• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hambatan Desa Munggu Sebagai Desa Wisata Di Kabupaten Badung Ni Putu Enik Purwaningsih, I Gusti Agung Oka Mahagangga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hambatan Desa Munggu Sebagai Desa Wisata Di Kabupaten Badung Ni Putu Enik Purwaningsih, I Gusti Agung Oka Mahagangga"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DAFTAR ISI

Pemetaan Atraksi Wisata Sepanjang Jalur Penghubung (Transit Route)

Badung-Bedugul

Luh Putu Ratih Roslandari, I Made Adikampana

180-186

Hambatan Desa Munggu Sebagai Desa Wisata Di Kabupaten Badung

Ni Putu Enik Purwaningsih, I Gusti Agung Oka Mahagangga

187-194

Sinergi Stakeholder Dalam Mewujudkan Aktivitas Pariwisata Di Desa Wisata

Baha, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Lena Haryanti, Saptono Nugroho

195-205

Identifikasi Potensi Desa Wisata Sangeh, Kabupaten Badung

Dean Dionisius Beoang, Ida Ayu Suryasih

206-210

Strategi Pelibatan Generasi Muda Dalam Pengelolaan Pariwisata Di Desa

Tenganan Pegringsingan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem

Putu Guntur Pramana Putra, Saptono Nugroho

211-219

Motivasi Host Couchsurfing.Com Area Denpasar Menjadi Pemandu Wisata

Traveler

Eti Yulistiana, I Gusti Agung Oka Mahagangga

220-226

Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Daya Tarik Wisata Espa Yeh Panes

Natural Hot Spring Resort Di Desa Penatahan Tabanan

Putu Widya Darmayanti, Ms, Saptono Nugroho, Mr

227-234

Pengelolaan Koperasi Canggu Beach Transport Sebagai Wadah Pengusaha

Angkutan Umum Pariwisata di Echo Beach Canggu Badung

Ni Made Sumiati, Ms, I Putu Anom, Mr

235-239

Strategi Pemasaran Daya Tarik Wisata Untuk Meningkatkan Jumlah Kunjungan

Wisatawan Ke Daya Tarik Wisata Sangeh Kabupaten Badung Provinsi Bali

I Gusti Ayu Putu Seri Mahendrayani, Ms, Ida Bagus Suryawan, Mr

240-247

Sinergi Pengelolaan Wilayah Desa Wisata Serang, Kabupaten Blitar, Jawa Timur

Sundari Sundari, Ms, Ida Ayu Suryasih, Mrs

(3)

248-253

Partisipasi Masyarakat Lokal Desa Angseri Dalam Pengelolaan Daya Tarik Wisata

Air Panas Angseri, Kecamatan Baturiti, Tabanan

Gede Mahendra Saputra, Mr, Saptono Nugroho, Mr

254-261

Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Aktivitas Wisata Berenang

Bersama Ikan Hiu (Swim with Shark) di Pulau Serangan, Denpasar Selatan

Julius Simon, Mr, Made Sukana, Mr

262-268

Potensi Hidden Canyon Beji Guwang Sebagai Daya Tarik Wisata Alam di Desa

Guwang Kecamatan Sukawati, Gianyar

Filia Eka Risti, Ms, I Putu Anom, Mr

269-273

Strategi Pengelolaan Air Terjun Peng Empu Sebagai Daya Tarik Wisata Alam di

Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan

Ni Luh Putu Mita Dewi Diantasari, Ms, Ida Bagus Suryawan, Mr

274-280

Pengelolaan Wisata Tirta pada PT. Benoa Marine Recreation (BMR) Keluharan

Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung

Elvina Marleen Souhuwat, Ms, Made Sukana

281-286

Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Atraksi Adventure

Tourism di Kawasan Air Terjun Aling-Aling Sambangan

Rut Wiratami, Gde Indra Bhaskara

287-293

Peran Kelompok Nelayan Dalam Aktivitas Pariwisata Di Desa Kedonganan Kuta,

Bali

Lisbet Sihombing, Saptono Nugroho

294-300

Penerapan Konsep Tri Hta Karana Di Daya Tarik Wisata Danau Beratan

Yanuarius F Lagut, Ida Bagus Suryawan

301-305

Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Usaha Dive Centre oleh Pengusaha

Asing di Desa Pemuteran

Eva April Liliyana, Ida Bagus Suryawan

306-309

(4)

Potensi dan Kendala dalam Pengembangan Pantai Kelating sebagai Daya Tarik

Wisata di Desa Kelating Kabupaten Tabanan

Nina Herlina Br Silalahi, I Nyoman Sunarta

310-314

Partisipasi Generasi Muda Dalam Pengembangan Ekowisata Subak Sembung di

Desa Peguyangan, Denpasar Bali

Ni Nyoman Astriani Giri, I Made Adikampana

315-321

Sistem Pengelolaan Terhadap Pura Tirta Empul Sebagai Daya Tarik Wisata Pusaka

Di Tampak Siring Gianyar

Ni Made Sumaeni, I Gusti Agung Oka Mahagangga

322-326

Implementasi Program Desa Wisata Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat di

Desa Mas, Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

Ferry Aryanto Padabain, Saptono Nugroho

327-334

Dampak Fenomena Wisata Kuliner Terhadap Kunjungan Wisatawan di Kota

Malang, Jawa Timur

Dimas Prayogo, Ida Bagus Suryawan

335-339

Strategi Pemulihan Pasar Badung Sebagai Daya Tarik Wisata Di Kota Denpasar

Ni Made Mei Widiari, I Nyoman Sunarta

340-343

Pengelolaan Daya Tarik Wisata Budaya Pura Puseh Pura Desa, Desa Pekraman

Batuan, Gianyar

Ni Wayan Eka Suryaningsih, Saptono Nugroho

344-348

Peran Stakeholders dalam Konservasi Penyu Belimbing di Pantai Peneluran

Jamursba Medi Kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat

Martha Yulita Yewen, I Made Bayu Ariwangsa

349-355

Model Pengelolaan Ekowisata Di Desa Beloi Pulau Atauro Timor-Leste

Isaura Pereira, I Made Adikampana

356-361

Strategi Promosi Bali Treetop Adventure Park Di Kebun Raya Eka Karya Bali,

Bedugul, Kabupaten Tabanan

(5)

362-368

Pengelolaan Taman Mumbul Sebagai Daya Tarik Wisata Spiritual Di Desa Sangeh,

Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung

Aissyah Wulandari, I Made Adikampana

369-374

(6)

Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937 Vol. 5 No 2, 2018 356

Model Pengelolaan Ekowisata Di Desa Beloi Pulau Atauro Timor-Leste

Isaura Pereira a, 1, I Made Adi Kampana a, 2

1aurasamora42@gmail.com, 2adikampana@unud.ac.id

a Program Studi S1 Destinasi Pariwisata, Fakultas Pariwisata,Universitas Udayana, Jl. Dr. R. Goris, Denpasar, Bali 80232 Indonesia

Abstract

The purpose of this article is to identify the management model of ecotourism in the village of Beloi. This research was conducted in the village of Beloi using survey method. Data collection is conducted in-depth interviews and observations to the respondents. Method of sampling is random with interviewees interviewed related parties among others, head of Atauro Island, village chief Beloi, representatives of local communities, and investors. The data collected is analyzed using the concept of ecotourism. These results indicate that the involvement of local communities in tourism activities in the village of Beloi still minimal. Ownership of tourism facilities which are dominated by the Government and investors because the local people can not feel the Beloi Village economic benefits. In addition Management Model of ecotourism in the village is still dominated by Government Beloi and investors. Local communities as the owners of the attraction still rarely involved in tourism activities. Keywords: Model, Ecotourism, Participation, Local Community

I. PENDAHULUAN

Timor-Leste merupakan negara yang baru merdeka dan diakui oleh perserikatan bangsa-bangsa (PBB) pada tanggal 20 Mei 2002, Setelah diakui menjadi sebuah negara Republik Demokratik Timor-Leste dan pemerintahannya segera berjalan, program- pembangunan segera direncanakan.

Pemerintah mengutamakan Program-

pembangunan yang lebih diprioritaskan pada bidang kesehatan, pendidikan, pertanian dan infrastruktu. telkom, pada saat ini Timor-Leste mengandalkan sektor migas sebagai sumber pendapatan utama, namun dalam perencanaan tahun 2030, telah mencantumkan pariwisata sebagai sumber utama divisa bagi negara. Pariwisata dapat di harapkan menjadi faktor penentu dan penyembangan dalam mengelola atau mengembangkan pembangunan sektor lainnya secara bertahap (Yoeti. 2000). Banyak negara saat ini telah menaruh perhatian khusus terhadap industri pariwisata. Program pengembangan. Pariwisata ini mengakibatkan persaingan industri pariwisata semakin ketat sehingga sangat penting untuk merencanakan pariwisata agar bersaing dengan negara yang lain (Zahari, 2012).

Pariwisata di Timor-Leste saat ini masih belum terlihat sebagai salah satu tujuan wisata dimata dunia padahal Timor-Leste memiliki potensi wisata yang tidak kalah menarik dengan negara yang sudah berkembang.

Secara georgafis Timor-Leste, Pulau Atauro yang terletak di pesisir Selat Wetar atau

disebelah Utara Ibu Kota Dili, merupakan Kecamatan (Posto Administrativo) yang berada di wilayah kekuasaan Kabupaten (Camara Municipio) Dili. Pulau atauro ini memiliki potensi daya tarik wisata yang sangat indah. Salah satu wilayah yang memiliki potensi ekowisata yang cukup potensial di Timor-Leste adalah Pulau Atauro pada umumnnya dan di Desa Beloi pada khususnya.

Pulau atauro ini memiliki lima desa dan memiliki potensi wisata yang berbeda –beda di setiap desanya. Desa tersebut adalah sebagai berikut: Desa Maquili, Desa Vila, Desa Beloi, Desa Biqueli dan Desa Macadade. Secara geografis Desa Beloi adalah desa yang paling besar, dan terletak di sepanjang Pantai Timur dan Barat Pulau Atauro. Desa Beloi mempunyai kawasan wisata yang bagus contohnnya gua penjarah di jaman pasca perang dunia kedua, bangunan tua peninggalan penjajahan bangsa Portugis dan batu karang di sepanjang pinggir pantai, taman laut dan berbagai jenis ikan berwarna-warni.

Ekowisata yang terdapat di Desa Beloi ini sangat indah dan harus ditata dengan baik. karena perkembangan pariwisata di suatu daerah akan mendatangkan nilai yang pengaruh positif dan negatif bagi penduduk yang berada di sekitarnya baik secara ekonomi, sosial dan budaya. Oleh karena itu penelitian ini

bertujuan untuk mendapatkan model

(7)

Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937

Vol. 5 No 2, 2018

357

lebih baik dari model pengelolaan sebelumnya di Desa Beloi, Timor Leste.

Ekowisata merupakan jenis wisata yang paling murah karena hanya menjual jasa kepada wisatawan. Namun harus di kelola dengan baik.

Ekowisata bahari di Desa Beloi saat ini sudah berjalan namun pegelolaan belum

maksimal maka perlu adanya model

pengelolaan yang lebih baik dari sebelumnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Ekowisata merupakan cotoh salah satu

jenis wisata yang dikelola dengan

menggunakan pendekatan konservasi

(Yudasmara, 2010). Pengelolaan berbasis konservasi ini bertujuan untuk tidak hanya pengelolaan sumber daya alam dan budaya masyarakat demi menjamin kelestarian dan kesejahteraanya, tetapi juga merupakan suatu upaya untuk menjaga keberlangsungan pemanfaatan sumber daya alam untuk waktu sekaranng dan masa yang akan datang (Yudasmara, 2010). Sedangkan Fannell (1990) mengartikan ekowisata sebagai wisata berbasis alam yang terjadi terus menerus dengan bertitik pada pengalaman dan pengetahuan tentang lingkungan alam, ditata menggunakan sistem pengelolaan khusus dan memberi pengaruh positif lebih besar dibandingkan pengaruh negatif terhadap lingkungan, tidak bersifat konsumtif dan berorientasi lokal (berkaitan dengan hal kontrol, manfaat atau keuntungan yang dapat di ambil dan skala usaha).

Sebelumnya Fannell dan Eagles (1990) menyebutkan bahwa ekowisata merupakan wisata alam yang bertitik pusat pada kawasan konservasi (protected areas) yang memberi pengaruh positif bagi kesejahteraan warga lokal, konservasi dan ilmu pengetahuan.

Kegiatan wisata yang mempertemukan kepentingan pengunjung dan penerima dengan menjaga kesempatan bagi generasi mendatang untuk dapat pula ikut menikmati wisata tersebut. Untuk itu diperlukan adanya sebuah pengelolaan tertentu atas lingkungan dan sumber daya yang tersedia agar dapat memenuhi kepentingan ekonomi, sosial dan estetika dan tetap menjaga intergritas kearifan lokal, proses ekologi yang penting, keberagaman jenis hayati dan sistem pendukung kehidupan (WTO. 2002).

Dalam proses pembangunan ekowisata yang berkelanjutan dan berdasar pada masyarakat lokal diperlukan adanya sistem pengelolaan ekowisata terpadu. Sistem ini menggabungkan beberapa proses adanya sistem perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi yang bias menggabungkan semua kepentingan stakeholders, yaitu pemerintah, warga lokal, investor, peneliti, dan akademisi LSM.

Perencaan yang terpadu merupakan suatu masterplan untuk membangun

eco-destination (ekowisata). Masterplan harus

berisi kerangka kerja, stakeholder yang terkait (lokal, regional, nasional) dan tanggung jawab masing-masing stakeholders untuk kegiatan konservasi lingkungan, peningkatan ekonomi lokal dan apresiasi budaya lokal.

Untuk mengetahui model pengelolaan ekowisata bahari di Desa Beloi, perlu diketahui definisi model itu sendiri. Model merupakan suatu abstraksi dari kenyataan, yang memperlihatkan hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat. Suatu model tidak lain merupakan sekumpul anggapan (asumsi) tentang suatu proses system yang susah sebagai upaya untuk memahami dunia nyata yang memiliki sifat beragam (Eriyatno (2011), dalam Yudasmara 2010).

Model pengelolaan yang dimaksud yaitu menggunakan cara atau metode dalam pengelolaan ekwisata di Desa Beloi yang dianggap (asumsi) yang dianggap lebih baik dari sebelumnya sehingga dapat memberikan manfaat kepada setiap stakeholder maupun pihak lain yang ikut terlibat. III. METODE Lokasi penelitian ini yaitu di Pulau Atauro atau yang biasa disebut dengan Pulau Kambing yang terletak di Sub-Distrik Atauro Distrik Dili, Timor-Leste. Pengembangan kawasan Pulau Atauro berawal sejak Timor-Leste masih menjadi bagian dari Republik Indonesia sebagai Provinsi yang ke-27.

Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara mendalam, dan studi pustaka. Aspek data yang diperoleh adalah pengelolaan ekowisata di Desa Beloi. Selanjutnya data yang terkumpul akan dianalisis menggunakan teknik

(8)

Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937

Vol. 5 No 2, 2018

358

reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpualan kemudian dijabarkan dalam bentuk deskriptif kualitatif.

Teknik penentuan informan

menggunakan teknik purposive samping dengan memilih narasumber yang dianggap memiliki

informasi dan pengetahuan mendalam

mengenai aspek data yang akan dicari.

Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis berdasarkan tahapan analisis mengacu pada Huberman dan Miles (1984) dalam Emzir (2012) yaitu reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengelolaan ekowisata di Desa Beloi saat ini masih di dominasi oleh pihak pemerintah dan swasta. kurangnya keterlibatan masyarakat lokal menyebabkan masyarakat lokal tidak dapat merasakan manfaat secara langsung dalam hal ini adalah manfaat ekonomi.

Berdasarkan fenomena yang terjadi di Desa Beloi, ditemukan bahwa masyarakat lokal belum memiliki hak penuh dalam keterlibatan dibidang pariwisata dari segi perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha ekowisata serta keuntungannya. Sebab hampir semua fasilitas pariwisata di miliki sepenuhnya oleh pemerintah dan investor.

Selain pincangnya pengelolaan

ekowisata di Desa Beloi, dampak ikutan yang

harus diperhatikan karena minimnya

keterlibatan masyarakat lokal. Sebab Peran masyarakat lokal kurang dilibatkan oleh pemerintah atau kurang mengambil bagian dalam perencanaan dan implementasi program pariwisata. Jalinan kerja sama antar sektoral di instansi pemerintah yang bertujuan untuk memacu kemajuan pariwisata kurang optimal. Akibatnya, kinerja industi pariwisata secara keseluruhan menjadi rendah, menyangkut pembagian manfaat atau keuntungan

.

Kepemilikan fasilitas pariwisata yang didominasi oleh pihak pemerintah dan investor menyebabkan masyarakat lokal Desa Beloi tidak merasakan manfaat ekonomi sama sekali. Bahkan tidak terdapat bentuk kerja sama antara pemerintah dan investor dengan masyarakat lokal menyangkut pembagian keuntungan.

Pemerintah mempunyai peran dalam

mengatur, menyediakan, dan alokasi

infrastruktur yang terkait dengan kebutuhan pariwisata. Tidak hanya itu pemerintah bertanggung jawab dalam menentukan tujuan perjalanan wisata. Kebijakan makro pemerintah menjadi panduan bagi stakeholder yang lain di dalam memainkan peran masing-masing.

