• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Perpajakan di Indonesia 1. Pengertian Pajak

Pengertian pajak secara umum adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (Undang-undang nomor 28 Tahun 2007)

2. Jenis Pajak

Jenis-jenis pajak yang dapat dikenakan dapat digolongkan dalam 3 (tiga) golongan yaitu (Resmi, 2014):

a. Menurut Golongannya:

1) Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau di bebankan kepada orang lain.

Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

2) Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

(2)

b. Menurut Sifatnya:

1) Pajak subjektif adalah jenis pajak yang pengenaannya memperlihatkan keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperlihatkan keadaan subjeknya. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

2) Pajak objektif adalah jenis pajak yang yang pengenaannya memperlihatkan objeknya, baik berupa benda, keadaan, perbuatan, maupun peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak dan tempat tinggal. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

c. Menurut Lembaga Pemungutnya

1) Jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat (Pajak Pusat) adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertabahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

2) Jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (Pajak Daerah) adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009. Terdiri atas Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota.

3. Sistem Pemungutan Pajak

Dalam memungut pajak menurut Resmi (2014) dikenal 3 sistem pemungutan

(3)

pajak yaitu:

a. Official Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang – undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur perpajakan (peranan dominan ada pada aparatur perpajakan).

b. Self Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesui dengan peraturan perundang – undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif sera kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan wajib pajak. Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang – undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta meyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk :

1) Menghitung sendiri pajak yang terutang 2) Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang 3) Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang 4) Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang

(4)

5) Mempertanggungjawabkan pajak yang teruang c. With Holding System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai peraturan perundang – undangan perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor, dan mempertanggungjawabkan memlalui sarana perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak

tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.

B. Pajak Daerah

1. Pengertian Pajak Daerah

Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secaralangsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Adapun subjek pajak tersebut yaitu orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak. Wajib pajak merupakan orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5)

2. Jenis-Jenis Pajak Daerah

Gambar 2.1

Jenis – Jenis Pajak Daerah

Khusus untuk Daerah yang setingkat dengan Provinsi, tetapi tidak berbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jenis pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan dari pajak untuk daerah provinsi dan pajak untuk daerah kab/kota.

3. Pemungutan Pajak dan Bagi hasil Pajak Provinsi a. Pemungutan pajak

Tata cara pemungutan pajak tersebut, pemungutan pajak dilarang diborongkan. Setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh wajib pajak berdasarkan peraturan perundang-undang perpajakan. Wajib pajak yang

(6)

memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penerapan kepala Daerah dibayar dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis dan nota perhitungan. Wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), dan/atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT).

b. Bagi hasil Pajak Provinsi

1) Hasil penerimaan Pajak Provinsi sebagian diperuntukkan bagi kab/kota di wilayah Provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut;

2) Hasil penerimaan Pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor diserahkan kepada kab/kota sebesar 30%

3) Hasil penerimaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor diserahkan kepada kab/kota sebesar 70%

4) Hasil penerimaan pajak rokok diserahkan kepada kab/kota sebesar 70%

5) Hasil penerimaan pajak air permukaan diserahkan kepada kab/kota sebesar 50%

6) Khusus untuk penerimaan pajak air permukaan dari sumber ait yang berada hanya pada 1 wilayah kab/kota, hasil penerimaan pajak ait permukaan dimaksud diserahkan kepada kab/kota yang bersangkutan sebesar 80%, adapun bagian kab/kota ditetapkan dengan memperhatikan

(7)

aspek pemerataan dan/atau potensi antar kab/kota. Adapun penetapannya ditetapkan dengan peraturan Daerah Provinsi.

C. Pajak Bumi dan Bangunan

1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

Menurut Suandy (2016) Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang bersifat kebendaan dan besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadan objek atau bumi, tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapapun yang membayar) tidak ikut menentukan besar pajak.

2. Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Bumi adalah permukaan bumi atau tanah dan isi yang ada dibawahnya, termasuk tanah, pekarangan sawah, empan, dan perairan pedalaman (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994).

Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada bumi, tanah atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha maupun tempat yang diusahakan (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994). Termasuk dalam pengertian bangunan:

a. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti, hotel, pabrik, dan emplasemennya yang merupakan satu kesatuan dengan komplek bangunan tersebut

b. Jalan tol c. Kolam renang d. Pagar mewah

(8)

e. Tempat olah raga

f. Galangan kapal, dermaga

g. Tempat penampungan atau kilang minyak, air dan gas, pipa minyak

h. Fasilitas lain yang memberikan manfaat (Penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994) Dikecuaikan dari pengenaan PBB (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994), yaitu:

1) Tanah atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, keseehatan, pendidikan dan nasional, yang dimaksudkan untuk tidak memperoleh keuntungan. Contoh obyek yang dikecualikan atau tidak dikenai PBB seperti, pesantren atau sejenisnya, sekolah atau madrasah, tanah wakaf, rumah sakit pemerintah dan lain-lain.

2) Tanah atau bangunan yang digunakan untuk kuburan umum, peninggalan purbakala, atau sejenis seperti museum.

3) Tanah atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik atau konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.

4) Tanah yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, taman nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.

5) Bangunan yang digunakan oleh perwakilan oorganisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

(9)

Obyek pajak yang digunakan negara, adalah obyek pajak yang dikuasai/dimiliki/digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan. Obyek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. (Pasal 3 angka (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1984 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994).

3. Nilai Jual Objek Pajak

Nilai Jual Objek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, atau ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek pajak pengganti. Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan klasifikasi:

a. Objek pajak sektor Pedesaan dan Perkotaan b. Objek Pajak sektor Perkebunan

c. Objek pajak sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan, Hak Pengusahaan Hasil Hutan, Izin Pemanfaatan Kayu serta izin Sah lainnya selain Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri

d. Objek Pajak Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi e. Objek Pajak Sektor Pertambangan Energi Panas Bumi

f. Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas selain Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian C

g. Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas Galian C

(10)

h. Objek pajak Sektor Pertambangan yang dikelola berdasarkan kontrak Karya atau Kontrak Kerjasama

i. Objek pajak usaha bidang perikanan laut j. Objek Pajak usaha bidang perikanan darat k. Objek Pajak yang bersifat Khusus

4. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan

Orang atau badan yang secara nyata mempunyai sesuatu hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan (Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994).

Subyek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak disebut Wajib Pajak (Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994).

5. Dasar Pengenaan dan Perhitungan

Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang besarnya ditetapkan selama tiga tahun sekali oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan selama tiga tahun sekali sesuai dengan perkembangan daerahnya.

Pengertian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sesuai dengan UUPBB adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan apabila tidak terdapat transaksi jula beli, Nilai Jual objek Pajak (NJOP) ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis atau nilai perolehan baru atau Nilai

(11)

Jual Objek Pajak pengganti.

Sesuai dengan keputusan Menkeu No 523/KMK.04/1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan telah mengatur pokok-pokok sebagai berikut:

a. Standar Investasi adalah jumlah yang diinvestasikan untuk suatu pembangunan dan/

atau penggalian sumber daya alam atau biaya tertentu yang dihitung berdasarkan komponen tenaga kerja, bahan dan alat, mulai dari awal pelaksanaan sampai dengan tahap produksi.

b. Objek Pajak yang bersifat khusus adalah objek pajak yang letak, bentuk, peruntukkan, dan atau penggunaannya meliputi karakteristik khusus.

c. Dalam hal ini objek pajak yangnilai jual permeternya lebih besar dari ketentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang terjadi di lapangan digunakan sebagai dasar pengenaan PBB.

d. Objek Pajak sector Pedesaan dan Perkotaan yang bersifat khusus, Nilai Jual Obek Pajaknya ditentukan berdasarkan nilai indikasi rata-rata yang diperoleh dari hasil penilaian secara massal.

e. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sector perkebunan, kehutanan, pertambangan serta usaha bidang perikanan, peternakan dan perairan untuk areal produksi dan/atau areal produksi ditentukan berdasarkan nilai jual permukaan bumi dan bangunan ditambah dengan nilai investasi.

f. Untuk objek pajak tertentu yang bersifat khusus, Nilai Jual Objek Pajaknya dapat

(12)

ditentukan berdasarkan nilai pasar yang dilakukan oleh penjual fungsional yang dinilai secara fungsional.

Dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan sektor pedesaan perkotaan di kota Surakarta adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) serendahrendahnya 20% dan setinggi- tingginya 100% dari Nilai Jual Objek Pajak Sedangkan besarnya terutang dapat dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).

PBB = Tarif Pajak x NJKP atau

PBB = 0.3% x {Persentase NJKP x (NJOP-NJOPTKP)}

Formulasi Perhitungan PBB P2

PBB P2 dipungut berdasarkan pada UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Dalam pasal 81 diatur bahwa “ besaran PBB P2 yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagai mana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimakud dalam Pasal 79 ayat (3) setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (5)”. Dari aturan tersebut perhitungan besarnya PBB P2 terutang dapat diformulasikan sebagai berikut :

PBB P2 terutang = (NJOP – NJOPTKP) x Tarif

Dari formulasi tersebut dapat dijelaskan bahwa besarnya PBB P2 terutang ditentukan oleh besarnya Tarif Pajak, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), dan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Tarif pajak, sebagai mana diatur dalam pasal 80 UU PDRD, ayat (1) diatur bahwa “ Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

(13)

ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen)”. Sedangkan ayat (2) mengatur bahwa besarnya tarif PBB P2 diatur dengan Peraturan Daerah. Dari aturan tersebut dapat dinyatakan bahwa penentuan tarif PBB P2 tidak lagi merupakan tarif tunggal, artinya Pemerintah Daerah bersama-sama dengan DPRD dapat menetapkan beberapa macam tarif, asal tidak melampaui 0,3% sebagai tarif tertinggi.

Gambar 2.2

Rumus Perhitungan PBB Terutang

Sebagai tindak lanjut pelaksanaan UU PDRD, pemerintah daerah Kota Surakarta menetapkan tarif bervariasi yaitu sebesar 0,1% untuk objek pajak dengan NJOP kurang dari Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) sebesar 0,15% untuk objek pajak dengan NJOP di atas Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan sebesar 0,2% untuk objek pajak dengan NJOP diatas Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah). Hal ditetapkan semata-mata agar tidak terjadi perubahan penetapan PBB yang terlalu drastis dengan yang telah ditetapkan semasih PBB menjadi pajak pusat, dan juga

diselaraskan dengan angka pendapatan masyarakat di Kota Surakarta.

D. Apraisal

(14)

1. Pengertian Apraisal

SPI 2007 mendefinisikan penilaian sebagai suatu proses pekerjaan seorang penilai dalam memberikan oepini tertulis mengenai nilai ekonomi pada saat tertentu. Dari defini tersebut, Penilaian Aset diartikan sebagai proses penilaian seorang penilai dalam memberikan suatu opini nilai suatu aset baik berwujud maupun tidak berwujud, berdasarkan hasil analisa terhadap fakta-fakta yang obyektif dan relevan dengan menggunakan metode dan prinsip-prinsip penilaian yang berlaku pada saat tertentu.

