• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran ASEAN Intergovermental Commission On human Right (AICHR) Terhadap Penanganan Kejahatan Perdagangan Manusia di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Peran ASEAN Intergovermental Commission On human Right (AICHR) Terhadap Penanganan Kejahatan Perdagangan Manusia di Indonesia"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN ASEAN INTERGOVERMENTAL COMMISION ON HUMAN RIGHT (AICHR) TERHADAP PENANGANAN

KEJAHATAN PERDAGANGAN MANUSIA DI INDONESIA

Disusun Oleh

WINCENT ANGGADHA NIM : 130906133

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2017

(2)

SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Wincent Anggadha (130906133)

PERAN ASEAN INTERGOVERMENTAL COMMISION ON HUMAN RIGHT (AICHR) TERHADAP PENANGANAN KEJAHATAN PERDAGANGAN MANUSIA DI INDONESIA

Rincian Isi SkripsiTerdiridari, 61 halaman, 1 tabel, 36 buku, 2 Jurnal 2 situs internet,

ABSTRAK

Permasalahan mengenai perdagangan manusia kini semakin mencuat karena upaya dari pemerintah mengenai pemberantasan kejahatan ini dinilai masih minim serta kurang efektif.

Perlindungan terhadap warganegara merupakan hal yang sangat mutlak karena hal tersebut merupakan kewajiban negara, namun disamping itu perlu adanya kerjasama antar aktor non-negara dalam dunia internasional untuk menjamin terciptanya keamanan manusia. Oleh karena banyaknya kasus perdagangan manusia di kawasan Asia Tenggara, mendorong negara-negara ASEAN untuk membentuk ASEAN Intergovernmental Commission On Human Rights (AICHR) pada tahun 2009 di Kamboja. Oleh karenanya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar pembentukan ASEAN Intergovernmental Commission On Human Rights (AICHR), dan untuk mengetahui peran ASEAN Intergovermental Commision on Human Right (AIHCR) terhadap penanganan kejahatan perdagangan manusia di Indonesia.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan normatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa AICHR dibentuk dengan enam tujuan utama, yaitu : 1) Mempromosikan serta melindungi HAM dan hak kebebasan bangsa ASEAN. 2) Menjunjung hak bangsa ASEAN untuk hidup secara damai, bermartabat, dan makmur, 3) Mewujudkan tujuan organisasi ASEAN sebagaimana tertuang dalam Piagam yakni menjaga stabilitas dan harmoni di kawasan regional, sekaligus menjaga persahabatan dan kerja sama antara anggota ASEAN, 4) Mempromosikan HAM di tingkat regional dengan tetap mempertimbangkan karakteristik, perbedaan sejarah, budaya, dan agama masing-masing negara, serta menjaga keseimbangan hak dan kewajiban, 5) Meningkatkan kerja sama regional melalui upaya di tingkat nasional dan Internasional yang saling melengkapi dalam mempromosikan dan melindungi HAM, dan 6) Menjunjung prinsip-prinsip HAM internasional yang tertuang dalam Universal Declaration of Human Rights, Vienna Declaration serta program pelaksanaannya, dan instrumen HAM lainnya, dimana anggota ASEAN menjadi pihak. Peranan AICHR dalam penanganan kejahatan perdagangan manusia adalah melakukan konsultasi, kordinasi dan kolaborasi degnan seluruh 3 komunitas ASEAN, yaitu : 1) Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN, 2) Komunitas Ekonomi ASEAN, dan 3) Komunitas Sosial Budaya ASEAN.

Kata Kunci: Perdagangan Manusia, AICHR

(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

WINCENT ANGGADHA (130906133)

THE ROLE OF ASEAN INTERGOVERNMENTAL COMMISION ON HUMAN RIGHT (AICHR) ON HANDLING OF HUMAN TRAFFICKING IN INDONESIA

Content Details Thesis Consists of, 61 pages, 1 tables, 36 books, 2 Journals 2 internet sites.

ABSTRACT

The issue of human trafficking is now more pronounced as the government's efforts to eradicate crime are considered to be minimal and less effective. Protection of citizens is absolutely essential because it is a state obligation, but besides that there needs to be cooperation between non-state actors in international world to guarantee the creation of human security. Due to the large number of human trafficking cases in Southeast Asia, encouraging ASEAN countries to establish ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) in 2009 in Cambodia. Therefore, this study aims to determine the basis of the establishment of ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR), and to know the role of ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AIHCR) on the handling of trafficking in Indonesia.

The research was conducted by using qualitative method with normative approach. The results show that AICHR was formed with six main objectives: 1) Promoting and protecting human rights and the right of freedom of ASEAN nation. 2) To uphold ASEAN peoples' right to live in peace, dignity and prosperity, 3) To realize the objectives of ASEAN organizations as stipulated in the Charter: to maintain stability and harmony in the region while maintaining friendship and cooperation among ASEAN members; 4) Promoting human rights in At the regional level while maintaining the characteristics, historical, cultural and religious differences of each country, as well as maintaining a balance of rights and obligations, 5) Promoting regional cooperation through complementary national and international efforts to promote and protect human rights; ) Upholding the international human rights principles embodied in the Universal Declaration of Human Rights, the Vienna Declaration and its implementation program, and other human rights instruments, in which ASEAN members are parties. The role of AICHR in the handling of human trafficking is to conduct consultation, coordination and collaboration with all 3 ASEAN communities: 1) ASEAN Political and Security Community, 2) ASEAN Economic Community, and 3) ASEAN Socio-Cultural Community.

Keywords : human trafficking, AICHR

(4)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan taufik dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul: “Peran ASEAN Intergovermental Commission On human Right (AICHR) Terhadap Penanganan Kejahatan Perdagangan Manusia ”. Skrpsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata I Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosail dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, masukan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, kepada yang terhormat Bapak. Warjio Ph.D selaku Pembimbing yang telah memberi saran, dukungan, pengetahuan dan bimbingan kepada penyusun hingga tesis ini selesai.

Pada kesempatan ini tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak ……….., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

(5)

3. Bapak/Ibu Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan dan saran bagi kesempurnaan Skripsi ini.

4. Seluruh Dosen-Pengajar, beserta Staf Administrasi yang telah banyak memberikan bantuan sejak awal perkuliahan hingga penyelesaian Skripsi ini.

5. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda yang telah membesarkan, mendidik dan membimbing penulis hingga dewasa.

Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan untuk penyempurnaan Skripsi ini.

Akhirnya atas segala kekurangannya, kepada semua pihak dalam kaitan dengan proses penyusunan tesis ini serta selama dalam proses pendidikan saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dan Penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan.

Amiin.

Medan, Agustus 2017 Penulis

Wincent Anggadha

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Batasan Masalah ... 9

D.Tujuan Penelitian ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 10

F. Kerangka Teori ... 11

F.1. Organisasi Internasional ... 11

F.2. Teori Rule Of Law ... 14

F.3. Kebijakan ... 17

F.4. ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) ... 19

F.5. Penanganan Kejahatan ... 21

F.6. Perdagangan Manusia ... 27

G. Metode Penelitian ... 28

G.1. Jenis Penelitian ... 29

G.2. Pendekatan Penelitian ... 29

G.3. Definisi Konsep ... 29

G.4. Teknik Pengumpulan Data ... 30

H. Metode Analisis Data ... 31

I. Sistematika Penelitian ... 31

BAB II PEOFIL ASEAN INTERGOVERMENT COMMISION ON HUMAN RIGHT (AICHR) ... 33

A. Tujuan, Mandat dan Fungsi AICHR ... 33

B. Komposisi AICHR ... 36

C. Kemajuan dalam Pelaksanaan Fungsi dan Mandat AICHR 36

D. Tantangan ... 37

BAB III PERANAN ASEAN INTERGOVERMENTAL COMMISSION ON HUMAN RIGHT (AICHR) TERHADAP PENANGANAN KEJAHATAN PERDAGANGAN MANUSIA DI INDONESIA ... 40

A. Dasar Pembentukan ASEAN Intergovermental Commission on Human Right (AICHR) ……… 40 B. Peran ASEAN Intergovermental Commission on

