• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMENUHAN FUNGSI PERLINDUNGAN DAN KEPASTIAN HUKUM DALAM PENERBITAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMENUHAN FUNGSI PERLINDUNGAN DAN KEPASTIAN HUKUM DALAM PENERBITAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM PENERBITAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH

Paulus Tiku Taru Padang1, Vanessa Cicilia Karnadi2

1Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Makassar

2Alumni Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Makassar

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis dan menjelaskan pemenuhan fungsi perlindungan dan kepastian hukum dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 246 K/

TUN/2012 yang membatalkan, mencabut, dan selanjutnya menghapus/mencoret Sertifikat Hak Milik No. 405 Tahun 1985 atas nama Nyonya Muhtia tidak memenuhi fungsi perlindungan dan kepastian hukum. Hal ini berdasarkan ketentuan dalam Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997 dimana Hj. Muhtia sebagai pemegang Sertifikat Hak Milik No. 405 Tahun 1985 telah memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik, secara nyata telah menguasai tanah tersebut serta gugatan telah melampaui batas waktu 5 tahun dan seharusnya memperoleh perlindungan hukum demi mencapai kepastian hukum sebagai pemegang sah hak atas tanah.

Kata kunci :Perlindungan Hukum, Kepastian Hukum, Pendaftaran Tanah, Sertifikat Hak Atas Tanah, Sertifikat Hak Milik

ABSTRACT

This paper aims to analyze and explain the fulfillment of the functions of protection and legal certainty in issuing certificates of land rights.

The results of the study indicate that the consideration of the judge in the Supreme Court Decision Number 246 K / TUN / 2012 that cancels, revokes, and subsequently deletes / cross out the Certificate of Ownership No. 405 In 1985 on behalf of Mrs. Muhtia did not fulfill the function of legal protection and certainty. This is based on the provisions in Article 32 paragraph (2) PP 24/1997 where Hj. He is the holder of the No. 405 of 1985 has acquired the land in good faith, has clearly mastered the land and the claim has exceeded the 5-year deadline and should obtain legal protection in order to achieve legal certainty as the legal holder of land rights.

Keywords: Legal Protection, Legal Certainty, Land Registration, Land Rights Certificate, Property Rights Certificate

PENDAHULUAN

Keberadaan tanah sangat penting bagi kehidupan manusia sehubungan dengan makin tingginya pertumbuhan penduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan. Terkait ruang lingkup pertanahan di Indonesia, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 1960) (selanjutnya disingkat UUPA).

Salah satu tujuan dari pembentukan UUPA adalah untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum mengenai hak atas tanah bagi rakyat Indonesia seluruhnya. Terkait dengan hal itu untuk mengatasi permasalahan mengenai kepemilikan hak atas tanah dalam masyarakat diwajibkan melakukan pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah merupakan sarana pokok untuk memberikan kepastian hukum dan menjamin hak seseorang atas tanah tersebut. Disamping itu, pendaftaran tanah merupakan sasaran untuk mengadakan

(2)

kesederhanaan dalam hukum pertanahan. Sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA bahwa

“Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”.

Ketentuan mengenai pendaftaran tanah lebih lanjut dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disingkat PP 10/1961). Namun, PP 10/1961 dipandang tidak dapat lagi sepenuhnya mendukung tercapainya hasil yang lebih nyata pada pembangunan nasional sehingga perlu dilakukan adanya penyempurnaan. Oleh karena itu, disusunlah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disingkat PP 24/1997) sebagai pengganti PP 10/1961.

