• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sutradara

Apabila film diumpamakan sebagai sebuah kapal, sutradara adalah nahkodanya. Pada tahun 2006, Ken Dancyger mengatakan bahwa sutradara adalah seseorang yang bertanggung jawab atas mengubah tulisan menjadi gambar yang nantinya akan diberikan kepada penyunting gambar agar disatukan menjadi sebuah film yang utuh (Dancyger, 2006, hlm. 3-4). Seorang sutradara memiliki tanggung jawab besar yang dipikul di pundaknya. Michael Rabiger (2013, hlm 4) menyatakan bahwa tugas utama sutradara adalah menyelaraskan kualitas film secara nyata dengan ekspektasi yang berada di alam pikiran produser juga dirinya. Proses penyelarasan ini juga ditunjang melalui penulisan naskah yang baik, mengkonsepkan secara jelas bersama seluruh kru dan aktor, mengeksekusi yang telah direncanakan dengan lancar ketika proses shooting hingga proses penyuntingan film.

Pekerjaan sutradara tidak hanya pada saat kegiatan pengambilan gambar saja. Titik awal pekerjaan sutradara dimulai sejak film di kembangkan (develop) bersama triangle system yang terdiri dari produser, penulis naskah dan sutradara itu sendiri. Kemudian pekerjaannya berlanjut ke saat pre-production dimana sutradara akan membuat director’s treatment yang berisikan konsep yang jelas atas film yang akan dibuatnya. Setelah itu ia akan terus bekerja beriringan dengan director of photography, production designer dan divisi lain ketika pelaksanaan production.

(2)

5

Film akan di finalisasi pada saat post production dimana sutradara dan editor akan bekerjasama (Effendy, 2009, hlm 42).

2.1.1. Pre-production

Dalam bahasa Indonesia pre-production berarti tahap yang dilakukan sebelum tahap produksi. Tugas sutradara yang paling penting pada tahap ini adalah menciptakan cerita film dan apa yang akan disampaikan melalui film tersebut. Menurut Rabiger (2013, hlm. 132) untuk membuat sebuah cerita yang kuat pada film adalah dengan mengangkat cerita yang dekat dengan kehidupan sutradara. Cerita ini dapat berupa cerita yang sudah pernah dialami oleh dirinya sendiri atau dengan mengamati keadaan sekitar kehidupan sehari-harinya. Penulis sendiri telah beberapa kali mendengar dengan mengangkat cerita yang dekat dengan sutradara, karya yang dibuat akan terasa lebih kuat dan jujur. Dengan begini, sutradara memiliki cerita yang kuat sehingga sari dari cerita akan tersampaikan kepada audience secara baik.

Selain sutradara, keseluruhan tim produksi tentu harus dapat memahami cerita dan naskah yang ada (Proferes, 2008, hlm.69). Produksi sebuah film adalah produksi karya seni kolektif yang berada di bawah setir sutradara. Cerita dan naskah biasanya dapat dipahami oleh triangle-system, namun sudah sepantasnya seluruh crew dapat menyelami keseluruhan cerita. Hal ini dimulai dari mengenal akan diproduksi tersebut. Pencipta harus dapat mengerti karya yang diciptakannya sebelum karya tersebut dapat dimengerti oleh orang lain.

(3)

6

Menurut Rabiger (2013) sebuah naskah dapat dibilang baik apabila terdapat beberapa kriteria di dalamnya.

1. Penulis tidak memberikan pendapat maupun masukan untuk cerita yang ada;

2. Tidak terlalu banyak memiliki penjelasan. Dengan penjelasan yang banyak dan terperinci, imajinasi pembaca akan hancur;

3. Berikan pembaca ruang untuk mengira-ngira perilaku karakter yang ada pada cerita;

4. Karakter tidak diberikan penjelasan tentang apa yang akan dilakukan setelahnya atau harus melakukan apa;

5. Pada naskah tidak dimuatkan instruksi teknis baik dari kamera atau editing (hlm.78).

Aktor adalah salah satu tiang pendiri sebuah film. Salah satu tugas sang sutradara juga dalam membimbing aktor agar dapat memerankan tokoh karakter yang akan dibawakannya. Agar hal ini dapat terealisasikan dengan baik, seorang sutradara dan aktornya perlu mempersiapkan penokohan sebelum dieksekusi pada proses produksi. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan melaksanakan reading dan rehearsal. Rabiger (2013) mengutarakan bahwa kunci dari keberhasilan aktor berada pada tangan sutradara pada masa pre-production. Seorang sutradara harus paham apa want dan need karakter pada tiap adegan dan keseluruhan film jauh sebelum proses reading dilakukan. Hal ini dilakukan agar ketika pelaksanaan reading dan rehearsal, sutradara dapat memberikan subteks, beat, beat akting dan juga tujuan adegan secara lugas kepada aktornya (hlm. 288)

(4)

7

Hal lain yang dikemukakan oleh Rabiger (2013) adalah ketika sutradara sudah memiliki aktor yang menurutnya cocok memerankan karakter pada filmnya, ia memiliki beberapa hal yang harus dilakukan bersama. Pertama, mereka harus menetapkan waktu untuk melaksanakan reading dan rehearsal. Setelah itu, sutradara juga harus memberikan penyuluhan tentang film yang dibuat agar antara aktor dan sutradara memiliki visi yang sama. Melakukan riset bersama atas karakter dan melakukan diskusi tentang hal tersebut juga termasuk hal yang penting untuk dilakukan. Kegiatan penting lainnya adalah melakukan rehearsal pada lokasi pengambilan gambar agar aktor bisa mendapatkan gambaran tentang ruang lingkup karakter yang sedang diperankannya.

2.1.2. Production

Masa produksi atau production adalah masa yang crucial dalam proses pembuatan sebuah film karena pada masa ini, film akan melakukan pengambilan gambar. Tugas sutradara selain memimpin proses ini adalah dengan memastikan apa yang masuk mise en scene sesuai dengan segala hal yang telah direncanakan. Menurut Thomas Elsaesser (2009) yang dimaksud dengan mise en scene adalah segala elemen yang masuk kedalam frame pengambilan gambar. Hal ini meliputi tata cahaya, suara, properti, kostum hingga riasan wajah tokoh (hlm. 6). Aspek yang membentuk mise en scene diutarakan oleh Rabriger (2013) meliputi beberapa aspek.

1. Blocking. Blocking meliputi penempatan antara satu tokoh dengan tokoh lainnya, tokoh dalam lokasi shooting juga penempatan alat rekam atau

(5)

8

kamera dikarenakan hal ini akan berpengaruh terhadap posisi aktor dengan aktor lain juga set dan lokasi yang akan digunakan. Blocking juga dapat menjadi media sutradara menyisipkan subteks pada filmnya. Penempatan tokoh dapat memberikan arti yang dalam dan dapat membiarkan penontonnya berasumsi atas makna yang ada di baliknya.

2. Kamera. Penggunaan aspek pada kamera secara maksimal dapat membentuk mise en scene yang kompleks. Aspek yang ada antara pada kamera antara lain adalah media film yang digunakan (film stock), pemilihan lensa, composition, pergerakan kamera, hingga desain set dan lokasi yang tertangkap kamera.

3. Warna. Warna memiliki makna yang berbeda dan menjadi salah satu aspek yang ada pada mise en scene namun juga dapat menjadi alat sutradara dalam menyampaikan subteks yang ada di balik adegan.

4. Dramatisasi. Acting dari seorang aktor, penggunaan kamera secara tepat dan set yang mendukung akan membuat mise en scene menjadi lebih dramatis. Efisiensi mise en scene dapat membentuk mod yang dibentuk sesuai dengan adegan yang ada sehingga dramatisasi tiap adegannya tidak berlebihan namun juga tidak kurang.

5. Aspek suara. Sound design juga menjadi salah satu hal yang termasuk dalam pendiri mise en scene. Mulai dari dialog, sound effects, hingga soundtrack semua terekam kedalam mise en scene. Aspek suara tentunya juga dapat menjadi alat sutradara menyampaikan subteks yang berada pada filmnya.

(6)

9

Pada proses production tugas utama sutradara adalah mengarahkan aktor. Mengarahkan aktor secara baik adalah dengan berfokus kepada pengarahan objektif. Seorang sutradara tidak perlu memberikan arahan yang berlebihan seperti emosi tokoh yang harus seperti apa atau gerakan aktor secara terperinci lainnya. Sutradara cukup mengarahkan aksi sesuai dengan naskah yang ada, tanpa harus memberikan hal diluar scene (Mamet, 1991, hal. 68)

2.1.3. Post-production

Proses setelah produksi atau masa post-production adalah proses dimana sutradara dan penyunting gambar akan bekerja sama melihat kembali semua hal yang telah direkam dan menjahitnya agar menjadi sebuah kesatuan yang nyata (Rabirger, 2013, hlm.434). Banyak kasus yang ditemukan terutama pada sineas film muda yang masih awal dalam memproduksi film adalah melepas proses post-production kepada penyunting gambar saja tanpa supervisi sutradara. Atau dalam kasus yang lain sutradara akan mengambil alih dan mengontrol penyunting gambar sekuatnya agar nilai idealisnya tidak dicampuri tangan. Sedangkan menurut Rabirger (2013) proses ini adalah proses dimana sutradara dan penyunting gambar saling berpegangan tangan agar hasil akhir film tetap sesuai dengan ekspektasi yang dirancang ketika pre-production. Selain menjahit gambar, pada proses ini elemen audio juga ikut dijahit bersama. Baik audio yang sudah direkam ketika proses produksi, maupun audio lain yang juga menunjang film seperti efek suara, dubbing, foley, dan juga soundtrack. Semua hal ini dikerjakan oleh sound designer yang juga di supervisikan oleh sutradara. Dengan bekerja bersama, kendali menyesuaikan

(7)

10

antara hal yang sudah dirancang jauh sebelum proses ini kepada realita dapat direalisasikan secara tepat.

Tak sampai akarnya adalah sebuah film yang sutradara dan tim rancang sedemikian rupa agar menjadi film surealisme. Salah satu cara yang digunakan adalah lewat unsur visual, dimana dengan memperkaya makna yang ada pada setiap mise en scene membantu memupuk unsur surealisme tersebut. Maka dari itu berikut penulis selaku sutarada melakukan pengkayaan dalam teori surealisme, subteks. Tidak hanya dua teori terebut, namun penulis juga melakukan riset pada teori pendukung seperti freudian theory, iceberg theory, juga Salvador Dali sebagai pionir surealisme pada dunia gambar bergerak.

2.2. Surealisme

Aliran seni surealisme ini pertama kali ditemukan oleh penyair Perancis bernama André Breton yang merupakan turunan dari aliran seni dadaisme. Breton menganggap aliran seni dadaisme terlalu berkecimpung di dunia politik dan menyebabkan banyak skandal di luar seni itu sendiri.

Dengan mengambil sarat avant garde dan menggabungkannya dengan teori mimpi Sigmund Freud yang memiliki ruang lingkup di dunia alam bawah sadar, Breton memunculkan aliran seni surealisme (David Hopkins, 2004, hlm. 16). Breton juga mengartikan surealisme sebagai karya seni otomatis, yang dimaksud dengan otomatis ini adalah bagaimana alam bawah sadar mengambil alih tubuh dan membiarkan tubuh bergerak sesuai apa yang diinstruksikan oleh alam bawah sadar sang seniman. Hal yang bekerja adalah pikiran dan ide-ide yang ada di baliknya

(8)

11

tanpa harus berpikir ulang tentang kebenaran hal tersebut. Menurutnya teknik otomatis ini timbul ketika seniman tidak berfikir tentang estetika yang ingin dibuat melainkan membiarkan pikirannya bergerak bebas. Hasil yang dibuat akan menjadi nyata dan memiliki makna yang abstrak namun jujur kepada sang seniman itu sendiri (Catherine Ingram, 2014, hlm.25). Pernyataan Breton tersebut mengilhami salah seorang seniman Perancis bernama André-Aimé-René Masson. Masson menciptakan sebuah karya surealis yang ia beri judul “Automatic Drawing” yang merupakan coretan tinta abstrak pada kertas coklat.

Hopkins (2004) mengemukakan bahwa konsep surealisme tidak terlalu jauh berbeda dengan dadaisme yang merupakan aliran seni terdahulunya. Kedua aliran seni ini berfokus pada refleksi diri sendiri dan menerjemahkannya dalam seni. Penerjemahan diri bukan dalam bentuk yang literal dan koheren melainkan dalam bentuk abstrak (hlm.17). Manusia adalah makhluk yang jauh lebih kompleks dari apa yang terlihat dari luar. Konsep penggambaran apa yang ada pada pikiran manusia dimana dipenuhi imajinasi dan mimpi yang tak jarang tidak realistik adalah salah satu ciri kunci yang mengidentifikasi karya seni yang memiliki gaya surealis.

2.2.1. Freudian Theory

Sigmund Freud adalah seorang psychoanalysis terkenal asal Jerman. Ia mengeluarkan beberapa teori seperti teori personality, psychosexual stages theory, teori mimpi atau yang disebut dengan freudian theory. Yang menarik dan memiliki korelasi dengan surealisme disini adalah teori freudian tentang mimpi. Pada bukunya, Freud (1899) mengutarakan bahwa mimpi adalah jalur emas untuk

(9)

12

menuju negeri alam bawah sadar. Mimpi terbentuk dari kumpulan memori yang dileburkan sehingga membuat plot, setting, karakter yang baru sehingga terkesan ilusi bahwa kejadian tersebut belum pernah terjadi sebelumnya. Mimpi mengakses memori bahkan pada aspek terkecil yang tersimpan apabila manusia sedang dalam keadaan sadar. Menurut Freud, mimpi dibagi menjadi beberapa macam yang dapat mengartikan hal yang berbeda.

1. Mimpi yang berbentuk ilham secara literal;

2. Mimpi yang dapat menggambarkan tentang masa depan;

3. Mimpi simbolik yang memiliki unsur semiotika di dalamnya sehingga membutuhkan intrepretasi khusus dalam membacanya.

Keberagaman jenis mimpi yang dikemukakan Freud memiliki satu benang merah yang koheren sebagai kunci dari mimpi tersebut. Mimpi adalah salah satu cara alam bawah sadar memberikan informasi atas keinginan (wishes / desire) dan atau tanda urgensi akan suatu hal. Manusia begitu kompleks bahkan ketika suatu hal akan datang bisa dibayangkan secara nyata dalam bentuk mimpi. Freud juga berpendapat bahwa mimpi dapat berbentuk sebagai wish fulfillment dimana alam bawah sadar seseorang akan mereka ulang sebuah kejadian dimasa lalu yang memiliki konflik yang sudah atau belum selesai dan membayangkan apa yang terjadi apabila sesuai dengan kehendaknya. Ketakutan terbesar, keinginan terlarang sampai resolusi tertinggi biasanya berada pada alam bawah sadar dimana seseorang tidak mampu menjangkau secara sadar.

Mimpi adalah salah satu cara seseorang dapat mengakses dunia alam bawah sadarnya. Salah satu teori freud adalah teori mental iceberg. sama seperti iceberg,

(10)

13

manusia memiliki dua alam yang terlihat dan tidak terlihat. Dimana yang muncul dipermukaan adalah alam sadar manusia (kecil terlihat) dan memiliki alam bawah sadar yang jauh lebih kompleks di bawahnya (tertutup oleh lautan). Untuk dapat melihat ini manusia harus dapat menyelami lautan alam bawah sadarnya sendiri.

Hubungan antara Freud dengan surealisme adalah pertemuan Freud dengan dua orang yang berpengaruh pada aliran seni ini. Pada tahun 1921, Breton dan Freud bertemu di Vienna. Pada masa ini Breton telah mendeklarasikan tentang teori surealisme miliknya yang terilhami oleh teori mimpi Freud. Hubungan timbal balik terlihat dimana Breton secara berterus terang memberi tahu Freud atas adaptasi teori mimpi miliknya dan Freud yang menunjukkan simpati kepada seniman yang mengambil teori mimpi (teori yang sebenarnya digunakan untuk terapi mental) menjadi sebuah aliran seni (David Hopkins, 2004, hlm. 17). Tidak hanya Breton, salah satu pionir surealisme, Salvador Dali melukis salah satu karya ikoniknya yang berjudul “The Persistence of Memory” adalah lukisan cat minyak pada kanvas yang berisikan jam yang melelh pada sebuah pantai dengan terdapat setengah wajah manusia yang tertidur di sana. Lukisan ini menggambarkan teori mimpi Freud dan dari mana asal mimpi yaitu dari memori yang tersimpan pada alam bawah sadar manusia itu sendiri.

2.2.2. Salvador Dali

Surealisme memang berawal dari karya seni lukisan dan juga karya seni sastra, namun seiring berjalannya waktu, kini banyak film yang memakai aliran seni surealisme yang diterapkan pada medium gambar bergerak. Salah satu pionir

(11)

14

pembawa surealisme ke dunia perfilman adalah Salvador Dali. Dali adalah salah seorang seniman yang berpengaruh dan terkenal di dunia. Dali lahir pada tahun 1904 di Spanyol. Karyanya mencakup karya seni dua dimensi, seni pertunjukkan, hingga audio visual atau film. Pada tahun 1922, Dali yang sedang bersekolah di sebuah sekolah seni mengungkapkan ketertarikannya akan aliran seni avant garde Eropa. Ia sering mengeksplor gaya impresionisme, neo-impresionisme, futurism, juga cubism (Catherine Ingram, 2014, hlm.20). Lukisan dali memiliki gaya yang sangat khas dengan detailnya. Salah satu lukisannya bernama “figure at a Window” yang memperlihatkan Ana Maria, adik Dali sedang memandang lautan dari sebuah jendela dipuji oleh Picasso karena detail yang sangat terperinci.

Diceritakan oleh Ingram (2014) bahwa ketertarikan Dali atas surealisme membutuhkan waktu berpikir yang tidak sebentar (hlm. 25). Dikarenakan isu politis atas dadaisme terasa sangat kuat dan surealisme merupakan aliran turunan dadaisme, Dali sangat berhati-hati ketika ingin berkecimpung di aliran seni ini. Sampai ketika Dali mendengar pernyataan Breton and melihat lukisan Mason tentang automatic drawing, Dali menjadi tertarik masuk lebih dalam pada aliran seni ini. Secara keseluruhan Dali tidak terlalu menyukai aliran surealisme karena menurutnya gaya ini terlalu mengobjektifkan sesuatu yang pure, namun ia sangat tertarik dengan ide sur-reality dimana dimana dunia nyata dan dunia imaji mimpi pikiran manusia bertemu.