Human Right (AICHR) terhadap Penanganan

(7)

Kejahatan Perdagangan Manusia di Indonesia ………….. 43

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perdagangan manusia atau yang dikenal dengan sebutan human trafficking merupakan bentuk kejahatan transnasional baru yang semakin marak terjadi namun sulit untuk dideteksi. Kejahatan dalam bentuk ini biasa ditemui di negara- negara berkembang yang memiliki jumlah populasi penduduk yang besar dengan perbedaan jumlah penduduk perempuan dan laki–laki yang tidak seimbang. Selain itu hal yang paling besar melatar belakangi terjadinya kejahatan dalam bentuk ini adalah adanya kesenjangan ekonomi dengan banyak tuntutan kebutuhan tenaga kerja murah yang biasanya berasal dari luar negeri. Alasan mengapa hampir setiap negara terlibat dalam jejaring perdagangan manusia adalah bahwa negara dapat berfungsi sebagai negara asal, yaitu negara dimana orang–orangnya diperdagangkan ke luar, sebagai negara tujuan, yaitu negara tersebut menjadi tujuan praktek perdagangan manusia, dan atau sebagai negara transit, yaitu negara tersebut menjadi persinggahan sementara dalam rute perdagangan manusia.1

1Winterdyk, J & Reichel, P. Introduction to Special Issue : Human Trafficking : Issues and Prespective. Hal 6. European Journal of Criminilogy. <http://euc.sagepub.com/content/7/1/5 >

diakses 21 Juni 2017

(9)

Perdagangan manusia bisa dianggap perbudakan modern.2 Selama 30 tahun yang lalu, 30 juta orang Asia menjadi korban perdagangan manusia (Cara exploitasi sexual saja) tetapi selama abad 16-19, jumlah orang Afrika yang dijual di dalam perusahaan perbudakan 12 juta.3 Diduga bahwa pada saat ini, seluruh dunia 12,3 juta orang menderita sebagai akibat menjadi korban perdagangan manusia,4 dan bahwa sedikit-dikitnya tiga juta orang Indonesia menjadi korban perdagangan manusia.5 Juga, perdagangan manusia merupakan perusahaan kejahatan yang paling tinggi di seluruh dunia setelah perdagangan narkoba dan perdagangan senjata.6 Jadi jelas perdagangan manusia adalah hal yang sangat jahat dan perlu diberantas. Meskipun begitu, hanya sedikit sekali penjahat perdagangan manusia yang ditanggkap. Sebagai contoh hanya 50 penjahat perdagangan manusia ditangkap oleh polisi selama tahun 2008 dan hanya 139 ditangkap selama tahun 2009.7

2 Department of State, United States of America, Trafficking in Persons Report 10th edition, 2010, p5

3 HIV and Human development Development Resource Network (HDRN), Not Her Real Name, (HDRN) for UNDP-TAHA, 2006, p23

4 Department of State, United States of America, Trafficking in Persons Report 10th edition, 2010, p7

5 Ibid p177

6 HIV and Human development Development Resource Network (HDRN), Not Her Real Name, (HDRN) for UNDP-TAHA, 2006, p34

7 Department of State, United States of America, Trafficking in Persons Report 10th edition, 2010, 178.

(10)

Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) angka perdagangan anak di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya8

No

, seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Kasus Perdagangan Anak di Indonesia Tahun 2011-2014 Tahun Jumlah Kasus Perdagangan Anak

1 2011 160

2 2012 173

3 2013 184

4 2014 263

Sumber : KPAI, 20159

Persoalan human trafficking merupakan persoalan bersama yang harus segera dicarikan solusi ragam penyelesaiannya. Kurangnya kesuburan tanah pada

Sejak 2011 hingga Juli 2015, tercatat ada sebanyak 860 kasus yang dilaporkan. Secara rinci, pada 2011 terjadi 160 kasus, 2012 sebanyak 173 kasus, 2013 sebanyak 184 kasus, 2014 ada 263 kasus, dan hingga bulan Juli 2015 KPAI mendapati laporan perdagangan anak sebanyak 80 kasus. Meski negara sudah melindungi anak dari perdagangan manusia dengan berbagai perangkat peraturan, termasuk Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Namun, dalam implementasi belum sesuai dengan yang diharapkan.

8 http://www.kpai.go.id/berita/kpai-catat-ratusan-anak-diperjualbelikan-tangkap-penjual-bayi- rp25-juta-lewat-online/

9 Ibid

(11)

wilayah Madura karena mayoritas keluarganya adalah petani, minimnya perekonomian serta tuntutan pemenuhan kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat, pendidikan yang rendah, dan ketiadaan lapangan pekerjaan bagi perempuan, merupakan beberapa faktor pendorong keluar (push factor) utama para perempuan untuk menjadi Tenaga Kerja Wanita yang kemudian menjadi korban perdagangan manusia. Di samping itu, terdapat faktor-faktor pendorong keluar lain yang bersifat personal. Sedangkan faktor penarik (pull factor) para perempuan Madura bekerja ke Arab Saudi dan Malaysia adalah tingginya iming- iming upah bulanan yang akan mereka dapatkan setiap bulannya.10

Di Indonesia, perdagangan orang telah terjadi dalam kurun waktu yang lama. Namun, karena tiadanya Undang-Undang yang komprehensif dengan hukum penegakan dan ditambah dengan kurangnya kepekaan pejabat pemerintah serta kesadaran masyarakat, kejahatan ini terus menjadi persoalan dan tantangan utama yang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat. International Organization for Migration (IOM), sejak tahun 2005 telah mengidentifikasi dan membantu korban perdagangan orang di Indonesia sebanyak 3.339 orang. Dimana hampir 90% dari korban adalah perempuan, dan lebih dari 25% adalah anak-anak.

perdagangan orang di Indonesia menjadi permasalahan yang sangat penting untuk di bahas, mengingat bahwa banyak warga Indonesia yang menjadi objek dari

10 Iskandar Dzulkarnain, 2015, Perempuan Korban Perdagangan Manusia di Madura, Karsa, Vol.

23 No. 1, hal. 54.

(12)

perdagangan orang itu sendiri sehingga perlu adanya upaya terpadu dari semua pihak, terutama pihak pemerintah.11

Dalam melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan perdagangan perempuan yang berorientasi pada perlindungan korban, sangat diperlukan suatu konsistensi penegakan hukum yang berpusat pada korban, yang “mengawinkan”

sasaran yang diinginkan atas penegakkan hukum terhadap pelaku dengan kebutuhan dan hak-hak dari korban.12

Aparat penegak hukum mempunyai tugas untuk mencegah permasalahan perdagangan anak dengan menggunakan, perundang undangan yang ada pada saat ini. Upaya pencegahan dan penanggulangan permasalahan ini dilakukan ditingkat internasional, regional, dan lokal, dengan melakukan kerjasama terhadap instansi terkait, dalam hal ini pihak kepolisian. Aparat penegak hukum harus bisa bekerja sama dan bekerja keras guna menanggulangi permasalahan perdagangan anak.

Aparat penegak hukum ditingkat lokal yakni kepolisian sebagai penyidik harus bisa menerapkan dengan tepat peraturan perundang undangan yang ada di Indonesia untuk menjerat pelaku agar bisa memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana perdagangan anak. Peraturan yang terkait dalam permasalahan perdagangan anak adalah Undang-Undang No 21 tahun 2007 tentang

11 Maslihati Nur Hidayati, 2912, Upaya Pemberantasan dan Pencegahan Perdagangan Orang Melalui Hukum Internasional dan Hukum Positif Indonesia. Jurnal Al-Azhar Indonesia Sei Pranata Sosial, Vol. 1 No. 3, hal. 163

12 DTP Kusumawardhani, 2010. Pencegahan dan Penanggulangan Perdagangan Perempuan yang Berorientasi Perlindungan Korban, Jurnal Masyarakat & Budaya, Vol. 12 No. 2, hal. 356

(13)

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (selanjutnya disebut Undang- Undang Perdagangan Orang). Selain itu aparat terkait harus dengan giat melakukan kegiatan guna mencegah permasalahan perdagangan anak.13

Isu perdagangan manusia merupakan implikasi dari fenomena kemiskinan.

