8 BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KAJIAN HIPOTESIS
2.1 Reviu Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dilakukan untuk memberi referensi untuk penelitian dimasa yang akan datang. Dalam penelitian ini penelitian terdahulu tentang pengaruh pajak, profitabilitas dan tunneling incentive terhadap transfer pricing dilakukan untuk memberikan bukti empiris dan pemahaman yang lebih jelas.
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang berkaitan transfer pricing diantaranya :
Penelitian dilakukan oleh Rahayu, Wahyuningsih, and Wijayanti (2020) tentang Pengaruh Beban Pajak, Exchange Rate, Tunneling incentive, Profitabilitas dan Leverage Terhadap Keputusan Transfer pricing memilih 25 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2015-2018 sebagai sampel penelitian. Hasil penelitian ini menghasilkan pajak dan profitabilitas berpengaruh terhadap transfer pricing. Sedangkan variabel exchange rate, tunneling incenive dan leverage tidak berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing.
Afifah and Agustina (2020) mengenai Analisis Pajak, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, Kepemilikan Asing dan Tunneling incentive Terhadap Transfer pricing dengan sampel 13 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2014-2018. Berdasarkan uji regresi pada penelitian ini menunjukkan hasil yaitu untuk ukuran perusahaan dan kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap transfer pricing, untuk leverage dan tunneling
incentive berpengaruh negatif terhadap transfer pricing, untuk pajak dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap transfer pricing.
Cledy and Amin (2020) yang berjudul Pengaruh Pajak, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Leverage Terhadap Keputusan Perusahaan Untuk Melakukan Transfer pricing menggunakan sampel 31 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2016-2018. Hasil menunjukkan pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing, ukuran perusahaan mempunyai pengaruh negatif tapi tidak signifikan terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing, profitabilitas mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing dan leverage mempunyai pengaruh negatif tapi tidak signifikan terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing.
Wijaya and Amalia (2020) yang berjudul Pengaruh Pajak, Tunneling incentive dan Good Corporate Governance Terhadap Transfer pricing menggunakan sampel 25 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2015-2018. Berdasarkan hasil dari uji regresi logistik dari lima hipotesis yang diuji hanya dua hipotesis yang didukung. Pajak dan profitabilitas berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing, sedangkan exchange rate, tunneling incentive dan leverage tidak berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing.
Rosa et al. (2017) yang berjudul Pengaruh Pajak, Tunneling incentive, Mekanisme Bonus, Debt Covenant dan Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Transaksi Transfer pricing memilih 34 sampel perusahan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hasil menunjukkan bahwa debt covenant dan good corporate governance berpengaruh terhadap transfer pricing.
Sedangkan untuk variabel pajak, tunneling incentive dan mekanisme bonus tidak berpengaruh terhadap transfer pricing
Jafri and Mustikasari (2018) yang berjudul Pengaruh Perencanaan Pajak, Tunneling incentive dan Aset Tidak Berwujud Terhadap Perilaku Transfer pricing pada Perusahaan Manufaktur yang Memiliki Hubungan Istimewa yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2014-2016 menggunakan 134 perusahaan sebagai sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencannan pajak dan tunneling incentive berpengaruh terhadap transfer pricing sedangkan aset tidak berwujud tidak berpengaruh terhadap transfer pricing.
Sarifah, Probowulan, and Maharani (2019) yang berjudul Dampak Effective Tax Rate (ETR), Tunneling Incentive (TNC), Indeks Trend Laba Bersih (ITRENDLB) dan Exchange Rate Pada Keputusan Transfer Pricing Perusahaan Manufaktur Yang Listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2016-2018 menggunakan 18 perusahaan sebagai sampel yang memenuhi kriteria. Hasil penelitian menunjukkan effective tax rate (ETR),tunneling incentive, exchange rate berpengaruh terhadap transfer pricing. Selanjutnya, mekanisme bonus menunjukkan tidak berpengaruh terhadap transfer pricing.