2. Standar Nilai dalam Penilaian Aset

a. Nilai Pasar didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang pada tanggal penilaian, yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu properti, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, di mana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan. (3.1. SPI 1, SPI 2007)

b. Nilai dalam Penggunaan merupakan nilai yang dimiliki oleh suatu properti tertentu bagi penggunaan tertentu untuk seorang pengguna tertentu dan oleh karena itu tidak berkaitan dengan Nilai Pasar. Nilai dalam Penggunaan ini adalah nilai yang diberikan oleh properti tertentu kepada badan usaha dimana properti tersebut merupakan bagian dari badan usaha tanpa memperdulikan penggunaan terbaik dan tertinggi dari properti tersebut atau jumlah uang yang dapat diperoleh atas penjualannya. (3.1. SPI 2, SPI 2007)

(15)

c. Nilai Investasi merupakan nilai properti untuk investor tertentu atau kelompok investor tertentu untuk tujuan investasi yang teridentifikasi. Konsep Nilai Investasi atau Manfaat Ekonomi (worth) ini mengkaitkan properti khusus dengan investor khusus, kelompok investor, atau badan usaha dengan kriteria-kriteria dan tujuan-tujuan investasi yang teridentifikasi. Nilai Investasi atau Manfaat Ekonomi suatu properti dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari Nilai Pasar properti. Istilah Nilai Investasi atau Manfaat Ekonomi hendaknya jangan dirancukan dengan Nilai Pasar properti investasi. Walau bagaimanapun, Nilai Pasar dapat mencerminkan sejumlah penaksiran atas Nilai Investasi atau Manfaat Ekonomi secara individual, atau properti tertentu. Nilai Investasi, atau manfaat ekonomi berkaitan dengan Nilai Khusus. (3.2. SPI 2, SPI 2007)

d. Nilai Bisnis yang Berjalan adalah Nilai suatu bisnis secara keseluruhan. Konsep ini melibatkan penilaian terhadap suatu bisnis yang berjalan, di mana alokasi atau pembagian dari Nilai Bisnis Yang Berjalan secara keseluruhan menjadi bagian- bagian penting yang memberikan kontribusi kepada keseluruhan bisnis, tetapi tidak satu pun dari komponen tersebut membentuk dasar untuk Nilai Pasar. Oleh karena itu konsep Nilai Bisnis yang Berjalan dapat diterapkan hanya pada properti yang merupakan bagian penyertaan badan usaha atau perusahaan. (3.3. SPI 2, SPI 2007

e. Nilai Asuransi adalah nilai properti sebagaimana yang diatur berdasarkan kondisi- kondisi yang dinyatakan di dalam kontrak atau polis asuransi dan dituangkan dalam definisi yang jelas dan terinci. (3.4. SPI 2, SPI 2007)

(16)

f. Nilai Kena Pajak adalah nilai berdasarkan definisi yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan penaksiran nilai, dan atau penentuan pajak properti. Walaupun beberapa peraturan perundang-undangan mungkin mengutip Nilai Pasar sebagai dasar penaksiran nilai, metodologi penilaian yang digunakan untuk mengestimasi nilai dapat menghasilkan nilai yang berbeda dengan Nilai Pasar sebagaimana telah didefinisikan dalam SPI 1. Oleh karena itu Nilai Kena Pajak tidak dapat dipertimbangkan sebagai Nilai Pasar sebagaimana didefinisikan dalam SPI 1 kecuali diindikasikan sebaliknya secara eksplisit. (3.5. SPI 2, SPI 2007)

g. Nilai Sisa adalah nilai suatu properti, tanpa nilai tanah, seperti jika dijual secara terpisah untuk setiap bagiannya dan tidak lagi dimanfaatkan untuk penggunaannya saat ini serta tanpa memperhatikan penyesuaian dan perbaikan khusus. Nilai tersebut dapat diberikan dengan atau tanpa memperhitungkan biaya penjualan, dan apabila memperhitungkan biaya penjualan, hasilnya dihitung dengan menggunakan konsep nilai realisasi bersih (net realisable value). Dalam setiap analisis, komponen-komponen yang termasuk atau tidak termasuk hendaknya diidentifikasi. (3.6. SPI 2, SPI 2007)

h. Nilai Jual Paksa adalah sejumlah uang yang mungkin diterima dari penjualan suatu properti dalam jangka waktu yang relatif pendek untuk dapat memenuhi jangka waktu pemasaran dalam definisi Nilai Pasar. Pada beberapa situasi, Nilai Jual Paksa dapat melibatkan penjual yang tidak berminat menjual, dan pembeli yang membeli dengan mengetahui situasi yang tidak menguntungkan penjual.