Hal ini kemudian menjadi permasalahan yang lebih kompleks karena menjadi kejahatan lintas negara yang terorganisir atau yang bisa disebut dengan a transnational – Crime.14 Menurut Protokol Palermo tahun 2000, definisi human trafficking atau perdagangan manusia adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan, atau bentuk pemaksaan lain seperti penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh izin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain untuk tujuan eksploitasi.15

13 L.M Lapian Gandi dan Geru H Hetty,2005, Trafficking Anak dan Wanita, Rineka Cipta, Jakarta, hal 134.

14Nazala, RM, Transnational Actors – Organized Crime, dalam ceramah kelas Tranasionalisme Dalam Politik Dunia, Pada 01 Oktober 2013

15United Nation, Protocol to Prevent, Suppress, and Punish Trafficking Ni Persons, Especially Woman and Children, Suplementing The UN Convention Against Transnational Organized Crime , 2000

Poin utama dari definisi tersebut dikaitkan dengan persoalan perbudakan adalah bahwa adanya upaya eksploitasi manusia untuk tujuan tertentu. Meskipun hampir sebagaian besar kasus perdagangan manusia merupakan tindakan kriminal yang melintas

(14)

batas antar negara tetapi juga tidak menutup kemungkinan kejahatan ini terjadi dalam satu negara.

Oleh karena banyaknya kasus perdagangan manusia di kawasan Asia Tenggara, mendorong negara-negara ASEAN untuk membentuk ASEAN Intergovernmental Commission On Human Rights (AICHR) pada tahun 2009 di Kamboja.

Keamanan Internasional merupakan isu yang penting di era globalisasi saat ini. Ketika berbicara mengenai keamanan internasional tidak lagi hanya menekankan pada keamanan negara, tetapi juga berkaitan dengan keamanan manusia (Human Security). Secara konvensional, permasalahan mengenai keamanan biasanya identik dengan hubungan antar negara yang dapat diartikan sebagai upaya suatu negara menjaga serta melindungi keamanan negaranya dari serangan ataupun ancaman-ancaman oleh pihak lain, khususnya yang berkaitan dengan ancaman militer. Model keamanan seperti ini disebut sebagai keamanan tradisional.

Dalam perkembangannya, konsep keamanan mengalami pergeseran dari keamanan tradisional yang lekat dengan isu ancaman militer ke keamanan non- tradisional. Konsep keamanan non-tradisional mengenai keamanan manusia dalam paper ini akan difokuskan mengenai kejahatan perdagangan manusia yang saat ini marak terjadi di dunia. Perdagangan manusia menjadi isu yang hangat dalam era globalisasi seperti saat ini karena eksistensi kejahatan ini telah

(15)

mewabah di banyak negara di dunia termasuk di Indonesia. Perdagangan manusia tidak hanya merupakan persoalan tindak kriminalitas semata tetapi juga menyangkut mengenai pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM). Hal ini berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak-hak manusia yang paling fundamental yaitu hak untuk kebebasan, mendapat kehidupan yang lebih baik, memperoleh kesejahteraan serta hak manusia sebagai makhluk yang memiliki martabat. Dalam kejahatan perdagangan manusia, esensi-esensi tersebut telah dilanggar karena memperlakukan manusia layaknya barang yang diperjual-belikan sebagai komoditas komersial yang menguntungkan untuk kemudian dapat dengan mudahnya dieksploitasi.

Di Indonesia, kasus perdagangan manusia adalah kejahatan yang memiliki rating yang tinggi serta marak terjadi. Dengan jumlah penduduk yang besar serta wilayah yang luas, akan berpotensi untuk kejahatan model ini berkembang dengan pesat, ditambah pula banyaknya jaringan sindikat perdagangan manusia yang telah melahirkan kejahatan lintas negara (transnational crime) memudahkan kejahatan ini untuk tumbuh subur. Permasalahan mengenai perdagangan manusia kini semakin mencuat karena upaya dari pemerintah mengenai pemberantasan kejahatan ini dinilai masih minim serta kurang efektif. Perlindungan terhadap warganegara merupakan hal yang sangat mutlak karena hal tersebut merupakan kewajiban negara, namun disamping itu perlu adanya kerjasama antar aktor non- negara dalam dunia internasional untuk menjamin terciptanya keamanan manusia.

(16)

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah adalah usaha untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan penelitian yang perlu dijawab dan dicarikan jalan pemecahannya dan perumusan masalah merupakan konteks dari penelitian dimana memberikan arah terhadap penelitian yang dilakukan. Berdasarkan pemaparan pada bagian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu, Bagaimana peran ASEAN Intergovermental Commision on Human Right (AIHCR) terhadap penanganan kejahatan perdagangan manusia di Indonesia ?

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah adalah usaha untuk menetapkan masalah dalam batasan penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna untuk mengidentifikasi faktor mana saja yang tidak termasuk kedalam ruang penelitian tersebut. Maka untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian dengan tujuan menghasilkan uraian yang sistematis diperlukan adanya batasan masalah. Adapun masalah yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah yang menjadi dasar pembentukan ASEAN Intergovernmental Commission On Human Rights (AICHR)?

2. Bagaimana peran ASEAN Intergovermental Commision on Human Right (AIHCR) terhadap penanganan kejahatan perdagangan manusia di Indonesia?

(17)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dasar pembentukan ASEAN Intergovernmental Commission On Human Rights (AICHR)

2. Untuk mengetahui peran ASEAN Intergovermental Commision on Human Right (AIHCR) terhadap penanganan kejahatan perdagangan manusia di Indonesia.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar mampu memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara Teoritis, Penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang dapat memberikan kontribusi pemikiran mengenai peran ASEAN Intergovermental Commision on Human Right (AIHCR) terhadap penanganan kejahatan perdagangan manusia di Indonesia.

2. Secara Lembaga, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam kajian tentang peran ASEAN Intergovermental Commision on Human Right (AIHCR) terhadap penanganan kejahatan perdagangan manusia di Indonesia. Serta dapat menjadi referensi bagi departemen Ilmu Politik FISIP USU.

(18)

3. Bagi Masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu membantu masyarakat dalam memahami peran ASEAN Intergovermental Commision on Human Right (AIHCR) terhadap penanganan kejahatan perdagangan manusia di Indonesia.

F. Kerangka Teori

Dalam sebuah penelitian, teori-teori merupakan alat atau “tool” untuk menjelaskan fenomena yang akan diteliti. Teori-teori yang digunakan harus mampu untuk menjelaskan gejala-gejala yang terjadi dalam sebuah peristiwa dalam hal ini adalah peristiwa politik. Menurut Miriam Budiardjo, teori adalah bahasan dan renungan atas tujuan kegiatan, cara-cara mencapai tujuan, kemungkinan-kemungkinan atau prediksi dan kewajiban yang diakibatkan oleh tujuan.16

Para sarjana hukum internasional pada umumnya tidak merumuskan definisi organisasi internasional secara langsung, namun cenderung memberikan ilustrasi yang substansinya mengarah pada kriteria-kriteria serta elemen-elemen dasar atau minimal yang harus dimiliki oleh suatu entitas yang bernama organisasi internasional.

F.1. Organisasi Internasional

16Miriam Budiardjo. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka. Hal. 30.

(19)

Beberapa definisi dan pengertian organisasi internasional yang disarikan dari beberapa sumber dan literatur yang dikemukakan oleh para ahli hukum internasional, antara lain :

Bowwet D.W. “Tidak ada suatu batasan mengenai organisasi publik internasional yang dapat diterima secara umum. Pada umumnya organisasi ini merupakan organisasi permanen (sebagai contoh, jawatan pos atau kereta api) yang didirikan berdasarkan perjanjian internasional yang kebanyakan merupakan perjanjian multilateral daripada perjanjian bilateral yang disertai beberapa kriteria tertentu mengenai tujuannya”.17

J.G. Starke hanya membandingkan fungsi, hak dan kewajiban serta wewenang dari lembaga internasional dengan negara yang modern. Starke berpendapat : ”In the first place, just as the function of the modern state and the rights, duties and powers of its instrumentalities are governed by a branch of municipal law called state contitutional law, so international institution are similiarly conditioned by a body of rules may will be described as international constititional law”. (Pada awalnya seperti fungsi suatu negara modern mempunyai hak, kewajiban dan kekuasaan yang dimiliki beserta alat perlengkapannya, semua itu diatur oleh hukum nasional yang dinamakan hukum tata negara sehingga

17 Bowett D.W, The Law of International Institutions, 2nd.ed., London, Butter Worth, 1970, Hlm.5- 6.

(20)

dengan demikian organisasi internasional sama halnya dengan alat perlengkapan negara modern yang diatur oleh hukum konstitusi internasional).18

Sumaryo Suryokusumo berpendapat ”Organisasi internasional adalah suatu proses; organisasi internasional juga menyangkut aspek-aspek perwakilan dari tingkat proses tersebut yang telah dicapai pada waktu tertentu. Organisasi internasional juga diperlukan dalam rangka kerja sama menyesuaikan dan mencari kompromi untuk menentukan kesejahteraan serta memecahkan persoalan bersama serta mengurangi pertikaian yang timbul”.19

Organisasi internasional akan lebih lengkap dan menyeluruh jika didefinisikan sebagai berikut : ”Pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan di dasari struktur organisasi jelas dan lengkap serta diharapkan atau

Beliau juga mendeskripsikan karakteristik dari organisasi internasional sebagai berikut : ”Mengenai organisasi internasional yang mencolok ialah merupakan suatu organisasi yang permanen untuk melanjutkan fungsinya yang telah ditetapkan. Organisasi itu mempunyai suatu instrumen dasar (constituen instrument) yang akan memuat prinsip-prinsip dan tujuan, stuktur maupun cara organisasi itu bekerja. Organisasi internasional dibentuk berdasarkan perjanjian. Organisasi itu mengadakan kegiatan sesuai dengan persetujuan atau rekomendasi serta kerjasama dan bukan semata-mata bahwa kegiatan itu haruslah dipaksakan/dilaksanakan”.

18 Starke J.G, Introduction to International Law, 8th.ed. Butter worth, London,1977, hlm.639-641.

19 Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, Bandung, Alumni, 1993, hlm. 45

(21)

diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antara sesama kelompok non-pemerintah pada negara yang berbeda”.20

Rule of law merupakan suatu legalisme hukum yang mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom. Rule of law adalah konsep tentang common law yaitu seluruh aspek negara menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law adalah rule by the law bukan rule by the man.

Oleh karena itu, suatu organisasi internasional terdiri dari unsur-unsur :

1. Kerjasama yang ruang lingkupnya melintasi batas negara;

2. Mencapai tujuan – tujuan yang disepakati bersama;

3. Baik antar pemerintah atau non – pemerintah;

4. Struktur organisasi yang jelas dan lengkap.

F.2. Teori Rule of Law

20 Teuku May Rudi, Hukum Internasional 2, Bandung, Eresco, 2001, hlm.93-94

(22)

Keadilan harus berlaku untuk setiap orang, oleh karena itu lahirlah doktrin

“Rule Of Law”. Menurut Fried Man21

1. Pengertian formal (in the formal sence) yaitu organized public power atau kekuasaan umum yang terorganisasikan, misalnya negara

, Rule of law merupakan doktrin dengan semangat dan idealisme keadilan yang tinggi. Rule of law dibedakan antara :

2. Pengertian hakiki (ideological sense) erat hubungannya dengan menegakkan rule of lawkarena menyangkut ukuran-ukuran tentang hukum yang baik dan buruk.

Pengertian Rule Of Law berdasarkan subtansiatau isinya sangat berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara.

Konsekuensinya setiap negara akan mengatakan mendasarkan pada Rule Of Law dalam kehidupan negaranya, meskipun negara tersebut adalah negara otoriter. Atas dasar alasan ini maka diakui bahwa sulit menentukan pengertian Rule Of Law secara universal, karena setiap masyarakat melahirkan pengertian yang berbeda-beda. Dalam hubungan ini maka Rule Of Law dalam hal munculnya bersifat endogen, artinya muncul dan berkembang dari suatu masyarakat tertentu.

Prinsip-prinsip secara formal (in the formal sense) Rule Of Law tertera dalam UUD 1945 dan pasal-pasal UUD negara RI tahun 1945. Inti dari Rule Of

21 Wiwit Kurniawati. 2013. Rule of Law dan Negara Hukum http://thesourthborneo22.blogspot.

com/2013/01/rule-of-law-dan-negara-hukum.html

(23)

Law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakatnya, khususnya keadilan sosial.

Prinsip-prinsip Rule of Law Secara Formal (UUD 1945) 1. Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1: 3)

2. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tanpa kecuali (pasal 27:1)

3. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama di hadapan hukum (pasal 28 D:1)

4. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil danlayak dalam hubungan kerja ( pasal 28 D: 2)

Prinsip-prinsip Rule of Law secara Materiil / Hakiki :

a. Berkaitan erat dengan the enforcement of the Rule of Law

b. Keberhasilan the enforcement of the rule of law tergantung pada kepribadian nasional masing-masing bangsa (Sunarjati Hartono, 1982)

c. Rule of law mempunyai akar sosial dan akar budaya Eropa

d. Rule of law juga merupakan suatu legalisme, aliran pemikiran hukum,mengandung wawasansosial, gagasan tentang hubungan antarmanusia, masyarakat dan negara.

(24)

e. Rule of law merupakan suatu legalisme liberal.22

Menurut Dicey terdapat 3 unsur yang fundamental dalam Rule Of Law, yaitu : 1. Supremasi aturan-aturan hukum

2. Kedudukan yang sama dimuka hukum

3. Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh Undang-undang serta keputusan pengadilan.23

F.3. Teori Kebijakan

Ada beberapa teori tentang kebijakan diantara menurut Edi Suharto menyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu.24

22 Ibid

23 Ibid

24Suharto, Edi. 2008. Kebijakan sosial sebagai Kebijakan publik. Bandung:Alfabeta. Hal. 7

Menurut Ealau dan Pewitt kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku,dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang baik dari yang membuat atau yang melaksanakan kebijakan tersebut.

(25)

Menurut Titmuss mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan dan diarahkan pada tujuam tertentu.25

1. Teori Kelembagaan memandang kebijakan sebagai aktivitas kelembagaan dimana struktur dan lembaga pemerintah merupakan pusat kegiatan politik.

Selain 3 teori diatas kebijakan pun dapat di definisikan sesuai dengan teori yang mengikutinya,antara lain yaitu:

2. Teori Kelompok yang memandang kebijakan sebagai keseimbangan kelompok yang tercapai dalam perjuangan kelompok pada suatu saat tertentu. Kebijakan pemerintah dapat juga dipandang sebagai nilai-nilai kelompok elit yang memerintah

3. Teori Elit memandang Kebijakan pemerintah sebagai nilai-nilai kelompok elit yang memerintah.

4. Teori Rasional memandang kebijakan sebagai pencapaian tujuan secara efisien melalui sistem pengambilan keputusan yang tetap.

5. Teori Inkremental, kebijakan dipandang sebagai variasi terhadap kebijakan masa lampau atau dengan kata lain kebijakan pemerintah yang ada sekarang ini merupakan kelanjutan kebijakan pemerintah pada waktu yang lalu yang disertai modifikasi secara bertahap.