Peran yang menjadi tugas utama pemerintah dan investor yaitu sebagai berikut: 1. Penegasan dan konsistensi tentang tata

guna lahan untuk pengembangan destinasi wisata, diantaranya hak kepemilikan lahan, sistem persewaan, dan lainnya;

2. Perlindungan kawasan alam dan cagar budaya untuk mempertahankan destinasi wisata termasuk aturan pemanfaatan lingkungan itu;

3. Penyediaan sarana prasarana (jalan, pelabuhan, bandara, dan angkutan) pariwisata;

a. Fasilitas keuangan, pajak, kredit, dan ijin usaha yang mudah agar masyarakat termotivasi dalam melakukan wisata dan usaha pariwisata semakin cepat meningkat;

b. Keamanan dan kenyamanan dalam berwisata melalui penugasan polisi pariwisata di destinasi wisata dan uji kelayakan fasilitas wisata lainnya. c. Asuransi kesehatan di destinasi wisata

melalui penetapan kualitas lingkungan dan mutu barang yang dimanfaatkan wisatawan;

d. Penguatan kelembagaan pariwisata melalui pemberian fasilitas dan memperluas jaringan kelompok dan organisasi wisata;

e. Didampingi untuk promosi wisata, yaitu perluasan jaringan kegiatan promosi di dalam dan luar negeri; f. Aturan persaingan usaha agar semua

orang memiliki peluang yang sama untuk berusaha di bidang pariwisata, melindungi UKM wisata, mengurangi perang tarif, dan lainnya;

g. Pengembangan SDM dengan

menerapkan sistem penetapan

kompetensi tenaga kerja wisata

akreditasi lembaga pendidikan

pariwisata.

h. Penguatan kelembagaan pariwisata melalui pemberian fasilitas dan memperluas jaringan kelompok dan organisasi wisata;

(9)

Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937

Vol. 5 No 2, 2018

359

i. Didampingi untuk promosi wisata, yaitu perluasan jaringan kegiatan promosi di dalam dan luar negeri; j. Aturan persaingan usaha agar semua

orang memiliki peluang yang sama untuk berusaha di bidang pariwisata, melindungi UKM wisata, mengurangi perang tarif, dan lainnya;

k. Pengembangan SDM dengan

menerapkan sistem penetapan

kompetensi tenaga kerja wisata

akreditasi lembaga pendidikan

pariwisata.

Pemerintah dan investor harus menyusun rencana yang jelas mengenai upaya daya dukung lingkungan untuk menjalankan peran yang sangat strategis ini, seperti berapa kisaran kapasitas atau daya tampung lokasi untuk wisatawan, dimana lokasi akomodasi, tempat parkir, taman, atraksi, rute aksesibilitas menuju destinasi wisata dan di sekitar kawasan wisata.

Selain pemerintah dan investor yang memiliki peranan penting dalam mengelola ekowisata, masyarakat lokal juga merupakan salah satu stakholder yang harus dilibatkan dalam pengelolaan ekowisata. Masyarakat lokal terutama warga asli yang tinggal di destinasi wisata, menjadi salah satu pemeran dalam ekowisata, karena pada dasarnya mereka yang berpartisipasi menyediakan sebagian besar atraksi dan juga menentukan kualitas produk wisata. Selain itu, warga lokal merupakan “pemilik” langsung produk atraksi wisata yang ditawarkan sekaligus dikonsumsi wisatawan. Air, tanah, hutan, dan pemandangan yang

merupakan sumber daya wisata yang

dikonsumsi oleh wisatawan dan pelaku wisata lainnya berada di tangan masyarakat lokal.

Pengelolaan ekowisata di Desa Beloi bisa dikatakan masih jauh dari yang seharusnya. Pihak pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan fasilitator terkesan berjalan sendiri dalam hal pengelolaan pariwisata. Begitupun dengan pihak investor sebagai penyedia modal hanya mementingkan keuntungannya sendiri. Pihak Masyarakat lokal sebagai pemilik daya tarik justru sama sekali tidak dilibatkan dalam pengembangan pariwisata di daerah mereka sendiri.

Pengelolaan suatu destinasi pariwisata harusnya melibatkan ketiga stakeholder yang

masing-masing memiliki peran dan saling mendukung satu sama lain. Ketiga stakeholder ini dibutuhkan agar pengelolaan suatu destinasi tidak pincang dan masing-masing pihak saling mendukung serta tidak ada pihak yang dirugikan. Melihat fenomena yang terjadi di Desa Beloi, pengelolaan seperti ini tentu saja sangat diperlukan agar tidak saja pemerintah dan investor yang diuntungkan dengan adanya pariwisata melainkan terutama masyarakat lokal sebagai pemilik dan yang akan terus berinteraksi dengan daya tarik tersebut merasakan manfaat langsungnya.

Pengelolaan ekowisata di Desa Beloi sampai saat ini masih dikuasai oleh pemerintah dan pemilik modal yang dapat terlihat dari kepemilikan fasilitas pariwisata seperti penginapan dan alat transportasi. Pihak pemerintah dan investor masing-masing berjalan sendiri demi keuntungan masing-masing pihak. Pemerintah seharusnya sebagai pengambil kebijakan merangkul masyarakat lokal dalam hal pengelolaan pariwisata. Pemerintah juga seharusnya dapat bekerja sama dengan pihak investor agar pengelolaan ekowisata di Desa Beloi memiliki tujuan yang sama yaitu memajukan Desa Beloi sebagai sebuah destinasi pariwisata dan mensejah terakan masyarakat lokal.

Keterlibatan masyarakat lokal sangat dibutuhkan dalam pengelolaan suatu destinasi pariwisata. Selain sebagai pemilik destinasi, masyarakat lokal yang selanjutnya akan bersentuhan langsung setiap hari dengan destinasi tersebut sehingga sudah sepantasnya masyarakat lokal dilibatkan dalam setiap proses pengelolaan. Masyarakat lokal harus diikutsertakan dalam setiap rencana pengembangan, dilibatkan dalam kepengurusan suatu organisasi, diikutsertakan dalam pengambilan keputusan dan tentu saja harus dilibatkan dalam mengelola destinasi setiap harinya. Keterlibatan masyarakat lokal ini bertujuan untuk membantu mensejahterakan masyarakat lokal dari segi pendapatan, selain itu agar masyarakat selalu menjaga kepunyaannya yang dimanfaatkan sebagai daya tarik yang dalam hal ini adalah segala sumber daya alam, budaya, maupun buatan tangan manusia.

Dengan menjaga sumber daya yang dimiliki, barulah destinasi tersebut diminati oleh wisatawan. Oleh karena itu keterlibatan

(10)

Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937

Vol. 5 No 2, 2018

360

masyarakat lokal sangat dibutuhkan agar destinasi yang ingin dikembangkan yang mana sebagai tempat hidup masyarakat dikunjungi oleh wisatawan. Selain menjaga sumber daya yang dimiliki, keterlibatan masyarakat lokal terutama agar masyarakat lokal dapat merasakan keuntungan ekonomi secara langsung.

Untuk mewujudkan model pengelolaan ekowisata di Desa Beloi yang lebih baik dari sebelumnya maka diperlukan keterlibatan masyarakat lokal baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, maupun pengelolaan. Yang dimaksud dari model pengelolaan ekowisata adalah untuk menggunakan suatu cara atau metode dalam pengelolaan yang lebih bagus lagi dari sebelumnya sehingga memberi manfaat dan tidak merugikan pihak manapun baik masyarakat lokal, pemerintah maupun investor yang terlibat dalam pengelolaan ekowisata bahari di desa Beloi.

Perencanaan adalah proses untuk mendefinisikan tujuan organisasi atau strategi dari kegiatan pengelolaan ekowisata untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu perencaan ekowisata bahari di desa Beloi harus melibatkan masyarakat lokal mengenai peningkatan jumlah jasa pemandu lokal, dalam pengembangan produk-produk ekowisata bahari dan lembaga pengembangan ekowisata yang berbasis masyarakat lokal.

Perencanaan ini bertujuan untuk dilibatkan masyarakat lokal dalam setiap program yang akan di jalankan oleh pengelolaan ekowisata bahari di Beloi. Contohnya seperti; Meningkatkan jasa pemandu lokal yang semakin banyak bagi masyarakat lokal dan memberi pelatihan untuk menguasai bahasa asing seperti bahasa Inggris sehingga bisa mendampingi turis yang berkunjung di tempat wisata mereka.

Memberi kesempatan kepada

masyarakat lokal dan dilibatkan untuk

merencanakan produk pengembangan

ekowisata yaitu mengembangkan atraksi ekowisata bahari yang lebih berkualitas misalnya pembuatan paket tur wisata bahari. Selain itu, dalam perencanaan sangat diperlukan adanya lembaga pariwisata lokal yaitu masyarakat lokal sebagai pengelola ekowisata bahari di Desa Beloi.

Setelah dilakukan perencanaan, perlu adanya tahap pelaksanaan dan pengelolaan.

Yang dimaksud pelaksanaan adalah masyarakat lokal mempunyai hak ikut terlibat juga dalam program yang akan dilaksanakan dari pengelola ekowisata. Bukan hanya perencanaan maupun pengelolaan namun pelaksanaan juga sangat penting dilibatkan masyarakat lokal.

Dilihat dari latar belakang masyarakat sebelumnya hanya seorang nelayan ataupun petani, maka sangat perlu dilakukan pendampingan dalam pelaksanaan maupun pengelolaannya. Pendampingan ini bertujuan agar masyarakat mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang baru dan lebih dari itu agar masyarakat lokal mampu melaksanakan kegiatan ekowisata bahari di Beloi. Dengan tujuan memberi kepuasaan kepada wisatawan menjadi pariwisata yang berkelanjutan.

Pendampingan yang dilakukan dapat berupa melatih beberapa masyarakata lokal untuk menjadi fasilitator lokal yaitu mereka yang memiliki tugas terhadap semua aktifitas yang berkaitan dengan kegiatan ekowisata bahari di Desa Beloi. Selain pendampingan fasilitator lokal, perlu dilakukan pendampingan terhadap dengan jasa pemandu lokal. Hal ini bertujuan agar masyarakat lokal dapat menjalankan tugasnya dengan baik sebagai seorang guide sehingga dapat tercapainya kenyamanan dan kepuasan wisatawan. Selain itu, masyarakat lokal sebagai pemandu dapat menyampaikan nilai-nilai edukasi kepada wisatawan berupa sejarah atau arti dari setiap atraksi wisata yang dikunjungi.

Begitu pula dengan pengembangan produk ekowisata bahari yang lebih berkualitas, masyarakat lokal harus didampingi mengenai bagaimana cara menghasilkan suatu paket tur ekowisata bahari. Selain itu, dalam pelaksanaan pengelolaan ekowisata bahari di Desa Beloi, perlu dilakukan pengembangan produk kerajinan tangan masyarakat lokal. Salah satunya yang sudah berkembang saat ini yaitu tenun yang sudah berjalan. Oleh karena itu, perlu dilakukan optimalisasi dengan melibatkan semakin banyak masyarakat lokal yang harus diberi pelatihan dan pendampingan agar dapat terlibat dalam peningkatan kualitas kerajinan tangan khas Desa Beloi.

Pelaksanaan atau pengelola ekowisata bahari di desa Beloi melibatkan masyarakat lokal maka tentu saja masyarakat lokal ikut merasakan mafaat ekonomi dalam pembagian

(11)

Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937

Vol. 5 No 2, 2018

361

keuntungan di daerah mereka khususnya desa Beloi.

V. Kesimpulan

5.1 Simpulan

Berdasarkan hal yang sudah di bahas dan hasil analisis terhadap permasalahan di lokasi penelitian lapangan yaitu di Desa Beloi, dapat disimpulkan bahwa model pengelolaan ekowisata yang tepat adalah pengelolaan ekowisata yang melibatkan masyarakat lokal mulai dari tahap perencanaan sampai pada pelaksanaan dan pengelolaannya. Dalam perencanaan masyarakat lokal dilibatkan dalam berbagai kegiatan yaitu peningkatan jumlah jasa pemandu lokal, pengembangan produk-produk ekowisata bahari berkualitas, dan pengembangan lembaga pariwisata berbasis masyarakat lokal. Dalam tahap pelaksanaan, perlu dilakukan pendampingan dan pelatihan kepada masyarakat lokal yaitu pendampingan terhadap jasa pemandu lokal, pendampingan pembuatan paket ekowisata bahari berkuliatas dan pengoptimalan hasil kerajinan tangan masyarakat lokal sedangkan dalam pengelolaan perlu dilakukan pelatihan dan pendampingan kepada masyarakat lokal sebagai fasilitator lokal dan lembaga pengelolaan ekowisata yang berbasis masyarakat lokal sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksaan ekowisata.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian di Desa Beloi mengenai Pengelolaan Ekowisata, maka dapat dijabarkan beberapa saran sebagai berikut:

Saran bagi pemerintah daerah di Desa Beloi dalam hal ini Kementrian Pariwisata, yaitu: diharapkan dengan dilakukan penelitian ini, pemerintah dapat memperbaiki sektor pariwisata di Desa Beloi, khususnya ekowisata. Agar masyarakat lokal memiliki hak penuh dalam pengembangan ekowisata dimasa yang akan datang dengan terlibat secara langsung dalam segi perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan ekowisata serta keuntungannya. Pemerintah harus menjadi fasilitator yang baik

Bagi investor maupun masyarakat lokal. Pemerintah sebagai fasilitator dan pengambil kebijakan agar memberikan dukungan yang penuh kepada masyarakat lokal dalam

mengembangkan pariwisata di Desa Beloi. Dukungan dapat berupa memberikan ruang kepada masyarakat lokal untuk ikut terlibat dalam kepemilikan fasilitas pariwisata seperti penginapan dan moda transportasi.

Saran berikutnya ditujukan kepada pelaku pariwisata dalam hal ini investor yang mengembangkan sektor pariwisata di Desa Beloi. Diharapkan agar, pihak investor sebagai penyedia modal memberi kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat lokal setempat untuk ikut terlibat dalam pengelolaan pariwisata sehingga masyarakat benar-benar

merasakan hasil dan manfaat dari

pengembangan ekowisata di Desa Beloi.

pariwisata dengan cara mengembangkan kekhasan daerah untuk dikembangkan sebagai daya tarik pariwisata tersendiri serta difungsikan sebagai souvenir bagi wisatatan yang berkunjung. Pengembangan ciri khas

daerah contohnya membuat masakan

tradisonal (wisata kuliner) khas Desa Beloi, kerajinan tangan tradisional seperti pembuatan kain tenun dan mata pencaharian khas masyarakat lokal. Selain itu, masyarakat lokal harus memiliki sertifikat khusunya untuk pemandu wisata selam (diving guide) dengan cara mengikuti pelatihan khusus.

Daftar Pustaka

Arida, I Nyoman Sukma. 2009. Meretas Jalan Ekowisata Bali. Denpasar. Udayana University Press.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Prakti, Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Emzir. 2012. Metode Penelitian Kualitatif : Analisis Data. Jakarta : Rajawali Pers.

Fennel, David A., dan Eagles, P.F.J. 1990. Ecotourism in Costa Rica: a Conceptual Framework. Jurnal of Park and Recreation Administration 8 (1):23-34 Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Teori

dan Praktik. Jakarta:Bumi Aksara.

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Yoeti, Oka A. 2000. Ekowisata: Pariwisata Berwawasan Lingkungan Hidup.jakarta: PT. Pertja.

WTO (World Tourism Organization), 2002. Guidelines for Community-based Ecotourism Development, WWF International.

Yudasmara, Gede Ari. 2010. Model Pengelolaan Ekowisata Bahari di kawasan Pulau Menjangan Bali Barat. Tesis Institut Pertanian Bogor.

Zahari, Faizi 2012. Mengapa Perencanaan Pariwisata itu Penting dalam the Plamer e Portfolio. Halaman 4. Volume 060 Januari 2012. Bandung: HMP Pangripta Loka ITB

Referensi

Dokumen terkait

Sementara itu, motivasi kerja adalah kumpulan yang akan stabil dari ambisi, cita-cita, harapan, norma dan kebutuhan mengenai isi pekerjaan, syarat-syarat kerja dan

Pengalaman budidaya kelinci yang belum intensif, tingginya permintaan kelinci dari masyarakat atau industri, persaingan dengan peternak lain, serta fungsi

Berdasarkan kandungan senyawa-senyawa yang terdapat dalam daun pepaya, daun kangkung darat dan daun bayam dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daya tahap hidup

Terdapat serikat pekerja SP SEJATI yang aktif di PT Eksploitasi dan Industri Hutan I Juata dan telah dikukuhkan melalui SK DPC Unit Manajemen Industri Juata

Dari jumlah tersebut yang telah dipungut oleh Pemerintah Kota Bukittinggi sebanyak 8 (delapan) jenis pajak, sementara untuk 2 (dua) jenis pajak yang tidak

Selanjutnya para pemimpin G20 mendukung praktik baik dalam pelaksana kebijakan dan pendekatan regulasi termasuk ketentuan uji coba perusahaan rintisan di bidang keuangan

Hal ini sejalan dengan penelitian Kadek Juni Supartono (2016) yang menyimpulkan bahwa adanya interaksi antara pembe-lajaran dan kemampuan awal siswa

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada  bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah penelitian, secara umum