(17)

Istilah Nilai Likuidasi seringkali digunakan dan memiliki arti sama dengan Nilai Jual Paksa. (3.7. SPI 2, SPI 2007)

i. Nilai Khusus adalah istilah yang terkait dengan unsur luar biasa dari nilai sehingga melebihi Nilai Pasar. Nilai Khusus dapat terjadi, misalnya oleh karena kaitan fisik, fungsi, ataupun ekonomi dari properti dengan properti lainnya seperti properti yang bersambungan. Nilai khusus merupakan suatu penambahan nilai yang dapat diterapkan untuk pemilik/ pengguna tertentu atau pemilik/pengguna prospektif dari properti dan bukan pasar secara keseluruhan. Nilai khusus hanya dapat diterapkan untuk pembeli dengan kepentingan khusus. Nilai penggabungan (marriage value) merupakan penambahan nilai hasil penggabungan dua atau lebih hak atas properti, merepresentasikan contoh khusus dari nilai khusus. Nilai khusus dapat dikaitkan dengan elemen-elemen Nilai Bisnis yang Berjalan, dan Nilai Investasi atau Manfaat Ekonomi. Penilai harus memastikan bahwa kriteria tersebut berbeda dengan Nilai Pasar, dengan menyatakan sejelas-jelasnya Asumsi Khusus yang dibuat. (3.8. SPI 2, SPI 2007)

j. Nilai Jaminan Pinjaman merupakan nilai properti yang ditentukan oleh penilai dengan penaksiran secara berhati-hati atas marketabilitas properti di masa mendatang dengan memperhatikan aspek kesinambungan jangka panjang properti, kondisi pasar lokal dan normal, dan penggunaan saat ini serta alternatif penggunaan properti yang sesuai. Elemen-elemen yang bersifat spekulatif tidak dapat diperhitungkan dalam penilaian Nilai Jaminan Pinjaman. Nilai Jaminan

(18)

Pinjaman akan didokumentasikan secara jelas dan transparan. (3.9. SPI 2, SPI 2007)

3. Tahapan Penilaian Aset

Gambar 2.3 Tahapan Penilaian Aset

4. Pendekatan Penilian Aset (Data Pasar)

Metode perbandingan data pasar atau sering disebut juga sebagai metode perbandingan harga jual (sales comparation method) atau metode perbandingan data langsung (direct market comparation method) adalah metode penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan secara langsung properti yang dinilai dengan data properti yang sejenis yaitu dengan cara Penilai harus mendapat 3 atau lebih data banding yang telah terjual atau sedang ditawarkan untuk dijual yang sejenis terhadap properti yang akan dinilai kemudian dibuat penyesuaiannya terhadap property yang dinilai.

Harga Jual Property yang sebanding +/- penyesuaian = Indikasi Nilai dari property Langkah-langkah yang diperlukan dalam metode ini adalah:

a.

Tahap Pengumpulan data.

Kumpulan data dicatat dalam buku data. Sumber-sumber data dapat dihimpun dari:

1) Broker

(19)

2) Developer

3) Iklan, surat kabar, majalah, papan pengumuman (langsung tinjau kelokasi) 4) Arsip hasil penilaian

5) Investor

b.

Tahap Analisa data

Data yang dipergunakan harus memenuhi syarat-syarat dibawah ini, yaitu:

1) Data tersebut diperoleh dari transaksi jual beli tanpa paksaan 2) Data transaksi Jual beli yang belum lama berlangsung

3) Data jual beli tersebut harus punya kesamaan dalam hal peruntukan, bentuk tanah, lokasi yang sejenis, sifat-sifat fisik & sosial, ukuran/luas, cara jual beli

c.

Tahap Penyesuaian

Penyesuaian untuk perbedaan yang ada, berdasarkan pada waktu, lokasi dan lainnya.