25 Eko Wahyudiyanto. 2011. Teori Kebijakan. http://wahyudianto-eko.blogspot.com/2011/01/teori- kebijakan.html

(26)

6. Teori Permainan memandang kebijakan sebagai pilihan yang rasional dalam situasi-situasi yang saling bersaing.

7. Teori kebijakan yang lain adalah Teori Campuran yang merupakan gabungan model rasional komprehensif dan inkremental.26

F.4. ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR)

Proses pembentukan badan HAM ASEAN tidaklah mudah melainkan harus melalui perdebatan di kalangan masing-masing pemimpin negara ASEAN. Sudah tentu bahwa masing-masing negara anggota ASEAN mempunyai kepentingannya sendiri yang tidak mau diganggu oleh negara manapun, terlebih apabila kepentingan nasional negara tersebut bercampur dengan kepentingan individu yang ada didalamnya, seperti Myanmar misalnya yang pada saat itu masih dikuasai oleh rejim militer, atau Vietnam dan Laos yang menganut sistem pemerintahan komunis, seta bahkan Singapura dan Kamboja yang juga dipimpin oleh pemerintahan otoriter pada masa itu. Sementara Indonesia, Thailand, Filipina walaupun masih mempunyai beberapa persoalan HAM di dalamnya, menjadi motor penggerak terbentuknya badan HAM ASEAN yang lebih baik.27

26 Ibid

27Wahyudi Djafar, Ardimanto Putra, Hilman Handoni, Memperkuat Perlindungan Hak Asasi Manusia di ASEAN, INFID dan ICCO, 2014, hlm. 23

(27)

Usaha untuk membangun sebuah mekanisme Hak Asasi Manusia (HAM) ditingkat regional telah dimulai di berbagai belahan dunia terutama pasca Perang Dunia ke-II. Pasca pembentukan PBB, Majelis Umum mendorong agar negara- negara sekawasan membentuk lembaga HAM regional. Hal ini karena negara- negara yang memiliki kesamaan budaya, sejarah dan geografis atau sekawasan dipandang lebih efektif.

Perkembangan pembentukan badan ini paling tidak mulai bisa dilihat dari pertemuan tingkat menteri ASEAN, yang berlangsung pada Juli 2008. Pertemuan ini menyepakati pembentukan High Level Panel on Establishment for ASEAN Human Rights Body, yang diberikan tugas untuk menyusun bersama ToR ASEAN Human Rights Body dalam kurun waktu 1 tahun sejak pembentukannya.

Kesepakatan ini merupakan tindak lanjut dari ketentuan Pasal 14 Piagam ASEAN, tentang mandate pembentukan ASEAN Human Rights Body. Awalnya, nama yang diusulkan untuk ASEAN Human Rights Body adalah ASEAN Commission on Human Rights, tidak memakai kata Intergovernmental karena keinginan atas sifatnya yang lebih mandiri. Akan tetapi kenyataannya karena negosiasi politik memang yang lebih berperan, akhirnya yang disepakati ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR).28

ASEAN Charter atau Piagam ASEAN yang telah diratifikasi oleh 10 negara di kawasan Asia Tenggara ini menjadi landasan konstitusional untuk membentuk

28 Ibid. Hlm. 24

(28)

AICHR. Pada Piagam ASEAN pasal 14 memerintahkan kepada ASEAN untuk membentuk sebuah badan ASEAN. Akhirnya pada KTT ASEAN ke 15 di Hua Hun, Thailand tanggal 23 Oktober 2015 AICHR diresmikan.

Dalam hal komposisi, AICHR terdiri dari wakil-wakil dari 10 negara anggota ASEAN yang bertanggung jawab kepada pemerintah yang menunjuknya.

Sebagai organisasi yang bernaung di ASEAN, AICHR bekerja dengan seluruh badan-badan sektoral ASEAN didalam 3 Pilar ASEAN yakni, Pilar Politik dan Keamanan ASEAN, Pilar Ekonomi ASEAN, dan Pilar Sosial dan Budaya ASEAN. AICHR melakukan konsultasi, kordinasi dan kolaborasi dengan seluruh 3 komunitas ASEAN tersebut. Yang tidak kalah penting adalah AICHR juga melakukan review dan rekomendasi kepada masing-masing pilar/komunitas, terutama untuk persoalan-persoalan HAM yang ada didalam ruang lingkup masing-masing pilar tersebut.

F.5. Penanganan Kejahatan

Masalah kejahatan bukanlah hal yang baru, meskipun tempat dan waktunya berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu kota dan kota kota besar lainnya semakin meningkat bahkan di beberapa daerah dan sampai kekota kota kecil, upaya penanggulangan kejahatan telah dilakukan oleh semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat pada umumnya. Berbagai

(29)

program serta kegiatan yang telah dilakukan sambil terus mencari cara yang paling tepat dan efektif dalam mengatasi masalah tersebut.29

Penaggulangan yaitu segala daya upaya yang dilakukan oleh setiap orang maupun lembaga pemerintahan ataupun swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang ada.30

Kejahatan merupakan gejala sosial yang senantiasa dihadapi oleh setiap masyarakat di dunia ini. Kejahatan dalam keberadaannya dirasakan sangat meresahkan, disamping itu juga mengganggu ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat berupaya semaksimal mungkin untuk menanggulangi kejahatan tersebut. Upaya penanggulangan kejahatan telah dan terus dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Berbagai program dan kegiatan telah dilakukan sambil terus menerus mecari cara paling tepat dan efektif untuk mengatasi masalah tersebut. Menurut Barda Nawawi Arief upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal. Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial yang terdiri dari kebijakan/upaya- upaya untuk kesejahteraan sosial dan kebijakan atau upaya-upaya untuk perlindungan

29 Irsan Koesparmono,2008, Perlindungan Anak dan Wanita, Akademika Presindo,Jakarta, hal 143.

30 Barda Nawawi Arief, Arief, Barda Nawawi, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007.hlm. 49

(30)

masyarakat. Kebijakan penanggulangan kejahatan dilakukan dengan menggunakan sarana ”penal” (hukum pidana), maka kebijakan hukum pidana khususnya pada tahap kebijakan yudikatif harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu berupa ”social welfare” dan

“social defence”.31

1) Upaya pencegahan (preventif).

Dalam pelaksanaannya ada dua upaya yang digunakan untuk menanggulangi kejahatan, yaitu :

Penanggulangan kejahatan secara preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali. Mencegah kejahatan lebih baik dari pada mencoba untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali, sebagaimana semboyan dalam kriminologi yaitu usaha usaha untuk memperbaiki penjahat perlu diperhatikan dan diarahkan agar tidak terjadi lagi kejahatan ulangan. Sangat beralasan bila upaya preventif diutamakan karena upaya preventif dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa suatu keahlian khusus dan ekonomis32

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kejahatan

.

33

31 Ibid. hlm. 77

32 Adam Chazawi, 2011, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, PT . Raja Grafindo, Jakarta, hal.158

33 Ninik Waskita, 2012, Kejahatan Dalam Mapenulisrakat, Citra Aditya, Bandung, hal.46.

:

(31)

a. Menyadari bahwa akan adanya kebutuhan kebutuhan untuk mengembangkan dorongan dorongan sosial atau tekanan tekanan sosial dan tekanan ekonomi yang dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang kearah perbuatan jahat.

b. Memusatkan perhatian kepada individu-individu yang menunjukan potensialitas kriminal atau sosial, sekalipun potensialitas tersebut disebabkan gangguan gangguan biologis dan psikologis atau kurang mendapat kesempatan sosial ekonomis yang cukup baik sehingga dapat merupakan suatu kesatuan yang harmonis.

Cara tersebut diatas menunjukan bahwa kejahatan dapat kita tanggulangi apabila keadaan ekonomi atau keadaan lingkungan sosial yang mempengaruhi seseorang ke arah tingkah laku kriminal dapat dikembalikan pada keadaan baik.

Dengan kata lain perbaikan keadaan ekonomi mutlak dilakukan. Sedangkan faktor faktor biologis, psikologis merupakan faktor yang sekunder saja.34

Jadi dalam upaya preventif itu adalah bagaimana kita melakukan suatu usaha yang positif, serta bagaimana kita menciptakan suatu kondisi seperti keadaan ekonomi, lingkungan, juga kultur masyarakat yang menjadi suatu daya dinamika dalam pembangunan dan bukan sebaliknya seperti menimbulkan ketegangan ketegangan sosial yang mendorong timbulnya perbuatan menyimpang

34 Ibid, hal. 150.

(32)

juga disamping itu bagaimana meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat bahwa keamanan dan ketertiban merupakan tanggung jawab bersama.35

2) Upaya penanggulangan (represif)

Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan dengan upaya represif dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak akan mengulanginya dan anak lain juga tidak akan melakukannya mengingat sanksi yang ditanggungnya sangat berat.

