• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH INVESTASI, PDRB DAN UPAH MINIMUM PROVINSI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SEKTOR INDUSTRI DI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH INVESTASI, PDRB DAN UPAH MINIMUM PROVINSI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SEKTOR INDUSTRI DI SUMATERA UTARA"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH INVESTASI, PDRB DAN UPAH MINIMUM PROVINSI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA

PADA

SEKTOR INDUSTRI DI SUMATERA UTARA

OLEH

SUFHIA BR TARIGAN 140501085

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

PENGARUH INVESTASI, PDRB DAN UPAH MINIMUM PROVINSI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SEKTOR

INDUSTRI DI SUMATERA UTARA

Sektor Industri merupakan salah satu sektor andalan pada perekonomian Provinsi Sumatera Utara. Di era industrialisasi ini, sektor industri diharapkan dapat menjadi motor penggerak perekonomian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh PMDN, PMA, PDRB dan Upah Minimum Provinsi terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Sumatera Utara.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang berupa data time series dengan periode pengamatan 1997-2016 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda dengan menggunakan program Eviews versi 8.0.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa investasi baik dalam Penanaman Modal Dalam Negeri maupun Penanaman Modal Asing berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri.

Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri. Upah Minimum Provinsi tidak memberikan pengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri.

Kata Kunci : Sektor Industri, Penyerapan Tenaga Kerja, PMDN , PMA , PDRB, UMP.

(6)

ABSTRACT

IMPACT OF INVESTMENT,PDRB AND MINIMUM WAGE Of The PROVIN CETOWARDS THE ABSORPTION OF LABOR IN

NORTH SUMATERA.

Industrial sector is one of the mainstay sectors in the economy of North Sumatera Province. In this industrialization era, industrial sector is expected to become the incentive of the economy. The purpose of this research is to analyze the influence of PMDN, PMA, PDRB and Minimum Wage of the province towards the absorption of labor in industrial sector in North Sumatera.

This research used secondary data in the form of time series data with the obeservation periode 1997-2016 sourced from the Central Bureau of Statistic.

The analysis method used is multiple linear regression analysis using Eviews program version 8.0.

The result of this research indicate that investment in both domestic and foreign investment has a positive and asignificant effect on the absorption of labor in the industrial sector. Gross Regionan Domestic Product has a positive and significant effect on the absorption of labor in the industrial sector. Provincial Minimum Wage does not affect the absorption of labor in the industrial sector.

Keywords : Industrial Sector, Labor Absorption, PMDN , PMA , PDRB , UMP.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan karunia Nya yang selalu menyertai penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Investasi , PDRB dan Upah Minimum Provinsi (UMP) Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Industri di Sumatera Utara”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat dukungan, bantuan, dan masukan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung.

Skripsi ini juga tak luput dari kekurangan-kekurangan dan kesalahan-kesalahan karena keterbatasan dari penulis.

Pada kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kepada kedua orang tua saya yang tersayang H. Sahidin Tarigan dan Hj.

Mahdania Sebayang atas segala doa dan dukungannya yang telah diberikan selama ini sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ramli SE,MSi selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Coki Ahmad Syahwier HSB, MP selaku ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution, SE.,M.Si selaku Sekertaris Program Studi Ekonomi Pembangunan.

5. Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si. selaku dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu nya untuk membimbing saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Murni Daulay, S.E, M.S. selaku Dosen Penguji I saya yang telah memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.

7. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si. selaku dosen Penguji II saya yang telah

(8)

8. Kepada seluruh Dosen dan Karyawan Program Studi Ekonomi Pembangunan atas bantuan dan bimbingan nya selama saya kuliah disini.

9. Kepada kakak saya Anisa, Ira, dan Depi yang selalu memberikan arahan dan masukan serta dukungannya sehingga skripsi ini dapat selesai.

10. Kepada seluruh teman-teman Ekonomi Pembangunan terkhususnya Stambuk 2014.

11. Dan terakhir terima kasih buat semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang sudah memberikan doa dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan, dan dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya. Penulis juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan banyak keterbatasan, sehingga penulis tak lupa mengharapkan saran dan kritik atas skripsi ini.

Medan, April 2018.

Penulis

Suphia Tarigan Nim : 140501085

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... . i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Mafaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Tenaga Kerja ... 8

2.1.1 Pengertian Tenaga Kerja ... 8

2.1.2 Klasifikasi Tenaga Kerja ... 9

2.2 Penyerapan Tenaga Kerja ... 11

2.3 Industri ... 12

2.3.1 Pengertian Industri ... 12

2.3.2 Klasifikasi Industri ... 13

2.3.3 Jenis-Jenis Industri ... 15

2.4 Investasi ... 16

2.4.1 Pengertian Investasi ... 16

2.4.2 Jenis-Jenis Investasi ... 18

2.5 Produk Domestik Regional Bruto ... 20

2.6 Upah ... 24

2.6.1 Pengertian Upah ... 24

2.6.2 Upah Minimum ... 25

2.7 Penelitian Terdahulu ... 27

2.8 Kerangka Konseptual ... 28

2.9 Hipotesis Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Jenis Penelitian ... 31

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 31

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 32

3.4 Pengolahan Data ... 32

3.5 Definisi Operasional ... 32

3.6 Metode Analisis ... 33

3.7 Uji Kesesuaian ... 35

3.7.1 Koefisien Determinasi ... 35

(10)

3.7.2 Uji f-statistic ... 36

3.8 Uji Asumsi Klasik ... 37

3.8.1 Uji Normalitas ... 37

3.8.2 Uji Multikolineritas ... 37

3.8.3 Uji Auto Korelasi ... 38

3.8.4 Uji Heterokedastisitas ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 40

4.1.1 Kondisi Geografis ... 40

4.1.2 Kondisi Iklim dan Topografi ... 41

4.1.3 Potensi Wilayah ... 41

4.2 Perkembangan Variabel Penelitian ... 42

4.2.1 Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Industri ... 42

4.2.2 Perkembangan Investasi Sektor Industri ... 45

4.2.3 Perkembangan PDRB Sektor Industri ... 48

4.2.4 Perkembangan Upah Minimum Sumatera Utara ... 51

4.3 Hasil dan Analisa ... 53

4.3.1 Hasil Estimasi ... 53

4.3.2 Uji Kesesuaian ... 54

4.3.2.1 Koefisien Determinasi ... 54

4.3.2.2 Uji t-statistic ... 54

4.3.2.3 Uji f-statistic ... 58

4.3.3 Uji Asumsi Klasik ... 59

4.3.3.1 Uji Normalitas ... 59

4.3.3.2 Uji Multikolineritas ... 60

4.3.3.3 Uji Auto Korelasi ... 61

4.3.3.4 Uji Heterokedastisitas ... 62

4.4 Pembahasan ... 63

4.4.1 Pengaruh PMDN ... 63

4.4.2 Pengaruh PMA ... 64

4.4.3 Pengaruh PDRB ... 65

4.4.4 Pengaruh UMP ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1 Kesimpulan ... 69

5.2 Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72 LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Utara 3 Atas Dasar Harga Konstan 2010 menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016 (milyar, rupiah)

2.1 Penelitian Terdahulu 27

4.1 Jumlah Tenaga Kerja Pada Sektor Industri di Provinsi 43 Sumatera Utara Tahun 1997-2016

4.2 Jumlah Investasi PMDN dan PMA pada Sektor Industri di 46 Provinsi Sumatera Utara tahun 1997-2016.

4.3 Produk Domestik Regional Bruto pada Sektor Industri di 49 Provinsi Sumatera Utara tahun 1997-2016.

4.4 Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara tahun 1997-2016. 52

4.5 Hasil Estimasi 53

4.6 Hasil Uji Multikolineritas 60

4.7 Hasil Uji Auto Korelasi 61

4.8 Hasil Uji Heterokedastisitas 63

(12)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 29 4.1 Hasil Uji Normalitas ... 59

(13)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran

1. Data Penelitan 2. Hasil Estimasi

3. Hasil Uji Auto Korelasi 4. Hasil Uji Heterokedastisitas

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan mempertimbangkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Dalam konteks ekonomi, pembangunan sendiri dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) ditingkat nasional atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di tingkat daerah (Dharmayanti, 2011).

Proses pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi.

Proses industrialisasi merupakan satu jalur kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang lebih maju maupun taraf hidup yang lebih bermutu. Dalam proses tersebut, sektor industri dijadikan prioritas pembangunan yang diharapkan mempunyai peranan penting sebagai sektor pemimpin (leading sector), yang berarti dengan adanya pembangunan industri akan memacu dan mengangkat sektor-sektor lainnya seperti sektor jasa dan sektor pertanian. Pembangunan ekonomi yang mengarah pada industrialisasi dapat dijadikan motor penggerak pertumbuhan ekonomi dan juga dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduk untuk memenuhi lapangan pekerjaan bagi penduduk untuk memenuhi pasar tenaga kerja (Simanjuntak, 2002).

Keberhasilan pembangunan di suatu daerah dipengaruhi oleh besarnya investasi di daerah. Investasi merupakan salah satu pilar pertumbuhan ekonomi

(15)

(Sjafii, 2009). Investasi dapat menjadi titik tolak bagi keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan di masa depan karena dapat menyerap tenaga kerja.

Melalui investasi, kapasitas produksi dapat ditingkatkan yang kemudian akan mampu untuk meningkatkan output dan pada akhirnya juga meningkatkan pendapatan. Dengan semakin banyaknya investasi yang masuk, dapat memberikan kesempatan yang lebih luas bagi penduduk serta mengurangi tingkat pengangguran terbuka. Dengan adanya investasi baik dalam bentuk Penanaman Modal dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing yang masuk di Provinsi Sumatera Utara tidak menutup kemungkinan untuk mengurangi jumlah pengangguran di Sumatera Utara.

Para investor yang menanamkan modalnya di Sumatera Utara baik investor dalam negeri maupun asing dapat membantu menurunkan angka pengangguran dengan cara membangun proyek atau perusahaan sehingga dapat menyerap banyak tenaga kerja di Sumatera Utara.

Faktor Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi atau sektor di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. PDRB dapat mempengaruhi jumlah angkatan kerja yang bekerja dengan asumsi apabila nilai PDRB meningkat, maka jumlah nilai tambah output atau penjualan dalam seluruh unit ekonomi disuatu wilayah akan meningkat. Semakin besar output atau penjualan yang dilakukan perusahaan maka akan mendorong perusahaan untuk menambah permintaan tenaga kerja agar produksinya dapat ditingkatkan untuk mengejar peningkatan penjualan yang terjadi (Feriyanto, 2014: 43).

(16)

Sektor industri merupakan salah satu sektor andalan pada perekonomian di Provinsi Sumatera Utara. Sektor Industri menyumbang nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar kedua setelah sektor pertanian. Adapaun berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, nilai PDRB sektor industri di Provinsi Sumatera Utara setiap tahunnya mengalami peningkatan.

Berikut dibawah ini adalah data yang memperlihatkan jumlah nilai setiap sektor terhadap pembentukan PDRB Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2012- 2016.

Tabel 1.1

Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan 2010 menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016 (milyar, rupiah)

NO Lapangan Usaha

Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

1

Pertanian Kehutanan dan

Perikanan

95 405,42 99 894,57 104 262,83 109 962,98 115 308,88

2

Pertambanga n dan Penggalian

4 135,26 5 211,65 5 480,37 5 814,94 6 144,99

3

Industri

Pengolahan 76 922,41 80 648,62 83 069,09 86 081,40 89 941,99

4

Pengadaan Listrik dan Gas

553,4 531,4 580,71 593,97 616,39

5

Pengadaan Air

Pengelolaan Sampah Limbah dan Daur Ulang

353,75 373,84 396,43 421,96 450,27

6.

Konstruksi 44 718,29 48 144,38 51 411,36 54 248,91 57 286,44

(17)

No

Lapangan

Usaha 2012 2013 2014 2015 2016

7

Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

65 384,61 69 025,21 73 812,64 77 037,55 81 467,72

8

Transportasi dan

Pergudangan

16 827,86 18 075,25 19 082,06 20 165,19 21 389,01

9

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

8 035,64 8 663,61 9 225,42 9 866,78 10 512,20

10

Informasi dan

Komunikasi 8 930,58 9 625,11 10 321,29 11 055,36 11 913,13

11

Jasa Keuangan dan Asuransi

11 581,05 12 691,89 13 024,10 13 957,95 14 531,04

12 Real Estate 15 030,05 16 072,86 17 132,22 18 119,23 19 187,89

14

Administrasi Pemerintahan Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

522,71 12 940,56 13 836,00 14 642,06 14 931,58

15

Jasa

Pendidikan 7 357,22 7 970,45 8 478,26 8 904,74 9 341,37

16

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

3 207,55 3 554,52 3 793,27 4 066,72 4 366,28

17 Jasa lainnya 1 775,77 1 908,14 2 042,55 2 179,19 2 320,88

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016 .

Berdasarkan tabel 1.1 diatas dapat terlihat bahwa sektor pertanian merupakan sektor terbesar penyumbang PDRB di Provinsi Sumatera Utara, kemudian diikuti sektor industri pengolahan yang mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Dalam upaya meningkatkan perekonomian pada Sumatera Utara, sektor industri pengolahan perlu untuk lebih dikembangkan secara terpadu dan seimbang, karena dengan berkembangnya sektor ini diharapkan pula dapat membantu memecahkan masalah pengangguran dengan menyerap tenaga kerja

(18)

perekonomian harus berimbas pada kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan usaha mandiri, seperti keberadaan industri rakyat karena keberadaan industri menjadi indikator kemajuan suatu daerah. Suatu daerah dianggap maju jika kelompok sektor sekunder menjadi penopang bingkai perekonomiannya. Industri pengolahan merupakan salah satu penopang perekonomian yang dianggap tangguh. Keberadaan dan keberlanjutan industri pengolahan memegang peranan yang kuat karena mengakar di masyarakat. Sektor industri usaha mikro, kecil, dan menengah perannya tidak begitu besar dalam pembentukan ekonomi Sumatera Utara, namun berperan dalam menciptakan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan pada Provinsi Sumatera Utara.

Selain investasi dan jumlah PDRB, permintaan akan tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh tingkat upah. Selama ini masalah upah sering timbul karena adanya perbedaan pengertian dan kepentingan mengenai upah antara pengusaha dan pekerja. Sehingga dalam hal ini diperlukan kebijakan pemerintah untuk mengatasi perbedaan kepentingan tersebut. Adanya peningkatan pendapatan masyarakat akan meningkatkan barang dan jasa yang mendorong perusahaan untuk berkembang. Kebijakan pemerintah dalam menetapkan upah minimum menjadi alasan bagi pengusaha untuk lebih memilih industri yang padat modal.

Upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi industri.

Berdasarkan teorinya, upah yang tinggi akan membuat biaya produksi industri juga meningkat, akibatnya, harga suatu produk juga meningkat. Peningkatan harga produk suatu barang menurunkan permintaan akan barang tersebut. Kondisi ini akan memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan,

(19)

yang pada selanjutnya juga dapat mengurangi permintaan akan tenaga kerja (Sumarsono, 2003).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Investasi, PDRB dan Upah Minimum Provinsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Industri di Sumatera Utara”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh PMDN terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Sumatera Utara?

2. Bagaimana pengaruh PMA terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Sumatera Utara?

3. Bagaimana pengaruh PDRB terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Sumatera Utara?

4. Bagaimana pengaruh Upah Minimum Provinsi terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang dapat penulis simpulkan adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh PMDN terhadap penyerapan tenaga kerja pada

sektor industri di Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui pengaruh PMA terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Sumatera Utara.

(20)

3. Untuk mengetahui pengaruh PDRB terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Sumatera Utara.

4. Untuk mengetahui pengaruh Upah Minimum Provinsi terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan berbagai kegunaan, antara lain :

1. Untuk penulis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan pribadi penulis mengenai pengaruh investasi, PDRB, dan Upah Minimum terhadappenyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara.

3. Sebagai bahan referensi dan pembanding bagi para peneliti lain yang ingin meneliti masalah ini dengan memasukkan determinan atau variabel-variabel lain yang turut mempengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri di Sumatera Utara.

4. Sebagai bahan studi atau tambahan bagi mahasiswa-mahasiswi Fakultas Ekonomi, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tenaga Kerja

2.1.1 Pengertian Tenaga Kerja

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang tercantum dalam Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Menurut Badan Pusat Statistik, tenaga kerja adalah penduduk usia kerja yang berumur 15 tahun atau lebih. Dengan demikian tenaga kerja di Indonesia dimaksudkan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun atau lebih, sedangkan penduduk berumur dibawah 15 tahun digolongkan bukan tenaga kerja.

Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia atau human resources mengandung dua pengertian. Pertama, sumber daya manusia mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi.

Sumber daya manusia ini mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa, pengertian pertama ini mengandung aspek kualitas. Kedua, sumber daya manusia menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha tersebut, pengertian kedua ini mengandung aspek kuantitas. Secara fisik kemampuan bekerja diukur dengan usia. Dengan kata lain, orang dalam usia kerja dianggap mampu bekerja. Kelompok penduduk dalam usia kerja tersebut

(22)

dinamakan tenaga kerja atau manpower. Secara singkat, tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk dalam usia kerja (Payaman J. Simanjuntak, 2001: 1).

2.1.2 Klasifikasi Tenaga Kerja 1. Angkatan Kerja

Angkatan kerja yaitu tenaga kerja berusia 15 tahun yang selama seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, baik yang bekerja maupun yang sementara tidak bekerja karena suatu alasan. Angkatan kerja terdiri dari pengangguran dan penduduk bekerja. Pengangguran adalah mereka yang sedang mencari pekerjaan atau mereka yang mempersiapkan usaha atau mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja dan pada waktu bersamaan mereka tidak bekerja. Penganggur dengan konsep ini biasanya disebut dengan penganggur terbuka.

Sedangkan penduduk bekerja didefinisikan sebagai penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam secara tidak terputus selama seminggu yang lalu. Penduduk yang bekerja dibagi menjadi dua, yaitu penduduk yang bekerja penuh dan setengah menganggur. Setengah menganggur merupakan penduduk yang bekerja kurang dari jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu, tidak termasuk yang sementara tidak bekerja).

Jumlah angkatan kerja yang bekerja merupakan gambaran kondisi dari lapangan kerja yang tersedia. Semakin bertambahnya lapangan kerja yang tersedia maka semakin meningkatnya total produksi suatu negara, dimana salah satu

(23)

indikator untuk melihat perkembangan ketenagakerjaan di Indonesia adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menunjukkan suatu ukuran proporsi penduduk usia kerja yang terlibat secara aktif dalam pasar tenaga kerja baik yang bekerja maupun sedang mencari pekerjaan. TPAK dapat dinyatakan untuk seluruh tenaga kerja yang ada atau jumlah tenaga kerja menurut kelompok umur tertentu, jenis kelamin, tingkat pendidikan maupun desa-kota (Kusnendi, 2003: 6.8). TPAK diukur sebagai persentase jumlah angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja, dengan rumus sebagai berikut (Mudrajat Kuncoro, 2013: 66):

TPAK dapat mengindikasikan besaran ukuran relatif penawaran tenaga kerja (labour supply) yang dapat terlibat dalam produksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Secara umum, TPAK didefinisikan sebagai ukuran yang menggambarkan jumlah angkatan kerja untuk setiap 100 penduduk usia kerja.

