tidak
langsung, loyalitas kerja yang tinggi akan membuat pegawai Dinas Perhubungan
Provinsi Kalimantan Timur dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap pekerjaannya
sehingga pegawai lebih bertanggung jawab dan bekerja dengan sebaik – baiknya
dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi pentingnya. Kedua hal ini saling
berkaitan karena apabila pegawai Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur
memiliki kemampuan yang baik dalam mengolah kesulitan dan tantangan dalam
menjadi bertanggung jawab dengan pekerjaannya serta dapat bekerja dengan
sebaik – baiknya.
Begitu pula sebaliknya, jika pegawai memiliki adversity quotient rendah
maka loyalitas kerja yang dimiliki rendah. Pegawai yang memiliki adversity
quotient (AQ) rendah memiliki kesulitan dalam mengolah masalah dan tantangan
yang dihadapinya. Pegawai Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur yang
memiliki adversity quotient rendah memiliki kesulitan dalam mengolah tantangan
pekerjaan yang ada pada tugas pokok dan fungsinya. Begitu pula dengan pegawai
yang memiliki loyalitas kerja yang rendah. Pegawai yang memiliki loyalitas kerja
rendah cenderung tidak mencintai pekerjaannya sehingga mudah untuk
melepaskan tanggung jawabnya dari semua resiko pekerjaan dan tidak berusaha
bekerja dengan sebaik – baiknya.
Pegawai Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki
loyalitas rendah cenderung melepaskan tanggung jawabnya dari segala resiko saat
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya serta tidak mau bekerja dengan usaha
sebaik – baiknya. Secara tidak langsung, pegawai Dinas Perhubungan Provinsi
Kalimantan Timur yang memiliki adversity quotient (AQ) rendah cenderung
kesulitan dalam mengolah tantangan yang ada saat melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya. Hal ini membuat pegawai Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan
Timur kurang mencintai pekerjaannya dan cenderung akan melepas tanggung
jawabnya terhadap tugas pokok dan fungsinya serta tidak berusaha bekerja dengan
Skema 1. Dinamika Hubungan
—» —» —»
—» —»
Hipotesis
E. Hipotesis
Hipotesis adalah harapan yang dinyatakan oleh peneliti mengenai
hubungan antara variabel – variabel dalam penelitian (Sevilla, 1993). Adapun
hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara adversity
quotient dengan loyalitas kerja pada pegawai negeri sipil di Dinas Perhubungan
Provinsi Kalimantan Timur. Apabila tingkat adversity quotient yang dimiliki
subjek tinggi maka loyalitas kerja yang dimiliki subjek akan tinggi.
Pegawai Negeri Sipil di Dinas
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui hubungan positif
antara adversity quotient dengan loyalitas kerja pada pegawai negeri sipil di
Dinas Perhubungan Provinsi Kaltim. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, karena data akan dianalisis
menggunakan perhitungan statistik. Menurut Sugiono (2007), data kuantitaif
merupakan data yang berbentuk angka. Hasil penelitian ini akan disajikan
dalam bentuk deskripsi menggunakan angka – angka statistik.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
korelasional. Studi korelasional merupakan penelitian deksriptif yang sering
digunakan untuk mencari hubungan antar beberapa variabel (Sevilla, 1993).
Pada penelitian ini, metode korelasional digunakan sebagai pengukur tingkat
serta arah hubungan antara adversity quotient (variabel independen / bebas)
dengan loyalitas kerja (variabel dependen / terikat). Penelitian ini menggunakan
metode korelasional untuk mengukur tingkat adversity quotient subjek yang
memiliki tingkat adversity quotient yang tinggi maka akan memiliki loyalitas
kerja yang tinggi.
3. Definisi Konseptual Variabel
Variabel penelitian merupakan suatu karakteristik yang memiliki dua
atau lebih nilai dan sifat berdiri sendiri.Variabel merupakan konstruksi atau
sifat (properties) yang diteliti (Kerlinger, Sevilla 2003). Terdapat dua variabel
dalam penelitian ini, yakni variabel bebas (IV) dan variabel terikat (DV).
Menurut Sevilla (2003) mendefinisikan variabel bebas sebagai variabel yang
mempengaruhi atau mengakibatkan hasil, sedangkan variabel terikat adalah
variabel yang dipengaruhi atau hasil dari penelitian.
a. Variabel X (variabel bebas / independen variabel) : Adversity Quotient
Adversity quotient merupakan kemampuan seseorang dalam
memegang kendali dalam kesulitan, mengetahui secara pasti asal usul dan
akibat dari kesulitan, jangkauan kesulitan dan berapa lama kesulitan dapat
bertahan dan berlangsung dalam diri seseorang Semua komponen tersebut
menyertakan modal daya juang dan usaha yang keras pada proses
menghadapi dan menyelesaikan kesulitan tersebut.
b. Variabel Y (variabel terikat / dependen variabel) : Loyalitas kerja
Loyalitas kerja merupakan kesetiaan dan kecintaan seseorang
terhadap pekerjaannya yang ditunjukkan dengan pengabdian terhadap
pekerjaan dan tempat bekerja, bertanggung jawab atas pekerjaan dan jabatan