PP 24/1997 bukan hanya sekedar sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 19 UUPA tetapi menjadi pokok utama dalam mendukung berjalannya tertib administrasi pertanahan untuk masyarakat Indonesia. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 3 dan Pasal 4 PP 24/1997 terkait tujuan dilakukannya pendaftaran tanah, salah satunya adalah “untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan”.1

Pasal 5 PP 24/1997 menyebutkan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional (selanjutnya disingkat BPN). Hasil dari proses kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan oleh BPN kepada pemegang hak atas tanah berupa sertifikat. Menurut ketentuan Pasal 19 ayat (2) UUPA, sertifikat adalah surat tanda bukti hak atas tanah yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Kepastian hukum dalam sertifikat hak atas tanah lebih jelasnya dijabarkan dalam Pasal 32 PP 24/1997 yang mengatur bahwa :

Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat 1. mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya,sepanjang data fisik dan data yuridis

tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.

Dalam hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan 2. hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya,maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam jangka waktu (5) lima tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertahanan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.

Berdasarkan ketentuan Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997 di atas, apabila telah terpenuhi unsur-unsurnya yaitu tanah diperoleh dengan itikad baik dan dikuasai secara nyata maka setelah jangka waktu (5) lima tahun sejak diterbitkannya sertifikat yang merupakan surat tanda bukti hak tidak ada yang mengajukan keberatan atau gugatan, sertifikat tersebut berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997 memberikan perlindungan dan kepastian hukum untuk menjamin hak seseorang atas kepemilikan suatu bidang tanah.

Namun dalam kenyataannya, masih saja terdapat permasalahan terkait sertifikat hak atas tanah. Hal ini dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 246 K/TUN/2012, permasalahan tersebut terjadi antara Rustam Effendy melawan Kepala Kantor Pertanahan Kota Kendari dan Hj. Muhtia. Objek gugatan dalam perkara ini adalah Sertifikat Hak Milik No.405 Tahun 1985 seluas 20.000 m2 (dua puluh ribu meter persegi) atas nama Nyonya Muhtia. Hj. Muhtia memperoleh tanah tersebut dari Alm. Lasoba selaku pemilik SHM No.

405 berdasarkan perjanjian jual-beli dengan Akta Jual Beli No. 186/II/125/85 tanggal 26 Juli 1985 kemudian dibalik nama dan terdaftar di kantor pertanahan. Sebelumnya, tanah tersebut diperoleh Alm. Lasoba dari tanah negara berdasarkan SK. Gub. KDH.TK.I Sultra tgl.28 Juli 1984 No. 36/HM/P3HT/I/83-83/1984. Didasarkan SK tersebut sebagai alas haknya maka diterbitkannya Sertifikat Hak Milik No.405 Tahun 1985 atas nama Nyonya Muhtia. Gugatan diajukan pada tanggal 26 Januari 2011 yang berarti Sertifikat Hak Milik No.405 Tahun 1985 atas nama Nyonya Muhtia telah berlaku selama 26 tahun.

Terkait pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 02/G.TUN/2011/PTUN. KDI

1Urip Santoso (Selanjutnya disebut Urip Santoso I), Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Jakarta, Kencana Prenadamedia Group, 2010, hlm. 18.

(3)

tanggal 25 Agustus 2011, hakim menyatakan batal keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Kendari berupa Sertipikat Hak Milik Nomor : 405 / lepo - lepo, Tanggal 24 Juli 1985, Gambar Situasi Nomor: 1734/1985, Tanggal 24 Juli 1985, seluas 20.000 M2 terakhir tercatat atas nama Nyonya Muhtia. Hakim juga memerintahkan tergugat untuk mencabut dan selanjutnya menghapus/mencoret Sertipikat Hak Milik Nomor : 405/lepo-lepo, Tanggal 24 juli 1985,Gambar Situasi Nomor : 1734/1985, Tanggal 24 Juli 1985, seluas 20.000 M2 terakhir tercatat atas nama Nyonya Muhtia dari Daftar Register Buku Tanah Kantor Pertanahan Kota Kendari. Selanjutnya, dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 246 K/TUN/2012 hakim menyatakan menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I : Kepala Kantor Pertanahan Kota Kendari dan Pemohon Kasasi II : HJ. Muhtia.

Adanya putusan hakim untuk membatalkan, mencabut dan selanjutnya menghapus/mencoret sertifikat hak atas tanah menimbulkan permasalahan hukum terkait perlindungan dan kepastian hukum yang seharusnya dipertimbangkan oleh hakim.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, yakni studi imple-mentasi hukum dalam tataran praktik, yakni bagaimana norma-norma hukum dipraktikkan dalam masyarakat atau kelompok profesi dengan menggunakan data sekunder berupa dokumen-dokumen hukum, baik bahan hukum primer, sekunder maupun tersier. Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji:

Penelitian hukum empiris adalah metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data primer dan menemukan kebenaran dengan menggunakan metode berpikir induktif dan kriterium kebenaran koresponden serta fakta yang digunakan untuk melakukan proses induksi dan pengujian kebenaran secara koresponden adalah fakta yang mutakhir.2

Menurut Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, bahwa “metode penelitian hukum empiris mencakup penelitian terhadap identifikasi hukum dan penelitian terhadap efektifitas hukum”.3 Menurut Fokky Fuad penelitian hukum empiris adalah “sebuah metode penelitian hukum yang berupaya untuk melihat hukum dalam artian yang nyata atau dapat dikatakan melihat, meneliti bagaimana bekerjanya hukum di masyarakat”.4 Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 5 1. Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Bahan hukum sekunder, bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer yang 2. diperoleh dari studi dokumen, yang meli-puti :Putusan Mahkamah Agung Nomor 246 K/TUN/2012,

buku, internet dan jurnal yang berhubungan dengan sertifikat hak atas tanah.

Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum 3. sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas badan hukum lainnya berupa Kamus

Besar Bahasa Indonesia dan kamus hukum.

Selanjutnya untuk memperoleh bahan hukum dilakukan dengan menerapkan studi dokumen yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, membaca dan menyalin secara objektif dan sistematis terhadap bahan- bahan hukum yang bersifat premier, sekunder dan tersier sebagaimana yang disebut di atas.

Setelah bahan hukum yang diperlukan telah diperoleh, maka bahan hukum tersebut dikelompokkan dan disusun secara sistematis sesuai dengan substansinya masing-masing. Kemudian bahan hukum tersebut dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Adapun langkah-langkah dari metode analisis kualitatif sebagai berikut:

Data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis dan diuraikan secara deskriptif kualitatif dengan

2Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Jakarta, Rajawali Pers, 2001, hlm. 14.

3Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm.

153.4(https://uai.ac.id/2011/04/13/pemikiran-ulang-atas-metodologi-penelitian-hukum/), diakses pada tanggal 03 Agustus 2018 Pukul 15.36 WITA.

(4)

langkah-langkah sebagai berikut:

Menjelaskan pemenuhan fungsi perlindungan dan kepastian hukum pendaftaran tanah berdasarkan 1. ketentuan Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997.

Menganalisis pertimbangan hakim tentang perlindungan dan kepastian hukum penerbitan 2. sertifikat hak atas tanah pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 246 K/TUN/2012.

Analisis ini dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan juga ditunjang oleh pendapat para ahli yang relevan dengan masalah yang diteliti, kemudian hasilnya dipaparkan secara deskriptif agar diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang pemenuhan fungsi perlindungan dan kepastian hukum dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemenuhan Fungsi Perlindungan dan Kepastian Hukum Pendaftaran Tanah Berdasarkan A. Ketentuan Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997

Dalam pendaftaran tanah dikenal 2 (dua) macam sistem publikasi, yaitu:

Sistem Publikasi Positif

a) Sistem publikasi positif digunakan untuk melindungi orang yang memperoleh suatu hak dengan itikad baik.

Sistem Publikasi Negatif

b) Sistem publikasi negatif digunakan untuk melindungi pemegang hak yang sebenarnya, sehingga pemegang hak yang sebenarnya akan selalu dapat menuntut kembali haknya yang terdaftar atas nama siapa pun.

Penerbitan sertifikat sebagai hasil akhir kegiatan pendaftaran tanah memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hukum kepada pemegang haknya yakni agar dengan mudah dapat membuktikan nama yang tercantum dalam sertifikat sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

Dalam sistem publikasi negatif sudah terwujud jaminan kepastian hukum yang meliputi kepastian status hak dan objek hak, namun belum terwujud perlindungan hukum yang sepenuhnya kepada pemilik sertifikat disebabkan data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat dinyatakan benar sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya oleh tanda bukti hak yang lain, negara tidak menjamin data fisik dan data yuridis dalam pendaftaran tanah adalah benar.5

Dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah maka Pasal 32 ayat (1) PP 24/1997 memberikan penjelasan bahwa sertifikat merupakan tanda bukti yang kuat selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum didalamnya diterima sebagai data yang benar.

Guna memberikan perlindungan hukum bagi pemilik sertifikat atas gugatan dari pihak lain, maka ditetapkanlah Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997 yang menegaskan bahwa dalam hal atas suatu bidang tanah yang sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah tidak dapat menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun yang tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut.

Berdasarkan ketentuan Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997 sebagaimana yang dikutip dalam Urip Santoso, sertifikat sebagai tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang mutlak apabila dipenuhi unsur-unsur secara kumulatif, yaitu :6

Sertifikat diterbitkan secara sah

a. Sertifikat diterbitkan oleh instansi pemerintah yang berwenang yaitu Kantor Pertanahan

5Urip Santoso II, Op.cit, hlm. 171.

6Ibid., hlm. 174.

(5)

Kabupaten/Kota. Sertifikat diterbitkan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan pendaftaran tanah yang berlaku. Dalam penerbitan sertifikat tersebut tidak ada cacat yuridis, yaitu tidak ada cacat prosedur, cacat substansi, dan cacat wewenang.

Sertifikat atas nama orang atau badan hukum

b. Sertifikat yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota atas nama perseorangan, beberapa orang secara bersama-sama, atau badan hukum.

Hak atas tanah diperoleh dengan itikad baik

c. Seseorang dapat dikatakan memperoleh tanah dengan itikad baik, apabila ia memperoleh tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak menyerobot, atau tidak menduduki tanah milik orang lain lalu diterbitkan petuk pajak bumi/landrente, girik, pipil, kekitir, atau kutipan letter c oleh kepala desa/kepala kelurahan.

Hak atas tanah dikuasai secara nyata

d. Hak atas tanah secara fisik dikuasai dan dipergunakan oleh pemegang hak atas tanahnya sendiri atau digunakan oleh orang lain yang mendapat persetujuan atau izin dari pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.

Sertifikat telah berusia 5 (lima) tahun

e. Dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkan sertifikat hak atas tanah oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota tidak ada yang mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemilik sertifikat dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk meminta pembatalan sertifikat, ataupun tidak mengajukan gugatan kepada pengadilan mengenai penguasaan atas tanah atau penerbitan sertifikat.

Apabila unsur-unsur tersebut di atas dipenuhi secara kumulatif oleh pemilik sertifikat, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak atas tanahnya dan sifat pembuktian sertifikat sebagai tanda bukti hak menjadi mutlak.

Pertimbangan Hakim tentang Perlindungan dan Kepastian Hukum Penerbitan Sertifikat

B. Penulis tidak sependapat dengan pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 02/G.TUN/2011/PTUN. KDI tanggal 25 Agustus 2011, hakim menyatakan batal keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Kendari berupa Sertipikat Hak Milik Nomor : 405 / lepo - lepo, Tanggal 24 Juli 1985, Gambar Situasi Nomor: 1734/1985, Tanggal 24 Juli 1985, seluas 20.000 M2 terakhir tercatat atas nama Nyonya Muhtia. Hakim juga memerintahkan tergugat untuk mencabut dan selanjutnya menghapus/mencoret Sertipikat Hak Milik Nomor : 405/lepo-lepo, Tanggal 24 juli 1985,Gambar Situasi Nomor: 1734/1985, Tanggal 24 Juli 1985, seluas 20.000 M2 terakhir tercatat atas nama Nyonya Muhtia dari Daftar Register Buku Tanah Kantor Pertanahan Kota Kendari. Selanjutnya, dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 246 K/TUN/2012 hakim menyatakan menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I : Kepala Kantor Pertanahan Kota Kendari dan Pemohon Kasasi II : HJ. Muhtia.

Dalam gugatan tersebut, hakim tidak mempertimbangkan eksepsi tergugat yang menyatakan secara hukum gugatan penggugat bertentangan dengan Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997 padahal Sertifikat Hak Milik No.

405 Tahun 1985 atas nama Hj. Muhtia telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997.

Berdasarkan pada ketentuan pada Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997, gugatan yang diajukan terhadap sertifikat tanah yang telah diterbitkan secara sah yang diperoleh dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat tersebut tidak ada yang mengajukan keberatan atau membatalkan sertifikat yang dimaksud maka Penggugat sudah tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak atas tanah sengketa tersebut, karena telah melewati batas waktu yang ditentukan yaitu 5 tahun.

(6)

Terkait unsur-unsur dalam Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997 sebagaimana yang dikutip dalam Urip Santoso sebelumnya, Hj. Muhtia telah memenuhi unsur-unsurnya, yaitu:

Sertifikat diterbitkan secara sah

1. Sertifikat diterbitkan oleh instansi pemerintah yang berwenang yaitu Kantor Pertanahan Kota Kendari. Sertifikat diterbitkan sesuai prosedur yang telah ditetapkan oleh PP 24/1997 sehingga diterbitkan Sertifikat Hak Milik No. 405 Tahun 1985 Gambar Situasi Tanggal 24-7-1985. No.

1734/1985.

Sertifikat atas nama orang atau badan hukum

2. Sertifikat Hak Milik No. 405 Tahun 1985 yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Kendari atas nama perseorangan yaitu Alm. Lasoba. Tanah tersebut dijual kepada Nyonya Muhtia sebagaimana Akta Jual Beli No. 186/II/125/85 tanggal 26 Juli 1985 melalui Notaris- PPAT Rahmatiah Hambu, S.H, kemudian dibalik nama dan terdaftar di Kantor Pertanahan Kota Kendari.

Hak atas tanah diperoleh dengan itikad baik

3. Hj. Muhtia selaku pemilik Sertifikat Hak Milik No. 405 Tahun 1985 memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik berdasarkan suatu alas hak yang sah yaitu perjanjian jual beli dengan Akta Jual Beli No. 186/II/125/85 tanggal 26 Juli 1985 melalui Notaris-PPAT Rahmatiah Hambu, S.H, kemudian dibalik nama dan terdaftar di Kantor Pertanahan Kota Kendari.

Hak atas tanah dikuasai secara nyata

4. Tanah tersebut sebelumnya dikuasai dan diolah oleh Alm. Lasoba selaku pemilik tanah, selanjutnya dijual dan dibalik nama atas nama Hj. Muhtia sehingga sebagai pemilik Sertifikat Hak Milik No. 405 Tahun 1985 dikuasai secara terus-menerus selama 26 tahun.

Sertifikat telah berusia 5 (lima) tahun

5. Gugatan diajukan pada tanggal 26 Januari 2011 yang berarti Sertifikat Hak Milik No. 405 Tahun 1985 telah berlaku selama 26 tahun. Gugatan tersebut telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat, maka penggugat sudah tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak atas Sertifikat Hak Milik No. 405 Tahun 1985.

Konstruksi hukum dalam Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997 adalah apabila selama 5 (lima) tahun pemilik hak atas tanah membiarkan hak atas tanahnya dikuasai dan didaftarkan oleh pihak yang beritikad baik dan ia tidak mengajukan gugatan berarti yang bersangkutan telah melepaskan haknya atas tanah tersebut atau yang dikenal dengan istilah “rechtsverwerking”.

Pemenuhan unsur-unsur dalam Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997 seharusnya dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada Hj. Muhtia selaku pemilik Sertifikat Hak Milik No. 405 Tahun 1985. Pertimbangan hakim dalam gugatan ini tidak memenuhi fungsi perlindungan dan kepastian hukum yang dianut dalam Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997. Menurut penulis, seharusnya hakim mempertimbangkan eksepsi tergugat dan menerapkan ketentuan tersebut dalam putusannya agar dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pemegang sertifikat serta menguatkan asas publikasi yang dianut oleh Indonesia.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 246 K/TUN/2012 yang menyatakan untuk membatalkan, mencabut, dan selanjutnya menghapus/mencoret Sertifikat Hak Milik No. 405 Tahun 1985 atas nama Nyonya Muhtia tidak memenuhi fungsi perlindungan dan kepastian hukum. Hal ini berdasarkan ketentuan dalam Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997 dimana Hj. Muhtia sebagai pemegang Sertifikat Hak Milik No. 405 Tahun 1985 telah memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik, secara nyata telah menguasai tanah tersebut serta gugatan telah melampaui batas waktu 5 tahun dan seharusnya memperoleh perlindungan hukum demi mencapai kepastian hukum sebagai pemegang sah hak atas tanah.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Adrian Sutedi. 2014. Peralihan Hak atas Tanah Dan Pendaftarannya. Sinar Grafika.Jakarta.

A.P. Parlindungan. 1999. Pendaftaran Tanah di Indonesia. Mandar Maju. Bandung.

Arie S. Hutagalung. 2005. Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah. Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia. Jakarta.

Boedi Harsono. Edisi 2008. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1, Hukum Tanah Nasional. Djambatan. Jakarta.

Effendi Perangin. 1989. Hukum Agraria di Indonesia Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum.

Rajawali. Jakarta.

Eli Wuria Dewi. 2014. Mudahnya Mengurus Sertifikat Tanah Dan Segala Perizinannya. Buku Pintar.

Yogyakarta.

Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis. 2008. Hukum Pendaftaran Tanah. Mandar Maju. Bandung.

Ramli Zein. 1995. Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA. Rineka Cipta. Jakarta.

Sudargo Gautama. 1993. Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Supriadi. 2012. Hukum Agraria. Sinar Grafika. Jakarta.

Urip Santoso. 2010. Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah. Kencana Prenadamedia Group.Jakarta.

__________. 2015. Perolehan Hak atas Tanah. Kencana Prenadamedia Group. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Finlay dan Wilkinson (163) suatu genotipe yang memiliki koefisien regresi (b i ) = 1 dan rataan hasil lebih tinggi dari rataan total, maka dinyatakan sebagai

Simpulan yang dapat dipaparkan dalam penelitian ini yaiyu; Dengan baiknya penguasaan siswa tentang struktur kalimat, maka sedikit banyaknya akan mampu meningkatkan kemampuan

Bukit Asam (PTBA) memastikan anggaran belanja modal (capital expenditure/capex) pada 2021 akan lebih tinggi dari realisasi 2020. Perseroan juga bakal tetap

Ekspor dan impor daripada barang-barang dan jasa-jasa di antara para Pihak pada Persetujuan dilakukan menurut peraturan-peraturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku

Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammadiyah (2012) yang menyatakan bahwa beralihnya profesi petani dari petani tembakau ke petani kakao

Hasil pengujian tarik dan impak komposit dengan perendaman NaOH ataupun tanpa perendaman NaOH memperlihatkan tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap nilai kekuatan

Klon berpengaruh sangat nyata terhadap persentase hidup, panjang sulur 4 dan 6 MST, bobot berangkasan kering per tanaman dan berpengaruh nyata terhadap jumlah

Disamping nyeri muskuloskletal sering juga ditemukan gangguan saraf otonom, gangguan sistem neuroendokrin dan neuropsikiatrik seperti stres dan depresi yang