• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Penelitian dilakukan di Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta pada bulan Oktober 2015. Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, pada saat penelitian didapatkan 95 sampel yang memenuhi kriteria inklusi, sedangkan tidak ada sampel yang dieksklusi dari penelitian. Variabel yang diteliti yaitu sulit tidur (insomnia) sebagai variabel bebas dan tingkat stres sebagai variabel terikat. Pada penelitian ini data diambil dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh lansia yang memenuhi kriteria inklusi. Cara pengisian kuesioner diisi sendiri oleh responden dengan pengawasan dari peneliti atau petugas yang membantu dan telah diberikan pelatihan sebelumnya atau responden perlu didampingi oleh peneliti atau petugas dalam mengisi kuesioner dikarenakan keterbatasan kemampuan membaca, serta peneliti melakukan konfirmasi mengenai data yang diisikan kedalam kuesioner. Alur pengambilan data dalam penelitian ini yaitu dengan cara bekerjasama dengan kader posyandu lansia di Kecamatan Turi dalam mendapatkan hasil untuk penelitian ini. Namun dalam penelitian ini terdapat keterbatasan yaitu pengumpulan data menggunakan kuesioner cenderung bersifat subyektif sehingga kejujuran responden menentukan kebenaran data yang diberikan. Adanya keterbatasan peneliti pada saat pelaksanaan penelitian ini menyebabkan beberapa masalah-masalah pada lansia yang belum dapat diketahui secara sempurna.

Peneliti menyajikan hasil dari penelitian meliputi deksriptif yaitu merupakan karakteristik subjek penelitian yang ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi, yang kedua analisis berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh menggunakan pengolahan uji Chi-Square.

4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik subjek penelitian meliputi jenis kelamin subjek, usia subjek, insomnia dan tingkat stres.

(2)

4.1.1.1 Jenis Kelamin

Setelah disaring melalui kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan total subjek sebanyak 95 subjek. Total subjek laki-laki yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah 29 subjek yaitu 30,5 % dari total 100% subjek. Sedangkan subjek perempuan yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah 66 subjek yaitu 69,5% dari total 100% subjek. Hasil ditunjukkan pada tabel 4 dan gambar 4.

Tabel 4. Presentase jenis kelamin subjek

Gambar 4. Distribusi subjek berdasarkan jenis kelamin

4.1.1.2 Usia

Subjek yang diambil sebagai sampel adalah subjek dengan usia sama dengan atau lebih dari 60 tahun. Rentang usia subjek dari usia terendah 60 tahun sampai usia tertinggi 80 tahun disajikan dalam tabel 5 dan gambar 5.

Variabel Tingkat Stres

Rendah Tinggi

n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 12 12,6 17 17,9

Perempuan 32 33,7 34 35,8

(3)

Tabel 5. Presentase usia subjek

Gambar 5. Distribusi subjek berdasarkan usia

Variabel Tingkat Stres

Rendah Tinggi

n % n %

Usia 60 19 20 12 12,6

61 3 3,2 5 5,3

62 2 2,1 1 1,1

63 3 3,2 1 1,1

64 2 2,1 1 1,1

65 3 3,2 3 3,2

66 2 2,1 2 2,1

67 1 1,1 3 3,2

68 1 1,1 6 6,3

69 1 1,1 1 1,1

70 4 4,2 4 4,2

71 0 0 1 1,1

72 0 0 2 2,1

73 0 0 1 1,1

75 1 1,1 3 3,2

76 0 0 1 1,1

77 0 0 1 1,1

79 1 1,1 1 1,1

80 1 1,1 2 2,1

(4)

4.1.1.3 Insomnia

Dari 95 subjek dilakukan penilaian terhadap semua kuesioner, yaitu kuesioner KSPBJ-insomnia rating scale didapatkan data bahwa sebanyak 30 subjek (31,6%) tidak insomnia mengalami stres tingkat rendah, tidak insomnia namun mengalami stres tingkat tinggi sebanyak 2 subjek (2,1%). Sedangkan dengan insomnia didapatkan sebanyak 14 subjek (14,7%) mengalami stres tingkat rendah dan insomnia yang mengalami stres tingkat tinggi sebanyak 49 subjek (51,6%). Hasil dari penelitian insomnia disajikan dalam tabel 6 dan gambar 6.

