• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Milling Time Pada Proses Mechanical Alloying Dalam Pembentukan Fasa Intermetalik γ-tial Dengan Menggunakan High Energy Milling

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Milling Time Pada Proses Mechanical Alloying Dalam Pembentukan Fasa Intermetalik γ-tial Dengan Menggunakan High Energy Milling"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Milling Time Pada Proses Mechanical Alloying Dalam Pembentukan Fasa Intermetalik

γ-TiAl Dengan Menggunakan High Energy Milling

Galuh Intan Permata Sari 1, Hariyati Purwaningsih, S.Si., M.Si. 2, Ir. Rochman Rochiem, M.Sc. 2

1Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi ITS, 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Material dan Metalurgi ITS

e-mail : [email protected] ABSTRAK

Titanium Aluminides (𝛾-TiAl) adalah senyawa intermetalik yang menarik karena dikenal sebagai material dengan densitas yang rendah, ketangguhan yang tinggi dan tahan terhadap temperatur tinggi. Namun senyawa ini mempunyai keuletan yang rendah pada temperatur rendah. Pada penelitian ini dilakukan Mechanical Alloying (MA) untuk pembentukan senyawa intermetalik 𝛾 -TiAl, dengan fraksi atomik serbuk logam Ti 50% at dan Al 50% at. Proses Mechanical Alloying bertujuan untuk mereduksi ukuran partikel, meningkatkan homogenity, serta dapat membantu dalam pembentukan fasa baru. Variabel yang digunakan adalah milling time 2, 4, 6, dan 8 jam. Semakin lama Milling time maka kemungkinan terbentuk fasa baru akan semakin besar, sehingga berdasarkan hasil XRD pada milling time 8 jam sudah ada indikasi terbentuknya fasa 𝛾 –TiAl. Diharapkan fasa 𝛾 –TiAl dari proses MA ini dapat digunakan sebagai penguat dalam material Metal Matric Composite (MMC) yang dapat diaplikasikan sebagai komponen otomotif.

Kata Kunci: Mechanical Alloying, Titanium Aluminide, milling time, Metal Matric Composit.

ABSTRACT

Titanium Aluminides (γ-tial) is an interesting intermetallic compound because it is familiar as a material with low density, high toughness and resistance to high temperatures.

However, this compound has a low ductility at low temperatures. In this research studied Mechanical Alloying (MA) for the formation of intermetallic compound γ-TiAl, with the atomic fraction of metal powder Ti 50% at and Al 50% at. Mechanical Alloying Process aims to reduce the particle size, improve homogenity, and can assist in the formation of a new phase. The Variable that used in this research is the milling time 2, 4, 6, and 8 hours. The longer Milling time it might have formed a new phase will be even greater, so from the XRD results on milling time 8 hours there is indication of phase formation of γ-TiAl. Expected that γ-TiAl phase from the MA process can be used as reinforcement material in Metal Matric Composite (MMC) that can be applied as automotive components.

Keyword: Mechanical Alloying, Titanium Aluminide, milling time, Metal Matric Composit.

1.PENDAHULUAN

Beberapa rekayasa material telah banyak dilakukan untuk mendapatkan material baru salah satunya adalah dengan pembentukan material Metal Matric Composit (MMC). Pada pembentukan material ini yang bertindak sebagai penguat

adalah fasa intermetalik. Intermetalik mempunyai koefisien termal mendekati sifat termal metal sedangkan kekerasannya lebih tinggi dibandingkan logam. Keunggulan yang lainnya adalah intermetalik juga mempunyai densitas yang rendah. Namun,

(2)

material intermetalik merupakan material yang getas pada temperatur rendah, untuk menanggulangi sifat jelek tersebut salah satu cara adalah dengan mengontrol mikrostruktur agar dihasilkan ultrafine grain material dengan mengatur parameter milling, seperti peralatan milling, initial state powder, penambahan process control agent (PCA) [1] serta mengatur waktu milling untuk menghasilkan ukuran butiran yang lebih halus [2].

Intermetalik γ-TiAl mempunyai sifat yang menarik seperti density yang rendah, spesifik stiffness serta kekuatan luluh yang tinggi, dan creep resistance yang bagus sampai pada temperatur tinggi, sehingga paduan γ-TiAl berpotensi untuk dapat menggantikan penggunaan baja dan paduan Ni pada komponen otomotive yang bekerja pada temperatur tinggi serta komponen pesawat terbang [3].

Dalam pembentukan senyawa intermetalik γ-TiAl yang menggunakan metode metalurgi serbuk ini melibatkan dua serbuk penyusun fase intermetalik dengan distribusi ukuran yang heterogen. Hal ini akan mempengaruhi sifat material dan mekanisme pembentukan suatu material, sehingga dilakukan Mechancal Alloying.

Proses tersebut menghasilkan perubahan ukuran butir dan ukuran kristal sehingga homogenitas material menjadi lebih baik dan mengurangi terjadinya porositas. Proses mechanical alloying dilakukan dengan energi milling yang tinggi. Mechanical alloying ini menggunakan variasi waktu milling yang bertujuan untuk meningkatkan pembentukan fase transisi, yaitu fase intermetalik 𝛾-TiAl fasa tunggal.

Pembentukan fasa yang berbeda merupakan akibat dari milling time yang berbeda. Hal ini disebabkan semakin lama milling time, maka interdiffusi yang terjadi antar powder menjadi lebih kuat. Selain itu, dengan penambahan milling-time, komposisi powder menjadi lebih homogen dan struktur yang terbentuk menjadi lebih halus. Dengan energi milling yang tinggi maka akan dibutuhkan waktu yang singkat dalam pembentukan fasa intermetalik γ-TiAl.

2. METODOLOGI PENELITIAN

Powder Ti (98% purity) dan Al (90% purity) digunakan sebagai bahan awal.

Ukuran rata – rata partikel powder Ti dan Al masing – masing adalah 150 dan 45 μm.

Proses Mechanical Alloying dilakukan dengan menggunakan mesin Spex Shaker Mills (High Energy Milling – Ellips 3 Dimention) P2 Fisika LIPI. Ball to Powder Wieght Ratio (BPR) yang digunakan 10:1.

Dengan variasi milling time 0.5, 4, 6, dan 8 jam dan kecepatan 933 rpm.

Setelah proses Mechanical Alloying dilakukan pengujian Difraksi sinar-X (XRD) untuk mengidentifikasi fasa, pengujian SEM (Scanning Electron Microscope) untuk melihat morfologi dan struktur mikro paduan, serta dilakukan pengujian termal DTA (Diferential Thermal Analysis) untuk mengetahui transfomasi fasa akibat pengaruh temperatur dan TMA (Thermomechanical Analysis) untuk mendapatkan koefisien ekspansi termal dari paduan yang terbentuk dari hasil MA tiap variasi milling time.

3. HASIL DAN DISKUSI

3.1 Hasil Pengujian Difraksi Sinar – X (XRD)

Hasil uji XRD menunjukkan pola kurva pambentukan yang hampir sama atau tidak jauh berbeda, sepintas seperti tidak terjadi perubahan, tetapi dalam analisis lebih lanjut dengan menggunakan single peak analisis pada rentan sudut 37o sampai 41o terdapat perubahan yang signifikan pada rentan milling time 0.5 jam sampai dengan 8 jam yaitu adanya pelebaran kurva serta penurunan intensitas seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Hasil uji kualitatif pada powder hasil MA 0.5 jam menunjukkan pola yang hampir sama ditunjukkan pada millling time 4 jam perubahan pada integrated intensity yang semakin menurun yang secara kualitatif menunjukkan komposisi atau kuantitas dari paduan yang berubah. Analisis lebih lanjut menunjukkan terjadinya pelebaran kurva yang ditunjukkan dengan semakin besarnya nilai FWHM, hal ini

(3)

menunjukkan adanya perubahan struktur kristal dari paduan TiAl seiring dengan semakin lamanya milling time. Selain itu juga terdapat pergeseran sudut difraksi Al dan Ti setelah milling time 6 jam terjadi pergeseran sudut yang mengarah pada inisiasi pembentukan fasa γ-TiAl, hal ini didasarkan pada (JCPDF#65-0428).

Selanjutnya pada milling time 8 jam sudah terbentuk fasa γ-TiAl.

Berdasarkan Tabel 1 juga dapat diketahui bahwa keberadaan puncak difraksi Al yang semakin menghilang seiring dengan kenaikan milling time. Hal ini disebabkan atom Al yang terdifusi ke atom Ti. Difusi atom Al ke atom Ti tergantung pada kereaktifan permukaan. Semakin lama milling time menyebabkan refinement serbuk. Semakin kecil ukuran serbuk maka semakin besar luas permukaan serbuk dan semakin besar pula tingkat kereaktifan serbuk. Hal ini berengaruh terhadap kereaktifan interface antara Al-Ti untuk membentuk senyawa TiAl. Pada tingkat tertentu kelarutan atom Al ke dalam atom Ti melewati batas maksimal (titik jenuh) sehingga terjadi transformasi fasa solid solution Ti(Al) seperti yang terjadi pada milling time 6 jam. Dengan semakin lamanya milling time maka akan terjadi transformasi dari fasa Ti(Al)SS menjadi γ- TiAl. Refinement serbuk berpengaruh terhadap ukuran kristal. Penurunan ukuran kristal terjadi secara bertahap dari milling time 0.5 jam sampai 8 jam dapat dilihat pada Tabel 1.

3.2 Hasil Pengujian SEM

berdasarkan hasil SEM dapat dilihat bahwa pada terlihat distribusi partikel yang acak mulai dari yang paling kecil dengan ukuran 4μm sampai partikel yang paling besar dengan ukuran 40 μm. Pada Gambar 2. (a) terlihat bahwa partikel mengalami efek welding sehingga partikel tersebut terlihat menggumpal menjadi suatu partikel yang homogen. pada gambar 2. (b) terdapat aglomerasi partikel dimana 1 partikel terdiri dari beberapa flake yang tersusun dari tumpukan beberapa layer. Diameter dari

layer dengan ukuran terkecil yaitu 1.5 μm dan yang terbesar adalah 5.3 μm.

Aglomerasi partikel ini berbentuk flake mengarah ke kotak sehingga mengarah pada pembentukan strukturnya, dimana pada hasil XRD struktur kristalnya tetragonal.

Gambar 3. menunjukkan morfologi partikel dari paduan TiAl yang dimilling selama 8 jam. Pada gambar (a) terlihat bahwa ukuran butiran yang lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil milling time 30 menit, ditunjukkan dengan pengukuran partikel yang paling kecil sebesar 0.025μm sedangkan yang paling besar sebesar 2.4 μm. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan milling time mengarah pada refinement serbuk menjadi lebih halus dengan morfologi partikel paduan TiAl berupa serpihan kasar dengan bentuk yang tidak beraturan. Gambar (b) terlihat adanya terdapat aglomerasi pada partikel, sehingga dapat diketahui bahwa seiring lamanya milling time maka dapat memperbesar terjadinya aglomerasi pada partikel paduan.

Hal ini membuktikan bahwa proses mechanical alloying terdiri dari proses tumbukan antar partikel yang diikuti dengan aglomerasi yang terjadi secara berulang – ulang. Aglomerasi yang terjadi menyebabkan morfologi partikel berupa serpihan yang saling bertumpuk.

3.3 Hasil Pengujian DTA

Pengujian DTA dilakukan menggunakan alat Metler Toledo, dengan memberikan pemanasan pada temperatur 20o hingga 900oC dengan laju pemanasan 10oC/menit dalam udara diam pada sampel TiAl yang mempunyai perbedaan waktu milling 4, 6, dan 8 jam. Hasil Pengujian DTA ini ditunjukkan pada Gambar 4.

Dari Gambar 4 diatas menunjukkan hasil pengujian DTA dari paduan TiAl dengan milling time 4, 6 dan 8 jam. Dapat dilihat bahwa pada milling time 4 dan 6 jam terdapat pergeseran puncak endoterm (menunjukkan melting Alumunium) ke arah temperatur yang lebih rendah, hal ini dikarenakan ukuran kristal yang semakin kecil seiring dengan meningkatnya milling

(4)

time dari proses Mechanical Alloying. Pada milling time 8 jam puncak endoterm yang menunjukkan melting Alumunium sudah menghilang dikarenakan terjadi proses amorfisasi dari Al dan Ti yang diikuti oleh kristalisasi. Berdasarkan analisa hasil pengujian Pola yang sama ditunjukkan pada hasil uji DTA milling time 6 jam, tetapi ada pergeseran pada puncak – puncak eksoterm serta endotermnya yang menunjukkan bahwa efek dari Mechanical Alloying menurunkan pembentukan fasa γ-TiAl.

Sedangkan pada milling time 8 jam, puncak endoterm yang menunjukkan melting Alumunium menghilang diikuti oleh pergeseran dari puncak eksoterm serta endoterm yang lain.

3.4 Hasil Pengujian TMA

Pengujian TMA dilakukan menggunakan alat Metler Toledo, dengan memberikan pemanasan 20o – 900o C serta laju pemanasan 10oC/menit. Pengujian ini dilakukan pada sampel TiAl dengan milling time 8 jam yang telah dipadatkan dan pada TiAl yang dicampurkan tanpa proses Mechanical Alloying (0 jam).

Kurva hasil pengujian TMA pada paduan TiAl hasil dari milling time 0 dan 8 jam ditunjukkan pada Gambar 5.

Berdasarkan grafik hasil pengujian TMA tersebut pada paduan TiAl 0 jam terlihat bahwa setelah pemanasan mencapai 650oC sampel mengalami failure. Hal ini dikarenakan paduan TiAl 0jam tidak mengalami proses mechanical alloying sehingga fasanya belum homogen. Hal ini mengakibatkan pada temperatur 650oC alumunium mengalami melting. Koefisien ekspansi dari paduan TiAl 0 jam ini pada temperatur kamar (215 oC) sebesar 36.01 x 10-6/oC sedangkan pada temperatur lebih tinggi sekitar 600 oC koefisien ekspansi termalnya sebesar 27.08 x 10-6/oC. Hal yang berbeda ditunjukkan pada grafik hasil pengujian TMA pada milling time 8 jam yang mempunyai koefisien thermal yang linier. Sehingga paduan ini tetap kuat sampai pada temperatur tinggi. Grafik hasil pengujian TMA pada paduan TiAl dengan

milling time 8 jam ditunjukkan pada Gambar 6.

Berdasarkan Gambar 6. dapat dilihat bahwa kurva hasil pengujian TMA pada paduan γ-TiAl yang dimilling selama 8 jam, pada temperatur kamar koefisien ekspansi termalnya sebesar 16.40 x 10-6/oC, sedangkan pada temperatur tinggi 600 oC koefisien ekspansi termalnya meningkat menjadi 23.02 x 10-6/oC. Jika dibandingkan dengan koefisien ekspansi termal pada paduan TiAl yang tidak mengalami proses Mechanical Alloying, koefisien termal pada paduan dengan milling time 8 jam ini semakin menurun. Hal ini menunjukkan bahwa proses mechanical alloying dapat menurunkan koefisien ekspansi termal dari paduan TiAl.

4. GAMBAR DAN TABEL

Gambar 1. Hasil Uji XRD Pada Powder Hasil Mechanical Alloying dengan Variabel Milling Time

Tabel 1. Analisa Data hasil XRD Paduan TiAl Hasil dari Mechanical Alloying dengan Perbedaan Milling Time

Milling Time

Identifikasi Fasa

Puncak Difraksi

FWHM Integrited

Intensity D (𝑛𝑚)

0.5 jam Al 38.47573 0.3104 987.36 27.199

Ti 40.15847 0.3641 744.18 23.438

4 jam Al 38.48385 0.4991 385.16 16.882

Ti 40.18914 0.5808 489.68 14.619

6 jam Ti(Al) 38.56272 0.4523 289.71 18.486

Ti 40.18005 0.5543 383.96 15.222

8 jam γ-TiAl 38.69483 0.6569 225.45 12.637

Ti 40.22846 0.5808 314.31 14.619

30 40 50 60 70 80 90

intensity

2 Theta (degree)

γ-TiAl Ti(Al

) Ti Al

6jam

4jam

0.5jam 8jam

(5)

Gambar 2. Hasil SEM Paduan AlTi dengan Milling Time 0.5 jam dengan Perbesaran

a) 5000 dan b) 30.000kali.

Gambar 3. Hasil SEM Paduan AlTi dengan Milling Time 8 jam dengan Perbesaran a) 2.500 dan b) 10.000 kali.

Gambar 4. Grafik Hasil Pengujian DTA Tabel 2. Analisa Data Hasil Pengujian DTA

Gambar 5. Grafik Hasil Pengujian TMA Paduan TiAl 0 jam dan Milling Time 8jam

Gambar 6.Grafik Hasil Pengujian TMA Paduan TiAl 8 jam

5. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian pembuatan sintesa Ti-Al melalui proses mechanical alloying serta karakterisasinya, maka dapat ditarik kesimpulan:

1. Semakin lama milling time maka ukuran kristal dari paduan TiAl akan semakin kecil. Kenaikan milling time dari 0.5 ke 8 jam menyebabkan reduksi ukuran kristal dari 27.199 nm menjadi 12.637 nm.

2. Dengan semakin kecil ukuran kristal maka interdiffusion yang terjadi antar paduan TiAl semakin kuat.

Sehingga powder menjadi lebih reaktif untuk membentuk fasa baru.

3. Fasa intermetalik -TiAl terbentuk pada milling time 8 jam, diawali dengan terbentuknya solid solution Ti(Al) pada milling time 6 jam.

4. Semakin lama milling time maka koefisien ekspansi termal dari paduan TiAl akan semakin kecil.

Milling Time

Fenomena Endoterm/Eksoterm

Temperatur Hipotesa Peristiwa

4 jam Endoterm 610 oC Melting Alumunium

Eksoterm 650 oC Temperatur Kristalisasi

- 670–900 oC Pembentukan fasa γ-TiAl (transformasi

metasatbil TiAl manjadi γ-TiAl)

6 jam Endoterm 542 oC Melting Alumunium

Eksoterm 615 oC Temperatur Kristalisasi

- 660-900 oC Pembentukan fasa γ-TiAl (transformasi

metasatbil TiAl manjadi γ-TiAl)

8 jam Eksoterm 585 oC Temperatur Kristalisasi

- 620-900 oC Pembentukan fasa γ-TiAl (transformasi

metasatbil TiAl manjadi γ-TiAl)

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih atas Penelitian Hibah Bersaing, Dirjen Dikti, Kementrian Pendidikan Nasional No:044/SP2H/PL/Dit.Litabmas/IV/2011.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Bhattacharya, Prajina. 2004.

“Nanocrystalline TiAl powders synthesized by high-energy ball milling: effects of milling parameters on yield and contamination”. Journal of Alloys and Compounds 368 :187–196.

[2] Enayati, M. H, Forouzanmehr, N dan Karimzadeh, F. 2009. “Study on solid – state reactions of nanocrystalline TiAl synthesized by mechanical alloying”.

Journal of Alloys and Compound 471 (5) : 93 – 97.

[3] Moser, M., Mayrhofer, P.H., Clemens, H. 2008. “On the influence of coating and oxidation on the mechanical properties of a g-TiAl based alloy”. Intermetallics 16 : 1206–1211.

[4] Dey, S.R., Hazotte, A., dan Bouzy, E.

2009. “Crystallography and phase transformation mechanisms in TiAl-based alloys – A synthesis”. Intermetallics 17 : 1052–1064.

[4] Farhang, Mohammad Reza, Kamali, Ali Reza, Samani, Masoud Nazarian. 2010.

“Effects of mechanical alloying on the characteristics of a nanocrystalline Ti–50 at.%Al during hot pressing consolidation”.

Materials Science and Engineering B 168 : 136–141.

[5] Froesa, F.H, dkk. 1955. “Synthesis of intermetallics by mechanical alloying”.

Materials Science and Engineering A192/193 : 612-623.

[6] Fu, Yunyi, dkk. 2000. “Microstructure and Mechanical behavior of a multiphase Al3Ti – based intermetallic alloy”.

Intermetallic 8 : 1251 -1256.

[7] Kwan, S. I. dan Lee, Wonsik. 1996. “The effect of the process control agents on mechanical alloying mechanisms in the Ti- Al system”. Journal of Alloys and Compound 240 : 193 – 199.

[7] Krik-Othner. 1983. “Encyclopedia of Chemical Technology” : volume 2 dan 23.

Allumunium and Allumunium Alloy Edisi 3.

New York : Jhon Willey and Sons.

[8] Parra, D. F., 2002.” Thermal behavior of the epoxy and polyester powder coatings using thermogravimetry/differential thermal analysis coupled gas chromatography/mass spectrometry (TG/DTA–GC/MS) technique:

identification of the degradation products”.

Thermochimica Acta 386 : 143–151.

[9] Rao, K. P., Prasad , Y.V.R.K., Suresh, K.

2011. ”Hot working behavior and processing map of a c-TiAl alloy synthesized by powder metallurgy”. Materials and Design 32 : 4874–4881.

[10] Soboyejo, F.Yea, chena. L. C., N., Bahtististsha, Schawartz. D. S., Lederich. R.

J., 1996, Cata Mater. 44(5) pp 2027-2041 [11] Surdia, T., Saito, S., 1999.

“Pengetahuan Bahan Teknik”. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

[12] Suryanarayana, C. 2001. “Mechanical alloying and milling”. Progress in Materials Science 46 : 1 – 184.

[13] Upadhyaya G. S. 2002. “Powder Metallurgy Technology”. Cambridge International Science Publishing. English [14] Zhang, Chunping, Zhang, Kaifeng, dan Wang, Guofeng. 2010. “Dependence of heating rate in PCAS on microstructures and high temperature deformation properties of g-TiAl intermetallic alloys”. Intermetallics 18 : 834–840.

Referensi

Dokumen terkait