1) Metode Penyesuaian

Metode dalam tahap penyesuaian ini terdapat 3 macam metode, yaitu:

a) Metoda tambah kurang (Pluses and minuses method)

Artinya penyesuaian langsung dibandingkan secara keseluruhan kelebihan dan kekurangan dengan data-data pembanding yang ada.

Data 1 Data 2 Data 3

Harga jual Rp. 100 jt Rp. 108 jt Rp. 98 jt Nilai indikasi Rp.104 jt Rp. 106 jt Rp. 102 jt Penyesuaian dilakukan dengan cara pembebanan.

(20)

Misalnya: Properti yang paling mendekati adalah no.2 diambil 40% no. 1

& 3 = 30%

Jadi Nilai Pasar:

30% x 104 jt = 31.200.000 40% x 106 jt = 42.400.000 30% x 102 jt = 30.000.000 104.200.000

b) Metode jumlah rupiah (Rupiah Amount Method)

Data 1 Data 2 Data 3

Harga jual Rp. 100 jt Rp. 108 jt Rp. 98 jt Penyesuaian + 5 j 0 + 8 jt

Lokasi - 1 jt 0 0 Ukuran 0 0 - 4 jt

Kondisi perlengkap 0 0 0 Mutu bangunan 0 - 2 jt 0

Total penyesuaian + Rp. 4 jt -Rp. 2 jt Rp. 4 jt Nilai indikasi Rp. 104 jt Rp. 106 jt Rp. 102 jt Dengan cara pembebanan :

Nilai Pasar:

30% x Rp. 104 jt = Rp. 31.200.000 40% X Rp. 106 jt = Rp. 42.400.000

(21)

30% x Rp. 102 jt = Rp. 30.000.000

= Rp.104.200.000

c) Metode Persentase (Percentage Method) Data 1 Data 2 Data 3

Harga jual Rp. 100 jt Rp. 108 jt Rp. 98 jt Penyesuaian 5% 0% 8%

Lokasi -1% 0% 0%

Ukuran 0% 0% -4%

% Kondisi pelengkap 0% 0% 0%

Mutu bangunan 0% -4% 0%

Total penyesuaian 4% -4% 4%

Nilai indikasi Rp. 104 jt Rp. 105.840 jt Rp.101.920 jt Dengan cara pembebanan :

Nilai Pasar :

30% x Rp. 104 jt = Rp. 31.200.000 40% x Rp. 105.840 jt = Rp. 42.336.000 30% x Rp. 101.920 jt = Rp. 30.429.000

= Rp. 104.000.000

d) Teknik Berpasangan (Paired Comparison)

Penyesuaian dilakukan berdasarkan satu perbedaan dari pasangan properti pembanding yang dipasang-pasangkan.

(22)

5. Pendekatan Penilaian Aset (Biaya)

Dengan mengunakan Metode Kalkulasi biaya, Nilai properti (Tanah dan Bangunan) diperoleh dengan menganggap tanah sebagai tanah kosong, nilai tanah dihitung dengan menggunakan metode perbandingan data pasar (market data approach).

Sedangkan nilai bangunan dihitung dengan metode kalkulasi Biaya. Nilai pasar bangunan dihitung dengan menghitung biaya reproduksi baru (RCN) bangunan pada saat penilaian dikurangi penyusutan.

Rumus Umum :

Nilai Properti = Nilai Tanah + ( Biaya Reproduksi Baru (RCN)-Penyusutan) a. Menghitung Biaya Pengganti Baru (Replacement Cost New)

Dalam menghitung biaya pengganti baru terdapat 4 macam metode yang dapat digunakan, yaitu

1) Metode survey kuantitas (quantity survey method)

Dalam menerapkan metode ini, penilai Properti wajib memperoleh data:

a) biaya langsung, antara lain biaya persiapan lahan, biaya material, dan biaya tenaga kerja;

b) biaya tidak langsung, antara lain biaya survey, biaya perizinan, biaya asuransi, biaya lain-lain (overhead cost), keuntungan, dan pajak; dan c) harga satuan yang digunakan, meliputi biaya bahan dan biaya upah;