Tabel 6. Presentase insomnia subjek

Gambar 6. Distribusi subjek berdasarkan insomnia

Variabel Tingkat Stress

Rendah Tinggi

n % n %

Tidak Insomnia 30 31,6 2 2,1

Insomnia 14 14,7 49 51,6

(5)

4.1.1.4 Tingkat Stres

Subjek yang telah mengisi kuesioner The Depression Anxiety Stress 42 (DASS 42) dinilai untuk menentukan tingkat stres rendah atau tinggi. Hasil disajikan dalam gambar 7.

Gambar 7. Distribusi subjek berdasarkan tingkat stres

4.1.2 Hasil Uji Chi-Square

Dari hasil penelitian yang telah diperoleh, kemudian dilakukan pengolahan data menggunakan SPSS (Statistical Package for Social Science). Pengolahan data menggunakan uji Chi-Square. Uji Chi-Square digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara 2 variabel.

Berdasarkan dari hasil pengolahan data yang ditunjukkan bahwa dapat diketahui terdapat hubungan antara insomnia dan tingkat stres. Pada analisis bivariate dengan menggunakan uji Chi-Square menunjukkan hasil signifikan dengan nilai p < 0,05 yaitu didapatkan p = 0,000 (0,000 < 0,05).

Responden yang memiliki gangguan insomnia memiliki resiko mengalami tingkat stres tinggi sebesar 52,5 kali dibandingkan dengan responden yang tidak insomnia, dengan sekurang-kurangnya memiliki resiko stres tinggi 11,146 kali dan maksimal 247,278 kali.

(6)

4.2 Pembahasan

Dalam penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna antara insomnia (sulit tidur) dengan tingkat stres. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Viska Suci (2014) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara insomnia dengan tingkat stres. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa banyak responden yang mengalami stres, pada umumnya stres rendah yang dialami lansia seperti merasa terganggu oleh bayang-bayang masa lalu yang buruk, nafsu makan menurun dan merasa tidak bisa mengusir masalah hidupnya seperti kegagalan dalam perkawinan, rasa rindu dengan keluarga yang jarang berkunjung, dan rasa kesepian karena jauh dari anggota keluarga serta kurang mendapat perhatian dari anggota keluarganya. Seringnya gejala-gejala stres tersebut bisa menyebabkan stres tinggi yang dapat mereka alami akan menjadikan timbulnya rasa ketakutan, gelisah saat tidur, dan merasa tidak bahagia. Timbulnya stres tersebut juga dapat disebabkan oleh penyakit yang diderita, kematian suami atau istri yang sangat mempengaruhi kondisi psikis responden.

Namun hasil dalam penelitian lain menjelaskan bahwa stres bukanlah satu- satunya determinan yang berpengaruh pada insomnia. Terdapat faktor lain yang juga berpengaruh terhadap insomnia. Dalam penelitian Bahrul Umuluddin (2011), didapatkan hasil bahwa faktor penyebab terjadinya insomnia adalah stres atau kecemasan, depresi, kelainan-kelainan kronis, efek samping pengobatan, pola makan yang buruk, kafein, nikotin, alkohol, dan kurang olahraga.

Insomnia merupakan sebuah symptom atau gejala. Artinya apabila individu mengalami insomnia, kemungkinan ada masalah emosional yang belum terselesaikan. Masalah emosional itu bisa berupa kecemasan, stres, ketakutan, depresi, marah, sakit hati, kesedihan atau masalah emosi lainnya. Banyak penderita insomnia yang tidak menyadari masalah emosi apa yang menyebabkan dia tidak bisa tidur sehingga banyak dari penderita insomnia lebih memilih meminum obat tidur dibanding mencari bantuan psikoterapis (Kaplan et al., 2010).