Upaya represif dalam pelaksanaannya dilakukan pula dengan metode perlakuan (treatment) dan penghukuman (punishment). Lebih jelas uraiannya sebagai berikut :

a) Perlakuan (treatment)

Perlakuan berdasarkan penerapan hukum , yang membedakan berat dan ringannya suatu perlakuan adalah pertama perlakuan yang tidak menerapkan sanksi sanksi pidana, artinya perlakuan yang paling ringan diberikan kepada anak yang belum terlanjur melakukan kejahatan. Dalam perlakuan ini, suatu penyimpangan dianggap belum begitu berbahaya sebagai upaya pencegahan.

35 Ibid, hal.161.

(33)

Kedua perlakuan dengan sanksi pidana secara tidak langsung, artinya tidak berdasarkan putusan yang menyatakan suatu hukum terhadap si pelaku kejahatan.36

Jika ada pelanggar hukum yang tidak memungkinkan untuk diberikan perlakuan, mungkin karena kronisnya atau terlalu beratnya kesalahan yang telah dilakukan, maka perlu diberikan penghukuman yang sesuai dengan PerUndang- Undangan dalam hukum pidana. Oleh karena Indonesia sudah menganut sistem pemasyarakatan, bukan lagi sistem kepenjaraan yang penuh dengan penderitaan, maka dengan sistem pemasyarakatan hukuman dijatuhkan pada pelanggaran hukum adalah hukuman yang semaksimal mungkin dengan berorientasi pada pembinaan dan perbaikan pelaku kejahatan.

Adapun yang diharapkan dari penerapan perlakuan, perlakuan ini ialah tanggapan baik dari pelanggar hukum terhadap perlakuan yang diterimanya.

Perlakuan ini di titikberatkan pada usaha pelaku kejahatan agar dapat kembali sadar akan kekeliruannya dan kesalahannya, dan dapat kembali bergaul didalam masyarakat seperti sedia kala.

b) Penghukuman (punishment)

37

36 Muladi, Barda Nawawi Arief, 2005, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni,Bandung, hal.20.

37 Soerdjono D,2008, Penanggulangan Kejahatan, Alumni, Bandung, hal.14

(34)

Jadi dengan sistem pemasyarakatan disamping narapidana harus menjalani hukumannya di lembaga pemasyarakatan, merekapun dididik dan dibina serta dibekali dengan suatu keterampilan agar kelak setelah keluar menjadi anak yang berguna didalam masyarakat dan bukan lagi menjadi seseorang narapidana yang meresahkan masyarakat, karena segala perbuatan jahat mereka dimasalalu yang sudah banyak merugikan masyarakat, sehingga kehidupan yang mereka jalani setelah mereka keluar dari penjara menjadi lebih baik karena kesadaran mereka untuk melakukan perubahan didalam dirinya maupun bersama dengan masyarakat disekitar dia bertempat tinggal.

F.6. Perdagangan Manusia

Pengertian perdagangan manusia (trafficking) mempunyai arti yang berbeda bagi setiap orang. Perdagangan manusia meliputi sederetan masalah dan isu sensitif yang kompleks yang ditafsirkan berbeda oleh setiap orang, tergantung sudut pandang pribadi atau organisasinya.38

Pada masa lalu, masyarakat biasanya berfikir bahwa perdagangan manusia adalah memindahkan perempuan melewati perbatasan, di luar keinginan mereka dan memaksa mereka memasuki dunia prostitusi. Seiring berjalannya waktu

38 Ruth Rosenberg, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, International Catholic Migration Commission (ICMC) dan American Center for International Labor Solidarity (ACILS), 2003

(35)

masyarakat lebih memahami mengenai isu perdagangan manusia yang kompleks dan sekarang melihat bahwa pada kenyataannya perdagangan manusia melibatkan berbagai macam situasi.39

Perluasan definisi perdagangan sebagaimana dikutip dari Wijers dan Lap- Chew yaitu perdagangan sebagai perpindahan manusia (khususnya perempuan dan anak), dengan atau tanpa persetujuan orang bersangkutan, di dalam suatu negara atau ke luar negeri, untuk semua bentuk perburuhan yang eksploitatif, tidak hanya prostitusi dan perbudakan yang berkedok pernikahan (servile marriage).40

G. Metode Penelitian

Definisi yang luas ini menunjukkan bahwa lebih banyak orang Indonesia yang telah mengalami kekerasan yang berkaitan dengan perdagangan manusia daripada yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini membawa kepada suatu konsepsi baru mengenai perdagangan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualititatif. Penelitian kualititatif adalah mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif

39 Pendampingan Korban Perdagangan Manusia dalam Proses Hukum di Indonesia: Sebuah Panduan Untuk Pendampingan Korban, American Center for International Labor Solidarity (ACILS) dan International Catholic Migration Commission (ICMC), 2004, Hal.. 5

40 Op. Cit. Ruth Rosenberg

(36)

ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan demikian arti atau pengertian penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci.

G.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptitif. Jenis penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan hal ihwal masalah atau objek tertentu secara rinci. Penelitian deskriptif dilakukan untuk menjawab sebuah atau beberapa pertanyaan mengenai keadaan objek atau subjek amatan secara rinci.41

41Bagong suyanto dan sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal. 17-18.

G.2 Pendekatan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan normatif.

G.3. Defenisi Konsep

Defenisi operasional merupakan pengambaran prosedur untuk memasukan unit-unit analisis kedalam kategori-kategori tertentu dari tiap-tiap variabel . Dalam penelitian ini definisi operasional, yaitu:

(37)

1. ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) adalah suatu lembaga atau badan yang dibentuk Negara-negara Asia Tenggara dalam menangani kasus Hak Asasi Manusia (HAM) yang termasuk dalamnya kejahatan perdagangan manusia.

2. Penanganan kejahatan adalah segala daya upaya yang dilakukan oleh setiap orang maupun lembaga pemerintahan ataupun swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang ada

3. Perdagangan sebagai perpindahan manusia (khususnya perempuan dan anak), dengan atau tanpa persetujuan orang bersangkutan, di dalam suatu negara atau ke luar negeri, untuk semua bentuk perburuhan yang eksploitatif, tidak hanya prostitusi dan perbudakan yang berkedok pernikahan (servile marriage).

G.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis untuk meneliti adalah wawancara terhadap berbagai narasumber yang berkompeten serta penelitian kepustakaan atau library research. Penulis menginventarisir konvensi- konvensi internasional, dokumen-dokumen resmi, hasil penelitian, makalah dan buku-buku yang berkaitan dengan materi yang menjadi objek penelitian untuk selanjutnya dipelajari dan dikaji sebagai satu kesatuan yang utuh.

(38)

H. Metode Analisa Data

Dalam peneletian ini metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualiitatif. Metode analisis kualitatif, yaitu dengan analisis data berupa konsep, pendapat, opini yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dan penelitian di lapangan yang diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan kemudian diambil kesimpulan.

Setelah data yang dibutuhkan terkumpul dengan melalui metode penelitian, data tersebut perlu diolah dan dianalisa dengan baik agar data tersebut bermakna.

Adapun metode yang peneliti gunakan adalah metode deduktif, yaitu cara berpikir analitik yang berangkat dari dasar-dasar pernyataan yang bersifat umum pada pernyataan yang bersifat khusus, dengan penalaran yang bersifat rasional.

Kemudian dianalisis secara komparatif, yaitu menkaji peran ASEAN Intergovermental Commision on Human Right (AIHCR) terhadap penanganan kejahatan perdagangan manusia tersebut cara membandingkan data yang diperoleh dengan hasil penelitian kepustakaan.

I. Sistematika Penelitian

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan dan menjelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat

(39)

penelitian, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : PROFIL ASEAN INTERGOVERMENT COMMISION ON HUMAN RIGHT (AICHR)

Bab ini menjelaskan deskripsi singkat mengenai profil ASEAN Intergovermental Commision on Human Right (AIHCR)

BAB III : PERAN ASEAN INTERGOVERMENT COMMISION ON HUMAN RIGHT (AICHR) TERHADAP PENANGANAN KEJAHATAN PERDAGANGAN MANUSIA

Bab ini berisi analisis yang diperoleh dari jurnal dan buku mengenai peran ASEAN Intergovermental Commision on Human Right (AIHCR) terhadap penanganan kejahatan perdagangan manusia tersebut

BAB IV : PENUTUP

Bab ini terdiri dari kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis, dan memberikan saran atas hasil penelitian yang telah diperoleh.

(40)

BAB II

PROFIL ASEAN INTERGOVERMENT COMMISION ON HUMAN RIGHT (AICHR)

ASEAN Charter atau Piagam ASEAN yang diratifikasi oleh 10 negara yakniBrunei Darussalam, Cambodia, Indonesia, Laos (Lao PDR), Malaysia, Myanmar , Filipina, Singapore, Thailand and Viet Nam pada 15 Desember 2008 menjadi landasan konstitusional dari terbentuknya Komisi HAM Antar- Pemerintah ASEAN (AICHR). Piagam tersebut, pasal 14 memerintahkan kepada ASEAN, dalam hal ini Menteri Luar Negeri ASEAN, untuk membentuk sebuah badan HAM ASEAN tersebut. Sebelum diresmikan, Kerangka Acuan (Terms of Reference/TOR) AICHR diadopsi di KTT ASEAN ke-14 di Phuket , Thailand pada tanggal 20 Juli 2009. Akhirnya, bulan oktober, AICHR diresmikan pada saat KTT ASEAN ke 15 tanggal 23 Oktober 2009 di Hua Hin, Thailand.42

A. Tujuan, Mandat dan Fungsi AICHR

AICHR merupakan bagian integral dari struktur organisasi ASEAN, yang berperan sebagai badan konsultasi dan bersifat “advisory/memberi nasehat”.

AICHR juga merupakan institusi penaung (overarching) HAM di ASEAN dengan tanggung jawab secara umum adalah untuk pemajuan dan perlindungan

42Refendi Djamin. 2014. Peran Strategis AICHR dalam mendorong Pemajuan dan Perlindungan HAM di ASEAN./ https://aichr.or.id/index.php/id/aichr-indonesia/unduh-dokumen/bahasa- indonesia?download=14:peran-strategis-aichr-dalam-mendorong-pemajuan-dan-perlindungan- ham-di-asean.diakses 9 Agustus 2017. Hal.1

(41)

HAM di wilayah ASEAN. Sebagaimana yang diatur dalam TOR AICHR pasal 1, tujuan AICHR adalah sebagai berikut:

1. Memajukan serta melindungi HAM dan kebebasan fundamental dari rakyat ASEAN;

2. Menjunjung tinggi hak rakyat ASEAN untuk hidup damai, bermartabat dan makmur;

3. Memberikan kontribusi terhadap realisasi tujuan ASEAN;

4. Memajukan HAM dalam konteks regional dengan mempertimbangkan kekhususan nasional dan regional;

5. Meningkatkan kerjasama regional untuk membantu upaya-upaya nasional dan internasional;

6. Menjunjung tinggi standar hak asasi manusia internasional sebagaimana dijabarkan dalam Deklarasi Universal HAM , Program Aksi dan Deklarasi Wina dan instrumen HAM internasional dimana negara anggota ASEAN merupakan negara pihak,. 43

Di dalam TOR AICHR pasal 4, terdapat 14 mandat dan fungsi AICHR yang diringkas sebagai berikut:

1. Mengembangkan strategi pemajuan dan perlindungan HAM;

43 TOR of AICHR, 2009, ASEAN Secretariat

(42)

2. Mengembangkan Deklarasi HAM ASEAN;

3. Meningkatkan kesadaran publik terhadap HAM;

4. Memajukan peningkatan kemampuan demi pelaksanaan kewajiban-kewajiban perjanjian HAM;

5. Mendorong negara-negara ASEAN untuk meratifikasi instrument HAM;

6. Memajukan pelaksanaan instrument-instrumen ASEAN;

7. Memberikan pelayanan konsultasi dan bantuan teknis terhadap masalah- masalah HAM;

8. Melakukan dialog dan konsultasi dengan badan-badan ASEAN lain;

9. Berkonsultasi, dengan institusi nasional, regional dan internasional;

10. Mendapatkan informasi dan negara-negara Anggota ASEAN tentang pemajuan dan perlindungan HAM;

11. Mengupayakan pendekatan dan posisi bernama tentang persoalan HAM yang menjadi kepentingan ASEAN;

12. Menyiapkan kajian-kajian tentang isu-isu tematik HAM di ASEAN;

13. Menyerahkan laporan tahunan kegiatan, atau laporan lain yang diperlukan pada Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM); dan

(43)

14. Menjalankan tugas lain yang mungkin diberikan oleh Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN.44

B. Komposisi AICHR

Dalam hal komposisi, AICHR terdiri dari wakil-wakil dari 10 negara Anggota ASEAN yang bertanggung jawab kepada pemerintah yang menunjuknya.

Saat ini dari 10 perwajilan dari AICHR, 2 orang dipilih dari kalangan Organisasi Masyarakat Sipil (CSO) yakni dari Indonesia dan Thailand, sementara yang lainnya dari perwakilan yang ditunnjuk oleh Pemerintah. Setiap Wakil menjabat untuk satu kali masa jabatan selama 3 tahun dan setelahnya dapat diangkat kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Sama halnya dengan proses pengambilan keputusan yang berlaku dibadan-badan ASEAN lain, proses pengambil keputusan di AICHR didasarkan pada konsultasi, konsensus, non- interfensi sebagai prinsip-prinsip AICHR. AICHR menyelenggarakan pertemuan regular 2 kali dalam setiap dan melapor ke Menteri Luar Negeri ASEAN.45

C. Kemajuan dalam Pelaksanaan Fungsi dan Mandat AICHR

Sejak kelahirannya pada tahun 2009, didasarkan pada fungsi dan mandatnya, AICHR telah mencapai hasil-hasil berikut:

Mengadopsi Panduan operasi AICHR;

44 ibid

45Refendi Djamin. 2014. Op.cit. hal. 5

(44)

Membentuk Tim Penyusun Deklarasi HAM ASEAN, dimana deklarasi tersebut akan menjadi sebuah roadmap untuk pembangunan HAM regional;

Mengadopsi TOR Tim Penyusun Deklarasi HAM ASEAN;

Mengadopsi Aturan Prosedur untuk Dana AICHR;

Mengadopsi TOR studi tematik mengenai CSR dan HAM di ASEAN;

Menyetujui Elemen Kunci dari Rencana Kerja 5 tahun AICHR 2012-2015;

Menyetujui TOR studi tematik tentang migrasi ;

Berdialog dengan mekanisme HAM Inter-Amerika, UNDP, UN Women, UNHCR , serta wakil Organisasi HAM Internasional di washington dan New York; dan

Dialog dengan European Fundamental Rights Agency, Council of Europe, Commissioner of Human Rights of CoE, European Human Rights Court (2011).46

D. Tantangan

Di tengah beberapa kemajuan yang dihasil oleh AICHR, terdapat beberapa kelemahan, kendala dan sekaligus juga tantangan bagi AICHR. AICHR sendiri telah menjadi sorotan dan mendapatkan kritikan yang cukup tajam dari kalangan

46 Ibid. hal. 6-7.

(45)

kelompok masyarakat sipil. Di antara kendala dan kelemahan-kelemahan tersebut, antara lain:

a. Terdapat perbedaan perkembangan demokrasi dan HAM yang tajam diantara negara anggota ASEAN. Political diversity di dalam ASEAN sendiri tetap menjadi persoalan ketika hendak mencapai kesepakatan dalam persoalan HAM;

b. AICHR sebagai lembaga antar pemerintah, dalam bekerjanya lebih sebagai lembaga negosiasi politik ketimbang Lembaga HAM;

c. Penerapan prinsip non-intervensi yang relatif masih kaku dan konservatif

d. Independensi yang lemah: dari segi keanggotaan, tanggung jawab/akuntabilitas anggota pada pemerintah yang menunjuk, dari segi pendanaan.