2. Bukan Angkatan Kerja

Bukan angkatan kerja yaitu tenaga kerja yang berusia 15 tahun ke atas yang selama seminggu yang lalu hanya bersekolah, mengurus rumah tangga, dan sebagainya dan tidak melakukan kegiatan yang dapat dikategorikan bekerja, sementara tidak bekerja atau mencari kerja. Ketiga golongan dalam kelompok bukan angkatan kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja.

Oleh sebab itu kelompok ini sering dinamakan potential labor force.

(24)

2.2 Penyerapan Tenaga Kerja

Pengertian dari penyerapan itu sendiri diartikan cukup luas, menyerap tenaga kerja dalam maknanya menghimpun orang atau tenaga kerja di suatu lapangan usaha untuk dapat sesuai dengan usaha itu sendiri. Penyerapan tenaga kerja merupakan suatu jumlah kuantitas tertentu dari tenaga kerja yang digunakan oleh suatu sektor atau unit usaha tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja merupakan jumlah riil dari tenaga kerja yang dikerjakan dalam unit usaha.

Daya serap tenaga kerja merupakan suatu model permintaan suatu unit usaha terhadap tenaga kerja dalam pasar kerja yang dipengaruhi oleh tingkat upah yang berlaku. Tingkat upah yang berlaku ini juga mempengaruhi kekuatan perusahaan dalam menyerap tanaga kerja dari pasar. Kekuatan terhadap permintaan tenaga kerja tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal dari usaha tersebut.

Semakin sempit daya serap sektor modern terhadap perluasan kesempatan kerja telah menyebabkan sektor tradisional menjadi tempat penampungan angkatan kerja. lapangan kerja terbesar yang dimiliki Indonesia berada pada sektor informal. Hal ini disebabkan sektor informal mudah dimasuki oleh para pekerja karena tidak banyak memerlukan modal, kepandaian dan keterampilan.

Sudarsono (2007), menyatakan bahwa penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah angkatan kerja yang bekerja yang tersedia di satu daerah. Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan atau instansi tertentu, permintaan tenaga kerja ini dipengaruhi oleh perubahan tingkat upah dan perubahan faktor-faktor lain yang mempengaruhi

(25)

permintaan hasil produksi, antara lain naik turunnya permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan yang bersangkutan, tercermin melalui besarnya volume produksi, dan harga barang-barang modal yaitu mesin atau alat yang digunakan dalam proses produksi.

Melihat pada uraian di atas, maka diperoleh kesimpulan bahwa adanya perbedaan antara permintaan tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja yang diminta atau dalam hal ini tenaga kerja yang diserap oleh sektor usaha tertentu di suatu wilayah. Permintaan tenaga kerja adalah keseluruhan hubungan antara berbagai tingkat upah dan jumlah tenaga kerja yang diminta untuk dipekerjakan.

Sedangkan jumlah tenaga kerja yang diminta lebih ditujukan pada kuantitas dan banyaknya permintaan tenaga kerja pada tingkat upah tertentu. Jadi yang dimaksud dengan penyerapan tenaga kerja dalam penelitian ini adalah jumlah atau banyaknya orang yang bekerja pada sektor industri di Provinsi Sumatera Utara.

2.3 Industri

Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.

Dalam istilah ekonomi, industri juga mempunyai dua pengertian yaitu pengertian secara luas dan pengertian secara sempit, dalam pengertian secara luas, industri mencakup semua usaha dan kegiatan di bidang ekonomi yang bersifat produktif, sedangkan pengertian secara sempit, industri adalah suatu kegiatan

(26)

yang mengubah suatu barang jadi atau barang setengah jadi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah barang jadi nilainya dan barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih.

Industri mempunyai dua pengaruh yang penting dalam setiap program pembangunan. Pertama, dalam model dua sekornya Lewis, produktivitas yang lebih besar dalam industri merupakan kunci untuk meningkatkan pendapatan perkapita. Kedua, industri pengolahan (manufacturing) memberikan kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar bagi industri substitusi impor (ISI) untuk lebih efisien dan meningkatkan ekspor daripada hanya berkutat pada pasar

“primer” (Arsyad, 2010:452).

2.3.1 Klasifikasi Industri

Istilah industri sering diidentikkan dengan semua kegiatan ekonomi manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif.

Karena merupakan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda.

(27)

Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis industrinya.

Adapun klasifikasi industri berdasarkan kriteria masing-masing, adalah sebagai berikut :

1. Klasifikasi Industri Berdasarkan Bahan Baku

Tiap-tiap industri membutuhkan bahan baku yang berbeda, tergantung pada apa yang akan dihasilkan dari proses industri tersebut. Berdasarkan bahan baku yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:

a. Industri ekstraktif, yaitu industri yang bahan bakunya diperoleh langsung dari alam. Misalnya: industri hasil pertanian, industri hasil perikanan, dan industri hasil kehutanan.

b. Industri nonekstraktif, yaitu industri yang mengolah lebih lanjut hasilhasil industri lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri pemintalan, dan industri kain.

c. Industri fasilitatif atau disebut juga industri tertier. Kegiatan industrinya adalah dengan menjual jasa layanan untuk keperluan orang lain. Misalnya: perbankan, perdagangan, angkutan, dan pariwisata.

(28)

2. Klasifikasi Industri Berdasarkan Tenaga Kerja

Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:

a. Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari empat orang. Misalnya: industri anyaman, industri kerajinan, industri tempe/ tahu, dan industri makanan ringan.

b. Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5 sampai 19orang. Misalnya: industri genteng, industri batubata, dan industri pengolahan rotan.

c. Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20 sampai 99 orang. Misalnya: industri konveksi, industri bordir, dan industri keramik.

d. Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang. Misalnya: industri tekstil, industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang.