(7)

Insomnia pada dasarnya hanya mempunyai dua keluhan utama, yaitu seseorang sulit masuk tidur, dan sulit mempertahankan tidur. Insomnia dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang sulit masuk tidur, atau kesulitan mempertahankan tidur dalam kurun waktu tertentu sehingga menimbulkan penderitaan atau gangguan dalam berbagai fungsi sosial, pekerjaan ataupun fungsi-fungsi kehidupan lainnya. Insomnia dapat menimbulkan masalah- masalah seperti kecemasan, stres, dan depresi karena tidak mampu tidur. Masalah tersebut adalah reaksi berantai yang tidak pernah usai. Masalah emosi menyebabkan insomnia dan insomnia menyebabkan masalah emosi yang lebih parah, begitu seterusnya. Beberapa faktor dapat menyebabkan ketidakmampuan untuk tidur dengan baik pada lansia. Umumnya, orang tua cenderung mengalami kesulitan tidur yang akan memicu gangguan tidur. Beberapa penyebab tersebut meliputi psikiatri seperti stres, depresi dan cemas. Keluhan tidur dapat pula memprediksi akan terjadinya depresi pada lansia. Faktor lingkungan seperti suara gaduh, cahaya, dan temperatur dapat mengganggu tidur. Gaya hidup seperti minum kopi, teh, dan soda, serta merokok sebelum tidur juga dapat mengganggu tidur. Alkohol dapat mempercepat tidur tetapi beberapa jam kemudian pasien kembali tidak bisa tidur. Kondisi medis juga contohnya meliputi penyakit akut dan kronik seperti alzheimer, hipotiroidisme, demensia dan delirium, penyakit musculoskeletal, kanker, penyakit paru, penyakit kardiovaskuler (Erry, 2010).

Pengaruh insomnia dalam kehidupan sehari-hari sangat besar. Umumnya penderita mengeluh di pagi hari, mengalami lelah fisik dan mental, pada siang hari merasa depresi, cemas, tegang, tremor, berkurangnya konsentrasi dan mudah tersinggung. Globus dari University of Carolina, mengemukakan bahwa orang- orang yang tidur terlambat, baru tidur menjelang pagi hari dapat bangun dengan perasaan lemas, tidak berdaya, depresif dan pusing sehingga dapat mempengaruhi kemampuan dan kinerjanya. Hal ini dapat menimbulkan resiko kecelakaan lalu lintas, kesulitan dalam pengambilan suatu keputusan baik dalam keluarga, pekerjaan maupun didalam kehidupan sosial, yang pada gilirannya dapat menimbulkan berbagai gangguan jiwa (Erry, 2010).

(8)

Pada jurnal Maria Basta (2007) juga mengatakan, semakin tinggi stres pada lansia maka kebutuhan waktu tidur akan berkurang. Pemimpin klinik insomnia di Stanford AS, Dr. Nino Murcia mengatakan hal ini disebabkan oleh ketegangan pikiran seseorang terhadap sesuatu yang kemudian mempengaruhi sistem saraf pusat sehingga kondisi fisik senantiasa terjaga.

Referensi

Dokumen terkait

Pada kelompok, perbandingan rata-rata intensitas dismenore antara sebelum dan setelah tanpa diberikan teknik relaksasi genggam jari dengan menggunakan uji Paired Sample

Sampel dalam penelitian dipilih dari dua kelas yang memiliki nilai kemampuan hampir sama (homogen), dengan cara melakukan uji homogenitas pada pokok bahasan

Hasil penelitian sebelumnya sejalan dengan penelitian yang dilakukan penulis, yang menyimpulkan bahwa pemasaran relasional, kualitas produk, dan harga, berpengaruh

Perlakuan silase jerami padi dengan penambahan level molases 9% menghasilkan pH, jumlah koloni BAL dan diameter zona bening yang lebih baik dibandingkan

Zhang (2007) mengajukan model pertumbuhan ekonomi dua sektor dalam waktu diskret, di mana dalam sistem produksi, produsen akan menghasilkan dua output (dua jenis produk)

MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN KELAS PAGI IKUT JADWAL UJIAN JADWAL UJIAN AKHIR SEMESTER.

Terhadap orang tua yang anaknya selalu melakukan kenakalan hingga melakukan kejahatan atau anak selalu melakukan kejahatan tetapi tidak sanggup lagi untuk mendidik

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji distribusi logam berat Cu sedimen di wilayah pesisir Semarang dan Demak; mengkaji tingkat pencemaran Cu pada sedimen mangrove; serta