e. Mekanisme proteksi yang lemah: tidak ada wewenang menerima pengaduan individual, wewenang untuk investigasi, wewenang untuk country visit , dan tidak ada pembahasan country situation. Komisi, juga tidak dapat menjatuhkan sanksi atas pelanggaran HAM yang terjadi di suatu negara dan pembahasan masalah HAM hanya dapat dilakukan dalam tingkat dialog.

f. Tidak memiliki mandat investigatif dan koersif yang membuat Pelanggaran HAM di kawasan Asean tidak dapat dimasuki AICHR. AICHR terikat dengan

(46)

norma dan standar organisasi tradisional Asean yang lebih menekankan Asean Way, yakni konsensus, kedaulatan negara dan non intervensi.47

47 Ibid. hal. 8-9

(47)

BAB III

PERANAN ASEAN INTERGOVERMENTAL COMMISSION ON HUMAN RIGHT (AICHR) TERHADAP PENANGANAN KEJAHATAN

PERDAGANGAN MANUSIA DI INDONESIA

A. Dasar Pembentukan ASEAN Intergovermental Commission on Human Right (AICHR)

Komisi HAM ASEAN merupakan institusi HAM yang menyeluruh yang bertanggung jawab untuk pemajuan dan perlindungan HAM di ASEAN. Komisi ini juga sebagai badan konsultatif antar-pemerintah (consultative intergovermental body) dan bagian integral dalam struktur Organisasi ASEAN. Untuk memenuhi fungsinya dalam rangka memajukan dan melindungi HAM, Komisi ini memiliki mandat antara lain untuk: membentuk Deklarasi HAM ASEAN (ASEAN Human Rights Declaration) dan instrumen hukum (legal instrument) terkait dengan HAM; meningkatkan kesadaran publik terhadap HAM; mendorong pembangunan kapasitas (capacity building) Negara Anggota ASEAN untuk mengimplementasikan kewajiban HAM secara efektif; memperkuat norma-norma HAM di ASEAN; mendorong keikutsertaan Negara anggota ASEAN pada berbagai fora HAM internasional; mendorong dialog dan konsultasi serta kerjasama diantara Negara ASEAN yang melibatkan institusi nasional,

(48)

internasional dan pemilik kepentingan lainnya; serta memberikanadvisory service dan bantuan teknis (technical assistance) untuk badan sektoral ASEAN.48

ASEAN Intergovernmental Commission on Human Right (AICHR) adalah bagian dari pelaksanaan ASEAN Charter, dan diresmikan pada 23 Oktober 2009 pada saat penyelenggaraan ASEAN Summit ke-16 di Hua Hin, Thailand. Dr.

Sriprapha Petcharamesree dari Thailand yang ditetapkan sebagai Ketua AICHR.

Komisi hak asasi manusia ada untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia, dan kerjasama regional tentang HAM, di negara-negara anggota (Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Lao PDR, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Viet Nam.49

Sebelum dibentuknya AICHR, tidak ada kerja sama HAM di antara negara- negara ASEAN, sehingga perlu adanya lembaga yang mengakomodir permasalahan HAM di ASEAN. Realisasi rencana pembentukan komisi HAM regional Association of South East Asia Nations (ASEAN) dilakukan dalam 42nd Meeting of the ASEAN Foreign Ministers di Thailand, para menteri luar negeri se- ASEAN telah menyepakati Term of Reference(TOR) pembentukan komisi yang diamanatkan oleh Pasal 14 Piagam ASEAN ini.

48ASEAN Selayang Pandang. www.kemlu.go.id. Hlm. 217-218

49http://news.detik.com/read/2009/07/22/202650/1169789/10/kerangka-acuan-ham-asean-berhasil- disepakati

(49)

Dalam TOR sebagaimana dikatakan bahwa, AICHR dibentuk dengan enam tujuan utama, yaitu50

1. Mempromosikan serta melindungi HAM dan hak kebebasan bangsa ASEAN.

:

2. Menjunjung hak bangsa ASEAN untuk hidup secara damai, bermartabat, dan makmur.

3. Mewujudkan tujuan organisasi ASEAN sebagaimana tertuang dalam Piagam yakni menjaga stabilitas dan harmoni di kawasan regional, sekaligus menjaga persahabatan dan kerja sama antara anggota ASEAN.

4. Mempromosikan HAM di tingkat regional dengan tetap mempertimbangkan karakteristik, perbedaan sejarah, budaya, dan agama masing-masing negara, serta menjaga keseimbangan hak dan kewajiban.

5. Meningkatkan kerja sama regional melalui upaya di tingkat nasional dan Internasional yang saling melengkapi dalam mempromosikan dan melindungi HAM.

6. Menjunjung prinsip-prinsip HAM internasional yang tertuang dalam Universal Declaration of Human Rights, Vienna Declaration serta program pelaksanaannya, dan instrumen HAM lainnya, dimana anggota ASEAN menjadi pihak.

50Ibid

(50)

B. Peran ASEAN Intergovermental Commission on Human Right (AICHR) terhadap Penanganan Kejahatan Perdagangan Manusia di Indonesia

Perdagangan orang adalah permasalahan internasional, yang mana hampir setiap negara di dunia ini mempunyai catatan kasus perdagangan orang yang terjadi di negaranya51. Miliaran dolar telah dihasilkan dengan mengorbankan jutaan orang korban perdagangan orang. Anak laki-laki dan anak perempuan yang mestinya bersekolah dipaksa untuk menjadi tentara, melakukan kerja paksa, atau dijual untuk kepentingan seks. Demikian juga dengan perempuan-perempuan dan anak-anak perempuan yang diperdagangkan untuk tujuan berbagai bentuk eksploitasi, seperti dipaksa untuk menjadi pekerja domestik, prostitusi ataupun kawin paksa52

Perdagangan orang adalah bentuk kejahatan yang resikonya rendah namun besar perolehan keuntungannya

. Sementara untuk laki-laki, seringkali terperangkap oleh hutang, kemudian menjadi budak di daerah pertambangan, perkebunan, atau bentuk kerja terburuk lainnya.

53

51 Lihat IOM 2011 Case Data On Human Trafficking Global Figures and Trends, hal. 6.

Menjelaskan bahwa perdagangan orang terjadi di banyak negara dan hampir terjadi di seluruh benua yaitu Eropa, Afrika, Amerika, Asia dan Australia.

52 Yohanes Suhardin, Tinjauan Yuridis Mengenai Perdagangan Orang Dari Perspektif Hak Asasi Manusia, Mimbar Hukum Volume 20, Nomor 3, Oktober 2008, halaman 411-412

53 Mahrus Ali dan Bayu Aji Pranomo, Perdagangan Orang: Dimensi, Instrumen Internasional Dan Pengaturannya di Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2011), hal. 3.

. Sifat kejahatannya yang sangat sistematis dan mekanisme-mekanisme canggih yang digunakan berpadu dengan kenyataan masih

Referensi

Dokumen terkait

This study is aimed to explore the contributive roles of bilingualism in English language teaching in which the teachers employ the code switching to enable the

nilai-nilai patriotisme yang terkandung dalam novel TD dengan menerapkan teori.

After the writer conducted the research and analyzed the data of research, the writer concluded that Initiation Response Evaluation strategy was effective in

Dari latar belakang di atas tentang gambaran Sungai Karang Mumus dan untuk menerapkan visi Kota Samarinda, kelompok kami membuat sebuah sistem

[r]

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [The interpretation of the element of “violence or threat of violence’ in the Sexual Violence Articles in the Indonesian Penal Code]”

Here we have used homology modelling and metabolite docking to several proteins encoded by a gene cluster to guide the in vitro assign- ment of the previously undocumented

Akan tetapi perubahan-perubahan ini tidak bersifat spesifik terhadap hipertensi saja, karena ia juga dapat terlihat pada penyakit kelainan pembuluh darah retina yang lain..