Pada tahun 1929, Dali dan Luis Bunuel membuat film pendek dengan aliran seni yang dideklarasikan dengan sur-realism. Film hitam putih ini menampilkan gambar-gambar yang mengganggu mental. Mulai dari semut yang keluar dari

(12)

15

lubang di telapak tangan manusia, bangkai keledai yang membusuk di atas piano, dan adegan yang paling memorable adalah ketika sebuah bulan yang lama kelamaan berubah menjadi bola mata seorang wanita, disayat menjadi dua oleh seorang lelaki menggunakan pisau. Tanpa adanya media edit yang mumpuni seperti saat ini, Dali dan Bunuel membuat adegan sadis ini menggunakan teknik fast montage dimana yang sebenarnya dibelah adalah bola mata bangkai binatang (hlm. 30).

Dari film ini, kita dapat menyimpulkan arti sur-realism yang selama ini Dali deklarasikan. Sur-realism tidak jauh berbeda dengan surealisme karena keduanya menggunakan aspek imaji yang tidak terjadi di dunia nyata, namun Dali menyatakan sur-realism karena ia tidak mau mengambil pihak pada sub politis yang sedang marak terjadi di Eropa terutama Perancis. Dari sinilah Dali dikenal menjadi salah seorang pionir surealisme atau yang menurutnya sur-realism pada film modern.

2.3. Subteks

Subteks adalah sebuah konten yang berada dibalik hal lainnya. Seperti dalam sebuah kalimat atau adegan, untuk memahami subteks di baliknya, seorang individu harus dapat melihat (membaca) apa yang ada di antara kalimatnya. Dengan melihat yang di antara kalimat tersebut, audience melihat suatu hal yang tak kasat mata dan mencoba mengertinya. Bagaimana seseorang memahami sebuah makna yang disisipkan oleh pencipta karya tanpa harus melihat dengan mata namun dengan pikirannya. Dengan melihat suatu hal yang jelas dan mengartikan sebuah karya (baik tulisan maupun visual) secara harfiah, penikmat seni hanya mengartikan seni

(13)

16

tersebut saja. Sedangkan dengan melihat melalui subteks, makna yang diterima dapat lebih dalam dan kaya.

Pada bukunya, Writing Subtext (2011) yang membahas tentang penjelasan subteks dan bagaimana penulis dapat menciptakan sebuah subteks yang baik, Linda Seger menegaskan bahwa seorang pencipta memiliki kendali penuh atas menciptakan subteks dari karyanya. Tentang sebuah makna artificial yang berada di balik makna lainnya. Berkaitan dengan hal ini, seorang pencipta juga tidak dapat secara langsung memaksakan subteks yang ia sisipkan diterima secara utuh oleh audiens-nya. Kembali kepada paragraph sebelumnya, ketiadaan kendali pencipta untuk mengatur penerimaan subteks pada orang lain dikarenakan titik keberadaan subteks berada dibalik karya yang terlihat. Subteks terkadang tidak hanya berada di lapisan kedua karya, sering kiranya subteks berada pada lapisan lain yang jauh lebih dalam.

Seger (2011) juga mengatakan betapa pentingnya menyisipkan subteks pada sebuah karya. Menurutnya karya tulis yang selalu memperlihatkan suatu hal secara langsung atau yang ia sebut dengan istilah “on the nose” akan membentuk sebuah karya yang membosankan. Sedangkan dengan merancang karya yang memiliki makna yang terorganisir, akan membiarkan pembacanya berkelana dengan pikirannya di luar kata-kata yang ditampilkan. Menurut penulis, statement tersebut dapat disandingkan dengan contoh pada kehidupan sehari-hari. Mengintip suatu kejadian melalui sebuah bolongan kecil jauh lebih menarik dan memberikan motivasi yang lebih tinggi kepada seseorang ketimbang melihat sebuah kejadian secara langsung. Hal ini dikarenakan dengan adanya elemen tersembunyi, manusia

(14)

17

akan jauh lebih tertarik mengulik hal tersebut daripada menerima hal secara mentah-mentah. Sama seperti ketika seseorang melihat subteks. Melihat sesuatu yang tidak dipaparkan secara nyata namun membekaskan makna, akan lebih menarik bagi penikmatnya.

Subteks berupa dialog tokoh juga telah dipaparkan oleh Michael Rabiger (2013, hlm. 218). Menurutnya segala dialog yang dikatakan oleh tokoh dalam sebuah narasi baik film maupun tulisan, dapat memiliki makna tersembunyi di baliknya. Contoh mudah yang dapat diberikan adalah ketika tokoh A bertanya kepada tokoh B “warteg depan gang tengah malem gini masih buka gak ya?”, pertanyaan itu dapat mengartikan bahwa kemungkinan A sedang kelaparan pada saat malam hari. Selain arti langsung di atas, pertanyaan tersebut juga dapat mengartikan bahwa A belum makan dari siang sehingga ia kelaparan sampai malam, atau A minta diantarkan oleh tokoh B ke depan gang untuk mencari makan karena sudah malam. Yang dibicarakan oleh A mungkin hanya terdengar tentang warung makan di depan gang, namun subteks yang berada pada perbincangan mereka adalah betapa A sangat membutuhkan atau bergantung kepada B bahkan hanya untuk hal kecil sekalipun.

Menurut Thomas DeCarlo (2014) emosi manusia tidak dapat ditampilkan secara kasat mata. Dari situ seorang sutradara yang baik akan bekerja sama dengan penulis naskahnya dalam mengemas sebuah adegan agar emosi karakternya tersampaikan secara utuh. DeCarlo memberikan contoh apabila seorang karakter sedang jatuh cinta, hal tersebut tidak dapat diutarakan begitu saja. Bentuk dan aksi

(15)

18

dari karakter tersebut yang akan menunjukkan bahwa ia sedang jatuh cinta. Setiap aksi yang memiliki makna di baliknya tersebut yang disebut sebagai subteks.

Kendali menyalurkan subteks pada film berada pada tangan sutradara yang bertautan dengan penulis naskah. Penulisan aksi dapat ditulis pada naskah maupun melalui direksi sutradara secara langsung. DeCarlo juga mengemukakan penyampaian subteks yang baik harus disandingkan dengan aksi di luar dialog. Aksi-aksi ini yang pada umumnya tidak tercantumkan pada naskah menjadi tanggung jawab sutradara dan aktor. Aksi ini termasuk kedalam emosi wajah, cara berbicara hingga hal lain yang termasuk ke dalam mise en scene.

Teori yang dipaparkan oleh DeCarlo cukup berkesinambungan dengan teori yang diberikan oleh Seger. Sutradara, penulis naskah, dan seniman (in general) yang berada di balik layar karya adalah pencipta dari sebuah subteks. Namun menurut penulis tanggung jawab pencipta adalah meramu subteks tersebut secara cerdik agar tersampaikan dengan baik kepada penikmat karyanya. Kendali pencipta akan lepas ketika karya tersebut diterima oleh penikmatnya. Dikarenakan subteks bukan hal yang dipaparkan secara langsung, semua akan kembali kepada prespektif orang yang menerimanya. Seperti kutipan yang terkenal “we cannot control other people mind, but we have full control of our mind”. Elaborasi subteks akan berbeda bagi tiap individu yang menerima dan semuanya akan berlandaskan pengalaman dan personal individu tersebut.

(16)

19 2.3.1. Iceberg Theory

“For Sale: Baby Shoes, Never Wear”. Adalah sebuah parafrase terkenal dari seorang penulis ternama Ernest Hemingway (Rob Hardy, 2016). Parafrase tersebut adalah deskripsi singkat dari teori iceberg yang dikemukakan oleh Hermingway sendiri. Iceberg adalah bongkahan es yang terlihat kecil di permukaan air namun memiliki ukuran yang berkali lipat di bawahnya. Iceberg theory dalam film dan karya sastra lainnya adalah teori yang memberikan esensi lebih dari sebuah kejadian. Seperti dengan 6 kata sebagai contoh pada awal paragraf, pembaca diberikan keleluasaan dalam menafsirkan kalimat tersebut. Tentang cerita apa yang membuat dijualnya sepatu bayi yang belum pernah dipakai, siapa yang menjualnya dan bagaimana perasaannya ketika menjual.