2) Metode unit terpasang (unit inplace method)

(23)

Dalam menggunakan Metode Unit Terpasang (Unit In Place Method), Penilai Properti wajib menghitung estimasi biaya bangunan atau konstruksi berdasarkan harga satuan unit terpasang

3) Methode meter persegi (square meter method)

Dalam menggunakan Metode Meter Persegi (Square Meter Method), Penilai Properti wajib:

a) menghitung estimasi biaya pembangunan dengan memperhatikan harga kontrak atau biaya pembangunan dari properti pembanding yang sebanding dan sejenis yang baru selesai dibangun dalam jangka waktu paling lama satu tahun sejak Tanggal Penilaian (Cut Off Date);

b) melakukan penyesuaian terhadap data properti pembanding yang sebanding dan sejenis, dalam hal terdapat perbedaan data secara signifikan antara obyek penilaian dan properti pembanding yang sebanding dan sejenis yang dapat mempengaruhi Nilai;

c) melakukan penyesuaian estimasi biaya pembangunan terhadap kecenderungan perubahan biaya pembangunan pada tanggal kontrak atau tanggal konstruksi sampai dengan Tanggal Penilaian (Cut Off Date); dan

d) menghitung estimasi biaya pembangunan yang dapat diambil dari biaya pembangunan properti pembanding yang sebanding dan sejenis atau biaya pembangunan properti yang baru selesai dibangun dalam jangka waktu paling lama satu tahun sebelum Tanggal Penilaian (Cut

(24)

Off Date), dalam hal biaya pembangunan pada tanggal kontrak atau tanggal konstruksi tidak diketahui, sepanjang memenuhi persyaratan

E. Pengertian Loss or Gain pada penerimaan Pajak Bumi Bangunan P2

Menurut artikel (sahamgain, 2017) pengertian capital gain adalah keuntungan yang anda dapatkan dari selisih harga jual dikurangi harga beli suatu saham. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan Gain adalah keuntungan yang diterima apabila mendapatkan selisih harga. Pada Pajak Bumi Bangunan P2 ini yang di maksud gain adalah keuntungan yang diterima apabila menyamakan atau melebihi dasar pengenaanya yaitu NJOP yang ditetapkan pemerintah dengan nilai pasar saat ini.

Sebaliknya, capital loss adalah kerugian yang didapatkan dari selisih harga beli dikurangi harga jual saham. Dengan kata lain, capital loss terjadi karena anda menjual saham lebih rendah daripada harga belinya. Berdasarkan pengertian tersebut, yang di maksud loss adalah kerugian yang diterima apabila Nilai Jual Objek Pajak lebih rendah dari Nilai pasar. Sehingga mengakibatkan kerugian pada penerimaan Pajak Bumi Bangunan Pedesaan Perkotaan.

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian dukungan insentif penelitian dan perekayasaan kepada para peneliti dan perekayasa merupakan program strategis yang mempunyai fungsi utama, yaitu: (1)

Selain memperbaiki kaedah pengajaran guru LINUS-Literasi Bahasa Malaysia juga perlu melengkapkan diri dengan aspek-aspek persediaan lain dalam meningkatkan mutu

• Kultur darah ulang perlu diambil dari 2 tempat : kateter sentral dan perifer sebelum pemberian antibiotik atau pencabutan kateter. • Bila infeksi CONS persisten, investigasi ke arah

NAMA PARTAI, NOMOR DAN NAMA CALON ANGGOTA DPRD

kebun sendiri dan dapat dipisahkan dari usaha pertaniannya, atau bahan bakunya berasal dari pembelian... Usaha pemerahan susu hewan besar maupun

Beneish M-Score dari aspek Days Sales in Receivables Index (DSRI), Gross Margin Index (GMI), Asset Quality Index (AQI), Sales Growth Index (SGI), Depreciation

Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan. Jurnal Ekonomi

Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan