1
Kedelai (Glycine max (L.) Merril) adalah salah satu komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia. Biji kedelai yang mengandung protein cukup tinggi sekitar 40% digunakan sebagai sumber protein nabati, sumber protein dalam pakan ternak, dan untuk keperluan industri (Harmida, 2010).
Areal tanaman kedelai di Indonesia tidak memiliki wilayah produksi yang permanen, sehingga mudah terdesak oleh tanaman lain yang bernilai ekonomi lebih tinggi. Oleh karena itu keinginan Pemerintah untuk berswasembada kedelai harus diikuti dengan upaya penyediaan lahan baru yang lebih permanen bagi usaha produksi kedelai pada lahan masam di luar Jawa (Sumarno, 2005).
Lahan dengan tingkat kemasaman yang tidak terlalu tinggi berpeluang untuk dikembangkan menjadi areal tanaman pangan termasuk kedelai (Mariska et al, 2004).
Masalah yang umum dijumpai pada pertanaman di lahan masam adalah
kemasaman tanah, kekahatan hara seperti N, P, K, Ca, Mg, dan Mo, serta kurang
aktifnya mikroba tanah (Mariska et al, 2004). Menurut Lingga (2008) keasaman
tanah ditentukan oleh kadar kepekatan ion hidrogen yang beredar di dalam tanah
tersebut. Bila kepekatan ion hidrogen (H
+) di dalam tanah terlalu tinggi maka tanah
disebut asam. Sebaliknya, bila kepekatan ion hidrogen terlalu rendah maka tanah
disebut basa. Pada kondisi ini kadar kation OH
-lebih tinggi dari ion H
+.
Ketersediaan unsur hara di dalam tanah masam sangat kecil. Unsur hara yang sulit tersedia di dalam tanah antara lain kalium, magnesium, fosfor dan molibdenum.
Bila unsur tersebut sangat kurang, tanaman yang ditanam pada tanah tersebut akan mengalami gangguan. Akibat terparah ialah tanaman akan mengalami keracunan aluminium, karena terlarut di dalam tanah (Lingga, 2008).
Muhidin (2004) menyatakan, keracunan Al dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kedelai, karena Al dapat menghambat pembelahan sel, pertumbuhan akar menjadi tidak normal, pendek dan menebal, serta mereduksi pengambilan air dan hara.
Islam memerintahkan agar umatnya tidak menelantarkan tanah. Setiap tanah harus dimanfaatkan untuk kepentingan kemaslahatan manusia. Jika pemilik tidak memiliki waktu untuk menggarapnya, ia harus memberikannya baik secara hibah atau disewakan kepada mereka yang menggarapnya (Barry, 1996).
Allah berfirman dalam Surat Al-Imron 190-191:
“