Penggunaan iceberg theory tidak hanya efektif pada karya tulis. Dalam karya visual terutama film sebagai gambar bergerak, teori iceberg bisa diterapkan dalam beberapa cara. Di sebuah pusat perbelanjaan, seorang lelaki sedang menangis terisak ditengah keramaian. Aksi yang dilakukan oleh karakter lelaki tersebut dapat memberikan makna lebih. Makna yang lebih ini dapat menimbulkan spekulasi pada penonton yang melihat adegan. Subteks tidak selalu berbentuk suatu hal abstrak, kegiatan sehari-hari yang memberi dampak besar dalam pola berpikir penontonnya juga dapat disebut demikian.

Teori iceberg juga dikemukakan oleh Sigmund Freud. Menurutnya teori iceberg bersangkutan dengan kesadaran, tentang hal yang disadari dan yang tidak disadari. Menurut Freud, suatu hal yang dilakukan secara tidak sadar atau alam

(17)

20

bawah sadar berada di lapisan diri yang lebih dalam. Untuk menampilkan apa yang berada di alam bawah sadar menjadi sadar secara sukses, seseorang perlu melakukan hal tersebut secara terus menerus dan mengerti apa yang dilakukannya secara sadar (Freud, 1924, hlm.306). Contoh kecilnya adalah ketika seorang individu yang fasih dalam mengendarai mobil tidak perlu memikirkan bagaimana caranya mengendarai mobil secara terus menerus, namun ketika ia sedang berada di kursi pengendara, ia akan secara otomatis memanggil memori bagaimana cara mengendarai mobil dari alam bawah sadarnya.

Teori iceberg freud bertautan dengan teori iceberg yang dikemukakan oleh Hermingway. Apabila dikaitkan dengan subteks pada karya seni, seorang pencipta harus secara sadar memberikan subteks pada karyanya. Dengan merancang sebuah subteks secara utuh secara sadar, pencipta dapat mengirimkan sebuah ide (atau lebih) kepada individu lain melalui subteks yang ia sisipkan pada karyanya. Banyak ditemui terutama pada seniman baru, ketika penikmat karyanya mengatakan bahwa ia telah menerima suatu subteks dari sebuah karya yang sebenarnya tidak dirancang secara sadar oleh penciptanya. Karya yang seperti ini berarti telah memberikan subteks yang diambil oleh memori penikmat bukan berasal dari memori pencipta yang dengan sengaja ingin ia berikan kepada penikmatnya tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Metode plot pada transek yang diletakkan secara acak menghasilkan estimasi kepadatan kelompok kotoran rusa dengan presisi baik (CVs <16%), akan tetapi tidak begitu baik

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui; laju pertambahan panjang dan berat alga merah Eucheuma denticulatum yang diukur tiap dua minggu selama dibudidayakan; dan

Mengajak dan membimbing siswa untuk memulai kegiatan pembelajaran dengan penuh perhatian, semangat dan penampilan mereka dengan melakukan kegiatan berpikir, merasa,

REFOLIS ISKANDAR Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Mengenai kondisi antara keadaan ideal dan realitas yang ada dalam hal politik, kita bisa mengutip sebuah pasal dalam UUD Pasal 27 ayat (1), “segala warga negara

Tugas Akhir berjudul Perbandingan Biaya Dan Waktu Pelaksanaan Pekerjaan Mat Foundation Dan Pondasi Bored Pile (Studi Kasus Proyek Kutabex Pantai Kuta Bali) telah diuji dan

Para Peserta Pengadaan yang telah mengikuti proses Penjelasan Teknis / Aanwijzing selanjutnya akan diberikan lembar Request for Quotation (RFQ) atau lembar permintaan penawaran

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dimana perkembangan situasi dan kondisi Kabupaten Aceh Utara