Pratika and Primasari (2020) yang berjudul Pengaruh Effective Tax Rate, Tunneling Incentive, Exchange Rate dan Mekanisme Bonus Pada Keputusan Transfer Pricing Perusahaan. Sampel penelitian menggunakan 17 perusahaan yang memenuhi kriteria. Hasil penelitian menunjukkan secara parsial bahwa effective tax rate, tunneling incentive, exchange rate dan mekanisme bonus tidak berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Agensi (Agency Theory)
Penelitian ini menggunakan teori dasar yaitu teori agensi. Konsep Agency Theory menurut Scott (2015) adalah dimana hubungan atau kontrak antara principal dan agent, dimana principal adalah pihak yang memperkerjakan agent agar melakukan tugas untuk kepentingan principal, sedangkan agent adalah pihak yang menjalankan kepentingan principal.Teori keagenan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan teori keagenan ialah teori yang menyebutkan bahwa ada perbedaan dan kesenjangan kepentingan antara pemilik saham (pemegang saham), direksi (profesional perusahaan) dan karyawan perusahaan dan kemudian akan menimbullkan pertentangan antara kepentingan individu dengan kepentingan perusahaan. Masalah keagenan muncul karena adanya tindakan oportunistik yang dilakukan manajer untuk mensejahterakan kepentingan sendiri yang berlawanan arah dengan tujuan kepentingan pemegang saham.
Hendriksen dan Van Breda (2002) dalam Setyawati (2010), hal yang mendasari adanya konsep teori agensi muncul dari perluasan satu individu pelaku ekonomi informasi menjadi satu individu pelaku ekonomi informasi menjadi dua individu. Salah satu didalam individu ini ada yang menjadi agent dan untuk yang lain disebut principal. Agent membuat kontrak untuk melakukan tugas dan wewenang tertentu bagi principal, principal membuat kontrak untuk memberi imbalan pada agent. Principal memperkerjakan agent untuk melakukan tugas dan wewenang untuk tujuan kepentingan principal, termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dari principal kepada agent. Perkiraan seperti antara pemilik perusahaan dan manajemen perusahaan itu. Para pemilik disebut
pengambil keputusan. Hubungan agensi dikatakan terjadi apabila terdapat sebuah kontrak antara seseorang (atau beberapa orang),seorang prinsipal dan seorang (atau beberapa orang) lain, seorang agen untuk melakukan pelayanan bagi kepentingan prinsipal yang mencakup sebuah pendelegasian keputusan dan wewenang pembuatan keputusan kepada agen.
Jensen dan Meckling (1976), menyatakan bahwa teori keagenan mendeskripsikan teori pemegang saham sebagai principal dan manajemen sebagai agen. Manajemen adalah pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerjasama demi kepentingan pemegang saham dengan manajemen. Oleh karena itu, manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Dan manajemen wajib mempertanggungjawaban semua upayanya kepada pemegang saham.
Karena unit analisis dalam teori agensi adalah kontrak yang melandasi hubungan antara principal dan agen, maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efektif dan efisien yang mendasari hubungan antara principal dan agen. Untuk memotivasi agen maka principal merancang suatu kontrak agar dapat mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak teori agensi. Kontrak yang efektif dan efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor, yaitu (1) agen dan principal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun majikan memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak adanya informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri dan (2) risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.
Hubungan teori agensi dengan transfer pricing adalah berdasarkan sifat dasar manusia dijelaskan bahwa setiap individu akan cenderung fokus pada kepentingan dirinya sendiri sehingga timbulnya masalah-masalah keagenan dapat terjadi karena terdapat pihak-pihak yang memiliki perbedaan kepentingan namun saling bekerja sama dalam pembagian tugas yang berbeda. Masalah keagenan tersebut dapat merugikan pihak principal yang tidak terlibat secara langsung dalam mengelola perusahaan sehingga principal hanya memiliki akses informasi yang terbatas. Kewenangan dalam mengelola aktiva perusahaan yang diberikan oleh principal kepada agen dapat membuat agen menyampingkan kepentingan dari pemegang saham dengan memanfaatkan insentifnya untuk melakukan transfer pricing dengan tujuan untuk menurunkan pajak yang harus dibayar. Oleh karena itu, dengan adanya agensi ini diharapkan masalah perbedaan kepentingan antara principal dan agen dapat dikurangi dan diperlukan adanya pengendalian yang tepat untuk dapat mensejajarkan perbedaan kepentingan yang terjadi antar principal dan agen (Cledy & Amin, 2020).
2.2.2 Transfer Pricing
Transfer pricing adalah suatu kebijakan perusahaan dalam menentukan harga transfer suatu transaksi baik itu barang, jasa, harta tak berwujud ataupun transaski finansial yang dilakukan oleh perusahaan. Menurut Dirjen Pajak, penetapan harga atas transaksi penyerahan barang berwujud, barang tidak berwujud atau penyediaan jasa antar pihak yang memiliki hubungan istimewa (transaksi afiliasi). Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.
7 Tahun 2010, pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah bila satu
pihak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pihak lain, atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain dalam mengambil keputusan. Transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa tanpa menghiraukan apakah suatu harga diperhitungkan (Rosa, Andini, & Raharjo, 2017)
Terdapat dua kelompok transaksi dalam transfer pricing, yaitu intra company dan inter company transfer pricing.
a. Intra company transfer pricing adalah transfer pricing antardivisi dalam satu perusahaan.
b. Intercompany transfer pricing merupakan transfer pricing antara dua perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa.
Gambar 2.1 Transfer Pricing
Transaksinya sendiri bisa dilakukan dalam satu negara (domestic transfer pricing) maupun dengan negara yang berbeda (international transfer pricing). Istilah transfer pricing sering dikonotasikan dengan sesuatu yang tidak baik (sering disebut abuse of transfer pricing), yaitu suatu pengalihan penghasilan dari suatu perusahaan dalam suatu negara dengan tarif pajak
Transfer pricing
Intra company Transfer pricing
Intercompany Transfer pricing
International Transfer pricing
Domestic Transfer pricing
yang lebih tinggi ke perusahaan lain dalam satu grup di negara dengan tarif pajak yang lebih rendah sehingga mengurangi total beban pajak grup perusahaan tersebut.
Eden (2001) dalam Darussalam dan Sepriadi (2008) mengistilahkan transfer pricing manipulation dengan suatu kegiatan untuk memperbesar biaya atau merendahkan tagihan yang bertujuan untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang. Manipulasi harga yang dapat dilakukan dengan transfer pricing antara lain manipulasi pada :
a. Harga penjualan, b. Harga pembelian,
c. Alokasi biaya administrasi dan umum ataupun pada biaya overhead, d. Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham, e. Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa
manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan atas lainnya,
f. Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar,
g. Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang/tidak mempunyai subtansi usaha (seperti : dummy company, letter box company atau reinvoicing center).
2.2.3 Effective Tax Rate (ETR)
Tarif pajak efektif atau Effective Tax Rate (ETR) adalah mekanisme yang dipakai oleh dunia usaha terkait dengan manajemen pajak perusahaan.
Pembahasan pajak di Indonesia selalu menemukan jalan yang berbeda dari setiap
pemangku kepentingan. Dunia perusahaan selalu berusaha untuk menurunkan biaya pajak yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dengan menggunakan metode akuntansi yang tepat dan juga manuver bisnis perusahaan. Pihak pemerintah selalu berusaha untuk menambah jumlah pendapatan negara melalui sektor pajak, sehingga kenaikan setoran pajak dari pihak perusahaan swasta menjadi salah satu prioritas mereka. Pemerintah menerapkan berbagai peraturan termasuk pengenaan tarif pajak progesif untuk perorangan dan tarif pajak tetap untuk perusahaan.
Effective tax rate (ETR) merupakan jumlah pajak yang dibayar oleh perusahaan dibandingkan dengan laba perusahaan. Effective tax rate (ETR) ini dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tingkat tingkat keuntungan perusahaan, skala perusahaan, tingkat likuiditas perusahaan, tata kelola perusahaan, komposisi dewan komisaris dan direksi hingga berbagai faktor lainnya yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan manajemen. Hal ini juga tidak terlepas dari teori agensi yang selalu menjadi dasar teori dalam penelitian di dunia akademis (Jony 2020).