3. Klasifikasi Industri Berdasarkan produk yang Dihasilkan

Berdasarkan produksi yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi:

a. Industri primer, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang tidak perlu pengolahan lebih lanjut. Misalnya: industri anyaman, industri konveksi, industri makanan dan minuman.

b. Industri sekunder, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut sebelum dinikmati atau

(29)

digunakan. Misalnya: industri pemintalan benang, industri ban, industri baja, dan industri tekstil.

c. Industri tertier, yaitu industri yang hasilnya tidak berupa barang atau benda yang dapat dinikmati atau digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung, melainkan berupa jasa layanan yang dapat mempermudah atau membantu kebutuhan masyarakat. Misalnya:

industri angkutan, industri perbankan, industri perdagangan, dan industri pariwisata.

4. Klasifikasi Industri Berdasarkan Bahan Mentah

Berdasarkan bahan mentah yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:

a. Industri pertanian, yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang diperoleh dari hasil kegiatan pertanian. Misalnya: industri minyak goreng, Industri gula, industri kopi, industri teh, dan industri makanan.

b. Industri pertambangan, yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang berasal dari hasil pertambangan. Misalnya: industri semen, industri baja, industri BBM (bahan bakar minyak bumi), dan industri serat sintetis.

c. Industri jasa, yaitu industri yang mengolah jasa layanan yang dapat mempermudah dan meringankan beban masyarakat tetapi menguntungkan.

Misalnya: industri perbankan, industri perdagangan, industri pariwisata, industri transportasi, industri seni dan hiburan.

(30)

5. Klasifikasi Industri Berdasarkan Lokasi Unit Usaha.

Keberadaan suatu industri sangat menentukan sasaran atau tujuan kegiatan industri. Berdasarkan pada lokasi unit usahanya, industri dapat dibedakan menjadi:

a. Industri berorientasi pada pasar (market oriented industry), yaitu industri yang didirikan mendekati daerah persebaran konsumen.

b. Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment oriented industry), yaitu industri yang didirikan mendekati daerah pemusatan penduduk, terutama daerah yang memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang pendidikannya.

c. Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented industry), yaitu industri yang didirikan dekat atau ditempat pengolahan. Misalnya: industri semen di Palimanan Cirebon (dekat dengan batu gamping), industri pupuk di Palembang (dekat dengan sumber pospat dan amoniak), dan industri BBM di Balongan Indramayu (dekat dengan kilang minyak).

d. Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri yang didirikan di tempat tersedianya bahan baku. Misalnya: industri konveksi berdekatan dengan industri tekstil, industri pengalengan ikan berdekatan dengan pelabuhan laut, dan industri gula berdekatan lahan tebu.

e. Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose industry), yaitu industri yang didirikan tidak terikat oleh syarat-syarat di atas. Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja, dan

(31)

pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja. Misalnya: industri elektronik, industri otomotif, dan industri transportasi.

6. Klasifikasi Berdasarkan Proses Produksi.

Berdasarkan proses produksi, industri dapat dibedakan menjadi:

a. Industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi. Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku untuk kegiatan industri yang lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri alumunium, industri pemintalan, dan industri baja.

b. Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadi menjadi barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen. Misalnya: industri pesawat terbang, industri konveksi, industri otomotif, dan industri meubeler.

7. Klasifikasi Berdasrkan Barang yang Dihasilkan

Berdasarkan barang yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi:

a. Industri berat, yaitu industri yang menghasilkan mesin-mesin atau alat produksi lainnya. Misalnya: industri alat-alat berat, industri mesin, dan industri percetakan.

b. Industri ringan, yaitu industri yang menghasilkan barang siap pakai untuk dikonsumsi. Misalnya: industri obat-obatan, industri makanan, dan industri minuman.

(32)

8. Klasifikasi Industri Berdasrkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian

Selain pengklasifikasian industri tersebut di atas, ada juga pengklasifikasian industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 19/M/ I/1986 yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Adapun pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut:

a. Industri Kimia Dasar merupakan industri yang memerlukan: modal yang besar, keahlian yang tinggi, dan menerapkan teknologi maju.

b. Industri Mesin Logam Dasar dan Elektronika merupakan industri yang mengolah bahan mentah logam menjadi mesin-mesin berat atau rekayasa mesin dan perakitan.

c. Aneka Industri, ini merupakan industri yang tujuannya menghasilkan bermacam-macam barang kebutuhan hidup sehari-hari.

d. Industri kecil , industri ini merupakan industri yang bergerak dengan jumlah pekerja sedikit, dan teknologi sederhana. Biasanya dinamakan industri rumah tangga, misalnya: industri kerajinan, industri alat-alat rumah tangga, dan perabotan dari tanah (gerabah).

e. Industri Pariwisata, industri ini merupakan industri yang menghasilkan nilai ekonomis dari kegiatan wisata. Bentuknya bisa berupa: wisata seni dan budaya (misalnya: pertunjukan seni dan budaya), wisata pendidikan (misalnya: peninggalan, arsitektur, alat-alat observasi alam, dan museum geologi), wisata alam (misalnya: pemandangan alam di pantai, pegunungan, perkebunan, dan kehutanan), dan wisata kota (misalnya:

(33)

melihat pusat pemerintahan, pusat perbelanjaan, wilayah pertokoan, restoran, hotel, dan tempat hiburan).

2.4 Investasi

2.4.1 Pengertian Investasi

Menurut Sukirno (2006), Investasi didefinisikan sebagai pengeluaran- pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa dimasa depan.

Menurut Samuelson (2000: 198), investasi meliputi penambahan stok modal atau barang-barang inventaris dalam waktu satu tahun. Investasi merupakan langkah mengorbankan konsumsi dimasa mendatang.

Sedangkan menurut Dumairy (1996: 81) investasi adalah penambahan barang modal secara netto positif. Seseorang yang membeli barang modal tetapi ditujukan untuk mengganti barang modal yang aus dalam proses produksi bukanlah merupakan investasi, tetapi disebut dengan pembelian barang modal untuk mengganti (replacement). Pembelian barang modal ini merupakan investasi yang akan datang. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwasanya investasi atau penanaman modal adalah pengeluaran atau pembelanjaan yang dapat berupa beberapa jenis barang modal, bangunan, peralatan modal dan barang-barang inventaris yang digunakan untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa atau untuk meningkatkan produktivitas

(34)

kerja sehingga terjadi peningkatan output yang dihasilkan dan tersedia untuk masyarakat.

Investasi memiliki 3 (tiga) peran yaitu: 1) sebagai salah satu pengeluaran agregat, dimana peningkatan investasi akan meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan nasional, 2) pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi di masa depan dan perkembangan ini menstimulir pertambahan produksi nasional dan kesempatan kerja, 3) investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi, sehingga akan memberikan kenaikan produktivitas dan pendapatan perkapita masyarakat.

Investasi membutuhkan stabilitas di bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan. Kepastian di bidang hukum akan memberikan kemudahan bagi perkembangan ekonomi dan membantu para pelaku usaha dalam mengambil keputusan ekonomi. Semakin besar tingkat kepastian, maka semakin memungkinkan suatu perusahaan untuk melakukan investasi baik dalam skala rendah, menengah bahkan skala tinggi dan begitu pula sebaliknya, (Suryana, 2000)

2.4.2 Jenis-jenis Investasi

Berdasarkan negara asal, Ada 2 macam bentuk penanaman modal yaitu : A. Penanaman Modal Dalam Negeri (Direct investment)

Penanaman Modal Dalam Negeri (selanjutnya disebut sebagai “PMDN”) berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UUPM”), yaitu kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam

(35)

negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Pengertian dari penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga Negara Indonesia, badan usaha Indonesia, Negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah Negara Republik Indonesia. Badan usaha Indonesia yang dimaksudkan disini dapat berbentuk perseroan terbatas (“PT”)

Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UUPM, dijelaskan bahwa PMDN dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum, atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

B. Penanaman Modal Asing (foreign Investment)

Penanaman Modal Asing atau (PMA) merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan. Penanaman Modal di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal).

Penanaman Modal Asing (PMA) lebih banyak mempunyai kelebihan diantaranya sifatnya jangka panjang, banyak memberikan adil (andil) dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen, membuka lapangan kerja baru.

(36)

Lapangan kerja ini, sangat penting bagi negara sedang berkembang mengingat terbatasnya kemampuan pemerintah untuk penyediaan lapangan kerja.

2.5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Indikator yang sering dipakai untuk menilai kinerja perekonomian suatu negara adalah Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan indikator untuk melihat kinerja ekonomi suatu wilayah dalam suatu negara tertentu digunakan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) yang merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan.

PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan, sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. PDRB menurut harga berlaku digunakan untuk mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi suatu daerah. Sementara itu, PDRB konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga (Bank Indonesia, 2016).

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut BPS didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu

(37)

wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Cara perhitungan PDRB dapat diperoleh melalui tiga pendekatan (Robinson Tarigan, 2008), yaitu:

1. Pendekatan Produksi, Pendekatan ini menghitung nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan ekonomi di daerah tersebut dikurangi biaya antar masing-masing total produksi bruto tiap kegiatan subsektor atau sektor dalam jangka waktu tertentu. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi dan nilai biaya antara yait bahan baku/penolong dari luar yang dipakai dalam proses produksi.

2. Pendekatan Pendapatan, pendekatan ini nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dengan menjumlahkan semua balas jasa yang diterima faktor produksi, yaitu upah, gaji, dan surplus usaha, penyusutan, pajak tidak langsung neto pada sektor pemerintah dan usaha yang sifatnya tidak mencari untung, surplus usaha tidak diperhitungkan. Surplus usaha meliputi bunga yang dibayarkan neto, sewa tanah, dan keuntungan.

3. Pendekatan Pengeluaran, pendekatan ini menjumlahkan nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri. Jika dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan/produksi barang dan jasa itu digunakan untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto (investasi), perubahan stok, dan ekspor neto.

Tingkat pengangguran berbanding terbalik dengan output selama siklus bisnis.

Pergerakan ini diidentifikasi pertama kali oleh Arthur Okun, dan sekarang dikenal

(38)

dengan nama Hukum Okun. Salah satu konsekuensi Hukum Okun adalah PDB riil harus tumbuh secepat PDB potensial untuk menjaga agar tingkat pengangguran tidak meningkat. PDB harus tetap melaju untuk menjaga tingkat pengangguran stabil. Jika pengangguran ingin diturunkan, PDB sebenarnya harus tumbuh lebih cepat dari PDB potensial (Mankiw, 2007).

Dengan kata lain, dengan meningkatnya PDB maka akan meningkatkan jumlah tenaga kerja. Oleh karena itu hubungan antara jumlah output dengan penyerapan tenaga kerja adalah apabila terjadi kenaikan permintaan output yang dihasilkan suatu perusahaan, maka perusahaan tersebut cenderung akan meningkatkan jumlah tenaga kerjanya untuk memenuhi kebutuhan tersebut atau dengan meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang ada

2.6 Upah

2.6.1 Pengertian Upah

Salah satu faktor produksi yang berpengaruh dalam kegiatan produksi adalah tenaga kerja. Tenaga kerja dapat membantu dalam proses produksi sehingga menghasilkan output yang diinginkan perusahaan. Adanya pengorbanan yang dikeluarkan tenaga kerja untuk perusahaan maka tenaga kerja berhak atas balas jasa yang diberikan perusahaan kepada tenaga kerja tersebut berupa upah.

Sadono Sukirno (2005: 351) membuat perbedaan diantara dua pengertian upah : 1. Upah nominal (upah uang) adalah jumlah uang yang diterima para

pekerjadari para pengusaha sebagai pembayaran atas tenaga mental dan fisik para pekerja yang digunakan dalam proses produksi.

(39)

2. Upah riil adalah tingkat upah pekerja yang diukur dari sudut kemampuan upah tersebut membeli barang-barang dan jasa-jasa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan para pekerja.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang tercantum dalam pasal 1 ayat 30 menyebutkan :

“Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan”.

2.6.2 Upah Minimum

Upah minimum di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Upah Minimum. Definisi upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri atas upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh Gubernur sebagai jaring pengaman. Selanjutnya upah minimum dibagi menjadi dua yaitu Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Situasi perburuhan yang sifat dan dinamikanya semakin kompleks di Indonesia, mengharuskan pemerintah mengatur upah minimum.

Dasar kebijakan upah minimum diatur dalam pasal 3 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Upah Minimum, yaitu penetapan upah minimum didasarkan pada KHL dengan memperhatikan produktivitas dan perrtumbuhan ekonomi. Upah minimum cenderung meningkat

(40)

setiap tahun seiring naiknya upah nominal kesejahteraan (upah riil). Kenaikan tinggi upah minimum provinsi menyebabkan dilema bagi perusahaan, karena disatu sisi harus mematuhi peraturan pengupahan yang telah diatur pemerintah, namun disisi lain permasalahan labor cost dirasakan menjadi berat terutama bagi industri padat karya dan industri kecil menengah.

Upah minimum adalah sebuah kontroversi, bagi yang mendukung kebijakan tersebut mengemukakan bahwa upah minimum diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pekerja agar sampai pada tingkat pendapatan “living wage”

yang berarti bahwa orang yang bekerja akan mendapatkan pendapatan yang layak untuk hidupnya. Upah minimum dapat mencegah pekerja dalam pasar monopsoni dari eksploitasi tenaga kerja terutama yang low skilled. Upah minimum dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan mengurangi konskuensi pengangguran seperti yang diperkirakan teori ekonomi konvensional. Namun bagi yang tidak setuju dengan upah minimum mengemukakan alasan bahwa penetapan upah minimum mengakibatkan naiknya pengangguran dan juga memungkinkan kecurangan dalam pelaksanaan yang selanjutnya berpengaruh pada penurunan tingkat upah dalam sektor yang tidak terjangkau kebijakan upah minimum.

Disamping itu penetapan upah minimum tidak memiliki target yang jelas dalam pengurangan kemiskinan serta hanya memiliki dampak kecil terhadap distribusi pendapatan (Maimun Sholeh, 2007).

(41)

2.7 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti (Tahun)

Judul Penelitian

Variable yang

Digunakan Hasil Penelitian 1. Arifatul,

Chusna (2013)

Pengaruh Laju Pertumbuhan Sektor Industri, Investasi, Dan Upah Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1980- 2011

Laju

Pertumbuhan Sektor Industri, Investasi, Upah.

Variabel Laju Pertumbuhan Sektor Industri tidak

berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja, sedangkan variabel Investasi dan upah berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja di sekor industri.

2. Antoni Sianturi (2009)

Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara

PMDN, PMA, Konsumsi.

Variabel

PMDN,PMA, dan Konsumsi

berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.

3. Febria Susanto (2010)

Analisis Pengaruh Inflasi, PMDN dan PMA Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Sumatera Utara

Inflasi,

PMDN, PMA, Tenaga Kerja

Variabel Inflasi dan PMDN berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja, sedangkan PMA berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara 4. Febryana

Rizqi Wasilaputr i (2016)

Pengaruh Upah Minimum Provinsi, PDRB Dan Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Di Pulau Jawa Tahun 2010-2014

Upah Minimum Provinsi, PDRB, Investasi,

Upah minimum provinsi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan investasi memiliki pengaruh positif dan signifikan secara bersama-sama (simultan) terhadap penyerapan tenaga kerja di Pulau Jawa

(42)

2.8 Kerangka Konseptual

Berdasarkan konsep teori di atas maka dapat digambarkan kerangka konseptual dari penelitian yaitu sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual PMDN

(X1)

PMA (X2)

PDRB (X3)

Penyerapan Tenaga Kerja (Y)

UMP (X4)

(43)

2.9 Hipotesis Penelitian

Hipotesis diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Suharsimi, 2006). Hipotesis yang dimaksud merupakan dugaan yang mungkin benar atau salah. Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori maka hipotesisnya adalah:

1. Penanaman Modal Dalam Negeri pada sektor industri berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industry di Sumatera Utara.

2. Penanaman Modal Asing pada sektor industri berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Sumatera Utara.

3. Produk Domestik Regional Bruto sektor industri berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri Provinsi Sumatera Utara 4. Upah Minimum Provinsi berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga

kerja sektor industri Provinsi Sumatera Utara.

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, yakni kegiatan penelitian dalam usaha pencapaian kesimpulan atas hipotesis yang diajukan dengan melakukan analisis data-data kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono 2013).

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Pengertian sumber sekunder menurut Sugiyono (2013) adalah data yang diperoleh dengan cara membaca,mempelajari dan memahami melalui media lain yang bersumber dari literatur, buku-buku, serta dokumen perusahaan.

Adapun sumber data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara dan data pendukung lainnya yang diperoleh dari jurnal,buku dan penelitian sebelumnya.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui studi pustaka. Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan informasi melalui literatur-literatur yang berkaitan dengan objek studi yaitu dari terbitan-terbitan resmi yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik baik terbitan-terbitan cetak maupun melalui website resmi BPS.

(45)

3.4 Pengolahan Data

Penulis menggunakan program komputer E-views untuk mengolah data dalam penelitian ini.

3.5 Definisi Operasional 1. Penyerapan Tenaga Kerja

Penyerapan Tenaga Kerja adalah jumlah tenaga kerja yang terserap pada sektor industri dari tahun 1997 sampai 2016 yang diterbitkan BPS dengan indikator jiwa.

2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Penanaman Modal Dalam Negeri adalah nilai PMDN pada sektor industri dari tahun 1997-2016 yang diterbitkan BPS dengan satuan Juta Rupiah.

3. Penanaman Modal Asing (PMA)

Penanaman Modal Asing adalah nilai PMA pada sektor industri dari tahun 1997-2016 yang diterbitkan BPS dengan satuan Juta Rupiah.

4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai PDRB pada sektor industri dari tahun 1997-2016 yang diterbitkan BPS dengan indikator milyar rupiah.

5. Upah Minimum Provinsi (UMP)

Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah nilai dari UMP dari tahun 1997 sampai 2016 yang diterbitkan BPS dengan indikator rupiah.

(46)

3.6 Metode Analisis

Metode analisis data yang digunakan dimulai dengan pembentukan model matematis, yaitu pernyataan yang berhubungan matematis yang digunakan dalam menentukan hubungan yang berlaku antara Penanaman Modal Dalam Negeri, Penanaman Modal Asing, Produk Domestik Regional Bruto, Upah Minimum Provinsi dan Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Industri di Sumatera Utara.

Untuk menghitung besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dalam penelitian ini digunakan analisis regresi linier berganda. Analisis regresi tersebut merupakan metode analisis yang digunakan selain untuk mengetahui hubungan variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y), juga dapat digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Adapun pendekatan analisis regresi yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS), dimana model analisis sebagai berikut :

LogY = β0 + Log + + Log - Log + e Keterangan :

Y = Penyerapan Tenaga Kerja = Intercept

= Koefisien regresi

= PMDN (dalam juta rupiah) = PMA (dalam juta rupiah) = PDRB (dalam Milyar rupiah )

= UMP (dalam rupiah ) e = Term of error

(47)

Bentuk hipotesis diatas secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:

>0, Artinya jika terjadi kenaikan pada (PMDN), maka Y (penyerapan tenaga kerja sektor industri ) mengalami kenaikan, cateris paribus.

> 0, Artinya jika terjadi kenaikan pada (PMA), maka Y (penyerapan tenaga kerja sektor industri) mengalami kenaikan, cateris paribus.

>0, Artinya jika terjadi kenaikan pada (PDRB), maka Y (penyerapan tenaga kerja sektor industri) mengalami penurunan, cateris paribus.

< 0, Artinya jika terjadi kenaikan pada ( UMP ), maka Y (penyerapan tenaga kerja sektor industri) mengalami penurunan, cateris paribus.

3.6.1 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian)

1. Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien determinasi (R-Square) dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen memberi penjelasan terhadap variabel dependen. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1 (0 < R2 < 1).

2 Uji t-statistik

Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap dependent variabel dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam uji ini dilihat dari nilai probabilotas atau p.value setiap variable independen. Jika nilai probabilitas < α (0,05) maka variabel dinyatakan signifikan. Namun sebaliknya jika nilai probabilitas < α (0,05) berarti variabel tidak berpengaruh signifikan.

(48)

3 Uji F-statistik

Uji F ini adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui berapa besar pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap dependen variabel.

Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :

Ho : = b2 ……….bk = 0 (tidak ada pengaruh) Ha : ≠ b2 ………. bk ≠ 0 (ada pengaruh)

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai dengan . Jika

> maka Ho ditolak,yang berarti variabel independen bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F hitung dapat diperoleh dengan rumus :

= Dimana :

= koefisien determinasi

k = jumlah variabel independen ditambah intercept dari suatu model persamaan

n = jumlah sampel

Dengan kriteria pengujian pada tingkat kepercayaan (1-α) 100% sebagai berikut:

a. Jika probabilitas (signifikansi) > 0,05 (α) maka Ho diterima.

b. Jika probabilitas (signifikansi) < 0,05 (α) maka Ho ditolak.

(49)

3.8 Uji Asumsi Klasik

Dalam penggunaan regresi, terdapat beberapa asumsi dasar yang dapat menghasilkan estimator linear yang terbaik dari model regresi yang diperoleh dari metode kuadrat terkecil biasanya dengan terpenuhinya asumsi tersebut, maka hasil yang diperoleh dapat lebih akurat dan mendekati atau sama dengan kenyataan (Hasan, 2008).

3.8.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal. Salah satu cara metode untuk menguji normalitas adalah dengan menggunakan Uji Jarque-Berra (Uji J-B). Hasil yang diperhatikan dari uji ini adalah nilai probability. Jika nilai probability lebih besar dari α maka dapat dikatakan bahwa error term berdistribusi normal. Sebaliknya Jika nilai probability lebh kecil dari α maka dapat dikatakan bahwa error term berdistribusi tidak normal (Ajija, R. Shochrul, 2011: 42).

3.8.2 Uji Multikolineritas

Multikolinieritas berarti adanya hubungan linear yang “sempurna” atau pasti, di antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Indikasi awal adanya multikolinieritas adalah standar error yang tinggi dan nilai t statistik yang rendah. Untuk melihat adanya Multikolinieritas adalah dengan melihat dari Tolerance value atau nilai Variance Inflation Factor (VIF).

Batas Tolerance value adalah 0,1 dan batas VIF dalah 10. Apabila Tolerance value < 0,1 atau VIF > 10 maka terjadi gejala multikolinieritas. Tetapi jika Tolerance value > 0,1 atau VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinieritas.

(50)

3.8.3 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan penggangu (residual) pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan penggangu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya (Ghozali, 2009: 79).

Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi pada penelitian ini dilakukan dengan metode Bruesch-Godfrey melalui uji LM (Lagrange Multiplier). Untuk memilih panjangnya lag residual yang tepat dengan menggunakan kriteria yang dikemukakan oleh Akaike Schwarz. Berdasarkan kriteria ini, panjangnya kelambanan yang dipilih adalah ketika nilai kriteria Akaike Schwarz yang paling kecil (Widarjono, 2009: 149). Keputusan ada tidaknya autokorelasi ditentukan dengan kriteria penilaian jika nilai Probability Obs*R-Square > α (0,05) maka tidak terjadi gejala Autokorelasi.

3.8.4 Uji Heterokedastisitas

Heteroskedastisitas merupakan keadaan dimana semua gangguan yang muncul dalam fungsi regresi populasi tidak memiliki varians yang sama. Uji Heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan metode White Heteroskedasticity.

Untuk membuktikan dugaan pada uji heteroskedastisitas pertama, maka dilakukan uji White Heteroskedasticity yang tersedia dalam program Eviews. Hasil yang diperhatikan dari uji ini adalah melihat nilai probability Obs*R-Square. Jika nilai probability Obs*R-Square > α (0,05) maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Gambar

Tabel 4.5  Hasil Estimasi

Referensi

Dokumen terkait

dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh sebuah pengetahuan baru yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi kelompok

Menurut saya apa yang dilakukan oleh Dani dengan men-deface KPU adalah mengakses komputer dimana data-data tentang hasil Pemilu terekam, dan pada UU RI No.36 tahun 1999 tidak

Berdasarkan perbedaan pertumbuhan laba antar kelompok perusahaan dan antar periode, serta terdapat ketidaksamaan ( inkonsistensi ) diantara para peneliti, maka penelitian

Menurut Amalia Levanoni, sikap para petinggi Mamlûk yang se­ belumnya menyerahkan urusan kepemimpinan kepada Syajarat al­ Durr dan tanggapan Syajarat al­Durr yang menerima

Kebijakan larangan ekspor Indonesia ini ternyata berdampak pada harga nikel di dunia dan juga kondisi nikel di dunia karena posisi Indonesia yang selama ini menjadi

Asuhan kebidanan berkelanjutan adalah pelayanan yang dicapai ketika terjalin hubungan yang terus menerus antara seorang wanita dan bidan.Tujuan asuhan komprehensif yang

Regulasi diri adalah kemampuan mengatur tingkah laku dan menjalankan tingkah laku tersebut sebagai strategi yang berpengaruh terhadap performansi seseorang mencapai

Keuntungan (kerugian) dari perubahan nilai aset keuangan dalam kelompok tersedia untuk..