Hubungan effective tax rate dengan transfer pricing yaitu nilai ETR yang tinggi membuat perusahaan cenderung untuk melakukan penghindaran pajak dengan melakukan transfer pricing karena perusahaan tersebut harus membayar tarif pajak yang tinggi.
2.2.4 Profitabilitas
Menurut Kasmir (2015:22) profitabilitas adalah rasio untuk menilai kemampuan perusahaan untuk mencari keuntungan atau laba dalam satu periode tertentu. Rasio ini juga dapat memberikan tingkat efektivitas manajemen perusahaan yang dapat ditunjukkan dari laba yang diperoleh dari penjualan
ataudari pendapatan investasi. Rasio profitabilitas sering digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Rasio profitabilitas yang sering digunakan untuk menghitung kemampuan perusahaan diantaranya Return On Asset (ROA), Return On Invesment (ROI), Return On Equity (ROE), Gross Profit Margin, Net Profit Margin. Perusahaan dapat memakai seluruh jenis rasio profitabilitas atau sebagian dari jenis rasio profitabilitas yang ada.
Profitabilitas suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan para investor atas investasi yang dilakukan. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba akan dapat menarik para investor untuk menanamkan dananya guna memperluas usahanya, sebaiknya tingkat profitabilitas yang rendah akan menyebabkan para investor yang menarik dananya. Profitabilitas juga mempunyai arti penting dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang, karena profitabilitas menunjukkan apakah badan usaha tersebut mempunyai prospek yang baik dimasa yang akan datang. Dengan demikian, setiap badan usaha akan selalu berusaha akan selalu berusaha meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu badan usaha maka kelangsungan hidup badan usaha tersebut akan lebih terjamin.
Tujuan dan manfaat profitabilitas menurut Kasmir (2014), tujuan pengukuran profitabilitas perusahaan adalah sebagai berikut :
a. Mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu.
b. Menilai posisi laba perusahaan perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.
c. Menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
d. Menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan dengan modal sendiri.
e. Mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjam modal sendiri.
f. Mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal sendiri.
Sedangkan manfaat yang diberikan dengan mengetahui rasio profitabilitas adalah :
a. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode.
b. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.
c. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.
d. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
e. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
Faktor yang mempengaruhi profitabilitas menurut Munawir (2004), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi profitabilitas sebuah perusahaan yaitu:
a. Jenis perusahaan. Profitabilitas perusahaan akan sangat bergantung pada jenis perusahaan, perusahaan menjual barang konsumsi atau jasa biasanya akan memiliki keuntungan yang stabil dibandingkan dengan perusahaan yang memproduksi barang-barang modal.
b. Umur perusahaan. Sebuah perusahaan yang telah lama berdiri akan lebih stabil bila dibandingkan dengan perusahaan yang baru sendiri. Umur perusahaan ini adalah umur sejak berdirinya perusahaan hingga perusahaan tersebut masih mampu menjalankan operasinya.
c. Skala perusahaan. Jika skala ekonomi perusahaan lebih tinggi, berarti perusahaan dapat menghasilkan produk dengan biaya yang rendah.
Tingkat biaya rendah tersebut merupakan cara untuk memperoleh laba yang diinginkan.
d. Harga produksi. Perusahaan yang biaya produksinya relatif lebih murah akan memiliki keuntungan yang lebih baik dan stabil daripada perusahaan yang biaya produksinya tinggi.
e. Habitat bisnis. Perusahaan yang bahan produksinya dibeli atas dasar kebiasaan (habitual basis) akan memperoleh kebutuhan lebih stabil dari pada non habitual basis.
f. Produk yang dihasilkan. Perusahaan yang bahan produksinya berhubungan dengan kebutuhan pokok biasanya penghasilan perusahaan tersebut akan lebih stabil daripada perusahaan yang memproduksi barang modal.
Dari uraian diatas, profitabilitas merupakan suatu indikator kinerja yang dilakukan manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan atau dapat dikatakan kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Pendapatan sebelum pajak yang tinggi dianggap akan menghindari pembayaran secara proporsional. Perusahaan ingin mendapatkan keuntungan yang tinggi namun tidak ingin membayar pajak yang besar kepada negara. Oleh karena itu, perusahaan cenderung mencari cara salah satunya melakukan transfer pricing.
2.2.5 Tunneling Incentive
Istilah “tunneling” pada awalnya digunakan untuk menggambarkan pengambilalihan pemegang saham minoritas di Republik Ceko seperti pemindahan aset melalui sebuah terowongan bawah tanah (tunnel). Struktur kepemilikan mencerminkan jenis konflik keagenan yang terjadi. Ada dua macam struktur kepemilikan, yaitu struktur kemilikan dan struktur kepemilikan terkonsentrasi (Mutamimah, 2008). Struktur kepemilikan tersebut mempunyai ciri bahwa manajemen perusahaan dikontrol oleh manajer (La Porta et al, 2000).
Manajer lebih mengutamakan kepentingannya daripada kepentingan pemegang saham.
Tunneling incentive merupakan kegiatan pemindahan sumber daya, baik aset, pembagian keuntungan dan pemberian hak istimewa yang diberikan oleh pemegang saham mayoritas kepada pemegang saham minoritas untuk memperoleh keuntungan bagi pemegang saham minoritas (Deanty, 2017).
Menurut Mispiyanti (2015) tunneling incentive diproksikan dengan ketentuan pemegang saham yang berada di negara lain atau luar negeri yang presentase kepemilikan saham sebesar 20% atau lebih dengan tarif pajak lebih rendah dari Indonesia. Hal ini terdapat di dalam PSAK Nomor 15 mengenai pengaruh signifikan ditentukan dengan presentase sebesar 20% atau lebih yang dimiliki oleh pemegang saham.
2.3 Kerangka Berfikir
Dalam memudahkan untuk melakukan analisis, maka diperlukan gambaran kerangka berfikir seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis
2.3.1 Pengaruh Effective Tax Rate (ETR) Terhadap Transfer pricing
Tarif Pajak Efektif atau Effective Tax Rate (ETR) adalah mekanisme yang dipakai oleh dunia usaha terkait dengan manajemen pajak perusahaan.
Pembahasan pajak di Indonesia selalu menemukan jalan yang berbeda dari setiap pemangku kepentingan. Dunia perusahaan selalu berusaha untuk menurunkan biaya pajak yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dengan menggunakan metode akuntansi yang tepat dan juga manuver bisnis perusahaan.
Upaya pemegang saham untuk mengatasi masalah konflik agensi yaitu dengan menerapkan mekanisme tata kelola perusahaan agar manajemen dapat mengambil keputusan yang tepat untuk meminimalkan nilai ETR perusahaan.
Menurut penelitian dari Sarifah, Probowulan, and Maharani (2019), ETR merupakan proksi yang digunakan untuk menghitung pembayaran pajak. Nilai ETR yang tinggi membuat perusahaan cenderung untuk melakukan penghindaran pajak dengan melakukan transfer pricing, karena perusahaan tersebut harus membayar tarif pajak yang tinggi. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya pajak yang dikenakan maka perusahaan dalam melakukan transfer
ETR (X1)
Profitabilitas (X2)
Tunneling Incentive (X3)
Transfer pricing (Y)
pricing dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa akan menurun atau sebaliknya.
H1 : Effective tax rate berpengaruh terhadap transfer pricing.
2.4.2 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Transfer pricing
Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk mendapatkan laba (keuntungan) dalam suatu periode tertentu. Atau dapat dikatatakan bahwa profitabilitas merupakan suaiu indikator kontrak kinerja yang dilakukan manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan yang dilakukan manajemen (Junaidi & Zs, 2020). Dengan profitabilitas yang tinggi dapat menimbulkan perusahaan melakukan keputusan transfer pricing.
Berdasarkan teori agensi, konflik agensi terjadi antara manajer dengan pemegang saham. Manajer perusahaan yang mampu menghasilkan profitabilitas yang tinggi memiliki kemungkinan melakukan pergeseran profitabilitas. Semakin tinggi perusahaan menghasilkan profitabilitas maka akan berdampak pada semakin besarnya beban pajak yang akan dibayar perusahaan ke negara, hal tersebut dapat membuat pihak manajemen memilih untuk melakukan transfer pricing. Transaksi transfer pricing tersebut digunakan oleh perusahaan dengan tujuan untuk menunjang kinerja operasional perusahaan yang dapat menguntungkan para pemegang saham.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cledy and Amin (2020), semakin besar laba yang diperoleh perusahaan maka semakin mendorong perusahaan mengambil keputusan untuk melakukan transfer pricing. Dengan laba yang besar, maka pajak yang dibebankan pada perusahaan pun semakin besar dan salah satu upaya untuk menghindari
beban pajak yang besar adalah dengan transfer pricing. Hasil dari penelitian tersebut adalah profitabilitas mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan perusahaan untuk transfer pricing. Hal sejalan juga terdapat penelitian dari Junaidi and Zs (2020) bahwa manajemen cenderung memanfaatkan transfer pricing untuk memaksimalkan bonus yang akan diterima. Oleh karena itu, profitabilitas berpengaruh positif terhadap keputusan perusahaan melakukan transfer pricing.
H2 : Profitabilitas berpengaruh terhadap transfer pricing.
2.4.3 Pengaruh Tunneling Incentive Terhadap Transfer pricing
Tunneling incentive merupakan kegiatan pemindahan sumber daya, baik aset, pembagian keuntungan dan pemberian hak istimewa yang diberikan oleh pemegang saham mayoritas kepada pemegang saham minoritas untuk memperoleh keuntungan bagi pemegang saham minoritas (Deanty, 2017). Perusahaan yang kepemilikannya terpusat pada satu pihak cenderung akan melakukan tunneling incentive melalui transfer pricing. Apabila pemegang saham mempunyai kontrol yang besar dalam suatu perusahaan, maka tindakan perusahaan untuk melakukan transaksi dengan pihak berelasi digunakan untuk mengalihkan aset dan lana perusahaan keluar dari perusahaan melalui penentuan harga yang tidak wajar untuk kepentingan pemegang saham pengendali daripada membagi dividennya kepada pemegang saham minoritas (Jafri & Mustikasari, 2018).
Berdasarkan teori agensi, konflik agensi dapat terjadi antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas. Konflik ini terjadi akibat pemegang saham mayoritas memaksakan segala keinginannya kepada manajer untuk kepentingan pribadi pemegang saham mayoritas. Akibat dari adanya kondisi ini, maka perusahaan dengan mudah untuk melakukan tindakan-tindakan
negatif seperti tindakan transfer pricing. Transfer pricing dengan mudah terjadi melalui sebuah upaya untuk memindahkan aset atau laba yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga laba yang dihasilkan perusahaan menjadi lebih rendah.
Proses pemindahan aset atau laba yang dihasilkan akan menurunkan keuntungan yang diperoleh pemegang saham minoritas, sehingga mereka mengalami penurunan kesejahteraan yang diberikan perusahaan. Praktik memindahkan aset atau laba yang dilakukan oleh manajer akibat dorongan pemegang saham mayoritas merupakan satu pemicu terjadinya transfer pricing. Tindakan tunneling incentive melalui upaya pemindahan tersebut, akan mendorong pemegang saham mayoritas untuk mendapatkan keuntungan lebih sehingga mereka melakukan tindakan transfer pricing (Jafri & Mustikasari, 2018).
Menurut Mispiyanti (2015) tunneling incentive diproksikan dengan ketentuan pemegang saham uang berada di negara lain atau luar negeri yang presentase kepemilikan saham sebesar 20% atau lebih dengan tarif pajak lebih rendah dari Indonesia. Hal ini terdapat di dalam PSAK Nomor 15 mengenai pengaruh signifikan ditentukan dengan presentase sebesar 20% atau lebih yang dimiliki oleh pemegang saham. Dalam penelitian Rahayu et al. (2020) variabel tunneling incentive menunjukkan tidak berpengaruh terhadap transfer pricing.
Dalam penelitian Junaidi and Zs (2020) menunjukkan tunneling incentive tidak berpengaruh positif terhadap keputusan perusahaan melakukan transfer pricing.
Hak tersebut mengidentifikasikan bahwa pemegang saham asing tidak menggunakan hak kendalinya untuk memerintahkan manajemen dalam melakukan transfer pricing.
H3 : Tunneling incentive berpengaruh terhadap transfer pricing.